Anda di halaman 1dari 24

TELAAH PENANGANAN PASIEN

PREEKLAMPSIA
DI PUSKESMAS KALIWATES
KABUPATEN JEMBER
Oleh:
dr. Dian Hadi Purnamasari
 
Pendamping:
dr. Rusmijati
 

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS KALIWATES
DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER
2015/2016
Pendahuluan
• Sekitar 8 juta perempuan
per tahun mengalami
komplikasi kehamilan
• Kehamilan berisiko sebesar
15 - 20 % dari seluruh
kehamilan
• Tiga penyebab utama
kematian ibu di Indonesia
adalah perdarahan (30%),
eklampsia (25%), dan
infeksi (12%)
• Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis
6 bulan terakhir (November 2015 – April 2016)
didapatkan total 50 pasien
• Rincian pasien: 20 pasien menjalani partus
normal tanpa penyulit dan tanpa dirujuk, 2 pasien
mengalami penyulit namun tidak sampai dirujuk,
dan 28 pasien mengalami penyulit dan dirujuk
• Tiga besar penyulit yang timbul hingga perlu
dirujuk yaitu ketuban pecah dini (KPD) sebanyak
8 kasus, preeklampsia sebanyak 5 kasus, abortus
inkomplit sebanyak 3 kasus.
• Preeklampsia merupakan masalah kedokteran
yang serius
• Bukan hanya berdampak pada ibu saat hamil
dan melahirkan, namun juga menimbulkan
masalah pasca persalinan akibat disfungsi
endotel di berbagai organ
• Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di
Indonesia masih beragam.
TINJAUAN PUSTAKA
• Preeklampsia: kondisi spesifik pada
kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan
respon maternal terhadap adanya
inflamasi sistemik dengan aktivasi
endotel dan koagulasi

• Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan


adanya hipertensi dan proteinuria pada usia
kehamilan diatas 20 minggu
• Edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan
pada wanita dengan kehamilan normal.
• Hipertensi: tekanan
darah sekurang-
kurangnya 140
mmHg sistolik atau
90 mmHg diastolik
pada dua kali
pemeriksaan
berjarak 4-6 jam
pada wanita yang
sebelumnya
normotensi
• Proteinuria: ekskresi protein di urin melebihi 300 mg
dalam 24 jam atau tes urin dipstik ≥ positif 1, dalam
2 kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam. Proteinuria
berat adalah adanya protein dalam urin ≥ 5 g/24 jam
KRITERIA PREEKLAMPSIA
Kriteria minimal preeklampsia (preeklampsia ringan):
a. TD ≥140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
b. Ekskresi protein dalam urin ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1
dipstik, rasio protein:kreatinin ≥ 30 mg/mmol
 
Kriteria preeklampsia berat: (preeklampsia dengan minimal satu
gejala dibawah ini)
a. TD ≥ 160/110 mmHg
b. Proteinuria ≥ 5 g/24 jam atau ≥ +2 dipstik
c. Ada keterlibatan organ lain:
- Hematologi: trombositopenia (<100.000/ul), hemolisis
mikroangiopati
- Hepar: peningkatan SGOT dan SGPT, nyeri epigastrik atau
kuadran kanan atas
- Neurologis: sakit kepala persisten, skotoma penglihatan
- Janin: pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
- Paru: edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
- Ginjal: oliguria (≤ 500 ml/24 jam), kreatinin ≥ 1,2 mg/dL
 
Penjaringan prenatal pasien preeklampsia
METODE PENELITIAN
• Jenis penelitian: kualitatif lapangan 
• Tempat: ruang bersalin (VK) Puskesmas Kaliwates
• Waktu penelitian: awal Mei 2016
• Metode Pengumpulan Data:
• Metode pengamatan (observasi) 
• Metode wawancara  
• Metode dokumentasi
• Triangulasi data
• Teknik Analisis Data:
• Reduksi data
• Penyajian data
• Conclusion Drawing / Verification
Hasil survey pendahuluan
Jumlah
Kasus Nov 2015 Des 2015 Jan 2016 Feb 2016 Mar 2016 Apr 2016
Kasus
Partus
3 2 2 4 2 7 20
normal
Ketuban
pecah dini 1 1 1 2 - 3 8

Preeklampsi
a berat - - - 1 1 1 3

Preeklampsi
a ringan - - - 1 - 1 2

Abortus
inkomplit - - - 2 - - 2

Partus
bekas SC 1 1 - - - - 2

Pasien non
kooperatif - - - - 1 1 2

Perdarahan
postpartum 1 - - - - - 1

Robekan
jalan lahir 1 - - - - - 1

Fase aktif
memanjang - 1 - - - - 1

Menometror
agi - - - 1 - - 1

Plasenta
previa - - - 1 - - 1

Proteinuria
tanpa HT - - - 1 - - 1

Kehamilan
postdate - - - - 1 - 1

Partus
bekas op - - - - - 1 1
KET
Kala 2
memanjang - - - - - 1 1

CPD - - - - - 1 1
KPD + HT - - - - - 1 1
TOTAL
PASIEN 7 5 3 13 5 17 50
Wawancara
• Apakah anda pernah mendapat pasien preeklampsia inpartu
selama shift jaga di VK dalam enam bulan terakhir (November
2015 – April 2016)?
• Dari 5 responden yang dipilih secara acak, 2 di antaranya yang
merupakan bidan jaga shift saat pasien preeklampsia datang ke ruang
bersalin (VK) Puskesmas Kaliwates dalam jangka waktu tersebut.

• Bagaimana anda menegakkan diagnosis preeklampsia pada


pasien tersebut?
• Baik bidan yang menerima pasien preeklampsia dalam 6 bulan terakhir
di Puskesmas Kaliwates atau bukan, rata-rata mendiagnosis
preeklampsia berdasarkan ada darah tinggi, kaki bengkak, dan cek
protein urin. Biasanya pasien diketahui menderita preeklampsia
sebelum masa persalinan (inpartu), sehingga sudah tercatat di buku KIA
sehingga saat mereka datang ke VK Puskesmas Kaliwates untuk
bersalin sudah bisa langsung diketahui dari catatan tersebut.
• Bagaimana tata laksana awal yang
diberikan untuk pasien preeklampsia di
Ruang Bersalin Puskesmas Kaliwates?
• Tiga responden abstain karena tidak menangani
pasien preeklampsia di Puskesmas Kaliwates
dalam 6 bulan terakhir. Sementara dua
responden lainnya menyatakan bahwa mereka
memasang infus lalu bersiap untuk merujuk
pasien ke Rumah Sakit.

• Apakah ada panduan penatalaksanaan


preeklampsia, preeklampsia berat, dan
eklampsia di Ruang Bersalin Puskesmas
Kaliwates?
• Para responden menyatakan ada panduan tata
laksana preeklampsia di Ruang Bersalin, namun
• Berdasarkan observasi dan tinjauan penulis, pasien
preeklampsia berat (PEB) di Puskesmas Kaliwates
dirujuk tanpa pemberian MgSO4, apakah hal tersebut
benar adanya?
• Benar adanya bahwa pasien preeklampsia dirujuk tanpa
pemberian MgSO4.

• Apa ada alasan khusus untuk menunda pemberian


MgSO4, atau indikasi kontra pada kasus-kasus yang
ada di Puskesmas Kaliwates?
• Mayoritas alasan para bidan tidak memberikan MgSO4:
• Kebiasaan dari dulu tidak ada yang memberikan MgSO4
kepada pasien.
• Merasa pemberian MgSO4 banyak syaratnya
• Khawatir efek samping pemberian MgSO4
• Tidak punya antidotum (Ca gluconas)
• Ingin segera merujuk ke Rumah Sakit
• Apakah di Ruang Bersalin Puskesmas Kaliwates tersedia MgSO4
sekaligus antidotumnya (Ca gluconas)? Apakah alat standar
lain seperti tensimeter, kateter, urine bag, hammer reflek ada?
• Mayoritas bidan menyatakan di Ruang Bersalin tidak tersedia Ca
gluconas. Sementara alat-alat standar lain ada, meliputi tensimeter,
kateter, urin bag, hammer reflek.

• Apakah ada sarana penunjang untuk memastikan proteinuria


(mini lab)?
• Sek proteinuri bisa dilakukan di laboratorium Puskesmas Kaliwates
hanya saat shift pagi saja. Jika laboratorium tutup, maka tidak bisa
dilakukan. Tidak ada dipstick protein celup maupun alat lab sederhana
seperti tabung reaksi kaca dan bunsen.
 
• Ada harapan/ saran tentang penatalaksanaan preeklampsia,
atau secara umum harapan/ saran untuk VK ke depannya?
• Para bidan berharap agar pasien preeklampsia bisa dipantau sejak
awal, mendapat penanganan yang tepat, tidak mengalami komplikasi.
Lebih baik lagi apabila tidak ada pasien yang menderita preeklampsia.
Protap pemberian MgSO4
di dinding ruang bersalin
Ketersediaan alat dan obat-obatan
di ruang bersalin
PENUTUP: Kesimpulan
• Dari survey penulis ke lapangan, kasus preeklampsia di Ruang
Bersalin Puskesmas Kaliwates tidak banyak, hanya 3 kasus
preeklampsia berat dan 2 kasus preeklampsia biasa selama 6
bulan terakhir. Semua kasus preeklampsia tersebut sudah
diketahui sebelumnya dan dicatat di buku KIA, bukan kasus yang
baru diketahui perinatal (menjelang kelahiran) mempunyai arti
bahwa penjaringan bumil risti (khususnya preeklampsia) di
wilayah kerja Puskesmas Kaliwates sudah baik.
• Tata laksana pasien preeklampsia berat di Puskesmas Kaliwates
belum sesuai dengan standar POGI di mana setelah diagnosis
tegak maka pasien perlu injeksi MgSO4 sebagai anti kejang
kemudian dirujuk ke Rumah Sakit. Di Puskesmas Kaliwates pasien
preeklampsia berat dirujuk tanpa pemberian MgSO4. Alasan yang
diberikan dapat diterima, namun bukanlah alasan yang tepat
untuk menunda pemberian MgSO4.
Saran
Bagi Puskesmas Kaliwates
• Regulasi terkait tata laksana preeklampsia (khususnya
preeklampsia berat).
• Pedoman tata laksana supaya kompak
• Diskusi bersama dalam unit Ruang Bersalin untuk saling sharing
pengalaman menangani pasien preeklampsia. Lebih baik lagi
apabila didampingi oleh dokter untuk membantu proses diskusi
• Alur konsultasi bidan jaga
• Pengadaan alat-alat laboratorium sederhana (mini lab) seperti
tabung reaksi kaca dan bunsen sebagai alat cek proteinuria
sederhana bila ada pasien baru yang datang setelah laboratorium
puskesmas tutup.
• Regulasi obat-obatan terkait, seperti MgSO4 dan Ca gluconas
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
• Pembinaan pihak terkait (khususnya bidan) dalam usaha
merangkul dan mendukung tenaga kesehatan dalam
bertugas. Pembinaan bisa berupa symposium atau
pertemuan ilmiah sejenis tentang preeklampsia.
• Dinas juga perlu memperhatikan tata laksana pasien
preeklampsia di wilayah kerja puskesmas lain karena tidak
menutup kemungkinan di puskesmas lain kenyataan kerja
di lapangan tidak sesuai dengan pedoman/ protap/
rekomendasi ahli.

Anda mungkin juga menyukai