Anda di halaman 1dari 14

KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI

Disusun oleh :

Nor Azizah Elly Ristiana


Muhammad Bahrul A Siti Nur Alviah
Khoiril Anwar Erlina Maghfiroh
Nur Hariroh Luluk Soraya
Endang Novita F Nurur Fadlilah
Lia Andriani Indah Pratiwi
Addiin Ravida Farina Ridha Ravisha
Eka Mailani

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


KUDUS
KEPERAWATAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Aktualisasi diri menjadi salah satu tema besar dalam kajian


humanistic.Dalam pandangan humanistic sendiri, manusia diyakini
memiliki kehendak bebas atau free will. Manusia dikenal sebagai makhluk
yang aktif. Pada umumnya pula, manusia memiliki dorongan atau
keinginan untuk mewujudkan diri menjadi seseorang yang lebih baik.
Maka wajar apabila manusia memiliki kecenderungan untuk
mengaktualiasasikan diri.

          Kecenderungan atau tendensi aktualisasi diri pada manusia juga


menggambarkan bahwa manusia bukanlah makhluk yang statis. Manusia
senantiasa mengoptimalkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya dan
memiliki kehendak untuk maju.Menurut humanistic sendiri,
kecenderungan aktulisasi diri pada manusia adanya need dan dorongan-
dorongan dalam diri mereka. Dan pada akhirnya, kecenderungan
aktualisasi diri manusia akan membawa dirinya pada aktualisasi diri yang
sesungguhnya.

            Menurut Maslow (Privette, 2001, dalam Schneider,K.J, dkk,


2001), aktualisasi diri merupakan sebuah prototype akan sehatnya
kepribadian seseorang. Dalam hirarki kebutuhan, Maslow menempatkan
aktualisasi diri dalam posisi yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa
aktualisasi diri merupakan sebuah peristiwa yang memiliki nilai tinggi
dalam kehidupan seseorang. Aktualisasi diri merupakan sebuah proses
pertumbuhan seseorang menuju kondisi idealnya. Oleh karena itu,
aktualisasi diri bukan sebuah kondisi yang statis atau kondisi stabil pada
seseorang.
            Aktualisasi diri pada akhirnya akan merujuk pada peak
performance dan peak experience. Menurut privette (2001, dalam
Schneider,K.J, dkk, 2001), peak performance adalah kondisi terbaik
seseorang, yaitu ketika pikiran dan tubuh bekerja secara
bersamaan.Sedangkan peak experience merupakan sebuah momen yang
berharga ketika manusia mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya. Jika
aktualisasi merupakan prototype dari kesehatan kepribadian, peak
performance dan peak experience merupakan prototype dari pengalaman
yang positif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aktualisasi diri?
2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri?
3. Apa sajakah karakteristik aktualisasi diri?
C. Tujuan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kulyah ilmu
keperawatan dasar. Makalah ini juga disusun bertujuan untuk memahami
secara lebih jelas mengenaikebutuhan aktualisasi diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kebutuhan aktualisasi diri
Aktualisasi diri adalah ketepatan seseorang di dalam menempatkan
dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada di dalam dirinya. Aktualisasi
diri merupakan istilah yang telah digunakan dalam berbagai teori
psikologi.

Ahli jiwa Abraham Maslow, dalam bukunya Hierarchy of Needs


menggunakan istilah aktualisasi diri (self actualization) sebagai kebutuhan
dan pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow menemukan bahwa
tanpa memandang suku asal-usul seseorang, setiap manusia mengalami
tahap-tahap peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam kehidupannya
masing-masing. Kebutuhan tersebut meliputi:

1. Kebutuhan fisiologis (physiological), meliputi kebutuhan pangan,


pakaian, dan tempat tinggal maupun kebutuhan biologis.
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (safety), meliputi kebutuhan
keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan,
keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancam.
3. Kebutuhan rasa memiliki sosial dan kasih sayang (social), meliputi
kebutuhan terhadap persahabatan, berkeluarga, berkelompok, dan
interaksi.
4. Kebutuhan terhadap penghargaan (esteem), meliputi kebutuhan harga
diri, status, martabat, kehormatan, dan penghargaan dari pihak lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), meliputi kebutuhan
memenuhi keberadaan diri (self fulfillment) dengan memaksimumkan
penggunaaan kemampuan dan potensi diri.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri.
Orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya sangat memahami bahwa
ada eksistensi atau hambatan lain tinggal (indwelling) didalam (internal)
atau di luar (eksternal) keberadaannya sendiri yang mengendalikan
perilaku dan tindakannya untuk melakukan sesuatu.
Faktor Internal
Faktor internal ini merupakan bentuk hambatan yang berasal dari dalam
diri seseorang, yang meliputi:

1. Ketidaktahuan akan potensi diri 


2. Perasaan ragu dan takut mengungkapkan potensi diri, sehingga
potensinya tidak dapat terus berkembang.
Potensi diri merupakan modal yang perlu diketahui, digali dan
dimaksimalkan. Sesungguhnya perubahan hanya bisa terjadi jika kita
mengetahui potensi yang ada dalam diri kita kemudian mengarahkannya
kepada tindakan yang tepat dan teruji (Fadlymun, 2009).
Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan hambatan yang berasal dari luar diri
seseorang, seperti:

1. Budaya masyarakat yang tidak mendukung upaya aktualisasi potensi


diri seseorang karena perbedaan karakter. Pada kenyataannya
lingkungan masyarakat tidak sepenuhnya menunjang upaya aktualisasi
diri warganya. 
2. Faktor lingkungan. Lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap
upaya mewujudkan aktualisasi diri. Aktualisasi diri dapat dilakukan
jika lingkungan mengizinkannya (Asmadi, 2008). Lingkungan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap
pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosio-psikologis (Sudrajat, 2008). 
3. Pola asuh. Pengaruh keluarga dalam pembentukan aktualisasi diri anak
sangatlah besar artinya. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut
berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Salah satu faktor
dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam
pengaktualisasian diri adalah praktik pengasuhan anak (Brown, 1961)
Aktualisasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur
diri sendiri sehingga bebas dari berbagai tekanan, baik yang berasal dari
dalam diri maupun di luar diri. Kemampuan seseorang membebaskan diri
dari tekanan internal dan eksternal dalam pengaktualisasian dirinya
menunjukkan bahwa orang tersebut telah mencapai kematangan diri.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aktualisasi diri tersebut secara
penuh. Hal ini disebabkan oleh terdapatnya dua kekuatan yang saling
tarik-menarik dan akan selalu pengaruh-mempengaruhi di dalam diri
manusia itu sendiri sepanjang perjalanan hidup manusia. Kekuatan yang
satu mengarah pada pertahanan diri, sehingga yang muncul adalah rasa
takut salah atau tidak percaya diri, takut menghadapi resiko terhadap
keputusan yang akan diambil, mengagungkan masa lalu dengan
mengabaikan masa sekarang dan mendatang, ragu-ragu dalam mengambil
keputusan/bertindak, dan sebagainya. Sementara kekuatan yang lainnya
adalah kekuatan yang mengarah pada keutuhan diri dan terwujudnya
seluruh potensi diri yang dimiliki, sehingga yang muncul adalah
kepercayaan diri dan penerimaan diri secara penuh (Asmadi, 2008).

C. Karakteristik aktualisasi diri

Aktualisasi dapat didefinisikan sebagai perkembangan paling


tinggi yang disertai penggunaan semua bakat, pemenuhan semua kualitas
dan juga kapasitas seseorang. Menurut maslow ada beberapa karakteristik
yang menunjukkan seseorang mencapai aktualisasi diri, antara lain
sebagai berikut:
a. Mampu melihat realitas secara lebih efesien

Karakter atau kapasitas ini akan membuat seseorang untuk mampu


mengenali kebohongan, kecurangan dan kepalsuan yang dilakukan orang
lain, serta mampu menganalisis secara kritis, logis dan mendalam
terhadap segala fenomena alam dan kehidupan, karakter tersebut akan
menimbulkan sikap yang emosional, melainkan lebih objektif .Dia akan
mendegarkan apa yang seharusnya didengarkan bukan apa yang diiginkan
dan ditakuti orang lain. Ketajaman terhadap realitas kehidupan akan
menghasilkan pola pikir yang cemerlang menerawang jauh kedepan tanpa
dipengaruhi kepentingan atau keuntungan sesaat.

b. Penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain apa adanya

Bagi mereka yang telah mengaktualisasikan dirinya akan melihat


orang lain seperti melihat dirinya sendiri yang penuh kekurangan dan
kelebihan tanpa keluhan atau kesusahan. Ia menerima koadratnya
sebagaimana adanya, tidak defensive atau bersembunyi dibalik topeng-
topeng atau peranan social. Sifat ini akan menghaslkan sikap toleransi
yang tinggi terhadap orang lain serta kesabaran yang tinggi dalam
menerima diri sendiri dan orang lain. Sikap penerimaan ini membuatnya
mampu mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran, rendah hati
dan mau mengakui bahwa ia tidak tahu segala-galanya dan bahwa orang
lain akan mengajarinya sesuatu. Dia akan membuka diri terhadap kritikan,
saran, ataupun nasehat dari orang lain terhadap dirinya

c. Spontaitas, kesederhan dan kewajaran

Orang yang mengaktualisasikan diri dengan benat ditandai dengan


segala tindakan ,perilaku dan gagasanya dilakukan secara spontan, wajar
dan tidak dibuat-buat. Dengan demikian, apa yang ia lakukan tidak pura-
pura, ia tidak harus menyembunyikan emosi-emosinya, namun dapat
memperlihatkan emosi-emosi tersebut secara jujur dan wajar. Sifat ini
akan melhirkan sikap lapang dada terhadap apa yang menjadi kebisaan
masyarakatnya asal tidak bertentangan dengan prinsip yang ia yakini,
maka tidak segan-segan mengemukakanya dengan asertif. Kebiasaan
dimasyarakat tersebut antara lain seperti adat-istiadat yang amoral,
kebohongan, dan kehidupan sosial yang tidak manusiawi.

d. Terpusat pada persoalan

Orang yang mengaktualisasikan diri seluruh pikiran, perilaku dan


gagasanya bukan didasarkan untuk kebaikanya sendiri saja. namun
didasarkan atas apa kebaikan dan kepentingan yang dibutuhkan oleh umat
manusia. Dengan demikian, segala pikiran, perilaku,dan gagasanya
terpusat pada persoalan yang dihadapi umat manusia, bukan peersoalan
yang bersifat egois. Ia juga tidak menyalakan diri sendiri ketika gagal
melakukan sesuatu. Ia mengaggap kegagalan itu sebagai sesuatu yang
lumrah dan biasa saja. Ia mungkin akan mengecam setiap ketololan dan
kecerobohan yang dilakukanya, namun hal-hal tersebut tidan
menjadikanya mundur dan menganggap dirinya tidak mampu. Dicobanya
lagi memecahkan masalah dengan penuh kegembiraan dan keyakinan
bahwa ia mampu menyelesaikanya.

e. Membutuhakan kesendirian

Orang yang mengaktulisasikan diri memiliki kebutuhan yang kuat


untuk memisahkan diri dan mendapatkan suasana kesunyian. Sikap ini
didasarkan atas persepsinya mengenani sesuatu yang ia anggap benar.
Tetapi tidak bersikap egois. Ia tidak bergantung pada pikiran orang lain.
Sifat yang demikian, membuatnya tenang dan logis dalam menghadapi
masalah, ia senantiasa menjaga meartabat dan harga dirinya, meskipun ia
berada di lingkungan yang kurang terhormat. Sifat memisahkan diri ini
terwujud dalam otonomi pengambilan keputusan. Keputusan yang
diambilnya tidak dipengaruhi oleh orang lain. Dia akan bertanggung
jawab terhadap segala keputusan /kebijakan yang diambil.

f. Resistensi terhadap inkulturasi

Orang mengaktulisasikan diri sudah dapat melepaskan diri dari


ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan social dan fisik.
Pemuasan akan motif-motif pertumbuhan datang dari dalam diri sendiri,
melalui pemanfaatan secara penuh bakat dan potensinya. Ia dapat
melakukan apa saja dan dimana saja tanpa dipengaruhi oleh
lingkungan(situasi dan kondisi) yang mengelilinginya. Kemandirian ini
menunjukkan ketahananya terhadap segala persoalan yang menguncang,
tanpa putus asa apalagi sampai bunuh diri. Kebutuhan terhadap orang lain
tidak bersifat ketergantungan, sehingga pertumbuhan dan perkembangan
dirinya lebih optimal.

g. Kesegaran dan apresiasi yang berkelanjutan

Orang yang teraktualisasi senantiasa menghargai pengalaman-


pengalaman tertentu bagaimanapun seringnya pengalaman itu terulang,
dengan suatu perasaan kenikmatan yang segar, perasaan terpesona dan
kagum. Ini merupakan manifestasi dari rasa syukur atas segala potensi
yang dimiliki pada orang lain yang mampu mengaktulisasikan dirinya. Ia
akan diselimuti perasaan senang, kagum dan tidak bosan terhadap segala
apa yang ia miliki. Walaupun hal ia memiliki tersebut merupakan hal
yang biasa saja. implikasinya adalah ia mampu mengapresiasikan segala
apa yang dimilikinya. Kegagalan seorang dalam mengapresiasikan segala
yang dimilikinya dapat menyebabkan ia menjadi manusia yang serakah
dan berperilaku melanggar hak asasi orang lain.
h. Kesadaran sosial

Orang yang mampu mengaktulisasika diri, jiwanya diliputi oleh


perasaan empati dan afeksi yang kuat dan dalam terhadap semua manusia,
juga suatu keiginan membatu kemanusiaan. Dorongan ini akan
memunculkan kesadaran sosial dimana ia memiliki rasa untuk
bermasyarakat dan menolong orang lain, ia menemukan kebahagiaan
dalam membantu orang lain. Baginya mementungkan orang lain berarti
mementingkan diri sendiri.

i. Hubungan interpersonal yang kuat

Orang yang mampu mengaktualisasikan diri mempunyai


kecenderungan untuk menjalin hubungan yang akrap dengan penuh rasa
cinta dan kasih saying. Hubungan interpersonal ini tidak didasari oleh
tendensi pribadi yang sesaat, namun dilandasi oleh perasaan cinta, kasih
sayang dan kesabaran meskipun orang tersebut mungkin tidak cocok
dengan perilaku masyarakat disekelilingnya.

j. Demokratis

Orang yang mampu mengaktulisasikan diri memiliki sifat yang


demokrtis. Sifat ini diamanifestasikan dengan perilaku yang tidak
membedakan orang lain berdasarkan pengolongan, etis, agama, suku, ras,
status sosial ekonomi, partai dan lain-lain. Sifat demokratis ini lahir
karena pada orang yang mengaktulisasikan diri tidak mempunyai perasaan
rishi bergaul dengan orang lain. Juga karena sikapnya yang rendah hati,
sehingga ia senantiasa menghormati orang lain tanpa terkecuali.

k. Membedakan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk


Orang yang teraktualisasi melihat sarana bias pula menjadi tujuan
karena kesenangan dan kepusasan yang ditimbulkanya. Bagi orang –orang
yang teraktualisasi, tujuan atau cita-cita lebih penting daripada sarana
yang digunakan untuk mencapainya. Meraka lebih senang melakukan atau
menghasilakan yang lebih banyak daripada mendapatkanya, atau berarti
mencapai tujuan. Pekerjaan bagi orang yang berkepribadian sehat
bukanlah semata-mata untuk mendapatkan material, tetapi untuk
mendapatkan kesenagan dan kepuasan. Menyenagai apa yang dilakukan
sekaligus melakukan apa yang disenagi, membuat hidup bebas dari yang
disebut paksaan, terasa santai dan penuh dengan rekreasi.

l. Rasa humor yang bermakna dan etis

Rasa humor orang yang mengaktualisasikan diri berbeda dengan


humor kebanyakan orang. Ia tidak akan tertawa terhadap humor yang
menghina, merendahakan bahakan menjelekkan orang lain, humor orang
yang mengaktulisasikan diri bukan saja menimbulkan tawa, tetapi sarat
dengan makna dan nilai pendidikan. Humornya benar-benar
menggambarkan hakikat manusiawi yang menghormati dan menjungjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

m. Kreativitas

Sikap kreatif merupakan karakteristik lain yang dimiliki oleh orang


yang mengaktulisasikan diri. Kreativitas ini diwujudkan dalam
kemampuanya melakukan inovasi-inovasi yang spontan, asli, tidak
dibatasi oleh lingkungan maupun orang lain. Ciri-ciri yang berkaitan
dengan karakteristik ini atara lain fleksibilitas, spontanitas, keberanian,
keterbukaan dan kerendahan hati.

n. Indenpedensi
Orang yang mengaktulisasikan diri mampu mempertahankan
pendirian dan keputusan-keputusan yang ia ambil. Tidak goyah atau
terpengaruh oleh berbagai guncangan ataupun kepentingan. Ia dapat
berdiri sendiri dan otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh-
pengaruh sosial untuk berpikir dan bertindak menurut cara-cara tertentu
yang diyakininya baik

o. Pengalaman puncak

Bagi mereka yang mengaktulisasika diri akan memiliki perasaan


yang menyatu dengan alam. Ia merasa tidak ada batas atau sekat antara
dirinya dengan alam semesta. Artinya, orang yang mampu
mengaktulisasikan diri terbebas dari sekat-sekat berupa suku, bahasa,
agama, ketakutan, keraguan dan sekat-sekat lainya. Oleh karena itu, ia
akan memiliki sifat yang jujur, ikhlas, bersahaja, tulus hati dan terbuka.
Karakter karakter ini merupakan cerminan orang yang berada pada
pencapaian kehidupan yang prima. Konsekuensinya ia akan merasakan
syukur kepada Tuhan, orang tua, orang lain, alam dan segala sesuatu yang
menyebakan keberuntungan tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aktualisasi diri adalah ketepatan seseorang di dalam menempatkan
dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada di dalam dirinya. Aktualisasi
diri merupakan istilah yang telah digunakan dalam berbagai teori
psikologi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri diantaranya
adalah ketidaktahuan akan potensi diri, perasaan ragu dan takut
mengungkapkan potensi diri, budaya masyarakat yang tidak mendukung,
faktor lingkungan, dan pola asuh dalam keluarga.

Karakteristik aktualisasi diri diantaranya yaitu ; mampu melihat


realitas secara lebih efesien, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang
lain apa adanya, spontaitas, kesederhan dan kewajaran, terpusat pada
persoalan, membutuhakan kesendirian, resistensi terhadap inkulturasi,
kesegaran dan apresiasi yang berkelanjutan, kesadaran sosial, hubungan
interpersonal yang kuat, demokratis, membedakan antara sarana dan
tujuan, antara baik dan buruk, rasa humor yang bermakna dan etis,
kreatifitas, independensi, dan pengalaman puncak.

B. Saran
Penulis berharap agar makalah ini dapat dibaca dan menambah
pengetahuan pembaca tentang kebutuhan aktualisasi diri, dan bermanfaat
bagi pembaca. Serta penulis berharap semoga makalah ini bisa
dikembangkan menjadilebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Ardi Al Maqqassary (2012). Pengertian Aktualisasi diri. Diakses pada  10
April 2014 dari,http://www.psychologymania.com/2012/12/pengertian-
aktualisasi-diri.html

Adi Jujunan Musa (2012). Orang yang melakukan Aktualisasi Diri.


Diakses pada 11 April 2014, dari,
http://reina93.mhs.unimus.ac.id/2012/10/21/orang-yang-melakukan-
aktualisasi-diri/

Ardi Al Maqqassary (2012).Cara Mengaktualisasi Diri. Diakses pada  10


April 2014 dari, http://www.psychologymania.com/2012/12/cara-
mengaktualisasikan-diri.html

Broadley, Barbara Temaner. The Actualizing Tendency Concept in Client-


Centered Theory. Chicago: Illinois School

Schneider,K.J., dkk. (2001). The Handbook of Humanistic Psychology.


California : Sage Publication.inc

Anda mungkin juga menyukai