Anda di halaman 1dari 28

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN AFEKTIF DENGAN SELF AND PEER

ASSESMENT UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA DALAM


PEMBELAJARAN IPA

Proposal ini Diajukan untuk Mata Kuliah

Metode Penelitian

Disusun Oleh :

HALIMATUS SAKDIAH

4173351007

S1 – PENDIDIKAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal Metodologi Penelitian. Banyak
kesulitan dan hambatan yang saya hadapi dalam membuat proposal ini tapi dengan semangat dan
kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga saya mampu menyelesaikan
proposal ini dengan baik serta tepat waktu.

Dalam penyusunan proposal ini terdapat beberapa komponen yang harus dipenuhi dan
harus sesuai dengan sistematika yang telah ditentukan. Saya berharap proposal ini membawa
manfaat bagi pembaca dan menambah wawasan atau informasi yang berkaitan dengan
pendekatan saintifik.

Penulisan proposal ini tidak terlepas dari kesalahan baik dalam penggunaan tanda baca
atau penggunaan kalimat yang kurang tepat. Oleh sebab itu, saya meminta maaf atas kekurangan
tersebut. Guna memperbaiki kesalahan di masa yang akan datang, maka penulis mengharapkan
adanya saran serta kritikan yang membangun.

Medan, 4 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i

Daftar Isi ..................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1


1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................................4
1.3 Batasan Masalah ............................................................................................4
1.4 Rumusan Masalah .........................................................................................4
1.5 Tujuan Penelitian ..........................................................................................4
1.6 Defenisi Operasioanl .....................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................................8

2.1 Pembelajaran IPA ..........................................................................................8


2.2 Penilaian (Assesment) ....................................................................................9
2.3 Penilaian Afektif ............................................................................................10
2.4 Self and Peer Assesment ................................................................................13
2.5 Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa ................................................................15
2.6 Hipotesis Penelitian .......................................................................................15

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................16

3.1 Lokasi dan Waktu .........................................................................................16


3.2 Desain Penelitian............................................................................................16
3.3 Pengambilan Sampel......................................................................................19
3.4 Populasi dan Sampel......................................................................................19
3.5 Instrumen Pengumpulan Data........................................................................19
3.6 Teknik Analisis Data......................................................................................21

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar setiap siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara hal ini
tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kahveci (2015)
dalam jurnalnya menjelaskan bahwa tujuan dari pendidikan tidak hanya bertumpu pada
pengembangan kecerdasan intelektual akan tetapi pendidikan juga mempengaruhi perkembangan
emosi, perasaan, suasana hati, dan sikap. Emosi, perasaan, sikap, dan motivasi merupakan
perilaku yang termasuk dalam domain afektif. Domain afektif ikut menentukan hasil belajar dari
siswa, karena orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu maka sulit untuk
mencapai keberhasilan studi yang optimal.

Kurikulum 2013 menekankan pada pola pendidikan berkarakter yang nantinya dapat
mempersiapkan peserta didik sebagai manusia yang diamanatkan pada tujuan pendidikan
nasional. Berbagai komponen mendapat porsi yang sama pada Kurikulum 2013 antara lain sikap
spiritual dan sosial, pengetahuan dan ketrampilan yang selanjutnya dapat diterapkan dalam
berbagai situasi baik disekolah dan masyarakat. Selain itu sekolah dibentuk agar mampu menjadi
bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu
menerapakan apa yang dipelajari disekolah ke masyarakat serta sebaliknya masyarakat dapat
dimanfaatkan sebagai sumber belajar.

Penilaian merupakan salah satu komponen pokok dalam proses pembelajaran. Penilaian
bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapain tujuan pembelajaran dan melihat keefektifan
proses belajar mengajar (Wijayanti, 2017). Penilaian atau asesmen seharusnya dilakukan sebagai
upaya untuk mengukur tingkat ketercapaian indikator pembelajaran dan mengumpulkan
informasi perkembangan belajar siswa pada berbagai aspek, aspek yang diukur meliputi aspek
kognitif, psikomotorik, dan afektif yang diwujudkan dengan adanya perubahan cara berfikir
siswa, baik secara individu maupun kelompok (Astuti et al., 2012). Penilaian yang dianjurkan

1
oleh kurikulum adalah penilaian yang tidak hanya terfokus pada penilaian aspek kognitif, tetapi
juga mencakup aspek afektif dan aspek psikomotorik (Dewi et al., 2013). Proses penilaian harus
dapat mengukur hasil belajar siswa baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik
(Irsyad & Sukaesih, 2015).

Setyandari (2012: 39) menyatakan bahwa pembelajaran IPA memerlukan assessment


yang komprehensif untuk menilai segenap kemampuan peserta didik. Assessment tersebut
digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik secara utuh yaitu mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Sekarang ini istilah assessment memiliki makna yang hampir
sama dengan evaluasi. Astuti (2012: 40) menyatakan assessment ialah upaya untuk mengukur
tingkat ketercapaian indikator pembelajaran dan mengumpulkan informasi perkembangan belajar
peserta didik pada berbagai aspek. Sedangkan Tarras (2005: 467) menyatakan bahwa istilah
assessment yaitu untuk pengambilan keputusan tentang pekerjaan peserta didik, dan evaluasi
yaitu teknik/cara dalam membuat keputusan tentang pengambilan keputusan. Berdasarkan
pernyataan-pernyataan yang telah diungkapkan maka dapat disimpulkan bahwa secara umum
assessment merupakan suatu proses dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan dan hasil
belajar peserta didik. Pada saat wawancara dengan guru IPA di sekolah SMP Negeri 13 Medan,
ternyata guru IPA tidak menerapkan system penilaian afektif dalam kegiatan belajar. Dan guru
juga jarang memperhatikan proses keaktifan siswa dalam proses pembelajaran IPA.

Authentic assessment merupakan assessment yang penting untuk dilakukan, tetapi belum
banyak yang menyadari hal tersebut, dan jikapun telah dilakukan penggunaannya masih terbatas
pada teknik yang sederhana. Authentic assessment memiliki berbagai teknik yang dapat
digunakan dalam menilai siswa, misalnya saja teknik self assessment dan peer assessment.
Assessment menggunakan teknik self assessment dan peer assessment merupakan jenis teknik
yang dapat digunakan untuk mengukur secara real aktivitas siswa pada saat pembelajaran.
Teknik self assessment digunakan dengan harapan bahwa siswa bisa menjadi lebih termotivasi
meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran yang akan berdampak baik pada peningkatan
keaktifan siswa sehingga membuat siswa lebih bersungguh-sungguh dalam mengikuti
pembelajaran. Hal ini tentu saja dapat membuat peningkatan hasil belajar siswa pada segi
psikomotorik dan kognitif. Teknik peer assessment ditujukan untuk membuat kesesuaian antara

2
assessment yang dilakukan siswa secara mandiri dengan assessment yang dilakukan rekan
sejawatnya, sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat karena memadukan dari dua sumber.
Penilaian diri (self-assessment) merupakan suatu metode penilaian yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengambil tanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri.
Siswa merupakan penilai yang baik terhadap perasaan dan pekerjaan mereka sendiri. Oleh
karena itu guru dapat memulai proses penilaian diri dengan kesempatan siswa untuk melakukan
validasi pemikiran mereka sendiri. Manfaat dari penilaian diri (self-assessment) adalah sebagai
berikut:

1. Penilaian diri memberikan dampak terhadap kemajuan proses belajar dan keaktifan
peserta didik.
2. Penilaian diri dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri siswa
sendiri.
3. Penilaian diri dapat menggali nilai-nilai spiritual, moral, sikap bahkan aspek motorik dan
kognitif siswa.
4. Penilaian diri membangun karakter jujur pada diri siswa

Penilaian teman sebaya atau peer assessment merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Penilaian ini
dapat dilakukan secara berkala setelah proses pembelajaran. Manfaat penilaian teman sebaya
antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.
2. Meningkatkan kolaborasi belajar melalui umpan balik dari teman sebaya.
3. Siswa dapat saling membantu dalam proses pemahaman suatu materi.
4. Siswa dapat memberi komentar terhadap kinerja temannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengadakan penelitian yang akan
dikemas dalam sebuah judul penelitian “PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN
AFEKTIF DENGAN SELF AND PEER ASSESMENT UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIFAN BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA”.

3
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut :

1. Ruang lingkup penilaian mencakup penilaian hasil belajar peserta didik dalam 3
aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun sejauh ini pendidik lebih
terfokus pada aspek kognitif dan psikomotorik.
2. Penilaian afektif hanya dinilai secara umum dan belum secara terperinci.
3. Belum tersedianya instrumen penilaian afektif self and peer assessment.
4. Seorang peserta didik perlu menilai dirinya maupun teman sekelasnya dalam kegiatan
pembelajaran sehingga perlu penilaian berbasis self and peer assessment yang mampu
digunakan sebagai refleksi atas kompetensi yang dimiliki peserta didik.

1.3 BATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penelitian ini dibatasi agar
memberikan arah yang tepat, yaitu :

1. Pengembangan instrument penilaian afektif self and peer assessment


2. Keaktifan siswa setelah diterapkan penilaian afektif self and peer assessment pada
materi system pernapasan manusia di kelas VIII SMP Negeri 13 Medan
1.4 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian adalah Apakah pengembangan instrumen penilaian afektif
dengan self and peer assesment dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran
ipa?

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah,
maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan
instrumen penilaian afektif dengan self and peer assesment dapat meningkatkan keaktifan belajar
siswa dalam pembelajaran IPA.

4
1.5 DEFENISI OPERASIONAL
- Authentic assessment (penilaian autentik) adalah penilaian tugas peserta didik yang
berarti dalam pelaksanaan pembelajarannya menitikberatkan pada tugas yang dikerjakan
peserta didik atau produk yang harus dihasilkan peserta didik.
- Penilaian afektif adalah penilaian yang berkaitan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai.
- Self assessment (penilaian diri) merupakan suatu metode penilaian yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengambil tanggung jawab terhadap belajar mereka
sendiri.
- Peer assessment (penilaian teman sebaya) merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.

catatan:

1. Latar belakang masih kurang tajam


2. referensi yang masih kurang, apalagi daru jurnal dan penulisan referensi
3. Tulisan

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 PEMBELAJARAN IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang gejala alam
berupa fakta, konsep dan hukum yang telah teruji kebenarannya melalui suatu rangkaian
penelitian. Pembelajaran IPA diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami fenomena-
fenomena alam. Berdasarkan karakteristiknya, pembelajaran IPA dapat dipandang dari dua sisi,
yaitu pembelajaran IPA sebagai suatu produk hasil kerja ilmuwan dan pembelajaran IPA sebagai
suatu proses sebagaimana ilmuwan bekerja agar menghasilkan ilmu pengetahuan.

Pandangan IPA sebagai ilmuwan bekerja untuk menemukan ilmu pengetahuan, dalam
proses pembelajarannya menempatkan siswa sebagai seseorang yang mencari, mengolah dan
menemukan sendiri bagaimana ilmu pengetahuan yang dihasilkan. Siswa dilatih untuk dapat
mengenali fakta, mengetahui perbedaan dan persamaan fakta, mencari hubungan antar fakta
sehingga siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Siswa dapat mengetahui bagaimana
suatu ilmu pengetahuan ditemukan sehingga dapat dengan mudah untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dalam mengambil keputusan (Tala & Vesterinen, 2015). Pandangan ini sangat
sesuai dengan kurikulum 2013, yang menekankan pada penggunakan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran IPA yang memberikan kesempatan siswa untuk mengkonstruksi konsep


sendiri, akan memberikan pengalaman langsung untuk menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Pembelajaran IPA dengan memberikan pengalaman langsung dapat
menumbuhkan cognitive thingking skill (keterampilan berpikir kognitif), psychomotor skills
(keterampilan psikomotorik) dan social skills (keterampilan sosial) (Prabowo, 2015).
Penumbuhan cognitive thinking skills berarti akan menumbuhkan kemampuan berpikir ilmiah
siswa dalam memahami fenomena yang ada, mampu memikirkan dan menjelaskan mengapa
fenomena tersebut terjadi.

Menurut Prihantro (Trianto, 2010: 141-142) nilai-nilai yang dapat ditanamkan dalam
pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut.

6
a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-
langkah metode ilmiah.
b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, menggunakan alat-alat
eksperimen untuk memecahkan masalah.
c. Memilkiki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah.

2.2 PENILAIAN (ASSESMENT)

Assessment merupakan bagian tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran secara


keseluruhan. Assessment dapat memberikan informasi tentang seberapa baik keberhasilan siswa
belajar dan guru membelajarkan siswa, sehingga assessment sekaligus dapat berfungsi sebagai
umpan balik. Assessment menjadi bagian fundamental, dan oleh karenanya assessment sebagai
proses pengumpulan informasi tentang siswa tidak dapat dipisahkan keberadaannya dengan suatu
pembelajaran. Assessment berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum dalam suatu proses belajar
mengajar, bahwasanya factor pengukuran dan assessment memegang peranan yang sangat
penting. Assessment merupakan prosedur logis yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Assessment menjadi salah satu aktivitas dari suatu proses untuk dapat diketahui
seberapa besar tujuan dapat dicapai.

Penilaian dalam pendidikan digunakan untuk meninjau keberhasilan peserta didik dalam
mengikuti proses pembelajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, dan
juga digunakan untuk mengambil keputusan dalam menentukan pencapaian kompetensi dan
pembinaan kompetensi peserta didik. Munthe (2015) menambahkan bahwa penilaian dalam
pendidikan juga dapat digunakan untuk mengkaji dan mempertimbangkan dalam menentukan
apakah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan benar-benar dapat memberdayakan seluruk
kompetensi peserta didik atau tidak. Sejalan dengan Muchtar (2010) penilaian dalam pendidikan
sangat penting karena dengan penilaian dapat diketahui kemampuan yang dimiliki oleh masing-
masing peserta didik, mengetahui ketepatan metode pembelajaran yang digunakan, serta
mengetahui keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang ditetapkan. Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa penilaian menjadi suatu proses untuk mengumpulkan
informasi yang valid dan reliabel tentang prestasi dan kinerja peserta didik dalam rangka
meningkatkan kemampuan peserta didik.

7
Setyandari (2012: 39) menyatakan bahwa pembelajaran IPA memerlukan assessment
yang komprehensif untuk menilai segenap kemampuan peserta didik. Assessment tersebut
digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik secara utuh yaitu mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Sekarang ini istilah assessment memiliki makna yang hampir
sama dengan evaluasi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ngadip (2013: 2) bahwa istilah
penilaian dalam bahasa Indonesia dapat bersinonim dengan evaluasi (evaluation) dan kini juga
popular istilah assesmen (assessment).
Astuti (2012: 40) menyatakan assessment ialah upaya untuk mengukur tingkat
ketercapaian indikator pembelajaran dan mengumpulkan informasi perkembangan belajar peserta
didik pada berbagai aspek. Sedangkan Tarras (2005: 467) menyatakan bahwa istilah assessment
yaitu untuk pengambilan keputusan tentang pekerjaan peserta didik, dan evaluasi yaitu
teknik/cara dalam membuat keputusan tentang pengambilan keputusan. Berdasarkan pernyataan-
pernyataan yang telah diungkapkan maka dapat disimpulkan bahwa secara umum assessment
merupakan suatu proses dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan dan hasil belajar
peserta didik.
Hasil assessment yang maksimal adalah yang dapat menggambarkan proses dan hasil
yang sesungguhnya. Assessment dilakukan sepanjang kegiatan pengajaran ditujukan untuk
memotivasi dan mengembangkan kegiatan belajar siswa, kemampuan mengajar guru dan untuk
kepentingan penyempurnaan program pengajaran. Assessment adalah penerapan berbagai cara
dan penggunaan beragam alat untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar
siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Assessment menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang siswa, yang hasilnya dapat
berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).

2.3 PENILAIAN AFEKTIF

Kondisi afektif peserta didik berhubungan dengan sikap, minat, dan nilai-nilai. Kondisi
ini tidak dapat di deteksi dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui angket, inventori, atau
pengamatan yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik berarti pengamatan mengikuti suatu
prosedur tertentu, sedangkan berkelanjutan memiliki arti pengukuran dan penilaian yang
dilakukan secara terus menerus. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar yang
memiliki peran yang sangat penting. Keberhasilan pada ranah kognitif dan psikomotorik sangat

8
ditentukan oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap
positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga
dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini,
namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan
minat peserta didik. (Depdiknas, 2008:2).

Penilaian ranah afektif tidaklah semudah menilai ranah kognitif. Penilaian ranah afektif
tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti penilaian formal) karena perubahan tingkah laku
siswa dapat berubah sewaktu-waktu. Perubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif
lama. Demikian juga pengembangan minat. Penilaian hasil belajar merupakan proses
pengambilan keputusan tentang kemajuan belajar siswa yang dilakukan oleh guru berdasarkan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran proses dan hasil belajar siswa. Ketepatan dalam
penilaian sangat tergantung kepada aspek yang hendak diukur. Apabila aspek yang hendak
dikembangkan melalui mata pelajaran biologi adalah menekankan pada ranah afektik, maka
sudah seharusnyalah penilaian ranah afektif dilakukan. Dengan demikian penilaian hasil belajar
biologi tidak hanya mengukur hasil belajar yang berupa aspek pengetahuan saja.

Petunjuk pelaksanaan penilaian pendidikan disebutkan bahwa penilaian ranah kognitif


bertujuan untuk mengukur pengembangan penalaran, sedangkan tujuan penilaian afektif adalah
(1) Untuk mendapatkan umpan balik (feed back) baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar
untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial
program) bagi siswanya. (2) Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku siswa yang
dicapai antara lain diperlukan sebagai bahan bagi: perbaikan tingkah laku siswa, pemberian
laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya siswa. (3) Untuk menempatkan siswa
dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan
serta karakteristik siswa. (4) Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar-mengajar dan
kelainan tingkah laku siswa (Arikunto, 2011).

Pelaksanaan penilaian dan evaluasi pada domain afektif ini mengacu pada teori
taksonomi pembelajaran dari Bloom. Bloom mengkategorikan domain afektif dimulai dari
perilaku yang paling sederhana hingga yang paling kompleks, Taksonomi Bloom untuk domain
afektif dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

9
Tabel 1. Taksonomi Bloom Domain Afektif

No Kategori Penjelasan Kata Operasional


1 Receive/ Kemampuan untuk menerima stimulus atau Menanyakan, memilih,
Menerima rangsang dari luar yang datang kepada mendeskripsikan,
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, dan memberikan, mengikuti,
gejala yang termasuk dalam jenjang ini menyebutkan
adalah keinginan dan kesadaran untuk
menerima stimulus, mengontrol atau
menyeleksi gejala-gejala dan rangsangan
yang datang dari luar.
2 Respond/ Kemampuan berpartisipasi aktif dalam Menjawab, membantu,
Menanggapi pembelajran dan selalu termotivasi untuk menaati, memenuhi,
segera bereaksi atau mengambil tindakan menyetujui,
atas suatu kejadian mendiskusikan,
membaca, melaporkan,
menceritakan

3 Value/ Kemampuan menunjukkan nilai yang dianut Memilih, membedakan,


Menilai untuk membedakan mana yang baik dan mengikuti, mengusulkan,
kurang baik terhadap suatu kejadian atau menolak
objek, dan nilai tersebut diekspresikan ke
dalam perilaku
4 Organize/ Kemampuan menyatukan nilai-nilai yang Mengubah, mengatur,
Mengorganisasi berbeda, menyelesaikan atau memecahkan menggabungkan,
masalah, membentuk suatu sistem membandingkan,
mempertahankan,
menggabungkan,
membandingkan,
mempertahankan,
menggeneralisasi, dan
memodifikasi
5 Characterize/ Kemampuan mengendalikan perilaku Melakukan,

10
Mengkarakterisa berdasarkan nilai yang dianut dan melaksanakan,
si memperbaiki hubungan intrapersonal dan memperlihatkan,
interpersonal dan sosial. menunjukkan,
mempengaruhi,
mempraktekkan

2.4 SELF AND PEER ASSESMENT


2.4.1 Self Assesment

Salah satu bentuk assessment yaitu self-assessment. Mehta (2008: 6) menyatakan


bahwa Self-Evaluationis one of the skills and attributes that complements dicipline-based
knowledge. Hal tersebut secara langsung membuktikan bahwa self-assessment adalah
suatu keterampilan dan kelengkapan dalam suatu displin ilmu. Oleh sebab itu, self-
assessment ini menjadi suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses
pembelajaran. Pada pendekatan self-assessment, peserta didik didorong untuk menilai
dirinya sendiri sehingga peserta didik dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan
belajarnya. Kemendikbud (2013: 4) juga menyatakan bahwa penilaian diri merupakan
teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Penilaian diri tersebut dapat
mendorong peserta didik untuk aktif terlibat dalam penilaian kegiatan pembelajaran.

Self assessment mengembangkan keterampilan siswa dan kesadaran kritis yang


memungkinkan siswa mampu untuk mengelola diri, dan mengidentifikasi langkah-
langkah selanjutnya dalam belajar dan untuk bergerak maju. Penilaian teman sejawat atau
peer assessment menawarkan umpan balik anatar siswa dan memungkinkan siswa untuk
membuat perbandingan satu sama lain. Manfaat lain dari peer dan self assessment siswa
termotivasi untuk belajar dan bersikap dengan baik karena siswa terlibat langsung dalam
penilain sehingga mereka mengetahui aspek-aspek saja yang dinilai (Luca & Mcloughlin,
2013).

2.4.2 Peer Assesment

11
Sutrisno (2012) peer assessment mendorong siswa untuk memiliki rasa tanggung
jawab terhadap proses belajarnya sehingga siswa dapat mandiri, melatih evaluation skill
yang berguna untuk life long learning dan mendorong deep learning. Model assessment
dengan teknik peer assessment adalah model assessment inovatif yang sedang
berkembang dalam dunia pendidikan pada saat ini, pada model assessment ini dapat
memberikan dampak positif terhadap perkembangan kepribadian siswa. Peer assessment
dalam penggunaannya di kelas memiliki beberapa keuntungan antara lain dapat
menumbuhkan rasa percaya diri siswa, karena mereka diberi kepercayaan untuk
mengevaluasi dan menilai rekan sejawatnya sendiri. Siswa menyadari kelebihan dan
kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan assessment harus melakukan
introspeksi terhadap kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya. Peer assessment juga
dapat mendorong, membiasakan, dan melatih siswa untuk berbuat jujur, karena mereka
dituntut untuk objektif dalam melakukan assessment.

Peer assessment atau penilaian antar teman juga memegang peranan penting
dalam pembentukkan karakter siswa. Penilaian dari teman sebaya akan memberikan
motivasi kepada setiap siswa untuk berubah jika penilaian temannya berkonotasi negatif
atau tetap bertahan pada kriteria yang positif. Penilaian ini sangat efektif mengingat setiap
orang menginginkan jati diri yang baik di lingkungannya. Instrumen penilaian antar
teman sebaiknya sesuai dengan kriteria berikut:

a. Sesuai dengan indikator dan kompetensi yang akan diukur


b. Indicator dapat dilakukan melalui pengamatan peserta didik
c. Indicator dirumuskan secara sederhana, jelas dan tidak berpotensi munculnya
penafsiran makna ganda
d. Menggunakan bahasa yang lugas yang dapat dipahami oleh peserta didik
e. Mampu memetakan sikap peserta didik dari kemampuan terendah sampai yang
tertinggi

2.5 KEAKTIFAN BELAJAR

12
Aktif didefinisikan sebagai metode pengajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran aktif
mengkondisikan agar siswa selalu melakukan kegiatan belajar secara aktif dan berfikir tenang,
fokus, dengan apa yang dilakukan selama pembelajaran (Warsono dan Hariyanto, 2013: 12).
Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses
pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan
berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman A.M., 2011: 98). Belajar
yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.
Aktivitas fisik adalah siswa giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun
bekerja, tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki
aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak–banyaknya atau banyak
berfungsi dalam rangka pembelajaran. Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah
untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Aktif dalam membangun pemahaman atas
persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran.

2.6 HIPOTESIS PENELITIAN

Ha : Ada peningkatan keaktifan siswa yang signifikan pada penggunaaan instrument


penilaian afektif dengan self and peer assessment

Ho : Tidak ada peningkatan keaktifan siswa yang signifikan pada penggunaaan instrument
penilaian afektif dengan self and peer assessment

13
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pembuatan instrument penelitian ini berada di Universitas Negeri Medan. Uji coba
instrument penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 13 Medan pada bulan April 2020.

3.2 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian non-eksperimen dengan metode
penelitian pengembanagan atau yang sering dikenal dengan R&D (Research and Development).
Model pengembangan yang digunakan pada penelitian ini mengacu model pengembangan
ADDIE. Model pengembangan ADDIE memiliki lima langkah pengembangan yaitu analisis
(Analysis), desain atau rancangan (Design), pengembangan (Development), implementasi
(Implementaion), dan evaluasi (Evaluation).

 Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan merupakan langkah-langkah yang dilakukan pada suatu penelitian
pengembangan. Prosedur penelitian pengembangan ini dilakukan dengan model pengembangan
ADDIE. Tahapan-tahapan yang dilakukan sebagai berikut.
a. Tahap Analisis (Analysis)
Pada tahap ini dilakukan analisis kebutuhan serta studi literature yang mendukung
pengembangan instrumen penilaian sikap ilmiah berbasis self and peer assessment. Penelitian ini
dimulai dari analisis terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kegiatan penilaian hasil
belajar IPA peserta didik SMP. Analisis dilakukan melalui wawancara tidak terstruktur dengan
salah satu guru IPA di SMP Negeri 13 Medan. Dari masalah-masalah yang muncul selanjutnya
dilakukan studi literatur. Studi literatur diperlukan untuk mengembangkan instrument penilaian
sikap ilmiah berbasis self and peer assessment. Studi ini dilakukan untuk menemukan konsep-
konsep atau landasan-landasan teoritis yang memperkuat instrumen penilaian sikap ilmiah
berbasis self and peer assessment. Pada penelitian ini, studi literatur dilakukan dengan
menghimpun informasi dari berbagai buku, jurnal, artikel, dan modul-modul mengenai penelitian
pengembangan penilaian sikap ilmiah.

14
b. Tahap Perencanaan (Design)
Tahap perencanaan terdiri dari dua tahapan, yaitu perencanaan dan perancangan
instrumen penilaian sikap ilmiah berbasis self and peer assessment. Pada tahapan perencanaan
mengenai rancangan produk yang akan dihasilkan dan proses pengembangannya. Langkah
pertama yaitu merumuskan rencana produk yang akan dikembangkan, penyusunan produk awal
atau perancangan produk, validasi oleh ahli, uji coba yang akan dilakukan, revisi, hingga produk
akhir. Selain itu juga perlu menentukan subjek dan lokasi uji coba, serta mempersiapkan
instrumen yang diperlukan dalam uji coba. Langkah selanjutnya yaitu tahap penyusunan draft
instrumen penilaian sikap ilmiah. Penyusunan instrumen diawali dengan pembuatan kisi-kisi
penilaian yang merupakan matrik berisispesifikasi instrumen yang akan ditulis. Dalam kisi-kisi
tersebut dicantumkan aspek sikap ilmiah, indikator, jumlah item, dan nomor item. Selanjutnya
yaitu penulisan draft instrumen penilaian sikap ilmiah berupa rating scale yang berisi
pernyataan-pernyataan deskriptif mengenai kriteria sikap ilmiah yang harus dicapai peserta
didik.
Skala instrumen yang digunakan adalah rating scale dengan rentang 1 sampai 4, karena
jika menggunakan skala 5 ada kecenderungan responden memilih jawaban pada kategori 3. Skor
tertinggi yang diberikan untuk setiap butir soal adalah 4 dan terendah adalah 1. Langkah
selanjutnya yaitu membuat lembar validasi penilaian sikap ilmiah yang nantinya digunakan oleh
validator untuk menelaah draft I.
c. Tahap Pengembangan (Development)
Pada tahap ini dilakukan pengembangan/penyempurnaan dari draft I yang telah disusun
pada tahap sebelumnya. Pengembangan dilakukan berdasarkan koreksi yang dilakukan oleh
reviewer dalam hal ini adalah validator. Pengembangan juga dilakukan berdasarkan hasil uji
keterbacaan instrumen pada uji terbatas yaitu respon siswa terhadap instrumen. Revisi instrumen
dilakukan untuk mendapatkan instrumen penilaian sikap ilmiah berbasis self and peer
assessment yang memenuhi kriteria instrumen yang baik.
d. Tahap Implementasi (Implementaion)
Pada tahap ini, akan dilakukan uji coba produk. Instrumen penilaian sikap ilmiah
diujicobakan pada sejumlah siswa. Untuk uji terbatas instrumen diujicobakan pada 3 siswa SMP
Negeri 13 Medan, sedangkan uji coba luas instrumen diujicobakan pada 5 kelas VIII SMP
Negeri 13 Medan.

15
e. Tahap Evaluasi (Evaluation)
Tahap evaluasi merupakan proses untuk menganalisis instrument penilaian yang
dilakukan pada setiap akhir tahapan penelitian sejak tahap analisis, tahap desain, hingga tahap
pengembangan. Dalam tahap evaluasi, data-data yang diperoleh dianalisis apakah produk yang
dikembangkan sudah dapat dikatakan layak, valid, dan reliabel. Evaluasi dilakukan dalam tiga
tahapan, yaitu tahap validasi ahli, tahap uji coba terbatas, dan tahap uji luas.
I. Validasi Ahli
Setelah instrumen penilaian sikap ilmiah berbasis self and peer assessment selesai
disusun dan sudah disetujui dosen pembimbing, langkah berikutnya yaitu melakukan
validasi ahli oleh para ahli. Ahli yang terlibat yakni dua dosen program studi Pendidikan
IPA serta dua ahli dalam bidang pembelajaran IPA. Validasi ahli ini bertujuan untuk
mengetahui kelayakan produk yang dikembangkan dan meningkatkan kualitas produk
berdasarkan beberapa aspek yaitu materi, konstruksi, dan bahasa. Selanjutnya hasil
validasi ini digunakan untuk merevisi draft I instrumen penilaian sikap ilmiah. Hasil
revisi berupa draft II selanjutnya akan diujicobakan pada uji terbatas.
II. Tahap Uji Coba Terbatas
Uji coba ini dilakukan terhadap kelompok kecil sebagai pengguna produk.
Responden terdiri dari 3 siswa kelas XI IPA Sekolah Menengah Atas. Dalam uji coba
terbatas ini siswa diminta untuk mengisi lembar penilaian sikap ilmiah dan selanjutnya
siswa diminta untuk memberikan respon terhadap instrumen yang dikembangkan.
Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk melihat keterbacaan instrumen yang
dikembangkan. Apabila hasil keterbacaan instrumen baik maka dapat dilakukan uji
kelompok besar, namun apabila belum memenuhi kualifikasi maka dilakukan revisi
terhadap instrumen draft II.
III.Tahap Uji Luas
Uji coba luas ini dilaksanakan dengan responden sebanyak lima kelas di kelas
VIII. Dalam uji luas ini siswa diminta untuk mengisi lembar penilaian sikap ilmiah.
Setelah dilakukan uji coba luas ini, kemudian hasilnya dianalisis secara kuantitatif untuk
mengetahui koefisien reliabilitas dan validitas konstruk instrumen penilaian sikap ilmiah
yang dikembangkan.

16
3.3 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan pengambilan sampel acak sederhana (Simpel


Random Sampling).

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 13 Medan. Sampel penelitian
ini kelas VIII yang terdiri dari 5 kelas.

3.5 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian pengembangan ini yaitu
berupa lembar wawancara, lembar validasi, lembar respon siswa, dan lembar instrumen
penilaian sikap ilmiah.

Tabel 2. Kisi – Kisi Lembar Wawancara

No Permasalahan Pertanyaan
1 Kurikulum Kurikulum yang berlaku di sekolah
2 Tenaga Pengajar Jumlah guru di sekolah
3 Proses Pembelajaran Prose belajar mengajar yang dilakukan guru IPA
4 Metode Mengajar Metode guru IPA dalam pembelajaran
5 Penilaian Hasil belajar peserta didik
Teknik penilaian yang dilakukan guru IPA
6 Instrumen Penilaian Instrumen penilaian yang digunakan guru IPA

Tabel 3. Kisi – Kisi Lembar Validasi Instrument Penilaian Afektif Dengan Self And Peer
Assesment

Aspek Kriteria
Bahasa Penggunaan bahasa yang komunikatif
Penggunaan bahasa Indonesia yang baku
Penggunaan bahasa tidak menimbulkan penafsiran ganda
Kejelasan kalimat dalam pernyataan pada isnrumen
penilaian sikap ilmiah

17
Materi Kemampuan instrument penilaian dalam mengukur sikap
ilmiah peseta didik dalam pembelajaran IPA
Kesesuaian antara aspek yang dikuker mampu menilai
aspek sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA
Komunikasi Pernyataan dirumuskan dengan singkat dan jelas
Kalimat bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau
dikosongkan oleh hamper semua responden
Kejelasan pedoman pengisian lembar penilaian
Pedoman penskoran dalam penilaian

Tabel 4. Kisi – Kisi Respon Peserta Didik

No Indikator
1 Memahami petunjuk penggunaan instrumen
penilaian sikap ilmiah
2 Memahami bahasa dalam isntrumen penilaian
sikap ilmiah
3 Penulisan isntrumen penilaian sikap ilmiah
4 Menfaat penilaian sikap ilmiah

Tabel 5. Kisi – Kisi Intrumen Penilaian Sikap Ilmiah

Aspek Sikap Ilmiah Indikator


Rasa ingin tahu Antusias mencari jawab
Perhatian terhadap objek yang diamati
Antusias pada proses sains (praktikum dan sains)
Objektif Tidak memanipulasi data
Mengambil keputusan sesuai fakta
Tidak mencontek hasil pekerjaan orang lain
Berpikir kitis Tidak mengabaikan data meskipun kecil
Menanyakan setiap perubahan/hal bar
Mendiskusikan hasil percobaan dan jawaban

18
pertanyaan dalam lembar kerja siswa
Mempresentasikan hasil percobaan atau diskusi
Ketekunan Mengerjakan latihan soal
Mengulangi percobaan meskupun berakibat
kegagalan
Melengkapi suatu kegiatan meskipun teman yang
lain selesai lebih awal
Keterbukaan dan Menerima saran/pendapat dari teman
Kerjasama
Mau merubah pendapat jika data kurang
Berpartisipasi dalam kelompok
Membantu teman memecahkan masalah akademik
Tanggung jawab Mengerjakan tugas dankewajiban yang harus
dilakukan
Disiplin Mengumpulkan tugas tepat waktu
Patuh terhadap ketentuan dan peraturan
Peduli terhadap Perhatian terhadap peristiwa atau lingkungan
lingkungan sekitar sekitar

3.6 Teknik Analisis Data


1. Uji Validitas

Validitas yang dilakukan berdasarkan instrumen penilaian ini yaitu meliputi validitas isi
(Content validity). Validitas isi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen
penilaian sebelum digunakan di lapangan. Validitas isi ditentukan melalui pendapat profesional
yaitu dosen ahli dan guru dalam proses telaah instrumen per item pernyataan. Untuk mengetahui
tingkat validitas instrumen penilaian yang telah divalidasi oleh dosen ahli dan guru IPA maka
hasil yang diperoleh dihitung dengan persentase komponen dalam Persamaan sebagai berikut.

Persentase ( % )=
∑ f m x 100 %
∑fa
∑ f m = jumlah frekuensi aktivitas yang muncul

19
∑ f a = jumlah frekuensi seluruh aktivitas
Adapun kategore penskoran kedalam persentase terdapat dalam table

Tabel . Kriteria Penskoran Hasil Validasi Instrumen Penilaian Oleh Validator

Persentase (%) Ktegori


81-100 Sangat baik
61-80 Baik
41-60 Cukup baik
21-40 Kurang baik
0-20 Tidak baik

referensinya?
Setelah instrumen penilaian divalidasi ahli dan telah diuji coba, maka untuk menguji
validitas konstruk dapat dilakukan dengan analisis factor konfirmatori. Analisis factor
konfimatori digunakan untuk menguji apakah suatu konstruk mempunyai unidimensionalitas
atau apakah indikator-indikator yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah konstruk atau
variabel. ada tidaknya korelasi dinyatakan dalam angka pada indeks. Berapapun kecilnya indeks
korelasi, jika bukan 0,0000 dapat diartikan bahwa ada korelasi antar variabel yang dikorelasikan.
Semakin besar korelasi, maka semakin tinggi korelasi antar variabel. Penafsiran terhadap
kekuatan hubungan dari nilai koefisien korelasi berpedoman pada ketentuan menurut Arikunto
seperti table berikut.

Tabel 6. Hubungan Nilai Koefisien Korelasi ….


Interval Korelasi Hubungan Variabel
0,000 – 0,200 Sangat rendah
0,200 – 0,400 Rendah
0,400 – 0,600 Sedang
0,600 – 0,800 Kuat
0,800 – 1,000 Sangat kuat

20
Angka keeratan nilai korelasi menunjukkan keeratan korelasi antar variabel yang diuji.
Jika angka korelasi mendekati 1, maka korelasi variabel akan semakin kuat, sedangkan jika
korelasi semakin mendekati 0 maka korelasi antar variabel semakin lemah. Tanda negatif (-) dan
positif (+) pada nilai korelasi menyatakan sifat hubungan. Jika nilai korelasi negatif (-), itu
artinya hubungan antar variabel bersifat berlawanan arah. Sedangkan nilai korelasi (+)
menunjukkan hubungan antar variabel bersifat searah.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas berfungsi untuk mengetahui tingkat kestabilan dari instrumen penilaian
sikap ilmiah yang telah dibuat. Semakin tinggi reliabilitas suatu instrumen, semakin stabil pula
instrumen tersebut. Pengujian reliabilitas instrumen penilaian yang telah dikembangkan peneliti
menggunakan persamaan Alpha Cronbach. Hal ini didasarkan karena data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan rating scale. Persamaan Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:
2
k ∑σ
( )(
r 11 =
k −1
1− 2 b
σt )
σ 2=∑ X 2−¿ ¿¿ ¿

refensinya…
Keterangan :
r 11= reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ σ 2b = jumlag varians butir
σ 2t = varians total
X = skor total

Kriteria penafsiran koedisien reliabilitas menurut Arikunto disajikan pada table dibawah ini :
Tabel 7. Kriteria Penafsiran Koefisien Realibilitas

21
Koefisien Reliabilitas Tafsiran
0,80 – 1,00 Sangat tinggi
0,60 – 0,80 Tinggi
0,40 – 0,60 Sedang (cukup)
0,20 – 0,40 Rendah
0,00 – 0,20 Sangat rendah

22
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Amri, A. (2016). Pengembangan instrumen penilaian ranah afektif pada mata pelajaran biologi di
SMA. Jurnal Biotek, 4(1), 52-69.

Astuti, W.P. & Rahayu, E.S., (2012). Pengembangan Instrumen Asesmen Autentik Berbasis
Literasi Sains Pada Materi sistem Ekskresi. Lembaran Ilmu Kependidikan

Dewi, N.L., Nyoman, D. & Sadia, I.W., (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing Terhadap Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar IPA. Jurusan Pendidikan Dasar, III.

Fitriyati, I., dkk .(2017). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Ilmiah dan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah
Pertama. Jurnal Pembelajaran Sains, 1(1), 27-34.

Irsyad, M. & Sukaesih, S., (2015). Pengembangan Asesmen Autentik Pada Materi Interaksi
Makhluk Hidup dengan Lingkungan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa. Unnes Science Education Journal, IV.

Kahveci, A. (2015). Assesing High School Student Attitudes Toward Chemistry With Shortened
Semantic Differential. Chemistry Education Research and Pratice. (2)

Kemendikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia


Nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Kemendikbud.

Luca, J. & Mcloughlin, C., 2013. A Question of Balance : Using Self and Peer Assessment
Effectively in Teamwork. Jurnal Of Education and Practice, IV.

Mehta, Amisha & Robina Xavier. Building self-evaluation skills through criterion-referenced
assessment in public relation. Prism Online PR Journal. 08(5): 1-8.

Muchtar, H. 2010. Penerapan Penilaian Autentik dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan.
Jurnal Pendidikan Penabur. No.14/Tahun ke-9: 68-76.

23
Munthe, A. 2015. Pentingnya Evaluasi Program di Institusi Pendidikan. Scholaria. Vol 5, No 2.
Page: 1-14.

Ngadip. Konsep dan Jenis Penilaian Autentik. E-jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya. 13(1):
1-13.

Prabowo, S. A. (2015). The effectiveness of scientific based learning towards science process
skill mastery of PGSD students. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 4(1), 15-19.

Sardiman A.M. (2011). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Setyandari, Rezania., Ely R. & Sri S. Pengembangan Asesmen Alternatif Portofolio IPA Kelas
VIII Materi Sistem Peredaran darah Manusia. Unnes Jornal of Biologi Education. 12(2):
38-44.

Tala, S. & Vesterinen, T.M. (2015). Nature of science contextualized : Studying nature of
science with scientists. Journal Science and Education, 24(4), 435-457

Tarras, Maddalena. Assessment-Summative and Formative- Some Theoretical Reflections.


British Journal of Education Studies. 05(53): 466-478.

Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Warsono dan Hariyanto. (2013). Pembelajaran Aktif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Widiaswati, D., Nurhayati, S., & Sudarmin, S. (2014). Pengembangan Instrumen Self-
Assessment pada Pembelajaran IPA Terpadu di SMP Tema Energi dalam Sistem
Kehidupan. Unnes Science Education Journal, 3(3).

Wijayanti, A. 2017. Efektivitas self assessment dan peer assessment dalam pembentukan
karakter siswa, Jurnal Realita, 15(2)

Wulandari, A. D., Situmorang, R. P., & Dewi, L. (2018). Evaluasi Pelaksanaan Penilaian
Autentik pada Pembelajaran IPA terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VIII SMP
Negeri 3 Salatiga. Jurnal Pendidikan Sains, 6(1), 34-46.

24

Anda mungkin juga menyukai