Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains

Disusun oleh :
Kelompok 4
Munadirah M. Ahdad (191051301029)
Kurnia Adiati Putri (191051301035)
Celcia Margarita Pariela (191051301045)
Indra Pratama Ali Aman (191051301047)

PENDIDIKAN BIOLOGI KELAS B


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pengembangan
Bahan Ajar dan Penilaian Pembelajaran Biologi. Dalam hal ini penulis memilih
“Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains” sebagai pembahasan. Salam dan
taslim tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa kita
dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang seperti sekarang.
Tersusunnya tugas pengembangan bahan ajar dan penilaian pembelajaran
biologi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang terkait dalam proses
pembuatannya. Oleh karenanya penulis mengucapkan banyak terima kasih serta
sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran demi penyusunan yang lebih
sempurna kedepannya.
Selanjutnya penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak
dosen pembimbing mata kuliah yaitu bapak Dr. Adnan M.S. yang telah memberi
begitu banyak ilmu pengetahuan dan wawasan seputar bahasan pengembangan bahan
ajar dan penilaian dalam pembelajaran.

Makassar, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2
C. Tujuan ...............................................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..............................................................................................3
A. Pengertian Sikap Ilmiah ...................................................................................................3
B. Jenis-jenis Sikap Ilmiah ....................................................................................................5
C. Peran Guru dalam Mengembangkan Sikap Ilmiah Siswa ................................................10
D. Strategi Penilaian Sikap Ilmiah ........................................................................................14
BAB III PENUTUP .............................................................................................................20
A. Kesimpulan ......................................................................................................................20
B. Saran ................................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang tidak terlepas dari fakta,
konsep, dalil dan prinsip yang berkaitan dengan makhluk hidup, serta interaksinya
dengan lingkungan.Biologi memerlukan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi atau berfikir tingkat tinggi. Dalam belajar biologi harus menggunakan
pertanyaan apa, kenapa dan bagaimana.
Biologi termasuk bidang ilmu sains yang menyediakan pengalaman belajar
bagi siswa untuk memahami konsep sains. Biologi menunjang peningkatan mutu
pendidikan khususnya dalam menghasilkan siswa yang berkualitas serta mampu
memahami konsep sains. Dengan adanya kemampuan tersebut, siswa dapat
mengaitkan konsep-konsep ilmiah menjadi suatu proses yang dipahami secara
kompleks dalam menghadapi perkembangan sains di era modern. Salah satu
proses sains yang perlu menjadi perhatian bagi pendidik adalah sikap ilmiah.
Sikap ilmiah merupakan refleksi proses pembelajaran yang telah dialami
siswa. Adapun ciri-ciri pelajar memiliki sikap ilmiah antara lain memiliki rasa
ingin tahu, tidak menerima kebenaran tanpa bukti, jujur, teliti, menghargai
pendapat orang lain, sanggup menerima gagasan baru dan semangat baru. Sikap
ilmiah ini sangat diperlukan dalam mempelajari sains khususnya bidang biologi.
Sikap ilmiah mempengaruhi prestasi belajar siswa baik pada aspek kognitif,
afektif maupun psikomotorik. Jika siswa memiliki sikap ilmiah, maka mereka akan
termotivasi untuk terus mengembangkan potensi diri dan memahami konsep sains
yang apada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu upaya dalam menumbuhkan sikap ilmiah diharapkan dapat
terwujud melalui proses pembelajaran. Sikap ilmiah ini mempengaruhi tingkah
pemahaman dan pencapaian akademik peserta didik. Hal ini membuat peranan
guru menjadi sangat penting dalam membantu para peserta didik dalam
mengembangkan sikap ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka rumusan masalah dari penyususnan
makah ini adalah;
1. Apa yang dimaksud dengan sikap ilmiah?
2. Apa saja jenis-jenis sikap ilmiah menurut para ahli?
3. Bagaimana strategi implementasi yang dapat digunakan guru dalam
mengembangkan sikap ilmiah siswa?
4. Bagaimana strategi penilaian sikap ilmiah siswa?

C. Manfaat
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka penyusunan makalah ini bertujuan
1. Memberikan pemahaman lebih luas mengenai sikap ilmiah
2. Memberikan deskripsi mengenai jenis-jenis sikap ilmiah menurut para ahli
3. Memberikan gambaran strategi implementasi yang dapat digunakan guru
dalam mengembangkan sikap ilmiah siswa
4. Memberikan gambaran strategi penilaian sikap ilmiah siswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penilaian Sikap ilmiah


Dalam Dictionary of Psychology, Reber (1985) menyatakan bahwa istilah
sikap (attitude) berasal dari bahasa Latin, "aptitude" yang berarti kemampuan,
sehingga sikap dijadikan acuan apakah seseorang mampu atau tidak mampu pada
pekerjaan tertentu. Chaplin (1975) menyatakan bahwa sikap atau pendirian adalah
satu predisposisi atau kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung terns
menerus untuk bertingkah laku atau untuk mereaksi dengan cara tertentu. Mueller
(1986) menganggap bahwa Thurstone adalah yang pertama mempopulerkan
metodologi pengukuran sikap.
Thurstone dalam Kartawijaya (1992) mendefiniskan sikap sebagai seluruh
kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, prapemahaman yang
mendetail, ide-ide, rasa takut ancaman dan keyakinan tentang suatu hal. Ada
empat dimensi sikap dari Thurstone, yaitu: (1) pengaruh atau penolakan, (2)
penilaian, (3) suka atau tidak suka, dan (4) kepositifan atau kenegatifan terhadap
obyek psikologis. Secara Iebih terperinci, Rahmat (1998) menyimpulkan beberapa
pendapat ahli dan menetapkan lima ciri yang menjadi karakteristik sikap
seseorang:
1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir. dan merasa
dalam menghadapi obyek, ide, situasi. atau nilai. Sikap bukan perilaku tetapi
merupakan kecenderungan berperilaku dengan cara tertentu terhadap obyek
sikap. Obyek sikap dapat berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi, atau
kelompok.
2. Sikap mempunyai daya pendorong. Sikap bukan hanya rekaman masa lalu
tetapi juga pilihan seseorang untuk menentukan apa yang disukai dan
menghindari apa yang tidak diinginkan.
3. Sikap relatif lebih menetap. Ketika satu sikap telah terbentuk pada diri
seseorang maka hal itu akan menetap dalam waktu relative lama karena hal itu
didasari pilihan yang menguntungkan dirinya.
4. Sikap mengandung aspek evaluatif Sikap akan bertahan selama obyek sikap
masih menyenangkan seseorang, tetapi kapan obyek sikap dinilainya negatif
maka sikap akan berubah.
5. Sikap timbul melalui pengalaman tidak dibawa sejak tahir, sehingga sikap
dapat diperteguh atau diubah melalui proses belajar.
Sikap dapat diidentifikasi dalam lima dimensi sikap yaitu arah, intensitas,
keluasan, konsistensi, dan spontanitas.
a. Sikap memiliki arah, artinya sikap terbagi pada dua arah, setuju atau tidak
setuju, mendukung atau tidak mendukung, positif atau negatif.
b. Sikap memiliki intensitas, artinya, kedalaman sikap terhadap obyek tertentu
belum tentu sama meskipun arahnya sama.
c. Sikap memiliki keluasan artinya ketidak setujuan terhadap obyek sikap dapat
spesifik hanya pada aspek tertentu, tetapi sebaliknya dapat pula mencakup
banyak aspek.
d. Sikap memiliki konsistensi yaitu kesesuaian antara peryataan sikap yang
dikemukakan dengan tanggapan terhadap obyek sikap. Sikap yang bertahan
lama (stabil) disebut sikap yang konsisten, sebaliknya sikap yang cepat
berubah (labil) disebut sikap inkonsisten.
e. Sikap memiliki spontanitas, artinya sejauh mana kesiapan seseorang
menyatakan sikapnya secara spontan. Spontanitas akan nampak dari
pengamatan indikator sikap pada seseorang mengemukakan sikapnya.
Sikap ilmiah dalam pembelajaran sains sering dikaitkan dengan sikap
terhadap sains. Keduanya saling berhubungan dan keduanya mernpengaruhi
perbuatan. Pada tingkat sekolah dasar sikap ilmiah difokuskan pada ketekunan,
keterbukaan, kesediaan mempertimbangkan bukti, dan kesediaan membedakan
fakta dengan pendapat. Penilaian hasil belajar Sains dianggap lengkap jika
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sikap merupakan tingkah laku
yang bersifat umum yang menyebar tipis diseluruh hal yang dilakukan siswa.
Tetapi sikap juga merupakan salah satu yang berpengaruh pada basil belajar
siswa.

B. JENIS SIKAP ILMIAH


Sikap ilmiah dibedakan dari sekedar sikap terhadap sains, karena sikap
terhadap sains hanya terfokus pada apakah siswa suka atau tidak suka terhadap
pembelajaran sains. Tentu saja sikap positif terhadap pembelajaran sains akan
memberikan kontribusi tinggi dalam pembentukan sikap ihniah siswa tetapi masih
ada faktor lain yang memberikan kontribusi yang cukup berarti.
Pengelompokan sikap ilmiah oleh para ahli cukup bervariasi, meskipun
kalau ditelaah lebih jauh hampir tidak ada perbedaan yang berarti. Variasi muncul
hanya dalam penempatan dan penamaan sikap ilmiah yang ditonjolkan. Misalnya,
Gega (1977) memasukkan inventiveness (sikap penemuan) sebagai salah satu
sikap ilmiah utama.
Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para
ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan ilmiah. Dengan perkataan lain,
kecenderungan individu untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan
suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Salah satu aspek
tujuan dalam mempelajari ilmu alamiah adalah pembentukan sikap ilmiah. Orang
yang berkecimpung dalam ilmu alamiah akan terbentuk sikap ilmiah yang antara
lain adalah:
1. Jujur
Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan
sesungguhnya dan apa adanya, tidak di tambahi ataupun tidak dikurangi. Sifat
jujur ini harus dimiliki oleh setiap manusia, karena sifat dan sikap ini
merupakan prinsip dasar dari cerminan akhlak seseorang. Jujur juga dapat
menjadi cerminan dari kepribadian seseorang bahkan kepribadian bangsa.
Oleh sebab itu, kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia. Kejujuran
merupakan bekal untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Jika
seseorang telah memiliki kejujuran maka sesuatu yang wajar jika bila orang
tersebut dapat dipercaya dan diberi amanat oleh banyak orang.
2. Terbuka
Seorang ilmuwan harus mempunyai pandangan luas, terbuka, dan
bebas dari praduga. Seorang ilmuwan tidak akan berusaha memperoleh
dugaan bagi buah pikirannya atas dasar prasangka. Ia tidak akan meremehkan
suatu gagasan baru. Seorang ilmuwan akan menghargai setiap gagasan baru
dan mengujinya sebelum diterima atau ditolak. Dengan kata lain, ia terbuka
akan pendapat orang lain. Keterbukaan berarti memberi peluang luar untuk
masuk, dan menerima berbagai hal untuk masuk, baik itu di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebudayaan, ideologi, paham dan aliran, ataupun
ekonomi. Keterbukaan juga berarti menerima kritik, saran, dan pendapat
orang lain dalam pergaulan.
3. Toleran
Seorang ilmuwan tidak merasa bahwa dirinya paling benar, ia bersedia
mengakui bahwa orang lain mungkin lebih benar. Dalam menambah ilmu
pengetahuan ia bersedia belajar dari orang lain, membandingkan pendapatnya
dengan pendapat orang lain, ia memiliki tenggang rasa atau sikap toleran yang
tinggi dan jauh dari sikap angkuh. Toleransi adalah suatu sikap atau perilaku
manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai
atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Sikap toleransi
sangat perlu dikembangkan karena manusai adalah makhluk sosial dan akan
menciptakan adanya kerukunan hidup.
4. Skeptis
Skeptis adalah sikap kehati-hatian dan kritis dalam memperoleh
informasi. Namun, skeptis bukan berarti sinis tetapi meragukan kebenaran
informasi sebelum teruji dan didukung oleh data fakta yang kuat. Tujuan dari
skeptis yaitu tidak keliru dalam membuat pernyataan, keputusan atau
kesimpulan.
Seseorang yang mencari kebenaran akan bersikap hati-hati dan skeptis. Ia
akan menyelidiki bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia
tidak akan sinis tetapi kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu
kesimpulan itu. Ia tidak akan menerima suatu kesimpulan tanpa didukung
bukti-bukti yang kuat. Sikap skeptis ini perlu dikembangkan oleh ilmuwan
dalam memecahkan masalah. Bila ilmuwan tidak kritis mengenai setiap
informasi yang ia peroleh, kemungkinan ada informasi yang salah sehingga
kesimpulan yang dihasilkan pun salah. Oleh karena itu, setiap informasi perlu
diuji kebenarannya. Kata apatis diartikan sebagai sikap acuh tidak acuh, tidak
peduli, dan masa bodoh. Secara sepintas skeptis dan apatis memiliki
kesamaan arti dan maksud. Skeptis berarti sikap curiga, tidak mudah percaya,
dan bersikap hati-hati atas tindakan orang lain. Orang menjadi acuh tak acuh
dan tidak peduli karena ia terlanjur tidak percaya. Kehati-hatian dan curiga
merupakan sikap dasar seseorang.
Bagaimanakah sikap apatis dan skeptis dipadukan sehingga menjadi
sebuah sikap yang kreatif dan bersifat konstrukstif. Seseorang harus apatis
untuk sesuatu yang bukan merupakan wewenang dan tanggungjawabnya.
Selain itu orang harus bersikap skeptis untuk berbagai hal. Segala sesuatu
harus dipertanyakan, diklarifikasi, dan dijelaskan secara akurat. Dengan
bersikap skeptis dapat ditemukan titik terang, kepastian, dan kebenaran.
5. Optimis
Optimis adalah berpengharapan baik dalam menghadapai segala sesuatu,
tidak putus asa, dan selalu berkata “Beri saya kesempatan untuk berpikir dan
mencoba mengerjakannya”. Seorang yang memiliki kecerdasan optimis akan
memiliki rasa humor yang tinggi. Sikap optimis berarti sikap yakin adanya
kehidupan yang lebih baik dan keyakinan itu dijadikan sebagai bekal untuk
meraih hasil yang lebih baik. Jika seorang ilmuwan mempunyai keinginan dan
tujuan yang sangat besar dan juga mempunyai persiapan dan pengetahuan
yang diperlukan, ditambah dengan rasa optimis dan percaya diri, maka segala
tujuan pasti akan cepat tercapai/terwujud. Percaya diri dan optimisme itu
saling terkait satu sama lain. Percaya diri tanpa optimisme tidak akan pernah
ada artinya, karena sikap optimis merupakan daya yang besar untuk
mendorong apa yang dipikirkan dan akan dilakukan. Percaya diri sangat
membutuhkan sikap optimis.
6. Pemberani
Seorang ilmuwan harus memiliki sikap pemberani dalam menghadapi
ketidakbenaran, kepura-puraan, penipuan, dan kemunafikan yang akan
menghambat kemajuan. Sikap keberanian ini banyak dicontohkan oleh para
ilmuan seperti Copernicus, Galilleo, Socrates, dan Bruno. Galilleo diasingkan
oleh penguasa karena dengan berani menentang konsep bumi sebagai pusat
tata surya, matahari dan benda lainnya berputar mengelilingi bumi
(Geosentris). Galilleo mendeklarasikan bahwa matahari adalah menjadi pusat
tata surya, dan bumi serta planet lainnya berputar mengitari matahari
(Heliosentris). Socrates memilih mati meminum racun daripada harus
mengakui sesuatu yang salah. Bruno tidak takut dihukum mati dengan cara
dibakar demi mempertahankan kebenaran.
Kisah keberanian ilmuan yang cukup menarik dan menjadi tauladan
adalah kisah Marie Curie seorang fisikawan, kimiawan yang berhasil
menemukan zat radio aktif, bertahun-tahun ia menekuni dan meneliti zat
radioaktif dengan harapan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia,
dengan perlahan radiasi unsur tersebut merambah ke dalam tubuh Marie
Curie. Marie Curie mengetahui bahwa ia mengindap penyakit kanker. Namun,
dalam setiap kuliahnya ia menjelaskan tentang radioaktif tanpa pernah
menunjukan ketakutan akan bahaya radiasi. Keadaan tersebut terus
dirahasiahkan hingga ia menjelaskan sendiri pada saat-saat ajalnya tiba.
7. Kreatif
Seseorang dalam mengembangkan ilmunya harus mempunyai sikap
kreatif yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide
unik atau kreatif dan berkemampuan untuk menghasilkan/menciptakan
sesuatu yang baru. Sifat-sifat yang tersebut di atas menunjukkan kepada kita
arah tujuan yang hendak dicapai seseorang yang hendak menumbuhkan sikap
ilmiah pada dirinya. Tidak seorang pun dilahirkan dengan memiliki sikap
ilmiah. Mereka yang telah memperoleh sikap itu telah berbuat dengan usaha
yang sungguh-sungguh.
8. Kritis
Sikap kritis direalisasikan dengan mencari informasi sebanyak-
banyaknya, baik dengan jalan bertanya kepada siapa saja yang diperkirakan
mengetahui masalah maupun dengan membaca sebelum menentukan pendapat
untuk ditulis.
9. Sikap rela menghargai karya orang lain
Sikap rela menghargai karya orang lain diwujudkan dengan mengutip dan
menyatakan terima kasih atas karangan orang lain, dan menganggapnya
sebagai karya yang orisinal milik pengarangnya.
10. Sikap menjangkau ke depan
Sikap menjangkau ke depan dibuktikan dengan sikap futuristic, yaitu
berpandangan jauh, mampu membuat hipotesis dan membuktikannya dan
bahkan mampu menyusun suatu teori baru.
Gega (1977) mengemukakan empat sikap pokok yang harus
dikembangkan dalam sains yaitu, (a) curiosity, (b) inventiveness, (c) critical
thinking, and (d) persistence. Keempat sikap ini sebenamya tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena saling melengkapi. Sikap
ingin tahu (curiosity) mendorong akan penemuan sesuatu yang baru
(inventiveness) yang dengan berpikir kritis (critical thinking) akan
meneguhkan pendirian (persistence) dan berani untuk berbeda pendapat.
C. Peran Guru dalam engembangkan Sikap Ilmiah Siswa
Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran tidak hanya diharapkan
mampu meningkatkan hasil belajar siswa namun juga menyediakan lingkungan
emosional yang mendukung, mampu mengkondisikan kelas, menyampaikan
pembelajaran dengan baik dan mendukung kemampuan berprikir kritis siswa
(Blazar dan Kraft, 2016). Proses pembelajaran tidak hanya diharapkan mampu
menumbuhkan sikap ilmiah, guru harus selalu mengingat bahwa tanpa pemikiran
kritis dan semangat bertanya, pembelajaran sains hanya akan berarti siswa
menerima dogma dan tidak akan pernah mengembangkan sikap ilmiah dalam
dirinya. Siswa harus dilibatkan dalam praktikum dan observasi ilmiah sehingga
mereka mendapatkan kesempatan untuk merasakan dan mengembangkan
komponen sikap sains dalam pikiran mereka (Rao,2004).
Harlen (Patta Bundu, 2006) mengajukan empat peranan utama guru dalam
mengembangkan sikap ilmiah yakni dengan memberi contoh sikap ilmiah,
memberi penguatan positif terhadap sikap ilmiah dengan memberi pujian dan
penghargaan, memberikan kesempatan untuk pengembangan sikap ilmiah, dan
mendiskusikan tingkah laku yang berhubungan dengan sikap ilmiah.
a. Memperlihatkan contoh sikap ilmiah
Memperlihatkan contoh sikap ilmiah yang dapat ditiru oleh siswa merupakan
hal yang paling penting, peranan guru dalam hal ini sangat dibutuhkan karena
guru disini menjadi model yang akan dicontoh oleh siswa. Sejalan dengan
upaya untuk memperlihatkan contoh sikap ilmiah, guru dapat menggunakan
beberapa cara, yaitu sebagai berikut.
1) Perlihatkan minat yang tinggi pada sesuatu yang baru (misal, sesuatu yang
dibawa siswa ke delam kelas).
2) Bantulah siswa menemukan hal yang baru atau yang lain dari biasanya.
3) Terimalah semua temuan dari siswa meskipun agak berbeda dari yang
diharapkan.
4) Sarankanlah bahwa pengamatan lebih lanjut diperlukan sebelum kesimpulan.
5) Tanamkanlah bahwa apa yang mereka temukan dan data yang mereka
kumpulkan dapat merubah ide atau pendapat sebelumnya.
6) Perlihatkan koreksi diri tentang bagaimana sesuatu itu telah dilaksanakan
atau suatu ide diterapkan.
7) Terimalah dengan lapang dada jikaada sesuatu yang tidak dapat dijelaskan.
Jika kegiatan di dalam kelas tidak berjalan sesuai yang direncanakan, maka
ini merupakan kesempatan bagi guru untuk memperlihatkan contoh sikap
ilmiah yang dapat ditiru oleh siswa.
b. Penguatan positif terhadap sikap ilmiah
Siswa meniru/memetik sikap ilmiah tidak hanya melalui contoh yang
diperlihatkan oleh guru, tetapi juga dari tingkah laku mereka yang
mendapatkan penguatan/penghargaan. Pada saat siswa memperlihatkan sikap
positif, maka tingkah laku tersebut perlu diberi penguatan, penghargaan
bahkan pujian yang tulus. Hal ini akan lebih efektif daripada mencegah sikap-
sikap negatif yang dilakukan oleh siswa. Bahkan siswa yang lain akan
cenderung berbuat seperti siswa yang mendapat penghargaan tersebut.
Sebagai contoh apabila dalam kelas guru menemui kelompok yang
eksperimennya tidak lengkap reaksi guru tidak perlu mencela mereka tetapi
akan lebih bermanfaat dalam pembentukan sikap ilmiah guru mengatakan “
alangkah baiknya jika kalian membaca dan memikirkan dengan baik sebelum
melakuan percobaan” atau “kalian telah bekerja keras dan belajar sesuatu
yang penting dari kegiatan ini , kerja yang bagus. Mengucapkan “kerja yang
bagus” akan mendorong mereka melakukan praktikum lebih baik di masa
yang akan dating.
Situasi kelas juga akan menjadi menyenangkan karena siswa tidak merasa
tertekan akibat pekerjaannya yang tidak selesai, dan lebih dari itu mereka
akan terdorong memunculkan sendiri sikap-sikap yang dimiliki.
c. Menyediakan kesempatan pengembangan sikap ilmiah
Salah satu ciri sikap yang dimiliki oleh seorang siswa adalah keinginan
bertindak dengan cara tertentu. Oleh sebab itu, siswa harus diberi kesempatan
untuk memunculkan sikap-sikap positif yang dimiliki pada kegiatan tertentu.
Kegiatan yang agak bebas tapi tetap terkendali akan memberikan peluang
yang baik untuk sikap ilmiah. Sebaliknya, jika kegiatan dikontrol dengan ketat
dengan struktur yang kaku akan mematikan munculnya sikap ilmiah yang
diharapkan (mungkin yang muncul hanya imitasi saja). Meletakkan barang
baru dan tidak lazim dalam kelas akan memberikan kesempatan untuk
munculnya rasa ingin tahu. Mendiskusikan pengamatan yang dilakukan saat
kegiatan berlangsung atau pun sesudahnya akan memunculkan sikap kritis,
tetapi hal itu tidak akan terjadi jika kesempatan melakukan pengamatan tidak
tersedia.
d. Mendiskusikan tingkah laku yang berhubungan dengan sikap ilmiah
Pada dasarnya sikap itu sulit untuk didiskusikan, khususnya bagi usia
yang masih sangat muda. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya umur
siswa mereka akan lebih bisa merefleksikan perilaku dan motivasi mereka.
Pada saat tertentu sudah memungkinkan mendiskusikan contoh-contoh sikap
ilmiah dalam perilaku mereka secara terbuka.
Selain itu, Balaji (2017) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
guru model memiliki karakteristik sendiri yang berperan penting dalam
membangun sikap ilmiah siswa. Karakteristik tersebut antara lain;
1) Guru sains tidak hanya mengusahakan capaian pengetahuan siswa namun
juga pengembangan sikap ilmiah mereka
2) Guru harus memiliki sikap ilmiah
3) Sikap ilmiah yang dimiliki siswa sangat bergantung pada kemampuan
guru sains
4) Pengembangan sikap ilmiah bukan hal sulit bagi guru
5) Menghubungkan sains dengan berbagai aspek kehidupan karena proses
belajar sangat membantu dalam mengembangkan sikap ilmiah siswa
6) Guru mata pelajaran lainnya juga dapat mengembangkan sikap ilmiah
siswa
7) Guru sains juga mampu mengembangkan sikap ilmiah
8) Kehidupan ilmuwan mempengaruhi sikap ilmiah siswa melalui mata
pelajaran
9) Praktik lapang sangat membantu dalam mengembangkan sikap ilmiah
siswa
10) Cara berkomunikasi yang efektif dan suasana yang menyenangkan juga
mendukung pengembangan sikap ilmiah siswa
11) Guru harus antusias, bersemangat dan menikmati proses pembelajaran
sehingga mereka dapat memodifikasi kelas dan membuat suasana kelas
menjadi hidup
12) Sains harus diajarkan dengan banyak melakukan praktik
13) Guru tidak mempercayai takhayul dan kabar angin, namun harus mencari
bukti untuk menguatkan fakta
14) Guru menghargai jawaban siswa, memberinya penghargaan dan
menunjukkan sikap yakin terhadap mereka
15) Terakhir, sebuah pendapat juga disepakati tentang penggunaan teknologi
seperti audio visual bantu dan programer pelatihan juga sangat penting
dalam mengembangkan sikap ilmiah di antara siswa.
D. Metode Penilaian Sikap Ilmiah
Menurut Teori Belajar Hovland, Sikap dibagi menjadi tiga yaitu afektif,
kognitif dan perilaku. Ketiga sikap ini saling berhubungan dalam menentukan
tindakan seseorang. Sikap afektif adalah akar dari kognitif dan perilaku seseorang
sehingga, perilaku yang ditunjukkan adalah keterkaitan antara apa yang dirasakan
dan apa yang dipikirkan. Secara umum, sikap afektif seseorang akan
mempengaruhi caranya dalam mengambil keputusan terhadap suatu masalah.
Pada sikap ilmiah, sikap afektif sangat penting dalam menetukan motivasi dan
minat mereka dalam melakukan sebuah penelitian ilmiah dan keinginan untuk
menyelidiki fenomena-fenomena alam semesta. Salah satu upaya dalam
menumbuhkan sikap ilmiah diharapkan dapat terwujud melalui proses
pembelajaran. Sikap ilmiah ini mempengaruhi tingkah pemahaman dan
pencapaian akademik peserta didik. Hal ini membuat peranan guru menjadi sangat
penting dalam membantu para peserta didik dalam mengembangkan sikap ilmiah.
Dibutuhkan sebuah tes formatif dalam menilai sikap ilmiah seseorang. Ada
tiga metode dalam penilaian sikap ilmiah, diantaranya: lakukan penilaian tertulis
(seperti survei), ajukan pertanyaan lisan (seperti wawancara), dan amati beberapa
aspek tertentu dari perilaku yang ditunjukkan (seperti perilaku saat mereka
belajar).

1. Survei
Metode survei memungkinkan pengambilan data penelitian dalam jumlah
yang lebih besar contohnya seperti penelitian di sekolah atau universitas. Pola
respon yang diperoleh dapat memberikan gambaran yang sangat akurat tentang
sikap siswa tertentu. Ada beberapa jenis pertanyaan telah digunakan dalam
metode survey ini, diantaranya:
a. Format Osgood. Dalam format yang dikembangkan oleh Osgood dan kawan-
kawan (1957), responden diundang untuk menandai salah satu kotak yang
ditempatkan di antara dua kata sifat, dua frase, atau dua kalimat singkat yang
mendefinisikan kedua ujung skala.
b. Format Likert. Pada pertanyaan yang mengikuti format Likert, responden
merespons dengan menunjukkan ukuran kesepakatan atau ketidaksepakatan.
Dengan demikian, hanya satu ujung skala yang tepat spesifik.
c. Rating questions. Pertanyaan penilaian memungkinkan responden untuk
memilih dari daftar, menunjukkan preferensi, atau menempatkan item dalam
daftar dalam urutan pilihan mereka sendiri.
d. Situational set questions. Pertanyaan situasional sulit untuk dikembangkan.
Dalam hal ini, responden ditempatkan dalam situasi simulasi dan dilihat
reaksinya. Contohnya diberikan dalam Lampiran.
2. Wawancara
Wawancara dapat memberikan informasi dan detail menarik yang tidak
ditemukan pada metode survei. Informasi dari wawancara tersebut dapat
mengungkapkan fakta yang mengejutkan. Metode wawancara ini sangat
memakan waktu dan tidak mudah untuk meringkas serangkaian hasil
wawancara menjadi kesimpulan.
Wawancara dapat dilakukan dengan tersturktur atau semi-struktur.
Wawancara semi-struktur bisa menjadi sangat terbuka. Disini pewawancara
memiliki serangkaian pertanyaan yang akan didiskusikan, tetapi yang
responden memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya. Dengan
wawancara yang sangat terstruktur, analisis data dapat lebih mudah. Sebagai
contoh, kita dapat dengan mudah mencatat proporsi siswa yang menyukai
laboratorium, menggunakan buku teks yang diberikan secara teratur, menulis
kembali catatan, dan sebagainya. Namun, wawancara terbuka cenderung
kurang terstruktur dan siswa dapat merespons dengan cara yang sangat berbeda
menggunakan bahasa yang sangat berbeda.
3. Pengamatan Tingkah Laku
Metode pengamatan perilaku seseorang secara langsung juga dapat
membantu penilaian mengenai perilaku peserta didik yang berkaitan dengan
sikap ilmiahnya ketika melakukan kegiatan penelitian. Pengamatan atas
perilaku ini akan cukup memakan waktu. Contohnya menilai secara langsung
sikap ilmiah siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Teknik penilaian sikap ilmiah seseorang dapat dilakukan dengan
memberikan serangkaian pertanyaan baik secara langsung atau tidak langsung.
Jawaban atas pertanyaan yang diberikan adalah respon seseorang yang akan
dituliskan sesuai dengan skala penilaian Likert.
Pendapat TOSRA yang terkait dengan lima dimensi pada sikap ilmiah
digunakan untuk membuat kuesioner skala Likert.
Sangat
Dimensi Sangat Tidak Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Penilaian Setuju Yakin Setuju
Setuju
Pandangan Para ilmuwan lebih
Terhadap berkomitmen untuk
Suatu Ilmu ilmu daripada keluarga
Pengetahuan mereka
dan Ilmuwan Para ilmuwan kurang
ramah daripada orang
lain
Para ilmuwan
memiliki beragam
hobi dan minat
Anda selalu bisa tahu
seorang ilmuwan
dengan penampilan
mereka
Para ilmuwan prihatin
tentang lingkungan
kerja mereka
Sikap Saya lebih suka untuk
Terhadap mencari tahu mengapa
Penyelidikan sesuatu terjadi dengan
Ilmiah melakukan percobaan
daripada diberitahu
Saya ingin
mempertanyakan
gagasan ilmiah karena
ilmu pengetahuan tidak
tahu segalanya
Sangat
Dimensi Sangat Tidak Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Penilaian Setuju Yakin Setuju
Setuju
Saya bisa menonton
televisi untuk
mengetahui semua saya
perlu tentang ilmu
pengetahuan
Saya lebih cenderung
untuk memahami ilmu
jika saya
mengalaminya sendiri
daripada diberitahu
Saya lebih suka
membaca tentang ilmu
pengetahuan daripada
melakukannya
Penggunaan Saya ingin tahu tentang
Sikap Ilmiah dunia dimana kita
hidup
Kami tidak perlu
percobaan berulang
untuk memeriksa
bahwa kita punya hasil
yang benar
Saya menikmati
membaca tentang hal-
hal yang tidak setuju
dengan ide-ide saya
sebelumnya
Dalam percobaan sains
Saya suka
menggunakan metode
baru yang saya belum
pernah menggunakan
sebelumnya
Saya tidak mau
mengubah ide-ide saya
Sangat
Dimensi Sangat Tidak Tidak
No. Pernyataan Setuju Tidak
Penilaian Setuju Yakin Setuju
Setuju
Relevansi Pelajaran sains adalah
Ilmu buang-buang waktu
Pengetahuan Ilmu ini penting agar
ada harus lebih
pelajaran sains
Sebuah karir di bidang
sains akan
membosankan
Aku bosan menonton
program ilmu di
televisi
Saya menggunakan
ilmu pengetahuan saya
dalam beberapa
kegiatan rekreasi saya
Implikasi Penemuan ilmiah
Sosial Ilmu melakukan lebih
berbahaya daripada
baik
Terlalu banyak uang
yang dihabiskan pada
ilmu pengetahuan yang
dapat dihukum lebih
baik menggunakan
Uang yang dihabiskan
untuk ilmu
pengetahuan adalah
pengeluaran layak
Ilmu membantu untuk
kehidupan yang lebih
baik make
Lebih banyak uang
harus dibelanjakan
untuk penelitian ilmiah
Penilaian pada kuesioner ini menggunakan skala Likert, Dimana tanggapan
sangat setuju hingga tidak setuju ditandai dengan skala penilaian tertentu.
 Tanggapan negatif
Sangat setuju = 1, Setuju = 2, Tidak yakin = 3, Tidak Setuju = 4, Sangat
tidak setuju = 5.
 Tanggapan positif
Sangat setuju = 5, Setuju = 4, Tidak yakin = 3, Tidak Setuju = 2, Sangat
tidak setuju = 1.
Dengan demikian skor tinggi (<25) akan menunjukkan sikap positif dan
skor rendah (5>) sikap negatif.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa;
1. Sikap ilmiah adalah kecenderungan individu untuk bertindak atau berperilaku
dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah
ilmiah.
2. Adapun jenis-jenis utama sikap ilmiah antara lain; Sikap ingin tahu
(curiosity), mendorong akan penemuan sesuatu yang baru (inventiveness),
berpikir kritis (critical thinking), teguh pendirian (persistence) dan berani
untuk berbeda pendapat.
3. Guru dalam mengembangkan sikap ilmiah siswa harus memberi contoh sikap
ilmiah, memberi penguatan positif terhadap sikap ilmiah dengan memberi
pujian dan penghargaan, memberikan kesempatan untuk pengembangan sikap
ilmiah, dan mendiskusikan tingkah laku yang berhubungan dengan sikap
ilmiah.
4. Ada tiga metode dalam penilaian sikap ilmiah, diantaranya: lakukan penilaian
tertulis (seperti survei), ajukan pertanyaan lisan (seperti wawancara), dan
amati beberapa aspek tertentu dari perilaku yang ditunjukkan (seperti perilaku
saat mereka belajar).
B. Saran
Bagi pembaca atau penulis yang ingin mengembangkan bahasan yang ada
pada penulisan makalah ini, disarankan berpedoman dari banyak sumber yang
relevan sehingga mampu menunjang keluasan pengetahuan mengenai penilaian
sikap ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Alsop, Steve. 2005. Beyond Cartesian Dualism: Encountering Affect in the Teaching
and Learning of Science (Vol. 29). Netherland: Springer Science & Business
Media.
Blazar, David and Kraft, Matthew A. Teacher and Teaching Effects on Students’
Attitudes and Behaviors. HHS Public Access. Dipublikasikan online Oktober
2016.
Bundu, Patta. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam.
Pembelajaran Sains di SD. Jakarta: Depdiknas.
Chaplin, J.P. 2002. Kamus lengkap psikologi. Cetakan Keenam. Penerjemah:
Kartiko, K. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada
G. Balaji. 2017. Role of Science Teacher in Developing Scientific Attitude among
Secondary School Students. Senior Research Fellow, Department of Education,
Osmania University, Hyderabad.
Gega, P.C. 1977 Sciece in Elementary Education Canada: John Wiley & Sons inc.
Hidayati, Alif Noor, 2014. Sikap Ilmiah dan Budaya Berfikir Pada Kurikulum 2013.
https://pujiadilpmpjateng.wordpress.com/2014/05/17/sikap-ilmiah-
danbudayaberpikir-pada-kurikulum-2013/.
Ikhsandi, dkk. 2014. Sikap Ilmiah. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala
Darussalam.
Johnston, Jane. 1997. Measuring Attitudes in Science: What Exactly are we
Measuring and Why?. UK: Nottingham Trent University.
Mueller, Daniel J. 1986. Measuring Social Attitudes, New York: Teacher College
Press.
Rao, Digumarti Bhaskara. 2004. Scientific Attitude, scientific aptitude and
achievement. Discovery Publishing House, New Delhi. Diakses online Maret
2020.
Reber, Arthur S., Emily S. Reber. Kamus Psikologi (judul asli: The Penguin
Dictionary of Psychologhy), terjemahan Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Saleh, Issa M, & Khine, M. S. 2011. Attitude Research in Science Education: Classic
and Contemporary Measurements. USA: Information Age Publishing. Diakses
Maret 2020.
Suryana, Ade. Dkk. 2013. Analisis Aktivitas dan Sikap Ilmiah Mahasiswa dengan
Model Pengajaran Langsung Berbasis Inkuiri pada Mata Kuliah Siatematika
Invertebrata. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.
Thrustone. 1992. Atitude Measurement (Online). Dapat diakses di:
http://webspaceutexas.edu/brixey9/www/3-html.htm.
Trisianawati, Eka dan Darmawan, Handy. (2017). Pengembangn Lembar Kegiatan
Mahasiswa Berbasis Model Guided Inquiry untuk Meningkatkan Keterampilan
Proses Sains Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol. 8 No. 2
Nopember 2017; ISSN: 2086- 4450.
Yani, Ahmad. Haerunnisa, Sahriah. 2017. Analisis Aktivitas dan Sikap Ilmiah
Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) pada
Perkuliahan Biologi Air Tawar STKIP Puangrimaggalatung Sengkang
Sul-Sel. Prosiding Seminar Nasional III.

Anda mungkin juga menyukai