Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ectopic pregnancy adalahkehamilan dimana telur atau ovum yang telah dibuahi
berimplantasi di tempat yang tidak semestinya, yaitu bukan pada uterus. Persentase
ectopic pregnancy yang terjadi pada hewan memanglah tidak banyak namun pada kasus
ini merupakan fase yang darurat bila menimpa hewan, pada kondisi darurat ini hewan
membutuhkan pertolongan secepatnya. Karena bila kondisi ini dibiarkan maka akan
mengakibatkan dampak yang negatif bagi induk maupun janin, sebab akan terjadi
pendarahan dalam rongga abdomen yang memiliki kemungkinan kematian pada induk.

Menurut pendapat Lozeau, Anne & Potter (2005) ectopic pregnancy adalah
kehamilan yang terjadi di berbagai tempat di luar cavum uteri yaitu bila sel telur yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri.

Terdapat tipe-tipe ectopic pregnancy, contohnya adalah tubal pregnancy dan


abdominal pregnancy. Tubal pregnancy ialah kehamilan dimana janin berimplantasi dan
berkembang di saluran penghubung antara cavum uteri dengan ovarium yaitu pada tuba
falopii. Tubal pregnancy merupakan kasusectopic pregnancy yang sering terjadi.
Sedangkan abdominal pregnancy ialah kehamilan yang terjadi pada rongga perut sekitar
wilayah rahim yang berisi liver, lambung, rangkaian usus, lien, ren dan organ reproduksi
(Wiknjosastro, 2007).

Penyebab terjadinya ectopic pregnancy misalnya dikarenakan oleh faktor dari


transport embrio di tuba. Pada proses ini terjadi kontraksi dari dinding tuba dan
pergerakan daripada silia tuba. Pada keadaan normal kontraksi otot polos didinding tuba
dipengaruhi oleh neuron beta adrenergik dan beberapa substansi yang dihasilkan oleh
saluran telur itu sendiri (seperti: prostaglandin, prostasiklin, camp dan nitrat oksida)
sedangkan akitivitas silia dipengaruhi oleh hormon-hormon reproduksi yang
dihasilkan.Faktor penyebab lainnya dapat dikarenakan infeksi oleh kuman Chlamydia
trachomatis, infeksi berulang dari jenis kuman ini dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan endotel tuba falopii.

Tuba falopii merupakan jaringan yang dinamis, responsif terhadap steroid, terdiri dari
jenis sel yang heterogen yaitu sel bersilia, sel epitel sekretori serta sel-sel otot polos, yang
kesemuanya melakukan fungsi yang berbeda-beda. Epitel tuba biasanya tidak menerima
implantasi dan bertindak sebagai penghalang mekanik untuk mencegah embrio awal
berinteraksi dengan epitel. Dengan faktor yang tidak diketahui, begitu banyak yang
mengatur dan memelihara lingkungan homeostatik normal tuba, tidak mengherankan
bahwa kemajuan dalam mencegah inisiasi dan pengembangan kehamilan ektopik tuba
begitu terbatas (Shao, 2012).

Diagnosis dari ectopic pregnancy dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan


fisik untuk mengetahui tanda dan gejala serta pemeriksaan penunjang untuk memastikan

1
letak janin. Pemeriksaan penunjang antara lain melalui tes urin, USG (ultrasonografi),
pengukuran kadar beta HCG dan diagnosis dengan kuret.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Mengapa bisa terjadi ectopic pregnancy pada hewan?
1.2.2. Bagaimana cara mendiagnosa hewan yang mengalami ectopic pregnancy?
1.2.3. Apa saja tipe tipe dari ectopic pregnancy pada hewan?
1.2.4. Bagaimana kondisi patologis hewan yang mengalami ectopic pregnancy?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui penyebab dari hewan yang mengalami ectopic pregnancy
1.3.2. Mengetahui cara mendiagnosa hewan yang mengalami ectopic pregnancy
1.3.3. Mengetahui tipe-tipe dari ectopic pregnancy
1.3.4. Mengetahui kondisi patologis dari hewan yang mengalami ectopic pregnancy
sehingga dapat melakukan tindakan dengan sesuai

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Ectopic pregnancy merupakan kehamilan yang terjadi di luar rongga uteri dan
berakhir dengan ruptur atau abortus. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik terganggu diantaranya usia, paritas dan riwayat medik seperti riwayat operasi ataupun
penyakit ginekologi.( Archadiat,2003)

Gejala yang terjadi pada kehamilan ektopikmeliputi rasa nyeri di perut sampingkiri
atau kanan bawah, perdarahan dari vagina,nausea, nyeri bahu dan pusing.
Pemeriksaanpenunjang yang dapat dilakukanuntuk mendeteksi dini kehamilan ektopikdengan
pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaanHCG.( Archadiat,2003)

Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 100 kehamilan. Kemungkinan terjadinya kehamilan
ektopik dengan adanya kerusakan tuba falopi karena penyakit radang panggul (PID) atau
karena infeksi lain, seperti usus buntu yang pecah atau bedah perut. .( Archadiat,2003)

Manifestasi klinis kehamilan ektopik bervariasi dari bentuk abortus tuba atau terjadi
ruptura tuba. Sering juga dijumpai rasa nyeri dan gejala hamil muda. Pada pemeriksaan
dalam terdapat pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia tua kehamilan dan belum
dapat diraba kehamilan pada tuba. Karena tuba dalam keadaan lembek. .( Archadiat,2003)

2.2. Etiologi

a.       Faktor dalam lumen tuba :


 Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga
lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu
 Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia
uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalphing
 Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi
yang tidak sempurna.
b.      Faktor pada dinding tuba :
 Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba
 Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi ditempat itu.
c.       Faktor diluar dinding tuba :
 Perlekatan peritubal dengan distorsiatau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur
 Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
d.      Faktor lain :

3
 Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau
sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
premature
 Fertilisasi in vitro(Prawirhardjo,2007)

2.3 Diagnosa Kehamilan Ektopik

Metode USG yang paling akurat untuk mendeteksi kehamilan ektopik adalah USG
transvaginal. Prosedur ini akan mengonfirmasi lokasi kehamilan ektopik sekaligus detak
jantung fetus.( Rachimhadhi,2005)

Jika lokasi kehamilan ektopik tidak dapat diketahui melalui USG maka dapat
dianjurkan untuk tes hCG ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan hormone hCG
(Human chorionic gonadotropin). Hormon ini diproduksi plasenta selama awal kehamilan.
( Rachimhadhi,2005)

4
BAB III

PEMBAHASAN

Setelah terjadinya pembuahan, embrio akan memasuki uterus dan setelah mengadakan
implantasi akan menetap dalam rongga uterus sampai saatnya dilahirkan. Jadi, lama periode
kebuntingan pada suatu spesies hewan adalah waktu antara saat pembuahan sampai saatnya
fetus dilahirkan. Pada periode ini, dapat terjadi gangguan terhadap kehidupan fetus, yang bila
tidak didiagnosis dan diadakan pertolongan, dapat diikuti oleh kematian fetus dalam uterus
dan abortus atau kelahiran fetus yang mati. Plasenta dibedakan antara plasenta materna yang
terdiri atas mukosa dari endometrium uterus dan plasenta fetalis yang terdiri atas seluruh
selaput fetus yaitu korion, alantois, dan amnion (Hariadi,2011).

Kebuntingan diluar uterus sering juga disebut graviditas ektopi atau extra uterine
pregnancy atau ectopic pregnancy. Kelainan ini ditandai dengan adanya perkembangan
embrio atau fetus diluar rongga uterus atau diluar rongga endometrium (Opoku dkk,2013).
Sel telur yang telah dibuahi atau embrio yang berada diluar rongga uterus, kemudian
mengadakan hubungan langsung dalam rangka penyediaan pakan bagi dirinya dengan
jaringan atau organ tubuh lainnya, bukan dengan dinding uteus seperti pada lazimnya. Karena
hubungan langsung ini, embrio mengalami perkembangan organogenesis ditempat atau lokasi
yang baru dan terbentuk organ tubuh fetus sampai umur tertentu selama masih ada nutrisi dan
selanjutnya fetus akan mati ketika pemberian nutrisi tidak mencukupi untuk kebutuhan
hidupnya. Ectopic pregnancy menyulitkan 1-2% dari kehamilan dan berpotensi fatal seperti
menyebabkan perdarahan intraperitonial (Opoku dkk,2013). Ectopic pregnancy dibagi
menjadi dua macam, yaitu graviditas ektopi primer dan graviditas ektopi sekunder. Graviditas
ektopi primer adalah kebuntingan yang terjadi diluar uterus, yang pembuahan sel telur oleh
sel mani terjadi diluar tuba falopii (ampula tuba falopii) dan embrio berkembang ditempat
yang baru sampai waktu tertentu, sedangkan graviditas ektopi sekunder adalah
kebuntingannya yang fertilisasinya terjadi ditempat yang normal, yaitu pada ampula tuba
falopii, kemudian embrio berpindah tempat diluar rongga uterus(Hariadi,2011).

Sebab-sebab dari ectopic pregnancy diantaranya rusaknya tuba falopii, sehingga dapat
menghambat terjadinya transportasi ovum, sebab selanjutnya yaitu faktor usia, sehingga
pergerakan atau motilitas silia tuba berkurang, dan transportasi ovum juga terhambat, dan
sebab lainnya karena perubahan kadar hormon. Kemudian terdapat gangguan pada alat

5
kelamin yang menyebabkan sel telur tidak dapat memasuki corong (infundibulum) dari tuba
falopii sehingga pembuahan tidak terjadi pada ampula tetapi ditempat yang lain diluar tuba
falopii. Sel telur yang dibuahi (embrio) didalam tuba falopii tidak dapat meneruskan
perjalanan yang normal kearah tempat implantasi yang normal pada mukosa
uterus(Hariadi,2011).

Ectopic pregnancy terjadi karena sel telur yang telah dibuahi (embrio) berpindah
tempat dari tuba falopii ke arah rongga perut (abdomen) melalui infundibulum, yang
disebabkan gerakan anti peristaltik dari dinding tuba falopii. Setelah embrio berada ditempat
yang baru mengadakan hubungan plansentasi dengan organ dalam perut, sehingga pemberian
pakan untuk fetus dapat berjalan sampai waktu tertentu. Bila kebutuhan pakan untuk fetus
tidak lagi dipenuhi oleh jaringan atau organ yang ditempeli oleh fetus, akan disusul oleh
kematian fetus tersebut. Kebuntingan diluar uterus sekunder ini umumnya adalah fetus sudah
mati pada waktu didiagnosis(Hariadi,2011).

Ectopic preganancy pada ternak terdapat beberapa macam berdasarkan tempat


terjadinya, diantaranya graviditas ovarika, graviditas tubaria, graviditas abdominalis, dan
graviditas vaginalis. Graviditas ovarika adalah kebuntingan yang sel telurnya langsung
dibuahi sebelum atau setelah ovulasi sehingga embrio berkembang didalam tenunan ovarium
sampai beberapa waktu, dan kemudian mati karena tidak cukup pakan untuk kelangsungan
hidupnya. Graviditas tubaria adalah kebuntingan yang sel telurnya dibuahi didalam ampula
tuba falopii, karena suatu sebab khususnya gangguan anatomi atau fisiologi dari saluran alat
kelamin tidak dapat melanjutkan perpindahan dari saluran tuba falopii ke rongga uterus.
Akibatnya adalah embrio akan mengadakan implantasi pada dinding tuba falopii dan
selanjutnya berkembang menjadi fetus. Biasanya embrio akan mati sebelum berkembang
menjadi fetus atau kalau sudah menjadi fetus akan mati karena tidak cukup pakan ditempat
ini, dan dapat mengalami mumifikasi. Graviditas abdominalis dibagi menjadi dua macam,
yaitu graviditas abdominalis primer dan graviditas abdominalis sekunder. Pada graviditas
abdominalis sekunder yang lebih sering terjadi pada hewan. Biasanya fetus belum mencapai
usia dewasa sudah mati, tetapi dapat juga fetus dapat hidup sampai saat dilahirkan. Graviditas
abdominalis banyak dilaporkan baik pada manusia dan hewan. Bila kematian anak masih
sangat muda, biasanya akan diserap oleh dinding abdomen, tetapi bila kematian fetus sudah
berumur lebih dari tiga bulan akan mengalami mumifikasi. Bila fetus dapat hidup sampai
saatnya lahir, proses kelahiran hanya dapat dilakukan dengan pembedahan (laporotomi).
Graviditas vaginalis adalah suatu kebuntingan yang embrio atau fetusnya berkembang

6
didalam rongga vagina. Kebuntingan diluar uterus atau ectopic pregnancy pada kelompok ini
bersifat sekunder, yaitu setelah fetus berumur satu atau atau beberapa bulan berpindah dari
rongga uterus kedalam rongga vagina. Biasanya fetus mati sebelum waktunya lahir dan
diabortuskam dengan kondisi yang normal. Graviditas vaginalis jarang terjadi pada
ternak(Hariadi,2011).

3.1 Macam-Macam Ectopic Pregnancy Berdasarkan Letaknya

Lebih dari 98% kasus ectopic pregnancy terjadi pada daerah tuba fallopii, dimana
70% nya terimplantasi pada region ampula, 12% pada isthmus dan 11.1% pada fimbrae.
Implantasi pada daerah intramyometrial tuba fallopii jarang terjadi yakni hanya 2.4% dari
total kasus, tetapi memiliki dua kalo mortalitas disbanding tipe lain dari ectopic pregnancy
pada tuba fallopii.

1. Interstitial (Tubal) Pregnancy

Kehamilan yang terimplantasi pada segmen tuba falopii yang berada di dalam
dinding otot dari uterus. (Moawad et al., 2010). Rasa sakit lebih umum dirasakan

7
disbanding pendarahan pada diagnose klinik. Kebanyakan kasus bisa didiagnosa pada
trimester pertama.
2. Cornual Pregnancy
Kondisi kehamilan yang terimplantasi pada koruna uteri. (Mavrelos et al.,
2007). Kemunculannya dapat terjadi dibarengi dengan rasa sakit pada bagian
abdomen. Sekitar 50% dapat terlihat setelah rupture dan morbiditas tinggi.
3. Cervical Pregnancy
Implantasi di dalam lokasi canalis serviks. Umumnya, gejala pertama adalah
terjadi rasa sakit pada vagina dan pendarahan serta muncul kondisi serviks eksternal
terbuka dengan massa endothelium yang menonjol. (Fylstra, 2012).
4. Ovarian pregnancy
Cirri-ciri klinis dari ovarian pregnancy sama dengan tubal ectopic pregnancy,
biasanya untuk kasus ovarian pregnancy menggunakan IUD (Odejinmi et al., 2009).
Gejala yang ditimbulkan adalah munculnya haemoragi pada massa dari ovarium nya.
5. Abdominal Pregnancy

Implantasi pada daerah abdomen merupakan jenis ectopic pregnancy yang


umum terjadi, biasanya terdapat dalam kasus ectopic pregnancy pada kelinci.
Diagnose nya sulit dilakukan, biasanya menggunakan cara intraoperatif (Oliver et al.,
2007). Abdominal pregnancy primer yang timbul pada trimester pertama
dapatdihilangkan menggunakan metode laparoscopy dengan morbiditas yang
minimal. Sedangkan abdominal pregnancy sekunder biasanya diikuti dengan rupture
pada daerah tubal.

8
3.2 Macam-Macam Diagnosa

Macam-macam diagnosa ectopic pregnancy telah lebih berkembang secara signifikan,


macam-macam cara nya adalah menggunakan teknologi ultrasound, serum hormone,
diagnose klinik dan lain-lain.

Diagnosa menggunakan alat bantu X-Ray

1. Diagnosa Klinik
Nyeri abdominal dan perdarahan pervagina pada trimester pertama
kebuntingan merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis ectopic
pregnancy. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervagina tidak terlalu
spesifik atau juga sensitive. Ectopic pregnancy yang belum gerganggu tidak dapat
didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
2. Human Chorionik Gonadotropin
Human Chorionik Gonadotropin (hCG) memiliki berat molekul 36.000 sampai
46.000, adalah satu glikoprotein yang secara biologi dan imunologi mirip dengan
luteinizing hormone (LH). Waktu paruh hCG kelihatannya lebih besar daripada LH (5
- 40 jam dibandingkan 1- 2 jam).
Keadaan ini menggambarkan suatu kenyataan bahwa penting untuk
membedakan struktur molekul yang ada antara kedua substansi ini dengan aksi
biologis yang serupa. Sebagai contoh, Kadar asam sialat dari hCG adalah lebih besar
daripada LH. Lebih jauh, 28- 30 asam amino terminal pada ujung karboksi dari
subunit β glikoprotein mewakili deretan yang unik yang membedakan molekul ini
dari LH. Semua hormon glikoprotein, hCG, LH, FSH, TSH, membagi dengan dekat
subunit α identik, yang secara esensial dapat dipertukarkan. subunit αini dapat
direkombinasikan dengan setiap empat subunit β yang berbeda untuk membentuk satu
produk yang memiliki ciri aktivitas biologik komponen subunit β. hCG diproduksi
oleh sinsitiotrofoblas selama kebuntingan, juga dibuat oleh jaringan trofoblastik jenis

9
lain, termasuk yang berasal dari chorioadenoma destruens, choriocarcinoma, dan mola
hidatidosa.
Produksi ektopik dari hCG telah dicatat dengan baik dan telah diidentifikasi
dalam plasma hewan betina dewasa normal yang tidak bunting. HCG tampaknya
berfungsi sebagai satu hormon luteotrofik selama kebuntingan. Hormon ini
mempertahankan korpus luteum, karena itu menghasilkan produksi P4 yang
berkelanjutan yang diperlukan untuk pertumbuhan endometrium sampai plasenta
mengambil alih perannya.
Sebagai tambahan, data yang didapat Jaffe mengatakan bahwa hCG dapat
maengatur produksi steroid dalam fetus, termasuk produksi dehidroepiandrosteron
sulfat (DHA-S) oleh kelenjar adrenal fetus dan produksi testosteron oleh testis. HCG
dapat dideteksi dalam kebuntingan spontan setelah hari ke-9 LH surge. Deteksi awal
dalam darah induk telah ditemukan memiliki korelasi dengan implantasi blastokis dan
secara spesifik dengan saat lakuna menerima aliran darah induk.
Pada kebuntingan awal, hCG kelihatannya disekresikan dalam bentuk episodik
dan pulsatil, yang paralel dengan sekresi progesteron. Fluktuasi ini telah diperlihatkan
pada penentuan dari kedua kadar serum hCG secara imunoaktif dan bioaktif. Dengan
demikian pola sekresi menyarankan adanya stimulasi yang intermiten terhadap corpus
luteum oleh hCG dan adalah dalam kesepakatan dengan efek stimuilasi yang telah
diketahui dari pelepasan gonadotropin secara pulsatil atas sekresi steroid ovarium.
Meskipun dobling time kadar plasma hCG telah diasumsikan konstan dalam awal
kehamilan intrauteri normal, jangkauan yang telah dilaporkan bervariasi antara 1,3 –
3,3 hari. Sebagai contoh, Lenton dkk. Telah menyimpulkan bahwa dobling time 1,3
hari berhubungan dengan dobling time yang diketahui dari massa sel trofoblastik.
Penelitian yang dilakukan Pittaway dkk. Mengantarkan isu mengenai
variabilitas. Mereka memperlihatkan bahwa laju eksponensial dari peningkatan
konsentrasi serum hCG adalah tidak konstan selama minggu-minggu pertama
postmenstruasi dari kehamilan normal.
3. Kombinasi penggunaan ultrasonografi dan pemeriksaan kuantitatif hCG subunit β

Pemeriksaan ultrassonografi pada pelvis digunakan secara luas untuk menilai secara
klinis pasien-pasien yang dalam keadaan stabil diduga menderita kehamilan ektopik.
Sulit sekali untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik yang positif dengan
ultrasonografi, meskipun begitu ultrasonografi sering lebih efektif dalam

10
mengeluarkan diagnosis ini melalui memperlihatkan suatu kehamilan ynag intrauteri.
Kadar dkk. Bekerja dengan ultrasonografi gray-scale dengan satu pemeriksaan
kuantitatif RIA terhadap β-hCG dan menemukan bahwa kantong kehamilan dari suatu
kehamilan normal menjadi dapat dideteksi apabila kadar hCG diatas 6000 – 6500
mIU/mL. Penemuan mereka menunjukkan bahwa dengan tidak ditemukannya
kantung kehamilan intrauteri, nilainya menjadi rendah untuk dapat dipertimbangkan
dalam penegakan diagnosis.

Satu kantung kehamilan intrauteri, meskipun diperlihatkan dalam hubungan


dengan nilai hCG yang dibawah zona diskrimatory menunjukkan kecenderungan yang
tinggi terjadi kehamilan yang abnormal. , yaitu missed abortion atau kehamilan
ektopik. Lebih jauh lagi, dengan tidak adanya kantung kehamilan intrauteri, nilai hCG
yang melebihi zona diskriminatory memberi kesan suatu kehamilan ektopik.

3.3 Langkah Penanganan Kehamilan Ektopik

Sel telur yang telah dibuahi tidak akan bisa tumbuh dengan normal jika tidak di dalam
rahim. Karena itu, jaringan ektopik harus diangkat untuk menghindari komplikasi yang dapat
berakibat fatal.(Rachimhadhi,2005)

Kehamilan ektopik juga dapat ditangani dengan operasi. Prosedur ini biasanya
dilakukan melalui operasi lubang kunci atau laparoskopi. Tuba falopi yang ditumbuhi
jaringan ektopik akan diperbaiki jika memungkinkan.(Rachimhadhi,2005)

11
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ectopic pregnancy adalah kehamilan dimana telur atau ovum yang telah dibuahi
berimplantasi di tempat yang tidak semestinya, yaitu bukan pada uterus.Faktor – Faktor
ectopic pregnancy ada faktor dalam lumen tuba yaitu Endosalpingitis,Lumen tuba sempit dan
berlekuk-lekuk , Faktor pada dinding tuba yaitu Endometriosis tuba dan Divertikel tuba
kongenital atau ostium assesorius tubae, dan beberapa faktor lain seperti migrasi sel ovum
dan fertilisasi invitro . Macam-macam ectpic pregnancy bisa dibedakan berdasarkan letaknya
yaitu Tubal pregnancy, ovarian pregnancy, abdominal pregnancy dan lain-lain. Diagnosa nya
bisa berupa diagnose klinik, ultrasonografi serta secara hormonal. Penanganan yang paling
sering dilakukan adalah penanganan laparoskopis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Archadiat CM.2003.Obstetri dan Ginekologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran(EGC)

Lozeau, Anne M & Potter, Beth. 2005. Diagnosis and Management of Ectopic
Pregnancy.Am Fam Physician. 72:1707-14, 1719-20.

Prawirhardjo S.2007. Ilmu Kandungan. Jakarta:Yayasan Bina pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Rachimhadhi.2005.T.Kehamilan Ektopik.Dalam I lmuBedahKebidanan.Jakarta:


YayasanBinaPustaka

Shao, R 2012. Defining the Molecular Mechanisms for Tubal Ectopic Pregnancy Using
Mouse Models. J Steroids Hormon Science3.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-
SP.

13

Anda mungkin juga menyukai