DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI WACANA IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR DI INDONESIA - Kelas Surabaya Kelompok 9
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI WACANA IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR DI INDONESIA - Kelas Surabaya Kelompok 9
Dosen Pengampuh :
Dr. Hana Suparti, M.Th., M.Pd.K
Disusun oleh :
BAB I Pendahuluan........................................................................................2
BAB II Konsep Kurikulum Merdeka Belajar...................................................6
BAB III Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar.........................................10
BAB IV Dampak Positif dan Negatif Kurikulum Merdeka Belajar..................18
BAB V Kesimpulan.........................................................................................26
Daftar Pustaka................................................................................................27
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Pada diagram diatas menunjukkan penurunan terlihat pada kompetensi
membaca, dari 397 poin pada 2015 menjadi 371 poin di 2018, sementara rata-rata
OECD 487. Dalam kompetensi matematika menurun dari 386 poin di 2015 menjadi
379 poin di 2018 dari rata-rata OECD 489. Berdasar nilai rata-rata, terjadi
penurunan nilai PISA Indonesia di seluruh kompetensi yang diujikan.. Begitu juga
untuk kompetensi sains dari 403 di 2015 menjadi 396 poin di 2018 berada di
bawah rata-rata OECD yang mencapai 489. Dengan begitu Organization for
Economic Co-operation and Development (OECD) menyatakan bahwa Indonesia
menunjukkan kompetensi pelajar Indonesia mengalami penurunan secara dratis
baik untuk membaca, matematika dan sains dari peringkat 62 dari 70 negara di
2015 sekarang di posisi 72 dari 77 negara.
3
4
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika minat membaca siswa Indonesia
tidak ada peningkatan maka otomatis akan merusak kompenen pendidikan.
Kondisi ini belum teratasi namun empat kebijakan yang dikeluarkan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim sudah
dicanakan sedangkan hal tersebut belum menyentuh masalah elementer
5
pendidikan di Indonesia. Menjadi polemic dalam dunia Pendidikan apakah dengan
Merdeka belajar ini dapat memulihkan kondisi para pelajar Indonesia untuk
bersaing dengan dunia luar sedangkan masalah yang sangat signifikan belum
tersentuh. Oleh sebabnya fokus makalah ini akan membahas tentang “Dampak
Positif dan Negatif dari Wacana Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di
Indonesia”.
6
BAB II
KONSEP MERDEKA BELAJAR
9
BAB III
IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR
11
dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Dengan ini diharapkan mutu
pendidikan dapat lebih baik.
4. Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi
Meskipun tujuannya untuk memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia,
pada awal kebijakan zonasi dilaksanakan, banyak kritik yang muncul akibat tidak
meratanya distribusi sekolah negeri di Indonesia dan banyaknya siswa berprestasi
yang tidak dapat masuk ke dalam sekolah negeri karena domisilinya yang terlalu
jauh dari sekolah negeri. Dalam kebijakan yang baru, PPDB dibuat lebih fleksibel
untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Pembagian jalur PPDB dapat dibagi sebagai berikut:
Jalur zonasi : minimal 50%
Jalur afirmasi: minimal 15%
Jalur perpindahan: maksimal 5%
Jalur prestasi (sisanya 0-30%, disesuaikan dengan kondisi daerah)
Kemendikbud menyerahkan kewenangan kepada daerah untuk menentukan
proporsi final dan pembagian wilayah zonasi. Dalam hal ini daerah juga perlu
melakukan inisiatif untuk memeratakan kualitas pendidikan di daerah tersebut,
seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru.
Demikian hal-hal yang akan diterapkan berhubungan dengan kurikulum
merdeka di mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA yang akan dilakukan secara
bertahap di seluruh Indonesia. yang di kenal dengan istilah Empat Pokok Kebijakan
Pendidikan “Merdeka Belajar”.
Selain hal-hal di atas adapula yang perlu diperhatikan dan dilakukan dengan
tujuan agar peningkatan kualitas dalam proses pembelajaran yang berorientasi
pada konsep merdeka belajar melalui supervisi artistik di tengah-tengah sekolah
ketika diberlakukannya sistem kurikulum belajar, antara lain (Sukaesih, 2020):
1. Meningkatkan kinerja guru diseluruh seolah-sekolah dari Tingkat SD hingga
SMA dalam melaksanakan proses pembelajaran. Karena sesungguhnya
kegiatan utama disekolah antara lain adalah dalam rangka mewujudkan
kegiatan proses belajar, sehingga seluruh aktifitas organisasi sekolah
bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran.
2. Memberikan pemahaman terkait program merdeka belajar dan guru
penggerak. Disini guru telah memahami hakikat merdeka belajar yang dapat
12
dikembangkan dalam pembelajaran yang mengandung arti bahwa tugas guru
adalah menjadi orang terdepan yang dapat memfasilitasi penciptaan suasana
belajar yang menyenangkan sebagaimana yang telah di gagas dalam
kurikulum merdeka belajar.
3. Mengembangkan gerakan sekolah menyenangkan melalui pengelolaan
pembelajaran yang berkualitas.
4. Meninggkatkan pemahaman para guru terhadap program supervisi
akademika yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah.
13
dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang terus berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi.
1. PEMBUKAAN PROGRAM STUDI BARU
Pada masa sekarang, pembukaan program studi baru bukan merupakan hal
yang mudah bagi perguruan tinggi. Kemudahan pembukaan program studi baru
hanya didapatkan oleh PTN-BH. Sedangkan bagi perguruan tinggi swasta (PTS)
atau perguruan tinggi negeri non badan hukum (PTN), proses mengajuan program
studi baru membutuhkan waktu yang lama. Begitu juga apabila program studi
tersebut dibuka, program studi tersebut akan mendapatkan akreditasi minimal atau
di bawah akreditasi C. Hal ini membuat perguruan tinggi menjadi jauh lebih berhati-
hati dalam membuka program studi baru memngingat besarnya tenaga dan biaya
yang dibutuhkan untuk membuka program studi baru dan membuat inovasi
perguruan tinggi menjadi kecil, terutama perguruan tinggi yang tidak memiliki modal
cukup besar. Permasalahan ini membuat kompetensi yang dimiliki oleh lulusan
perguruan tinggi tidak lagi sesuai dengan perkembangan dunia, dan lulusan yang
muncul bukanlah lulusan yang siap kerja, tapi masih harus dilatih kembali oleh
perusahaan penerima.
Pada peraturan menteri yang baru, perguruan tinggi mendapat kemudahan
dalam pembukaan program studinya. Kemudahan ini tercantum dalam
PERMENDIKBUD No 5 dan 7 Tahun 2020. Dalam hal ini ada 4 poin yang berkaitan
dengan pembukaan program studi baru.
1. PTS dan PTN diberi otonomi membuka program studi baru jika:
a. Memiliki akreditasi A dan B
b. Ada kerjasama dengan mitra perusahaan, organisasi nirlaba, atau
universitas top 100 ranking QS.
c. Prodi baru bukan di bidang kesehatan dan pendidikan.
2. Kerjasama dengan orrganisasi mencakup penyusunan kurikulum, praktik
kerja, dan penempatan kerja. Pengawasan akan dilakukan oleh kementerian
dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi penyelenggaran dan mitra
prodi.
3. Apabila prodi baru diajukan oleh perguruan tinggi berakreditasi A dan B,
maka prodi baru tersebut akan otomatis mendapat akreditasi C dari BAN-PT
4. Setiap tahun perguruan tinggi diwajibkan melakukan tracer study atau
penelusuran alumni.
14
Salah satu persyaratan yang penting dalam kemudahan pembukaan program
studi baru ini adalah adanya mitra prodi. Kementerian pendidikan juga sudah
memberikan arahan mitra seperti apa yang bisa menjalin kerjasama pembukaan
prodi baru. Di dalam negeri, mitra yang diijinkan adalah BUMN berskala besar
tingkat nasional dan BUMD berskala besar tingkat provinsi. BUMD tingkat kota atau
kabupaten masih belum diijinkan untuk mendapatkan kemudahan pembukaan
prodi. Bagi perusahaan swasta, yang diijinkan bergabung adalah perusahaan
internasional yang masuk dalam Fortune 500, perusahaan teknologi yang memiliki
reputasi sangat baik, dan perusahaan startup yang telah memiliki modal sebesar
USD $50 juta. Sedangkan bagi organisasi nirlaba kerjasama, yang dapat bergabung
adalah organisasi multilateral dan kelas dunia.
Kemudahan ini bertujuan supaya perguruan tinggi dapat membuka prodi yang
sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, terutama yang saat ini sangat
berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi dan profesi yang sangat
berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
2. SISTEM AKREDITASI PERGURUAN TINGGI
Bukan hanya di pendidikan usia dini, dasar, dan menengah saja yang
menganggap akreditasi adalah hal yang menakutkan. Perguruan tinggi pun juga
berpikiran sama. Berbagai macam dokumen yang harus dipersiapkan sebelum
akreditasi, ditambah dengan waktu yang tersita oleh tim yang harus mempersiapkan
akreditasi membuat akreditasi ditakuti oleh banyak institusi pendidikan.
Permasalahan yang dihadapi oleh perguruan tinggi dan program studi antara
lain adalah kewajiban melakukan akreditasi setiap 5 tahun. Bisa dibayangkan bila
perguruan tinggi tersebut memiliki banyak program studi, maka hampir setiap tahun
waktu akan tersita untuk persiapan akreditasi. Belum lagi proses akreditasi yang
meakan waktu cukup lama, yaitu 170 hari untuk PT dan 150 hari untuk prodi. Dosen
yang bekerja pada prodi maupun PT tersebut juga akan mendapat tambahan beban
administrasi apabila proses alreditasi akan dan sedang berjalan. Hal ini
dikhawatirkan akan mengganggu waktu dosen untuk melakukan persiapan atau
mengajar.
PERMENDIKBUD No 5 Tahun 2020 meberikan beberapa perubahan peraturan
yang diharapkan bisa membantu perguruan tinggi dalam proses akreditasi. 4 poin
kebijakan batu tersebut adalah:
15
1. Akreditasi yang sudah ditetapkan BAN_PT berlaku 5 tahun dan akan
diperbaharui secara otomatis. Berarti perguruan tinggi atau prodi tidak wajib
melakukan re-akreditasi setelah 5 tahun berjalan. Bagi perguruan tinggi yang
memperoleh akreditasi B atau C, mereka dapat mengajukan kenaikan akreditasi
kapanpun saat mereka siap secara sukarelal
2. Peninjauan kembali akreditasi baru akan dilakukan BAN-PT jika ada indikasi
penurunan mutu, seperti adanya pengaduan dari masyarakat atau data jumlah
pendaftar dan lulusan yang terus berkurang dalam waktu lima tahun. Apabila
indikasi di atas tidak ditemukan, maka perguruan tinggi atau prodi dapat tetap
mempertahankan akreditasinya.
3. Kemudahan dapat diperoleh bagi prodi yang telah mendapatkan akreditasi
internasional. Prodi tersebut akan otomatis mendapat akreditasi A tanpa harus
melakukan proses akreditasi melalui BAN-PT. Dalam hal ini Kemendikbud sudah
membuat peraturan yang memuat lembaga internasional yang diakui oleh
Kemendikbud.
4. Apabila perguruan tinggi atau prodi akan mengajukan reakreditasi, mereka
harus menunggu paling cepat 2 tahun setelah mendapat akreditasi yang
terakhir, dengan syarat PT dan prodi tersebut harus melakukan tracer study
setiap tahun.
3. PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM
Salah satu tujuan adanya PTN-BH adalah otonomi yang dimilikinya. Dengan
status PTN-BH, perguruan tinggi secara mandiri dapat mengatur rumah tangganya
sendiri. Salah satunya adalah kemudahan dalam membuka prodi baru yang
dianggap perlu dan penutupan prodi baru yang sudah dianggap tidak diperlukan
lagi. Otonomi lainnya adalah berkaitan dengan pengurusan kepegawaian dan
keuangan, meskipun masih terikat dengan pemerintah. Keuntungan lainnya adalah
PTN-BH memiliki hak untuk menyajikan informasi secara terbuka dan cepat sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
Otonomi dalam bidang keuangan juga menjadi salah satu kerugian bagi PTN-
BH. Otonomi tersebut membuat pemerintah mengurangi subsidi PTN. Dengan
adanya pengurangan subsis, otomatis PTN-BH harus kreatif dalam mencari sumber
dana tambahan untuk operasional kampus. Pilihan tersebut antara lain dengan
menerima mahasiswa dengan biaya studi yang lebih mahal, bekerja sama dengan
pihak swasta dalam mendapatkan dana tambahan seperti membuka gerai di dalam
16
kampus, dan beberapa cara lain. Keberadaan PTN-BH juga membuat tanggung
jawab pemerintah dalam PTN tersebut lebih kecil.
Bagaimanapun juga, status PTN-BH menjadi incaran bayak PTN karena
berbagai otonomi yang dimilikinya. Sebelumnya, untuk menjadi PTN-BH, sebuah
PTN harus mendapatkan akreditasi A terlebih dahulu, dengan sebagian besar
prodinya juga harus terakreditasi A. Melalui PERMENDIKBUD No 4 dan 6 Tahun
2020, Kemendikbud mempermudah persyaratan sebuah PTN untuk menjadi PTN-
BH. Salah satunya adalah dihapuskannya nilai akreditasi minimum bagi PTN yang
akan mengajukan diri. Begitu juga permohonan PTN untuk menjadi PTN-BH dapat
dilakukan kapanpun saat merasa sudah siap. Dengan ini diharapkan semakin
banyak PTN-BH yang mampu berinovasi sesuai dengan kebutuhan Indonesia.
4. HAK BELAJAR TIGA SEMESTER DI LUAR PROGRAM STUDI
DI dunia perguruan tinggi di Indonesia saat ini, budaya belajar mahasiswa di
luar program studinya masih sangat rendah. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya
bobot SKS yang diperoleh mahasiswa yang melakukan pembelajaran di luar kelas,
meskipun kegiatan tersebut menyita waktu yang sangat besar bagi mahasiswa.
Kegiatan praktek kerja maupun magang juga seringkali membuat mahasiswa
menunda kelulusannya. Oleh karena itu Kemendikbud membuat peraturan yang
membuat mahasiswa semakin mudah melakukan kegiatan belajar di luar prodinya.
Dalam PERMENDIKBUD No 3 Tahun 2020, kemudahan yang diberikan adalah
PT wajib memberikan hak bagi mahasiswa secara sukarela (boleh diambil atau
tidak) sebanyak 3 semester untuk mengambil SKS di luar prodinya dengan rincian
sebagai berikut:
1. 2 semester (setara 40 SKS) dilakukan di luar perguruan tinggi tempat
mahasiswa berada
2. 1 semester (setara 20 SKS) dilakukan di prodi lain di dalam perguruan tinggi
yang sama tempat mahasiswa berada.
Sesuai dengan peraturan di atas, maka mahasiswa wajib mengambil SKS
sebanyak 5 semester di prodi asal, kecuali untuk prodi kesehatan. Kegiatan belajar
di luar prodi tersebut juga harus disetujui oleh rektor, dan wajib didampingi oleh
seorang dosen dan pengajar. Bentuk belajar di luar prodi tersebut dapat berupa
magang/ praktek kerja, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar,
penelitian, kegiatan wirausaha, studi independen, dan proyek kemanusiaan.
17
Dengan adanya hak belajar ini, diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan
talentanya sehingga mudah memnuhi kebutuhan pasar tenaga kerja, bahkan
berinovasi untuk menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa perlu khawatir waktu
studinya akan hilang akibat kegiatan yang dilakukannya.
18
BAB IV
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF KURIKULUM MERDEKA BELAJAR
20
komunikasi yang lebih intens dengan sekolah dan anak akan memunculkan rasa
aman.
4. Masyarakat
Dampak yang terlihat tentu tidak ada kesenjangan sosial karena semua lapisan
bisa bersekolah bersama tanpa harus dibedakan. Kurikulum ini juga menekankan
karakter anak didik menjadi poin utama untuk menyiapkan generasi bangsa yang
siap kerja dan kompeten serta berbudi luhur di lingkungan bermasyarakat. Sebagai
seorang pendidik saya seringkali melihat murid-murid dan orang tua yang hanya
menekankan nilai, bahkan sekolah pun juga mengejar hal itu untuk mendapat
pengakuan dan penghargaan. Hal ini sangat mengabaikan kondisi psikis generasi
muda, sehingga perilaku dan pemikiran mereka hanyalah mengejar angka, dan lupa
bahwa hidup ini semakin penuh tantangan. Karena itu kurikulum merdeka belajar
membuat gebarkan penilaian kemampuan meliputi literasi, numerasi dan kurvei
karakter. Kemampuan literasi tidak hanya mengukur kemampuan membaca namun
menganalisis isi bacaan dan konsep di balik itu. Sementara kemampuan numerasi,
bukan hanya bicara angka namun generasi muda mampu menerapkan konsep
numeric dalam kehidupan nyata.
Kurikulum ini juga memampukan generasi bangsa siap menjalani perubahan-
perubahan jaman. Tentunya perlu penataan yang berkesinambungan, terus
dilakukan evaluasi dan pengarahan yang baik, dan penegasan dalam menjalankan
peningkatan kualitas sampai ke daerah-daerah sehingga mempengaruhi masyarakat
luas.
Selanjutnya, kurikulum ini akan meningkatkan mutu sumber daya manusia
dalam masyarakat yang kaya akan kreatifitas dalam pengaktualisaasian ilmunya
sendiri dan tidak berpikir monoton.
5. Perguruan Tinggi
Kurikulum Merdeka Belajar juga memberikan perubahan yang cukup pesat
dalam pendidikan tingkat perguruan tinggi. Kemudahan-kemudahan yang diberikan
dalam proses akreditasi dan pembukaan program studi baru diharapkan akan dapat
meningkatkan kreativitas dan inovasi dari perguruan tinggi. Perubahan dunia kerja
dan kebutuhan ekonomi saat ini yang serba digital semakin sulit dikejar jika
perguruan tinggi tidak mampu berinovasi dengan konsep pendidikan yang baru.
Dengan kemudahan dalam proses akreditasi dan pembukaan program studi baru,
diharapkan perguruan tinggi dapat lebih berani bekerja sama dengan pemangku
21
kepentingan seperti badan usaha maupun organisasi nirlaba untuk membuat
program studi baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Diharapkan dengan
konsep ini perguruan tinggi dapat melahirkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan
pasar.
Selain itu kebebasan mahasiswa untuk belajar di luar program studinya akan
menciptakan mahasiswa yang multitalent. Lulusan tidak hanya memiliki kemampuan
sesuai dengan program studinya, namun juga memiliki kompetensi tambahan sesuai
dengan minat dan bakatnya. Selain itu dengan konsep ini, lulusan yang dihasilkan
perguruan tinggi menjadi lulusan yang bukan hanya fresh graduate, tapi juga
memiliki pengalaman kerja.
24
peningkatan kompetensi guru akan tetapi hal itu juga sangat rawan dalam
penyalahgunaan wewenang dana tersebut dari pemimpin yang tidak bijak.
3. Zonanisasi
Merdeka belajar juga membahas mengenai PPDB, dimana Kemendikbud
bermaksud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel
dan mengakomidasi ketimpangan akses dan kualitas diberbagai daerah. Akan
tetapi kenyataannya akan timbul beberapa keluhan yang ditimbulkan dengan
adanya sistem zonasisasi ini. Diantaranya menurut Dr Aswandi seorang pengamat
Pendidikan Universitas Tanjungpura. Menurut dia, didaearah seperti Pontianak
bukan lagi berbicara tentang pemerataan tetapi sebuah mutu pendidikan.
Beberapa hal dampak negatif yang timbul dengan adanya sistem zonasi ini adalah
timbulnya dampak semangat yang menurun dari sianak yang ingin masuk sekolah
di SMP ataupun SMA karena tidak dapat masuk disekolah yang mereka inginkan
karena adanya sistem zonasi ini. Selain itu diharapkan anak seharusnya juga dapat
lebih bersosialisasi dengan lebih luas lagi. Apabila dibatasi dengan ruang gerak
zonasi maka pergaulan mereka dari SD-SMA hanya akan terkungkung pada
wilayah itu saja, maka hal itu kurang baik bagi perkembangan mereka kedepannya.
Orangtuapun melihat bahwa anaknya yang pintar pasi memiliki keinginan untuk
menyekolahkan ke sekolah favorit atau sekolah yang paling bagus. Tetapi karena
dampak dari zonasi ini maka tidak bisa menyekolahkan anaknya disekolah favorit.
Sedangkan saat ini masyarakat memandang adanya sekolah favorit dan sekolah
non favorit.
Menurut Dr Aswandi, ada empat hal yang harusnya tidak boleh dilanggar yakni
prinsip dapat memprediksi anak akan sukses atau lulus dengan baik atau tidak,
sehingga apabila anak tidak suka disekolah tersebut ditakutkan dia akan putus
ditengah jalan dan tidak sukses. Prinsip yang kedua, adalah keadilan dimana anak
yang pintar apakah tidak boleh bersekolah di sekolah yang dia inginkan akibat dari
adanya zonasi ini. Prinsip ke tiga adalah efisiensi, memang dalam hal zonasi prinsip
efisiensi sudah masuk. Prinsip yang keempat adalah memudahkan dalam
pembelajaran. Sebanarnya dengan prinsip keempat ini tidak masuk karena anak
yang pintar maupun anak yang kurang mampu atau kurang pintar akan dapat
diterima kalau berdasarkan bukan nilai. Hal ini tentunya akan membuat adanya
keanekaragaman dalam hal pembelajaran. Guru harus sudah siap mengajar
mereka, dengan adanya keragaman dalam kemampuan anak-anak dalam satu
25
kelas akan menjadi sebuah problem baru, dimana guru harus benar-benar dapat
mempersiapkan dalam mereka mengajar dan memiliki ketrampilan penguasaan.
Kuota sebesar duapuluh persen untuk masyarakat kurang mampu harus diperketat
lagi sehingga kuota yang ada tidak akan disalahgunakan oleh oknum yang tidak
bertanggungjawab.Manipulasi surat miskin dan kuota sebesar 5 persen untuk orang
tua yang pindah juga harus dapat dikontrol oleh beberapa pihak terkait. Tetapi
akankah hal ini mudah dalam penerapannya? Diperlukan sebuah pemikiran yang
panjang agar hal ini dapat juga ditangani dan tidak salah alamat dalam pemberian
kuota.
4. Perguruan Tinggi
Konsep Kurikulum Merdeka Belajar juga dikhawatirkan mengarahkan perguruan
tinggi ke dalam ekonomi pasar. Perguruan tinggi tidak lagi berfokus pada riset dan
penelitian yang berhubungan dengan keilmuannya, tetapi hanya sekedar memnuhi
kebutuhan pasar akan tenaga kerja. Hal ini juga menguatkan konsep komersialisasi
perguruan tinggi, dengan kemudahan kerja sama dengan pihak luar dan
kemudahan pendirian Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).
Keberadaan PTN-BH yang sampai sekarang masih menjadi polemik karena adanya
biaya kuliah yang semakin mahal akan menjadi semakin kuat. Arah komersialisasi
pendidikan juga dipengaruhi dengan adanya kemudahan bagi mahasiswa untuk
magang. Dengan adanya hal ini, dikhawatirkan perusahaan tidak lagi mencari
tenaga kerja yang sesuai bidangnya, tetapi berusaha mencari mahasiswa magang
yang lebih murah. Hal ini akan menyebabkan tenaga kerja kelas rendah atau
pekerja kasar semakin kesulitan untuk mendapatkan lapangan kerja.
26
BAB V
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
Ornstein, A. C. & Levine, D. U. 1985. An Introduction to The Foundation of
Education. New York: Hungton Mifflin Company
PERMENDIKBUD No 3 Tahun 2020 Tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi
PERMENDIKBUD No 4 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan N0 88 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Perguruan Tinggi Negeri Menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
PERMENDIKBUD No 5 Tahun 2020 Tentang Akreditasi Program Studi dan
Perguruan Tinggi
PERMENDIKBUD No 6 Tahun 2020 Tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program
Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri
PERMENDIKBUD No 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran
Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin
Perguruan Tinggi Swasta
Rafiq, Ahmad, Dkk. 2020. “Kampus Keluhkan Rumitnya Proses Akreditasi.
https://koran.tempo.co/read/nasional/449649/kampus-keluhkan-rumitnya-
proses-akreditasi, pada tanggal 15 Mei 2020 pukul 20.00
Redaksi. 2020. “Keuntungan dan Kelemahan Berstatus PTN-BH”.
https://www.duniadosen.com/keuntungan-dan-kelemahan-berstatus-ptn-bh/,
pada 15 Mei 2020 pukul 20:00
Redaksi. 2020. “Merdeka Belajar: Nadiem Makarim Melupakan Kompetensi Guru”.
https://www.alinea.id/nasional/merdeka-belajar-nadiem-makarim-melupakan-
kompetensi-guru-b1XrF9qeW, pada tanggal 15 Mei 2020 pukul 00:24
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group.
Setiawan, Bambang Galih. 2016. “Kemerdekaan dalam Pandangan HAMKA”.
hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/08/17/99506/ kemerdekaan-dalam-
pandangan-hamka.html, pada 18 Mei 2020 Pukul 20.00
Sukaesih, S.Pd.i. 2020. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Berorientasi
Konsep Merdeka Belajar Melalui Supervisi Artistik Di SD Negeri Gandul 2
Kota Depok. Depok: Dinas Pendidikan UPTD SD Negeri Gandul 2.
Syahroni. 2019. “Pengamat Ungkap Sisi Negatif Sistem Zonasi PPDB: Bisakah Anak
Sukes Pada Sekolah Bukan Pilihannya?”. https://pontianak.tribunnews.com/
2019/06/16/pengamat-ungkap-sisi-negatif-sistem-zonasi-ppdb-bisakah-anak-
29
sukes-pada-sekolah-bukan-pilihannya?page=4–, pada tanggal 15 Mei
pukul 00.30
Trianto, 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Yunelia, Intan. 2019. “Peringkat PISA Jadi Catatan Buruk Pendidikan Indonesia”.
https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/GbmX21ON-peringkat-
pisa-jadi-catatan-buruk-pendidikan-indonesia, pada tanggal 18 Mei 2020
Pukul 20.00
30