Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI WACANA

IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR


DI INDONESIA

Dosen Pengampuh :
Dr. Hana Suparti, M.Th., M.Pd.K

Disusun oleh :

Ananta Kharismadi, S.T


Erlin Mayastuti, S.Pd
Fanni Margareta S., S.S
Herawati Patras, S.Th, S.Pd
Olan S. Kaimat, S.Th

Sebagai Tugas Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Kristen

STT KADESI YOGYAKARTA


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KADESI
TAHUN 2020
DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan........................................................................................2
BAB II Konsep Kurikulum Merdeka Belajar...................................................6
BAB III Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar.........................................10
BAB IV Dampak Positif dan Negatif Kurikulum Merdeka Belajar..................18
BAB V Kesimpulan.........................................................................................26
Daftar Pustaka................................................................................................27

1
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah


Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka paradigma baru
pendidikan nasional memberikan arah pada otonomi atau desentralisasi
Pendidikan yang berorientasi pada pendidikan holistik guna mengembangkan
kesadaran individu akan nilai-nilai kesatuan dalam kemajemukan budaya serta
menjunjung tinggi nilai-nilai moral, kemanusiaan dan religi, di samping
mengembangkan kreativitas, produktivitas, berfikir kritis, bertanggungjawab,
kemandirian serta kemampuan berkolaborasi. Tujuan di atas dapat dicapai jika
sistem pendidikan dapat memberikan peluang lebih besar pada para pendidik
untuk berimajinasi dan mengembangkan kreativitasnya. Namun yang terjadi saat
ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami kemerosotan dalam
dunia Pendidikan.

Beberapa Pengamat Pendidikan mendapati kondisi Pendidikan di Indonesia


dari beberapa sisi seperti :

“ Center for Education Regulations and Development Anaysis (Cerdas) Indra


Charismiadji mempertanyakan dana pendidikan 20 persen dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang nyatanya tak berdampak signifikan
pada mutu pendidikan Indonesia, "Anggaran ini ribuan triliun, karena Rp. 500 triliun
per tahunnya itu APBN. Belum APBD dan dana-dana korporasi, hibah CSR serta
bantuan kan banyak juga dari dana masyarakat," kata Indra kepada Medcom.id,
Senin, 30 Desember 2019” (medcom.id, 2020).
Pernyataan ini disampaikan dikarenakan minat membaca dan literasi orang
Indonesia sangatlah tertinggal dari negara lain sehingga pengelolaan Pendidikan
menjadi kacau balau. Hal ini bisa dilihat dari laporan yang diberikan oleh
Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2018.

2
Pada diagram diatas menunjukkan penurunan terlihat pada kompetensi
membaca, dari 397 poin pada 2015 menjadi 371 poin di 2018, sementara rata-rata
OECD 487. Dalam kompetensi matematika menurun dari 386 poin di 2015 menjadi
379 poin di 2018 dari rata-rata OECD 489. Berdasar nilai rata-rata, terjadi
penurunan nilai PISA Indonesia di seluruh kompetensi yang diujikan.. Begitu juga
untuk kompetensi sains dari 403 di 2015 menjadi 396 poin di 2018 berada di
bawah rata-rata OECD yang mencapai 489. Dengan begitu Organization for
Economic Co-operation and Development (OECD) menyatakan bahwa Indonesia
menunjukkan kompetensi pelajar Indonesia mengalami penurunan secara dratis
baik untuk membaca, matematika dan sains dari peringkat 62 dari 70 negara di
2015 sekarang di posisi 72 dari 77 negara.

3
4
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika minat membaca siswa Indonesia
tidak ada peningkatan maka otomatis akan merusak kompenen pendidikan.
Kondisi ini belum teratasi namun empat kebijakan yang dikeluarkan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim sudah
dicanakan sedangkan hal tersebut belum menyentuh masalah elementer

5
pendidikan di Indonesia. Menjadi polemic dalam dunia Pendidikan apakah dengan
Merdeka belajar ini dapat memulihkan kondisi para pelajar Indonesia untuk
bersaing dengan dunia luar sedangkan masalah yang sangat signifikan belum
tersentuh. Oleh sebabnya fokus makalah ini akan membahas tentang “Dampak
Positif dan Negatif dari Wacana Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di
Indonesia”.

II. Rumusan Masalah

Adakah Dampak Positif dan Negatif dari Wacana Implementasi Kurikulum


Merdeka Belajar Di Indonesia ?

III. Tujuan Masalah


Mendeskripsikan Dampak Positif dan Negatif dari Wacana Implementasi
Kurikulum Merdeka Belajar Di Indonesia.

6
BAB II
KONSEP MERDEKA BELAJAR

Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Nadiem membuat kebijakan merdeka belajar
bukan tanpa alasan. Penelitian Programme for International Student Assesment
(PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada peserta didik Indonesia hanya
menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi,
Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara. Menyikapi hal itu, Nadiem pun
membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi,
numerasi, dan survei karakter. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan
membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami
konsep dibaliknya. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran
matematika, tetapi penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam menerapkan
konsep numerik dalam kehidupan nyata. Satu aspek sisanya, yakni Survei Karakter,
bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan nilai-nilai budi
pekerti, agama, dan Pancasila yang telah dipraktekkan oleh peserta didik. Perasaan
nyaman ini harus diciptakan oleh seluruh komponen yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan, baik di sekolah, rumah, maupun masyarakat.
Secara literal kata “merdeka” pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
daring mempunyai tiga arti, yakni: (1) Bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan
sebagainya), berdiri sendiri; (2) Tidak terkena atau lepas dari tuntutan; (3) Tidak
terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa (Badan
Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2016), sedangkan “belajar” menurut
Sanjaya (2010: 112) adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang,
sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi
karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya yang disadari. Selanjutnya
Trianto (2010: 16) secara umum mengemukakan bahwa belajar sebagai perubahan
pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau
perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Djamarah dan
Zain (2010: 10) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah
laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap berkat
pengalaman dan latihan.
7
Dalam pandangan HAMKA (Setiawan, 2016), kata “merdeka” mempunyai tiga
dimensi: (1) Merdeka kemauan bermakna berani menyuruh, menyarankan
menganjurkan dan menciptakan perkara yang baik dan diterima baik oleh
masyarakat; (2) Merdeka pikiran, atau bebas menyatakan pikiran, yaitu melarang,
menahan, mengkritik, mengaposisi yang mungkar; (3) Kemerdekaan jiwa, bebas dari
ketakutan. Pada pandangan ini konteks merdeka belajar memberikan makna bahwa
dalam belajar harus dilakukan dengan membangun kemauan dan semangat untuk
mewujudkan kebebasan dalam menyatakan pikiran serta bebas dari segala bentuk
rasa ketakutan. Itulah sebabnya Ki Hajar Dewantara menggambarkan sekolah
sebagai Taman Siswa, yaitu tempat yang indah, menyenangkan, membuat orang
betah berada di sana, dan jauh dari ketakutan. Dengan demikian konsep merdeka
belajar ini sudah digagas sejak lama oleh Bapak Pendidikan Indonesia.
Berangkat dari pemahaman tersebut dan permasalahan yang terjadi di Indonesia
maka Konsep Merdeka Belajar ini seirama dengan Aliran progrevisme. . Aliran ini
menekankan prinsip-prinsip bahwa : (Ornstein dan Levinne, 1985: 203)
1. Anak atau peserta didik harus bebas dan berkembang secara natural.
2. Pengalaman langsung adalah rangsangan terbaik dalam pembelajaran.
3. Guru harus bisa memandu dan menjadi fasilitator yang baik.
4. Lembaga pendidikan harus menjadi laboratorium pendidikan untuk perubahan
peserta didik.
5. Aktivitas di lembaga pendidikan dan di rumah harus dapat dikooperasikan.
Prinsis tersebut sama dengan esensi kemerdekaan berpikir. Terdorong karena
keinginan menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan
pencapaian skor atau nilai tertentu maka kemerdekaan harus didahului oleh para
guru sebelum mereka mengajarkannya pada peserta didik.
Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI (Kemendikbud, 2019: 1-5),
yaitu:
1. Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan
numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA. Berbeda dengan UN
yang dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan
di kelas 4, 8, dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi lembaga
pendidikan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum
peserta didik menyelesaikan pendidikannya (Kemendikbud, 2019: 1).
8
2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah.
Menurut Kemendikbud, sekolah diberikan kemerdekaan dalam menentukan
bentuk penilaian, seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan
lainnya(Kemendikbud, 2019: 2).
3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem
Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan
administrasi, diharapkan waktu guru yang tersita untuk proses pembuatan
administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi
(Kemendikbud, 2019: 3).
4. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak
termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi,
diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah
diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini
(Kemendikbud, 2019: 4).
Dari pemaparan konsep kebijakan “Merdeka Belajar” yang dicanangkan oleh
Mendkbud Nadiem Makarim tesebut di atas menekankan adanya kemerdekaan dan
keleluasaan lembaga pendidikan dalam mengekplorasi secara maksimal
kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang secara alamiah
memiliki kemampuan dan potensi yang beragam. Jika dirumuskan peserta didik
harus bebas dan berkembang secara natural; Pengalaman langsung adalah
rangsangan terbaik dalam pembelajaran; Guru harus bisa memandu dan menjadi
fasilitator yang baik. Lembaga pendidikan harus menjadi laboratorium pendidikan
untuk perubahan peserta didik; Aktivitas di lembaga pendidikan dan di rumah harus
dapat dikooperasikan.

9
BAB III
IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

Sesuai dengan namanya, Kurikulum Merdeka Belajar bertujuan untuk


memerdekakan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan
kemerdekaan dalam belajar, diharapkan guru dapat mengarahkan siswa untuk
belajar menganalisa sebuah materi, bukan hanya menghafalkan demi mengejar
materi. Peningkatan kemampuan analisa siswa ini dapat ditingkatkan melalui proses
literasi, di mana siswa bukan hanya belajar membaca saja, tapi juga memahami
dan menerapkan apa yang sudah mereka baca. Tentu saja proses literasi bukan hal
yang singkat, tapi membutuhkan waktu yang cukup panjang. Proses ini tidak akan
bisa tercapai dengan konsep kurikulum yang lama yang membuat guru hanya
berusaha mengejar materi yang cukup banyak dalam waktu yang relatif sempit.
Dengan kurikulum ini diharapkan siswa yang sudah terlatih secara literasi akan
mampu berinovasi dan beradaptasi sesuai dengan perkembangan jaman. Oleh
karena itu Kemendikbud membagi kebijakannya dalam dua bagian, yaitu untuk
pendidikan dasar dan menengah di mana kebijakan diarahkan untuk membantu
siswa dalam proses literasi dan mengarahkan pola pikir mereka, dan untuk
pendidikan tinggi di mana kebijakan diarahkan untuk memfasilitasi mahasiswa
supaya mampu lebih berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan jaman.

A.IMPLEMENTASI PADA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH


Berikut adalah implementasi kurikulum Merdeka Indonesia ke dalam sistem belajar
yang ada di dalam bangku pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah (SD, SMP, dan SMA) melalui 4 konsep merdeka belajar yang terdiri dari
USBN, UN, RPP dan ZONASI (kompas.com, 2020):
1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
Kebijakan USBN yang sebelumnya diselenggarakan oleh dinas pendidikan
kota dan provinsi dengan standarisasi yang diberikan oleh BSNP (Badan
Standarisasi Nasional Pendidikan). Pada kebijakan yang baru, mulai tahun ajaran
2020, USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya
oleh sekolah. Ujian tersebut dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis dan/atau
bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan
(tugas kelompok, karya tulis, dsb.), untuk menilai kompetensi siswa. Kebijakan ini
10
diharapkan dapat membuat guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil
belajar siswa. Kebijakan ini juga akan menguntungkan siswa karena sekolah dapat
memberikan pola asesmen yang tepat bagi siswa sesuai dengan kemampuan
siswa,baik secara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu, anggaran USBN yang
nilainya cukup besar dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan
sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Ujian Nasional (UN)
Pelaksanaan ujian nasional sebelumnya selalu menjadi beban tersendiri, baik bagi
siswa maupun sekolah. Kehadiran Ujian Nasional yang diharapkan bisa menjadi
standar dalam pendidikan Indonesia justru membuat sekolah berlomba-lomba
meraih nilai terbaik dengan cara apapun. Oleh karena itu, Kemdikbud membuat
arahan kebijakan baru dengan mengadakan UN serakhir kalinya apda tahun 2020,
sedangkan mulai tahun 202, UN akan diganti menjadi Asesmen Kompetensi
Minimum dan Survei Karakter. Asesmen iniakan diadakan pada siswa di tengah
jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11) sehingga mendorong guru dan sekolah
untuk memperbaiki mutu pembelajaran secara merata,bukan hanya mengejar
hasilakhir di kelas terakhir (Kelas 6, 9, dan 12) dan tidak bisa digunakan untuk basis
seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. Pola asesmen baru ini juga mengacu pada
praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS sehingga diharapkan
mutu pendidikan juga berkembang mengikuti perubahan jaman secara
internasional.
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Selama ini,pembuatan RPP menjadi salah satu beban administrasi yang cukup
banyak menyita waktu guru. Komponen RPP yang seringkali bertele-tele dan lebih
bersifat birokratif membuat RPP tidak lagi menjadi acuan bagi guru untuk
mengajar,melainkan hanya sebagai salah satu dokumen administrasi yang wajib
dibuat guru tanpa melihat isinya. Oleh karena itu, Kemendikbud membuat arahan
baru dengan memebri kebebasan bagi guru untuk memilih, membuat,
menggunakan dan mengembangkan format RPP. Yang terpenting dalam RPP
tersebut tercantun 3 komponen inti yaitu Tujuan pembelajaran, Kegiatan
pembelajaran, Asesmen sehingga setidaknya cukup untuk dibuat dalam 1 halaman.
Dengan penyederhanaan bentuk RPP, maka penulisan RPP dilakukan dengan
efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan

11
dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Dengan ini diharapkan mutu
pendidikan dapat lebih baik.
4. Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi
Meskipun tujuannya untuk memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia,
pada awal kebijakan zonasi dilaksanakan, banyak kritik yang muncul akibat tidak
meratanya distribusi sekolah negeri di Indonesia dan banyaknya siswa berprestasi
yang tidak dapat masuk ke dalam sekolah negeri karena domisilinya yang terlalu
jauh dari sekolah negeri. Dalam kebijakan yang baru, PPDB dibuat lebih fleksibel
untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Pembagian jalur PPDB dapat dibagi sebagai berikut:
 Jalur zonasi : minimal 50%
 Jalur afirmasi: minimal 15%
 Jalur perpindahan: maksimal 5%
 Jalur prestasi (sisanya 0-30%, disesuaikan dengan kondisi daerah)
Kemendikbud menyerahkan kewenangan kepada daerah untuk menentukan
proporsi final dan pembagian wilayah zonasi. Dalam hal ini daerah juga perlu
melakukan inisiatif untuk memeratakan kualitas pendidikan di daerah tersebut,
seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru.
Demikian hal-hal yang akan diterapkan berhubungan dengan kurikulum
merdeka di mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA yang akan dilakukan secara
bertahap di seluruh Indonesia. yang di kenal dengan istilah Empat Pokok Kebijakan
Pendidikan “Merdeka Belajar”.
Selain hal-hal di atas adapula yang perlu diperhatikan dan dilakukan dengan
tujuan agar peningkatan kualitas dalam proses pembelajaran yang berorientasi
pada konsep merdeka belajar melalui supervisi artistik di tengah-tengah sekolah
ketika diberlakukannya sistem kurikulum belajar, antara lain (Sukaesih, 2020):
1. Meningkatkan kinerja guru diseluruh seolah-sekolah dari Tingkat SD hingga
SMA dalam melaksanakan proses pembelajaran. Karena sesungguhnya
kegiatan utama disekolah antara lain adalah dalam rangka mewujudkan
kegiatan proses belajar, sehingga seluruh aktifitas organisasi sekolah
bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran.
2. Memberikan pemahaman terkait program merdeka belajar dan guru
penggerak. Disini guru telah memahami hakikat merdeka belajar yang dapat

12
dikembangkan dalam pembelajaran yang mengandung arti bahwa tugas guru
adalah menjadi orang terdepan yang dapat memfasilitasi penciptaan suasana
belajar yang menyenangkan sebagaimana yang telah di gagas dalam
kurikulum merdeka belajar.
3. Mengembangkan gerakan sekolah menyenangkan melalui pengelolaan
pembelajaran yang berkualitas.
4. Meninggkatkan pemahaman para guru terhadap program supervisi
akademika yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah.

B. IMPLEMENTASI PADA PENDIDIKAN TINGGI


Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar tersebut didukung oleh peraturan
menteri yang langsung berkaitan dengan program Kampus Merdeka. Dalam
pelaksanaan Kampus Merdeka, ada 4 pokok kebijakan, yaitu :
a. Pembukaan program studi baru
b. Sistem akreditasi perguruan tinggi
c. Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), dan
d. Hak belajar tiga semester di luar program studi
Kebijakan tersebut didukung dengan dikeluarkannya 5 peraturan menteri yang baru,
yaitu:
a. PERMENDIKBUD No 3 Tahun 2020 Tentang Standar Nasional Perguruan
Tinggi
b. PERMENDIKBUD No 4 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan N0 88 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Perguruan Tinggi Negeri Menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
c. PERMENDIKBUD No 5 Tahun 2020 Tentang Akreditasi Program Studi dan
Perguruan Tinggi
d. PERMENDIKBUD No 6 Tahun 2020 Tentang Penerimaan Mahasiswa Baru
Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri
e. PERMENDIKBUD No 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan,
Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan,
Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta
Diharapkan, dengan adanya kebijakan Kampus Merdeka, mahasiswa bukan
hanya berkembang sesuai dengan program studi yang mereka pilih, namun juga

13
dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang terus berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi.
1. PEMBUKAAN PROGRAM STUDI BARU
Pada masa sekarang, pembukaan program studi baru bukan merupakan hal
yang mudah bagi perguruan tinggi. Kemudahan pembukaan program studi baru
hanya didapatkan oleh PTN-BH. Sedangkan bagi perguruan tinggi swasta (PTS)
atau perguruan tinggi negeri non badan hukum (PTN), proses mengajuan program
studi baru membutuhkan waktu yang lama. Begitu juga apabila program studi
tersebut dibuka, program studi tersebut akan mendapatkan akreditasi minimal atau
di bawah akreditasi C. Hal ini membuat perguruan tinggi menjadi jauh lebih berhati-
hati dalam membuka program studi baru memngingat besarnya tenaga dan biaya
yang dibutuhkan untuk membuka program studi baru dan membuat inovasi
perguruan tinggi menjadi kecil, terutama perguruan tinggi yang tidak memiliki modal
cukup besar. Permasalahan ini membuat kompetensi yang dimiliki oleh lulusan
perguruan tinggi tidak lagi sesuai dengan perkembangan dunia, dan lulusan yang
muncul bukanlah lulusan yang siap kerja, tapi masih harus dilatih kembali oleh
perusahaan penerima.
Pada peraturan menteri yang baru, perguruan tinggi mendapat kemudahan
dalam pembukaan program studinya. Kemudahan ini tercantum dalam
PERMENDIKBUD No 5 dan 7 Tahun 2020. Dalam hal ini ada 4 poin yang berkaitan
dengan pembukaan program studi baru.
1. PTS dan PTN diberi otonomi membuka program studi baru jika:
a. Memiliki akreditasi A dan B
b. Ada kerjasama dengan mitra perusahaan, organisasi nirlaba, atau
universitas top 100 ranking QS.
c. Prodi baru bukan di bidang kesehatan dan pendidikan.
2. Kerjasama dengan orrganisasi mencakup penyusunan kurikulum, praktik
kerja, dan penempatan kerja. Pengawasan akan dilakukan oleh kementerian
dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi penyelenggaran dan mitra
prodi.
3. Apabila prodi baru diajukan oleh perguruan tinggi berakreditasi A dan B,
maka prodi baru tersebut akan otomatis mendapat akreditasi C dari BAN-PT
4. Setiap tahun perguruan tinggi diwajibkan melakukan tracer study atau
penelusuran alumni.
14
Salah satu persyaratan yang penting dalam kemudahan pembukaan program
studi baru ini adalah adanya mitra prodi. Kementerian pendidikan juga sudah
memberikan arahan mitra seperti apa yang bisa menjalin kerjasama pembukaan
prodi baru. Di dalam negeri, mitra yang diijinkan adalah BUMN berskala besar
tingkat nasional dan BUMD berskala besar tingkat provinsi. BUMD tingkat kota atau
kabupaten masih belum diijinkan untuk mendapatkan kemudahan pembukaan
prodi. Bagi perusahaan swasta, yang diijinkan bergabung adalah perusahaan
internasional yang masuk dalam Fortune 500, perusahaan teknologi yang memiliki
reputasi sangat baik, dan perusahaan startup yang telah memiliki modal sebesar
USD $50 juta. Sedangkan bagi organisasi nirlaba kerjasama, yang dapat bergabung
adalah organisasi multilateral dan kelas dunia.
Kemudahan ini bertujuan supaya perguruan tinggi dapat membuka prodi yang
sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, terutama yang saat ini sangat
berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi dan profesi yang sangat
berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
2. SISTEM AKREDITASI PERGURUAN TINGGI
Bukan hanya di pendidikan usia dini, dasar, dan menengah saja yang
menganggap akreditasi adalah hal yang menakutkan. Perguruan tinggi pun juga
berpikiran sama. Berbagai macam dokumen yang harus dipersiapkan sebelum
akreditasi, ditambah dengan waktu yang tersita oleh tim yang harus mempersiapkan
akreditasi membuat akreditasi ditakuti oleh banyak institusi pendidikan.
Permasalahan yang dihadapi oleh perguruan tinggi dan program studi antara
lain adalah kewajiban melakukan akreditasi setiap 5 tahun. Bisa dibayangkan bila
perguruan tinggi tersebut memiliki banyak program studi, maka hampir setiap tahun
waktu akan tersita untuk persiapan akreditasi. Belum lagi proses akreditasi yang
meakan waktu cukup lama, yaitu 170 hari untuk PT dan 150 hari untuk prodi. Dosen
yang bekerja pada prodi maupun PT tersebut juga akan mendapat tambahan beban
administrasi apabila proses alreditasi akan dan sedang berjalan. Hal ini
dikhawatirkan akan mengganggu waktu dosen untuk melakukan persiapan atau
mengajar.
PERMENDIKBUD No 5 Tahun 2020 meberikan beberapa perubahan peraturan
yang diharapkan bisa membantu perguruan tinggi dalam proses akreditasi. 4 poin
kebijakan batu tersebut adalah:

15
1. Akreditasi yang sudah ditetapkan BAN_PT berlaku 5 tahun dan akan
diperbaharui secara otomatis. Berarti perguruan tinggi atau prodi tidak wajib
melakukan re-akreditasi setelah 5 tahun berjalan. Bagi perguruan tinggi yang
memperoleh akreditasi B atau C, mereka dapat mengajukan kenaikan akreditasi
kapanpun saat mereka siap secara sukarelal
2. Peninjauan kembali akreditasi baru akan dilakukan BAN-PT jika ada indikasi
penurunan mutu, seperti adanya pengaduan dari masyarakat atau data jumlah
pendaftar dan lulusan yang terus berkurang dalam waktu lima tahun. Apabila
indikasi di atas tidak ditemukan, maka perguruan tinggi atau prodi dapat tetap
mempertahankan akreditasinya.
3. Kemudahan dapat diperoleh bagi prodi yang telah mendapatkan akreditasi
internasional. Prodi tersebut akan otomatis mendapat akreditasi A tanpa harus
melakukan proses akreditasi melalui BAN-PT. Dalam hal ini Kemendikbud sudah
membuat peraturan yang memuat lembaga internasional yang diakui oleh
Kemendikbud.
4. Apabila perguruan tinggi atau prodi akan mengajukan reakreditasi, mereka
harus menunggu paling cepat 2 tahun setelah mendapat akreditasi yang
terakhir, dengan syarat PT dan prodi tersebut harus melakukan tracer study
setiap tahun.
3. PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM
Salah satu tujuan adanya PTN-BH adalah otonomi yang dimilikinya. Dengan
status PTN-BH, perguruan tinggi secara mandiri dapat mengatur rumah tangganya
sendiri. Salah satunya adalah kemudahan dalam membuka prodi baru yang
dianggap perlu dan penutupan prodi baru yang sudah dianggap tidak diperlukan
lagi. Otonomi lainnya adalah berkaitan dengan pengurusan kepegawaian dan
keuangan, meskipun masih terikat dengan pemerintah. Keuntungan lainnya adalah
PTN-BH memiliki hak untuk menyajikan informasi secara terbuka dan cepat sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
Otonomi dalam bidang keuangan juga menjadi salah satu kerugian bagi PTN-
BH. Otonomi tersebut membuat pemerintah mengurangi subsidi PTN. Dengan
adanya pengurangan subsis, otomatis PTN-BH harus kreatif dalam mencari sumber
dana tambahan untuk operasional kampus. Pilihan tersebut antara lain dengan
menerima mahasiswa dengan biaya studi yang lebih mahal, bekerja sama dengan
pihak swasta dalam mendapatkan dana tambahan seperti membuka gerai di dalam
16
kampus, dan beberapa cara lain. Keberadaan PTN-BH juga membuat tanggung
jawab pemerintah dalam PTN tersebut lebih kecil.
Bagaimanapun juga, status PTN-BH menjadi incaran bayak PTN karena
berbagai otonomi yang dimilikinya. Sebelumnya, untuk menjadi PTN-BH, sebuah
PTN harus mendapatkan akreditasi A terlebih dahulu, dengan sebagian besar
prodinya juga harus terakreditasi A. Melalui PERMENDIKBUD No 4 dan 6 Tahun
2020, Kemendikbud mempermudah persyaratan sebuah PTN untuk menjadi PTN-
BH. Salah satunya adalah dihapuskannya nilai akreditasi minimum bagi PTN yang
akan mengajukan diri. Begitu juga permohonan PTN untuk menjadi PTN-BH dapat
dilakukan kapanpun saat merasa sudah siap. Dengan ini diharapkan semakin
banyak PTN-BH yang mampu berinovasi sesuai dengan kebutuhan Indonesia.
4. HAK BELAJAR TIGA SEMESTER DI LUAR PROGRAM STUDI
DI dunia perguruan tinggi di Indonesia saat ini, budaya belajar mahasiswa di
luar program studinya masih sangat rendah. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya
bobot SKS yang diperoleh mahasiswa yang melakukan pembelajaran di luar kelas,
meskipun kegiatan tersebut menyita waktu yang sangat besar bagi mahasiswa.
Kegiatan praktek kerja maupun magang juga seringkali membuat mahasiswa
menunda kelulusannya. Oleh karena itu Kemendikbud membuat peraturan yang
membuat mahasiswa semakin mudah melakukan kegiatan belajar di luar prodinya.
Dalam PERMENDIKBUD No 3 Tahun 2020, kemudahan yang diberikan adalah
PT wajib memberikan hak bagi mahasiswa secara sukarela (boleh diambil atau
tidak) sebanyak 3 semester untuk mengambil SKS di luar prodinya dengan rincian
sebagai berikut:
1. 2 semester (setara 40 SKS) dilakukan di luar perguruan tinggi tempat
mahasiswa berada
2. 1 semester (setara 20 SKS) dilakukan di prodi lain di dalam perguruan tinggi
yang sama tempat mahasiswa berada.
Sesuai dengan peraturan di atas, maka mahasiswa wajib mengambil SKS
sebanyak 5 semester di prodi asal, kecuali untuk prodi kesehatan. Kegiatan belajar
di luar prodi tersebut juga harus disetujui oleh rektor, dan wajib didampingi oleh
seorang dosen dan pengajar. Bentuk belajar di luar prodi tersebut dapat berupa
magang/ praktek kerja, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar,
penelitian, kegiatan wirausaha, studi independen, dan proyek kemanusiaan.

17
Dengan adanya hak belajar ini, diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan
talentanya sehingga mudah memnuhi kebutuhan pasar tenaga kerja, bahkan
berinovasi untuk menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa perlu khawatir waktu
studinya akan hilang akibat kegiatan yang dilakukannya.

18
BAB IV
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

A. DAMPAK POSITIF KURIKULUM MERDEKA BELAJAR


Kurikulum Merdeka Belajar diharapkan dapat memberikan dampak positif
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dampak positif tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Anak didik
Kurikulum Merdeka Belajar memiliki dampak positif bagi anak didik di
Indonesia. Pertama, dari segi sama rata. Kurikulum ini akan sangat membantu
peserta didik di wilayah-wilayah terpencil. Mereka tidak lagi harus ketinggalan
dengan murid yang ada di kota maupun daerah yang mumpuni. Adanya
keseimbangan, sama rata dalam segi kualitas belajar. Jika dahulu kita dididik untuk
menghafal saja maka ilmu tidak akan bertahan lama, namun dengan kurikulum
Merdeka Belajar anak didik tidak akan hanya berhenti sampai di hafalan rumus dan
sebagainya lalu melupakannya, namun mereka akan terus mencintai belajar untuk
menambah ilmu dan wawasan sesuai potensi dan passion mereka. Anak-anak akan
memiliki gairah untuk terus mencari ide-ide baru dan berpetualang di dalamnya
sehingga mereka semakin menguasai bidang yang mereka geluti.
Kemudian dampak dalam pengambilan nilai tidak serta merta hanya
mengandalkan essay di akhir. Memang UN merupakan hal mutlak yang menjadi
acuan para murid bisa lulus ke tingkat selanjutnya, namun ini juga bersifat kurang
adil karena banyak yang melakukan tindakan tidak jujur untuk bisa mencapai nilai
UN yang baik dan lulus. Bagaimana dengan yang jujur mengerjakan UN? Terkadang
bahkan seringkali mereka tidak mendapat nilai tinggi bahkan pengalaman teman
saya yang rajin dan selalu dapat nilai baik selama studi, malah tidak lulus di saat
UN. Banyak factor yang mempengaruhi seperti tingkat stress yang tinggi sehingga
membuat daya konsentrasi dan mental murid terganggu dan berakibat buruk saat
mereka menghadapi UN. Karena itu asesmen yang beragam mengutamakan
learning by doing bisa membantu siswa untuk mengeluarkan potensi dan bisa diatur
sesuai kondisi dan waktu.
Dampak positif berikutnya, Kurikulum Merdeka Belajar ini juga mampu
meningkatkan kejiwaan dan mental yang lebih sehat dan itu mempengaruhi proses
belajar mengajar. Tekanan secara psikologis bagi siswa akan berkurang karena
19
asesmen dilakukan di berbagai kesempatan dengan kebebasan waktu yang bisa
diatur dan dengan beragam cara untuk menunjukkan kompetensi siswa.
2. Para Pendidik
Dampak positif yang terlihat untuk para pendidik baik itu kepala sekolah dan
guru meliputi: adanya inovasi dalam proses belajar mengajar secara lebih
menyenangkan, interaksi dua arah sehingga akan memunculkan sikap mau terus
belajar, mencari ide-ide kreatif, mendengarkan perasaan orang lain, memahami
permasalahan, saling menerima satu sama lain dan apa adanya. Hal ini akan
meningkatkan interaksi dan hubungan yang baik antara para pengajar dengan anak-
anak didik maupun dengan sesama di lingkungan belajar mengajar. Dalam
memberikan pengajaran dan mengambil nilai, guru diharapkan memberikan
beragam asesmen seperti portfolio siswa, project dan penugasan. Jadi tidak
monoton hanya diberi soal essay yang notabene tidak meningkatkan kreatifitas baik
guru maupun para muridnya. Asesmen ini bisa disesuaikan dengan kondisi masing-
masing sekolah dan mendorong para guru berkembang kompetensi profesionalnya,
sehingga bisa menjadi dirinya sendiri. Kemudian, Kepala sekolah
3. Orangtua
Dampak positif yang bisa dirasakan orang tua adalah adanya dua cara untuk
memilih sekolah negeri bagi anak mereka. Sebagian orang tua tidak lagi
dibingungkan dengan sekolah yang berjauhan dengan tempat tinggal karena
pemilihan sekolah harus berdasarkan zona jarak tempat tinggal dengan sekolah.
Bagi orang tua yang memiliki anak berprestasi, mereka juga tidak dibingungkan
dengan domisili mereka yang mungkin jauh dari sekolah negeri manapun, karena
adanya penambahan pagu bagi siswa yang berprestasi. Orang tua bisa lebih
menghemat biaya karena tidak ada pungutan. Berikutnya, orang tua tidak harus
diresahkan dengan syarat mutlak bahwa anaknya harus mampu membaca, tulis dan
berhitung ketika akan masuk Sekolah Dasar, karena memang tidak semua sekolah
PAUD TK memiliki program tersebut. Mereka juga lebih tenang ketika standar nilai
tidak lagi ditentukan oleh sistem ranking karena setiap anak memiliki bakat dan
kecerdesan dalam bidang yang berbeda. Orang tua akan lebih mudah mendorong
anak sesuai potensi mereka dan bisa memberi peluang besar untuk anak mereka
berinovasi. Orang tua juga otomatis bisa ikut serta dalam proses belajar mengajar
anak di rumah sehingga bisa memantau perkembangan anak lebih baik. Adanya

20
komunikasi yang lebih intens dengan sekolah dan anak akan memunculkan rasa
aman.
4. Masyarakat
Dampak yang terlihat tentu tidak ada kesenjangan sosial karena semua lapisan
bisa bersekolah bersama tanpa harus dibedakan. Kurikulum ini juga menekankan
karakter anak didik menjadi poin utama untuk menyiapkan generasi bangsa yang
siap kerja dan kompeten serta berbudi luhur di lingkungan bermasyarakat. Sebagai
seorang pendidik saya seringkali melihat murid-murid dan orang tua yang hanya
menekankan nilai, bahkan sekolah pun juga mengejar hal itu untuk mendapat
pengakuan dan penghargaan. Hal ini sangat mengabaikan kondisi psikis generasi
muda, sehingga perilaku dan pemikiran mereka hanyalah mengejar angka, dan lupa
bahwa hidup ini semakin penuh tantangan. Karena itu kurikulum merdeka belajar
membuat gebarkan penilaian kemampuan meliputi literasi, numerasi dan kurvei
karakter. Kemampuan literasi tidak hanya mengukur kemampuan membaca namun
menganalisis isi bacaan dan konsep di balik itu. Sementara kemampuan numerasi,
bukan hanya bicara angka namun generasi muda mampu menerapkan konsep
numeric dalam kehidupan nyata.
Kurikulum ini juga memampukan generasi bangsa siap menjalani perubahan-
perubahan jaman. Tentunya perlu penataan yang berkesinambungan, terus
dilakukan evaluasi dan pengarahan yang baik, dan penegasan dalam menjalankan
peningkatan kualitas sampai ke daerah-daerah sehingga mempengaruhi masyarakat
luas.
Selanjutnya, kurikulum ini akan meningkatkan mutu sumber daya manusia
dalam masyarakat yang kaya akan kreatifitas dalam pengaktualisaasian ilmunya
sendiri dan tidak berpikir monoton.
5. Perguruan Tinggi
Kurikulum Merdeka Belajar juga memberikan perubahan yang cukup pesat
dalam pendidikan tingkat perguruan tinggi. Kemudahan-kemudahan yang diberikan
dalam proses akreditasi dan pembukaan program studi baru diharapkan akan dapat
meningkatkan kreativitas dan inovasi dari perguruan tinggi. Perubahan dunia kerja
dan kebutuhan ekonomi saat ini yang serba digital semakin sulit dikejar jika
perguruan tinggi tidak mampu berinovasi dengan konsep pendidikan yang baru.
Dengan kemudahan dalam proses akreditasi dan pembukaan program studi baru,
diharapkan perguruan tinggi dapat lebih berani bekerja sama dengan pemangku
21
kepentingan seperti badan usaha maupun organisasi nirlaba untuk membuat
program studi baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Diharapkan dengan
konsep ini perguruan tinggi dapat melahirkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan
pasar.
Selain itu kebebasan mahasiswa untuk belajar di luar program studinya akan
menciptakan mahasiswa yang multitalent. Lulusan tidak hanya memiliki kemampuan
sesuai dengan program studinya, namun juga memiliki kompetensi tambahan sesuai
dengan minat dan bakatnya. Selain itu dengan konsep ini, lulusan yang dihasilkan
perguruan tinggi menjadi lulusan yang bukan hanya fresh graduate, tapi juga
memiliki pengalaman kerja.

B. DAMPAK NEGATIF KURIKULUM MERDEKA BELAJAR


Selain memberikan dampak positif, kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar
dikhawatirkan juga memberikan beberapa dampak negatif, terutama karena
kebijakan ini merupakan kebijakan yang baru dan memberikan banyak perubahan
dalam dunia pendidikan Indonesia. Beberapa dampak negatif yang nantinya kita
bisa temui dalam adanya merdeka belajar.
1. USBN dan Ujian Sekolah ( UN )
Keberadaan ujian Nasional maupun USBN sendiri pada dasarnya sebagian besar
menjadi sebuah ketakutan baik bagi peserta didik maupun dari para orangtua siswa.
Sebab keberadaan Ujian sekolah yang mengedepankan pencapaian nilai akademik
yang bagus dan tinggi membuat mereka menjadi stress dan kecenderungan hanya
menghapal bahan pelajaran tanpa memahami materi yang diujikan dirasa kurang
tepat. Untuk itulah dengan adanya wacana merdeka belajar dengan penghapusan
ujian nasional menjadi sebuah angin segar bagi para peserta didik maupun bagi
para orang tua dan pendidik untuk membuat pembaharuan dalam hal pendidikan
dan sejalan dengan adanya survey yang pernah dilakukan oleh PB Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) pada tahun 2012.
Meskipun sebagian besar guru dan komisi X DPR RI, mendukung adanya program
penghapusan Ujian Nasioanl ini tetapi menjadi sebuah pertanyaan apakah sekolah
siap untuk membuat penilaian sendiri. Alasannya adalah beberapa sekolah
dianggap belum siap dalam membuat sebuah sistem penilaian sendiri karena
adanya kekurangan fasilitas dan kuantitas dari guru itu sendiri. Hal ini justru akan
memperparah dari ketimpangan dari pendidikan itu sendiri. Selain itu standart
22
penilaian apa yang dapat digunakan secara Nasional dari akibat penghapusan Ujian
Nasional ini juga belum jelas, sehingga dapat menjadi sebuah masalah baru.
Dalam Ujian ini, sekolah memang dapat menentukan sendiri konsep ujian
disesuaikan dengan keadaan sekolah maupun dapat bekerjasama dengan sekolah
yang hampir sama keadaanya. Melalui merdeka ujian ini, diharapkan kemampuan
yang berbeda dari masing-masing peserta didik dapat diuji dan dapat dinilai dengan
maksimal. Portofolio sebagai salah satu dari komponen penilaian ujian memang
dapat menjadi sebuah penilaian untuk menjelaskan progress atau kemajuan belajar
dari siswa itu sendiri. Tetapi yang menjadi kendalanya adalah tidak semua guru
memiliki kemampuan untuk merancang, membuat, maupun melaksanakan ujian
yang “adil” kepada peserta didiknya.
Tidak sedikit dari sekolah yang masih menunggu soal dari pusat dan pemangku
kepentingan yang tidak segera mensosialisasikan kebijakan ini, sedangkan ujian
segera tinggal dilaksanakan dalam hitungan beberapa hari. Akibatnya dapat
dibayangkan yakni akan dapat menurunkan kualitas dari ujian itu sendiri, karena
tidak dipersiapkan dari sejak awal sehingga seolah membuat soal hanyalah sebuah
kewajiban yang harus dilaksanakan. Padahal harapan dari adanya kebijakan dari
merdeka belajar itu sendiri adalah guru sebagai pendidik mampu untuk menyusun
penilaian dari instrumen yang dapat mengukur kemampuan dari seorang peserta
didik dalam segi kognitif, afektif maupun psikomotorik. Sebab hanya guru yang
mengerti dan memahami bagaimana kemampuan dari siswanya. Guru jugalah yang
seharusnya mampu menentukan tingkat ketercapaian dari kompetensi dari siswa
yang ada dikelas dia.
Tetapi mekanisme sistem UN yang diganti dengan sistem asesmen kompetensi
minimum dan survey karakter juga belum dapat mengakomodir hal yang berkaitan
dengan kecerdasan psikomotorik. Sehingga kurang pas jika hanya dinilai secara
literasi dan numerasi
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan pegangan guru untuk melakukan
suatu panduan bagi guru untuk dapat mengajar sesuai dengan materi yang akan
diajarkan. Penyusunan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dalam progam
merdeka belajar adalah membebaskan guru untuk memilih, membuat maupun
mengembangkan formatnya. Didalam strategi pembelajaran yang memerdekakan
ini lebih menekankan pada pemakaian dari pengetahuan secara bermakna dan
23
lebih diarahkan untuk meladeni pertanyaan siswa maupun dari pendapat dan
pandangan dari siswa itu sendiri. Sehingga diharapkan peserta didik akan memiliki
cara berpiir yang kritis,analisis, membandingkan, menggeneralisasikan, bahkan
menghipotesis.
Adapun pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran ini menekanakan pada
ketrampilan mereka dalam hal mengintegrasikan setiap problem yang dihadapi
dalam konteks yang nyata. Dalam evaluasi ini juga siswa dapat tidak hanya
menemukan sebuah jawaban yang benar tetapi juga pemecahan secara berganda
dalam soal artinya ada sebuah aktivitas belajar yang diintegrasikan dalam sebuah
konteks yang nyata. Peserta didik akan mengalami proses perubahan secara
pengetahuan, pemahaman, sikap/karakter, tingkah laku,ketrampilan dan daya
reaksinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan amanat dari UU Sisdiknas Tahun 2003.
Kemerdekaan dalam mengajar bagi guru sangatlah penting terutama dalam hal
pengembangan kompetensinya, karena tanpa guru yang merdeka mereka tidak
dapat secara optimal mengembangkan dirinya dikarenakan harus menyelesaikan
tugas-tugas administrasi yang menyita waktu. Sebab hanya guru yang antusias
yang akan dapat menularkan rasa ingin tahu yang besar pada anak.
Pembuatan RPP dalam merdeka belajar, ini cukup dibuat dalam satu lembar dan
diharapkan terdiri dari komponen inti yang terdiri atas tujuan pembelajaran,langkah-
langkah pembelajaran maupun penilaian dari pembelajaran sehingga diharapkan
dengan adanya merdeka belajar ini guru sebagai seorang pendidik dapat lebih
fokus dan memaksimalkan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan dari
pendidikan itu sendiri.
Tetapi menurut penulis ada sisi negatif yang perlu dicermati dengan adanya
rencana pelaksanaan pembelajaran dengan konsep merdeka belajar ini dimana
dengan memberikan kebebasan kepada guru dalam penyusunannya akan sangat
riskan hal ini karena guru selama ini sangat tergantung pada petunjuk teknis dan
selama ini guru belum secara mandiri dapat membuat RPP tetapi lebih kepada copy
paste. Kompetensi guru pada daerah yang terpencil, terbelakang banyak terjadi
ketimpangan atau kesenjangan sehingga sangat diperlukan sebuah pelatihan yang
terus menerus dalam menyusun dalam penyusunan RPP. Dana BOS yang
diberikan untuk saat ini juga dapat digunakan untuk pembiayaan pelatihan

24
peningkatan kompetensi guru akan tetapi hal itu juga sangat rawan dalam
penyalahgunaan wewenang dana tersebut dari pemimpin yang tidak bijak.
3. Zonanisasi
Merdeka belajar juga membahas mengenai PPDB, dimana Kemendikbud
bermaksud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel
dan mengakomidasi ketimpangan akses dan kualitas diberbagai daerah. Akan
tetapi kenyataannya akan timbul beberapa keluhan yang ditimbulkan dengan
adanya sistem zonasisasi ini. Diantaranya menurut Dr Aswandi seorang pengamat
Pendidikan Universitas Tanjungpura. Menurut dia, didaearah seperti Pontianak
bukan lagi berbicara tentang pemerataan tetapi sebuah mutu pendidikan.
Beberapa hal dampak negatif yang timbul dengan adanya sistem zonasi ini adalah
timbulnya dampak semangat yang menurun dari sianak yang ingin masuk sekolah
di SMP ataupun SMA karena tidak dapat masuk disekolah yang mereka inginkan
karena adanya sistem zonasi ini. Selain itu diharapkan anak seharusnya juga dapat
lebih bersosialisasi dengan lebih luas lagi. Apabila dibatasi dengan ruang gerak
zonasi maka pergaulan mereka dari SD-SMA hanya akan terkungkung pada
wilayah itu saja, maka hal itu kurang baik bagi perkembangan mereka kedepannya.
Orangtuapun melihat bahwa anaknya yang pintar pasi memiliki keinginan untuk
menyekolahkan ke sekolah favorit atau sekolah yang paling bagus. Tetapi karena
dampak dari zonasi ini maka tidak bisa menyekolahkan anaknya disekolah favorit.
Sedangkan saat ini masyarakat memandang adanya sekolah favorit dan sekolah
non favorit.
Menurut Dr Aswandi, ada empat hal yang harusnya tidak boleh dilanggar yakni
prinsip dapat memprediksi anak akan sukses atau lulus dengan baik atau tidak,
sehingga apabila anak tidak suka disekolah tersebut ditakutkan dia akan putus
ditengah jalan dan tidak sukses. Prinsip yang kedua, adalah keadilan dimana anak
yang pintar apakah tidak boleh bersekolah di sekolah yang dia inginkan akibat dari
adanya zonasi ini. Prinsip ke tiga adalah efisiensi, memang dalam hal zonasi prinsip
efisiensi sudah masuk. Prinsip yang keempat adalah memudahkan dalam
pembelajaran. Sebanarnya dengan prinsip keempat ini tidak masuk karena anak
yang pintar maupun anak yang kurang mampu atau kurang pintar akan dapat
diterima kalau berdasarkan bukan nilai. Hal ini tentunya akan membuat adanya
keanekaragaman dalam hal pembelajaran. Guru harus sudah siap mengajar
mereka, dengan adanya keragaman dalam kemampuan anak-anak dalam satu
25
kelas akan menjadi sebuah problem baru, dimana guru harus benar-benar dapat
mempersiapkan dalam mereka mengajar dan memiliki ketrampilan penguasaan.
Kuota sebesar duapuluh persen untuk masyarakat kurang mampu harus diperketat
lagi sehingga kuota yang ada tidak akan disalahgunakan oleh oknum yang tidak
bertanggungjawab.Manipulasi surat miskin dan kuota sebesar 5 persen untuk orang
tua yang pindah juga harus dapat dikontrol oleh beberapa pihak terkait. Tetapi
akankah hal ini mudah dalam penerapannya? Diperlukan sebuah pemikiran yang
panjang agar hal ini dapat juga ditangani dan tidak salah alamat dalam pemberian
kuota.
4. Perguruan Tinggi
Konsep Kurikulum Merdeka Belajar juga dikhawatirkan mengarahkan perguruan
tinggi ke dalam ekonomi pasar. Perguruan tinggi tidak lagi berfokus pada riset dan
penelitian yang berhubungan dengan keilmuannya, tetapi hanya sekedar memnuhi
kebutuhan pasar akan tenaga kerja. Hal ini juga menguatkan konsep komersialisasi
perguruan tinggi, dengan kemudahan kerja sama dengan pihak luar dan
kemudahan pendirian Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).
Keberadaan PTN-BH yang sampai sekarang masih menjadi polemik karena adanya
biaya kuliah yang semakin mahal akan menjadi semakin kuat. Arah komersialisasi
pendidikan juga dipengaruhi dengan adanya kemudahan bagi mahasiswa untuk
magang. Dengan adanya hal ini, dikhawatirkan perusahaan tidak lagi mencari
tenaga kerja yang sesuai bidangnya, tetapi berusaha mencari mahasiswa magang
yang lebih murah. Hal ini akan menyebabkan tenaga kerja kelas rendah atau
pekerja kasar semakin kesulitan untuk mendapatkan lapangan kerja.

26
BAB V
KESIMPULAN

Dalam Makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa:


1. Pendidikan di Indonesia membutuhkan perubahan untuk memperbaiki mutunya.
2. Kurikulum Merdeka belajar menjadi solusi memperbaiki berbagai kelemahan
dalam pendidikan Indonesia dengan mengubah cara pandang dunia pendidikan
dalam berbagai aspek.
3. Kurikulum Merdeka Belajar memiliki kelebihan berkaitan dalam manajemen
pendidikan yang mempermudah proses pendidikan dan mendorong inovasi
siswa dan sekolah dalam meraih hasil yang lebih baik.
4. Kurikulum Merdeka Belajar memiliki kelemahan karena mutu pendidikan yang
belum merata, paradigma dunia pendidikan Indonesia yang masih belum
berubah, dan kecenderungan pola yang mengikuti sistem pasar.
5. Implementasi Merdeka Belajar dapat dilakukan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah serta pendidikan tinggi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Adit, Albertus. 2020. “Gebrakan “Merdeka Belajar” Berikut 4 Penjelasan Nadiem”,


https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/12/12591771/gebrakan-merdeka-
belajar-berikut-4-penjelasan-mendikbud-nadiem, pada tanggal 19 Mei 2020
pukul 15:22.
Amaluddin. 2019. “Sistem Zonasi Dianggap Membawa Dampak Buruk”.
https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0k8D8p0k-sistem-
zonasi-dianggap-membawa-dampak-buruk, pada tanggal 15 Mei 2020 pukul
15:00
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Elis Lisnawati, M.Pd. 2020. “Merdeka Belajar,Belajar merdeka”
https://www.inilahkoran.com/berita/41032/merdeka-belajar-belajar-merdeka,
pada tanggal 19 Mei pukul 13:36.
Hamzah. 2008. “Teori Belajar Konstruktivisme”. https://akhmad-
sudrajat.wordpress.com/2008/08/20/teori-belajar-konstruktivisme/, pada 18
Mei 2020 Pukul 19.05
Herbert, Frank. 2019. “Merdeka Belajar” https://www.kompasiana.com/
syekhmuhammad/5df20d25d541df6ca8471992/merdeka-belajar-atau-belajar-
merdeka?page=all, pada 18 Mei 2020 Pukul 20.00
Intens News. https://intens.news/menakar-konsep-merdeka-belajar/, pada tanggal
15 Mei pukul 00:05
KBBI Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/merdeka diakses pada 18 Mei 2020
Pukul 20.00
Kemendikbud. 2019. Merdeka Belajar: Pokok-Pokok Kebijakan Merdeka Belajar.
Jakarta:Makalah Rapat Koordinasi Kepala Dinas Pendidikan Seluruh
Indonesia
Kurniasih, Dianita Ayu, S.Pd. 2020. “Merdeka Belajar, Siapkah Guru dan Sekolah
Menjalankannya?”.
https://amp.kompas.com/edukasi/read/2020/02/02/14311001/merdeka-
belajar-siapkah-guru-dan-sekolah-menjalankannya. pada tanggal 15 Mei
pukul 00:10

28
Ornstein, A. C. & Levine, D. U. 1985. An Introduction to The Foundation of
Education. New York: Hungton Mifflin Company
PERMENDIKBUD No 3 Tahun 2020 Tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi
PERMENDIKBUD No 4 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan N0 88 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Perguruan Tinggi Negeri Menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
PERMENDIKBUD No 5 Tahun 2020 Tentang Akreditasi Program Studi dan
Perguruan Tinggi
PERMENDIKBUD No 6 Tahun 2020 Tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program
Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri
PERMENDIKBUD No 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran
Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin
Perguruan Tinggi Swasta
Rafiq, Ahmad, Dkk. 2020. “Kampus Keluhkan Rumitnya Proses Akreditasi.
https://koran.tempo.co/read/nasional/449649/kampus-keluhkan-rumitnya-
proses-akreditasi, pada tanggal 15 Mei 2020 pukul 20.00
Redaksi. 2020. “Keuntungan dan Kelemahan Berstatus PTN-BH”.
https://www.duniadosen.com/keuntungan-dan-kelemahan-berstatus-ptn-bh/,
pada 15 Mei 2020 pukul 20:00
Redaksi. 2020. “Merdeka Belajar: Nadiem Makarim Melupakan Kompetensi Guru”.
https://www.alinea.id/nasional/merdeka-belajar-nadiem-makarim-melupakan-
kompetensi-guru-b1XrF9qeW, pada tanggal 15 Mei 2020 pukul 00:24
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group.
Setiawan, Bambang Galih. 2016. “Kemerdekaan dalam Pandangan HAMKA”.
hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/08/17/99506/ kemerdekaan-dalam-
pandangan-hamka.html, pada 18 Mei 2020 Pukul 20.00
Sukaesih, S.Pd.i. 2020. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Berorientasi
Konsep Merdeka Belajar Melalui Supervisi Artistik Di SD Negeri Gandul 2
Kota Depok. Depok: Dinas Pendidikan UPTD SD Negeri Gandul 2.
Syahroni. 2019. “Pengamat Ungkap Sisi Negatif Sistem Zonasi PPDB: Bisakah Anak
Sukes Pada Sekolah Bukan Pilihannya?”. https://pontianak.tribunnews.com/
2019/06/16/pengamat-ungkap-sisi-negatif-sistem-zonasi-ppdb-bisakah-anak-

29
sukes-pada-sekolah-bukan-pilihannya?page=4–, pada tanggal 15 Mei
pukul 00.30
Trianto, 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Yunelia, Intan. 2019. “Peringkat PISA Jadi Catatan Buruk Pendidikan Indonesia”.
https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/GbmX21ON-peringkat-
pisa-jadi-catatan-buruk-pendidikan-indonesia, pada tanggal 18 Mei 2020
Pukul 20.00

30

Anda mungkin juga menyukai