Anda di halaman 1dari 30

KARYA ILMIAH AKHIR

APD PEMECAH AMPUL ANTI LUKA (APAAL)


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Profesi Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh
Dewi Maulidawati (20194030011)
Pujie Sukmi Ariani (20194030010)
Yoga Andogara (20194030067)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN KIA

APD PEMECAH AMPUL ANTI LUKA (APAAL)

Disusun oleh:
Dewi Maulidawati (20194030011)
Pujie Sukmi Ariani (20194030010)
Yoga Andogara (20194030067)

Telah disetujui pada tanggal 1 Oktober 2019

Dosen pembimbing

Syahruramdhani, S.Kep., Ns., MSN., M. Sc.


NIK : 19900328 20170417 3 255

Mengetahui

Ketua Program Studi Profesi Ners


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Arianti, Ns., M.Kep., Sp.Kep. MB

NIK: 19801220200510173073

Daftar Is
i

HALAMAN PENGESAHAN KIA.........................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3 Tujuan......................................................................................................................4
1.4 Manfaat....................................................................................................................4
1.5 Luaran......................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................6

2.1 K3.............................................................................................................................6
a. Pengertian K3...........................................................................................................6
2.2 Ampul....................................................................................................................10
2.3 APD.......................................................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................17

METODE PELAKSANAAN.................................................................................................17

A. Alur kegiatan..............................................................................................................17
B. Metode Pelaksanaan...................................................................................................18
Daftar Pustaka......................................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam

mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat, oleh karena itu rumah

sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar

yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan

medik di rumah sakit khususnya yang menyangkut pelayanan perawat kepada

pasien adalah sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena perawat

merupakan tenaga kerja penting di rumah sakit. Interaksi perawat dengan

pekerjaan dan peralatan kerjanya meningkatkan pemaparan terhadap resiko

kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.

Kejadian kecelakaan kerja sering terjadi pada tenaga kesehatan khususnya

perawat rumah sakit. Oleh karena itu, diperlukan upaya pembinaan pelaksanaan

keselamatan dan kesehatan kerja (K3) agar terhindar dari kecelakaan kerja.

Laporan yang dibuat oleh the national safety council (NSC) menyebutkan

bahwa 41% petugas medis yang mengalami absenteisme, diakibatkan oleh

penyakit akibat kerja dan injury dimana angka ini jauh lebih besar dibanddingkan
dengan sektor industri lainnya (Depkes, 2010). Selain itu, menurut Ducker

(2009) rumah sakit merupakan tempat kerja yang syarat dengan potensi bahaya,

bahkan Bureau of Labor Statistics (BLS) melaporkan bahwa kasus kecelakaan

kerja yang sering terjadi di rumah sakit diantaranya tertusuk jarum, terkilir, sakit

pinggang, tergores/terpotong, luka bakar dan penyakit infeksi atau penyakit

akibat kerja

Adapun penyebab kecelakaan kerja diketahui 76,5% karena perilaku tidak

aman (unsafe act) dan 23,5% kondisi tidak aman (unsafe condition). dimana

perilaku tidak aman yang sering dilakukan ialah tidak menggunakan alat

pelindung diri seperti sarung tangan dan pekerja yang kurang berhati-hati serta

terburu-buru dalam bekerja sehingga mengakibatkan terpeleset dan tersayat

maupun terbentur barang-barang.

Kejadian yang banyak ditemukan pada mahasiswa praktik berdasarkan hasil

observasi selama stase KDM adalah tertusuk benda tajam baik itu jarum suntik

maupun ketika memecahkan ampul, karena mahasiswa praktikan belum terbiasa

saat harus memecahkan ampul yang banyak terkadang melukai tangan hingga

menimbulkan luka pada tangan.

Salah satu kejadian kecelakaan kerja yang sering terjadi adalah tertusuk jarum

baik sebelum maupun setelah pemberian obat kepada pasien serta terkena benda

tajam seperti terkena pecahan ampul atau sediaan obat. Hasil penelitian disalah

satu rumah sakit diamerika serikat pada tahun 2008 menemukan bahawa 70 dari

2
cedera benda tajam yaitu0,7% dan sebanyak 10% diakibatkan karena tertusuk

jarum.

Di Indonesia, data yang mengenai Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan

Kecelakaan Kerja (KK) di sarana umum kesehatan secara umum belum tercatat

dengan baik, namun menurut Departemen Kesehatan (Depkes) 2007, diketahui

bahwa risiko bahaya yang dialami oleh pekerja di rumah sakit adalah infeksi

HIV (0,3%), risiko pajanan membrane mukosa (1%), risiko pajanan kulit dan

sisanya tertusuk jarum ataupun terkena pecahan ampul serta low back pain akibat

mengangkat beban melebihi batas, gangguan pernapasan, dermatitis dan

hepatitis (Depkes, 2007).

Menurut undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan perorangan secara paripurna dan menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, serta gawat darurat. Selain dituntut mampu

memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu, rumah sakit juga dituntut

untuk melaksanakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang

dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga resiko terjadinya

penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan kerja di rumah sakit dapat dihindari

(Kemenkes RI, 2010).

Menteri Kesehatan no. 66 tahun 2016 telah membuat kebijakan tentang

standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Yang salah satunya

adalah membentuk komite K3 dimana komite K3 bertugas membuat kebijakan

3
K3RS dan program-program K3 lainnya. pada dasarnya kebijakan K3 sudah ada,

namun dengan adanya asumsi bahwa tenaga kerja di rumah sakit sudah tau dan

dapat mempertahankan keselamatan dan kesehatan serta melindungi dirinya,

kemudian dianggap lebih mudah untuk melakukan konsultasi dengan dokter atau

mendapatkan fasilitas perawatan secara informal, menjadikan pelaksanaan K3 di

rumah sakit seolah-olah dipinggirkan (Nurfitriani dkk, 2012).

Salah satu program yang kami usulkan adalah APAAL (APD Pemecah Ampul

Anti Luka). Dalam program ini perawat atau mahasiwa praktikan ketika akan

mengoplos obat akan menggunakan sarung tangan khusus yang dilapisi

menggunakan bahan dari karet. Dengan adanya program APAAL maka

diharapkan dapat mengurangi kecelakaan kerja yaitu tertusuk maupun tergores

ampul pada perawat maupun mahasiswa praktikan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah APD pemecah ampul anti luka (APAAL) dapat digunakan untuk

melindungi diri terluka saat memecahkan ampul.

1.3 Tujuan

Tujuan kegiatan APAAL (APD Pemecah Ampul Anti Luka)

1. Membuat rancangan APD Pemecah Ampul Anti Luka untuk menghindari

tertusuk jarum ataupun saat membuka ampul..

1.4 Manfaat

1. Bagi Rumah Sakit

4
Mengurangi angka kejadian kecelakaan kerja pada petugas kesehatan di

Rumah Sakit

2. Bagi Perawat

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja (tertusuk ampul) pada

perawat.

1.5 Luaran

Luaran yang diharapkan dari program ini adalah terbentuk inovasi baru alat

pemecah ampul untuk mengurangi kejadian kecelakaan kerja pada perawat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 K3

a. Pengertian K3

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) menurut Ramli (2013:62)

adalah kondisi atau faktor yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi

kesehatan dan keselamatan pekerja atau pekerja lain (termasuk pekerja

sementara dan kontraktor), pengunjung, atau setiap orang di tempat kerja.

b. Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Menurut Sedarmayanti

(2011:124) ada 3 (tiga) tujuan dari sistem manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai alat mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-

tingginya baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja

bebas.

2. Sebagai upaya mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan

akibat kerja, memelihara, dan meningkatkan kesehatan dan gizi tenaga

kerja, merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas

tenaga manusia, memberantas 13 kelelahan kerja dan melipat

gandakan gairah serta kenikmatan bekerja.

3. Memberi perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar

terhindar dari bahaya pengotoran bahan proses industrialisasi yang

6
bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya yang

mungkin ditimbulkan oleh produk industri

c. Penyebab Kecelakaan Kerja

Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan

yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan

industri. Suatu kejadian atau peristiwa tertentu ada sebab musababnya,

demikian pula kecelakaan industri/kecelakaan kerja. Menurut Husni

(2012:152) ada 4 (empat) faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja

yaitu:

1. Faktor Manusianya Misalnya karena kurangnya keterampilan atau

kekurangannya pengetahuan, salah penempatannya misalnya si tenaga

kerja lulusan STM akan ditempatkan dibagian tata usaha.

2. Faktor Materialnya/Bahannya/Peralatannya Misalnya bahan yang

seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih murah dibuat

dari bahan lainnya sehingga dengan mudah dapat menimbulkan

kecelakaan.

3. Faktor Bahaya/Sumber Bahaya Faktor bahaya/sumber bahaya timbul

karena 2 (dua) sebab, yaitu: a. Perbuatan berbahaya; misalnya karena

metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sikap kerja yang tidak

sempurna dan sebaginya. 16 b. Kondisi/keadaan berbahaya yaitu

keadaan yang tidak aman dari mesin/peralatan-peralatan, lingkungan,

proses, sifat pekerjaan.

7
4. Faktor yang Dihadapi Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan

mesinmesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.

d. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pihak manajemen

atau orang yang kompeten terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(K3) adalah berikut (Sayuti, 2013:202):

1. Teknik (Engineering) Maksud dari langkah ini adalah pihak

manajemen perusahaan harus melengkapi semua perkakas, mesin-

mesin, dan peralatan kerja yang digunakan oleh para karyawan dengan

alat-alat atau perlengkapan yang dapat mencegah atau menghentikan

kecelakaan dan gangguan keamanan kerja. Sebagai contoh,

melengkapi mesinmesin dengan tombol-tombol untuk menghentikan

bekerjanya mesin atau alat-alat, memasang alarm kontrol otomatis

yang dapat berhenti tiba-tiba bila terjadi kecelakaan, dapat pula

memasang alat lain agar pekerja secara teknis dapat terlindungi dari

gangguan keamanan dan keselamatan kerja. Intinya, teknik

(Engineering) adalah dalam bekerja harus menggunakan mesin yang

standar atau mesin yang tidak rawan kecelakaan.

2. Pendidikan (Education) Maksud langkah ini adalah pihak manajemen

perusahaan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para

pekerjanya untuk menanamkan kebiasaan bekerja dan cara bekerja

yang aman guna mencapai hasil yang maksimum secara aman.

8
Kegiatan pendidikan dan latihan ini diberikan kepada semua karyawan

sebelum mereka memulai bekerja, atau program ini harus menjadi

kegiatan wajib yang terjadwal bagi perusahaan yang diberikan 17

kepada karyawan yang merupakan bagian dari acara orientasi bagi

karyawan baru, sehingga pemahaman dan kesadaran atau kepedulian

karyawan terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dapat

membudaya sejak awal mereka menjadi anggota organisasi.

3. Pelaksanaan (Enforcement) Maksud langkah ini adalah kegiatan

perusahaan untuk memberi jaminan bahwa peraturan pengendalian

kecelakaan atau program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

dapat dijalankan. Untuk menjamin langkah ini dapat berjalan, pihak

perusahaan dapat melakukan konsep reward and punishment, artinya

perusahaan mengamati dan membuat rekam jejak para karyawannya

atau setiap unit kegiatan baik secara perorangan maupun secara

kelompok tentang tindakan dan kepedulian mereka terhadap program

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), bagi mereka yang abai dan

menjadi penyebab sering terjadi kecelakaan dan gangguan kerja

diberikan semacam peringatan dan hukuman, tentu saja dengan cara

yang santun dan mendidik. Sementara untuk mereka yang selalu

peduli dan tidak menjadi penyebab atau bahkan menjadi penghalang

terjadinya kecelakaan atau gangguan kerja diberikan suatu apresiasi

atau penghargaan, baik dalam wujud statemen kredit poin ataupun

9
sejumlah barang, benda atau uang yang dapat mereka konsumsi, tentu

saja tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang mendidik dan

memotivasi para karyawan untuk selalu peduli akan pentingnya

program K3 dalam lingkungan kerja di perusahaan.

2.2 Ampul

a. pengertian ampul

Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang

memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya

adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah

wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan

pemakainannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995).

b. Cara memecahkan ampul

1. ketuk perlahan ujung ampul dengan jari tangan

2. letakkan kapas alkohol atau kassa pada ujung ampul

3. patahkan ampul dengan arah menjauh dari tangan dengan

memperhatikan titik atau tanda yang ada pada leher ampul

4. masukan jarum kedalam ampul melalui daerah patahan

5. hisap obat kedalam spuit

6. jaga jarum dibawah permukaan cairan

7. semprotkan udara yang terhisap, jangan dimasukan kedalam ampul

8. jaga kesterilan alat

c. Kecelakaan yang diakibatkan ampul

10
Saat proses mematahkan ampul harus memerlukan ketelitian dan

kehati-hatian karena jika dalam proses mematahkan ampul kurang berhati-

hati dapat mengakibatkan luka sayatan pada tangan/jari yang diakibatkan

karena pecahan kaca. Jika saat proses mematahkan ampul genggaman

pada leher ampul terlalu kuat maka akan mengakibatkan leher ampul

pecah sehingga sangat

berbahaya bagi jari tangan karena dapat menyebabkan terkena

serpihan kaca ampul.

2.3 APD

a. Pengertian APD

Pengertian Alat Pelindung Diri APD adalah suatu alat yang

mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan-

pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di

tempat kerja. APD 51 merupakan cara terakhir untuk melindungi tenaga

kerja setelah dilakukan beberapa usaha (Mubarok, 2007). Alat atau

perlengkapan yang berfungsi sebagai “penyekat atau pembatas” antara

petugas dan penderita ini disebut perlengkapan pelindung diri. (Darmadi,

2008)

Menurut hirarki upaya pengendalian diri (controling), alat pelindung

diri sesungguhnya merupakan hirarki terakhir dalam melindungi

keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dari potensi bahaya yang

kemungkinan terjadi pada saat melakukan pekerjaan, setelah pengendalian

11
teknik dan administratif tidak mungkin lagi diterapkan. Ada beberapa

jenis alat pelindung diri yang mutlak digunakan oleh tenaga kerja pada

waktu melakukan pekerjaan dan saat menghadapi potensi bahaya karena

pekerjaanya, antara lain seperti topi keselamatan, safety shoes, sarung

tangan, pelindung pernafasan, pakaian pelindung, dan sabuk keselamatan.

Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan potensi

bahaya yang dihadapi serta sesuai denga bagiann tubuh yang perlu

dilindungi (Uhud, 2008)

b. Jenis APD

a. Sarung tangan

Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksisus dan

melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini

merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi,

tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya

untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung tangan

pemeriksaan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan

ekskresi (kecuali keringat), alat atau permukaan yang terkontaminasi dan

kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir (Tietjen, 2004).

Terbuat dari bahan lateks atau nitril, dengan tujuan:

1). Mencegah penularan flora kulit petugas kepada penderita, terutama

pada saat melakukan tindakan invasif. Jadi tujuannya untuk melindungi

penderita dan sarung tangan ini disebut sarung tangan bedah.

12
2). Mencegah risiko kepada petugas terhadap kemungkinan transmisi

mikroba patogen dari penderita. Jadi tujuannya untuk melindungi petugas

dan sarung tangan ini disebut sarung tangan pemeriksaan. Agar sarung

tangan beedah maupun sarung tangan

b. Masker

Masker merupakan alat/ perlengkapan yang menutup wajah

bagian bawah. Harus cukup lebar karena harus menutup hidung,

mulut, hingga rahang bawah. Dengan demikian dapat menahan

percikan cairan/lendir yang keluar dari lubang hidung maupun lubang

mulut saat petugas bicara, batuk maupun bersin. Masker terbuat dari

berbagai bahan antara lain dari katun, kasa, kertas, atau bahan sintetis.

Masker yang ideal akan terasa nyaman bila dipakai oleh petugas,

artinya enak untuk bernapas serta mampu menahan partikel yang

disebarkan/dikeluarkan saat batuk, bersin, maupun bicara

c. Pelindung mata

Tujuan pemakaian alat ini adalah untuk melindungi mata

petugas dari kemungkinan percikan darah atau cairan lainnya dari

penderita. Sebagai pelindung mata antara lain adalah:

 Googles, visor: mirip kacamata renang, dengan tali elastis di

belakangnya; merupakan pelindung mata terbaik, tetapi mudah

berkabut dan sedikit berat.

13
 Kacamata dengan lensa normal atau kacamata resep dokter:

cukup memadai bila digunakan sebagai pelindung mata

d. Tutup kepala atau kap

Kap dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran

kulit dan rambut tidak masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap

harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Kap memberikan

sedikit perlindungan pada pasien, tujuan utamanya adalah melindungi

pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan tubuh

(Tietjen, 2004).

e. Gaun bedah

Gaun bedah pertama kali digunakan untuk melindungi pasien

dari mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf

perawatan kesehatan sewaktu pembedahan. Gaun bedah terbuat dari

bahan tahan cairan berperan dalam menahan darah dan cairan lainnya,

seperi cairan ketuban, terhindar dari kulit personel, khususnya di ruang

operasi, ruang bersalin dan gawat darurat. Gaun dari kain ringan, pada

umumnya tersedia di banyak negara, memberikan sedikit perlindungan

(Tietjen, 2004).

f. Apron atau celemek

Merupakan alat pelindung pada posisi terluar dan dipasang

pada tubuh petugas bagian depan. Terbuat dari bahan karet atau plastik

14
dengan tali penggantung pada leher petugas, serta penggunaan apron

atau celemek untuk mengantisipasi kemungkinan adanya percikan

darah atau cairan lainnya dari penderita. Jadi pemakaian apron lebih

banyak ditujukan untuk melindungi petugas daripada melindungi

penderita (Darmadi, 2008).

g. Alas kaki

Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari permukaan oleh

benda tajam atau berat atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau

menetes pada kaki. Untuk alasan ini sandal, atau sepatu terbuat dari

bahan empuk (kain) tidak dapat diterima. Sepatu bot dari karet atau

kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas dari

kontaminasidarah atau tumpahan cairan tubuh lainnya. Penutup sepatu

tidak perlu kalau bersih, sepatu yang kokoh hanya dipakai di area

bedah. Satu studi mengemukakan bahwa penutup sepatu dari kain atau

kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena darah dapat merembes

ke dalam sepatu, dan sering dipakai di luar ruang operasi dan

kemudian dibuka dengan tangan tanpa sarung tangan (Summers dkk

1992 dalam Tietjen 2004).

15
BAB III

METODE PELAKSANAAN
A. Alur kegiatan

1. Perizinan kegiatan

Program APAAL ( APD pemecah ampul anti luka) ini hana sebatas

perancangan alat apabila akan diproduksi dan diuji coba maka program ini

perlu mendapatkan perizinan dalam kegiatan pelaksanaan. Izin tersebut

diberikan oleh RSUD Tjitrowardojo yang merupakan target sasaran

program kami.

2. Persiapan kegiatan

Pelaksaan program APAAL dimulai dengan menentukan masalah

yang sering terjadi di rumah sakit, selanjutnya membuat gambaran kasar

dari desain yang ingin di buat. Setelah itu mencari bahan serta harga bahan

dari APD yang akan dibuat dan yang terakhir yaitu merancang desain final

dari APAAL tersebut sehingga efisien dan efektif digunakan dalam

melindungi diri agar tidak tertusuk saat membuka ampul.

3. Pelaksaan kegiatan

16
Kegiatan yang dilakukan yaitu membuat prototype dari APAAL yang

dilakasankan selama 2 bulan berupa pembuatan desai final sesuai dengan

jurnal yang di dapatkan serta efektif secara harga dan kegunaan

Waktu pelaksaaan kegiatan yaitu 1 kali. Kegiatan yang akan dilakukan

adalah membuat APAAL. Fasilitator dalam pelaksaan kegiatan ini adalah

kami yang terlibat dalam proyek inovasi ini. Bahan yang dipakai seperti

sarung tangan tebal dilapisi kain di tiga jari (ibu jari, telunjuk dan jari

tengah) lalu ditambah dengan karet gelang agar tidak tembus bila ampul

terpotong atau terpecah.

4. Evaluasi kegiatan

Evaluasi APAAL dilakukan dengan cara pengujian pada mahasiswa

praktikan di RSUD Tjitrowardojo. Dengan adanya evaluasi ini diharapkan

dalam kegiatan selanjutnya dapat melakukan kegiatan APAAL secara

mandiri.

B. Metode Pelaksanaan

1) Pengumpulan data awal

Berdasarkan hasil observasi selama stase KDM, ditemukan bahwa

masih terdapat beberapa mahasiswa praktikan maupun perawat yang tidak

17
menggunakanan alat pelindung diri pada saat memecahkan ampul

sehingga menyebakan terjadinya luka pada bagian lengan.

Pengumpulan data juga dilakukan dengan meneliti alat dan bahan yang

akan digunakan dalam pembuatan Alat pelindung diri pemecah ampul anti

luka (APAAL). Alat dan bahan yang digunakan adalah dari bahan kain

dan karet yang dibuat menjadi sarung tangan. Bahan kain dan karet

dipilih karena selain mudah didapatkan, aman bagi perawat maupun bagi

mahasiswa praktikan serta harganya yang tidak terlalu mahal dan berguna

untuk melindungi tangan dari kejadian tergores ampul.

2) Rekayasa keteknikan

Bahan luar dilapisi


dengan bahan
leather

Bahan kain Bahan tengah


18 wol
dalam dilapisi dengan
busa
Proyek inovasi dengan membuat desain APAAL yang dapat

melindungi perawat maupun mahasiswa praktikan dari tergores ataupun

tertusuk saat membuka ampul. APAAL ini merupakan salah satu APD

berupa sarung tangan yang dimodifikasi dengan bahan yang nyaman

seperti kain wol satu lapis kemudian diketiga sisi yaitu pada ibu jari, jari

telunjuk dan jari tengah diberikan busa dn ditutupi dengan kain leather

dimana dengan pelapisan ini berfungsi untuk melindungi tangan dari

terkena goresan ampul.

3) Cara uji keandalan karya

Alat yang suda dibuat selanjutnya akan diuji dengan menggunakan

langsung Alat pelindung diri pemecah ampul anti luka (APAAL).

Sebelum dilakukan uji langsung terhadap perawat mapun mahasiswa

praktikan akan dilakukan uji pakar terlebih dahulu. Alat yang sudah dibuat

akan diuji oleh pakar dalam bidang keperawatan. Uji ini dilakukan untuk

memastikan bahwa alat yang akan digunakan sudah layak saat digunakan

untuk meminimalisir ketidakefektifan dalam penggunaanya. Jika spesialis

keperawatan dasar sudah menyatakan bahwa alat tersebut layak digunakan

maka pengujian akan dilakukan kepada perawat dan mahasiswa praktikan

yang melakukan pemecahan ampul dan masing-masing akan ada evaluasi

setelah penggunaannya. Namun, pada penelitian ini, hanya sampai pada

19
perancangan alat, belum memasuki tahap keandalan karya atau menguji

hasil produksi pada perawat/ mahasiswa praktikan

4) Pengumpulan data akhir

Data akhir akan dikumpulkan setelah merancang desain APAAL untuk

mengetahui secara final cost dan sesuai dengan sumber penelitian bahwa

APAAL efektif digunakan sebgai alat pelindung diri.

5) Pengolahan dan analisis data

Menjelaskan pengolahan data akhir sehingga APAAL yang dihasilkan

telah mencapai tujuan dan memberi kemanfaatan yang berguna

C. Evaluasi dan Penyempurnaan

Pembuatan desain APAAL (Alat Pelindung Diri Pemecah Ampul Anti

Luka) dimulai dari pencarian referensi yang dicari berfokus terkait alat, bahan

serta proses pelaksanaan pencegahan kecelakaan akibat kerja. Setelah itu,

referensi tersebut di padukan menjadi satu sebagai bahan pembuatan APAAL.

Pembuatan dan penyempurnaan desain APAAL dibuat dengan menggunakan

aplikasi corel draw. Selanjutnya desain disosisalisasikan dan diuji oleh pakar

menggunakan kuesioner sederhana. Proses evaluasi akan berfokus pada hasil

uji pakar yang menilai kesesuain desain APAAL dengan pencegahan

kecelakaan akibat kerja

20
BAB IV
HASIL DAN POTENSI HASIL

A. Ketercapaian Target Luaran

21
Produk APAAL telah direncanakan selama 2 bulan dan diproduksi selama 1

bulan. Penyusun hanya membuat prototype produk yaitu alat pelindung diri

berupa sarung tangan untuk menghindari terjadinya luka pada saat memecahkan

ampul dan tidak diimplementasikan ke perawat dan mahasiswa praktikan karena

keterbatasan waktu dan dana.

Alat peindung diri berupa sarung tangan dari bahan kain dimana dapat

melindungi tangan agar tidak terluka saat memecahkan ampul. Bahan kain dipilih

karena selain mudah didapatkan juga tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal

serta aman digunakan.

Tahapan pelaksanaan pembuatan APAAL terdiri dari beberapa tahapan

prosedur pelaksanaan yaitu tahapan pembuatan sketsa produk, persiapan alat dan

bahan, pembuatan produk, evaluasi dan pembuatan laporan

Tabel 4.1 Tahapan Pelaksanaan

No Tahapan Indikator Ketercapaian Keterangan


1 Pembuatan 1. Pembuatan desain sungkup 100% Tercapai
sketsa karakter diawali dilakukan dengan
produk cara mencari beberapa referensi
sarung tangan yang cocok dengan
pembuatan desain menggunakan
aplikasi software adobe ilustrator.
2 Persiapan Alat dan bahan yang diperlukan untuk 100 % Tercapai
alat dan membuat APAAL (APD Pemecah
bahan Ampul Anti Luka meliputi :
pembuatan 1. membuat desain APAAL
produk 2. memilih bahan untuk pembuatan
apaal dimana menggunakan kain
3 Pembuatan Produk dapat dibuat sesuai dengan 100% Tercapai
produk tahapan pembuatan produk dan desain
disesuaikan dengan bahan dan alat
yang tersedia sehingga dapat
mendekati desain yang telah

22
No Tahapan Indikator Ketercapaian Keterangan
direncanakan.
4 Evaluasi 1. Evaluasi produk yang pertama 100 % Tercapai
produk adalah pengetesan produk :
a. APAAL dapat berfungsi
dengan baik ketika perawat
maupun mahasiswa membuka
ampul tanpa menimbulkan
luka.

5 Pembuatan Terbuatnya laporan akhir 100 % Tercapai


laporan

B. Tahapan Pembuatan

Adapun tahap pembuatan Alat pelindung diri pemecah ampul anti luka adalah

dengan menggunakan APD berupa sarung tangan dengan bahan kain dari wol

yang diujung jarinya akan ditempelkan kain leather, dimana dapat melindungi

tangan dari terkena luka ataupun tergores ampul. Pemilihan kain wol karena

bahan nya mudah di dapatkan selain itu dapat digunakan dengan nyaman. Bahan

yang digunakan dalam pembuatan APAAL ini selain kain wol yaitu

menggunakan busa sebagai bantalan di ketiga jari tangan yang kemudian akan

dilapisi lagi dengan bahan leather agar lebih aman. Pembuatan APAAL dilakukan

oleh penjahit yang disesuaikan dengan desain yang telah kami buat. Setelah kain

wol tersebut dipilih dan dibentuk menyerupai sarung tangan kemudian dilanjutkan

dengan proses penjahitan.

Pada proses pembuatan APALL tidak sulit hanya menggabungkan bahan-

bahan yang sudah disebutkan lalu di jahit.

C. Potensi Hasil

23
1. Peluang keberhasilan

Produk APAAL dapat dilajukan untuk dilakukan pengetesan langsung

untuk digunakan pada perawat maupun mahasiswa praktikan yang sedang

melakukan praktik di rumah sakit.

Keefektifan produk APAAL dapat dilihat dari respon perawat dan

mahasiswa praktikan selama penggunaan APAAL yang dapat digunakan

sesuai fungsinya.

2. Peluang Pengembangan Program

Produk APAAL ini memiliki peluang berkelanjutan untuk dibuat

karena sudah dibuat desain nya. Keberlanjutan APAAL sebagai produk

modifikasi sebagai APD bagi perawat maupun mahasiswa paraktikan dan

membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak, yakni dari mahasiswa

pengusul produk dan pihak RSUD Dr. Tjitrowardojo Purworejo untuk

memberikan izin menerapkan produk dan para perawat sebagai alat pelindung

diri agar terhindar dari tertusuk ataupun tergores saat membuka ampul.

3. Bidang Kesehatan

Produk APAAL dengan desain yang menarik, praktis dan mudah

untuk dicuci memudahkan perawat dan mahasiswa praktikan untuk membuka

ampul tanpa menyebabkan luka. Hal tersebut karena APAAL ini

menggunakan bahan yang nyaman untuk digunakan dan juga bisa dicuc

kembali stelah dipakai.

D. Perincian Biaya

24
Tabel 4.2 Perincian Biaya

No Nama Jumlah Satuan (Rp) Total (Rp)


1 Kain Wol 1 rol 28.000 28.000
2 Busa 2cm 1 lembar 49.000 49.000
P2mx L1m
3 Leather 1 meter 1 rol 30.000 30.000
Total 107.000

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. APAAL (APD Pemecah Ampul Anti Luka) merupakan alat pelindung diri

yang dapat digunakan oleh perawat maupun mahasiswa praktikan saat

25
membuka ampul yang dapat mencegah cedera akibat tertusuk maupun

tergores saat membuka ampul.

2. APAAL (APD Pemecah Ampul Anti Luka) merupakan alat yang dapat

digunakan dengan mudah oleh perawat dan mahasiswa praktikan karena

praktik dan nyaman digunakan karena menggunakan alat dan bahan yang

mudah didapatkan, mudah digunakan.

3. APAAL (APD Pemecah Ampul Anti Luka) saat ini belum sempurna karena

baru berupa prototype, sehingga perlu untuk disempurnakan.

B. Saran

1. Dikarenakan belum sempurnanya alat ini maka diharapkan ada tindakan lebih

lanjut yakni dengan melakukan pembuatan dan melakukan uji coba pada

perawat dan mahasiswa praktikan ketika membuka ampul.

2. APAAL (APD Pemecah Ampul Anti Luka) dapat ditindaklanjuti dengan

menerapkan langsung kepada perawat dan mahasiswa praktikn untuk

membuktikan apakah produk dapat berfungsi dengan baik tanpa mencederai.

Daftar Pustaka

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika Dan Pengendaliannya. Jakarta :


Penerbit Salemba Medika

Departemen Kesehatan RI 2006. Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di


Instalasi Farmasi Rumah Sakit (K3IFRS).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

26
1087/MENKES/SK/VIII/2010 Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

Nurfitriani, S., Russeng, S. dan Muis, M. 2014. Penerapan Standar Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3rs) Rsud Ajappange Soppeng.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

Tietjen. Linda. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka SP

27

Anda mungkin juga menyukai