Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ANALISIS KUMPULAN CERITA PENDEK

DALAM BUKU “SEMUA UNTUK HINDIA”

KARYA IKSAKA BANU

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5 / KELAS C

Dio Putra Suryawin (121911133110)


M. Pamungkas Kurniawan (121911133122)
Sita Prasidha Astu (121911133131)
Fitri Nur Alifah (121911133139)
Onny Nagathan (121911133142)
Wahyu Purwanti (121911133154)
Revlina Octavia A. (121911133154)
Diska Ayu Rahmadina (121911133162)
Adinda Rosmelia Ardhana (121911133163)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 3
1.1 Latar Belakang……...…………………………………………………... 3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. 3
1.3 Tujuan……………………………………………………………..……. 4
1.4 Manfaat……………………………………………………………..…... 4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………..…… 5
2.1 Unsur Ekstrinsik Cerpen……………………………………………..… 5
2.1.1 Latar Belakang Masyarakat………………………………………..…. 5
2.1.2 Latar Belakang Penulis……………………………………..………… 5
2.2 Unsur Intrinsik Cerpen……………………………………..…………... 6
2.2.1 Unsur Tema……………………………………..……………………. 6
2.2.1.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”………………………………... 6
2.2.1.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”………………………..……. 6
2.2.1.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”………………..…………. 6
2.2.1.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”……...…………………………. 6
2.2.2 Unsur Alur/Plot………………...……………………………………... 6
2.2.2.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”………………….......…………. 6
2.2.2.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”……….......…………………. 7
2.2.2.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”………...........……………. 8
2.2.2.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”……………………………….... 9
2.2.3 Unsur Penokohan/Perwatakan……………………………………….... 10
2.2.3.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”………………………………… 10
2.2.3.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”……………………………… 10
2.2.3.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”…………………………… 11
2.2.3.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”………………………………… 13
2.2.4 Unsur Latar…………………………………………………………..... 15
2.2.4.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”……………………………….... 15
2.2.4.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”…………………………….... 16
2.2.4.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”...………....………………. 17
2.2.4.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”……………………………...…. 18
2.2.5 Unsur Sudut Pandang………………………...……………………….. 19
2.2.5.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”……………………………...…. 19
2.2.5.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”…………………………...…. 20
2.2.5.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”…….......…………………. 20
2.2.5.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”………….......…………………. 21
2.2.6 Unsur Amanat………….......…………………………………………. 21
2.2.6.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”…………………...……………. 21
2.2.6.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”………………...……………. 21
2.2.6.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”…………….......…………. 22
2.2.6.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”…………………...……………. 22
BAB III PENUTUP........................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan………………... 23
…………………………………………….

1
3.2 Saran………………….......……………………………………………... 25
DAFTAR PUSTAKA………………...………………………………………. 26

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cerita pendek atau yang biasa disingkat cerpen adalah sebuah
karya sastra yang berbentuk prosa. Cerpen dapat menampilkan
persoalan manusia dengan liku-liku kehidupannya. Menurut
Nurgiantoro (1995), karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut
penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus
yang kurang penting yang lebih bersifat memperpanjang cerita. Cerpen
terbangun dari dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
intrinsik cerpen meliputi tema, amanat, latar (setting), sudut pandang
(point of view), tokoh dan penokohan, alur, dan dialog. Sedangkan unsur
ektrinsik cerpen meliputi latar belakang masyarakat terdiri kondisi politik,
kondisi sosial, dan kondisi ekonomi.
Mengapresiasikan cerpen ada banyak macamnya, salah satunya
yaitu dengan cara menganalisis unsur pembangunnya, baik itu unsur
intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Dalam makalah berikut akan disajikan
analisis unsur ekstrinsik dan intrinsik beberapa cerpen yang ada dalam
buku “Semua untuk Hidia” karya Iksaka Banu, diantaranya: “Keringat dan
Susu”; “Stambul Dua Pedang”; “Mawar di Kanal Macan”; “Racun untuk
Tuan.
Cerpen Semua untuk Hindia karya Iksaka Banu merupakan salah
satu karya sastra yang mencoba menghadirkan kembali masa-masa
kolonialisme Belanda di Indonesia. Dilihat dari judul bukunya,
penggunaan nama Hindia untuk judul antologi membuat orang teringat
pada masa penjajahan di Indonesia yang pada saat itu bernama Hindia.
Iksaka Banu berhasil meramu potongan-potongan sejarah bangsa
Indonesia beserta segala problematikanya dan menampilkannya dalam
kisah-kisah si aku narator yang mewakili kelompoknya. Ada kisah
mengenai si tokoh aku sebagai wartawan, anggota militer, anggota

3
misionaris, tahanan perang, istri pribumi petinggi Belanda, dan lain
sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana analisis unsur ekstrinsik cerita pendek “Keringat dan
Susu”; “Stambul Dua Pedang”; “Mawar di Kanal Macan”; “Racun
untuk Tuan” yang terdapat dalam buku “Semua untuk Hindia”
karya Iksaka Banu?
1.2.2 Bagaimana analisis unsur intrinsik cerita pendek “Keringat dan
Susu”; “Stambul Dua Pedang”; “Mawar di Kanal Macan”; “Racun
untuk Tuan” yang terdapat dalam buku “Semua untuk Hindia”
karya Iksaka Banu?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui analisis unsur ekstrinsik cerita pendek
“Keringat dan Susu”; “Stambul Dua Pedang”; “Mawar di Kanal
Macan”; “Racun untuk Tuan” yang terdapat dalam buku “Semua
untuk Hindia” karya Iksaka Banu
1.3.2 Untuk mengetahui analisis unsur intrinsik cerita pendek “Keringat
dan Susu”; “Stambul Dua Pedang”; “Mawar di Kanal Macan”;
“Racun untuk Tuan” yang terdapat dalam buku “Semua untuk
Hindia” karya Iksaka Banu
1.4 Manfaat
1.4.1 Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis cerita pendek

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analisis Unsur Ekstrinsik


2.1.1 Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang sejarah cerpen Semua untuk Hindia ini adalah
peristiwa kolonialisme Hindia Belanda, sebelum disebut
Indonesia.Cerita yang dihasilkan berdasarkan pada peristiwa yang
nyata terjadi di Indonesia. Data yang ditampilkan, seperti tanggal
dan nama petinggi-petinggi Belanda, merupakan data sejarah.
Unsur fiktif dimunculkan dalam diri tokoh aku dan jalinan cerita
yang melingkupi tokoh tersebut. Sebagai salah satu langkah
mempertegas adanya fakta sejarah, Iksaka memasukkan tokoh
nyata dalam cerpen-cerpennya.
2.1.2 Latar Belakang Pengarang
Dalam segi kepengarangan, Iksaka Banu tidak memiliki
keterkaitan langsung terhadap masa kolonialisme Belanda. Ia lahir
di Yogyakarta 7 Oktober 1964. Setelah lulus kuliah Iksaka Banu
mengawali kariernya sebagai seorang pengarah seni di sebuah biro
iklan di Jakarta. Enam belas tahun kemudian setelah lima kali
berpindah tempat kerja, akhirnya ia memutuskan untuk berkarier
sendiri sebagai praktisi iklan dan perkerja lepas dibidang
komunikasi visual. Kesibukan dibidang periklanan menyita waktu,
sehingga membuatnya nyaris melupakan dunia tulis menulis.
Tetapi pada akhir tahun 2000, dalam cuti panjangnya, ia mencoba
menulis sebuah cerita pendek. Pada awalnya ia menulis dalam
berbagai tema, tetapi pada akhirnya lebih memilih menulis cerita
berlatar sejarah kolonial. Dua buah cerita pendeknya, Mawar di
Kanal Macan dan Semua untuk Hindia, berturut-turut terpilih
menjadi salah satu dari 20 cerpen terbaik versi Pena Kencana tahun
2008 dan 2009.

5
2.2 Analisis Unsur Intrinsik
2.2.1 Unsur Tema
2.2.1.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”
Tema: Balas budi
Garis besar dalam cerita ini yakni balas budi tokoh ‘aku’ yang
merupakan tentara KNIL kepada wanita pribumi yang pernah
menyusuinya dengan cara membebaskan pemuda yang akan ia
tahan dalam perjalananya.
2.2.1.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”
Tema: Perjuangan hati
Menceritakan mengenai hubungan yang sedang tak biasa saja dan
merubah presepsi tentang pergundikan (kacung lelaki) bahwa tak
semua lelaki belanda menganggap wanita pribumi sebagai
kacungnya, lelaki belanda yang menyerahkan dirinya hanya untuk
mempertahankan hubungan dengan wanita yang dicintainya.
2.2.1.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”
Tema: Skandal
Tentang kedua orang pasangan yang memiliki hubungan belakang
dan menganggap bahwa mereka saling bercinta satu sama lain.
2.2.1.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”
Tema: Tradisi Budaya
Menceritakan tentang wanita pribumi yang harus tunduk kepada
lelaki belanda apapun itu perintahnya. dan wanita pribumi tidak
memiliki derajat dan selalu hidup dibawah perintah seorang lelaki.

2.2.2 Unsur Alur/Plot


2.2.2.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”
a) Jenis Alur:
Campuran karena peristiwa terjadi di masa lampau dan alur
cerita berurutan dari tahap pengenalan hingga tahap
penyelesaian
b) Tahapan Alur

6
1) Pengenalan
Nama tokoh utama yang langsung disebutkan melalui
dialog antar tokoh serta satu persatu tokoh muncul
melalui dialog antar tokoh.
2) Muncul konflik
Cerita yang dituturkan sang tokoh utama melalui dialog
tentang masa lalunya.
3) Klimaks
Saat pasukan Belanda menyusuri jalanan dan mereka
melihat dua orang dan menangkap salah satu darinya.
Dan kemudian ada seorang ibu-ibu yang mana adalah ibu
dari pemuda yang tertangkap tersebut meronta-meronta
untuk melepaskan anaknya.
4) Antiklimaks
Sang tokoh utama teringat akan masa kecilnya yang dulu
pernah disusui oleh seorang ibu ibu pribumi.
5) Penyelesaian
Sang tokoh utama melepaskan pemuda tersebut dan
memutuskan untuk mengejar seorang pemuda pribumi
yang lolos tersebut.
2.2.2.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”
a) Jenis Alur:
Campuran, karena peristiwa terjadi di masa lampau dan
ditengah-tengah ada kilasan masa lalu dan akhurnya
berkesinambungan di peristiwa selanjutnya
b) Tahapan Alur:
1) Pengenalan
Monolog tokoh utama dan dialognya bersama tokoh yang
lain.
2) Muncul Konflik
Kilas balik sang tokoh utama tentang perselingkuhannya
kepada sang pemain pentas.

7
3) Klimaks
Sang selingkuhan menyatakan cintanya pada sang tokoh
utama membuat hati tokoh utama tersontak kaget dan
menyadari apa yang telah ia lakukan selama ini.
4) Anti Klimaks
Suami dari tokoh utama mengetahui kabar bahwa istrinya
itu berselingkuh dan mengajak duel sang selingkuhan
tersebut.
5) Penyelesaian
Sang tokoh utama pergi bergegas menyaksikan duel
tersebut dengan pereasaan tak menentu
2.2.2.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”
a) Jenis Alur:
Campuran karena peristiwa terjadi di masa lampau dan alur
cerita berurutan dari tahap pengenalan hingga tahap
penyelesaian
b) Tahapan Alur:
1) Pengenalan
Monolog sang tokoh yang disambut dengan kehadiran
tokoh lain dan melakukan dialog di suatu bar
2) Muncul Konflik
Pertemuannya sang tokoh utama dan seorang nyonya
yakni adalah kekasihnya yang bertempat di sebuah bar
3) Klimaks
Nyonya tersebut bercerita bahwa dia tidak tahan dengan
apa yang ia lakukan semua ini sembari sang tokoh utama
memberi sebuah bingkisan.
4) Anti Klimaks
Sang tokoh utama ditangkap oleh pasukan Belanda karena
dituduh melakukan “persekongkolan jahat” dan dia
berpikir bahwa dia dijebak oleh nyonya tersebut
5) Penyelesaian

8
Pikiran pikiran buruk tokoh utama yang telah menyelimuti
isi otaknya tentang bahwa ia difitnah dan hal hal lain.
2.2.2.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”
a) Jenis Alur:
Campuran karena peristiwa terjadi di masa lampau dan
ditengah-tengah ada kilasan masa lalu dan akhurnya
berkesinambungan di peristiwa selanjutnya
b) Tahapan Alur:
1) Pengenalan
Diawali dengan pengenalan tempat, dan suasana, serta
kebiasaan sang tokoh utama di rumah tersebut.
2) Muncul Konflik
Saat Fred diundang oleh atasannya untuk jamuan makan
malam dan kemudian dicarikannya pembantu rumah
tangga. Namun akhirnya Fred dan pembantu rumah tangga
tersebut yakni Imah menjalin kasih dan memiliki dua
anak.
3) Klimaks
Fred mendapat cuti dan pergi ke Belanda yang mana dia
bertemu seorang wanita teman masa kecilnya. Dia jatuh
cinta dengannya dan menikahinya.
4) Anti Klimaks
Imah diusir dari rumah karena sang tokoh utama telah
menikah dengan seorang wanita dari Belanda yang mana
akan menyusul Fred ke Hindia.
5) Penyelesaian
Fred akhirnya berpamitan dengan Imah, dan meminum
hidangan yang telah dihidangkan oleh Imah. Yang mana
hidangan itu berisi racun dan Fred tau itu.

9
2.2.3 Unsur Penokohan/Perwatakan
2.2.3.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”
a. Rufus :
 Lucu. Rufus menyapak kaki Joris, membuat tawa kami
semakin keras.
 Ragu-ragu. “Tapi, Sir? Rufus kelihatan ragu.”
b. Joris :
 Percaya diri. “Percayalah, dua belas orang kita setara
dengan seratus cecunguk itu.”
 Tegas. Joris merenggut lencana itu, lalu dijejalkannya ke
mulut si pemuda
c. Aku :
 Tegas. “Mengapa tertawa? Angkat pantatmu itu!”
 Pandai. “Walau mungkin juga hanya tukang cuci, atau
perempuan biasa, yang tidur dengan Nazi karena suami
mereka mati setelah mewariskan anak-anak yang sedang
kelaparan di rumah. Jadi, sekali lagi, jangan sentuh
mereka.”
 Baik. “Joris, kembalikan lencana bocah itu,” gumamku.
“Kita pergi.”
 Waspada. “Aku serius. Bisa saja mereka mata-mata yang
disusupkan. Kecuali itu, teman-teman mereka, para fanatik,
akan menjagal gadis-gadis itu bila tahu mereka punya
kisah asmara dengan salah satu dari kita,” aku
membatalkan niat mengail rokok kedua.
2.2.3.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”
a. Aku:
 Tegas, “Jenisku? Raden Adang Kartawiria, jaga
mulutmu,” dengan kepalan tangan, kusentuh lembut sisi
kanan bibirnya.
 Berani dalam menentukan cara hidupnya sendiri,
“Sayangnya, komedi stambul tak punya masa depan. Orang

10
sudah jenuh dengan jumlah babak yang kelewat banyak
dan peran ksatria palsu semacam itu. Setelah lama dibuai
mimpi, akhirnya mereka ingin melihat diri mereka sendiri.
Menonton kehidupan yang sesungguhnya. Aku sedang
mempertimbangkan untuk bergabung dengan salah satu
kelompok tonil, menguji bakat aktingkumenjadi tokoh
biasa. Dokter, pedagang, bahkan mungkin tukang sado.
Pemimpin tonilnya sudah tiga kali mengirim orang,
membujukku habis-habisan. Kukatakan pada mereka agar
memberi sedikit tempo.”
 Berpendidikan, “Aku-bukan-perempuan-sembarangan.
Ayahku tidak kaya, tapi dia juru tulis perkebunan.”
b. Adang
 Pendengar yang baik, “Aku suka mendengarkan perempuan
bercerita.” “Adang menyimak ceritaku, nyaris tak
berkedip.”
 Tulus, “Sampai kemarin, kau bias mengelabui dirimu
menjadi Nyonya Van Rijk. Tetapi mala mini, kau adalah
bagian tubuhku, bagian jiwaku. Bagian dari tanah air ini.
Lihat warna kulitmu. Lihat caramu bertutur. Orang
Belandakah engkau? Bukan kemewahan yang akan kuantar
kepadamu, melainkan sumber kekuatan dari semua impian,
yaitu cinta. Tuhan telah menuntun kita untuk bertemu dan
saling memiliki.”
2.2.3.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”
a. Aku
 Rendah hati, “Lagipula sebutan tadi salah alamat.
Menurutku, semua penduduk Batavia kala itu adalah
pahlawan.”
 Berani, “Fitnah!” teriakku. “Pertemukan aku dengan
jalang itu! Kita lihat siapa yang bermain air. Ini bukan

11
persekongkolan. Ia sendiri yang berniat membunuh
suaminya! Anda harus lihat surat-suratnya kepadaku.”
 Bijak, “Kita bisa kembali berbagi kisah, saling menguatkan
hati. Tapi untuk sekarang kurasa sulit berharap bahwa hal
itu bisa dilakukan dalam keadaan yang lebih intim
daripada perjumpaan singkat dan aneh semacam ini.
Semua harus direncanakan dengan tabah, matang, dan
hati-hati. Orang-orang belum lupa kisah Saartje Specx dan
Pieter Cortenhoeff. Pikirkan dirimu. Pikirkan hidupmu
yang begitu mulia.”
b. Sersan Madelijn
 Panjang akal, “Di ujung lain Sersan Madelijn yang
panjang akal memerintahkan pasukan menguras tong
kakus, lalu menyiramkan isinya ke bawah.”
c. Adelheid Ewald
 Waspada, “Sekadar penekanan agar kau mengerti, betapa
remuk hidupku sebelum bersua denganmu. Maka, hati-
hatilah kau dengan cinta ini. Aku bisa kalap.”
 Berani memperjuangkan harga diri, “Shhh! Dengan
bantuan seorang teman ahli hukum, kasus ini kubawa ke
pengadilan. Intinya, aku menolak pemotongan harta
keluarga untuk dijadikan pesangon si gundik. Di luar
dugaan, aku memenangkan sebagian besar harta yang
diperkarakan. Tapi tak ada sanksi apapun bagi suamiku.
Entah, apakah aku harus gembira atau sedih
mendengarnya. Yang kutahu, iklim tropis bekerja sama
dengan hukum kolonial telah mengubah suamiku menjadi
orang asing yang menjijikkan.”
 Kuat dan tabah, “Aku bukan wanita bermoral tinggi.
Terlebih setelah tahu bahwa di Hindia, pria-pria terhormat
seperti suamiku, ternyata bisa memelihara, bahkan
mengawini satu atau dua orang gundik. Sementara istri-

12
istri mereka di Belanda yang kesepian dan mencoba
mencari hiburan, diancam hukuman mati atas nama
perzinahan.”
2.2.3.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”
a. Aku
 Gelisah. Pada saat yang sama, ada semacam tekanan keras
mengimpit dadaku. Membuat kedua kakiku goyah. Aku
tahu, ini perasaan yang biasa berkecamuk manakala kita
menyadari akan kehilangan orang yang kita sayangi
selamanya.
 Menyesal. Oh, baru saja aku menyakiti hati Imah, bukan?
Ya, bahkan telah kubuat remuk hatinya dengan
mengusirnya dari rumah agar istri Eropaku bisa masuk
dan tidur di sisiku.
 Rapuh. Membuat kedua kakiku goyah. Aku tahu, ini
perasaan yang biasa berkecamuk manakala kita menyadari
akan kehilangan orang yang kita sayangi selamanya.
Perasaan yang dahulu juga hadir saat liang lahat ayah
tercinta mulai ditimbuni tanah.
 Sabar. Aku memang harus menunggu. Bukan karena
orangtua kami tak setuju, melainkan karena jatah cutiku
habis. Padahal tak mungkin membawa Helena ke Hindia
sebelum meresmikan hubungan kami dalam sebuah
pernikahan. Mustahil pula melangsungkan hal ini secara
tergesa.
 Pekerja keras. Barangkali lantaran tak lagi memikirkan
urusan rumah, aku bisa memusatkan perhatian sepenuhnya
pada pekerjaan. Sejumlah bonus berhasil kuraih sebagai
imbalan naiknya target produksi serta rendahnya kasus
perlawanan kuli di dalam kelompok kerjaku.
 Peduli. “Sekali lagi, aku tidak mencampakkanmu. Engkau
masih anggota keluarga,” kugigit pangkal cerutu, lalu

13
kusulut ujungnya dengan korek api. “Jadi, kalau ada
masalah, terutama keuangan….” aku mengangkat bahu,
berusaha menemukan kalimat lanjutan, tapi tak ada yang
hinggap di benak.
 Ragu Ragu. “Fred, aku belum bisa memberi jawaban,”
Helena menunduk. “Terutama karena aku tak yakin bisa
bertahan di sana. Kudengar kehidupan di perkebunan
tembakau sangat keras. Banyak pemberontakan kuli. Entah
di mana, pernah kubaca kritik seorang pengacara atas
perlakuan kejam para pengelola perkebunan terhadap
kuli.”
 Realistis. YA, mana mungkin ia, dan mungkin seluruh
penduduk Hindia Belanda ini paham, betapa seorang
pegawai swasta seperti aku sanggup hidup terpisah
ratusan kilometer dari tanah air di Eropa. Lepas dari
bangsanya, lepas dari peradaban, untuk ditempatkan di
sebuah perkebunan tembakau terpencil di Deli? Aku
memang tak akan sanggup… bila hanya sendirian.
b. Imah
 Tegar. “Tuan tak usah memikirkan saya,“ sahutnya.
“Tetapi sesekali jenguklah Sinyo dan Nona.”
c. Dirk van Zaandam
 Suka menasehati. “Tetapi kau harus tetap waspada,” kata
van Zaandam pada suatu kesempatan. “Sekali kausakiti,
atau kaubuat cemburu, saat itu pula kau harus hati-hati
terhadap makanan dan minuman yang mereka hidangkan.”
 Baik dan Ceria. “God Almachtig,” serunya di antara tawa.
“Bersembunyi di mana engkau selama ini, Fred? Apakah
mereka tidak pernah mengatakan hal ini kepadamu? Tak
ada lagikah orang baik hati yang membagikan brosur
‘Tata Cara Hidup di Hindia’? Itu brosur yang sangat
bagus. Tuntunan lengkap menyesuaikan hidup di sini.”

14
2.2.4 Unsur Latar
Menurut Indrawati “2009:64”. Latar atau setting merupakan
tempat, waktu, dan suasana yang digunakan dalam suatu cerita.
2.2.4.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”
1. Latar tempat : di seberang meja, senen, di depan ruang
briefing, di depan jembatan Passer Baroe, desa, di Batavia,
di rumah, kota lama Batavia, Hindia Belanda, di Bandung,
di kamar belakang, di Eropa, di atas Kali Ciliwung.
2. Latar waktu : setengah jam yang lalu, malam hari pukul
23.00, minggu lalu, tengah malam, setiap malam, kemarin
sore, tahun baru.
3. Latar suasana :
● Menakutkan : "Takut pertempuran jarak dekat di
jalanan becek? Tenanglah."
● Marah : “Mudah bagimu, lidahmu sebengkok
kelakuanmu,” Rufus menggerutu."
● Gembira : “Aaah, tutup mulutmu, Indo keparat!” Rufus
menyepak kaki Joris, membuat tawa kami semakin
keras."
● Sepi dan gelap : "Semasa kecil aku beberapa kali ikut
ayah menonton festival lampion di atas Kali Ciliwung.
Betapa berubah keadaannya saat ini. Sepi dan gelap.
Seperti daerah yang ditinggalkan penduduknya karena
terjangkit wabah cacar. "
● Tegang : "Derit rem membuat jip di belakang kami ikut
waspada, dan berputar ke sisi berlawanan."
● Sedih : "Si pemuda menggeliat-geliat. Air mata
membanjiri wajahnya. Ada darah di bibirnya.
Barangkali tergores peniti lencana."
● Sunyi : "Sunyi. Tak ada suara lain kecuali isak tangis
wanita dan pemuda tadi."

15
2.2.4.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”
1. Latar tempat : Di sekeliling rumah, di rumah, di kebun
depan, sukaluyu, di kabin rias pria, di belakang tubong,
harmonie, di atas kasur keras, di depan rumah, ruang
tamu, rumah dinas perkebunan, pulosari, jalan raya, di
hindia, di lantai ruang makan, tempat tidur, di dekat
gadok, di pasar gambir, di depan hotel belleuve ,
buitenzorg, di losmen kecil.
2. Latar waktu : Pukul enam petang, kemarin sore, bulan lalu,
beberapa minggu sebelumnya, masa depan, di masa
lampau, fajar, sebulan, dua hari lagi, bulan agustus, tahun
depan, kamis sore, kemarin, sekarang, suatu pagi, malam
ini, sebulan kemudian, tempo hari, di musim hujan
3. Latar suasana :
 Panik dan Tegang : "Nyai! Nyai!" terdengar suara
Mang Ihin, sais bendi langgananku, di antara rentetan
ketukan. Kubuka pintu samping. Kusaksikan wajah
tegang Mang Ihin.
 Panik dan Khawatir : "Cepatlah, Nyai. Kita harus putar
arah. Mustahil lewat Sukaluyu. Lumpurnya pasti sudah
di atas mata kaki"
 Galau : "Aku sedang mempertimbangkan untuk
bergabung dengan salah satu kelompok tonil, menguji
bakat aktingku menjadi tokoh biasa. Dokter, pedagang,
bahkan mungkin tukang sado. Pemimpin tonilnya
sudah tiga kali mengirim orang, membujukku habis-
habisan. Kukatakan pada mereka agar memberi sedikit
tempo."
 Sedih dan kecewa : "Sebulan kemudian, aku resmi
menjadi Nyonya Cornelia van Rijk, berpisah rumah
dengan orangtuaku. Ibuku sedih, tetapi Ayah kelihatan

16
menikmati kedudukan barunya. Naik jabatan, dari juru
timbang menjadi juru tulis.
 Ironis : "Menjadi Nyonya Van Rijk di usia empatbelas
tahun bukan perkara mudah," aku melanjutkan.
"Banyak perbedaan cara hidup yang sulit kuseberangi,
bahkan sampai sekarang.
 Cemas : " Nyai! Nyai!" terdengar lagi suara cemas
Mang Ihin."
 Kecewa : "Mang Ihin menjawab dengan anggukan
kepala. Sekilas kulangkap air muka tak senang di
wajahnya, tetapi hal itu tidak membuatnya menunda
lecutan tali kekang."
2.2.4.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”
1. Latar tempat : Kedai, leeuwinnegracht, di kamar judi, di
meja, Ruangan, Batavia, benteng Hollandia, Hirado, di
Hindia, istananya di Tijgersgracht, di banda, Di amerika,
Di Slingerland, Sunda Kelapa, Banten, di Tijgersgracht.
2. Latar waktu : Malam itu, tujuh tahun, kemarin, sekarang,
petang, beberapa bulan lalu, di ufuk timur mentari.
3. Latar suasana :
 Tertekan : “Roelf, sudahlah,” aku mengibaskan tangan.
“Ini benar-benar tidak perlu.”
 Lucu dan gembira : "Anda harus lihat wajah para
pemanjat tembok itu. Mereka rontok seperti keong
terkena garam. Muntah-muntah dan mengutuk.”
 Fokus : “Dan Nona Saartje?” Roelf menatap mataku
dalam-dalam, seperti seorang polisi yang sedang
mengorek keterangan dari tahanannya.
 Emosi dan mengharukan : “Hidupku? Dapper, kekasih.
Alangkah sulit menjaga hidup ini selama tujuh tahun
terakhir. Setiap membaca surat, atau membuka
bingkisan darimu, seluruh pikiran ini, seluruh

17
permukaan tubuh laknat ini, membara seperti api
neraka. Rindu kaujelajahi,”
2.2.4.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”
1. Latar tempat : Di rumah, di meja, ruang tamu, di eropa, di
meja makan, di ranjang, di halaman belakang, di sekitar
tepi sungai veerweg, di sekitar rude maaspad,
rotterdarm,spijkenisse, oostkade, noordkade, voorstrack,
dermaga peri.
2. Latar waktu : Pukul lima, sore ini, saat ini, sejak pagi,
minggu-minggu awal, tahun kedua dan ketiga, sehari,
subuh, menit-menit, keesokan harinya, satu hari,
malamnya, tengah hari, beberapa hari, kemudian, pagi-
pagi buta, sebulan.
3. Latar suasana :
● Tenang : Biasanya mulai pukul lima,sepulangku dari
kerja. Persis seperti saat ini. Ia akan datang dengan kopi
serta kudapan dalam toples. Lalu kami bercakap sedikit
tentang peristiwa hari itu, atau sekadar termangu
menatap kaki bukit, memerhatikan galur-galur ladang
tembakau yang tampak seperti permukaan kasur
berwarna hijau tua
● Khawatir : "Tuan tidak usah memikirkan saya"
● Sedih : Kini, air matanya benar-benar tergelincir. Ingin
sekali kuraih kepala berhias bunga melur itu, sembari
meletakkan tanganku di pipinya seperti tahun-tahun
kemarin, atau membisikkan sesuatu ke cuping
telinganya.
● Bahagia : Pada tahun kedua dan ketiga, lahirlah anak-
anakku. Seperti keluarga lain, kegembiraan menjadi
seorang ayah tak bisa kusembunyikan. Apalagi
menemukan kenyataan bahwa dengan separuh darah

18
pribumi mengalir di tubuh mereka, Joost dan Kaatje
tumbuh sehat.
● Tenang dan tegang : Langit Spijkenisse beranjak merah,
cuaca dingin berangin. Di seberang sungai, sebuah kincir
angin tua berputar pelahan menimbulkan derak berulang
yang mencemaskan.
● Bimbang : "Apakah itu sebuah kalimat persetujuan?"
dalam genggamanku, tangan Helena terasa dingin. Dapat
kurasakan pula getar keraguan disitu. "Fred, aku belum
bisa memberi jawaban,"Helena menunduk.

2.2.5 Unsur Sudut Pandang


Menurut Nurgiyantoro (2018:338), sudut pandang
hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang sengaja dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan dan cerita yang
dihadirkan dalam pandangan tokoh.
2.2.5.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”
Cerita pendek “Keringat dan Susu” menggunakan sudut
pandang pertama pelaku utama yakni Pieter Verdragen. Sudut
pandang ini ditandai dengan pandangan yang dapat diterima
pembaca hanya terbatas pada citraan tokoh ‘aku. Selain itu,
pemakaian kata ‘aku’ dan kata ganti milik ‘-ku’ memperkuat cerita
pendek ini menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku
utama. Contoh kalimat yang menunjukkan pemakaian sudut
pandang ini, yakni:
 “Godverdomme. Sampai mana mereka, Rufus?” kutatap kopral
tambun di seberang meja yang tampak sibuk dengan radionya..
(menunjukkan citraan penglihatan)
 “Kau orang radio, mestinya kau yang bercerita,” aku mencoba
menyalakan kembali rokokku. (menunjukkan kata ganti milik
-ku)

19
2.2.5.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”
Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang” menggunakan sudut
pandang pertama pelaku utama yakni Sarni. Sudut pandang ini
ditandai dengan pandangan yang dapat diterima pembaca hanya
terbatas pada citraan tokoh ‘aku’. Selain itu, pemakaian kata ‘aku’
dan kata ganti milik ‘-ku’ memperkuat cerita pendek ini
menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Contoh
kalimat yang menunjukkan pemakaian sudut pandang ini, yakni:
 Sekilas kutangkap air muka tak senang di wajahnya, tetapi hal
itu tidak membuatnya menunda lecutan tali kekang.
(menunjukkan citraan penglihatan)
 Masih dua hari lagi suamiku datang, namun isi suratnya telah
lebih dahulu menyiksa gendang telinga dan jantungku.
(menunjukkan kata ganti milik -ku)
2.2.5.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”
Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan” menggunakan sudut
pandang pertama pelaku utama yakni ‘aku’ atau Jan Nicholas
Dapper, meski judul yang digunakan adalah untuk menggambarkan
tokoh Adelheid Ewald. Sudut pandang ini ditandai dengan
pandangan yang dapat diterima pembaca hanya terbatas pada
citraan tokoh ‘aku. Selain itu, pemakaian kata ‘aku’ dan kata ganti
milik ‘-ku’ memperkuat cerita pendek ini menggunakan sudut
pandang orang pertama pelaku utama. Contoh kalimat yang
menunjukkan pemakaian sudut pandang ini, yakni:
 Semula tak ada yang peduli kehadiranku, baik orang-orang
Tionghoa di kamar judi, maupun para pria Eropa setengah
mabuk di deretan kursi ini. (menunjukkan kata ganti milik -ku)
 Bukan hanya itu, samar-samar kudengar namaku diserukan
dengan nada yang jauh dari kesan bersahabat. (menunjukkan
citraan pendengaran)

20
2.2.5.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”
Cerita Pendek “Racun untuk Tuan” menggunakan sudut
pandang pertama pelaku utama yakni Fred. Sudut pandang ini
ditandai dengan pandangan yang dapat diterima pembaca hanya
terbatas pada citraan tokoh ‘aku. Selain itu, pemakaian kata ‘aku’
dan kata ganti milik ‘-ku’ memperkuat cerita pendek ini
menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Contoh
kalimat yang menunjukkan pemakaian sudut pandang ini, yakni:
 Bagaimana mungkin Tuhan, yang dipercaya hadir menjadi saksi
utama dalam sakramen suci, bersedia memberi berkat kepada
benda mati, meskipun bend aitu dipegang oleh wakilku disana?
(menunjukkan kata ganti milik -ku)
 Dibalik tudung saji kujumpai makanan kegemaranku: sambal
goring tempe, rending balado, sayur lodeh, telur dadar, serta
semangkuk besar cendol. (menunjukkan citraan pendengaran)

2.2.6 Unsur Amanat


2.2.6.1 Cerita Pendek “Keringat dan Susu”
Pesan yang dapat dipetik dari cerita pendek “Keringat dan
Susu” yakni apapun keberhasilan yang diraih dan seberapapun
tingginya pangkat yang dimiliki seseorang, hendaknya setiap orang
harus senantiasa menghormati orang-orang yang berjasa
kepadanya. Apalagi orang-orang yang telah merawat kita dalam
masa pertumbuhan, di mana pada masa itu manusia benar-benar
membutuhkan orang lain. Patutya kemanusiaan selalu di atas
kekuasaan.
2.2.6.2 Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”
Pesan yang dapat dipetik dari cerita pendek “Stambul Dua
Pedang” yakni seorang pria sudah sepatutnya tidak
mempermainkan perasaan seorang wanita dan menghormati derajat
wanita bagaimanapun latar belang wanita tersebut.

21
2.2.6.3 Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan”
Pesan yang dapat dipetik dari cerita pendek “Mawar di
Kanal Macan” yakni apapun yang kita lakukan, kita harus
menerima konsekuensinya. Kita harus bertanggung jawab akan
semua yang telah terjadi.
2.2.6.4 Cerita Pendek “Racun untuk Tuan”
Pesan yang dapat dipetik dari cerita pendek “Racun untuk
Tuan” yakni Kita harus tegakkan gerakan feminisme untuk
menkampanyekan hak hak wanita, dan agar tidak terjadinya
kesenjangan sosial dalam kehidupan sosial.

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis empat cerpen yaitu, “Keringat dan


Susu”, “Stambul Dua Pedang”, “Mawar di Kanal Macan”, dan
“Racun untuk Tuan” dalam buku kumpulan cerita pendek Semua
untuk Hindia karya Iksaka Banu, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
1. Unsur Ekstrinsik
a. Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang sejarah cerpen Semua untuk Hindia ini
adalah peristiwa kolonialisme Hindia Belanda, sebelum disebut
Indonesia.
b. Latar Belakang Pengarang
Dalam segi kepengarangan, Iksaka Banu tidak memiliki
keterkaitan langsung terhadap masa kolonialisme Belanda yang
terdapat dalam cerita.
2. Unsur Intrinsik
a. Keringat dan Susu
Tema dalam cerpen “Keringat dan Susu” adalah balas budi.
Menggunakan alur campuran karena peristiwa terjadi di masa
lampau dan alur cerita berurutan dari tahap pengenalan hingga
tahap penyelesaian. Tokoh dalam cerpen ini adalah tokoh aku,
Rufus, dan Joris. Latar yang berkaitan dengan masalah yang
terjadi dalam cerpen ini adalah Hindia Belanda karena berlatar
belakangkan pada masa kolonialisme. Cerita pendek “Keringat
dan Susu” menggunakan sudut pandang pertama pelaku utama
yakni Pieter Verdragen. Memiliki amanat yang sesuai dengan
tema, yaitu balas budi dalam sisi kemanusiaan.
b. Stambul Dua Pedang
Tema dalam cerpen “Stambul Dua Pedang” adalah
perjuangan hati. Menggunakan alur campuran karena peristiwa

23
terjadi di masa lampau dan ditengah-tengah ada kilasan masa
lalu dan akhurnya berkesinambungan di peristiwa selanjutnya.
Tokoh dalam cerpen ini adalah tokoh aku dan adang. Latar
yang berkaitan dengan masalah yang terjadi dalam cerpen ini
adalah Hindia Belanda karena berlatar belakangkan pada masa
kolonialisme.). Cerita Pendek “Stambul Dua Pedang”
menggunakan sudut pandang pertama pelaku utama yakni
Sarni. Memiliki amanat agar menghormati perasaan
bagaimanapun latar belakangnya.
c. Mawar di Kanal Macan
Tema dalam cerpen “Mawar di Kanal Macan” adalah
skandal. Menggunakan alur campuran karena peristiwa terjadi di
masa lampau dan alur cerita berurutan dari tahap pengenalan
hingga tahap penyelesaian. Tokoh dalam cerpen ini adalah tokoh
aku, Sersan Madelijn, Adelheid Ewald. Latar yang berkaitan
dengan masalah yang terjadi dalam cerpen ini adalah Hindia
Belanda karena berlatar belakangkan pada masa kolonialisme.
Cerita Pendek “Mawar di Kanal Macan” menggunakan sudut
pandang pertama pelaku utama yakni ‘aku’ atau Jan Nicholas
Dapper. Memiliki amanat untuk bertanggung jawab terhadap
perbuatan yang dilakukan.
d. Racun untuk Tuan
Tema dalam cerpen “Racun untuk Tuan” adalah tradisi
budaya. Menggunakan alur campuran karena peristiwa terjadi di
masa lampau dan ditengah-tengah ada kilasan masa lalu dan
akhurnya berkesinambungan di peristiwa selanjutnya. Tokoh
dalam cerpen ini adalah tokoh aku, Imah, dan Dirk van
Zaandam. Cerita Pendek “Racun untuk Tuan” menggunakan
sudut pandang pertama pelaku utama yakni Fred. Memiliki
amanat untuk menkampanyekan hak-hak wanita agar tidak
selalu terbelakang.

24
3.2 Saran

Ada beberapa saran yang dikemukakan, berdasarkan penulisan


buku kumpulan cerita pendek Semua untuk Hindia karya Iksaka Banu,
sebagai berikut.

1. Penulis menganalisis empat dari tiga belas cerpen dalam kumpulan


cerita pendek Semua untuk Hindia, yaitu “Keringat dan Susu”,
“Stambul Dua Pedang”, “Mawar di Kanal Macan”, dan “Racun
untuk Tuan” akan lebih baik jika makalah analisis selanjutnya
menganalisis selain empat cerpen tersebut.
2. Buku kumpulan cerita pendek Semua untuk Hindia karya Iksaka
Banu sebaiknya dapat dibaca lebih banyak orang karena ceritanya
sarat akan pesan kemanusiaan, selain itu gaya bahasa yang mudah
dipahami akan cocok untuk dibaca untuk semua kalangan.

25
Daftar Pustaka

Banu, I., 2014. Semua Untuk Hindia. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia)

Iksaka Banu, https://id.wikipedia.org/wiki/Iksaka_Banu diakses pada


tanggal 27 Oktober 2019
Mansyur, U., 2018. Pemanfaatan Nilai kejujuran dalam Cerpen sebagai
Bahan Ajar Berbasis Pendidikan Karakter.

Nurgiyantoro, B., 2018. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press

26

Anda mungkin juga menyukai