Anda di halaman 1dari 16

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

HIBRIDISASI TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

Tanggal polinasi : 9 mei 2019

Tanggal pengamatan : 23 Mei 2019

Tetua : ♀ ( IR 64 ) X ♂ ( Inpari 31 )

Tingkat keberhasilan (%) = jumlah persilangan berhasil / jumlah total persilangan x


100

= 6/40 x 100

= 15 %

Gambar :

1. Polinasi 2. Pengamatan

KESIMPULAN : Berdasarkan praktikum acara 3 dengan tetua IR 64 dan INPARI 31


memiliki hasil 0,15% dari jumlah 40 bulir yang diserbuki dan 6 yang berhasil.
B. PEMBAHASAN

Hibridisasi merupakan suatu perkawinan silang antara berbagai jenis spesies pada

setiap tanaman yang mempunyai tujuan untuk memperoleh organisme dengan sifat-sifat

yang diinginkan dan dapat bervariasi jenisnya (Tanto, 2002). Hibridisasi merupakan

teknik yang potensial dalam upaya meningkatkan daya hasil suatu komoditas tanaman

dengan karakter yang dikehendaki. Pendugaan daya gabung (combining ability)

merupakan cara yang efektif dan efesien dalam menyeleksi suatu galur/tetua dalam

hibridisasi sehingga dapat diperoleh hibrida dengan daya hasil tinggi serta memiliki

karakter baik lainnya sesuai yang dikehendaki (Dogra dan Kanwar, 2011). Soenarto

(1997) menyatakan bahwa hibridisasi merupakan suatu perkawinan silang antara berbagai

jenis spesies setiap tanaman yang bertujuan untuk memperoleh organisme dengan sifat-

sifat yang diinginkan.

Tahapan dalam melakukan proses kegiatan hibridisasi tanaman menyerbuk sendiri

dari tetua betina varietas Ciherang dengan tetua jantan varietas Inpago Unsoed 1 dengan

menggunakan teknik tempel, yaitu sebagai berikut:

1. Kastrasi

Kastrasi dilakukan dengan cara membersihkan tanaman padi yang digunakan

sebagai tetua betina dari serangga, kotoran dan selanjutnya dilakukan pemotongan

bunga padi yang tidak dipakai sehingga hanya menyisakan 15 butir padi. Sepertiga

bagian bunga padi dipoting miring menggunakan gunting sehingga dapat terlihat

bagian benang sari dan putik. Hal tersebut sangat membantu dalam pembuangan

benang sari. Kegiatan katrasi dikakukan pada pukul 5 pagi sebelum tanaman padi

melakukan penyerbukan sendiri.


Gambar 1. Kegiatan kastrasi

2. Emaskulasi

Emaskulasi dilakukan setelah proses kastrasi dengan cara membuang alat

kelamin jantan (benang sari). Masing-masing bunga padi memiliki enam benang

sari yang harus dibuang. Pembuangan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak

merusak bagian putik. Emaskulasi bertujuan agar tidak terjadi penyerbukan

sendiri dan dilakukan pagi hari sebelum bunga padi mekar.

Gambar 2. Kegiatan emaskulasi

3. Penyungkupan

Bunga yang telah bersih disungkup dengan kantong kertas transparan yang

bertujuan agar menghindarkan putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain

yang tidak dikehendaki.


Gambar 3. Penyungkupan tanaman tetua betina

4. Pengumpulan serbuk sari

Pengumpulan serbuk sari dari tanaman padi varietas Inpago Unsoed 1

dilakukan pada siang hari dengan cara menggoyang-goyangkan malai padi

yang serbuk sarinya telah pecah di atas kertas.

Gambar 4. Pengumpulan serbuk sari tanaman padi varietas Inpago Unsoed 1

5. Hibridisasi

Hibridisasi atau persilangan adalah suatu teknik mengawinkan bunga

dengan meletakkan serbuk sari pada stigma pada waktu polinasi. Kegiatan

hibridisasi dilakukan pukul 12.00 dengan memasukkan serbuk sari dari tetua

jantan (Inpago Unsoed 1) menggunakan jarum pada tetua betina (Ciherang).


Gambar 5. Hibridisasi varietas Ciherang dan Inpago Unsoed 1

6. Penyungkupan

Bunga yang telah dilakukan hibridisasi selanjutnya disungkup

menggunakan kantong kertas agar lingkungan bunga padi sesuai saat

masih mempunyai lemma dan palea yang utuh.

Gambar 6. Penyungkupan tetua betina setelah dilakukan hibridisasi

7. Pelabelan dan pemberian etiket

Etiket berisi data nama penyerbuk, tanggal mengerjakan, dan

nama/nomor jenis tanaman betina dan jantan. Kegiatan ini bertujuan

untuk menjaga kekeliruan setelah melakukan persilangan.


Gambar 7. Pelabelan dan pemberian etiket

Proses persilangan tanaman padi secara buatan menurut Masniawati et

al (2015) yaitu:

1. Kastrasi

Kastrasi dilakukan sehari sebelum penyerbukan agar putik menjadi

masak sempurna saat penyerbukan sehingga keberhasilan penyilangan

lebih tinggi. Setiap bunga (spikelet) terdapat enam benang sari. Bunga

pada malai yang akan dikastrasi dijarangkan hingga tinggal 15-50 bunga.

Sepertiga bagian dari palea dan lemma bunga padi, dipotong miring

menggunakan gunting. Waktu yang tepat untuk melakukan kastrasi adalah

setelah pukul 05.00 atau 15.00. Stadia bunga yang baik untuk dikastrasi

adalah pada saat ujung benang sari berada pada pertengahan bunga.

2. Emaskulasi

Emaskulasi merupakan proses pembuangan serbuk sari pada tetua

betina yang dilakukan pada pagi hari hingga pukul 08.00 dengan suhu

rendah dan udara yang cukup lembab. Kepala sari pada saat itu biasanya
masih tertutup rapat sehingga mudah untuk membuang benang sari dalam

keadaan utuh. Pengambilan kepala sari memerlukan kehati-hatian dan

ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi kerusakan pada stigma.

3. Penutupan

Bunga yang telah bersih dari benang sari ditutup dengan glacine bag atau

kertas transparan untuk menghindari jatuhnya serbuk sari yang tidak diinginkan.

4. Pengumpulan serbuk sari

Bunga jantan diambil dari lapangan sekitar pukul 09.00 pagi kemudian

disimpan dalam bak plastik yang telah disiapkan, selanjutnya ditunggu hingga

kepala sari membuka.

5. Hibridisasi

Bunga betina yang sudah dikastrasi dibuka tutupnya lalu dikakukan

hibridisasi pada siang hari sekitar pukul 10.30 siang. Hibidisasi dilakukan dengan

menabur tetua jantan ke kepala putik dengan cara menggoyangkan bunga jantan

di atas bunga betina.

6. Pembungkusan

Setelah tanaman selesai dihibridisasi selanjutnya pembungkusan (cover off)

pada malai. Pembungkusan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak

mengganggu pembuahan dan perkembangan embrio. Pembungkusan dilakukan

untuk menciptakan lingkungan yang diharapkan menyerupai saat putik

terbungkus oleh lemma dan palea.

7. Pemberian etiket

Malai yang telah terbungkus dipasang etiket yang mencantumkan tanggal

silang, nama tetua, jumlah malai yang disilangkan, dan dapat juga

dicantumkan nama yang menyilangkan. Penulisan identitas sangat penting


untuk legitimasi genotipe baru yang dihasilkan.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dikelompokkan menjadi tiga

fase yaitu:

1. Fase vegetatif (vegetative stage)

Fase vegetatif merupakan fase pada awal pertumbuhan hingga pembentukan

bakal malai (primordia). Fase ini dimulai saat benih padi berkecambah hingga fase

pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi

tanaman, bobot dan luas daun. Lama fase ini yang menyebabkan perbedaan umur

tanaman. Kelembaban yang cukup diperlukan pada fase ini untuk pertumbuhan akar-

akar baru (Kalsim, 2007). Tubur et al (2012) menyatakan bahwa kekeringan pada fase

vegetatif dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah

anakan, tetapi penggenangan lahan yang dilakukan terus menerus akan menghambat

peningkatan jumlah anakan.

2. Fase reproduktif (reproductive stage)

Fase reproduktif adalah fase dimana tanaman mengalami pemanjangan beberapa

ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera,

bunting, dan pembungaan. Inisiasi primodia malai dimulai 30 hari sebelum heading

dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang yang terus

berlanjut hingga tanaman padi berbunga (Makarim dan Suhartatik, 2009). Penyediaan

nitrogen yang cukup pada fase generatif sangat penting juga dalam memperlambat

proses penuaan daun mempertahankan fotosintesis selama fase pengisian gabah dan
peningkatan protein dalam gabah (Patty et al., 2013).

3. Fase pemasakan/pematangan (ripening stage)

Fase pematangan merupakan fase tanaman berbunga hingga gabah siap

panen. Fase ini terdiri dari pembentukan bunga, pembentukan pasta, matang

kuning, dan matang penuh. Hasil asimilasi selama fase pemasakan akan

mempengaruhi bernas atau tidaknya gabah (Mungara et al., 2013). Arafah (2009)

menyatakan bahwa periode pemasakan bulir terdiri dari empat stadia masak yaitu:

a. Stadia masak susu ditandai dengan tanaman padi masih berwarna hijau, tetapi

malai-malainya sudah terkulai. Ruas batang bawah kelihatan kuning. Gabah

bila dipijit dengan kuku keluar cairan seperti susu.

b. Stadia masak kuning ditandai dengan seluruh tanaman yang tampak kuning

dan hanya buku-buku sebelah atas yang masih hijau. Isi gabah sudah keras,

tetapi mudah pecah dengan kuku.

c. Stadia masak penuh ditandai dengan buku-buku sebelah atas berwarna

kuning, sedangkan batang-batang mulai kering. Isi gabah sukar dipecahkan.

Varietas-varietas yang mudah rontok saat masuk stadia ini belum terjadi

kerontokan.

d. Stadia masak mati ditandai dengan isi gabah keras dan kering. Varietas-

varietas yang mudah rontok saat masuk stadia ini sudah mulai rontok. Stadia

masak mati terjadi setelah ± 6 hari setelah masak penuh.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh tingkat

keberhasilan persilangan padi antara varietas Ciherang dengan Inpago Unsoed 1

tergolong rendah. Teknik yang digunakan dalam praktikum yaitu teknik tempel

dengan total bunga yang diserbuki sebanyak 15 bunga dan total biji yang

terbentuk 5 biji dengan presentase keberhasilan sebesar 33,33%. Persilangan yang


dilakukan dapat dikatakan berhasil karena terdapat bunga yang berhasil dibuahi

walaupun presentasenya sangat rendah. Ardian et al (2012) menyatakan bahwa

persilangan yang berhasil ditandai dengan terbentuknya biji pada bunga yang

telah diserbuki.

Rendahnya persentase keberhasilan persilangan disebabkan banyak faktor

diantaranya yaitu kurangnya kemahiran dari penyilang, ketepatan waktu persilangan,

keadaan lingkungan, dan kesuburan dari tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Lubis dan Hanafiah (2015) bahwa keberhasilan penyerbukan buatan yang kemudian

diikuti pembuahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah

kompatibilitas tetua, ketepatan waktu reseptif betina dan antesis jantan, kesuburan

tanaman serta faktor lingkungan. Masniawati et al (2015) menyatakan bahwa metode

penyerbukan menentukan keberhasilan persilangan. Serbuk sari digoyang-goyang

diatas putik yang siap diserbuki dengan harapan serbuk sari dapat mencapai putik sari

dan membuahi. Putik yang matang atau siap diserbuki apabila diserbuki dengan

serbuk sari yang matang akan menghasilkan embrio. Persilangan terkadang tidak

terjadi pembuahan walaupun stigma telah diserbuk oleh serbuk sari dari bunga yang

sama dikarenakan adanya ketidakserasian fisiologis atau ketidakserasian sendiri

(Syukur et al., 2009).

Brar dan Khush (1986) menyatakan bahwa penyebab rendahnya keberhasilan

persilangan padi karena adanya hambatan dalam persilangan yang terjadi sebelum

dan sesudah penyerbukan. Beberapa kendala yang dihadapi sebelum penyerbukan

adalah genom yang berbeda, tingkat ploidi yang berbeda, kegagalan serbuk sari

atau polen berkecambah, pertumbuhan serbuk sari yang lambat, serta kegagalan

dalam menghasilkan hibrida seksual. Kendala setelah penyerbukan dalam

persilangan adalah biji hibrida yaitu hasil persilangan yang lemah atau sulit untuk
tumbuh, matinya tanaman F1, terjadinya eliminasi kromosom, dan hibrida yang

steril.

Gambar 8. Hasil proses hibridisasi tanaman padi varietas Ciherang


dengan Inpago Unsoed 1

Gambar 9. Hasil persilangan padi varietas Pare Mandoti dan Ciherang


Sumber: Masniawati et al., 2015

Keberhasilan dalam pelaksanaan persilangan ditentukan oleh faktor manusia, alat

yang digunakan serta faktor lingkungan. Peran pelaksana (manusia) dalam

memperbesar keberhasilan persilangan terutama ditentukan oleh keterampilan dan

pengetahuan. Faktor alat lebih berhubungan pada kebersihan alat, sedangkan faktor

lingkungan adalah seperti adanya serangan hama dan penyakit serta sifat genetik dari

tanaman yang akan disilangkan (Ambarwati et al., 2015). Selain itu suhu, curah hujan,

serta hama dan penyakit merupakan faktor lingkungan yang dapat menginfeksi bunga

(Widiastuti et al., 2008).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyerbukan padi sangat dipengaruhi


oleh suhu. Pembungaan, pembuahan, dan fase bunting merupakan fase yang paling

sensitif terhadap suhu. Suhu tinggi saat pembungaan dapat menghambat pembengkakan

tepung sari sedangkan suhu rendah pada saat fase bunting dapat menghambat

pertumbuhan benang sari (Matsui et al., 2000). Oleh karena itu, faktor yang

menyebabkan pecahnya kotak sari adalah pembengkakan butiran tepung sari. Cekaman

suhu dengan suhu >350C atau <200C dapat menurunkan persentase pecahnya kotak sari

pada saat pembungaan yang menyebabkan penyerbukan bunga akan terhambat (Matsui

dan Kagata, 2003).

Syukur et al (2009) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi

hibridisasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Faktor internal

a. Pemilihan Tetua

Ada lima kelompok sumber plasma nutfah yang dapat dijadikan tetua

persilangan yaitu 1) varietas komersial, 2) galur-galur elit pemuliaan, 3) galur-

galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior, 4) spesies introduksi

tanaman dan, 5) spesies liar. Peluang menghasilkan varietas unggul yang

dituju akan menjadi besar bila tetua yang digunakan merupakan varietas-

varietas komersial yang unggul yang sedang beredar, galur-galur murni tetua

hibrida, dan tetua-tetua varietas sintetik.

b. Waktu tanaman berbunga

Kegiatan persilangan yang harus diperhatikan yaitu: 1) penyesuaian waktu

berbunga, waktu tanam tetua jantan dan betina harus diperhatikan supaya saat

anthesis dan represif waktunya bersamaan, 2) waktu emaskulasi dan

penyerbukan, pada tetua betina waktu emaskulasi harus diperhatikan, seperti

pada bunga kacang tanah, padi harus pagi hari, bila melalui waktu tersebut
polen telah jatuh ke stigma, serta waktu penyerbukan harus tepat ketika stigma

reseptif. Jika antara waktu anthesis bunga jantan dan waktu reseptif bunga

betina tidak bersamaan, maka perlu dilakukan sinkronisasi. Caranya dengan

membedakan waktu penanaman antara kedua tetua, sehingga nantinya kedua

tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Tujuan sinkronisasi diperlukan

informasi tentang umur tanaman berbunga.

 Faktor eksternal

 Pengetahuan tentang organ reproduksi dan tipe penyerbukan

Organ reproduksi yang diketahui maka dapat menduga tipe penyerbukan,

yaitu tipe menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri.

 Keadaan cuaca saat penyerbukan

Kondisi panas dengan suhu tinggi dan kelembaban udara terlalu rendah

menyebabkan bunga rontok, serta jika ada angin kencang dan hujan yang

terlalu lebat.

 Pelaksanaan

Pemulia yang melakukan hibridisasi harus serius dan bersungguh-sungguh

dalam melakukan kegiatan hibridisasi karena jika pemulia ceroboh maka

hibridisasi akan gagal.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Salah satu langkah dalam hibridisasi tanaman menyerbuk sendiri adalah

emaskulasi. Emaskulasi adalah proses pembersihan kelamin jantan (benang sari)

pada betina agar tidak terjadi penyerbukan sendiri. Tetua betina yaitu varietas

Ciherang diemaskulasi sebelum bunga membuka agar tidak terjadi penyerbukan

sendiri.

2. Bunga betina yang telah diemaskulasi selanjutnya diserbuki dengan benang sari

dari tetua jantan yaitu varietas Inpago Unsoed 1 hingga terkena kepala putiknya

secara hati-hati.

B. Saran

Praktikan seharusnya melakukan persilangan dengan lebih sabar dan teliti agar

serbuk sari tepat masuk ke putik.


VI. DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati A. D., Agus Purwito., M. Herman., S. M. Sumaraow., dan H. Aswidinnoor. 2015.


Analisis Integrasi dan Segregasi Gen Ketahanan terhadap Hawar Daun pada
Progeni F1 Hasil Persilangan Tanaman Kentang Transgenik dengan Non
Transgenik. Jurnal Agro Biogen. Vol 5(1).

Arafah. 2009. Pengelolaan dan Pemanfaatan Padi Sawah. Bumi Aksara, Bogor.

Ardian, Riki., Dewi Indriyanti Roslim., dan Herman. 2012. Persilangan Padi (Oryza sativa
L.) Varietas IR64 dan Siam Siantur. Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Riau, Riau.

Brar, D. S., dan Khush G. S. 1986. Wide Hybridization and Chromosome Manipulation in
Cereal. Hand Book Of Plant Cell Culture. Vol IV. Macmillan Publ, UK.

Dogra, B. S., dan M. S. Kanwar. 2011. Exploitation of Combining Ability in Cucumber


(Cucumis sativus L.). Research Journal of Agricultural Sciences. Vol 2(1): 55-59.

Herawati, D. W. 2012. Budidaya Padi. Javalitera, Yogyakarta.

Kalsim, D. K. 2007. Rancangan Operasional Sistem Irigasi untuk Pengembangan SRI.


Seminar KNI-ICD, Jawa Barat.

Lubis, N. A., Rosmayati., dan D. S. Hanafiah. 2015. Persilangan Genotipe-Genotipe Kedelai


(Glycine max L. Merrill.) Hasil Seleksi pada Tanah Salin dengan Tetua Betina
Varietas Grobogan. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol 3(1): 291-298.

Makarim, A. K., dan Suhartatik, E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Padi. Balai Besar
Tanaman Padi, Subang.

Masniawati, A., Baharuddin., Tri Joko., dan A. Abdullah. 2015. Pemuliaan Tanaman Padi
Aromatik Lokal Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Jurnal Sainsmat. Vol.
4(2): 205-213.

Matondang, R. H., dan Rusdiana, S. 2013. Langkah-Langkah Strategis Dalam Mencapai


Swasembada Daging Sapi Atau Kerbau. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 32(3):131-
139.

Matsui, T. dan H. Kagata. 2003. Characteristic of Floral Organs Related to Reliable Self-
Pollination In Rice (Oryza Sativa). Annals of Botany. Vol. 91: 473-477.

Matsui, T., K. Omasa and T. Horie. 2000. High Temperature at Flowering Inhibit Swelling of
Pollen Grains, a Driving Force for Thecae Dehiscence in Rice (Oryza sativa L.).
Plant Production Sci. Vol 3: 430-434.

Mungara, E., D. Indradewa., dan R. Rogomulyo. 2013. Analisis Pertumbuhan dan Hasil Padi
Sawah (Oryza sativa L.) pada Sistem Pertanian Konvensional, Transisi Organik
dan Organik. Vegetalika. Vol 2(3): 1-12.
Nasir, M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Patty, P. S., E. Kaya., dan C. H. Silahooy. 2013. Analisis Status Nitrogen Tanah dalam
Kaitannya dengan Serapan N oleh Tanaman Padi Sawah di Desa Waimital,
Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Agrologia. Vol 2(1): 51-58.

Soegianto, A., dan S. Purnamaningsih. 2014. Perakitan Varietas Tanaman Buncis (Phaseolus
vulgaris L.) Berdaya Hasil Tinggi dengan Sifat Warna Polong Ungu dan Kuning.
Seminar Nasional. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Soenarto. 1997. Pemuliaan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Soeranto, H. 2003. Peran IPTEK Nuklir dalam Pemuliaan Tanaman untuk Mendukung
Industri Pertanian. Jurnal Pemuliaan Tanaman. Vol 3(1).

Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman. Bagian
Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hotikultura IPB,
Bogor.

Tanto. 2002. Pemuliaan Tanaman dengan Hibridisasi (Allogam). Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Tubur, H. W., M. A. Chozin., E. Santosa., dan Ahmad, J. 2012. Respon Agronomi Varietas
Padi terhadap Periode Kekeringan pada Sistem Sawah. Jurnal Agronomi
Indonesia. Vol 40(3): 167-173.

Wahid, A. S. 2003. Peningkatan Efisiensi Pupuk Nitrogen pada Padi Sawah dengan Metode
Bagan Warna Daun. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 22(4): 156-161.

Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga, Jakarta.

Widiastuti., Alfin., dan P. E. Retno. 2008. Viabilitas Serbuk Sari dan Pengaruhnya terhadap
Keberhasilan Pembentukan Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Biodiversitas. Vol 9(1).

Widyastuti, Y., I. A. Rumanti., dan Satoto. 2012. Perilaku Pembungaan Galur-galur Tetua
Padi Hibrida. Iptek Tanaman Pangan. Vol 7(2): 67-78.

Anda mungkin juga menyukai