A. HASIL
Tetua : ♀ ( IR 64 ) X ♂ ( Inpari 31 )
= 6/40 x 100
= 15 %
Gambar :
1. Polinasi 2. Pengamatan
Hibridisasi merupakan suatu perkawinan silang antara berbagai jenis spesies pada
setiap tanaman yang mempunyai tujuan untuk memperoleh organisme dengan sifat-sifat
yang diinginkan dan dapat bervariasi jenisnya (Tanto, 2002). Hibridisasi merupakan
teknik yang potensial dalam upaya meningkatkan daya hasil suatu komoditas tanaman
merupakan cara yang efektif dan efesien dalam menyeleksi suatu galur/tetua dalam
hibridisasi sehingga dapat diperoleh hibrida dengan daya hasil tinggi serta memiliki
karakter baik lainnya sesuai yang dikehendaki (Dogra dan Kanwar, 2011). Soenarto
(1997) menyatakan bahwa hibridisasi merupakan suatu perkawinan silang antara berbagai
jenis spesies setiap tanaman yang bertujuan untuk memperoleh organisme dengan sifat-
dari tetua betina varietas Ciherang dengan tetua jantan varietas Inpago Unsoed 1 dengan
1. Kastrasi
sebagai tetua betina dari serangga, kotoran dan selanjutnya dilakukan pemotongan
bunga padi yang tidak dipakai sehingga hanya menyisakan 15 butir padi. Sepertiga
bagian bunga padi dipoting miring menggunakan gunting sehingga dapat terlihat
bagian benang sari dan putik. Hal tersebut sangat membantu dalam pembuangan
benang sari. Kegiatan katrasi dikakukan pada pukul 5 pagi sebelum tanaman padi
2. Emaskulasi
kelamin jantan (benang sari). Masing-masing bunga padi memiliki enam benang
sari yang harus dibuang. Pembuangan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak
3. Penyungkupan
Bunga yang telah bersih disungkup dengan kantong kertas transparan yang
bertujuan agar menghindarkan putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain
5. Hibridisasi
dengan meletakkan serbuk sari pada stigma pada waktu polinasi. Kegiatan
hibridisasi dilakukan pukul 12.00 dengan memasukkan serbuk sari dari tetua
6. Penyungkupan
al (2015) yaitu:
1. Kastrasi
lebih tinggi. Setiap bunga (spikelet) terdapat enam benang sari. Bunga
pada malai yang akan dikastrasi dijarangkan hingga tinggal 15-50 bunga.
Sepertiga bagian dari palea dan lemma bunga padi, dipotong miring
setelah pukul 05.00 atau 15.00. Stadia bunga yang baik untuk dikastrasi
adalah pada saat ujung benang sari berada pada pertengahan bunga.
2. Emaskulasi
betina yang dilakukan pada pagi hari hingga pukul 08.00 dengan suhu
rendah dan udara yang cukup lembab. Kepala sari pada saat itu biasanya
masih tertutup rapat sehingga mudah untuk membuang benang sari dalam
3. Penutupan
Bunga yang telah bersih dari benang sari ditutup dengan glacine bag atau
kertas transparan untuk menghindari jatuhnya serbuk sari yang tidak diinginkan.
Bunga jantan diambil dari lapangan sekitar pukul 09.00 pagi kemudian
disimpan dalam bak plastik yang telah disiapkan, selanjutnya ditunggu hingga
5. Hibridisasi
hibridisasi pada siang hari sekitar pukul 10.30 siang. Hibidisasi dilakukan dengan
menabur tetua jantan ke kepala putik dengan cara menggoyangkan bunga jantan
6. Pembungkusan
7. Pemberian etiket
silang, nama tetua, jumlah malai yang disilangkan, dan dapat juga
fase yaitu:
bakal malai (primordia). Fase ini dimulai saat benih padi berkecambah hingga fase
tanaman, bobot dan luas daun. Lama fase ini yang menyebabkan perbedaan umur
tanaman. Kelembaban yang cukup diperlukan pada fase ini untuk pertumbuhan akar-
akar baru (Kalsim, 2007). Tubur et al (2012) menyatakan bahwa kekeringan pada fase
vegetatif dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah
anakan, tetapi penggenangan lahan yang dilakukan terus menerus akan menghambat
ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera,
bunting, dan pembungaan. Inisiasi primodia malai dimulai 30 hari sebelum heading
dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang yang terus
berlanjut hingga tanaman padi berbunga (Makarim dan Suhartatik, 2009). Penyediaan
nitrogen yang cukup pada fase generatif sangat penting juga dalam memperlambat
proses penuaan daun mempertahankan fotosintesis selama fase pengisian gabah dan
peningkatan protein dalam gabah (Patty et al., 2013).
panen. Fase ini terdiri dari pembentukan bunga, pembentukan pasta, matang
kuning, dan matang penuh. Hasil asimilasi selama fase pemasakan akan
mempengaruhi bernas atau tidaknya gabah (Mungara et al., 2013). Arafah (2009)
menyatakan bahwa periode pemasakan bulir terdiri dari empat stadia masak yaitu:
a. Stadia masak susu ditandai dengan tanaman padi masih berwarna hijau, tetapi
b. Stadia masak kuning ditandai dengan seluruh tanaman yang tampak kuning
dan hanya buku-buku sebelah atas yang masih hijau. Isi gabah sudah keras,
Varietas-varietas yang mudah rontok saat masuk stadia ini belum terjadi
kerontokan.
d. Stadia masak mati ditandai dengan isi gabah keras dan kering. Varietas-
varietas yang mudah rontok saat masuk stadia ini sudah mulai rontok. Stadia
tergolong rendah. Teknik yang digunakan dalam praktikum yaitu teknik tempel
dengan total bunga yang diserbuki sebanyak 15 bunga dan total biji yang
persilangan yang berhasil ditandai dengan terbentuknya biji pada bunga yang
telah diserbuki.
keadaan lingkungan, dan kesuburan dari tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Lubis dan Hanafiah (2015) bahwa keberhasilan penyerbukan buatan yang kemudian
kompatibilitas tetua, ketepatan waktu reseptif betina dan antesis jantan, kesuburan
diatas putik yang siap diserbuki dengan harapan serbuk sari dapat mencapai putik sari
dan membuahi. Putik yang matang atau siap diserbuki apabila diserbuki dengan
serbuk sari yang matang akan menghasilkan embrio. Persilangan terkadang tidak
terjadi pembuahan walaupun stigma telah diserbuk oleh serbuk sari dari bunga yang
persilangan padi karena adanya hambatan dalam persilangan yang terjadi sebelum
adalah genom yang berbeda, tingkat ploidi yang berbeda, kegagalan serbuk sari
atau polen berkecambah, pertumbuhan serbuk sari yang lambat, serta kegagalan
persilangan adalah biji hibrida yaitu hasil persilangan yang lemah atau sulit untuk
tumbuh, matinya tanaman F1, terjadinya eliminasi kromosom, dan hibrida yang
steril.
pengetahuan. Faktor alat lebih berhubungan pada kebersihan alat, sedangkan faktor
lingkungan adalah seperti adanya serangan hama dan penyakit serta sifat genetik dari
tanaman yang akan disilangkan (Ambarwati et al., 2015). Selain itu suhu, curah hujan,
serta hama dan penyakit merupakan faktor lingkungan yang dapat menginfeksi bunga
sensitif terhadap suhu. Suhu tinggi saat pembungaan dapat menghambat pembengkakan
tepung sari sedangkan suhu rendah pada saat fase bunting dapat menghambat
pertumbuhan benang sari (Matsui et al., 2000). Oleh karena itu, faktor yang
menyebabkan pecahnya kotak sari adalah pembengkakan butiran tepung sari. Cekaman
suhu dengan suhu >350C atau <200C dapat menurunkan persentase pecahnya kotak sari
pada saat pembungaan yang menyebabkan penyerbukan bunga akan terhambat (Matsui
1. Faktor internal
a. Pemilihan Tetua
Ada lima kelompok sumber plasma nutfah yang dapat dijadikan tetua
galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior, 4) spesies introduksi
dituju akan menjadi besar bila tetua yang digunakan merupakan varietas-
varietas komersial yang unggul yang sedang beredar, galur-galur murni tetua
berbunga, waktu tanam tetua jantan dan betina harus diperhatikan supaya saat
pada bunga kacang tanah, padi harus pagi hari, bila melalui waktu tersebut
polen telah jatuh ke stigma, serta waktu penyerbukan harus tepat ketika stigma
reseptif. Jika antara waktu anthesis bunga jantan dan waktu reseptif bunga
tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Tujuan sinkronisasi diperlukan
Faktor eksternal
Kondisi panas dengan suhu tinggi dan kelembaban udara terlalu rendah
menyebabkan bunga rontok, serta jika ada angin kencang dan hujan yang
terlalu lebat.
Pelaksanaan
pada betina agar tidak terjadi penyerbukan sendiri. Tetua betina yaitu varietas
sendiri.
2. Bunga betina yang telah diemaskulasi selanjutnya diserbuki dengan benang sari
dari tetua jantan yaitu varietas Inpago Unsoed 1 hingga terkena kepala putiknya
secara hati-hati.
B. Saran
Praktikan seharusnya melakukan persilangan dengan lebih sabar dan teliti agar
Arafah. 2009. Pengelolaan dan Pemanfaatan Padi Sawah. Bumi Aksara, Bogor.
Ardian, Riki., Dewi Indriyanti Roslim., dan Herman. 2012. Persilangan Padi (Oryza sativa
L.) Varietas IR64 dan Siam Siantur. Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Riau, Riau.
Brar, D. S., dan Khush G. S. 1986. Wide Hybridization and Chromosome Manipulation in
Cereal. Hand Book Of Plant Cell Culture. Vol IV. Macmillan Publ, UK.
Makarim, A. K., dan Suhartatik, E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Padi. Balai Besar
Tanaman Padi, Subang.
Masniawati, A., Baharuddin., Tri Joko., dan A. Abdullah. 2015. Pemuliaan Tanaman Padi
Aromatik Lokal Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Jurnal Sainsmat. Vol.
4(2): 205-213.
Matsui, T. dan H. Kagata. 2003. Characteristic of Floral Organs Related to Reliable Self-
Pollination In Rice (Oryza Sativa). Annals of Botany. Vol. 91: 473-477.
Matsui, T., K. Omasa and T. Horie. 2000. High Temperature at Flowering Inhibit Swelling of
Pollen Grains, a Driving Force for Thecae Dehiscence in Rice (Oryza sativa L.).
Plant Production Sci. Vol 3: 430-434.
Mungara, E., D. Indradewa., dan R. Rogomulyo. 2013. Analisis Pertumbuhan dan Hasil Padi
Sawah (Oryza sativa L.) pada Sistem Pertanian Konvensional, Transisi Organik
dan Organik. Vegetalika. Vol 2(3): 1-12.
Nasir, M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Patty, P. S., E. Kaya., dan C. H. Silahooy. 2013. Analisis Status Nitrogen Tanah dalam
Kaitannya dengan Serapan N oleh Tanaman Padi Sawah di Desa Waimital,
Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Agrologia. Vol 2(1): 51-58.
Soegianto, A., dan S. Purnamaningsih. 2014. Perakitan Varietas Tanaman Buncis (Phaseolus
vulgaris L.) Berdaya Hasil Tinggi dengan Sifat Warna Polong Ungu dan Kuning.
Seminar Nasional. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Soeranto, H. 2003. Peran IPTEK Nuklir dalam Pemuliaan Tanaman untuk Mendukung
Industri Pertanian. Jurnal Pemuliaan Tanaman. Vol 3(1).
Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman. Bagian
Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hotikultura IPB,
Bogor.
Tanto. 2002. Pemuliaan Tanaman dengan Hibridisasi (Allogam). Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Tubur, H. W., M. A. Chozin., E. Santosa., dan Ahmad, J. 2012. Respon Agronomi Varietas
Padi terhadap Periode Kekeringan pada Sistem Sawah. Jurnal Agronomi
Indonesia. Vol 40(3): 167-173.
Wahid, A. S. 2003. Peningkatan Efisiensi Pupuk Nitrogen pada Padi Sawah dengan Metode
Bagan Warna Daun. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 22(4): 156-161.
Widiastuti., Alfin., dan P. E. Retno. 2008. Viabilitas Serbuk Sari dan Pengaruhnya terhadap
Keberhasilan Pembentukan Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Biodiversitas. Vol 9(1).
Widyastuti, Y., I. A. Rumanti., dan Satoto. 2012. Perilaku Pembungaan Galur-galur Tetua
Padi Hibrida. Iptek Tanaman Pangan. Vol 7(2): 67-78.