Anda di halaman 1dari 25

BAB I:

PENDAHULUAN
Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai tempat
untuk menampung produksi urin dan sebagai fungsi ekskresi. Fungsi kandung kencing
normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonomi dan somatik.

Retensi urin merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering ditemukan.
Retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul
di dalam vesika urinaria hingga kapasitas maksimal vesika urinaria terlampaui.

Salah satu penyebab retensi urin adalah BPH. Benign Prostatic Hyperplasia
merupakan penyakit yang sering diderita pada pria. Di klinik 50 % dijumpai penderita
BPH berusia 60-69 tahun, yang menimbulkan gejala-gejala bladder outlet obstruction.

1
BAB II:
PEMBAHASAN

RETENSI URIN
Definisi
Retensi Urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang
terkumpul di dalam vesika urinaria hingga kapasitas maksimal vesika urinaria terlampaui. 1,5

Anatomi Saluran Kemih


Alat-alat kemih terdiri dari: ginjal, pelvis renalis (pielum), ureter, vesika urinaria, dan
uretra. Dinding alat-alat saluran kemih mempunyai lapisan otot yang mampu menghasilkan
gerakan peristaltik. Gambaran anatomi saluran kemih sebagai berikut: 1,3

Gambar 1. Anatomi traktur urinarius


 Ginjal
Ginjal menghasilkan air seni dengan membuang air dan berbagai bahan metabolik
yang berbahaya yang mayoritas dihasilkan oleh alat-alat lain. 1,3

 Pelvis Renalis (Pielum)


Mengumpulkan air seni yang datang dari apeks papilla. Mengecil menjadi ureter yang
dilalui air seni dalam porsi-porsi kecil sampai ke dalam vesika urinaria. Kapasitas rata-rata
3-8 ml. Air seni mula-mula terkumpul di kaliks, saat sfingter kaliks berkontraksi. Kemudian,

2
otot-otot dinding kaliks, sfingter forniks, berkontraksi dan pada waktu yang bersamaan
sfingter kaliks berelaksasi. Lalu air seni terdorong ke dalam pelvis renalis. Air seni dibuang
dengan cepat oleh penutupan bergantian dari sfingter pelvis dan kaliks. 1,3

 Ureter
Berbentuk seperti pipa yang sedikit memipih, berdiameter 4-7 mm. Panjang
bervariasi + 30 cm pada laki-laki dan + 1 cm lebih pendek dari wanita. Kedua ureter
menembus dinding kandung kemih pada fundusnya, terpisah dalam jarak antara 4-5 cm,
miring dari arah lateral, dari belakang atas ke medial depan bawah. 1,3
Ureter berjalan sepanjang 2 cm di dalam kandung kemih dan berakhir pada suatu
celah sempit (ostium ureter).

Pandangan umum alat-alat Penampang frontal melalui


urogenital wanita kandung kemh pria

Gambar 2. Vesika urinaria perempuan dan laki-laki

 Vesika urinaria (Buli-buli)


Pada dasar vesika urinaria, kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum vesika urinaria. vesika urinaria berfungsi
menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam
mekanisme berkemih. Kapasitas maksimal (volume) untuk orang dewasa + 350-450 ml;
kapasitas vesika urinaria pada anak menurut Koff: 1,3
Kapasitas vesika urinaria = [ Umur (tahun) + 2] x 30 ml
Bila vesika urinaria terisi penuh, verteks dan dinding atas terangkat dan membentuk
suatu bantal yang lonjong dan pipih, yang dapat meluas sampai tepi atas simfisis pubis.

3
Selama kontraksi otot vesika urinaria, ketika dikosongkan selama berkemih, bentuknya
menjadi bulat. 1,3

 Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari vesika urinaria melalui
proses miksi. Secara anatomis, uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: uretra posterior dan
uretra anterior. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan vesika urinaria dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan uretra posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos
yang dipersarafi oleh saraf simpatik sehingga saat vesika urinaria penuh, sfingter terbuka.
Sfingter ani eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat
diperintah sesuai keinginan seseorang; pada saat kencing, sfingter ini terbuka dan tetap
menutup pada saat menahan kencing.1,3
Panjang uretra wanita + 3-5 cm dengan diameter 8 mm, berada di bawah simfisis
pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. + 1/3 medial uretra terdapat sfingter uretra
eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot
Levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di dalam vesika urinaria pada
saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi bila tekanan intra vesika melebihi tekanan intrauretra
akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna. 1,3
Panjang uretra pria dewasa + 23-25 cm. Uretra posterior pria terdiri atas uretra pars
prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars
membranasea. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis; uretra anterior terdiri atas: (1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis,
dan (4) meatus uretra eksterna.

 Prostat

4
Gambar 3. Kelenjar prostat dan uretra

Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah interior buli-buli, di depan
rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran
3x4x2,5 cm dan beratnya 20 gram. Sebagian prostat mengandung kelenjar grandular dan
sebagian lagi otot involuter dan menghasilkan suatu cairan yang di sebut semen, yang basa
dan mendukung nutrisi sperma. Cairan prostat merupakan kurang lebih 25% dari seluruh
volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperlasia jinak atau berubah menjadi kanker
ganas dapat membantu uretra posterior dan mengakibatkan obstruksi saluran kemih. 1,3

Fisiologi
MEKANISME PROSES MIKSI (MIKTURISI)

Miksi (proses berkemih) ialah proses di mana vesika urinaria akan mengosongkan
dirinya waktu sudah penuh dengan urin. Mikturisi ialah proses pengeluaran urin sebagai
gerak refleks yang dapat dikendalikan (dirangsang/dihambat) oleh sistim persarafan dimana
gerakannya dilakukan oleh kontraksi otot perut yg menambah tekanan intra abdominalis, dan
organ-organ lain yang menekan vesika urinaria sehingga membantu mengosongkan urin.3

Refleks mikturisi adalah refleks medulla spinalis yang bersifat otonom, yang
dikendalikan oleh suatu pusat di otak dan korteks cerebri. Refleks mikturisi merupakan
penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang lebih tinggi yang akan melakukan
kendali akhir untuk proses mikturisi sebagai berikut: 3
1. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat sebagian,
kecuali bila mikturisi diinginkan
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi refleks
mikturisi, dengan cara sfingter vesika urinaria eksterna terus-menerus melakukan
kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya
3. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi sakral
untuk membantu memulai refleks mikturisi dan pada saat yang sama menghambat
sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin dapat terjadi.

MEKANISME BERKEMIH

Dalam keadaan normal vesika urinaria dan uretra berhubungan secara simultan dalam
penyimpanan dan pengeluaran urin. Selama penyimpanan, leher vesika urinaria dan uretra

5
proksimal menutup, dan tekanan intrauretra berkisar antara 20-50 cmH 2O. Sementara itu otot
detrusor berelaksasi sehingga tekanan vesika urinaria tetap rendah. 3
Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase, yaitu fase pengisian dan fase pengosongan
vesika urinaria.
1. Fase Pengisian (Filling Phase) 3
Untuk mempertahankan kontinensia urin, tekanan intrauretra selamanya harus
melebihi tekanan intravesikal kecuali pada saat miksi. Selama masa pengisian, ternyata hanya
terjadi sedikit peningkatan tekanan intravesikal, hal ini disebabkan oleh kelenturan dinding
vesikal dan mekanisme neural yang diaktifkan pada saat pengisian vesika urinaria.
Mekanisme neural ini termasuk refleks simpatis spinal yang mengatifkan reseptor β pada
vesika urinaria dan menghambat aktifitas parasimpatis. Selama masa pengisian vesika
urinaria tidak ada aktivitas kontraktil involunter pada detrusor.
Tekanan normal intravesika maksimal adalah 50 cm H2O sedangkan tekanan
intrauretra dalam keadaan istirahat antar 50-100 cm H2O.
Selama pengisian vesika urinaria, tekanan uretra perlahan meningkat. Peningkatan
pada saat pengisian vesika urinaria cenderung kearah peningkatan aktifitas otot lurik
spinchter. Refleks simpatis juga meningkatkan stimulasi reseptor α pada otot polos uretra dan
meningkatkan kontraksi uretra pada saat pengisian vesika urinaria.

2. Fase Miksi (Voiding Phase) 3


Selama fase miksi terjadi penurunan tekanan uretra yang mendahului kontraksi otot
detrusor. Terjadi peningkatan intra vesikal selama peningkatan sensasi distensi untuk miksi.
Pusat miksi terletak pada batang otak. Refleks simpatis dihambat, aktifitas efferent somatic
pada otot lurik spinghter dihambat dan aktifitas parasimpatis pada otot detrusor ditingkatkan.
Semua ini menghasilkan kontraksi yang terkoordinasi dari otot detrusor bersamaan dengan
penurunan resistensi yang melibatkan otot lurik dan polos uretra. Terjadi penurunan leher
vesika urinaria dan terjadi aliran urin. Ketika miksi secara volunter, dasar panggul
berkontraksi untuk meninggikan leher vesika urinaria kearah simfisis pubis, leher vesika
tertutup dan tekanan detrusor menurun.
Pengeluaran urin secara volunter biasanya dimulai dengan cara  sebagai berikut:
Mula-mula, orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya, yang akan
meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memunkinkan urin tambahan memasuki
leher kandung kemih dan uretra posterior dalam keadaan di bawah tekanan, sehingga
meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang mencetuskan reflex

6
mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra eksterna. Biasanya, seluruh urin
akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5-10 milimeter urin di dalam kandung
kemih.

Etiologi
Secara garis besar, retensi urin dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:1,2,5-7
Tabel 1. Penyebab retensi urin
Kelemahan otot detrusor - Kelainan medulla spinalis.
- Kelainan saraf perifer
Hambatan / obstruksi uretra - Batu uretra.
- Klep uretra.
- Striktura uretra.
- Stenosis meatus uretra.
- Tumor uretra.
- Fimosis.
- Parafimosis.
- Gumpalan darah.
- Hiperplasia prostat.
- Karsinoma prostat.
- Sklerosis leher vesika urinaria.
Inkoordinasi antara Detrusor-Uretra - Cedera kauda ekuina

Menurut lokasi, penyebab retensi urin dibagikan kepada: 1,2,5-7


a. Supravesikal:
Kerusakan terjadi pada pusat miksi di Medula Spinalis setinggi Th12-L1; kerusakan
saraf simpatis dan parasimpatis, baik sebagian atau seluruhnya.

b. Vesikal:
Berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologis.

c. Infravesikal (distal vesika urinaria):


Berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis,
stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis
leher vesika urinaria (bladder neck sclerosis).

7
Pada retensi urin kronik, disebabkan oleh: obstruksi uretra yang semakin hebat,
sehingga akhirnya vesika urinaria mengalami dilatasi. Pada keadaan ini, urin keluar terus
menerus karena kapasitas vesika urinaria terlampaui. Penderita tidak mampu berkemih
lagi, tetapi urin keluar terus tanpa kendali.

Selain itu, penyebab dari penyakit retensi urin juga dapat di bagi menurut organ yang
terkenanya. Penbagiannya adalah seperti berikut: 1,2,5-7

1. Vesika urinaria - Neuropati diabetes


- Atoni otot detrusor karena pembesaran kronis yang
berlebihan.
2. Uretra a. Pada bayi dan anak-anak
- Katup uretra posterior
- Stenosis meatal
- Fimosis dan parafimosis
b. Pada pria dewasa
- Batu
- Striktura
c. Pada wanita dewasa
- Obstruksi uretra (sangat jarang)
d. Pada pria tua
- Benign Prostat Hiperplasia
- Batu
- Kanker prostat
- Striktura
e. Pada wanita tua
- Karunkel uretra
- Polip uretra

8
Diagnosis
Secara klinis diagnosa retensi urin dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1,2,5-7

Anamnesa

Anamnesa sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Dari data-data yang didapatkan
dari anamnesa kita sudah dapat sekitar 80% dari diagnosa. Pada pasien dengan retensi urin
keluhan-keluhan yang kita dapatkan dari anamnesa adalah: 1,2,5-7
- Kapan terakhir berkemih?
- Apakah pasien merasakan ingin berkemih?
- Adakah rasa nyeri atau tidak enak?
- Apakah baru-baru ini ada hematuria?
- Apakah baru-baru ini ada disuria?
- Adakah stranguria (ingin berkemih sampai terasa nyeri tetapi tidak bisa keluar)?
- Apakah biasanya ada kesulitan dengan pancaran urin?
- Apakah pasien mengalami hesitansi? Apakah pasien memiliki pancaran urin yang
bagus atau menetes di akhir berkemih?
- Adakah gejala yang menunjukkan penyakit neurologis (misalnya mati rasa atau
kelemahan ekstremitas)?
- Adakah inkontinensia feces?
- Riwayat penyakit dahulu:
 Adakah episode retensi urin sebelumnya?
 Tanyakan tentang operasi sebelumnya, terutama TURP atau prostatektomi
terbuka.
 Adakah riwayat ISK?
 Adakah riwayat batu ginjal?
 Adakah riwayat penyakit neurologis?
- Riwayat obat-obatan:
 Apakah pasien mengkonsumsi obat yang meningkatkan retensi urin (misalnya
antidepresan trisiklik)
 Apakah pasien dalam pengobatan ISK, BPH/Ca prostat.

9
Pemeriksaan Fisik

Pada umumnya vesica urinaria tidak dapat diraba. Namun pada pasien dengan retensi
urin, pada pemeriksaan abdomen bagian bawah akan teraba distensi abdomen. Pada retensi
urin akut, vesika urinaria dapat mencapai atau melewati diatas umbilicus, saat batasnya dapat
dilihat dan dirasakan. 1,2,5-7

Pada retensi urin kronik, vesika urinaria  mungkin sedikit susah untuk


dipalpasi karena lunaknya dinding vesika urinaria, dalam kasus ini dengan perkusi
akan lebih bagus penilaiannya.

Pada pemeriksaan genitalia eksterna mungkin saja teraba adanya batu di uretra
anterior, terlihat batu di meatus uretra eksternum, teraba spongiofibrosis di sepanjang uretra
anterior, terlihat fistel atau abses di uretra, fimosis/parafimosis, akan terlihat adanya darah
yang keluar dari uretra yang diakibatkan karena adanya cedera uretra.

Pada pemeriksaan colok dubur yang ditujukan untuk mencari adanya


hyperplasia prostat/karsinoma prostat.

Pemeriksaan refleks bulbokavernosa bertujuan untuk mendeteksi adanya


kelainan neurogenik. 1,2,5-7

Gambar 4. Rectal toucher

10
Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam menegakkan diagnosispada retensi


urin ialah dengan: 1,2,5-7

1. Pemeriksaan urin lengkap.


Bila pada pemeriksaan sedimen urin ditemukan piuria pada 50% kasus
infeksi saluran kemih. Tidak ada korelasi yang pasti antara piuria dan bakteriuria, tetapi
pada setiap kasus dengan piuria haruslah dicurigai kemungkinan adanya infeksi saluran
kemih. Kelainan urin secara laboratorik yang ditemukan apabila terdapat infeksi saluran
kemih adalah:
a. Urinalisis
i. Leukosituria: Leukosituria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting
terhadap dugaan adanya infeksi saluran kemih. Leukosuria dinyatakan positif
bilamana terdapat 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen urin.
Adanya leukosit silinder pada sedimen urin menunjukkan adanya keterlibatan
ginjal.
ii. Hematuria: hematuria dipakai sebagai petunjuk adanya infeksi saluran kemih
bilamana dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. 1,2,5-7
b. Serum PSA
Penentuan serum Prostat Spesific Antigen (PSA) merupakan test yang baik
untuk mendeteksi adanya Ca prostat. Sekitar 25 % - 30% pria dengan BPH, PSA
levelnya meninggi. 1,2,5-7
Interpretasi nilai PSA:
 1/2 – 4 ng/ml : normal
 4 – 10 ng/ml : mempunyai 20% kemungkinan menjadi Ca
 >10 ng/ml : 50% berpeluang untuk biopsi Ca
 >100 ng/ml : metastasis ke tulang
c. Bakteriologis1,2,5-7
i. Mikroskopis: pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa
diputar atau tanpa pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bilamana
ditemukan satu bakteri lapang pandang minyak emersi.
ii. Biakan bakteri: Selain untuk mengetahui adanya infeksi, pemeriksaan
laboratorium lain yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan gula darah sewaktu

11
untuk mengetahui kadar glukosa pasien tersebut karena apabila pasien
mempunyai penyakit diabetes maka diabetes dapat menyebabkan retensi urin.
2. Uroflometri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses miksi secara
elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih
bagia bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi
mengenai volume miksi pancaran maksimum, pancaran rata-rata, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapat pancaran maksimum dan lamanya pancaran. 1,2,5-7
3. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan uroradiologis termudah. Ini
merupakan radiografi pendahuluan umum dalam pemeriksaan radiologis yang lebih
canggih seperti urografi intravena dan biasanya dilakukan dengan posisi supine. Pada
pasien dengan retensi urin, pada pemeriksaan foto polos abdomen dapat memperlihatkan
bayangan vesika urinaria penuh dan mungkin terlihat bayangan batu opak pada uretra
atau vesika urinaria apabila karena batu pada saluran kemih. 1,2,5-7
4. Uretrografi
Uretrografi adalah pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras. Bahan kontras
dimasukkan langsung melalui klem Broadny yang dijepitkan pada glans penis.
Gambaran yang mungkin terjadi adalah: 1,2,5-7
- Jika terdapat striktura uretra akan tampak adanya penyempitan atau hambatan
kontras pada uretra.
- Trauma uretra tampak sebagai esktravasasi kontras keluar dinding uretra.
- Tumor uretra atau batu non opak pada uretra tampak sebagai filling defect pada
uretra.
5. Uretrosistoskopi
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretraprostatika dan vesika
urinaria. Terlihat adanya pembesaran, obstruksi uretra dan leher vesika urinaria, batu
vesika urinaria, selule dan divertikel vesika urinaria. Uretrosistoskopi dikerjakan pada
saat akan dilakukan tindakan pembedahan untuk menentukan perlunya dilakukan TUIP,
TURP, atau prostatektomi terbuka. Disamping itu, pada kasus yang disertai dengan
hematuria atau curiga adanya karsinoma vesika urinaria, sistoskopi sangat membantu
dalam mencari lesi pada vesika urinaria. 1,2,5-7
6. Ultrasonografi

12
Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap gelombang bunyi yang
dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang berbeda kepadatannya. Pemeriksaan ini
tidak invasif dan tidak menimbulkan efek radiasi. USG dapat membedakan antara massa
padat (hiperekoik) dengan massa kistus (hipoekoik). Pada kelenjar prostat, melalui
pendekatan transrektal (TRUS) dipakai untuk mencari nodul pada keganasan prostat dan
menentukan volume/besarnya prostat. Jika didapatkan adanya dugaan keganasan prostat,
TRUS dapat dipakai sebagai penuntun dalam melakukan biopsi kelenjar prostat.

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel (hiperplasia) kelanjar periuretral prostat yang tidak ganas
yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. BPH merupakan tumor jinak yang
paling sering terjadi pada laki-laki dan berhubungan dengan usia, jarang ditemukan pada usia
di bawah 40 tahun. Sebagian besar hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional. 2,5-7

Etiologi
Belum diketahui secara pasti, saat ini terdapat beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain: 2,5
1. Teori DHT (dihidrotestosteron): Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase
dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2. Teori Reawakening: Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang
pertumbuhan epitel.
3. Teori stem cell hypothesis: Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel
aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada
androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan
menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
4. Teori growth factors: Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah
pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF)
dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi
transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.
5. Teori Hormonal: Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi

13
maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain
androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif
testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan
adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga
terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi
tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi
pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun
kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga
tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.2,4

Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.


Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi
uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. 2,4

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala-gejala prostatismus1. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot
detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan

14
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan
pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau
terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 2,4

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi
dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan
kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau
mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-
putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan
inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara
lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan
ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (dysuria).

Klasifikasi
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
ringannya gangguan miksi yang disebut WHO PSS. Skor ini dihitung berdasarkan jawaban
penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan apabila
WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk itu dianjurkan kontrol dengan menentukan skor WHO
PSS. Terapi bedah dianjurkan apabila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi. 5-7

Tabel 2 . WHO International Prostate Symptom Score (I-PSS)

Pertanyaan Jawaban dan Skor


Keluhan pada bulan Tidak < 20 % < 50% 50% > 50% Hampir
terakhir ada sama selalu
sekali
Buli-buli tidak kosong 0 1 2 3 4 5
setelah BAK
Berapa kali BAK 0 1 2 3 4 5
dalam waktu 2 jam
setelah BAK
Berapa kali arus 0 1 2 3 4 5
kemih berhenti

15
setelah BAK
Berapa kali tidak 0 1 2 3 4 5
dapat menahan kemih
Berapa kali terjadi 0 1 2 3 4 5
arus lemah sekali
BAK
Berapa kali 0 1 2 3 4 5
mengalami kesulitan
memulai BAK
Bangun tidur untuk Tidak 1X 2X 3X 4X 5X
BAK pernah
Berapa kali bangun 0 1 2 3 4 5
untuk BAK waktu
malam
Jika BAK seumur
hidup akan seperti
ini, bagaimana
perasaan anda?

Jumlah skor:
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruksekali

Tabel 3. Derajat berat BPH berdasarkan gambaran klinis.5-7


Derajat Rectal Toucher Sisa volume urine
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50 – 100 ml
dicapai
III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100 ml
IV retensi urine total

Di dalam praktek, pembagian prostat berdasarkan gejala klinis, dibagi dalam derajat I
– IV, digunakan untuk menentukan cara penanganan. Penderita derajat I biasanya belum
memerlukan tindak bedah dan hanya diberikan terapi konservatif saja. Derajat II merupakan
indikasi untuk melakukan pembedahan. Kadang derajat II dapat dicoba dengan pengobatan
konservatif. Derajat III dan IV memerlukan terapi operatif untuk penanganannya. 5-7

16
Penatalaksanaan
Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan teknologi
yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah minimal invasif
yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang tinggi.3

Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS 3). 5-7
1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar
mengurangi nokturia.
2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).
3. Mengurangi kopi.
4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil.
Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring,
uroflowmetri, dan TRUS.
5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.

Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat
tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan
penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi. 5-7

1. Penghambat adrenergik a-1


Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot
polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi
relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan
mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif
cepat.
Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan
keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique). Pengobatan
dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti berapa
lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh
prostat makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh obat:
prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin
dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.

17
2. Penghambat enzim 5a reduktase
Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron
tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan
prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan
perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi. Salah satu efek samping obat ini adalah
menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.

3. Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase


Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase
pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor
dan peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1.
Namun, masih terdapat keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil
dibandingkan kelompok lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian
lebih lanjut.

4. Fitoterapi
Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan baru-baru
ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis
rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,
Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui
efektivitas dan keamanannya3.

Terapi Bedah Konvensional

Indikasi managemen operasi adalah penurunan fungsi ginjal dan gejala-gejala lain
yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Karena derajat obstruksi berjalan dengan lambat
pada kebanyakan pasien, terapi konservatif dapat juga adekuat. Obat-obatan yang merelaksasi
kapsul prostat dan spinter internal (α-adrenergic blocking agent) atau yang menurunkan
volume prostat (5 α-reductase inhibitor atau antiadrogen) telah dicoba dengan tingkat
keberhasilan yang cukup tinggi. 5-7

Penatalaksanaan prostatitis kronik adalah untuk mengurangi gejala. Resolusi dari


komplikasi sistitis biasanya akan dapat tercapai. Dalam rangka melindungi tonus vesikal,
pasien sebaiknya diperingatkan agar segera BAK ketika terjadi urgensi. Memaksa cairan urin
keluar dalam waktu yang pendek menyebabkan pengisian VU yang cepat, dan menurunkan
tonus vesikal; ini adalah penyebab umum dari retensi urin akut dan oleh sebab itu harus
18
dihindari. Pasien-pasien dengan gejala obstruksi urin sebaiknya menghindari pemakaian obat
flu termasuk antihistamin, karena juga dapat menyebabkan retensi urin. Terapi konservatif ini
hanya sementara menolong. 5-7

Kateterisasi diharuskan untuk retensi urin akut. BAK spontan dapat kembali normal,
tetapi kateter sebaiknya dibiarkan terpasang selama 3 hari sementara tonus detrusor kembali
normal. Jika ini gagal, terapi konservatif atau operatif diindikasikan. 5-7

Terdapat empat pendekatan klasik yang digunakan dalam prostatectomi: transurethral,


retropubic, suprapubic, dan perineal. Transurethral dipilih pada pasien dengan berat prostat di
bawah 50 g karena morbiditas lebih rendah dan perawatan di RS lebih singkat. Prostat yang
lebih besar memerlukan tindakan bedah terbuka, tergantung dengan pilihan dan pengalaman
dari urologist. Angka kematian rendah dalam masing-masing prosedur (1–2%). Potensi risiko
tertinggi jika pendekatan transperineal digunakan, tetapi impotensi kadang-kadang terjadi
setelah reseksi prostat transuretra.

Pendekatan alternative dalam penatalaksanaan BPH adalah transurethral incision of


the prostate (TUIP). Prosedur ini terdiri dari insisi prostat pada leher VU ke atas
verumontanum, sehingga memungkinkan ekspansi seluruh uretra prostat. Terutama efektif
ketika titik primer obstruksi disebabkan di "median bar" atau bibir leher VU letak tinggi
posterior. 5-7

Terapi alternatif lainnya yang kini sedang berkembang adalah teknik minimally
invasive seperti transurethral vaporization, laser prostatectomy, transurethral microwave
thermotherapy, transurethral needle ablation, dan high intensity focused ultrasound ablation
of the prostate.

Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan: 5-7


1. Prostatektomi terbuka :
a. Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer)
b. Prostatektomi retropubik (Terence Millin)
c. Prostatektomi perinealis (Young)
2. Prostatektomi tertutup:
a. Reseksi transuretral.
b. Bedah beku

19
Open simple prostatectomy
Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas
100 gram, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan teknik
transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka memberikan morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi daripada TUR-P. 5-7

Terapi Invasif Minimal

Transurethral resection of the prostate (TUR-P)


Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang
menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter. Sampai saat ini,
TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan puluh lima persen
prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi5-7. Komplikasi jangka pendek adalah
perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah.
Komplikasi jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia
(<1%). 5-7

Gambar 5. Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran
prostat kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior (leher kandung kemih yang
tinggi)3. Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7. Penyulit yang bisa terjadi adalah

20
ejakulasi retrograd. 5-7

Gambar 6. Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Terapi laser

Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium YAG.
Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang dilakukan
dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate
(VILAP), dan interstitial laser therapy. Keuntungan terapi laser adalah perdarahan minimal,
jarang terjadinya sindrom TUR, mungkin dilakukan pada pasien yang menjalani terapi
antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu dirawat di rumah sakit 5-7. Kerugiannya di
antaranya tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, diperlukan waktu
pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif yang lebih banyak, dan harga yang
mahal. Efek samping yang pernah dilaporkan di Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri
pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%).5-7

Microwave hyperthermia
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau
rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.

Trans urethral needle ablation (TUNA)


Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat
mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga
terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat. 5-7

21
High intensity focused ultrasound (HIFU)
Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasound
dengan intensitas tinggi dan terfokus. 5-7

Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk
mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan harapan hidup
terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau pembedahan. 5-7

Transurethral baloon dilatation


Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan
leher kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat kurang dari 40 g, sifatnya
sementara, dan jarang dilakukan lagi.5-7

Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan
komplikasi sebagai berikut1
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Refluks Vesiko-Ureter
h. Hidroureter
i. Hidronefrosis
j. Gagal Ginjal

KomplikasiObstruksi dan residual urin menyebabkan infeksi pada VU dan prostat dan
kadang-kadang menyebabkan pyelonephritis; ini mungkin sulit untuk dihilangkan. Obstruksi
juga dapat menyebabkan terjadinya divertkel VU. Infeksi residual urin berperan terhadap
pembentukan batu (calculi).Obstruksi fungsional pada intravesical ureter, disebabkan oleh
hipertropi trigonum, dapat menyebabkan hydroureteronephrosis.

22
Prognosis
Prognosis BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun
gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis
yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker
prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru5. BPH
yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi
penderita.

23
BAB III:
KESIMPULAN
Retensi urin merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering ditemukan.
Salah satu penyebab retensi urin adalah BPH. Benign Prostatic Hyperplasia merupakan
penyakit yang sering diderita pada pria

Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada


populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah karena
terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan dalam
kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksi dan gejala
iritatif.

Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah


konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak
dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH
yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi
kanker prostat.

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi., Edisi ke – 2.
Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85
2. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of benign
prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ. Campbell’s
urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1998.p.1429-52.
3. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”. Edisi 9. Jakarta : EGC
4. Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”. Edisi
6. Volume 2. Jakarta : EGC
5. Jong, Wim de & R. Syamsuhidajat : Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 2. Jakarta : EGC, 2005.
6. Fleshman, James W : Schwartz’s Principles of Surgery ed. 7th. New York : Mc. Graw-
Hill, 1999.
7. Sabiston : Sabiston Textbook of Surgery ed.17th. USA : Elsevier Saunders, 2004.

25

Anda mungkin juga menyukai