Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH

EVIDENCE BASED LABORATORIUM

Dosen : Dr. Budi Santosa, M.Si.Med

Anggota Kelompok 1 :
1. Erick Erianto Arif (G4C019004)
2. Andi Harmawati Novriani HS (G4C019008)
3. Nurul Chamidah Kumalasari (G4C019012)
4. Aulia Risqi Fatmariza (G4C019016)

PROGRAM STUDI S2 SAINS LAOBORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2020
TUGAS EBL
PEMERIKSAAN NARKOBA
1. Sebutkan parameter-parameter skrining pemeriksaan laboratorium yang
saudara ketahui!
2. Sebutkan parameter-parameter konfirmasi pemeriksaan laboratorium yang
saudara ketahui!
3. Uraikan mengapa parameter tersebut masuk kategori skrining dan konfirmasi!

JAWABAN
1. Parameter pemeriksaan skrining Narkoba:
a. Reaksi Warna
1) Marquis Test
2) Bratton Marshall Test
b. Immunochromatography (Rapid Tes)
c. Enzym Immunoassay (ELISA)

2. Parameter pemeriksaan konfirmasi Narkoba:


a. Kromatografi
1) KLT-Reaksi Warna
2) KLT-Spektofotometri
3) Gas Chromatography-Mass Spectometry (GC-MS)
4) Liquid Chromatography-Mass Spectometry (LC-MS)

3. Penjelasan pemeriksaan skrining dan konfirmasi Narkoba:


Pemeriksaan narkoba seringkali dibagi menjadi pemeriksaan skrining dan
konfirmatori. Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan awal pada obat dan
golongan yang besar atau metabolitnya dengan hasil presumptif positif dan
negatif. Secara umum pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan yang
cepat, sensitif, tidak mahal dengan tingkat presisi dan akurasi yang masih dapat
diterima, walaupun kurang spesifik dan dapat menyebabkan hasil positif palsu
karena terjadinya reaksi silang dengan substansi lain dengan struktur kimia yang
mirip atau memiliki kesamaan susunan molekulnya 8. Pada pemeriksaan skrining,
metode yang sering digunakan adalah immunoassay dengan prinsip
pemeriksaan adalah reaksi antigen dan antibodi secara kompetisi. Pemeriksaan
skrining dapat dilakukan di luarlaboratorium dengan metode onsite strip test
maupun di dalam laboratorium dengan metode ELISA (enzyme linked
immunosorbent assay)1.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


923/Menkes/SK/X/2009, pemeriksaan skrining atau uji penapisan dapat
dilakukan dengan metode reaksi warna, teknik immunoassay, kromatografi lapis
tipis, ion scanner test, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas.
Pelaksanaan uji penapisan disesuaikan dengan ketersediaan sarana dan
prasarana di tiap laboratorium.

Pemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan sebagai upaya


penegasan hasil positif dari pemeriksaan skrining untuk menetapkan jenis
narkotika dan atau psikotropika (Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 923/Menkes/SK/X/2009). Pemeriksaan konfirmasi
menggunakan metode yang sangat spesifik untuk menghindari terjadinya hasil
positif palsu. Metoda konfirmasi yang sering digunakan adalah gas
chromatography / mass spectrometry (GC/MS) atau liquid
chromatography/mass spectrometry (LC/MS) yang dapat mengidentifikasi jenis
obat secara spesifik dan tidak dapat bereaksi silang dengan substansi lain serta
merupakan standar baku emas. Kekurangan metode konfirmasi adalah waktu
pengerjaannya yang lama, membutuhkan ketrampilan tinggi serta biaya
pemeriksaan yang tinggi6,8.

Spektrometer massa diperlukan untuk identifikasi senyawa sebagai


penentu bobot molekul dan penentuan rumus molekul. Prinsip dari MS adalah
pengionan senyawa-senyawa kimia untuk menghasilkan molekul bermuatan
atau fragmen molekul dan mengukur rasio massa/muatan. Molekul yang telah
terionisasi akibat penembakan elektron berenergi tinggi tersebut akan
menghasilkan ion dengan muatan positif, kemudian ion tersebut diarahkan
menuju medan magnet dengan kecepatan tinggi. Medan magnet atau medan
listrik akan membelokkan ion tersebut agar dapat menentukan bobot molekulnya
dan bobot molekul semua fragmen yang dihasilkan 2. Kemudian detektor akan
menghitung muatan yang terinduksi atau arus yang dihasilkan ketika ion
dilewatkan atau mengenai permukaan, scanning massa dan menghitung ion
sebagai mass to charge ratio (m/z). Terdapat 4 (empat) proses dalam
spektrometri massa yakni ionisasi, percepatan, pembelokkan dan pendeteksian.

GC-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang


menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu Gas Chromatography (GC)
untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan Mass Spectrometry
(MS) digunakan sebagai detector akan memberikan data struktur kimia senyawa
yang tidak diketahui. Prinsip kerja GC-MS yaitu ketika gas solute memasuki
Mass Spectrometry maka molekul-molekul organic akan ditembak dengan
electron bertenaga tinggi dan pecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil.
Kemudian komponen campuran yang sudah terpisahkan dengan Gas
Chromatography akan tergambar dalam satu spectra massa 1,3.

Metode GC-MS mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang lebih tinggi


dibandingkan dengan metode lainnya. metode GCMS, dimana ion-ion
fragmentasi MA pada m/z 58 dan 91 yang dipilih karena memiliki kelimpahan
relative lebih tinggi dan spesifik, sehingga diharapkan bisa meningkatkan
sensitivitas metode analisis7. Bergantung pada faktor pelarutan dan metode
ionisasi, sebuah ekstrak dengan 0,1– 100 mg dari setiap komponen mungkin
dibutuhkan agar sesuai jumlah yang diinjeksikan. Perbandingan dengan teknik
lainnya: IR spektometer dapat memberikan informasi posisi aromatik isomer
dimana GCMS tidak bisa; namun sensitivitas IR biasanya lebih rendah sebesar
2―4. NMR (nuclear magnetic resonance) spektrometri dapat memberikan
informasi rinci pada konformasi molekuler ekstrak; namun biasanya NMR lebih
rendah sensivitasnya sebesar 2―45.

Keunggulan metode GC-MS dibandingkan dengan metode lainnya antara


lain: efisien; resolusi tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisis
partikel berukuran sangat kecil seperti polutan dalam udara, aliran fasa bergerak
(gas); sangat terkontrol dan kecepatannya tetap; pemisahan fisik terjadi di dalam
kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang dan temperaturnya dapat diatur;
banyak sekali macam detektor yang dapat dipakai pada kromatografi gas (saat
ini dikenal 13 macam detektor); respons detektor proporsional dengan jumlah
tiap komponen yang keluar dari kolom; sangat mudah terjadi pencampuran uap
sampel ke dalam fasa bergerak; analisis cepat, biasanya hanya dalam hitungan
menit; tidak merusak sampel; sensitivitas tinggi sehingga dapat memisahkan
berbagai senyawa yang saling bercampur; dan mampu menganalisis berbagai
senyawa meskipun dalam kadar/konsentrasi rendah 7. Literatur menunjukkan
bahwa batas deteksi untuk KLT yang dianalisis dengan spektrofotodensitometer
dengan sistem absorbansi berada pada rentang 10-100 ng.

Metode GC-MS memiliki kekurangan antara lain sebagai berikut: teknik


Kromatografi Gas terbatas untuk zat yang mudah menguap. Kromatografi Gas
tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar.
Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada tingkat gram
mungkin dilakukan, tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan
kecuali jika ada metode lain. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair
tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat terlarut 5.

Gambar 1. Contoh Alat Gas Chromatography / Mass Spectrometry (GC/MS)

Gambar 2 Prinsip Kerja Alat Gas Chromatography / Mass Spectrometry(GC/MS)


Sensitivitas dan spesifisitas dari Imunokromatografi sebesar 97%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Agnes Rengga Indrati. (2015). Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik


Narkoba “Urinary Drugs Testing”. Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran: Bandung.
2. David G. W., 2005. Analisis Farmasi (Winny R. Syarief, Pentj). Edisi kedua.
Jakarta: EGC
3. Gandjar, I.G.dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
4. Hendayana, Sumar. (2006). Kimia Pemisahan, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
5. Hermanto, 2008. Aplikasi Alat HPTLC dan GCMS. Jakarta.
6. Moeller KE, Lee KC, Kissack JC. Urine drug screning: Practical guide for
clinicans. Mayo clin proc. 2008;83(1):66-76
7. Putra, N.W., 2011. Deteksi Senyawa Metamfetamina (MA) Pada Rambut
Dengan Metode SIM GCMS. Denpasar: UNUD.
8. Pesce A, West C,City KE,Clarke W, diagnostic accuracy and
interpretation of urinedrug testing for pain patients: An evidence-based
approach, In: Acree W, ed, Toxicity ang drug testing. 10 februari 2012.
9. Reisfield GM, salazar E, Bertholf RL.Rational use and interpretation of
urine drug testing in chronic oploid therapy. Ann.
Clin.Lab.Sci.2007;37(4):301-14.

Anda mungkin juga menyukai