Anda di halaman 1dari 3

Prof. Dr. H. Imam SuprayogoSenin, 29 Juni 2015 . in Dosen.

 5952 views

Suatu ketika saya ketemu dengan seorang guru yang sehari-hari mengajar ilmu fisika. Guru
fisika ini beragama Islam, dan tergolong taat. Dia bisa membaca al Qur'an sekalipun belum
memahami artinya secara sempurna. Jika ingin mengetahui arti ayat-ayat al Qur'an, dia bisa
mencari melalui kitab al Qur'an terjemahan, yang sekarang ini bisa diperoleh dengan mudah.

Sebagai pengajar mata pelajaran ilmu fisika, ia tidak merasa dekat dengan ilmu agama dan
juga al Qur'an. Selama ini, guru fisika ini berpikir bahwa fisika adalah ilmu umum dan
berbeda dengan ilmu agama. Antara ilmu fisika dan agama tidak ada kaitannya. Ilmu fisika
dianggap penting sebagai bekal menjalani kehidupan di dunia, sementara itu ilmu agama
adalah bekal untuk meraih kebahagiaan di akherat kelak.

Anggapan bahwa tidak ada kaitan antara ilmu agama dan ilmu fisika seperti itu sudah lama,
yakni sejak dia belajar di sekolah baik ketika memulai mengenal ilmu agama maupun ilmu
fisika. Selama ini, masing-masing guru tidak ada yang menjelaskan keterkaitan di antara
keduanya. Guru fisika tidak menjelaskan kaitan antara fisika dengan ilmu agama dan demikian
pula guru agama selama ini juga tidak menjelaskan bahwa ada kaitan antara agama dan fisika.

Pemahaman sebagaimana tersebut ternyata tidak dimilikinya sendiri. Teman-temannya, baik


sesama guru fisika maupun juga guru agama, pemahamannya tentang Qur'an dan sains selama
ini tidak jauh beda. Mereka tidak pernah berpikir bahwa di antara keduanya ada kaitan.
Selama ini mereka menganggap bahwa Ilmu fisika tidak ada kaitannya dengan agama. Agama
sumbernya al Qur'an, sementara ilmu fisika berasal dari hasil observasi, eksperimentasi, dan
penalaran logis dan mendalam.

Dalam pertemuan dimaksud saya mencoba mengemukakan pandangan tentang hubungan di


antara kedua jenis pelajaran itu. Saya menjelaskan bahwa benar, sumber ajaran Islam adalah al
Qur'an dan hadits nabi. Namun saya katakan bahwa al Qur'an sebenarnya berbicara berbagai
hal terkait dengan kehidupan dan bahkan juga tentang jagad raya ini. Itulah sebabnya, al
Qur'an itu disebut bersifat universal dan dari kitab suci itu dapat digali berbagai sumber ilmu
pengetahuan, termasuk di antaranya adalah terkait ilmu fisika itu.

Memang al Qur'an tidak berbicara ilmu fisika secara detail. Al Qur'an juga bukan kumpulan
sains, yaitu meliputi biologi, kimia, fisika, kimia, sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Akan
tetapi al Qur'an mendorong umat manusia mempelajari jagad raya ini. Al Qur'an mendorong
umat manusia mempelajari ciptaan Allah, baik yang ada di langit maupun di bumi. Perintah
mempelajari sains atau ciptaan Allah dimaksud adalah amat jelas dikemukakan melalui ayat-
ayat al Qur'an.

Di dalam al Qur'an dan hadits nabi, manusia tidak diperintah mempelajari Dzat Tuhan, tetapi
ternyata justru dilarang. Manusia hanya diperintah mempelajari ciptaan-Nya. Perintah itu
dijelaskan dengan kalimat yang amat jelas, yaitu pikirkanlah ciptaan Allah dan jangan
memikirkan tentang Allah. Upaya memikirkan ciptaan Allah, yaitu berupa langit dan bumi
serta seisinya, dalam konteks sekarang, adalah mempelajari sains, yaitu ilmu fisika, kimia,
biologoi, sosiologi, sejarah, filsafat, dan lain-lain.

Demikian pula di dalam al Qur'an terdapat konsep manusia ideal, yaitu ulul al baab.
Dijelaskan di kalam kitab suci itu pula bahwa, seorang yang menyandang identitas ulul al baab
adalah orang yang selalu ingat Allah pada sepanjang waktu. Ciri berikutnya adalah selalu
merenungkan dan memikirkan penciptaan langit dan bumi. Bahkan ayat itu dilanjutnya
dengan ungkapan : ' rabbana ma khalaqta hadza bathila'.

Sebagaimana dikemukakan di muka, bahwa sebenarnya orang yang sehari-hari mengkaji ilmu
fiisika, biologi, kimia, sosilogi, psikologi, dan lainnya itu adalah merupakan upaya memahami
ciptaaan Allah. Dan ternyata, al Qur'an memerintahkan yang demikian itu. Demikian pula
pernyataan al Qur'an bahwa semua yang diciptakan Allah adalah tidak ada yang sia-sia.
Pernyataan itu, akan menjadi terbukti setelah ciptaan itu diolah melalui proses, yaitu
teknologi.
Akhirnya, atas pandangan dan pemahaman tersebut, saya mengemukakan bahwa sebenarnya
apa yang dilakukan oleh guru fisika, guru kimia, guru biologi, sosiologi, psikologoi dan lain-
lain adalah merupakan implementasi perintah al Qur'an. Tatkala al Qur'an dan hadits nabi
memerintahkan manusia agar merenungkan dan memikirkan ciptaan Allah, yaitu berupa jagad
raya ini, dan kemudian para ilmuwan menjalankannya, maka perintah itu artinya telah
dilaksanakannya. Sayangnya, ketika mereka menjalankannya, tidak disadari bahwasanya hal
itu adalah merupakan perintah al Qur'an. Sehingga, tidak diketahui bahwa antara keduanya
ada hubungan yang sedemikian dekat.

Bahkan, kegiatan mempelajari sains dalam Islam bukan sekedar berhenti agar yang
bersangkutan mengetahui ilmu yang dipelajari itu sendiri, atau juga kemudian mengambil
manfaat dari hasil pengetahuan yang dihasilkannya itu, lewat teknologi misalnya, melainkan
masih memiliki tujuan yang lebih mendasar. Tujuan yang dimaksudkan itu adalah untuk
mengenal Tuhan melalui ciptaan-Nya. Oleh karena itu, dalam hal ini, mengkaji ilmu bukan
sebatas berhenti pada ilmu atau sains, tetapi lebih jauh, kegiatan itu adalah untuk mengenal
Allah. Manakala orientasi seperti itu yang terjadi, maka apa yang disebut di dalam al Qur'an
bahwa 'Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa
derajad' akans menemukan relevansinya yang amat sjelas.

Berangkat dari penjelasan sederhana itu, maka guru ilmu fisika dimaksud menjadi tahu, bahwa
sebenarnya apa yang dilakukan selama ini adalah sebagai bagian dari melaksanakan perintah
al Qur'an. Kitab suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad mendorong agar umatnya
mempelajari ilmu seluas-luasnya adalah tidak terbatas pada jenis ilmu sebagaimana yang
dipahami selama ini. Dengan demikian, para guru sains seharusnya tidak merasa jauh dengan
al Qur'an. Apa yang sehari-hari mereka lakukan pada hakekatnya adalah memenuhi perintah
kitab suci dan sebagai bagian dari ibadah. Dengan demikian, agama dan sains akan dilihat
tidak secara secara terpisah, tetapi secara padu dan utuh. Wallahu a'lam.

Anda mungkin juga menyukai