Anda di halaman 1dari 13

Pendidikan Karakter sebagi Modal kelemahan, kekurangan, keburukan, dan bahkan segala sesuatu

yang kita persepsikan sebagai kegagalan pemerintahan Orde


Utama Membangun Bangsa Baru itu bangsa kita telah memilih jalan dengan menata
kehidupan ketatanegaraan yang lebih demokratis dan
Reformasi Budaya
mempertegas komitmen normatif bangsa kita untuk
Bangsa kita tengah berada mengembangkan prinsip negara hukum yang menjamin
di persimpangan jalan. Kita kebebasan dan hak asasi manusia, serta janji kesejahteraan yang
hidup di tengah-tengah lebih merata, semata-mata untuk kepentingan seluruh rakyat
gelombang pengaruh Indonesia.
kebudayaan dan peradaban
Untuk itulah selama 12 tahun terakhir kita telah menata
yang demikian deras
ulang secara besar-besaran postur dan sistem kelembagaan
datangnya dari luar kehidupan
negara dan pemerintahan kita, mekanisme penyelenggaraannya
kita sebagai akibat cepatnya
yang diharapkan lebih berubah semakin modern, transparan dan
laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
akuntabel. Kita mengubah institusi-institusi kenegaraan dan
menyebabkan terjadinya globalisasi dalam semua bidang
pemerintahan itu, mulai dari lembaga yang semula paling tinggi
kehidupan. Di tengah suasana yang demikian, bangsa kita
kedudukannya, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
melakukan upaya-upara reformasi atau pembaruan di segala
sampai ke institusi pemerintahan desa dan kelurahan-kelurahan
bidang kehidupan bernegara. Kita usung tema reformasi total
di lingkungan perkotaan. Kita juga sudah melakukan
sebagai jawaban atas kejenuhan dan kekecewaan kita kepada
merombakan sistem hukum dan perundang-undangan kita secara
sistem kekuasaan yang kita warisi dari zaman Orde Baru yang
besar-besaran, mulai dari hukum tertinggi, yaitu konstitusi
tidak memberikan jaminan atas kebebasan individu warga, dan
sampai ke peraturan-peraturan daerah dan bahkan peraturan-
tidak berhasil mewujudkan impian-impian kita tentang keadilan
peraturan desa. Semuanya berubah dengan sangat cepat dan
dan pemerataan kesejahteraan. Untuk mengatasi segala
sangat mendasar. Dengan demikian, di tengah-tengah gelombang
perubahan yang sedang terjadi di dunia dimana bangsa kita sikap dan perilaku lama. Dengan demikian, kita terus menerus
dipengaruhi secara sangat luas dan mendasar di segala bidang, menyaksikan adanya kesenjangan yang akut antara institusi dan
kita pun mengadakan perubahan-perubahan mendasar dalam instrumen aturan di satu pihak dengan kebiasaan dan tradisi di
waktu yang sangat singkat, tanpa persiapan budaya yang dapat pihak yang lain.
dikatakan matang. Perubahan-perubahan bersifat sangat
Jawabannya tentu tiada lain adalah bahwa di masa
struktural dan instrumental yang tentunya dapat dipakai untuk
mendatang kita memerlukan reformasi lanjutannya, yaitu
melakukan fungsi perekayasaan masa depan bangsa ke arah
reformasi budaya atau reformasi kebudayaan. Sejak tahun 1998
idealitas yang dikehendaki bersama.
kita telah memulai agenda reformasi politik dan birokrasi,
Namun, di tengah perubahan-perubahan mendasar itu, reformasi ekonomi, dan reformasi hukum. Sekarang atau
dimensi kebudayaan dan tuntutan akan kualitas sumber daya setidaknya mulai tahun 2014 nanti, kita harus menggerakkan
manusia yang akan diandalkan dapat dikatakan tertinggal. reformasi lanjutan, yaitu reformasi kebudayaan. Reformasi
Perubahan demi perubahan mendasar tersebut di atas tidak budaya itu tentu harus kita mulai dengan persoalan kualitas
diiringi oleh perubahan kualitas individu manusia dan manusia, yaitu manusia ideal yang sesuai dengan apa yang dicita-
kolektifitas budaya yang sesuai dengan tuntutan perkembangan citakan dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu
keadaan. Institusi-institusi baru lebih diharapkan lebih baik telah cita-cita kehidupan bangsa yang cerdas. Agar menjadi cerdas,
kita dirikan, tetapi cara berpikir dan bekerja manusia yang maka manusia dan bangsa Indonesia haruslah terdidik dengan
diharapkan menggerakkan masih terbelakang dan dikungkung baik, yaitu melalui pendidikan yang bermutu, relevan, dan
oleh pengaruh tradisi yang diwarisi dari masa-masa yang lalu. merata. Pendidikan nasional yang diselenggarakan untuk itu,
Ide-ide baru telah banyak pula kita adopsi dan kita tuangkan menurut Pasal 31 ayat (3) UUD 1945, tidak lain adalah
menjadi materi-materi peraturan perundang-undangan yang kita pendidikan yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
percaya akan membawa hasil yang serba luhur dan mulia, tetapi akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
manusia-manusia yang diharapkan akan menjalankannya Artinya, agar menjadi cerdas, pertama-tama manusia Indonesia
rupanya sebagian terbesar masih terperangkap dengan sikap- itu haruslah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta berakhlak mulia, sehingga tujuan untuk menguasai, Pendidikan Watak atau Karakter
mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang hendak dicapai oleh dan dari setiap kegiatan Pertanyaan yang selalu hadir dalam diri penulis makalah
pendidikan dapat didampingi secara seimbang oleh penghayatan, ini ketika berhadapan dengan arti penting pendidikan karakter:
pemahaman, dan pengamalan iman dan takwa kepada Tuhan Mengapa perlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat
Yang Maha Esa yang secara konkrit tercermin dalam perilaku dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana
luhur dan akhlak mulia dalam semua bidang kehidupan sehari- mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif? Bagaimana
hari. mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa yang
harus melakukan pendidikan karakter? Bagaimana
hubungannnya dengan bidang studi lainnya? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakan yang
menjadikan pendidikan karakter sebagai ”program” pendidikan
nasional di Indonesia ”Pendidikan karakter” bukanlah hal baru
dalam sistem pendidikan nasional Indonesia..
Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada
kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada
aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah:
Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius,
Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri.
Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakan secara
saling bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter
juga merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu
sendiri (Kirschenbaum, 2000). Sebagai kajian akademik,
pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat
keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan
metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam ini.
terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan
Education Partnership; International Center for Character dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan
Education). Pusat-pusat ini telah mengembangkan model, perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai
konten, pendekatan dan instrumen evaluasi pendidikan karakter. pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan
Tokoh-tokoh yang sering dikenal dalam pengembangan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter
pendidikan karakter antara lain Howard Kirschenbaum, Thomas semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual
Lickona, dan Berkowitz. Pendidikan karakter berkembang tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik
dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat
moral/etika, hukum, sastra/humaniora. kontekstual dan kultural.
Terminologi ”karakter” itu sendiri sedikitnya memuat dua Bagaimana pendidikan karakter yang ideal? Dari penjelasan
hal: values (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter sederhana di atas, pendidikan karakter hendaknya mencakup
merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah aspek pembentukan kepribadian yang memuat dimensi nilai-nilai
entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya adalah suatu kebajikan universal dan kesadaran kultural di mana norma-norma
penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang kehidupan itu tumbuh dan berkembang. Ringkasnya, pendidikan
atau sesuatu, di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu karakter mampu membuat kesadaran transendental individu
yang ”asli” ataukah sekadar kamuflase. Dari hal ini, maka kajian mampu terejawantah dalam perilaku yang konstruktif
pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat berdasarkan konteks kehidupan di mana ia berada: Memiliki
moral atau etika yang bersifat universal, seperti kejujuran. kesadaran global, namun mampu bertindak sesuai konteks lokal.
Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan “upaya
eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu siswa
mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-
cara yang pasti” (Curriculum Corporation, 2003: 33). Persoalan
Perpektif Pendidikan Karakter menemukan bahwa nilai-nilai yang diajarkan tersebut juga
disajikan dalam pembelajaran Citizenship; Personal, Social and
Pendidikan karakter sebagai sebuah program kurikuler
Health Education (PSHE); dan mata pelajaran lainnya seperti
telah dipraktekan di sejumlah negara. Studi J. Mark Halstead dan
Sejarah, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Alam dan Geografi,
Monica J. Taylor (2000) menunjukkan bagaimana pembelajaran
Desain dan Teknologi, serta Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
dan pengajaran nilai-nilai sebagai cara membentuk karakter
”Karakter warga negara yang baik” merupakan tujuan
terpuji telah dikembangkan di sekolah-sekolah di Inggris. Peran
universal yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganegaraan di
sekolah yang menonjol terhadap pembentukan karakter
negara-negara manapun di dunia. Meskipun terdapat ragam
berdasarkan nilai-nilai tersebut ialah dalam dua hal yaitu:
nomenklatur pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara
to build on and supplement the values children have already (Kerr, 1999; Cholisin, 2004; Samsuri, 2004, 2009) menunjukkan
begun to develop by offering further exposure to a range of bahwa pembentukan karakter warga negara yang baik tidak bisa
values that are current in society (such as equal dilepaskan dari kajian pendidikan kewarganegaraan itu sendiri.
opportunities and respect for diversity); and to help children Sebagai contoh, di Kanada pembentukan karakter warga negara
to reflect on, make sense of and apply their own developing yang baik melalui pendidikan kewarganegaraan diserahkan
values (Halstead dan Taylor, 2000: 169). kepada pemerintah negara-negara bagian. Di negara bagian
Untuk membangun dan melengkapi nilai-nilai yang telah Alberta (Kanada) kementerian pendidikannya telah
dimiliki anak agar berkembang sebagaiamana nilai-nilai tersebut memberlakukan kebijakan pendidikan karakter bersama-sama
juga hidup dalam masyarakat, serta agar anak mampu pendidikan karakter melalui implementasi dokumen The Heart of
merefleksikan, peka, dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut, the Matter: Character and Citizenship Education in Alberta
maka pendidikan karakter tidak bisa berjalan sendirian. Dalam Schools (2005). Dalam konteks Indonesia, di era Orde Baru
kasus di Inggris, review penelitian tentang pengajaran nilai-nilai pembentukan karakter warga negara nampak ditekankan kepada
selama dekade 1990-an memperlihatkan bahwa pendidikan mata pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
karakter yang diusung dengan kajian nilai-nilai dilakukan dengan maupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
program lintas kurikulum. Halstead dan Taylor (2000: 170-173) bahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Di era
pasca-Orde Baru, kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya • Ilmu Alam dan Geografi sebagai alat untuk membantu
untuk ”menitipkannya” melalui Pendidikan Kewarganegaraan di siswa mengembangkan sikap-sikap tertentu terhadap
samping Pendidikan Agama. lingkungan
Persoalannya apakah nilai-nilai pembangun karakter yang • Desain dan Teknologi sebagai alat untuk membantu
diajarkan dalam setiap mata pelajaran harus bersifat ekplisit siswa mengembangkan nilai-nilai multikultural dan anti-
ataukah implisit saja? Temuan Halstead dan Taylor (2000) pun rasis
menampakkan perdebatan terhadap klaim-klaim implementasi • Ekspresi Seni sebagai alat untuk membantu siswa
pengajaran nilai-nilai moral dalam Kurikulum Nasional di mengembangkan kualitas fundamental kemanusiaan dan
Inggris (terutama di era Pemerintahan Tony Blair). Klaim-klaim tanggapan spiritual terhadap kehidupan
tersebut antara lain menyatakan pentingnya: • Pendidikan Jasmani dan Olah Raga sebagai alat untuk
membantu siswa mengembangkan kerjasama dan
• Sejarah sebagai sebuah alat untuk membantuk siswa karakter bermutu lainnya (diadaptasikan dari Halstead
mengembangkan toleransi atau komitmen rasional dan Taylor, 2000: 173).
terhadap nilai-nilai demokratis.
Paparan tersebut memperkuat alasan bahwa pendidikan
• Bahasa Inggris sebagai alat untuk membantu siswa
karakter merupakan program aksi lintas kurikulum. Dengan
mengembangkan kemandirian dan menghormati orang
demikian, pendidikan karakter dapat diselenggarakan sebagai
lain
program kurikuler yang berdiri sendiri (separated subject) dan
• Pengajaran Bahasa Modern untuk menjamin kebenaran
lintas kurikuler (integrated subject). Namun, pendidikan karakter
dan integritas personal dalam berkomunikasi
juga dapat dilaksanakan semata-mata sebagai bagian dari
• Matematika sebagai alat untuk membantu siswa
program ekstra-kurikuler seperti dalam kegiatan kepanduan,
mengembangkan tanggung jawab sosial
layanan masyarakat (community service), maupun program civic
voluntary dalam tindakan insidental seperti relawan dalam
mitigasi bencana alam.
Pendidikan karakter sebagai sebuah program kurikuler 2. constructivist approach to sociomoral development
dapat didekati dari perspektif programatik maupun teoritis. (DeVries)
a. Perspektif programatik 3. child development perspectives (Berkowitz)
1. Habit versus Reasoning. Beberapa perspektif 4. eclectic approach (Lickona)
menekankan kepada pengembangan penalaran dan 5. traditional perspective (Ryan) (the National Commission
refleksi moral seseorang, perspektif lainnya on Character Education dalam Williams, 2000: 36)
menekankan kepada mempraktikan perilaku kebajikan
hingga menjadi kebiasaan (habitual). Adapula yang
Instrumen Efektivitas Pendidikan Karakter
melihat keduanya sebagai hal penting.
2. ”Hard” versus ”Soft” virtues. Pertanyaan-pertanyaan: Character Education Partnership (2003) telah

apakah disiplin diri, kesetiaan (loyalitas) sungguh- mengembangkan standar mutu Pendidikan Karakter sebagai alat

sungguh penting? atau, apakah kepedulian, evaluasi diri terutama bagi lembaga (sekolah/kampus) itu sendiri.

pengorbanan, persahabatan sangat penting? Instrumen berupa skala Likert (0 – 4) dengan memuat 11 prinsip

Kecenderungannya untuk menjawab YA untuk kedua sebagai berikut:

pertanyaan tersebut.
3. Focus on the individual versus on the environment or 1. Effective character education promotes core ethical values
community. Apakah karakter yang tersimpan pada as the basis of good character.
individu ataukah karakter yang tersimpan dalam 2. Effective character education defines “character”
norma-norma dan pola-pola kelompok atau konteks? comprehensively to include thinking, feeling and behavior.
Jawabnya, memilih kedua-duanya (Schaps & 3. Effective character education uses a comprehensive,
Williams, 1999 dalam Williams, 2000: 35). intentional, and proactive approach to character

b. Perspektif Teoritis development.

1. Community of care (Watson) 4. Effective character education creates a caring school


community.
5. Effective character education provides students with Jika ke-11 prinsip tersebut diadaptasikan sebagai cara
opportunities for moral action. mengukur efektivitas pendidikan karakter , maka pendidikan
6. Effective character education includes a meaningful and karakter telah diupayakan untuk:
challenging academic curriculum that respects all learners, 1. mempromosikan inti nilai-nilai etis sebagai dasar karakter
develops their character, and helps them succeed. yang baik (nilai-nilai etis yang pokok dapat berasal dari
7. Effective character education strives to develop students’ ajaran agama, kearifan lokal, maupun falsafah bangsa).
self-motivation. 2. mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran,
8. Effective character education engages the school staff as a perasaan dan perilaku (cipta, rasa, karsa dan karya dalam
learning and moral community that shares responsibility slogan
for character education and attempts to adhere to the same 3. menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan
core values that guide the education of students. dan proaktif untuk perkembangan karakter.
9. Effective character education fosters shared moral 4. menciptakan suatu kepedulian pada masyarakat
leadership and long-range support of the character 5. memberikan para mahasiswa peluang untuk melakukan
education initiative. tindakan moral.
10. Effective character education engages families and 6. memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan
community members as partners in the character-building menantang dengan menghormati semua peserta didik,
effort. mengembangkan kepribadiannya, dan membantu mereka
11. Effective character education assesses the character of the berhasil.
school, the school staff’s functioning as character 7. mendorong pengembangan motivasi diri Peserta didik
educators, and the extent to which students manifest good 8. memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-
character. (Character Education Partnership, 2003:5-15) panjang terhadap inisiatif pendidikan karakter.
9. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra
dalam upaya pembangunan karakter.
10. menilai karakter kampus, fungsi staf kampus sebagai semua komponen penyelenggara pendidikan. Ini sebenarnya
pendidik karakter, dan memperluas kesempatan para mirip dengan kesebelas instrumen efektivitas pendidikan karakter
mahasiswa untuk menampilkan karakter yang baik. yang dirumuskan oleh Character Education Partnership (2003) di
atas.
Efektivitas implementasi program juga dipengaruhi oleh
bagaimana strategi-strategi pembelajarannya dilakukan. Ada Kedua, penggunaan metode di dalam pembelajaran itu
beberapa model dan strategi pembelajaran pendidikan karakter sendiri. Metode-metode yang dapat diterapkan antara lain dengan
yang dapat dipergunkan, antara lain: problem solving, cooperative learning dan experience-based
1. Consensus building (Berkowitz, Lickona) projects yang diintegrasikan melalui pembelajaran tematik dan
2. Cooperative learning (Lickona, Watson, DeVries, diskusi untuk menempatkan nilai-nilai kebajika ke dalam praktek
Berkowitz) kehidupan, sebagai sebuah pengajaran bersifat formal (Halstead
3. Literature (Watson, DeVries, Lickona) dan Taylor, 2000: 181). Metode bercerita, Collective Worship
4. Conflict resolution (Lickona, Watson, DeVries, Ryan) (Beribadah secara Berjamaah), Circle Time (Waktu lingkaran),
5. Discussing and Engaging students in moral reasoning. Cerita Pengalaman Perorangan, Mediasi Teman Sebaya, atau pun
6. Service learning (Watson, Ryan, Lickona, Berkowitz) Falsafah untuk Anak (Philosophy for Children) dapat digunakan
(Williams, 2000: 37) sebagai alternatif pendidikan karakter (Halstead dan Taylor,
2000)
Di luar model pembelajaran karakter tersebut, ada
beberapa model penting lainnya sehingga pendidikan karakter
Apakah pendidikan nasional yang kita selenggarakan
dapat efektif. Mengikuti Halstead dan Taylor (2000), pertama,
sampai sekarang ini sudah menjamin perwujudan ide mengenai
adalah pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah; Visi-misi
keseimbangan imtak dan iptek serta prinsip-prinsip akhlak mulia
sekolah; teladan guru dan penegakan aturan-aturan dan disiplin.
itu dalam praktik? Menurut saya, hal itu benar-benar belum
Model ini menekankan pentingnya dibangun kultur
tercermin. Pendidikan kita selama ini sama sekali tidak atau
sekolah/kampus yang kondusif untuk penciptaan iklim moral
belum berhasil membantu agar manusia Indonesia dan bangsa
yang diperlukan sebagai direct instruction, dengan melibatkan
kita menjadi cerdas dalam pengertian seperti tersebut di atas.
Pendidikan kita masih terlalu bersifat kognitif dengan orientasi cepat dan memudahkan bagi siapa saja untuk menguasainya.
konten yang dari waktu ke waktu terus menerus dibebani titipan Karena itu, pola-pola pendidikan dan pengajaran yang
oleh aneka kepentingan dari sekeliling. Dalam kenyataan, berorientasi penguasaan konten atau materi ilmu pengetahuan
taksonomi Bloom yang menggambarkan adanya tiga elemen haruslah mengalami perubahan secara mendasar. Kita tidak lagi
pokok dalam pendidikan, yaitu aspek-aspek affective, cognitive, memerlukan peran guru sebagai narasumber. Guru cukup
dan psychomotoric tidak lah berkembang secara seimbang antara berfungsi sebagai fasilitator dan pembimbing teknis cara mencari
satu dengan yang lain. Pendidikan kita tidak berhasil membentuk dan memahami informasi pengetahuan itu melalui sarana
sikap dan karakter, dan tidak juga membangun kapasitas teknologi komunikasi dan informasi modern.
kemampuan teknis untuk melakukan menerapkan pengetahuan
Dengan demikian, yang harus kita andalkan dari peran
dan sikap-sikap yang dimiliki dalam praktik.
guru di masa mendatang adalah keteladanan dan
Sampai sekarang pendidikan kita masih terus berorientasi kepemimpinannya dalam membawakan suasana belajar di kelas
kepada ‘konten’ pengetahuan. Memang benar kebijakan dan di luar kelas yang tidak berorientasi konten. Guru harus
kirukulum kita sudah sejak lama diubah dari orientasi konken menjadi teladan, membimbing, dan mengarahkan tuntunan sikap
(content-base curriculum) ke kompetensi (competence-base dan akhlak mulia untuk membentuk kepribadian dan watak atau
curriculum). Namun dalam praktik orientasi konten atau orientasi karakter, sekaligus kemampuan-kemampuan teknis bagi para
kepada materi muatan pengetahuan, terus saja dipraktikkan. peserta didik. Karena itu, orientasi pendidikan kita haruslah
Bahkan, setiap muncul kritik akan kinerja pendidikan, selalu mengutamakan aspek-aspek afektif dan psikomotorik, dan bukan
muncul tawaran yang dianggap solusi yang baik, yaitu kognitif yang dapat dicari sendiri oleh para peserta didik. Yang
penambahan jam pelajaran atau penambahan mata pelajaran yang penting ada dalam diri setiap peserta didik adalah sikap, karakter
dinilai sangat penting. Padahal, pengetahuan dan ilmu dan motivasi yang kuat disertai kemampuan teknis untuk
pengetahuan dewasa ini terus berkembang sifatnya akibat mencari, menermukan, mengumpulkan, memahami, dan
teknologi informasi dan komunikasi yang dipraktikkan secara menguasai segala informasi ilmu pengetahuan yang diperlukan
luas. Informasi pengetahuan mengalami proses globalisasi yang dalam hidup, bekerja, dan untuk bertindak dalam meningkatkan
kualitas hidup pribadi dan kualitas hidup bersama dalam maka dapat saja mata pelajaran agama secara formal ditiadakan
masyarakat dan bangsa kita sekarang dan di masa datang. sama sekali.

Dalam pembentukan watak atau karakter dan peningkatan Sudah barang tentu, pendidikan watak itu tidak hanya
kemampuan-kemampuan bertindak atau beraksi, tentu saja perlu dan tidak dapat hanya dilakukan di dalam kelas. Ada
diperlukan penguasaan banyak informasi pengetahuan. Akan banyak aktor dan faktor berpengaruh yang harus diperhitungkan.
tetapi di samping informasi pengetahuan, yang jauh lebih penting Di luar kelas, kita menemukan dunia tontonan melalui media
lagi adalah pengaruh keteladanan dan hasil tempaan pengalaman televisi dan media elektronik, dan media lainnya. Di luar kelas,
praktik. Oleh sebab itu, pendidikan karakter haruslah berorientasi kita juga terlibat dalam lingkungan kerja dan lingkungan
pada pengalaman praktik, pada proses kegiatan, bukan pada pergaulan. Di luar kelas, kita hidup dalam keluarga yang
output atau hasil, pada nilai ujian, pada ‘ranking’ prestasi memberikan kepada setiap peserta didik “field of experience”
akademis, dan sebagainya. Pendidikan karakter lebih banyak yang dapat membentuk “frame of reference” dalam diri setiap
dipengaruhi oleh keteladanan yang ada di lingkungan belajar, peserta didik. Karena itu, perlu pengaturan yang bersifat sistemik
dan pengalaman praktik dan pengalaman bekerja yang dialami dan terintegrasi antar semua aktor dan faktor di atas untuk
langsung oleh para peserta didik. Untuk itu, perlu dipikirkan merekayasa suatu arah pendidikan watak, pendidikan karakter,
kemungkinan mengubah format pendidikan agama, misalnya, yang kita cita-citakan bersama bagi bangsa ke menuju masa
tidak lagi berorientasi konten dan output yang diukur dengan depan.
jumlah jam pelajaran dan dengan hasil ujian. Pendidikan agama
lebih baik dilakukan melalui praktik kegiatan untuk sholat
berjamaah, misalnya, untuk berperilaku mulia dalam bertutur
kata dan dalam bersikap terhadap guru, terhadap teman, terhadap
tetangga, dan sebagainya. Untuk ekstrimnya, jika sekiranya
kegiatan-kegiatan demikian dapat diintensifkan dengan efektif
dan para guru benar-benar dapat dijadikan teladan untuk itu,
Pendidikan Aksi lahir dari sikap aktifisme seperti itu akan menjadi aktifitas tanpa
jiwa dan tanpa kedalaman makna.
Watak, karakter, dan kepribadian bagaimana juga
Karena itu, Paulo Freire menawarkan konsep ‘fraksis’
terbentuk melalui pengalaman. Itulah sebabnya prinsip ‘learning
(praxis) sebagai gabungan dari dimensi releksi dan aksi itu dalam
by doing’ menjadi sangat penting. Pengetahuan yang kita peroleh
kata (word). Fraksisiologi kata itulah yang penting kita wujudkan
dari bacaan biasanya hanya bersifat kognitif, hanya mengandung
dalam pendidikan, yaitu pendidikan ‘kata-kata’ yang menyatu
dimensi reflektif. Akan tetapi, pengetahuan yang diperoleh dari
dengan tindakan-tindakan aksi. Pendidikan teoritis yang diikuti
pengalaman praktik berdimensi reflektif dan sekaligus aktif.
oleh praktik. Pendidikan di dalam kelas diiringi dengan
Seperti dikemukakan oleh Paulo Freire dalam “Paedagogy of the
pendidikan di lapangan. Pendidikan verbal dengan bertutur kata
Oppressed”, perubahan selalui dimulai dari sebuah kata. Akan
baik secara lisan ataupun tulisan yang diiringi dengan pendidikan
tetapi, menurutnya, kata yang baik dan efektif untuk itu haruslah
melalui kerja, melalui pengalaman, ‘learning by doing’. Melalui
mengandung 2 dimensi sekaligus, yaitu refleksi (reflection) and
pengalaman praktik yang demikian itu, pengetahuan tidak hanya
aksi (action).
akan menghasilkan refleksi, tetapi juga mengandung aksi.
Jika kata hanya berisi refleksi, pengertian, dan
Untuk itulah, maka proses belajar mengajar yang kita
pemahaman saja, maka kata yang demikian itu jika dikuasai
terapkan di sekolah dan di perguruan tinggi dewasa ini sudah
hanya akan menghasilkan verbalisme. Seseorang yang banyak
semestinya dievaluasi dengan sungguh-sungguh. Jangan
tahu secara kognitif, hanya menguasai dimensi refleksi dari kata-
menjadikan peserta didik kita hanya pandai berkata-kata tetapi
kata, akan menjadi orang yang verbalis, NATO atau “Never
tidak pandai mewujudkan kata-kata itu dalam kenyataan praktik.
Action, but Talking Only”. Tetapi sebaliknya, jika kata hanya
Revolusi, hanya dapat dilakukan dengan kata-kata yang menurut
berisi aksi atau berisi tindakan, maka kata yang demikian itu
Freire mengandung aksi, yaitu kata-kata yang praksis, bukan
hanya akan menghasilkan aktivisme, yaitu aktivisme tanpa
yang verbalis ataupun sekedar aktifistis.
perenungan, tanpa pemahaman dan pengertian. Aktifitas yang
Pencerahan Budaya dan Peradaban terhadap tuntutan kebutuhan demikian itu. Strategi pendidikan
nasional yang kita praktikkan sekarang memerlukan reformasi
Pendidikan watak atau pendidikan karakter itu sangat yang mendasar dan bahkan boleh jadi bersifat radikal sehingga
menentukan kualitas peradaban bangsa kita di masa depan. dapat membuka optimisme ke arah perbaikan yang berarti di
Pendidikan karakter akan membantu kita membuka pintu masa mendatang.
pencerahan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Arus
Untuk itu, kita perlu menyampaikan harapan, kiranya
informasi pengetahuan yang bergerak luas di dunia maya akan
kaum cerdik cendekia dan khususnya para ahli pendidikan dapat
sangat mudah dikuasai oleh siapa saja yang tercerahkan
memikirkan pelbagai altenatif solusi dalam memperbaiki sistem
(enlightened personalities). Semakin banyak, luas, dan
pendidikan nasional kita dan kinerja lembaga-lembaga
mendalam informasi dikuasai oleh anak bangsa kita, makin besar
pendidikan kita dalam arti sempit, dan integrasi sistem
pula potensi bangsa kita untuk maju dan berperan aktif dalam
pendidikan dalam arti luas dengan melibatkan semua actor dan
pergaulan antar peradaban modern.
factor yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter bangsa.
Indonesia adalah negeri dengan penduduk keempat
terbesar di dunia dan hidup di wilayah benua maritime yang
sangat kaya dari semua aspeknya. Jika kita tidak tertinggal, maka
bersamaan dengan terus meningkatnya kualitas sumber daya
manusia di seluruh dunia, sudah tentu pada saatnya Indonesia
akan berkembang menjadi salah satu kiblat peradaban umat
manusia. Untuk itulah maka kita memerlukan upaya-upaya
pencerahan dalam membentuk kepribadian, watak, dan karakter
generasi muda sekarang agar menghasilkan insan-insan unggulan
di segala bidang. Untuk itu, bangsa kita memerlukan strategi
pembangunan pendidikan nasional yang dinamis dan responsif

Anda mungkin juga menyukai