Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENEGAKAN HUKUM KEJAHATAN VCD/DVD BAJAKAN

Disusun Oleh:

Ardian Zaky Nafisa/07/XII IPA 1

SMAN 1 CILEUNGSI

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas karunia-Nya
berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah bertema
Hak Asasi Manusia. Tidak lupa shawalat serta salam tercurahkan bagi Baginda Agung
Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita nantikan kelak.

Makalah berjudul “Penegakan Hukum Kejahatan VCD/DVD Bajakan” merupakan sedikit kasus
dari beberapa kasus yang ada di lingkungan kita. Isi makalah ini membahas tentang penegakan
hokum bagi para pelaku pembajakan VCD/DVD orisinil dan hak asasi yang terdapat di
dalamnya.

Adapun penulisan makalah bertema Hak Asasi Manusia ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Penulis tidak hanya membahas konteks Hak asasi
manusia dari segi pembajakan DVD/VCD saja, tetapi juga pengembangan teori-teori terkait.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelesaian makalah. Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca sekaligus menumbuhkan rasa cinta tanah air.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah.

Wassalamualaikum wr.wb

Jakarta, 4 Agustus 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..4
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………….4
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….6

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………13


A. KESIMPULAN……………………………………………………………..13
B. SARAN……………………………………………………………………...14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan sistem informasi teknologi pada kenyataanya memberikan


dampak yang signifikan kepada kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan
manusia. Semakin berkembangnya sistem informasi dan teknologi maka semakin tinggi
tingkat kerawanan akan perdagangan barang palsu/bajakan. Salah satu contoh barang
bajakan adalah VCD impor bajakan. Dengan kemajuan teknologi maka seseorang dapat
menggandakan suatu karya intelektual dengan tanpa harus meminta ijin dari pemegang
hak cipta.

Perkembangan dan kemajuan teknologi yang sangat pesat ini juga semakin
mempermudah proses pembuatan cakram optic sehingga berdampak pada
penyalahgunaan perkembangan dan kemajuan teknologi oleh pihak-pihak yang
berorientasi sebatas pada profit semata tanpa memperhitungkan hak-hak yang dimiliki
oleh pihak-pihak yang memang berhak atas royalti dari hasil karya/kreatifitas mereka,
para pencipta.
Hak cipta merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia (intellectual property
rights), di mana pada dasarnya setiap orang memiliki peluang yang sama dalam hal
memenuhi kebutuhan hidup dasarnya selama tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan maupun norma-norma, kaidah-kaidah yang hidup di tengah masyarakat. Hal
ini mengindikasikan bahwa dalam setiap bidang kehidupan masyarakat adalah mutlak
menganut hukum baik disengaja maupun tidak. (Uni societas Ibi ius; Cicero ).
Hak asasi manusia merupakan hak fundamental yang dimiliki oleh setiap orang sejak ia
dilahirkan dan menjalani kehidupannya, hingga ia meninggal dunia. Dalam menjalani
kehidupannya, setiap orang memiliki kemampuan untuk berkreasi guna memenuhi
kebutuhan akan eksistensi dirinya, secara umum Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
mengatur mengenai penguasaan negara terhadap perekonomian dan kesejahteraan sosial.
Salah satu wujud dari pemenuhan kebutuhan hidup dasarnya adalah dengan berkreasi

4
sehingga menghasilkan suatu karya cipta tersendiri yang unik dari masing-masing orang.
Mengenai jaminan akan pemenuhan hak setiap orang untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan dasarnya ini secara tegas dinyatakan dalam pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1),
pasal 28C ayat (1), dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Atas dasar pasal inilah,
maka diterbitkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, agar undang-
undang ini dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat.

Keberadaan undang-undang ini tentunya memberikan sebuah dimensi tugas baru bagi
Kepolisian sebagai salah satu bagian dari Criminal Justice System terutama dalam
upayanya melakukan penegakan hukum dibidang perlindungan Hak Cipta.
Sampai saat ini, yang sering dilakukan oleh para penegak hukum, khususnya Kepolisian,
atas keberadaan hak kekayaan intelektual (hak cipta) dalam upaya penegakan hukum
untuk menghentikan secara kilat kegiatan pembajakan masih berada pada sektor hilir dan
pada sektor menengah. Contohnya: operasi razia VCD/DVD bajakan yang dilakukan oleh
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya pada tahun 2005 di
salah satu pusat perdagangan di Glodok. Dalam kegiatan penegakan hukum tersebut,
polisi diberitakan menyita tidak kurang dari 72 ribu keping VCD/DVD bajakan.
Kenyataan di lapangan, pada sektor hulu, terdapat kesulitan mencapai atau menemukan
produsen atau aktor intelektual beserta kroni-kroninya yang berperan sebagai orang yang
memproduksi DVD/CD bajakan. Belum terungkapnya secara tuntas aktor produsen
barang bajakan atau belum dapat ditangkapnya aktivis pembajak pada sektor hulu
(produsen atau aktor intelektual beserta kroni-kroninya) mengesankan penegakan hukum
atas kejahatan terhadap hak cipta yang dilakukan seperti “mati satu, tumbuh seribu” dan
masih merupakan tindakan parsial yang menyebabkan today solution is to be problem
tomorrow, sehingga diperlukan pendekatan komprehensif-holistik

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme penyidikan atas kejahatan terhadap hak kekayaan intelektual


berupa penjualan VCD/DVD bajakan ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyidikan kejahatan berupa penjualan
VCD/DVD bajakan oleh PPNS Ditjen HKI?

5
BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan kejahatan berupa penjualan VCD/DVD bajakan yang dirasakan semakin


meluas belakangan ini, menjadikan kejahatan ini mendapat perhatian cukup serius
dikalangan aparat penegak hukum. Pelanggaran atas hak kekayaan intelektual yang
terjadi telah mencapai taraf yang cukup memprihatinkan. Bisa dibayangkan betapa besar
kerugian yang telah terjadi baik secara materiil maupun imateril dan salah satunya
pembajakan VCD/DVD.
Dalam bagian pembahasan kali ini, penulis akan lebih mengerucutkan pembahasan
kepada dua persoalan pokok yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan.
Permasalahan pokok ini sangat terkait dalam upaya penegakan hukum guna mengurangi
dampak buruk dari perkembangan kejahatan berupa penjualan VCD/DVD bajakan
dikalangan masyarakat.

A. Mekanisme Penyidikan Atas Kejahatan Terhadap HAM Berupa Penjualan


VCD/DVD Bajakan

Kejahatan terhadap Hak Kekayaan Intelektual berupa penjualan VCD/DVD bajakan


memberikan dampak pada dunia ekonomi khususnya dalam hal perdagangan. Hal ini
tentu saja berkaitan erat dengan keinginan investor asing untuk menginvestasikan
modalnya kedalam perdagangan VCD/DVD itu sendiri.
Kondisi ini selaras dengan latar belakang yang menjadi alasan diberlakukannya
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dimana pada bagian konsideran dikatakan bahwa perkembangan di bidang
perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan
peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap
memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Artinya, dampak yang diberikan dari
kejahatan atas Hak Cipta ini telah secara nyata menyerang perkembangan sektor
ekonomi sebuah negara secara makro.
Pelaku tindak pidana pelanggaran Hak Cipta ini tidak terbatas pada subjek hukum

6
orang perorang (naturlijke person) tapi juga subjek hukum bukan orang (recht person)
bahkan recht person (badan hukum) tersebut sudah membentuk jaringan (sindikat)
yang sangat luas dan cermat. Karena itu, kejahatan terhadap Hak Cipta sering pula
dikategorikan sebagai kejahatan terorganisir (organized crime), hal ini mengingat
subjek pelaku kejahatan terhadap Hak Cipta khususnya dalam penjualan VCD/DVD
bajakan ini dijalankan dengan ‘cara’ atau modus operandi yang rapih dan
mengikutsertakan entitas yang terputus (sel terputus). Pernyataan ini sejalan dengan
pemikiran Prof.Nitibaskara yang menyatakan bahwa pengertian kejahatan terorganisir
(organized crime) lebih mengarah kepada Cara melakukan kejahatan atau Modus
Operandi.

1. Penyidikan Polri
Perlindungan yang diberikan pada keberadaan Hak Kekayaan Intelektual ini tentu
saja berkaitan erat dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga penegakan
hukum. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki tugas pokok untuk
menegakan hukum sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tugas pokok ini tercantum jelas didalam pasal 13 undang-undang tersebut, dimana
dikatakan bahwa : Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a)
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b) menegakkan hukum; dan c)
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Secara garis besar, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta mengatur masalah penyidikan pada Bab VII (Penyidikan). Di
katakan dalam Pasal 71 bahwa :

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus
sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Hak Cipta.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :


a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Hak Cipta;
b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang Hak Cipta;
c. meminta keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak
pidana di bidang Hak Cipta;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan
barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di

7
bidang Hak Cipta; dan
g. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang Hak Cipta.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penyidik pejabat polisi
negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Keberadaan Penyidik PPNS tersebut sejalan dengan pasal 3 ayat (1) UU No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa
“Pengemban fungsi kepolisian adalah Polri dibantu dengan Kepolisian Khusus
(Polsus), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan bentuk-bentuk Pamswakarsa”.
Dimana dalam mengemban fungsi kepolisian, PPNS diberikan kewenangan
berdasarkan isi pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, dan juga berdasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Sebagaimana kita ketahui, penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Hal ini mengindikasikan bahwa
pada tahapan penyidikan ini dapat dikatakan bahwa tindak pidana telah terjadi.
Keberadaan VCD/DVD bajakan sendiri merupakan wujud kejahatan terhadap Hak
Cipta, dimana kejahatan tersebut melibatkan serangkaian tindakan melawan hukum
melalui perbuatan menjual, memperbanyak, menyiarkan, ataupun mengedarkan.
Pada UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, kejahatan VCD/DVD bajakan ini
bukan lagi merupakan kejahatan delik aduan, melainkan dikategorikan sebagai delik
biasa atau delik formil. Selanjutnya juga perlu dipahami bahwa tipologi dari
kejahatan Hak Cipta tersebut terdiri dari unsur pelaku, motif, alat yang digunakan,
waktu, tempat, korban/sasaran, pemasaran/pelimpahan, sifat, dan ciri-cirnya, seperti:
menyerupai sebagian atau seluruhnya sebagaimana yang telah terdaftaar di Ditjen
HKI), kualitasnya lebih rendah, dan harganya lebih murah (Supanto, 2000). Dengan
demikian, penyidikan tindak pidana pada kasus VCD/DVD bajakan ini tidak
memerlukan adanya laporan pengaduan terlebih dahulu, artinya penyidik Polri dapat
melakukan proses penyidikan berdasarkan temuan yang dilakukan.

Gbr 1. Alur Penyidikan Polri


Dari gambar diatas dapat kita lihat, bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Polri
dapat langsung dilakukan tanpa harus menunggu adanya laporan pengaduan dari
masyarakat. Kondisi ini memungkinkan aparat penegak hukum untuk langsung
melakukan proses penyidikan ketika menemukan VCD/DVD bajakan yang beredar
dan diperjual belikan di masyarakat. Tetapi pada kenyataanya, seringkali proses
penegakan hukum tersebut hanya menyentuh kalangan penjual semata, Polri masih
dinilai belum maksimal dalam melakukan penegakan hukum sampai ke hilir dari alur
kejahatan VCD/DVD bajakan ini.
Belum maksimalnya penegakan hukum oleh Polri tersebut menunjukan bahwa
kejahatan VCD/DVD bajakan ini semakin meluas dimasyarakat. Polri seakan-akan

8
kesulitan untuk mengungkap peranan distributor dari para penjual yang sebagian
besar merupakan lapak-lapak pedagang kaki lima ini. Pada titik inilah peranan
Penyidik PPNS diperlukan untuk ikut serta membantu tugas Polri dalam memerangi
kejahatan tersebut.

2. Penyidikan PPNS Ditjen HKI

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, khususnya pada pasal 71
mengamanatkan bahwa penyidikan tidak hanya dapat dilakukan oleh Kepolisian,
melainkan juga dapat dilakukan oleh Penyidik PPNS. Karena itulah, pembentuk
Direktorat Penyidikan yang dilakukan oleh Ditjen HKI dari Kementerian Hukum dan
HAM dinilai sebagai sebuah langkah yang positif.
Penyidikan oleh PPNS dilakukan setelah ada surat perintah tugas penyidikan, yaitu
untuk PPNS pada tingkat kantor wilayah, surat perintah diberikan oleh Kepala
Departemen Kehakiman setempat. Kewenangan tugas PPNS tingkat kantor wilayah
hanya meliputi wilayah hukum kantor bersangkutan. Sedangkan ditingkat Direktorat
Hak Cipta (nasional), surat perintah diberikan pihak Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (HKI). Kewenangan tugas penyidik tingkat ini meliputi seluruh
wilayah Indonesia.

Dalam melaksanakan tugasnya, PPNS mempunyai kewajiban dalam empat hal, yaitu:
(1) memberitahukan kepada Penuntut Umum dan Penyidik Pejabat Polisi Negara
tentang dimulainya penyidikan; (2) memberitahukan kepada Penyidik Pejabat Polisi
Negara tentang perkembangan penyidikan yang dilakukan; (3) meminta petunjuk dan
bantuan penyidikan kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara sesuai dengan kebutuhan;
dan (4) memberitahukan kepada Penuntut Umum dan Penyidik Pejabat Polisi Negara
apabila penyidikan akan dihentikan karena alasan tertentu yang dibenarkan oleh
hukum.

PPNS tidak diberi kewajiban atau wewenang untuk melakukan penangkapan dan atau
penahanan berdasarkan pada Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 04. PW. 07.
03 Tahun 1988. Hal ini dapat dimaklumi, karena hukum acara di Indonesia mengatur
hal tersebut. Artinya, penyidikan dalam hal ini kejahatan VCD/DVD bajakan dapat
dilakukan oleh Polri dan PPNS (KUHAP), namun untuk kewenangan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan tetap merupakan wewenang Polri (Pasal 7
ayat 1 KUHAP). Untuk penyidik PPNS sendiri diatur dalam pasal 7 ayat (2) KUHAP.
Dalam pasal 71 ayat (2) UU No.19/2002 menyebutkan mengenai kewenangan
penyidik khususnya penyidik PPNS, yakni melakukan pemeriksaan, pencatatan, dan

9
meminta bantuan ahli. Sehingga dalam pelaksanaan upaya paksa oleh PPNS Ditejen
HKI tetap harus melakukan koordinasi dengan penyidik Polri selaku Korwas PPNS,
kecuali dalam situasi tertangkap tangan (caught in the act). Dalam hal ini, PPNS
boleh menangkap tersangka tanpa surat perintah selama 1 (satu) hari dan segera
menyerahkannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara yang lebih berwenang.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyidikan Kejahatan Berupa Penjualan


VCD/DVD Bajakan oleh PPNS Ditjen HKI
Kemajuan teknologi secara nyata telah memberikan dampak pada berkembangnya
kejahatan Hak Cipta khususnya dalam hal penjualan VCD/DVD bajakan ini. Alat
pengganda di bidang hak cipta misalnya ”Apparatus for high speed recording (alat
perekam berkecepatan tinggi)” dapat digunakan untuk memperbanyak suatu karya
musik atau karya perangkat lunak komputer dalam tempo satu menit dengan hasil
VCD/DVD bajakan 300 (tiga ratus) keping.
Hal ini terjadi disebabkan hak cipta berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta tidak menyebutkan bahwa hak cipta tidak wajib didaftarkan oleh
pemegang hak cipta namun hak cipta ini dilindungi oleh Undang-undang No. 19
Tahun 2002 sejak pemegang hak cipta mengumumkan hasil ciptaannya pertama kali.
Belum diaturnya kewajiban hak cipta untuk didaftarkan di Ditjen Haki dan ancaman
tindak pidana hak cipta hanya dikenakan pada pelaku usaha (pengganda dan
pedagang produk bajakan) dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2002, maka
pelanggaran terhadap hak cipta dapat ditemui dalam setiap kegiatan masyarakat
seperti adanya penggandaan cakram optik bajak dan berbagai transaksi jual beli hak
cipta bajakan antara produsen dan konsumen dengan harga yang sangat murah jika
dibandingkan dengan produk yang berlisensi.
Sehingga hal ini menjadikan hambatan dalam melakukan penegakan hukum tindak
pidana hak cipta dan instansi yang pertama kali bertanggung jawab terhadap
terlaksananya penerapan UU Hak Cipta adalah Ditjend Haki melalui PPNS Ditjend
Haki.

Dalam pelaksanaan tugasnya, PPNS pada Ditjend Haki bekerjasama dan senantiasa
berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Secara umum, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada proses penyidikan
khususnya yang dilakukan oleh PPNS Ditjen HKI. Faktor-faktor yang mempengaruhi
mempengaruhi penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS Hak
Cipta yaitu faktor internal dan eksternal sebagai berikut:

1. Faktor Undang-undang
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum mengatur kewajiban
pemegang hak cipta untuk mendaftarkan hasil ciptaannya kepada Ditjen Hak Cipta,
hal tersebut yang menjadi hambatan bagi PPNS dalam melakukan proses penyidikan
tindak pidana hak cipta, karena proses penyidikan pidana atas perkara hak cipta yang
dilaporkan harus menunggu putusan pengadilan niaga tentang kepemilikan hak atas
ciptaan tersebut. Kemudian dalam undang-undang tersebut juga belum mengatur
sanksi pidana bagi konsumen (pengguna) produk hak cipta bajakan, maka hal tersebut

10
menjadikan hambatan bagi PPNS, sehingga Undang-undang tersebut belum
memberikan general detterent (efek jera) terhadap pelaku maupun calon pelaku baik
pelaku usaha maupun konsumen.

2. Faktor aparat penegak hukum


Penegak hukum disini tentu saja mengarah kepada penyidik Polri dan penyidik PPNS
Ditjen Hak Cipta. Dimana belum tercipta koordinasi secara intensif dengan Korwas
PPNS, sehingga proses penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS
Hak Cipta atas perkara hak cipta yang dilaporkan diselesaikan melalui pengadilan
niaga dan akhirnya kasus di SP3. Padahal, ketentuan dan kedudukan Polri sebagai
korwas PPNS sangat jelas, dan keberadaan tersebut sesungguhnya dapat
memudahkan proses penegakan hukum dalam menangani kejahatan VCD/DVD
bajakan.

3. Faktor sarana dan prasarana


Sarana dan prasarana yang masih minim sehingga menghambat kelancaran proses
penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS, hal ini disebabkan
belum adanya anggaran untuk mengadakan sarana dan prasarana penyidikan.
Sedangkan anggaran yang diterima oleh para PPNS didasarkan pengajuan kasus
tindak pidana hak cipta yang ditangani oleh PPNS. Kondisi ini tentu saja sangat
berpengaruh pada penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Ditjen HKI, tanpa dukungan
tersebut tentu saja proses penyidikan yang dilakukan dan akan dilakukan dapat
terhambat.

4. Faktor masyarakat
Masyarakat sebagai konsumen dari produk hak cipta bajakan yang masih
menggunakan produk-produk bajakan disebabkan harga yang murah jika
dibandingkan dengan membeli produk yang berlisensi, maka hal ini telah menjadikan
semakin maraknya pelanggaran hak cipta. Disadari atau tidak, keberadaan masyarakat
yang justru lebih memilih membeli barang bajakan daripada barang yang asli
(original) memberikan pengaruh besar dalam penyidikan, karena semakin banyak
permintaan konsumen maka alur perdagangan VCD/DVD bajakan akan semakin
meningkat.

5. Faktor budaya organisasi


Budaya organisasi seringkali juga menjadi salah satu faktor penghambat penegakan
hukum tindak pidana hak cipta sehingga masih masih terdapat arogansi dari masing-
masing institusi sehingga penggalangan koordinasi dalam upaya penegakan hukum
tindak pidana hak cipta menjadi tidak terwujud dengan baik.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang ada, sangat disadari bahwa


penyidikan terhadap tindak pidana hak cipta memerlukan sinergitas dari instansi

11
terkait, terutama dalam hal melakukan tindakan represif terhadap para pelaku tindak
pidana hak cipta, baik pelaku utama maupun orang yang turut serta melakukan tindak
pidana hak cipta. Dalam melakukan tindakan represif ini, instansi terkait juga perlu
memperhatikan adanya faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi
proses penyidikan terhadap tindak pidana hak cipta, adanya peluang dan ancaman
dalam melakukan penyidikan tindak pidana hak cipta.
Disamping itu, rendahnya kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan hak
cipta sehingga masyarakat banyak yang melanggar UU No. 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta seperti melakukan penggandaan hak cipta melalui cakram optik bajakan
dan membeli produk hak cipta bajakan, maka hal ini perlunya para PPNS Hak Cipta
memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat melalui sosialisasi dan pemberian
suritauladan yang nyata kepada masyarakat melalui penggunaan berbagai jenis
produk yang berlisensi resmi.
Di samping itu, terhadap para konsumen pengguna hak cipta bajakan perlu adanya
penindakan secara tegas melalui sanksi pidana, hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan general detterent (efek jera) terhadap para konsumen pengguna hak cipta
bajakan. Mengingat belum diaturnya dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2002
mengenai kewajiban untuk mendaftarkan hak cipta pada Ditjen Haki, maka perlunya
merevisi Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan
menambahkan pasal tentang hasil ciptaan seseorang agar didaftarkan pada Ditjen
Haki yang berwenang, hal ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih para
pemegang hak cipta karena hasil ciptaan seseorang telah terdokumentasi dengan baik
dan mempunyai legalitas secara hukum atas hasil ciptaannya.

Lebih lanjut, perlu ditambahkan pasal tentang sanksi pidana bagi para konsumen
(pengguna) produk atas hak cipta bajakan. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka
memberikan efek jera bagi para konsumen (pengguna) produk atas hak cipta bajakan
yang saat ini masih marak dan konsumen bebas membeli produk atas hak cipta
bajakan karena produk atas hak cipta bajakan sangat mudah ditemui seperti di mall-
mall, terminal, pasar dan tempat publik lainnya. Dalam proses penyidikan tindak
pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS Dit. Hak Cipta pertanggung jawaban
pidananya hanya diakukan terhadap orang per orang walaupun tindak pidana hak
cipta dilakukan oleh suatu perusahaan (PT) seperti melakukan penggandaan cakram
optik dalam bentuk pembajakan hak cipta berbagai jenis lagu, software dan lain-lain.
Oleh karena itu, perlu adanya rumusan tentang pertanggungjawaban korporasi dalam
pelanggaran ketentuan pidana Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta.
Sehingga tidak hanya pengurusnya saja yang dapat dijatuhi hukuman tetapi
korporasipun ikut bertanggung jawab dengan bentuk ancaman pidana tertentu seperti
penghentian kegiatan perusahaan untuk sementara waktu maupun bentuk hukuman
lainnya.

Dalam hal penyidikan hak cipta yang dilakukan para PPNS Ditjen Haki perlu adanya
petunjuk teknis penyidikan terhadap pelanggaran hukum hak cipta disertai dengan
pelaksanaan berbagai bentuk peningkatan koordinasi dengan Korwas PPNS dan

12
pelatihan karena didalam proses pembuktiannya membutuhkan keterampilan khusus.
Selama ini penegakan hukum hak cipta yang dilakukan oleh PPNS Hak Cipta belum
memiliki standar yang sama sehingga menimbulkan keluhan dari masyarakat atas
penyidikan yang dilakukan PPNS Ditjen HKI.

Di samping itu, perlu diadakan pembinaan secara intensif dan berkesinambungan dari
Pimpinan Ditjen HKI terhadap penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan
PPNS Hak Cipta agar penyidikan tindak pidana hak cipta dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan (efektif dan efisien).

BAB III

PENUTUP

Dari pembahasan yang dijabarkan diatas, penulis mencoba mengambil kesimpulan


dari dua pokok permasalahan yang telah penulis cantumkan. Kesimpulan ini
merupakan pokok jawaban dari persoalan tersebut.

A. Kesimpulan

Mekanisme penyidikan dalam menangani kejahatan VCD/DVD bajakan ini diatur


dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dimana dikatakan
bahwa penyidikan dapat dilaksanakan selain oleh penyidik Polri juga dilakukan oleh
penyidik PPNS Ditjen HKI. Proses penyidikan yang dilaksanakan tetap mengacu
kepada hukum beracara yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana. Namun kewenangan dalam hal upaya paksa tidak
dimiliki oleh penyidik PPNS Ditjen HKI, melainkan tetap melekat sebagai
kewenangan dari penyidik Polri kecuali dalam hal tertangkap tangan. Proses
penangkapan, penahanan, penyidikan dan penyitaan oleh PPNS Ditjen HKI tetap
harus melalui koordinasi dengan penyidik Polri. Hal ini sesuai dan selaras dengan
kedudukan penyidik Polri sebagai Korwas PPNS.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyidikann yang dilakukan oleh PPNS Ditjen


HKI secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Terdapat lima point unsur
utama yang mempengaruhi hal tersebut, yakni : (1) Faktor Undang-undang; (2)
Faktor Aparat Penegak Hukum; (3) Faktor Sarana dan Prasarana; (4) Faktor
Masyarakat; dan (5) Faktor Budaya Organisasi. Kelima faktor ini, merupakan unsur
pembentuk dalam sistem penyidikan kejahatan Hak Cipta. Dimana faktor-faktor itu
memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Disamping itu, kemajuan
teknologi juga memungkinkan berkembangnya kejahatan berupa penjualan
VCD/DVD bajakan, hal ini juga memberikan dampak yang signifikan

13
terhadapberkembangnya kejahatan ini yang tentu saja juga memberikan pengaruh
terhadap penyidikan kejahatan ini

B. Saran

Studi lanjut mengenai hukuman bagi para pelaku pembajakan VCD/DVD hendaknya
dilakukan lebih dalam lagi dengan berdasar pada UUD Negara Republik Indonesia
dan ketentuan hokum yang berlaku.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Nitibaskara, Ronny. Ketika Kejahatan Berdaulat 2004.


2. Sulaiman, Robintan. Otopsi Kejahatan Bisnis, Universitas Pelita Harapan 2001.
3. Supanto, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Di Bidang
Hak Kekayaan Intelektual, Universitas Diponegoro 2000.
4. Yuliati,dkk. Efektifitas Penerapan UU No.19/2002 tentang Hak Cipta Terhadap Karya Cipta
Indilabel.
5. Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
6. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
7. Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
8. http://www.tempo.co/read/news/2005/03/31/05758870/Polisi-Grebeg-Penjual-Keping-
VCDDVD-Bajakan-di-Glodok
9. http://justedebora.blogspot.com/2008/08/dampak-pelanggaran-hak-cipta.html

15

Anda mungkin juga menyukai