Anda di halaman 1dari 11

MAKNA FILOSOFIS TRADISI MALAM BERNIAI, RITUAL

PERKAWINAN MASYARAKAT MELAYU TANJUNG PURA


                               
1. P E N D A H U L U A N
Perkawinan adalah sesuatu yang sakral menurut pandangan manusia. Ia
merupakan peristiwa yang seharusnya sekali dilaksanakan dalam seumur hidup.
Dimensi Sakralitas atas ritual pernikahan ini diterjemahkan oleh beragam manusia
dengan variatif dan beragam.
Ekspresi ritual tersebut merupakan sebuah keniscayaan bahwa begitu
kayanya peradaban manusia di bumi sehingga ekspresi yang diterjemahkan secara
berkesinambungan, berulang-ulang dari kurun waktu yang relative lama, secara
tidak langsung membentuk sebuah kesepakatan yang tidak tertulis menjadi sebuah
kebiasaan yang menikat yang dikatakan tradisi.
Tradisi tersebut menjadikan kegiatan propan ataupun sakral disepakati
secara konvensional adalah bagian dari ciri khas suatu suku dan bangsa tertentu,
dengan syarat hal tersebut berlaku secara berulang-ulang dalam kurun waktu yang
relative lama.
Dalam tradisi Melayu, Ekspresi pernikahan yang dilaksanakan antara Jaka
dan dara menjadi sebuah ritual yang memiliki nilai etika dan estetika yang tinggi.
Mereka menterjemahkannya dengan sangat agung,membagi tradisi tersebut
menjadi sebuah rangkaian acara yang dramatis dan romantis.
Salah satunya adalah tradisi malam berinai. Malam memasangkan inai
bagi mempelai perempuan menjelang pernikahannya pada waktu esok hari.
Tradisi ini merupakan bagian dari rangkaian ritual pernikahan yang dilakukan
suku Melayu terutama masyarakat Tanjung Pura.
Timbul sebuah pertanyaan bagi kita, kenapa begitu agungnya masyarakat
menilai ritual malam berinai menjadi sebuah kebiasaan yang jika tidak dilakukan
ritual tersebut serasa bagaikan ada kekurangan dalam pernikahan mereka.
Tulisan ini mencoba menjawab tentang beberapa hal, yaitu:
1. Makna filosofi dari tradisi malam berninai
2. Bagaimana prosesi malam berinai

1
3. Penyebab menurunnya tradisi malam berinai saat ini
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan sederhana sebagai bahan bacaan untuk
didiskusikan sesama tuan puan rekan juang dengan rincian:
A.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan seputaran Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten
Langkat.
B.Subjek Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian sederhana ini adalah tokoh budayawan
Melayu Tanjung Pura, para orang tua yang pernah mengalami Malam berinai
ketika melangsungkan perkawinannya dahulu dan tokoh orang tua yang berada di
sekitar Tanjung Pura.
C.Metode Penelitian
Metode Penelitian dalam yang diterapkan dalam Penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi dengan
menggunakan tehnik wawancara dan observasi terhadap objek penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
⮚ Sumber data
Responden penelitian terdiri budayawan dan orang tua yang ada di
Tanjung pura
⮚ Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif (wawancara dan observasi) dan studi pustaka.
⮚ Cara Pengambilan Data
Data kulitatif diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan
bersama objek penelitian serta observasi lapangan yang telah
dilaksanakan.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui makna Filosofis Tradisi
Malam berinai ritual perkawinan Masyarakat Melayu Tanjung Pura dalam
penelitian ini. Pada analisis data ini terdapat beberapa langkah-langkah antara
lain:

2
a. Melakukan pemeriksaan data observasi, tes, dan wawancara yang sudah
masuk.
b. Melakukan panafsiran.
c. Tahap tindak lanjut yaitu merumuskan jawaban-jawaban yang diberikan
objek penelitian
d. Penarikan kesimpulan.

3. HASIL PENELITIAN
1. Makna Filosofis Malam Berinai
Suku Melayu adalah salah satu suku terbesar yang mendiami kepulauan
Nusantara tersebar dari Sabang sampai Merauke. Orang Melayu di Indonesia, kata
Shafwan,1 tersebar di sepanjang pantai Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi,
mereka juga terkenal sebagai penganut Agama Islam yang sangat taat dan
umumnya mereka disebut sesuai dengan nama kawasan penyebarannya, seperti
oang Melayu Betawi di Jakarta, Melayu Palembang di Palembang, Melayu Riau
di Riau. Namun di Sulawesi Selatan orang Melayu menyebutnya Bugis.
Melayu bukanlah suku saja, melainkan ia adalah Bangsa, dimana para
leluhur yang terdiri dari orang China, India, Jawa, dan suku lainnya yang masuk
di komunitas Melayu, lambat laun terMelayukan dengan kultur yang kerapkali
dijumpai mereka secara berkesinambungan.
Sehingga mereka menjadi Melayu diakibatkan lekatnya tradisi Melayu
tersebut di komunitasnya, hal inilah yang dialami beberapa komunitas non
Melayu yang menjadi Melayu di Tanjung Pura Khususnya2.

1 Diungkapkan di pendahulan pada Penelitiannya yang berjudul Tradisi berahoi


Masyarakat Melayu dilakukan oleh Safwan Hady Umri, iya meneliti tentang Tradisi berahoi pada
masyarakat Melayu Langkat , lihat: Shafwan Hadi Umry, Tradisi berahoi Masyarakat Melayu,
(Medan: Mitra, 2015), h. 1
2 Hasil wawancara bersama Budayawan Melayu Tanjung Pura Bpk Muhammad Nurdin
tanggal 29 Juni 2020

3
Dalam ritual perkawinan Melayu, dikenal dengan tradisi Malam berinai.
Malam berinai adalah ritual yang dilakukan sebelum bersanding. T. Lah Husni3
mengatakan:
“yaitu kuku dan ujung jari tangan dan kaki dibungkus dengan inai
(Pacar) sebangsa tumbuh-tumbuhan yang telah ditumbuk halus-halus
bekas inai itu nanti merah warnanya.”

Hal senada juga dapat ditemukan dalam tulisan Zainal, dalam tradisi
Melayu, malam berinai yaitu dimana jari kuku jari dan tangan dibalut oleh daun
inai (daun pacar), lalu ia juga menambahkan:
“Sebelumnya daun pacar ini diambil dari pohonnya harus digendong
dan dipayung, kemudian direndam air, lalu digiling bersama sedikit nasi
dan arang dapur, agar lebih lengket dikuku dan memancarkan warna
merah dan tidak mudah luntur.4”

Namun Malam berinai dilaksanakan setelah kedua mempelai resmi


dalam akad nikah, sebelum mereka dipersandingkan diadakan sebuah acara
sebelum bersanding.5 Penjelasan ini mengartikan bahwa waktu malam berinani
dilaksanakan setelah kedua pengantin menunaikan akad nikah.
Adapun makna yang terdapat pada malam berinai adalah untuk
menangkal dari gangguan Jin dan jembalang. Lahirnya Makna ini karena
dipengaruhi oleh ajaran animisme dan Hindu.6 lalu kemudian terjadi proses
Islamisasi tradisi malam berinai bergeser menjadi makna filosofi bahwa malam
berinai itu menjadi sakral dan diagungkan karena disitulah letak kehormatan
wanita dalam menjaga keperawanannya. Namun Andong Syarifah menambahkan
dengan malam berinai adalah bukti keperawanan sang mempelai wanita terjamin
dan merupakan sebuah penghargaan terhadap harkat dan martabat
kehormatannya.7

3 Tulisan dalam bentuk diktat yang kami temukan di kediaman Pak Syamsul, budayawan
Melayu Tanjung Pura pada wawancara yang diadakan pada: 29 Juni 2020 pukul 14.30 WIB.
Lihat: T. Lah Husni, Butir-Butir Adat Budaya Melayu Pesisir, (Medan, B.P Husny,t.t), h. 98
4 Zainal Arifin AK, Adat Budaya Resam Melayu Langkat, (….) h.
5 Yuscan, falsafah Luhur Adat Istiadat Perkahwinan Melayu Sumatera Timur, ed. Noor
Fuady, ( …), h…….
6 Zainal, Adat., h….
7 Responden mengalami peristiwa malam berinai pada proses pernihakannya dahulu:
Wawancara dengan Andong Yong Syarifah tanggal 28 Juni 2020 pukul 15-30 WIB

4
Malam berinai juga merupakan malam perpisahan dan pelepasan masa
remaja perawan bagi mempelai wanita menuju kehidupan sebagai seorang istri
bagi seorang laki-laki untuk kemudian menjadi tanggungjawab laki-laki tersebut
selama hidup dalam bahtera rumah tangga mereka.8 Dari uraian di atas dapat
diketahui bahwasannya malam berinai merupakan ritual melayu yang memberikan
makna dan Isyarat bahwa,hal tersebut menjadi bukti kehormatan harkat dan
martabat seorang perempuan sekaligus ia menjadi sebuah peristiwa perpisahan
dari perpindahan masa lajang menuju pernikahan dan menjadi milik seorang laki-
laki.
2. Prosesi Malam Berinai
Pada prosesi malam berinai, Zainal menyebutnya Upacara berinai
merupakan kegiatan yang dipengaruhi dari peninggalan animisme dan Hindu.
Lanjutnya, pada masa kesultanan Langkat, Upacara berinai dibagi menjadi 3
tahap:
1) Berinai curi, yaitu calon pengantin dibungkus inai pada kuku jari tangan
dan kaki yang dilakukan oleh keluarga lingkungan rumah saja tanpa
mengundang pihak lain dan tidak naik di pelaminan.
2) Berinai kecil, yaitu dilaksanakan di atas pelaminan secara tersendiri. Di
rumah masing-masing kedua mempelai, mengundang kerabat dekat jiran
tetangga, dengan melaksanakan kenduri arwah serta tepung tawar. Pada
pelaksanaan tepung tawar, secara bergantian yang melaksanakan tepung
tawar meletakkan secuil di tangan pengantin.
3) Berinai besar, yaitu pelaksanaannya terlebih dahulu pihak perempuan
mengantarkan inai kepada pihak laki-laki. Seluruh pihak keluarga besar
hadir pada malam berinai ini termasuk jiran tetangga, biasanya juga
dibarengi dengan acara Qasidahan,Syair hikayat, Tari inai atau seni
burdah/hadrah.9

Tahapan pada prosesi ini bukanlah merupakan hal yang baku, dari
keterangan yang diperoleh, inai yang didapatkan pada prosesi berinai curi adalah
inai yang diambil secara diam-diam dari kedua belah pihak mempelai lalu

8 Wawancara dengan Pak Syamsul Budayawan Melayu tanggal 29 Juni 2020 pukul
16.30 WIB
9 Zainal, Adat Budaya,. h.

5
diberikan pada masing-masing mempelai untuk dipakaikan pada pelaksanaan
berinai curi.10
Sebelum dipakai, pada malam berinai besar, inai tersebut dibawa dalam
tarian Japin lalu kemudian diberikan kepada mempelai untuk dipasangkan
kepadanya.11 Lanjutnya, berinai curi hendaknya dilaksanakan berdekatan dengan
hari berinai besar. Tiga atau dua hari sebelum hari pelaksanaan persandingan, Ini
bertujuan agar kedua mempelai tidak terlalu lama berada di dalam kediamannya.
Karena setelah mempelai dipasangkan hinai pada ujung jarinya, ia tidak
diperbolehkan untuk menyentuh atau turun tanah, ada semacam larangan untuk
hal tersebut.12
Penjelasan tersebut membuktikan bahwa prosesi berinai tersebut tidak
menjadi sebuah acuan yang baku, lalu kemudian ketika terjadinya impropisasi-
impropisasi bagi pelaku budaya yang lahir belakangan, hal tersebut menimbulkan
pergeseran yang serius terhadap prosesi adat, dan makna yang terkandung di
dalamnya.

3. Pergeseran dan penurunan makna


Seperti penjelasan pada bagian akhir di atas, impropisasi yang sering
bertentangan dengan adat kebiasaan yang dahulu dilakukan pada generasi
belakang, termasuk proses malam berinai lambat laun akan menimbulkan
pergeseran makna secara simbolis.
Kehidupan Melayu penuh dengan simbol-simbol dan isyarat
kehidupan.13 Petuah-petuah dalam untaian syair pantun syarat dengan makna
yang terpendam, hingga ketika mengekspresikan kemarahan saja, seorang
Puak Melayu mengekspresikannya dengan berpantun.14
Dalam setiap segi kehidupan, Bangsa Melayu mengekspresikannya
dengan sampiran dan sindirian baik dalam bentuk pantun, syair dan

10 Wawancara dengan andong Yong Sarifah


11 Wawancara dengan andong Yong Sarifah
12 Wawancara,.
13 Wawancara dengan Muhammad Nurdin
14 Wawancara,.

6
gurindam. tak terkecuali dalam ritual malam berinai pada rangkaian ritual
perkawinan.
Ekspresi kekecewaan terhadap tindakan impropisasi generasi
belakangan tanpa mengindahkan nilai-nilai etika serta estetika masa dahulu
menimbulkan hal yang cukup mengkhawatirkan.
Modernisasi hari ini melahirkan sikap simplistis, dengan
menyederhanakan segala hal agar tidak membutuhkan waktu, biaya dan lain
sebagainya terbuang banyak dan sia-sia. Sikap ini melahirkan erosi budaya
karena mengesampingkan hal-hal yang sakral dipandang tempo dulu demi
sebuah efesiensi masa kini.
Namun hari ini, alih-alih malam berinai, orang yang secara sederhana
melangsungkan akad nikah secara mendadak tanpa semua proses tersebut
atau bahkan tidak dilaksanakan resepsi pernikahannya menjadi hal yang
biasa.
Atau paling tidak timbul kemafhuman bahwa menikah seperti itu atau
sebelumnya kedua mempelai melanggar norma-norma sosial hukum dan
agama ada hal yang biasa terjadi di zaman ini.
Hal tersebut terjadi karena pengaruh budaya saat ini. Telah terjadi
proses pembauran pada Masyarakat Melayu hari ini. Pembauran tersebut
mengakibatkan adanya percampuran suku bangsa yang multikompleks.
Sayangnya, pembauran tersebut tidak dibarengi dengan proses pembelajaran
yang bertujuan mempertahankan nilai-nilai pada tradisi Melayu sebelumnya.
Lalu kemudian para pelaku budaya hari ini melakukan impropisasi
tanpa berpedoman kepada tradisi yang lama terlembaga menjadi adat
kebiasaan tempo dulu.
Hal tersebut menyebabkan tradisi hari ini dan tempo dulu mengalami
kontradiksi, di setiap pertemuan pelaku budaya yang terdiri dari pelaku sejior
dan junior, kerap kali mengalami dinamika.15

15 Wawancara dengan Muhammad Nurdin

7
Dinamika tersebut terjadi di seputaran ritual-ritual adat yang sering
16
bertentangan. dari keterangan-keterangan di atas dapat diartikan bahwa,
permasalahan budaya khususnya tradisi melayu malam berinai ini adalah
multikompleks.
Satu sisi dinamika antara pelaku budaya menjadikan tradisi Melayu saat
ini tidak dalam bentuk yang baku sehingga kerap kali terjadi hal yang
berlainan terhadap satu prosesi adat yang sama.
Pada sisi lain, para generasi belakangan seperti yang telah dijelaskan di
depan bahwa mereka tergerus dengan sikap simplistis yang diakibatkan oleh
arus modernitas sehingga menganggap peristiwa pada prosesi budaya hari ini
adalah sesuatu yang rumit.
4. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari tulisan ini adalah sebagi berikut:
1. Adapun makna yang terdapat pada malam berinai adalah untuk menangkal
dari gangguan Jin dan jembalang. Lahirnya Makna ini karena dipengaruhi
oleh ajaran animisme dan Hindu. lalu kemudian terjadi proses Islamisasi
tradisi malam berinai bergeser menjadi makna filosofi bahwa malam
berinai itu menjadi sakral dan diagungkan karena disitulah letak
kehormatan wanita dalam menjaga keperawanannya.
2. Pada masa kesultanan Langkat, Upacara berinai dibagi menjadi 3 tahap:
yaitu berinai curi, berinai kecil dan berinai besar.
3. Telah terjadi proses pembauran pada Masyarakat Melayu hari ini.
Pembauran tersebut mengakibatkan adanya percampuran suku bangsa
yang multikompleks. Sementara pembauran tersebut tidak dibarengi
dengan proses pembelajaran yang bertujuan mempertahankan nilai-nilai
pada tradisi Melayu sebelumnya. Generasi belakangan tergerus oleh arus
modernisasi pada akhirnya melahirkan sikap simplistis sehingga
menganggap peristiwa pada prosesi budaya hari ini adalah sesuatu yang
rumit dan tidak substansial
5. Implikasi

16 Wawancara dengan Bpk. Syamsul

8
Adapun implikasi dari tulisan sederhana ini adalah:
1. Perlu kiranya menelusuri secara komprehensif makna filosofi dari tradisi
malam berinai dari berbagai aspek disiplin ilmu
2. Perlu kiranya menelusuri akar sejarah kapan prosesi malam berinai ini
dimulai
3. Perlu kiranya merumuskan strategi dalam melakukan kampanye sosialisasi
tentang perlunya melestarikan budaya Melayu dengan kemasan kekinian.

DAFTAR PUSTAKA

9
FOTO DOKUMENTASI PENELITIAN

Wawancara dengan Andong Syarifah

10
Wawancara bersama budayawan Melayu Bpk. Muhammad Nurdin

Wawancara dengan Budayawan Melayu Bpk. Syamsul

Foto Pernikahan Melayu tempo dulu (Dok. Dari Andong Syarifah)

Sumber pustaka

11

Anda mungkin juga menyukai