KEGIATAN BELAJAR 1
Potret Pembelajaran di Sekolah Dasar
Dalam Kegiatan Belajar 1 ini Anda akan membahas bagaimana potret pembelajaran di Sekolah
Dasar (SD). Tujuan yang harus dicapai melalui kegiatan belajar ini adalah Anda mampu
menjelaskan berbagai persoalan yang selama ini ditemukan di SD, khususnya yang berkenaan
dengan pembelajaran di SD. Karena persoalan pembelajaran saling mengait dengan unsur yang
lain, dalam KB ini penulis menjelaskannya sebagai sebuah sistem yang juga berkaitan dengan
Sarana-Prasarana dan Keterjangkauan Wilayah serta Ketidakmerataan Jumlah Guru. Sebagai
gambaran awal, perhatikan Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini.
Contoh 2.
Keadaan bersahaja dirasakan ratusan siswa SD 03 Lubuk Malintang,
Kecamatan Padang Panjang Timur, Kota Padang Panjang, Sumatera
Barat, yang masih bersekolah di tenda darurat. Akibat gempa bumi, awal
Maret lalu, banyak bagian gedung sekolah yang rusak. Renovasi gedung
SD 03 belum tuntas. Sebagian siswa serta guru juga masih takut untuk
beraktivitas di dalam kelas sehingga kegiatan mereka lakukan di dalam
tenda, meski itu membuat sejumlah guru dan siswa mengeluh sakit.
Siti Aisyah, siswa kelas lima, mengatakan bahwa jika hujan, halaman
sekolah banjir. Siswa perlu mengangkat kaki saat belajar. Air juga
menetes sehingga siswa-siswa dikumpulkan di tengah tenda.
Sumber: Kompas, Selasa, 14 Agustus 2007
Contoh 3.
Persoalan berbeda terjadi di kota Timika. Kepala SD Inpres Koprapoka
I, Marcel Orowipuku, mengeluhkan keterbatasan sekolah yang membuat
jumlah murid dalam satu rombongan belajar 60-70 orang. Akibatnya,
satu bangku belajar digunakan tiga murid sekaligus.
Di SD itu beberapa kelas yang kelebihan murid juga harus menata
sebagian bangku belajar, membelakangi dinding kiri-kanan kelas,
sehingga bangku tidak menghadap ke arah papan tulis.
Sumber://pendidikanpapua.blogspot.com/2007/08/lulusan-sd-
pedataman-buta-huruf.html (diakses 14 November 2007)
Contoh 4.
Tegizita adalah sebuah desa berpenduduk 2.000 jiwa di pedalaman Nias
(Sumatera Utara). Jaraknya dari Gunung Sitoli hanya 59 km, tetapi
dibutuhkan lima jam dengan kendaraan untuk mencapainya. Desa yang
diapit Sungai Oyo dan Siwalawa (masing-masing lebarnya 50-80 meter
dan tanpa jembatan) mempunyai tiga Sekolah Dasar dengan 700 murid,
sedangkan satu SMP, dan satu SMA masih dalam persiapan dan baru
ibuka tahun ini. Selain dari Togizita, siswa datang dari desa-desa kecil
seberang kedua sungai yang mengapit Togizita.
Meski jumlah murid tercatat hanya sekitar 700 orang, yang hadir di
sekolah setiap hari bisa hanya setengahnya. Penyebabnya bervari
hujan, hari mbale (pekan), atau pesta kawin. Jika hujan turun dan itu bisa
seminggu penduduk tidak bisa mengambil havea (getah karet) dengan
konsekuensi uang tidak ada sehingga anak-anak tak bisa pergi ke
sekolah. Di musim hujan, Sungai Oyo dan Siwalawa akan meluap dua
kali seminggu dan semua anak sekolah yang berasal dari luar Togizita
tidak bisa ke sekolah karena tak ada jembatan.
Kebanyakan anak-anak Sekolah Dasar (SD) mengalami drop-out karena
orang tua lebih suka anak-anak mereka bekerja mengumpulkan getah
karet. Akses ke sekolah menengah pertama amat kecil, terutama bagi
perempuan karena tuntutan adat: anak perempuan yang sudah remaja
(usia masuk SD rata-rata 8-10 tahun!) dilarang berjalan bersama dengan
anak lelaki sebaya sepulang sekolah karena harus melewati hutan dan
hari sudah gelap. Sebagian anak-anak yang tak bisa sekolah akan
merantau ke daratan Sumatera, seperti Sibolga, Padang, dan Pekanbaru,
dan menjadi "pekerja anak" di perkebunan kelapa sawit atau pencuci
piring di warung (Pajak Sosial Pendidikan, Mengapa Tidak? Penulis
Frietz R. Tambunan, Kompas, 5 Agustus 2004)
Berdasarkan empat contoh tersebut, tentu Anda dapat berpendapat
tentang apa dan bagaimana yang menjadi latar belakang munculnya
Contoh 1, Contoh 2, Contoh 3, dan Contoh 4. Anda dapat membedakannya?
Ya, Anda benar. Dalam contoh 1, ada dua indikator yang patut disebut
menjadi sumber terbatasnya sarana dan prasarana penunjang. Pertama, letak
geografis SD Negeri Inpres Bomomani yang memang jauh sehingga untuk
menjangkaunya diperlukan waktu dan alat transportasi yang memadai.
Akibatnya, apa yang telah ada tidak mampu untuk dirawat dan dipelihara
karena kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan yang ada. Kedua, bolehjadi, penyebab
memprihatinkannya kondisi SD Negeri Inpres Bomomani
adalah karena kekurangsinkronan informasi antarinstansi yang terkait.
'Akibatnya, kerusakan yang terjadi dapat saja dimaknai sebagai kekurang-
pedulian pihak-pihak yang semestinya tidak boleh terjadi.
Dalam Contoh 2, terbatasnya sarana yang ada bukan diakibatkan oleh
kendala letak geografis atau perhatian instansi terkait, melainkan oleh
peristiwa bencana alam. Tentu saja, kedua situasi yang demikian. baik
Contoh 1 dan Contoh 2, akan mengorbankan semangat dan minat para murid
karena situasi belajar yang diidamkan menjadi tidak nyaman. Padahal,
sebagai suatu sistem, terbatasnya sarana dan prasarana tentu akan berdampak
pada aktivitas pembelajaran lainnya, misalnya guru tidak dapat mengelola
kelas dengan baik karena anak tidak nyaman dalam belajar.
Dalam Contoh 3, sarana yang ada ternyata tidak mampu menampung
banyaknya jumlah siswa. Akibatnya, suasana kelas menjadi tidak efektif
untuk belajar karena para siswa harus duduk berdesak-desakan. Kondisi yang
demikian menjadi salah satu penyebab guru tidak mampu mengelola kelas
dengan baik. Sementara itu, dalam Contoh 4, indikator yang ada boleh
dikatakan adalah kurangnya motivasi usia produktif untuk bersekolah karena
kombinasi keterbatasan sarana, dukungan keluarga, dan keramahan alam.
Dalam kasus seperti yang ada dalam Contoh 4 tersebut, upaya yang harus
dilakukan adalah penyelesaian secara komprehensif dengan menyadarkan
pentingnya pendidikan dengan melibatkan orang tua dan para tokoh
masyarakat. Namun demikian, dalam era teknologi informasi dan komunikasi
seperti sekarang ini, banyak pula bermunculan SD-SD yang tiap kelasnya
telah dilengkapi dengan slide, pendingin ruangan, dan jaringan komputer
yang on-line dengan internet. Bahkan, sarana olahraga, seperti kolam renang
dan gimnasium juga tersedia. Untuk membantu mencari sumber belajar,
perpustakaan tiap kelas juga ada. Tentu saja, SD semacam ini jumlahnya
sangat terbatas dan masih terbatas menjadi konsumsi kalangan atas di kota-
kota besar di Indonesia.
Sebagai contoh, di kawasan selatan Kota Jakarta, tepatnya di daerah
Parung, terdapat sebuah kompleks sekolah modern, mulai SD — SMA yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang sangat memadai. Untuk tingkat
SD, selain jumlah siswa dibatasi maksimal 25 siswa, setiap kelas juga
dilengkapi sarana seperti yang penulis ulas. Untuk mendukung kegiatan
ekstrakurikuler serta olahraga, sekolah pun menyediakan berbagai pilihan
kegiatan sesuai dengan keinginan dan bakat para siswa, mulai dari piano
sampai dengan bela diri, yang pelaksanaan kegiatannya langsung dilakukan
setelah jam pelajaran usai, bukan pada sore hari atau hari tertentu karena
sekolah ini memberlakukan sistem one-day school dan memiliki $ hari efektif
dari Senin - Jumat. Kolam renang yang dimiliki merupakan kolam renang in-
door yang bertaraf internasional. Untuk mendukung lancarnya proses belajar-
mengajar, setiap siswa memperoleh fasilitas layanan antar-jemput dari rumah
ke rumah dengan mobil yang kondisinya sangat laik jalan dan tentu saja
dilengkapi AC. Selain itu, untuk mendukung kegiatan berkesenian atau
kegiatan besar lainnya, sekolah juga memiliki ruang sidang besar.
B. METODE PEMBELAJARAN
Dalam hal metode pembelajaran, Anda tentu telah merasakan bahwa
Pemerintah telah berupaya keras meningkatkan profesionalitas guru melalui
berbagai penataran dan pembimbingan peningkatan kemampuan profesional
melalui pelatihan atau seminar. Namun, dalam kenyataannya, kualitas
pembelajaran yang dilakukan ternyata belum mampu menjawab cepatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ironisnya, motivasi dan
semangat untuk berkembang sebagian guru SD di tanah air juga kurang.
Tentang permasalahan ini, perhatikan contoh berikut ini.
Contoh 5.
Mengapa mata pelajaran Sains (Fisika, Biologi, Kimia) dan Matematika
umumnya di kalangan siswa daya serapnya masih rendah dan belum
optimal, di mana akar persoalannya. Perlu pengkajian yang mendalam,
sehingga kita mengetahui sebab musababnya, dan tentunya kita juga
berupaya menemukan solusinya.
Tidak kita pungkiri, bahwa sekarang masih banyak kita temukan mata
pelajaran sains dan matematika menjadi momok dan menakutkan bagi
siswa, bahkan banyak kita temukan para siswa akan bolos sekolah bila
mata pelajaran atau bidang studi tersebut diajarkan. Apalagi diajar oleh
guru-guru berwajah sangar dan berbadan besar, maka ketakutan dan rasa
stres menghantui diri para siswa.
Kita ingin mendemamkan sains, kata orang bijak bahwa “orang yang
menguasai sains, berarti dia menguasai dunia”. Sains dan Matematil
diajarkan mulai dari pendidikan dasar (SD). Oleh sebab itu, bidang studi
benar-benar harus diajarkan secara benar. Kemampuan dan motivasi
siswa untuk lebih mencintai dan menyenangi bidang studi ini dimulai
pada level ini. Karena itulah, lazimnya bidang studi ini diajarkan oleh
guru senior, terutama untuk siswa kelas satu.
pembelajaran Sains dan Matematika para siswa yang diduga berawal dari
kesalahan konsep guru SD memang tidak sepenuhnya benar. Tentu tidak adil
jika guru SD dijadikan sumber kesalahan sebagai penyebab munculnya
kendala seperti yang ada dalam Contoh 5. Namun, setidaknya ada satu sisi
yang harus diketahui bahwa karakteristik pembelajaran di SD, apa pun
rumpun bidang studinya, harus selalu menarik dan membuat siswa tidak
berpikiran verbal dengan hanya berandai-andai saja. Diperlukan
penggambaran yang konkret dan mudah diingat ketika Anda mengajar di
kelas sehingga tatkala menerangkan materi IPA, misalnya, para guru dapat
memilih metode yang tepat. Artinya, metode yang mampu memberikan
suasana kondusif dalam pembelajaran dengan tetap mengutamakan
keterserapan materi yang disampaikan, bukan membuat siswa tegang atau
takut menunggu giliran untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan sang
guru. Sesekali, para siswa juga dapat diajak pergi ke tempat di mana mereka
dapat memperoleh gambaran secara riil tentang topik yang dibahas dan
penulis merasa Anda termasuk orang yang telah mengetahui metode
semacam ini.
Ketika guru lain memilih kabur, Frederick Sitaung (35) tetap bertahan
menjadi satu-satunya guru di Kampung Poepe, Desa Welputi, Kabupaten
Merauke, Papua. Pernah didera kelaparan sepekan, nyaris dipanah orang
Jika hal tersebut yang terjadi, maka kita tidak boleh menuntut kualitas
pembelajaran yang dilakukan. Artinya, secara matematis, proses
pembelajaran yang dilakukan Frederick sulit dilakukan, meskipun mungkin
Frederick telah menguasai teknik pembelajaran kelas rangkap. Namun,
kenyataan yang terjadi, Frederick telah mengabdi di kampung tersebut
selama 1S tahun. Dengan demikian, situasi yang ada tentu belum
memungkinkan untuk berbicara tentang mutu dan daya serap. Apalagi
penerapan kurikulum dan metode pembelajaran yang menyenangkan bagi
siswa. Yang penting adalah bagaimana memelihara semangat dan perjuangan
sang guru dan juga tekad para siswa untuk terus selalu belajar. Tentu tidak
dipungkiri juga bahwa telah banyak pula SD yang memiliki perbandingan
jumlah guru dengan siswa sangat ideal. Beberapa SD di kota besar, seperti
Jakarta (seperti yang penulis bahas di bagian awal), bahkan telah membatasi
jumlah siswa per kelas maksimal 25 orang dengan sistem paralel. Jika kelas 1
terdapat 100 siswa, berarti akan ada 4 orang guru. Jumlah yang demikian
tidak hanya memudahkan guru, tetapi juga membantu siswa menyerap
materi.
MODUL 11
EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
KEGIATAN BELAJAR 1
HAKIKAT DAN POTRET EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
A. HAKIKAT EVALUASI PROGRAM DAN EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Pada dasarnya evaluasi program adalah pendekatan formal yang digunakan untuk menilai
kebijakan, pekerjaan, atau satu program tertentu. Misalnya kebijakan pemerintah mengganti
bahan bakar minyak dengan gas, kebijakan yang melahirkan program asuransi kesehatan untuk
rakyat miskin, atau program wajib belajar. Contoh-contoh tersebut merupakan yang cukup besar,
sedangkan program sederhana, seperti dalam ilustrasi diatas juga memerlukan evaluasi program,
meskipun dalam bentuk yang lebih sederhana. Sebagai satu pendekatan formal yang sistematis,
evaluasi program sering disebut sebagai penelitian evaluasi, yaitu penelitian yang hasilnya
digunakan untuk mengambil keputusan, misalnya untuk merancang perbaikan, melanjutkan
program, ataukah menghentikan program.
B. POTRET EVALUASI PEMBELAJARAN DI SD
Potret evaluasi program pembelajaran di SD masih remang-remang. Di tingkat kelas,
dapat diketahui bahwa dalam Rencana Pembelajaran, evaluasi program sudah direncanakan,
namun pelaksanaannya masih menjadi tanda tanya. Di samping itu, kegiatan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) yang dapat dikatakan merupakan evaluasi program yang langsung ditindaklanjuti,
mulai tumbuh, baik yang dilakukan oleh guru sendiri maupun yang dilakukan oleh guru sendiri
maupun yang dilakukan secara kolaboratif.
KEGIATAN BELAJAR 2
LANGKAH-LANGKAH DAN TINDAK LANJUT EVALUASI PROGRAM
PEMBELAJARAN