Anda di halaman 1dari 18

Clinical Science Sessions

GLOBAL INITIATIVE FOR ASTHMA (GINA) 2019:


MANAGEMENT OF STABLE ASTHMA

Oleh:
Arief Meiji Surya 1840312280
Ferlina Fitrah 1940312578

Preseptor:
dr. Yessy Susanty Sabri, Sp.P(K)
dr. Russilawati, Sp.P(K)

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2019

1
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 3
1.1.Latar Belakang 3
1.2. Tujuan Penulisan 3
1.3. Manfaat Penulisan 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1. Definisi 4
2.2 Faktor pencetus 4
2.3 Diagnosis 4
2.4 Diagnosis banding 6
2.5 Assesment pasien asma 8
2.6 Tatalaksana asma 10

BAB 3 KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma adalah suatu penyakit yang umumnya ditandai dengan peradangan
jalan napas kronis yang menimbulkan gejala pernafasan seperti mengi, sesak
napas, dada terasa seperti terhimpit dan batuk yang bervariasi dari waktu ke
waktu dan juga bervariasi intensitasnya, bersamaan dengan keterbatasan aliran
udara ekspirasi yang bervariasi.
Asma merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi
sekitar 300 juta penduduk diseluruh dunia. Asma mempengaruhi seluruh
kelompok usia dengan peningkatan prevalensi di negara berkembang. Prevalensi
asma meningkat di berbagai negara, khususnya pada kelompok usia anak-anak.
Asma masih menjadi beban dalam sistem kesehatan masyarakat terkait dengan
hilangnya produktivitas hingga penurunan kualitas hidup penderitanya.
Guideline Initiative for Asthma (GINA) 2019 menyediakan
pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi untuk manajemen asma yang
dapat disesuaikan untuk kondisi masing-masing pasien. GINA memuat upaya
pencegahan dan pengelolaan asma yang melibatkan semua layanan dan
kebijakan kesehatan untuk mengurangi prevalensi, morbiditas dan mortalitas
asma. Guideline GINA tidak hanya berfokus pada dasar bukti yang kuat yang
ada, tetapi juga pada kejelasan bahasa dan pada penyediaan alat-alat untuk
implementasi layak dalam praktek klinis. GINA 2019 merupakan rekomendasi
baru yang penting terutama untuk pengobatan asma ringan dan asma berat.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memperbaharui ilmu tentang
manajemen dan pengendalian asma berdasarkan Guideline GINA 2019.
1.2 Tujuan Penulisan
Diharapkan dari makalah ini mahasiswa dapat memahami serta menambah
pengetahuan tentang manajamen dan pengendalian asma berdasarkan Guideline
GINA 2019.
1.3 Manfaat Penulisan
Mahasiswa dapat memahami serta menerapkan manajamen dan
pengendalian asma berdasarkan Guideline GINA 2019.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma adalah penyakit yang heterogen, biasanya ditandai dengan
peradangan jalan napas kronis. Hal ini didefinisikan dengan adanya riwayat gejala
pernafasan seperti mengi, sesak napas, dada terasa seperti terhimpit dan batuk
yang bervariasi dari waktu ke waktu dan juga variasi intensitasnya, bersamaan
dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi.1
2.2 Faktor pencetus
Faktor yang dapat mencetuskan dan memperparah terjadinya asma
diantaranya infeksi virus, terpapar alergen, merokok, stres, aktivitas fisik, serta
obat-obatan tertentu seperti betablocker.
2.3 Diagnosis
Ada dua kunci untuk menegakkan seseorang dengan asma:
1. Memiliki riwayat gejala seperti mengi, sesak napas, dada sesak dan
batuk yang bervariasi dari segi waktu dan intensitasnya
2. Keterbatasan aliran udara ekspirasi

4
Gambar 1: Alur diagnosis asma

Berikut kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis asma:


1. Adanya gangguan dari pernapasan dengan gejala sebagai berikut:
Gejala tipikal seperti mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk.
 Penderita asma umumnya memiliki lebih dari satu gejala.
 Gejala-gejala yang terjadi bervariasi secara waktu dan intensitas
 Gejala sering memburuk pada malam hari atau pada saat bangun tidur
 Gejala sering dipicu oleh latihan, tertawa, alergen atau udara dingin
 Gejala sering terjadi terjadi bahkan diperparah dengan infeksi virus
2. Bukti keterbatasan aliran udara ekspirasi
 Setidaknya sekali selama proses diagnostik, misalnya ketika FEV 1
rendah, mendokumentasikan jika FEV 1 / Rasio FVC di bawah batas
normal. Nilai normal FEV 1/Rasio FVC pada dewasa adalah 0,75-
0,80 dan lebih dari 0,85 pada anak-anak.
 Variasi fungsi paru-paru lebih banyak dari pada orang sehat.
 Semakin banyak variasi, mengarah ke diagnosis asma.
 Pengujian mungkin perlu diulang selama gejala, di pagi hari, atau
setelah menggunakan obat bronkodilator.
 Reversibilitas pasca bronkodilator mungkin saja tidak terjadi,
terutama pada derajat eksaserbasi yang berat dan adanya riwayat
infeksi. Jika reversibilitas bronkodilator tidak ada ketika pertama kali
diuji, langkah berikutnya tergantung pada urgensi klinis dan
ketersediaan tes lainnya.
Pemeriksaan fisik pada orang dengan asma seringkali normal, tetapi
penemuan yang paling sering adalah terdapatnya mengi pada auskultasi,
terutama pada ekspirasi paksa.

Mendiagnosis asma pada keadaan khusus.


1. Wanita hamil
Semua wanita hamil yang asma wajib memiliki obat kontroler untuk
menjaga kesehatan ibu dan janin

5
2. Usia tua
Asma pada usia tua sering kali under-diagnostic karena prespsi bahwa
sesak pada usia tua adalah hal yang normal.
3. Perokok dan mantan perokok
Asma dan PPOK dapat saling tumpang tindih, yang disebut Sindroma
Tumpang Tindih Asma dan PPOK (STAP). Untuk membedakannya,
diperlukan data riwayat asma pasien dan pola dari gejala yang
ditemukan. STAP mempunyai prognosis yang jelek dibandingkan
dengan single-disease.
4. Pasien dengan batuk sebagai satu-satunya gejala pernapasan
Cough variant asthma dapat menjadi satu-satunya gejala yang dapat
ditemukan pada pasien asma.

2.4 Dignosis banding


Diagnosis banding asma dibuat berdasarkan gambaran klinis serta umur
dari pasien. Diagnosis banding ini juga dapat ditemukan bersama dengan asma.

Tabel 1. Diagnosis banding asma


Umur Gejala Kondisi
6-11 tahun Bersin, gatal, hidung tersumbat, Sindrom batuk saluran
throat-clearing napas atas kronik
Gejala tiba-tiba, wheezing unilateral Aspirasi benda asing
Infeksi berulang, batuk produktif Bronkiektasis
Infeksi berulang, batuk produktif, Primary ciliary
sinusitis dyskinesia
Murmur jantung Penyakit jantung bawaan
Lahir prematur, gejala sejak lahir Displasia
bronkopulmoner
Batuk hebat, produksi mukus, gejala Fibrosis kistik
gastointestinal
12-39 tahun Bersin, gatal, hidung tersumbat, Sindrom batuk saluran
throat-clearing napas atas kronik
Dyspnea, wheezing fase inspirasi Inducible laryngeal

6
(stridor) obstruction
Pusing, parestesi, napas panjang Hiperventilasi, disfungsi
pernapasan
Infeksi berulang, batuk produktif Bronkiektasis
Batuk hebat dan produksi mukus Fibrosis kistik
Sesak napas, riwayat early-emfisema Defisiensi alfa1-
pada keluarga antitripsin
Gejala tiba-tiba, wheezing unilateral Aspirasi benda asing
>40 tahun Dyspnea, wheezing fase inspirasi Inducible laryngeal
(stridor) obstruction
Pusing, parestesi, napas panjang Hiperventilasi, disfungsi
pernapasan
Batuk, sputum, sesak saat aktivitas, COPD
rokok atau eksposur gas noxious
Infeksi berulang, batuk produktif Bronkiektasis
Sesak saat aktivitas, PND Gagal jantung
Pengobatan dengan ACE inhibitor Batuk akibat pengobatan
Sesak saat aktivitas, batuk non- Penyakit parenkim paru
produktif, clubbing finger
Sesak onset tiba-tiba, nyeri dada Emboli paru
Sesak napas, tidak respon terhadap Obstruksi sentral saluran
bronkodilator napas
Batuk kronis, hemoptysis, dyspnea, Tuberculosis
fatigue, demam, keringat
malam,anorexia, penurunan berat
badan

2.5 Assesment pasien asma


Assesment pada pasien asma sebaiknya dilakukan setidaknya 1 kali dalam
1 tahun. Hal yang dinilai adalah:
1. Asthma Control
 Menilai kontrol gejala selama 4 minggu terakhir.
 Mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

7
 Mengukur fungsi paru-paru sebelum memulai pengobatan, 3-6 bulan
kemudian, kemudian secara berkala, misalnya tahunan pada
kebanyakan pasien.
2. Masalah dalam Pengobatan
 Mencatat pengobatan pasien dan efek sampingnya.
 Perhatikan pasien menggunakan inhaler secara tepat.
 Periksa apakah pasien memiliki asthma action plan.
 Tanyakan pada pasien tentang sikap dan tujuan mereka untuk asma.
3. Apakah ada komorbid?
 Termasuk rhinitis, rinosinusitis kronis, gastroesophageal reflux
(GERD), obesitas, OSA, depresi dan kecemasan.
 Komorbiditas harus diidentifikasi karena dapat berkontribusi untuk
gejala eksaserbasi

8
Gambar 2: Asesmen asma kontrol GINA

9
2.6 Tatalaksana asma
2.6.1 Kategori pengobatan asma
Tiga kategori utama dalam pengobatan asma adalah kontroler, reliever, dan terapi
tambahan.
1. Kontroler
Jenis ini digunakan untuk mengurangi peradangan saluran napas,
mengendalikan gejala, dan mengurangi risiko di masa depan seperti
eksaserbasi dan penurunan fungsi paru. Pada pasien dengan asma ringan,
dapat diberikan ICS-formoterol dosis rendah, dipakai saat gejala muncul
dan sebelum berolahraga.
2. Reliever
Jenis ini diberikan kepada semua pasien untuk menghilangkan
breakthrough symptoms, termasuk selama perburukan asma atau
eksaserbasi. Reliever juga direkomendasikan untuk pencegahan jangka
pendek bronkokonstriksi akibat olahraga. Mengurangi dan menghilangkan
kebutuhan akan reliever adalah tujuan penting dalam manajemen asma dan
ukuran keberhasilan pengobatan asma.
3. Terapi tambahan
Terapi tambahan dapat dipertimbangkan ketika pasien memiliki gejala
dan/ atau eksaserbasi persisten meskipun pengobatan dioptimalkan dengan
kontroler dosis tinggi (biasanya ICS dosis tinggi dan LABA) dan
pengobatan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

2.6.2 Manajemen Asma


Tujuan manejemen asma dalam jangka waktu panjang adalah:
1. Mencapai asma terkontrol dan menjaga level aktivitas normal
2. Meminimalisir kematian akibat asma, eksaserbasi, keterbatasan jalan
napas yang persisten, dan efek samping pengobatan.
Hal yang harus dilakukan dalam manajemen asma adalah asses, adjust
treatment dan menilai respon sesuai dengan Asthma Management Cycle.
Pengobatan asma dapat disesuaikan naik atau turun dengan pendekatan bertahap
(stepwise recommendations) untuk mencapai kontrol asma yang baik. Jika kontrol

10
asma yang baik bisa dipertahankan selama 2-3 bulan, maka pengobatan dapat
diturunkan untuk menemukan tatalaksana minimum yang efektif pada pasien.
Jika pasien memiliki gejala dan/ atau eksaserbasi yang tidak terkendali
meskipun telah menggunakan kontroler selama 2-3 bulan, cari dan koreksi dahulu
penyebab lain yang memungkinkan sebelum menaikkan step pengobatan, seperti:
- Kesalahan pemakaian inhaler
- Ketidakpatuhan pasien
- Paparan terus-menerus terhadap agen seperti alergen, asap rokok, polusi
udara, obat betablocker atau obat anti-inflamasi non steroid (NSAID)
- Komorbid yang dapat memberburuk gejala
- Diagnosis yang salah

Untuk hasil terbaik, kontroler dengan ICS harus dimulai sesegera mungkin
setelah diagnosis asma dibuat, karena bukti menunjukkan bahwa:
- Inisiasi dini ICS dosis rendah pada pasien dengan asma menyebabkan
peningkatan fungsi paru yang lebih besar daripada jika gejala telah hadir
selama lebihdari 2-4 tahun.
- Pasien yang tidak menggunakan ICS yang mengalami eksaserbasi berat
lebih berisiko terhadap penurunan fungsi paru dalam jangka panjang
dibandingkan mereka yang sudah memulai ICS.

11
Tabel 2. Terapi Inisial asma

12
Gambar 3: Langkah manajemen asma

Tabel 3. Dosis Kortikosteroid inhalasi

13
Terapi non farmakologi

1. Smoking cessation dan hindari paparan terhadap asap rokok


- Pada orang dengan asma, merokok berhubungan dengan peningkatan
risiko kontrol asma yang buruk, rawatan di urmah sakit dan kematian
akibat asma; karena merokok dapat menurunkan fungsi paru dan bisa
menyebabkan PPOK. Paparan terhadap asap rokok juga dapat
menyebabkan kontrol asma yang buruk dan meningkatkan risiko rawatan
di rumah sakit.
- Setiap kunjungan, selalu dukung pasien asma yang merokok untuk
berhenti. Sediakan akses untuk konseling dan bila tersedia untuk program
smoking cessation.
- Edukasi pasien asma untuk menghindari paparan asap lingkungan
- Edukasi orang tua/anak dengan asma untuk tidak merokok dan tidak
memperbolehkan orang lain merokok dalam ruangan atau mobil yang
digunakan anaknya.
- Asses pasien dengan >10 tahun riwayat merokok untuk PPOK atau asma-
PPOK overlap, untuk strategi terapi tambahan.

2. Aktifitas fisik
- Pasien muda dengan asma dianjurkan untuk berenang karena kegiatan
berenang dapat ditoleransi dan meningkatkan fungsi paru dan kesehatan
kardio-pulmoner.
- Edukasi preventif dan manajemen tentang excercise-induced
bronchoconstriction (EIB) dengan daily ICS treatment ditambah SABA
bila perlu atau dengan ICS-formoterol dosis rendah bila perlu sebelum
olahraga dan melakukan pemanasan sebelum olahraga.
3. Hindari paparan alergen saat bekerja
- Tanyakan semua pasien dewasa dengan asma tentang riwayat pekerjaan
dan paparan lainnya.
- Identifikasi dan eliminasi alergen di tempat bekerja secepat mungkin dan
jauhkan pasien dari paparan lebih lanjut.

14
- Pasien dengan suspek atau telah terkonfirmasi dengan asma akibat
pekerjaan dirujuk untuk assesmen lanjut, karena implikasi ekonomi dan
legal diagnosisnya.
4. Hindari obat-obatan yang dapat mempeburuk asma
- Aspirin dan NSAID lainnya dapat menyebabkan eksaserbasi. Betablocker
dapat menyebabkan spasme bronkus.
- Selalu tanyakan pasien asma tentang pengobatan lainnya.
- Selalu tanyakan tentang asma sebelum meresepkan NSAID, dan beritahu
pasien untuk menghentikan NSAID bila asma memburuk.
- Aspirin dan NSAID bukan kontraindikasi pada asma kecuali jika ada
riwayat reaksi asma pada pemakaian terdahulu.
- Pada pasien asma yang membutuhkan betablocker oral atau intra-okular,
pemberiannya harus dibawah supervisi spesialisasi.
- Asma bukanlah kontraindikasi absolut pada penggunaan betablocker
kardio-selektif saat penanganan ACS, namun risiko dan keuntungan
penggunaan harus dipertimbangkan.
5. Diet sehat
- Peningkatan intake buah dan sayur dapat menurunkan risiko asma, risiko
eksaserbasi, dan meningkatkan kontrol asma total.
- Dukung pasien dengan asma untuk mengonsumsi buah dan sayur untuk
keuntungannya secara general dalam kesehatan.
6. Menurunkan berat badan pada pasien obesitas
- Asma lebih sukar dikontrol pada pasien obesitas
- Respon terhadap ICS pada pasien asma menurun
- Penurunan berat badan meningkatkan kontrol asma, fungsi paru dan
menurunkan kebutuhan obat pada pasien obseitas dengan asma.
7. Latihan pernapasan
- Latihan pernapasan bisa dijadikan sebagai suplemen konvensional
manajemen asma untuk menurunkan gejala dan meningkatkan kualitas
hidup, namun hal ini tidak meningkatkan fungsi paru dan menurunkan
risiko eksaserbasi.

15
8. Manajemen stres emosional
- Stres emosional dapat mencetuskan ekasaserbasi pada pasien asma.
- Hiperventilasi saat tertawa, menangis, marah, atau takut dapat
menpersempit jalur napas. Serangan panik juga mempunyai efek yang
sama.
- Saat stres maka kepatuhan pengobatan juga dapat berkurang.
- Strategi relaksasi dan latihan pernapasan dapat membantu meringankan
gejala asma.
- Anjurkan konsultasi kesehatan jiwa pada pasien asma dengan ansietas dan
depresi.
9. Hindari makanan dan bahan kimia makanan pencetus gejala asma
- Alergi makanan sebagai faktor pencetus eksaserbasi jarang ditemui dan
biasanya terjadi pada anak-anak.
- Bahan kimia makanan bisa mencetuskan gejala asma khususnya pada
asma dengan kontrol gejala yang buruk.
- Tanyakan pada pasien tentang gejala asma yang muncul saat makan
makanan tertentu.
- Menghindari makanan tidak direkomendasikan kecuali jika telah
dikonfirmasi dengan oral-challenges yang disupervisi oleh ahli.
- Jika alergi makanan dikonfirmasi, menghindari makanan tersebut dapat
menurunkan risiko eksaserbasi.

16
BAB III
KESIMPULAN

1. Asma adalah penyakit yang heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan


jalan napas kronis
2. GINA 2019 menjelaskan bahwa penggunaan ICS merupakan terapi awal yang
harus diberikan sebagai kontroler pada asma.
3. Penggunaan low dose ICS-Formoterol lebih direkomendasikan dibandingkan
penggunaan ICS dosis tunggal dan Low dose ICS dosis tunggal.
4. Hal yang dilakukan dalam manajemen asma adalah asses, adjust treatment dan
review response.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative For Asthma. Global Stragtegy for Asthma Management and
Prevention , 2019. Available from : www.ginasthma.org

18

Anda mungkin juga menyukai