Disusun oleh:
Merdiana I.P
16507020111015
Kelompok 6
Reguler 1
II. Etiologi
Virus dengue memiliki empat jenis serotipe, yang setiap jenis itu dapat
menyebabkan demam dengue dan dengue berat (lebih dikenal sebagai demam
haemorrhagic dengue) (Huda & Kusuma, 2015).
Virus dengue termasuk Flavovirus secara serotype terdapat 4 tipe yaitu tipe 1,
tipe 2, tipe 3, dan tipe 4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan tipe 3
terbanyak. Vektor dari DHF adalah Aedes aegypti, aedes albopictus, aedes aobae,
aedes cooki, aedes hakanssoni, aedes polynessis, aedes pseudoscutellaris, eades
rotumae (Sumarno, 2005). Dikenal 3 macam arbovirus, chikungunyam dan
onyong-nyong dari genus togavirus dan West Nile Fever dari genus Flavovirus,
yang menyebabkan gejala demam dan ruam yang mirip dengan DB (Widagdo,
2011).
IV. Epidemiologi
DF mengenai semua orang. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun
pernah dilaporkan bahwa beberapa kasus demam berdarah dengue (dengue
hemmorhagic fever/DHF) dan dengue shock syndrome /DSS mengenai lebih
banyak pria daripada wanita. Anak-anak usia kurang dari 15 tahun yang terkena
virus dengue dan tinggal pada daerah endemik, secara tipikal hanya mengalami
demam biasa yang tidak spesifik, dan sembuh dengan sendirinya (Tantawichien,
2012).
Di Indonesia wabah dengue sudah menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat, dan di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di Indonesia,
spesies Aedes aegypti adalah yang terbanyak, disusul oleh Aedes
albopictus. Beragam serotipe telah beredar di berbagai daerah di Indonesia,
namun serotipe 3 masih mendominasi dari masa ke masa (Wijayanti, 2016).
DHF telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir.
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumalah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DHF, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)
provinsi dan 382 (77%) kabupaten atau kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku,
dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada kasus laporan kasus DHF. Selain itu
terjadi peningkatan jumlah kasus DHF, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi
15.912 kasus pada tahun 2009.
V. Patofisiologi
Gigitan Nyamuk Ades Aegipty
kebocoran plasma
Vaso aktif (CADP) yang bersifat trombosit faktor 3 dilepaskan
meningkat permebilitas kapiler volume plasma menurun
dilepaskan
Koagulasi intra vaskuler
dirangsang cairan keluar ekstrasel Hovopolemia
Pemeriksaan Penunjang:
a. Leukosit: Leukopenia cenderung pada demam dengue
b. Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah pada Demam Berdarah Dengue dengan
manifestasi peningkatan hematokrit diatas 20% dibandingkan standard sesuai usia
dan jenis kelamin dan atau menurun dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya
>20% setelah pemberian terapi cairan
c. Trombositopenia (Trombosit <100.000/ml) ditemukan pada Demam Berdarah
Dengue
Diagnosis Klinis
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/polapelana
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
1. Uji bending positif
2. Petekie, ekimosis atau purpura
3. Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain
4. Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
d. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
1. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
2. Penurunan hematokrit>20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
3. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau hipoproteinemia
VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian
cairan. Harris et al (1998) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air
atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif
melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit. Setiap pasien tersangka
demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu).
Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah:
1. Tirah baring.
2. Pemberian cairan.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter
dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan
garam saja).
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal.
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron.
Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok,
yaitu:
a. Keadaan umum memburuk.
b. Terjadi pembesaran hati.
c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan
dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap
keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap
4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan
volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai
dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%,
Ringer’s lactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau
ekspander plasma. Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok
telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam.
Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak
tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau
dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam
hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-
bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular,
pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma
dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat
diberikan pada pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a) Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL).
b) Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/RA).
c) Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan
faali (D5/GF).
2. Koloid (plasma).
Transfusi darah dilakukan pada:
a.) Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan
melena).
b.) Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala,
menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak
dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. (1996) menemukan bukti bahwa
praktik ini tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang signifikan.
Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada
pasien dengan syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata
(disseminated intravascular coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan
penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti
adanya DIC, heparin perlu diberikan. (Hendarwanto, 1996).
IX. Pencegahan
1. 3M : menguras, menutup dan mengubur
Pencegahan demam berdarah dengan mengendalikan vektor nyamuk,
antara lain dengan 3M yaitu : menguras bak mandi / tempat penampungan
air sekali sepekan, menguras vas bunga dan tempat minum burung sepekan
sekali;menutup dengan rapat tempat penampungan air segera setelah
dibersihkan atau digunakan; dan mengubur barang yang tidak terpakai
seperti kaleng bekas, wadah bekas dan ban bekas di sekitar rumah.
Pencegahan DBD dengan cara 3M ini cukup ampuh dan banyak dianjurkan.
2. Secara biologi
Pencegahan DBD secara biologis juga cukup efektif. Yaitu dengan
menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri. Masukan beberapa ikan
kecil kedalam bak mandi atau kolam, maka vektor nyamuk pembawa virus
dengue otomatis dapat dikendalikan, sebab ikan akan memakan jentik-jentik
nyamuk.
3. Secara kimiawi
Pencegahan yang paling umum dilakukan adalah
denganpengasapan atau fogging. Fogging dapat membunuh nyamuk
dewasa. Cara kimiawi lainnya adalah pemberian bubuk abate pada tempat
air tergenang untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Larvasida juga bisa
digunakan untuk pencegahan demam berdarah. Seperti telah disebutkan
diawal bahwa nyamuk aedes aegypti beraktifitas di siang hari. Untuk
mencegah nyamuk demam berdarah ini biasakan untuk tidak tidur saat pagi
dan sore hari, selain itu gunakan pelindung tubuh dari gigitan nyamuk saat
sedang beraktifitas didalam dan luar rumah.
X. Komplikasi
Komplikasi Dengue High Fever (demam berdarah dengue)
1. Encephalopathy
Yaitu fungsi dan struktur otak yang abnormal
2. Kerusakan hati
3. Kerusakan otak residual
4. Kejang
5. Syok
Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting dalam penanganan syok.
Hal ini dapat terjadi karena:
kelebihan dan/atau pemberian cairan yang terlalu cepat
penggunaan jenis cairan yang hipotonik
pemberian cairan intravena yang terlalu lama
pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan
kebocoran yang hebat.
Tanda awal:
napas cepat
tarikan dinding dada ke dalam
efusi pleura yang luas
asites
edema peri-orbital atau jaringan lunak.
Tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat
edema paru
sianosis
syok ireversibel.
e. Mulut
Inspeksi :
f. Leher
Inspeksi :
Palpasi :
g. Dada
Inspeksi :
Palpasi :
Auskulatasi :
Perkusi :
h. Abdomen
Inspeksi :
Palpasi :
Auskultasi :
Perkusi :
i. Ekstremitas atas
Inspeksi :
Palpasi :
j. Ekstemitas bawah
Inspeksi :
Palpasi :
k. Genetalia
Inspeksi :
l. Anus
Inspeksi :
m. Kulit
Ispeksi :
Palpasi:
PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 06-05-2010 Nilai Normal pada
anak
LED 10 0 -20
Hemoglobin 15,3 gr/dl 11,0-14,8 gr/dl
Leukosit 1000/dl 600012.000/dl
Hematokrit 44 % 34-45%
Trombosit 88.000/dl 150.000450.000/dl
Tanggal
Terapi Medis
Pengelompokan Data
Data Subjektif :
Data Objetikf :
2. Analisa Data
Data Etiologi MasalahKeperawatan
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan nomor 1 Hipertermia
Tujuan: Menurunkan suhu tubuh pasien dalam waktu 3 x 24 jam
Hasil: suhu tubuh pasien normal kembali.
NOC: Thermoregulation
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Berkeringat ketika panas
2. Jumlah denyut jantung apical
3. Frekunsi pernafasan
4. Melaporkan kenyamanan
5. Thermal
Ket: 1= sangat parah, 2= parah, 3=sedang, 4=ringan, 5= tidak ada
SLKI: Termoregulasi
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Pucat
Ket: 1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup
menurun, 5=menurun
SLKI: Termoregulasi
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Pengisian kapiler
2. Tekanan darah
Ket: 1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup
membaik, 5=membaik
Nutritional Monitoring
1. Mengidentifikasi ketidaknyamanan pada system pencernaan(diare,
mucus dan nyeri pencernaan)
Rasional: Untuk memberikan nutrisi yang optimal meskipun
kehilangan napsu makan serta memotivasi anak agar mau makan.
DAFTAR PUSTAKA