Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

DIAGNOSA DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Oleh:

NI PUTU HEPINA TRESNAYANTI


NIM: 209012658

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA DHF

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Demam berdarah dengue/ DBD (Dengue Haemorrhagic
Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/ atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia,
dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. (Sudoyo Aru dalam Nurarif,
2015)
Penyakit DBD menyukai perjalanan penyakit yang sangat cepat
dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat
penanganan yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut
juga dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam
dengue, dan dengue shock sindrom (DDS) ( Widoyono, 2011).
DHF adalah penyakit fibris-virus akut, seringkali disertai dengan
sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia
sebagai gejalanya.

Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit DHF


adalah penyakit yang disbabkan oleh Arbovirus (arthro podborn virus)
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan
Aedes Aegepty) nyamuk aedes aegepty.

2. Epidemiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu
penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam
waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama
kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar
ke berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan
pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan
kematian 24 orang (41,3%). Semenjak kejadian ini, penyakit Demam
Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia
dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate
mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk. Keadaan ini erat kaitannya
dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin
lancarnya hubungan transpotasi.

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan


pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara
dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand (Depkes, 2010). Pada
tahun 2007, jumlah kasus penyakit DBD di Indonesia adalah 158.115
kasus, sedangkan pada tahun 2008, jumlah kasus penyakit DBD adalah
136.339 kasus.

Menurut Word Health Organization (WHO) jumlah kematian


oleh penyakit DHF di dunia mencapai 5% dengan perkiraan 25.000
kematian setiap tahunnya (WHO, 2012). Jumlah kasus kematian akibat
penyakit DBD di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1.01%, pada tahun
2008 jumlah kematian 1.170 orang (CFR= 0,86% dan IR=60,06/100.000
penduduk.

3. Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
arbovirus B, yaitu arthropod – born envirus atau virus yang disebabkan
oleh artropoda. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk aedes
aegepty (di daerah perkotaan) dan aedes albopictus (di daerah
pedesaan) (Widoyono, 2008).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan
tergenang, telurnya dapat bertahan berbulan – bulan pada suhu 20 -
42°C. Bila kelmbaban terlalu rendah telur ini akan menetes dalam
waktu 4 hari, kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini
memerlukan waktu 9 hari. Nyamuk dewasa yang sudah menghisap
darah 3 hari dapat bertelur 100 butir (Murwani, 2011).
4. Patofisiologis
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk aedes aegypi sehingga terjadi infeksi dalam tubuh manusia.
Hal pertama yang terjadi adalah viremia seperti demam 2-7 hari, skait
kepala, mual-muntah, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, hiperemi pada
tenggorokan. Akibat infeksi akan terjadi replikasi virus dalam tubuh
sehingga merangsang kompleks antibody virus dalam tubuh sehingga
terjadi trombositopenia dimana jumlah trombosit menurun yang
dimanifestasikan dengan petekia (bintik-bintik merah pada kulit)
vaskulitis yaitu peradangan pada kulit, reaksi imunologik dimana
tubuh berkompensasi terhadap virus yang masuk kedalam tubuh. Dari
hal ini akan mengakibatkan permeabilitas vaskuler meningkat dimana
terjadi perembesan plasma sehingga akan terjadi hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi, hiponatremia. Jika tubuh kekurangan cairan
yan terus menerus akan terjadi hipotensi dimana tekanan darah
menurun, nadi cepat dan lemah, kaki dan tangan dingin, kulit lembab
dan pasien tampak gelisah. Perubahan tersebut memperhatikan gejala
gangguan sirkulasi sebagai akibat dari perembesan plasma sehingga
tubuh akan kekurangan O2 akibatnya akan terjadi syok dan hipoksia
jaringan. Komplikasi-komplikasi yang ditimbulkan adalah pendarahan
lebih lanjut, syok hipovolemia dan kematian (Effendy, C.1995).
Pahway DHF
Virus dengue masuk kedalam
tubuh
Melalui gigitan nyamuk aedes aegpty

Tubuh Suhu tubuh


Hipertermia Terjadi infeksi di dalam tubuh
teraba meningkat
hangat
Akibat infeksi akan terjadi replikasi virus di
dalam tubuh

Merangsang kompleks antibody virus di


dalam tubuh Merangsan
Pelepasan Nyeri
g ujung-
mediator pada
Menimbulkan respon peradangan ujung
kimia otot
syaraf
Menstimulasi medulla vomiting Trombositopenia Pasien
tampak
Mual dan muntah Terjadi petekie meringis
Tubuh berkompensasi terhadap virus

Intake nutrisi Perembesan plasma


Resiko pendarahan
kurang
Nyeri
akut
Defisit nutrisi
Metabolisme Sehingga tubuh kekurangan O2
Pernapasan cuping hidung
anaerob
Tubuh kekurangan cairan
Kerusakan inervasi diagfragma
Nadi teraba lemah Energi berkurang
Mukosa bibir kering
kelemahan
Tugor kulit menurun
Merasa tidak
Pola nafas tidak
Nadi teraba lemah nyamamn saat
efektif
beraktivitas
Hipovolemia

Intoleransi
aktivitas

Menghilangnya plasma
Kebocoran plasma (ke melalui endotel dinding
extra vaskuler) pembuluh darah

5. Klasifikasi
DHF diklasifikasi menjadi empat tingkatan keparahan, dimana
derajat III dan IV dianggap DSS. Adanya trombositopenia dengan
disertai hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II DHF .

Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional


nonspesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan
adalah tes tourniket positif dan atau mudah memar.

Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada


derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau
perdarahan lain.

Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan


lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi,
dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Derajai IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak


terdekteksi.

6. Manifestasi Klinis
1) Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2 – 7 hari, ditandai
dengan 2 lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri \retro – orbital
c. Mialgia / artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan (patekie atau uji bending positif)
f. Leucopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue posistif, atau ditemukan
DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu
yang sama.
2) Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosa DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi
a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik.
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

- Uji tourniquet positif


- Patekie, ekimosis atau purpura.
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi),
saluran cerna, tempat bekas suntik.

- Hematemesis atau melena


c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai sesuai
umur dan jenis kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian
cairan yang adekuat.
e. Tanda kebocoran plasma seperti :
- Hipoproteinemia
- Asites

- Efusi pleura
3) Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu :

- Penurunan kesadaran, gelisah


- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan darah turun <20mmHg

- Perfusi perifer menurun.


- Kulit dingin, lembab.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu :
1) Darah
Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari
ke-2 atau hari ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu
kedua kalinya. Pada saat suhu meningkat kedua kalinya sel limfosit
relatif sudah bertambah. Sel-sel eusinofil sangat berkurang. Dada
DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia,
serta hipokloremia, SGOT, SGPT, ureum, dan PH darah mungkin
meningkat, sedangkan reserve merendah.

2) Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3) Sumsun Tulang
Pada awal sakit biasnya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler
pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-
10 biasanya sudah kembali normal untuk semua data.
4) Serologi
Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi :

a) Uji serologi memakai serum ganda yaitu serum yang diambil pada
masa akut dan konvalesen, yaitu pengikatan komplemen (PK), uji
netralisasi (NT) dan uji dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan
antibodi anti dengue sebanyak minimal 4 kali.
b) Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blot yang
mengukur antibodi, anti dengue tanpa memandang kelas
antibodynya, uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi
antidengue dari kelas IgM. Pada uji ini yang dicari adalah ada
tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue.
5) Uji torniquit : caranya diukur tekanan darah kemudian diklem
antara tekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa
dan 3-5 menit untuk anak – anak. Positif ada butir – butir merah
(petechie) kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk klien Demam Berdarah Dengue adalah
penanganan pada derajat I hingga derajat IV.
1. Derajat I dan II
a. Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis
75 ml/kg BB/hari untuk anak dengan berat badan kurang dari
10kg atau bersama diberikan oralit, air buah atau susu
secukupnya, atau pemberian cairan dalam waktu 24 jam
antara lain sebagai berikut:
- 100 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 kg
- 75 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 26-30 kg
- 60 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 kg
- 50 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 kg
b. Pemberian obat antibiotik apabila adanya infeksi sekunder
c. Pemberian antipieritika untuk menurunkan panas.
d. Apabila ada perdarahan hebat maka berikan darah 15 cc/kg
BB/hari.
2. Derajat III
a. Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis
20 ml/kg BB/jam, apabila ada perbaikan lanjutkan peberian
RL 10 m/kg BB/jam, jika nadi dan tensi tidak stabil lanjutkan
jumlah cairan berdasarkan kebutuhan dalam waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk.
b. Pemberian plasma atau plasma ekspander (dekstran L)
sebanyak 10 ml/kg BB/jam dan dapat diulang maksimal 30
ml/ kg BB dalam 24 jam, apabila setelah 1 jam pemakaian RL
20 ml/kg BB/jam keadaan tekanan darah kurang dari 80
mmHg dan nadi lemah, maka berikan cairan yang cukup
berupa infus RL dengan dosis 20 ml/kg BB/jam jika baik
lanjutkan RL sebagaimana perhitungan selanjutnya.
c. Apabila 1 jam pemberian 10 ml/kg BB/jam keadaan tensi
masih menurun dan dibawah 80 mmHg maka penderita
harus mendapatkan plasma ekspander sebanyak 10
ml/kgBB/jam diulang maksimal 30 mg /kg BB/24 jam bila
baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan diatas
3. Derajat IV
a. Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis
30 ml/kgBB/jam, apabila keadaan tekanan darah baik,
lanjutkann RL sebanyak 10 ml/kgBB/jam.
b. Apabila keadaan tekanan darah memburuk maka harus
dipasang. 2 saluran infuse dengan tujuan satu untuk RL 10
ml/kgbb/1jam dan satunya pemberian palasma ekspander
atau dextran L sebanyak 20 ml/kgBB/jam selam 1 jam,
c. Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan plasma
ekspander 20 ml/kgBB/jam,
d. Apabila masih tetap memburuk maka berikan plasma
ekspander 10 ml/kgBB/jam diulangi maksimun 30
ml/kgBB/24jam.
e. Jika setelah 2 jam pemberian plasma dan RL tidak

menunjukan perbaikan maka konsultasikan kebagian


anastesi untuk perlu tidaknya dipasang central vaskuler
pressure atau CVP. (Hidayat A Aziz Alimul, 2008).

9. Komplikasi
Menurut (Soedarto, 2012) komplikasi DHF ada 6, yaitu :
1) Komplikasi susunan sistem saraf pusat
Komplikasi pada susunan sistem saraf pusat (SSP) dapat
berbentuk konfulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan
paresis.
2) Ensefalopati
Komplikasi neurologi ini terjadi akibat pemberian cairan
hipotonik yang berlebihan.
3) Infeksi
4) Kerusakan hati
5) Kerusakan otak
6) Resiko syok
7) Kejang kejang
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan
oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna
untuk menentukan masalah keperawatan yang muncul pada pasien.
Konsep keperawatan pada klien DHF menurut Ngastiyah (2006)
yaitu :
a. Pengkajian fokus
1) Identitas pasien
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami
kejang demam, apakah ada riwayat penyakit keturunan,
kardiovaskuler, metabolisme dan sebagainya.
6) Riwayat psikososial
Bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam serta
penanganannya.
b. Data subjektif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan
pasien atau keluarga pada pasien DHF, data subjektif yang
sering ditemukan antara lain :
a) Panas atau demam
b) Sakit kepala
c) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
d) Lemah
e) Nyeri ulu hati, otot dan sendi.
f) Konstipasi.
c. Data objektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan
perawat pada keadaan pasien. Data objektif yang sering
ditemukan pada penderita DHF antara lain :
a) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
b) Mukosa bibir kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji
tourniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena.
d) Hiperemia pada tenggorokan
e) Nyeri tekan pada epigastrik
f) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
g) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah,
hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer,
nafas dangkal.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
inervasi diafragma
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual muntah dan nafsu makan menurun.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
f. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
g. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia

3. Intervensi
No Tujuan dan Intervensi Rasional
dx kriteria hasil
1 SLKI : SIKI : Manajemen 1. Dapat
Tremoregulasi hipertermi menentukan
Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab intervensi yang
tindakan hipertermi (mis akan diberikan
keperawatan dehidrasi, terpapasr 2. Dengan
selama … X 24 lingkungan panas) memonitor suhu
jam diharapkan 2. Monitor suhu tubuh tubuh dapat
Termoregulasi 3. Sediakan lingkungan mengetahui
pasien membaik. yang dingin apakah terjadi
Dengan kriteria 4. Berikan cairan oral tanda infeksi
hasil: 5. Anjurkan tirah baring 3. Lingkungan
1. Suhu tubuh 6. Kolaborasi pemeberian nyaman akan
pasien cairan dan eletrolit menurunkan
kembali intervena, jika perlu suhu tubuh
normal pasien
(36,5°C – 4. Menurunkan
37,5°C) suhu tubuh
2. Tidak terjadi 5. Meningkatkan
kemerahan kenyamanan
pada kulit pasien agar lebih
pasien sehat
3. Pasien 6. Mencegah
mengetahui terjadinya
tentang dehidrasi
penyebab
demamnya.
4. Tubuh pasien
tidak teraba
panas.
5. Bibir pasien
tampak
lembab
kembali.
2 SLKI : status SIKI : Manajemen 1. Mengetahui
cairan hipovelemia tindakan apa
Setelah dilakukan 1. Monitor intake dan yang akan
tindakan output dilakukan dan
keperawatan 2. Hitung kebutuhan mengotrol intake
selama … X 24 cairan dan output
jam diharapkan 3. Berikan asupan cairan 2. Akan
status cairan oral mempermudah
pasien membaik. 4. Anjurkan mengindari mengetahui
Dengan kriteria perubahan posisi status cairan
hasil: mendadak pasien
1. Mempertahan 5. Kolaborasi pemberian 3. Pemberian cairan
kan urine cairan iv isotonis ( mis. peroral
output sesuai Nacl. Rl) meningkatkan
dengan usia status kesehatan
dan BB 4. Perubahan posisi
normal mendadak akan
2. Tekanan memperburuk
darah, nadi, kesehatan pasien
suhu tubuh 5. Memberikan
dalam batas cairan yang lebih
normal. melalui intravena
3. Tidak ada
tanda
dehidrasi,
elastisitas
turgor kulit
elastis,
membran
mukosa
lembab, tidak
ada rasa haus
yang
berlebihan.
3 SLKI : pola nafas SIKI : manejemen jalan 1. Mengetahui
Setelah dilakukan nafas berapa besar
tindakan 1. Monitor pola nafas ( frekuensi,
keperawatan frekuensi, kedalaman, kedalaman nafas
selama … X 24 usaha napas) pasien sehingga
jam diharapkan 2. Monitor bunyi napas mudah
pola nafas pasien tambahan ( mis. melalukan
membaik. Gurgling, mengi, tindakan lebih
Dengan kriteria wheezing, ronki kering) lanjut
hasil: 3. Pertahankan kepatenan 2. Dengan
1. Tidak ada jalan nafas dengan heed- mengetahui
penggunanaa titt dan chin-lift adanya bunyi
n otot bantu 4. Posisikan semi fowler nafas tambahan
pernapasan atau fowler dapat mengetahui
2. Ferkuensi, 5. Anjurkan asupan cairan kelainan yg
kedalaman 2000 ml/hari dialami pasien
napas normal 6. Kolaborasi pemberian 3. Memaksimalkan
3. Tidak ada bronkodilator, ventilasi
dispnea ekspektoral, mukolitik 4. Memberikan rasa
4. Tidak ada nyaman pada
pernapasan pasien
cuping 5. Cairan yang akan
hidung masuk ketubuh
pasien akan
mempengaruhi
kesehatan pasien
6. Dengan
pemberian
bronkodilator
dapat
memperlebar
jalan nafas

4 SLKI : status SIKI : manajemen nutrisi 1. Untuk menentukan


nutrisi 1. Indentifikasi status intervensi yang tepat
Setelah dilakukan nutrisi pada pasien
tindakan 2. Monitor berat badan 2. Mengetahui
keperawatan 3. Sajikan makanan secara perkembangan yang
selama … X 24 menarik dan suhu yang terjadi pada pasien
jam diharapkan sesuai 3. meningkatkan nafsu
status nutrisi 4. Berikan makann tinggi makan pasien
pasien membaik. kalori dan protein 4. makanan yang akan
Dengan kriteria 5. Ajarkan diet yang tinggi kalori dan
hasil: diprogramkan protein akan cepat
1. Terjadi 6. Kolaborasi dengan ahli meningkatkan berat
peningkatan gizi untuk menentukan badan pasien
nafsu makan. jumlah kalori dan jenis 5. diet makan yang
2. Asupan nutrisi nutrient yang meningkatkan berat
pasien dibutuhkan badan pasien akan
adekuat. meningkatkan
3. Energi pasien kesehatan
dapat kembali 6. mengetahui jumlah
pulih. kalori dan jenis
4. Berat badan nutrient yang
ideal sesuai dibutuhkan
dengan tinggi
badan
5. IMT pssien
normal
6. Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi
5 SLKI : toleransi SIKI: Manajemen Energi 1. Dengan
aktivitas 1. Identifikasi gangguan melakukan
Setelah dilakukan fungsi tubuh yang identifikasi dapat
tindakan mengakibatkan mengetahui
keperawatan kelelahan intervensi yg akan
selama … X 24 2. Lakukan latihan diberikan
jam diharapkan rentang gerak pasif 2. Mencegah
toleransi aktivitas atau aktif terjadinya
pasien 3. Anjurkan melakukan kontraktur
meningkat. aktivitas secara 3. Dengan
Dengan kriteria bertahap melakukan
hasil: 4. Kolaborasi dengan aktivitas secara
1. Tidak lelah ahli gizi tentang cara bertahap dapat
saat meningkatkan mencegah
beraktivitas asupan makanan terjadinya ceder
2. Tidak 4. Meningkatkan
dispnea saat, energi pasien
setelah
aktivitas
3. Frekuensi
nadi, tekanan
darah normal
4. Kemudahan
dalam
melakukan
aktivitas
sehari-hari
6 SLKI : Tingkat SIKI : manajemen nyeri 1. Dengan
nyeri 1. Identifikasi lokasi, melakukan
Setelah dilakukan karakteristik, durasi, pengkajian nyeri
tindakan frekuensi, kualitas, dapat
keperawatan intensitas nyeri memberikan
selama … X 24 2. Identifikasi respon intervensi yang
jam diharapkan nyeri non verbal sesuai
Tingkat nyeri 3. Berikan teknik 2. Mengetahui
pasien menurun. nonfarmakologi untuk tingkat nyeri yg
Dengan kriteria mengurangi rasa nyeri dirasakan pasien
hasil: (mis. 3. Dapat
1. Pasien tidak Hypnosis,akupresur) memberikan
meringis 4. Jelaskan penyebab dan suasana yg
2. Pasien tidak pemicu nyeri nyaman pada
gelisah 5. Kolaborasi pemberian pasien
3. Pasien tidak analgesic 4. Membantu dalam
mengalami masalah nyeri
kesulitan sehingga dapat
tidur diatasi
4. Tidak 5. Dapat
mengeluhkan mengurangi nyeri
nyeri yang dirasakan
5. Frekuensi
nadi normal
7 SLKI : tingkat 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui apa
perdarahan pendarahan yang menyebabkan
Setelah dilakukan 2. Monitor nilai pendarahan
tindakan hemoglobin dan 2. Nilai HB
keperawatan hematokrit sebelum mengetahui apa
selama … X 24 dan setelah kehilangan yang terjadi pada
jam diharapkan darah pasien
tingkat 3. Monitor tekanan darah 3. Mengetahui tingkat
perdarahan 4. Istirahatkan area yang tekanan darah
pasien menurun. mengalami perdarahan pasien apakah
Dengan kriteria 5. Jelaskan tanda-tanda meningkat atau
hasil: pendarahan menurun
1. kelembapan 6. Anjurkan melapor jika 4. Istirahat yang cukup
membrane menemukan tanda- akan meningkatkan
mukosa tanda pendarahan energy dalam tubuh
meningkat 7. Kolaborasi pemberian 5. Agar keluarga dapat
2. kulit elastic cairan jika perlu mengetahui
3. tekanan pendarahan yang
darah normal terjadi
( 120/80 6. Agar dapat ditindak
mmhg) lebih lanjut
4. hemoglobin 7. Memberikan cairan
membaik agar tidak terjadi
kekurangan darah

4. Implementasi
Implementasi sesuaikan dengan intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses


keperawatan, dimana evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien
terhadap tindakan yang diberikan,
DAFTAR PUSTAKA

Hardhi Kusuma, Amin Huda Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA Edisi 3. Mediaction Jogja

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnosa Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI.(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Criteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai