Anda di halaman 1dari 45

DASAR DASAR DEMOGRAFI

Konsep Pembuangan Kotoran

Dosen pembimbing :

Herwati,SKM.M.Biomed

OLEH KELOMPOK 1

Ade Surya Ningsih (193110121) Mulyana (193110140)


Afri Mursal (193110122) Putri Fharas Swandi (193110145)
Arsytul Munawwarah (193110127) Qurrota Aini Rofifah (193110146)
Aulia Putri Adila (193110128) Riva Jonita (193110151)
Fadhila Ismatul Iffa (193110133) Shintia Edrawita (193110152)
Gustia Anggun Rizovi (193110134) Tessa Amelia Safitri (193110157)
Marlina Syah (193110139) Tinezia Tri Agyani (193110158)

KELAS 2A

D3 KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020/2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan makalah dengan mata kuliah dasar-dasar
demografi dan kesehatan lingkungan, tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini serta
kesempurnaan makalah berikutnya.Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca, Sekian penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Padang, 8 September 2020

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

Halaman judul ……………………………………………………..…….……….. i

Kata Pengantar…………………………………………………............................ ii

Daftar Isi ………………………………………………………………………… iii

BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Materi.............................................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................

BAB II : Pembahasan

A. Definisi Tinja..................................................................................................
B. Pengelolaan Pembuangan Kotoran Tinja........................................................
C. Teknik Pembuangan Tinja..............................................................................
D. Pemeliharaan Saran Pembuangan Tinja..........................................................
E. Pengaruh Tinja................................................................................................
F. Penyebaran Penyakit dari Tinja......................................................................
G. Sistem Sanitasi Terpusat.................................................................................
H. Masyarakat Tidak Punya Kakus......................................................................

BAB III : Penutup

A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran................................................................................................................

Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagioleh
tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh.Zat-zat yang harusdikeluarkan
dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), danCO2 sebagai
hasil dari proses pernapasan.
Saat ini akses masyarakat terhadap sarana sanitasi khususnya
jamban,masih jauh dari harapan. Berbagai kampanye dan program telah banyak
dilakukan, terakhir dengan pemberlakuan program Sanitasi Total
BerbasisMasyarakat (STBM).Dengan bertambahnya penduduk yang tidak
sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia
meningkat.Dilihat darisegi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran
manusiamerupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.Kurangnya
perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengancepatnya pertambahan
penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan
melalui tinja. Oleh karena itu, kotoran manusia (faeces) adalah sumber
penyebaran penyakit yang multikompleks.Penyebaran penyakit yang bersumber
pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
Pembuangan kotoran manusia berupa tinja, di Kota Padang sudah terdapat
Instalansi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) tersebut yang mana salah satunya
terdapat di Kelurahan Kurao Pagang, Kec. Nanggalo Padang. Dimana Instalansi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) mempunyai tujuan diantaranya yaitu:
meningkatkan kualitas lingkungan, menghindari pencemaran sumber daya air,
meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan adanya IPLT ini, dapat
meningkatkan kesehatan masyarakat serta masyarakat bisa jauh dari berbagai
macam penyakit yang di timbulkan oleh tinja.

4
B. Pokok Pembahasan
1. Definisi tinja
2. Pengelolaan pembuangan kotoran tinja
3. Teknik pembuangan tinja
4. Pemeliharaan sarana pembuangan tinja
5. Pengaruh tinja
6. Penyebaran penyakit dari tinja
7. Sistem sanitasi terpusat
8. Masyarakat tidak punya kakus

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tinja
2. Untuk mengetahui pengelolaan pembuangan kotoran tinja
3. Untuk mengetahui teknik pembuangan tinja
4. Untuk mengetahui pemeliharaan sarana pembuangan tinja
5. Untuk mengetahui pengaruh tinja
6. Untuk mengetahui penyebaran penyakit dari tinja
7. Untuk mengetahui sistem sanitasi terpusat
8. Untuk mengetahui bahwa masyarakat tidak punya kakus

5
BAB II

KONSEP PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA

A. DEFINISI TINJA

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran
pencernaan (traktus digestivus). Beberapa kepustakaan menyebut tinja sebagai
kotoran manusia. Istilah ini sebenarnya kurang tepat karena pengertiannya
mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk
karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernapasan,
keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya. Tinja adalah bahan
buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari
proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan
(tractusdigestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan
yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO 2) yang
dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan, keringat, lendir dari ekskresi
kelenjar, dan sebagainya (Soeparman, 2002:11).

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (feses), air seni (urin) dan CO 2
sebagai hasil dari proses pernapasan (Notoatmodjo, 2009).Dalam ilmu kesehatan
lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah
tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki
karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai
macam penyakit saluran pencernaan (Azwar, 1995, hlm. 74).

Sumber tinja

6
Dalam hubungannya dengan strategi penanganan tinja manusia sebagai sumber
tinja, dibedakan dalam dua macam, yaitu : manusia sebagai individu atau
perorangan dan manusia sebagai kelompok.

1. Manusia sebagai individu

Manusia sebagai individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang hidup
sendiri dalam suatu tempat tinggal terpisah dari individu yang menempati
tempat tinggal lain; atau kelompok manusia yang satu individu dengan
individu lainnya terikat dalam satu hubungan kekeluargaan atau kekerabatan
yang menempati satu tempat tinggal sebagai satu keluarga. Tinja yang
dihasilkan dari sumber ini biasanya ditangani secara perorangan oleh individu
atau keluarga yang bersangkutan dengan menggunakan sarana pembuangan
tinja berupa jamban perorangan atau jamban keluarga (privatelatrine). Dalam
hal ini perencanaan pembangunan penggunaan serta pemeliharaan sarana itu
merupakan tanggung jawab individu atau keluarga yang menggunakannya.

2. Manusia sebagai kelompok


Manusia sebagai kelompok adalah kumpulan manusia yang bertempat tinggal
di suatu wilayah geografis dengan batas-batas tertentu. Individu dalam
kelompok terikat oleh suatu hubungan kemasyarakatan yang memiliki norma
kelompok yang disepakati bersama. Masalah penanganan tinja pada kelompok
ini sering bersifat sangat kompleks. Berbagai faktor penyebab, yaitu
keterbatasan penyediaan lahan, kepentingan yang berbeda antara individu,
faktor sumber daya, faktor visibilitas pengelolaan, dan sebagainya, sangat
menentukan keberhasilan penanganan tinja dari manusia sebagai kelompok
ini. Penanganan tinja dari manusia sebagai kelompok biasanya dilakukan
secara kolektif dengan menggunakan jamban umum (publiclatrine). Dalam
hal ini perencanaan pembangunan penggunaan serta pemeliharaan sarana itu
merupakan tanggung jawab kelompok individu yang bersangkutan.

Karakteristik tinja

7
Menurut Azrul Azwar (1995, hlm. 74), seorang yang normal diperkirakan
menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni
sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air,
terdiri dari zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-
zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Menurut
Gotaas (1956, hlm. 35), perkiraan kuantitas tinja manusia tanpa air seni adalah
135-270 gram per kapita per hari berat basah, atau 35-70 gram per kapita per hari
berat kering. Sedangkan perkiraan volume air seni sebesar 1,0-1,3 liter per kapita
per hari dengan jumlah bahan padat kering sebesar 50-70 gram per kapita per hari.

Tabel perkiraan komposisi tinja tanpa air seni

Komponen Kandungan (%)


Air 66-80
Bahan organik (dari berat kering) 88-97
Nitrogen (dari berat kering) 5,0-7,0
Fosfor (sebagai P2O5)(dari berat kering) 3,0-5,4
Potasium (sebagai K2O)(dari berat kering) 1,0-2,5
Karbon (dari berat kering) 40-55
Kalsium (sebagai CaO)(dari berat kering) 4-5
C/N rasio (dari berat kering) 5-10
Sumber : Gotaas (1956, hlm. 35)

Tabel perkiraan komposisi air seni

Komponen Kandungan (%)


Air 93-96
Bahan organik (dari berat kering) 65-85
Nitrogen (dari berat kering) 15-19
Fosfor (sebagai P2O5)(dari berat kering) 2,5-5
Potasium (sebagai K2O)(dari berat kering) 3,0-4,5

8
Karbon (dari berat kering) 11-17
Kalsium (sebagai CaO)(dari berat kering) 4,5-6
Sumber : Gotaas (1956, hlm. 35)

Tabel kuantitas tinja dari air seni

Gram/orang/hari
Tinja/Air Seni
Berat Basah Berat Kering
Tinja 135-270 35-70
Air seni 1.000-1.300 50-70
Jumlah 1.135-1.570 85-140
Sumber : Wagner&Lanoix (1958, hlm. 29)

Selain kandungan komponen-komponen tersebut di atas, per gram tinja


mengandung pula berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya bersifat tidak
menyebabkan penyakit (Berthouex&Rudd, 1977, hlm. 31). Tinja potensial
mengandung mikroorganisme patogen, terutama apabila manusia yang
menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan
(entericorintestinaldiseases). Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus
protozoa, ataupun cacing-cacing parasit. Coliformbakteria yang dikenal sebagai
escherichia colli dan fecalstreptococci (enterococci) yang sering terdapat di
saluran pencernaan manusia, dikeluarkan dari tubuh manusia dan hewan-hewan
berdarah panas lainnya dalam jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta per gram
(Hammer, 1977, hlm. 68).

Dekomposisi Tinja

Tinja dimana saja berada atau ditampung akan segera mulai mengalami
penguraian (decompotition), yang pada akhirnya akan berubah menjadi bahan
yang stabil, tidak berbau, dan tidak mengganggu.

Aktifitas utama dalam proses dekomposisi adalah :

9
1. Pemecahan senyawa organic kompleks, seperti protein dan urea, menjadi
bahan yang lebih sederhana dan lebih stabil;
2. Pengurangan volume dan massa (kadang – kadang sampai 80%) dari bahan
yang mengalami dekomposisi, dengan hasil gas metan, karbon dioksida,
amoniak, dan nitrogen yang dilepaskan ke atmosfer; Bahan – bahan yang
terlarut yang dalam keadaan tertentu meresap kedalam tanah di bawahnya; dan
3. Penghancuran organisme pathogen yang dalam beberapa hal tidak mampu
hidup dalam proses dekomposisi, atau diserang oleh banyak jasad renik
didalam massa yang tengah mengalami dekomposisi.
Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi. Aktifitas bakteri
dapat berlangsung dalam suasana aerobik, yakni dalam keadaan terdapat udara,
atau anaerobic dalam keadaan tidak terdapat oksigen. Seluruh proses dapat
berlangsung secara anaerobik, seperti yang terjadi pada kakus air (aqua privy),
tangki pembusukan (septic tank), atau pada dasar lubang yang dalam; atau secara
aerobik, seperti pada dekomposisi tertentu. Disamping itu, dekomposisi dapat
terdiri lebih dari satu tahap, sebagian aerobic dan sebagian lainnya anaerobik,
tergantung pada kondisi fisik yang ada. Sebagai contoh, proses anaerobik
berlangsung dalam tangki pembusukan, efluen cair meresap kedalam tanah
melalui saluran peresapan dan meninggalkan banyak bahan organik pada lapisan
atas tanah. Bahan organik itu diuraikan secara aerobic oleh bakteri saprofit yang
mampu menembus tanah sampai sedalam 60cm.

Proses dekomposisi berlangsung pada semua bahan organic mati yang


berasal dari tumbuhan atau hewan, terutama pada komponen nitrat, sulfat, atau
karbonat yang dikandungnya. Pada kotoran manusia yang merupakan campuran
tinja dan air seni yang relative kaya akan senyawa nitrat, proses dekomposisi
terjadi melalui siklus nitrogen. Pada siklus ini, pertama – tama, senyawa
dipecahkan menjadi amonia dan bahan sederhana lainnya. Kemudian, diubah oleh
bakteri nitrit (nitrifying bacteria) menjadi nitrit dan nitrat. Bau merangsang yang
timbul selama dekomposisi air seni disebabkan oleh amonia yang tetrlepas
sebelum berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Dekomposisi dapat
berlangsung sangat cepat, dari beberapa hari pada dekomposisi mekanis yang

10
sangat terkendali sampai dengan beberapa bulan, bahkan hamper satu tahun pada
kondisi rata – rata lubang jamban.

Pada umunya, kondisi yang terjadi pada dekomposisi tinja tidak


menguntungkan bagi kehidupan organism pathogen. Bukan hanya karena
temperatur dan kandungan airnya yang menghambat pertumbuhan organisme
pathogen itu, melainkan kompetisi antara flora bakteri dan protozoa, yang bersifat
predator dan merusak. Pathogen cenderung cepat mati apabila produk akhir
dekomposisi yang berbentuk seperti humus itu di hamparkan diluar dan
mengering. Bakteri pathogen tidak dapat hidup lebih lama dari 2 bulan pada isi
lubang jamban yang dibiarkan begitu saja. Telur cacing tambang akan tetap hidup
lebih lama, tergantung pada kelembaban dan temperature udara, smapai 5 bulan
pada iklim dingin, dan lebih pendek waktunya pada kondisi tropis. Mereka
bahkan menetas dalam kondisi ada udara, dan akan menghasilkan larva yang
dapat hidup selama beberapa minggu pada tanah yang lembab dan berpasir. Telur
ascaris dapat hidup 2 atau 3 pekan dalam bahan yang terdapat pada lubang
jamban.

Hasil akhir proses dekomposisi mengandung nutrient tanah yang


bermanfaat dan dapat memberikan keuntungan bila digunakan sebagia pupuk
penyubur tanaman (fertilizer). Kadang – kadang petani mengeluh karena
sedikitnya kandungan nitrogen pada tinja yang telah memngalami dekomposisi.
Tinja segar memang mengandung lebih banyak bahan nitrogen, namun bahan itu
tidak dapat digunakan oleh tanaman pada susunan nya yang asli. Tanaman hanya
dapat menggunaan nitrogen sebagia amonia, nitrit, atua nitrat yang mana
dihasilkan selama dekomposisi tahap lanjutan. Bila tinja segar dihamparkan
diatas tanah, kebanyakan nitrogen akan berubah menjadi bahan padat yang
menguap ke udara sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

B. PENGELOLAAN PEMBUANGAN KOTORAN TINJA

11
Menurut Ehlers & Steel (Wagner & Lanoix, 1958, hlm 39), hasil studi
literature menyatakan bahwa terdapat keragaman yang besar dalam metode
pembuangan tinja di seluruh dunia. Karakteristik jamban sering sangat berbeda.
Namun, dari segi teknik murni, disepakati bahwa jamban atau metode
pembuangan lainnya harus memenuhi persyaratan berikut

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.


2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang -
binatang lainnya.
5. Tidak menimbulkan bau.
6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).
7. Sederhana desainnya.
8. Murah
9. Dapat diterima oleh pemakainya.

Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara


lain sebagai berikut :

1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari


panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari
pandangan orang (privacy) dan sebagainya.
2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak
yang kuat, dan sebagainya.
3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya.
4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.

C. TEKNIK PEMBUANGAN TINJA

12
Wagner & Lenoix (1958, hlm 39 – 42) mengelompokan teknik
pembuangan tinja ke dalam dua kategori yakni Teknik Pembuangan Tinja dengan
Sistem Jamban (privy method) dan Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem
Aliran Air (water carried method)

1. Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Jamban (privy method)


Terdapat tiga kelompok teknik pembuangan tinja dengan system jamban,
yaitu :

a.Teknik yang menggunakan jamban tipe utama,


b. Teknik yang menggunakan jamban tipe yang kurang dianjurkan, dan
c.Teknik yang menggunakan jamban untuk situasi khusus.

a. Teknik yang menggunakan Jamban Tipe Utama

Dua jenis jamban tipe utama yang paling memenuhi ketujuh persyaratan
tetrsebut diatas adalah jamban cubluk dan jamban air.

1) Jamban Cubluk

Jamban Cubluk digunakan secara luas di Negara barat termasuk Eropa, dan
Negara di Afrika, serta Timur Tengah. Dengan perhatian sedikit pada
penempatan dan konstruksi, jenis jamban itu tidak akan mencemari tanah
ataupun mengkontaminasi air permukaan serta air tanah. Tinja tidak akan dapat
dicapai oleh lalat apabila lubang jamban selalu tertutup. Bahkan, meskipun
lubang dibiarkan terbuka, masalah lalat tidak terlalu gawat karena lalat tidak
akan tertarik pada lubang dan permukaan yang gelap. Rumah jamban ynag baik
akan membantu mencegah masuknya sinar matahari kedalam lubang. Dengan
jamban cubluk, tidak akan terjadi penanganan langsung tinja. Bau dapat
diabaikan dan tinja biasanya tidak terlihat. Jamban cubluk mudah
direncanakan, digunakan, dan tidak memerlukan pengoperasian. Masa
penggunaannya bervariasi, dari 5 sampai 15 tahun, tergantung pada kapasitas
lubang dan penggunaan bahan pembersih yang dimasukkan kedalamnya.
Keuntungan yang utama dari jenis jamban itu adalah dapat dibuat dengan biaya

13
rendah, dapat dibuat di setiap tempat didunia, dapat dibuat dengan bahan yang
tersedia. Jenis jamban itu mempunyai sedikit kelemahan, tapi dapat berperan
utama dalam pencegahan penyakit yang disebarkan melalui tinja.

Jamban cubluk terdiri dari lubang dalam tanah yang digali dengan tangan,
dilengkapi dengan lantai tempat berjongkok, dan dibuat rumah jamban
diatasnya. Lubang berfungsi untuk mengisolasi dan menyimpan tinja manusia
sedemikian rupa sehingga bakteri yang berbahaya tidak dapat berpindah ke
inang yang baru. Lubang biasanya berbentuk bulat atau bujur sangkar untuk
instalasi jamban keluarga, dan empat persegi panjang untuk jamban umum.
Lubang mempunyai diameter atau panjang sisi bervariasi, dari 90 sampai 120
cm. Jamban umum dengan lubang berbentuk empat persegi panjang, biasanya
berukuran lebar 90 - 100 cm, dan panjangnya berganntung pada jumlah lubang
pemasukan tinja. Kedalaman lubang sekitar 2,5 meter, tetapi dapat bervariasi,
dari 1,8 meter sampai 5 meter.

Penentuan volume dan ukuran lubang jamban untuk periode penggunaan


tertentu perlu memperhatikan tipe lubang yang dipakai : apakah tipe lubang
basah yang menembus permukaan air tanah atau lubang kering yang tidak
menembus permukaan air tanah. Volume dan kedalaman lubang jamban
dengan luas penampang melintang 0,8361 m2, untuk satu keluarga yang terdiri
5 orang.

14
Pada tanah yang mudah runtuh, dinding lubang perlu diperkuat dengan
pasangan bata, batu kali, atau anyaman bamboo. Lantai jamban harus dibuat
dari bahan yang kuat, tahan lama, kedap air dengan permukaan yang keras, dan
mudah dibersihkan. Bahan untuk lantai dapat berupa beton bertulang atau
susunan kayu yang diisi dengan campuran semen. Rumah jamban perlu dibuat
dengan memperhatikan persyaratan yang menyangkut factor ukuran, ventilasi,
pencahayaan, serta kebersihan. Bahan untuk rumah jamban disesuaikan dengan
biaya yang tersedia. Dindingnya dapat dibuat dari pasangan bata, kayu, atau
bamboo. Atapnya dapat dibuat dari genting, sirap, atau ilalang,

2) Jamban Air

Jamban air merupakan modifikasi jamban yang menggunakan tangki


pembusukan, yang berasal dari Amerika Serikat kira – kira Sembilan puluh
tahun yang lalu. Kini, jenis jamban itu banyak digunakan di negara – negara di
Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Apabila tangkinya kedap air, maka
tanah, air tanah, serta air permukaan tidak akan terkontaminasi. Lalat tidak
akan tertarik pada isi tangki, tidak ada bau, ataupun kondisi yang tidak sedap
dipandang. Jenis jamban itu dapat dibangun di dekat rumah. Tinja dan lumpur
bersama – sama dengan batu, batang kayu, kain bekas, dan sampah lain yang
mungkin terbuang kedalamnya akan tertumpuk dalam tangki. Sudah barang
tentu, benda itu harus dihilangkan pada periode tertentu. Apabila kapasitas
tangki cukup besar, penanganan isi tangki dapat diusahakan minimum. Jamban
air memerlukan penambahan air setiap hari agar dapat beroperasi sebagaimana
mestinya. Air itu biasanya berasal dari air yang digunakan untuk pembersih
anus dan untuk pembersih lantai jamban, serta pipa atau corong pemasukan
tinja. Jenis jamban ini memerlukan sedikit pemeliharaan dan merupakan jenis
instalasi yang permanen. Jamban ini lebih mahal pembuatannya dibandingkan
dengan jamban cubluk.

15
Jamban air terdiri dari sebuah tangki berisi air, di dalamnya terdapat pipa
pemasukan tinja yang tergantung pada lantai jamban. Tinja dan air seni jatuh
melalui pipa pemasukan ke dalam tangki dan mengalami dekomposisi
anaerobik, seperti pada tangki pembusukan. Lumpur hasil dekomposisi, yang
hanya mengandung sekitar 25% dari volume tinja yang dimasukkan, akan
berakumulasi dalam tangki dan harus dipindahkan secara berkala.

Ukuran tangki jamban air bervariasi sesuai dengan jumlah orang yang akan
menggunakan. Kapasitas tangki untuk jamban air keluarga sebaiknya tidak
kurang dari 1 m3 untuk periode pengurasan enam tahun atau lebih. Untuk
jamban umum, kapasitas tangki dapat dibuat dengan pedoman angka 115 liter
per orang dikalikan jumlah maksimum pemakai. Kedalaman cairan dalam
tangki dapat dibuat antara 1,0 dan 1,5 m. Efluen limbahan dari tangki yang
potensial mengandung bakteri pathogen serta telur cacing parasit harus
diresapkan ke dalam tanah melalui sumur atau parit peresapan.

3) Jamban Leher Angsa

Jamban leher angsa atau jamban tuang siram yang menggunakan sekat air
bukanlah jenis instalasi pembuangan tinja yang tersendiri, melainkan lebih
merupakan modifikasi yang penting dari slab atau lantai jamban biasa. Lantai
dengan sekat air dapat dipasang diatas lubang pada jamban cubluk atau diatas
tangki air pada jamban air. Jamban leher angsa terdiri dari lantai beton biasa
yang dilengkapi leher angsa. Slab itu dapat langsung dipasang diatas lubang
galian, lubang hasil pengeboran, atau tangki pembusukan. Satu sampai tiga liter
air cukup untuk menggelontor tinja kedalam lubang. Dengan adanya sekat air
pada leher angsa, lalat tidak dapat mencapai bahan yang terdapat pada lubang
jamban, dan bau tidak dapat keluar dari lubang itu

b. Teknik Yang Menggunakan Jamban Tipe Yang Kurang Dianjurkan

16
Jamban bor (bored-hole latrine), jamban keranjang (bucket latrine), jamban
parit (trench latrine), dan jamban gantung (overhung privy) kurang dianjurkan
penggunaannya karena berbagai resiko pencemaran dan penularan penyakit
yang dapat ditimbulkannya.

Jamban bor merupakan variasi dari jamban cubluk yang lubangnya dibuat
dengan cara dibor. Lubangnya mempunyai penampang melintang yang lebih
kecil, denga diameter sama dengan diameter mata bor yang digunakan (10-
30cm) dan lebih dalam. Dengan demikian, kapasitasnya jauh lebih kecil dari
pada jamban cubluk biasa dan masa penggunaanya pun lebih pendek. Karena
kedalamannya dapat mencapai 6 m, lubang akan menembus air tanah dan akan
mencemarinya. Keruntuhan dinding lubang sering menjadi masalah yang gawat
pada jamban bor. Jamban bor murah dan mudah pembuatannya apabila tersedia
peralatan yang diperlukan. Jamban ini digunakan secara luas di banyak wilayah
dunia, terutama di Timur Tengah dan Asia Tenggara.
Jamban keranjang, atau jamban kotak, atau jamban kaleng banyak digunakan
pada masa lalu di Eropa, Amerika, Australia dan masih banyak digunakan di
banyak ngara di Afrika, Asia Tenggara dan Asia Pasifik Barat. Namun,
penggunaannya semakin berkurang. Meskipun secara teoretis dan dengan
pengawasan yang efisien jamban keranjang dapat digunakan secara higienis,
pengalaman dimana-mana menunjukan bahwa pada kenyataannya tidaklah
demikian. System jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah
besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi d sepanjang perjalanan ke tempat
pembuangan. Penggunaan jamban keranjang sangat memungkinkan
penanganan tinja segar. Akibat penggunaan jenis jamban ini, selalu ada bahaya
terjadi pencemaran tanah, air permukaan, dan air tanah. Penggunaan jenis
jamban ini biasanya menimbulkan bau serta pemandangan yang tidak sedap.
Meskipun biaya awal penggunaan jamban keranjang tidak mahal namun biaya
operasinya, setelah beberapa tahun, menjadikannya tipe instalasi yang mahal.
Jamban ini dianjurkan pemakaiannya di daerah yang menggunakan tinja
sebagai pupuk tanaman. Meskipun demikian, di daerah itu tetap harus
dikembangkan penggunaan jamban kompos.

17
Jamban parit biasa digunakan di beberapa daerah di afrika, di daerah
perkemahan dan dalam keadaan darurat. Jenis jamban ini dapat
digunakannsecara seniter atau sangat seniter, tergantung pada kepatuhan
pemakai pada ketentuan yang harus diperhatikan atau dilaksanakannya.
Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar
sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan tinja oleh hewan.
Karena berpotensi menimbulkan berbagai kerugian, jamban pasrit tidak
dianjurkan untuk digunakan.

Lubang di atas tanah yang digunakan pada jamban parit biasanya berbentuk
bujur sangkar dengan ukuran 30 x 30 cm dan kedalaman 30 cmn. Tanah hasil
galian ditumpuk di sekitar lubang. Diharapkan pemakai mau melempar tanah
itu untuk menutup tinja yang telah dibuangnya.

c. Teknik yang Menggunakan Jamban untuk Situasi Khusus

Beberapa jenis jamban yang cocok untuk situasi khusus adalah jamban
kompos, jamban kimia, jamban kolam dan jamban gas bio. Kakus kompos
digunakan didaerah yang penduduknya yang suka membuat kompos dari
campuran tinja dan sampah organik di jamban yang digunakannya.

Prosedur pembuatan dan pengopeerasian kakus kompos adalah sebagai berikut:

a) Galilah lubang sesuai dengan ukuran yang diperlukan. Dasar lubang harus
selalu diatas permukaan air tanah.
b) Sebelum slab atau lantai diletakkan diatasnya, tutuplah dasar lubang setinggi
50 cm dengan potongan rumput, dan daunan yang kecil, sampah daun,
kertas, dan sebagainya.
c) Tempatkanlah slab dan rumah jamban sedemikian rupa sehingga
dipindahkan secara berkala ke tempat lain.

18
d) Selain tinja manusia, masukkan juga sampah daun – daunan yang dihasilkan
setiap hari ke dalam lubang, kemudian kotoran sapi, tanah atau jerami yang
terkena rembesan air seni. Bahan yang disebut terakhir penting karena air
seni kaya akan nitrogen nutrient utama bagi tanaman.
e) Kurang lebih seminggu sekali masukkanlah kedalam lubang beberapa
kilogram guntingan rumput dan daun – daunan yang berstektur halus.
f) Apabila isi lubang telah mencapai ketinggian 50 cm dibawah permukaan
tanah, galilah sebuah lubang baru pada jarak 1,5 – 2 m dari lubang itu dan
slab serta rumah jamban dipindahkan keatasnya. Lubang pertama ditutup,
pertama – tama dengan guntingan rumput dan daun – daunan setinggi 15 cm
kemudian tanah setebal 35 cm.
g) Apabila lubang kedua penuh, lubang pertama dibuka dan komposnya
dikeluarkan. Kompos ini bersifat stabil dan akan menjadi pupuk bagus yang
dapat segera digunakan di kebun atau disimpan.

Volume lubang tergantung pada kebutuhan akan pupuk dan jumlah orang yang
akan menggunakan jamban. Proporsi volume tinja yang dapat ditambahkan
pada volume sampah, agar pembuatan kompos berlangsung memuaskan, kira –
kira 1 : 5.
Jamban kimia merupakan instalasi pembuangan tinja yang efisien dan
memenuhi semua kriteria jamban saniter tersebut diatas. Teknik pembuangan
tinja dengan jamban kimia dapat dikatakan mahal, baik biaya awal maupun
pengoperasiannya. Keuntungan utama dari jamban kimia adalah dapat
ditempatkan didalam rumah. jamban itu sering digunakan dirumah dan sekolah
didaerah yang tingkat ekonominya memungkinkan, serta pada sarana
transportasi jarak jauh, baik darat, laut maupun udara.

Jamban kimia terdiri dari sebuah tangki logam yang berisi larutan soda kaustik.
Tempat duduk atau tempat jongkok dengan penutupnya ditempatkan langsung
diatas tangki. Tangki dilengkapi dengan pipa ventilasi yang ujunganya

19
menjorok sampai ke atas atap rumah. larutan soda kaustik yang dimasukkan
tersusun dari 11,3 kg soda kaustik dilarutkan dalam 50 liter air untuk tiap
tempat duduk atau tempat jongkok. Tinja yang tertampung dalam tangki akan
dicairkan dan disterilkan oleh bahan kimia itu, yang akan menghancurkan pula
bakteri pathogen dan telur cacing. Untuk memudahkan pengoperasiannya,
tangki biasanya dilengkapi dengan pengaduk yang akan membantu
menghancurkan bahan padat dan mempercepat penghancurannya oleh bahan
kimia. Setelah beberapa bulan penggunaan, bahan kimia yang telah digunakan
serta cairan yang dihasilkan dibuang atau dialirkan keluar, dan dipindahkan ke
kolam pembuangan rembes air. Untuk sarana transportasi kapal, pesawat udara,
kereta api, bus dan sebagainya jamban kimia dapat dibuat dengan kapasitas kira
– kira 40 liter agar dapat dipindah – pindahkan.

Jamban kolam banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, terutama


didaerah yang penduduknya banyak mengusahakan kolam atau tambak ikan
Orang yang menggunakan jamban itu memanfaatkan tinja yang dibuangnya
secara langsung untuk makanan ikan yang dipeliharanya. Namun, penggunaan
jamban kolam ini dapat menimbulkan pencemaran yaitu terjadinya pencemaran
bakteriologis pada air permukaan yang mengandung resiko besar terjadinya
penularan penyakit melalui tinja dan air, dari penderita kepada orang yang
sehat.

Apabila jamban kolam akan digunakan, ketentuan berikut harus diperhatikan


dan dilaksanakan.

a) Air kolam tidak boleh digunakan untuk keperluan sehari – hari seperti
mandi, cuci dan minum.
b) Kolam harus selalu penuh dengan air.
c) Kolam harus cukup luas, selalu mendapatkan sinar matahari dan tidak
terdapat pohon rindang didekatnya.

20
d) Letak jamban harus sedemikan rupa sehingga tinja selalu jatuh ke air.
e) Ikan yang diperoleh dari kolam terssebut tidak boleh dimakan mentah atau
setengah masak.
f) Aman dalam pemakaiannya.
g) Tidak terdapat sumur air minum yang terletak dibawah kolam atau yang
sejajar dengan jarak kurang dari 15 meter.
h) Tidak terdapat tanaman yang tumbuh diatas permukaan air kolam.

Jamban gas bio merupakan instalaasi pembuangan tinja yang membeerikan


keuntungan ganda. Apabila dibuat, dioperasikan, dan dipelihara sebagaimana
mestinya dengan memperhatikan persyaratan sanitasi pembuangan tinja, teknik
pembuangan tinja akan mencegah penularan penyakit saluran pencernaan.
Selain itu, teknik yang sama akan menghasilkan dua bahan yang bermanfaat,
yakni gas bio yang dapat digunakan sebagai bahan bakar dan kompos yang
berguna untuk menyuburkan tanaman.

Jamban gas bio terdiri dari rumah jamban, tangki pencerna, penampung gas,
dan system perpipaan untuk menyalurkan gas bio dari tangki pencerna ke
penampungan gas dan dari penampungan gas ke tempat pemakaian gas
(kompor, alat penerangan dan sebagainya). Ke dalam tangki pencerna, setiap
hari dimasukkan tinja, sampah organic yang berupa sampah daun, dan kotoran
kandang. Dalam tangki pencerna, bahan isian yang merupakan campuran bahan
organic akan mengalami dekomposisi secara anaerobic dan menghasilkan gas
bio. Gas bio adalah campuran berbagai gas yang dihasilkan dari suatu proses
fermentasi bahan organic oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen.

2. Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Aliran Air (Water Carried


Method)
Metode ini memenuhi semua criteria sanitasi dan keindahan bagi sarana
pembuangan tinja. Dengan metode itu, kontaminasi tanah dan air permukaan
dapat dihindari. Buangan yang potensial berbahaya diupayakan untuk tidak

21
dicapai oleh lalat, tikus dan hewan peliharaan. Dengan demikian mekanisme
penularan penyakit saluran pencernaan dapat dicegah.
Berbagai metode dapat digunakan untuk membuang limbah cair metode itu
mencakup :

a. Pembuangan dengan pengenceran di badan air yang besar


b. Penggunaan kolam pembuangan
c. Penggunaan sumur peresapan
d. Penggunaan system tangki pembusukan yang terdiri dari tangki
pengendapan ruang tunggal atau ruang ganda, diikuti bidang irigasi bawah
tanah, parit penyaring, pasir penyaring, dan penyaring tetes.

a. Pembuangan Dengan Sistem Pengenceran

Bila disuatu wilayah terdapat badan air permukaan yang besar seperti laut,
telaga dan sungai besar, limbah cair dari perumahan atau dari masyarakat
dapat dibuang ke badan air itu secara langsung atau setelah melalui
pengolahan pada tangki pembusukan. Dalam hal ini, pipa pemasukan
limbah cair ke badan air harus bermuara pada satu titik yang benar – benar
berada dibawah permukaan air atau air laut yang terendah, atau biasanya
didekat dasar badan air penerima. Hal ini untuk menjamin pengenceran
secara sempurna limbah cair yang dihasilkan pada musim panas, atau
limbah lebih ringan yang biasanya akan naik dan tersebar keseluruh badan
air pelarut.

b. Penggunaan Kolam Buangan

Kolam pembuangan merupakan lobang tertutup yang menerima buangan


limbah cair pasar. Kolam buangan dapat berupa tipe kedap air atau tipe
rembes air. Kolam pembuangan kedap air digunakan untuk menampung
limbah cair yang harus dipindahkan secara berkala, kira – kira setiap 6
bulan. Tipe yang rembes air digali sampai kelapisan tanah yang rembes air
agar limbah cair yang masuk kedalam nya meresap kedalam tanah. Bahan

22
padat yang tertahan pada kolam pembuangan akan berakumulasi dalam
lubang dan secara berangsur – angsur akan menutup pori – pori tanah.

Kolam pembuangan harus ditempatkan lebih rendah dari sumur, yaitu


dengan jarak minimum 15 meter untuk mencegah pencemaran
bakteriologis pada sumur. Untuk mencegah pencemaran kimiawi, jarak
antara sumur dan kolam pembuangan yang terletak lebih tinggi tidak boleh
kurang dari 45 meter. Kolam pembuangan tipe rembes air harus
ditempatkan sekurang-kurngnya pada jarak 6 m di luar fondasi rumah.
Dinas Kesehatan tidak mengizinkan pembuatan kolam pembuangan di
daerah yang padat penduduknya karena di daerah padat ini sumur
digunakan sebagai sumber penyediaan air minum.

c. Penggunaan Sumur Peresapan

Sumur peresapan menerima efluen dari jamban air, kolam pembuangan


dan tangki pembusukan dan meresapkannya ke dalam tanah. sumur
peresapan dapat juga dibuat pada ujung terendah dari saluran peresapan
efluen di bawah permukaan tanah untuk menangkap efluen tangki
pembusukan yang tidak meresap di sepanjang saluran.

Penempatan sumur peresapan harus hati – hati. Sumur peresapan harus


ditempatkan pada tanah yang lebih rendah, sekurang – kurangnya pada
jarak 15 meter dari sumber air minum dan sumur. Sama halnya dengan
kolam pembuangan, pembuatan sumur resapan biasanya tidak diizinkan
oleh petugas kesehatan di daerah yang padat penduduknya karena air
tanahnya digunakan untuk keperluan rumah tangga.

d. Penggunaan Sistem Tangki Resapan

Tangki pembusukan merupakan unit sarana yang paling bermanfaat dan


memuaskan di antara unit sarana pembuangan tinja dan limbah cair lain
yang menggunakan system aliran air, yang digunakan untuk untuk

23
menangani buangan dari rumah perorangan, kelompok kecil rumah, atau
kantor yang terletak diluar jangkauan system saluran limbah cair kota
praja. Unit sarana itu terdiri dari sebuah tangki pengendapan yang tertutup.
Limbah cair kasar dimasukkan kedalamnya melalui saluran limbah cair
bangunan. Proses yang terjadi didalam tangki pembusukan merupakan
pengolahan tahap pertama, sedangkan yang terjadi di bidang peresapan
efluen merupakan pengolahan tahap kedua. Perlu di catat bahwa semua
limbah cair, termasuk yang berasal dari kamar mandi dan dapur, dapat
dimasukkan ke dalam tangki pembusukan tanpa membahayakan proses
normal yang terjadi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa bertentangan
dengan keyakinan sebelumnya, limbah cair rumah tangga yang tidak
mengandung tinja dapat dan harus dibuang ke tangki pembusukan.

Penangkap Lemak

Limbah cair dari dapur besar, seperti dapur hotel, rumah sakit, dan kantor,
kemungkinan mengandung banyak lemak yang dapat masuk ke tangki
pembusukan bersama – sama dengan efluen dan dapat menyumbat pori –
pori media penyaringan pada bidang peresapan. Dalam keadaan demikian,
bak penangkap atau perangkap lemak dapat dipasang diluar gedung, pada
saluran limbah cair gedung. Penangkap lemak itu berupa tangki
pengapungan kecil dengan inlet yang masuk kebawah permukaan cairan,
dan outlet yang ujungnya dipasang di dekat dasar. Pengoperasian
penangkap lemak berdasarkan prinsip bahwa limbah cair yang masuk
lebih panas daripada cairan yang sudah ada dalam bak dan didinginkan
oleh nya. Akibatnnya, kandungan lemak akan membeku dan naik ke
permukaan, yang nantinya akan diambil secara berkala. Oleh karena itu,
penangkap lemak harus dibuat sedemikian rupa untuk mempermudah
pemeriksaan dan pembersihan. Penangkap lemak tidak perlu dibuat untuk
penanganan limbah cair dari perumahan atau instalasi kecil lainnya.

24
Saluran Limbah Cair Bangunan
Saluran limbah cair bangunan adalah bagian dari perpipaan horizontal dari
sitem drainase bangunan yang membentang mmulai dari satu titik yang
berjarak 1,5 m di luar sisi dalam pondasi tembok bangunan rumah sampai
ke sambungan saluran limbah cair umum atau unit pengolahan limbah cair
perorangan (tangki pembusukan, kolam pembuangan atau tipe sarana
pembuangan lainnya). Saluran limbah cair bangunan dapat dibuat dari
beton atau tanah liat yang di glasir dengan diameter minimum 15 cm, atau
besi cor dengan diameter minimum 10 cm. kemiringan minimum 1%, bila
mungkin diusahakan 2%. Kemiringan pada saat saluran memasuki tangki
pembusukan minimum 2%. Semua sambungan harus kedap air dan
dilindungi dari kerusakan akibat akar tumbuh – tumbuhan.

Tangki Pembusukan

Kapasitas tangki pembusukan ditentukan dengan mempertimbangkan


faktor berikut.

1) Volume aliran limbah cair rata – rata per hari.


2) Waktu penahanan, 1 – 3 hari, biasanya 24 jam.
3) Volume ruang penyimpanan lumpur yang cukup besar, untuk
pengurasan setiap 2 – 3 tahun.

Volume aliran limbah cair rata – rata per hari tergantung pada konsumsi
air rata – rata didaerah yang bersangkutan. Pada umumnya, daerah
pedesaan lebih rendah daripada daerah perkotaan. Untuk daerah pedesaan,
angka volume aliran limbah cair rata – rata per hari sebesar 100 liter /
orang. Untuk tangki pembusukan perumahan yang terdiri dari satu
ruangan, kapasitas efektif sebaiknya tidak kurang dari 1900 liter.

Tangki Ruang Ganda

25
Tangki pembusukan rumah tangga dengan tangki ruang ganda yang
direncanakan dengan semestinya mempunyai kinerja sama atau bahkan
lebih baik daripada tangki ruang tunggal dengan kapasitas sama, terutama
pada tangki kecil. Pengaruh fluktuasi aliran dan aliran balik mengurangi
efisiensi proses pengolahan primer pada tangki pembusukan kecil ruang
tunggal. Oleh karena itu, tangki pembusukan rumah tangga kecil, yang
melayani kurang dari 20 sampai 25 orang, sebaiknya menggunakan dua
ruangan. Dalam hal ini, bagian ruang inlet harus mempunyai kapasitas
setengah sampai dua pertiga kapasitas tangki, dan untuk instalasi kecil,
kapasitas cairan pada bagian ruang inlet tidak boleh kurang dari 1900
lliter.

Untuk tangki besar, yang melayani lebih dari 20 sampai 25 orang,


kebutuhan untuk membagi ruang tangki pembusukan tergantung pada
derajat pengolaahan yang dipersyaratkan oleh pejabat kesehatan setempat
dan derajat permeabilitas tanah. Hasil penelitian itu menyatakan tidak
banyak keuntungan yang dicapai dengan pembagian ruang tangki
pembusukan, dan tangki ruang tunggal yang direncanakan dengan baik
akan menghasilkan efisiensi penghilangan bahan padat tersuspensi lebih
dari 60%.

Pengaturan Outlet dan Inlet

Kedalam pemasukan inlet dan outlet ke dalam cairan tangki sangat penting
karena akan mempengaruhi volume ruang bebas dan akumulasi lumpur.
Untuk memperoleh hasil yang baik, outlet harus masuk ke bawah
permukaan sampai 40% dari kedalaman cairan. Pada tangki horizontal dan
berbentuk silinder, angka tersebut harus dikurangi menjadi 35%. Penahan
inlet atau tee harus masuk sedalam 30 cm dibawah permukaan air.
Pemasangan inlet dan outlet harus harus menjamin adanya ventilasi yang
bebas pada seluruh tangki, pipa inlet, dan pipa outlet. Inlet serta outlet

26
harus muncul sekurang – kurangnya 15 cm di atas garis air, dan harus
menyisakan sekurang– kurangnya 2,5 cm ruang bebas di bawah tutup
tangki untuk keperluan ventilasi. Penahan biasanya ditempatkkan pada
jarak 20 – 30 cm dari pipa inlet dan outlet, dan ujung – ujungnya
ditempelkan pada dinding tangki. Masuknya pipa inlet harus pada
ketingggian 2,5 cm – 7,5 cm di atas permukaan air. Penghubungan dua
ruangan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan
pipa L yang ujung bawahnya tidak lebih rendah dari ujung bawah outlet.

Bentuk Tangki

Benntuk tangki penting karena berpengaruh pada kecepatan aliran yang


melaluinya, kedalaman akumulasi lumpur, dan ada atau tidaknya sudut
mati. Tangki menjadi kecil yang menimbulkan aliran langsung dari inlet
ke outlet, dan mempersingkat waktu penahan. Tangki yang terlalu dangkal
menyebabkan ruang bebas lumpur menjadi terlalu kecil dan penampang
melintang efektif tangki terkurangi. Tangki yang terlalu lebar membentuk
kantung mati dalam ukuran yang besar di sudut – sudut tangki karena
gerakan air menjadi kecil. Tangki yang terlalu sempit meningkatkan
kecepatan aliran dan mengurangi efisiensi sedimentasi. Menurut hasil
penelitian, tidak ada perbedaan kinerja antara tangki berbentuk empat
persegi panjang dengan tangki berbentuk silinder yang besarnya dan
kapasitas penampungan lumpurnya sama. Tangki berbentuk empat persegi
panjang harus dibuat dengan panjang dua sampai tiga kali lebar tangki,
kedalaman cairan 1,2 – 1,7 m. Ruang bebas di atas permukaan air biasanya
di buat setinggi 30 cm.

Penempatan Tangki

Tangki pembusukan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga


memudahkan penyaluran limbah cair dari rumah ke system pembuangan

27
efluen. Apabila system pembuangan efluen menggunakan system saluran
bawah tanah, lokasi tangki harus menjamin tersedianya tanah yang cukup
luas untuk pembuangan efluen, peletakan saluran dengan kemiringan
cukup, dan kedalaman setiap titik maksimum 75 cm. Tangki tidak boleh
tertanam dalam tanah lebih dari 30 – 45 cm karena perlu dilakukan
pemeriksaan secara berkala. Lubang pemeriksa harus dibuat sampai ke
permukaan tanah, namun harus dicegah masuknya air permukaan dan air
hujan ke dalam tangki. Tangki harus ditempatkan lebih rendah dan pada
jarak sekurang – kurangnya 15 meter dari sumur dan sumber penyediaan
air bersih lain karena ada kemungkinan terjadi kebocoran , terutama di
sekitar pipa inlet dan outlet.

Konstruksi Tangki

Tangki biasanya dibuat dari beton yang menjamin dan kerapatan air yang
memadai. Dasar dan tutup tangki dibuat dari beton. Dinding dibuat dari
pasangan batu bata, batu pecah, atau blok semen, dengan spasi dan
plesteran sisi dalam tangki dari campuran semen dan pasir (1:3).
Campuran beton yang digunakan harus terdiri dari semen, pasir, kerikil
(1:2:4) dengan kandungan 23 liter air per sak (43 kg) semen. Dinding dan
tulang beton memadai. Ukuran lubang pemeriksa yang berbentuk bujur
sangkar panjang sisinya minimum 50 cm dan untuk yang berbentuk bulat
diameter 61 cm.

Pembuangan Tangki

Efluen tangki pembusukan tidak boleh dibuang ke saluran terbuka atau


dibuang ke atas tanah untuk mengairi tanaman atau ke kolam ikan tanpa
izin pejabat kesehatan setempat. Untuk daerah pedesaan dan masyarakat
kecil, metode yang dapat dipilih untuk mengolah dan membuang efluen
terbatas pada :

28
Metode pengenceran;

Metode yang menggunakan sumur peresapan; Metode yang menggunakan


saluran peresapan; Metode yang menggunakan parit penyaring; Metode yang
menggunakan pasir peyaring; dan Metode yang menggunakan penyaring
tetes.

Untuk menentukan metode yang paling cocok untuk kondisi khusus


daerah, perlu diketahui :

- Sifat tanah;

- Kedalaman permukaan air tanah;

- Tingkat permeabilitas tanah;

- Jarak system pembuangan efluen dari sumur dan sumber penyediaan air
lain;

- Volume dan kecepatan aliran air permukaan yang ada untuk pengenceran
(di sungai, kolam, dan badan air lain);

- Penggunaan air permukaan (untuk penyediaan air, memancing, mandi,


dan sebagainya);

- Luas tanah yang tersedia untuk pembuangan efluen;

- Jarak antar rumah;

- Kecenderungan arah angin;

- Tanaman penutup yang ada di tanah; dan

- Kemungkinan perluasan system pada masa yang akan datang.

e. Pembuangan Efluen Melalui Saluran Peresapan

29
Metode ini dilakukan dengan meresapkan efluen ke lapisan atas tanah
melalui pipa – pipa saluran dengan sambungan terbuka, yang ditempatkan
pada parit dan ditutup. Dengan cara ini, efluen dibersihkan oleh aktivitas
bakteri saprofitik aerobic dalam tanah dan merembeskan nya ke dalam
tanah.

Namun metode ini tidak dapat digunakan pada :

1. Tanah yang tidak berpori;


2. Tanah yang permukaan air tanahnya dapat naik sampai 1,2 meter
dari permukaan tanah;
3. Tanah yang mengandung resiko bahaya pencemaran sumber
penyediaan air;
4. Tanah yang terdiri dari tanah liat kedap; dan
5. Tanah yang lembab.

f. Bak Pembagi
Bak pembagi adalah bagian dari system pembuangan efluen yang
menjamin terbaginya efluen dari tangki pembusukan secara merata ke
saluran peresapan. Bak ini juga dapat berfungsi sebagai bak pemeriksa,
untuk mengetahui banyaknya bahan padat tersuspensi pada efluen dan
adanya pembagian yang merata dari efluen.

g. Saluran Peresapan

Saluran peresapan biasanya dibuat dari pipa berujung datar dengan


diameter 10 cm dan panjang 30 – 60 cm, dapat juga digunakan pipa yang
satu ujungnya rata dan ujung lainnya melengkung. Pipa harus dipasang
secara bersambungan pada saluran dengan jarak 0,6 – 1,2 cm supaya
efluen dapat keluar dari pipa. Kedalaman pipa dalam tanah 30 – 75 cm.
Kemiringan saluran tidak boleh terlalu kecil atau terlalu besar. Biasanya

30
digunakan kemiringan 0,16 – 0,32% atau 16,66 – 33,32 cm per 100 m
dengan kemiringan maksimum 5%.

Luas dasar parit yang diperlukan harus dihitung dengan memperhatikan


besarnya angka peresapan dan angka kebutuhan luas bidang peresapan.
Parit tidak boleh terlalu panjang. Panjang maksimum yang dianjurkan
adalah 30 m. parit harus diletakkan lurus. Saluran peresapan harus
diletakkan dengan jarak minimum 7,5 m dari pohon besar untuk
menghindari hambatan aliran akibat masuknya air ke dalam pipa. Oleh
karena itu, tanah di atas bidang peresapan tidak boleh di tanami
pepohonan. Tanaman yang boleh ditanam di atasnya hanya rumput yang
berakar pendek.

D. PEMELIHARAAN SARANA PEMBUANGAN TINJA

Sarana pembuangan tinja, baik yang menggunakan system jamban


maupun yang menggunakan system aliran air, perlu dipelihara dengan baik.
Apabila tidak, maka sarana tersebut akan menjadi sumber penyakit, karena :

1. Apabila tidak dibersihkan / di gelontor setiap selesai di pakai, tinja yang


tertinggal pada sisi lubang pembuangan atau pada leher angsa akan menarik
kedatangan lalat, menimbulkan bau, serta pemandangan ynag tidak sedap;
2. Jamban yang tidak dirawat akan menimbulkan kesan kotor sehingga orang
akan segan bahkan takut untuk menggunakannya;
3. Lubang jamban yang terlambat di kuras akan menimbulkan kesulitan bagi
pemakai karena sulit di gelontor / di bersihkan.

Beberapa kegiatan yang dianjurkan dalam pemeliharaan sarana pembuangan tinja


adalah sebagai berikut :

31
1. Pembersihan halaman di sekitar rumah jamban dari sampah dan tumbuhan
rumput atau semak yang tidak di kehendaki.
2. Pembersihan lantai, dinding, dan atap rumah jamban secara teratur, minimal
satu mingggu sekali, dari lumut, debu, tanah, atau sarang laba – laba.
3. Penggelontoran tinja pada lubang pemasukan tinja atau leher angsa setiap
selesai penggunaan.
4. Pemantauan isi lubang jamban pada jamban cubluk, jamban air, jamban bor,
dan jamban kompos secara berkala terutama pada akhir periode pemakaian
yang direncanakan.
5. Pemantauan isi tangki pembusukan secara berkala (tiap 12 – 18 bulan pada
tangki pembusukan rumah tangga dan tiap 6 bulan pada tangki pembusukan
sekollah dan kantor pelayanan umum) untuk menjaga efisiensi kerjanya.
Lakukan pengurasan bila kedalaman busa serta lumpur sudah melebihi batas
yang dipersyaratkan.
6. Hindarkan pemasukan sampah padat yang sukar atau tidak bisa di uraikan
(kain – kain bekas, pembalut wanita, logam, gelag dan sebagainya) dan bahan
kimia yang beracun bagi bakteri (karbol, Lysol, formalin, dan sebagainya) ke
dalam lubang jamban atau tangki pembusukan.

Dalam pemantauan tangki pembusukan dilakukan pengukuran jarak dasar busa ke


dasar outlet, dan kedalaman akumulasi lumpur di atas dasar tangki. Jarak antara
busa ke dasar outlet minimal 7,5 cm dan kedalaman akumulasi lumpur maksimal
50 cm.

D. PENGARUH TINJA

1) Pengaruh Tinja Terhadap Kesehatan Manusia


Tinja manusia merupakan buangan padat yang kotor dan bau juga media
penularan penyakit bagi masyarakat. Kotoran manusia mengandung organisme
pathogen yang dibawa air, makanan, serangga sehingga menjadi penyakit seperti
misalnya : bakteri Salmonella, vibriokolera, amuba, virus, cacing, disentri,

32
poliomyelitis, ascariasis, dan lain-lain (Hamzah, 2014). Penyakit yang
ditimbulkan oleh kotoran manusia bisa digolongkan yaitu :
1. Penyakit enterik atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun.
2. Penyakit infeksi oleh virus seperti hepatitis infektiosa.
3. Infeksi cacing seperti schitosomiasis, ascariasis, ankilostosomiasis

Menurut (Yusuf, 2014) hubungan antara pembuangan tinja dengan status


kesehatan penduduk bisa langsung maupun tidak langsung. Efek langsung bisa
mengurangi insiden penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja
seperti kolera, disentri, typus, dan sebagainya. Efek tidak langsung dari
pembuangan tinja berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan seperti
menurunnya kondisi hygiene lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi
pekembangan sosial dalam masyarakat dengan mengurangi pencemaran tinja
manusia pada sumber air minum penduduk

2) Pengaruh Tinja Terhadap Sumber Air Minum dan Air Bersih

Pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya seringkali berhubungan


dengan kurangnya penyediaan air bersih, kondisi-kondisi seperti ini akan
berakibat terhadap kesehatan, di samping itu pula menimbulkan pencemaran
lingkungan dan bau busuk serta etestika, (Chandra, 2012).

F. PENYEBARAN PENYAKIT DARI TINJA

Pembuangan tinja manusia yang tidak ditangani dengan baik dapat


menimbulkan pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah yang
berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit
saluran pencernaan (Soeparman, 2002). Selain dapat mengakibatkan kontaminasi
pada air, tanah, juga dapat menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan
bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterbornediseasesakan
mudah terjangkit.

33
Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah pencemaran
tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat.
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan antara lain tifoid, paratifoid, disentri,
diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi
gastrointestinal lain, serta investasi parasit lain (Chandra, 2007).

Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai


macam cara dan metode. Yang harus kita yakinkan adalah, bahwa tinja sangat
berperan besar terhadap penyebaran penyakit. Penyebaran tersebut dapat terjadi
secara langsung (misalnya dengan mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran
dan sebagainya, maupun secara tidak langsung (melalui media air, tanah, serangga
(lalat, kecoa, dan sebagainya). Juga melalui kontaminasi pada bagian-bagian
tubuh. Pola penyebaran tersebut digambarkan dalam skema berikut ini
(Notoatmodjo, 2003).

G. SISTEM SANITASI TERPUSAT

Sistem sanitasi terpusat (offsite sanitation) merupakan sistem yang pembuangan


air rumah tangga (mandi, cuci, dapur dan limbah kotoran) disalurkan keluar dari lokasi
pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air buangan dan selanjutnya
disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum di buang ke
badan air penerima. Sistem penyaluran air buangan dapat dilakukan secara terpisah,

34
tercampur, maupun kombinasi antara saluran air buangan dengan saluran air hujan
(Masduki, 2000).

a. Sistem Penyaluran Terpisah

Sistem ini dikenal dengan full sewerage, dimana air buangan domestik dan air hujan
dialirkan secara terpisah melalui saluran yang berbeda. Sistem ini digunakan dengan
pertimbangan antara lain:
1) Periode musim hujan dan kemarau lama.
2) Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan
domestik.
3) Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu,
sedangkan air hujan harus secepatnya dibuang ke badan air penerima.
4) Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar.
5) Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan
dapat berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).

Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai dimensi yang
relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan
pemeliharaannya. Kelemahan dari sistem ini adalah memerlukan tempat luas untuk
jaringan masing-masing sistem saluran.

Beberapa alternatif dari sistem penyaluran air buangan secara terpisah adalah sebagai
berikut :

b. Sistem Penyaluran Konvensional

Merupakan suatu jaringan perpipaan yang membawa air buangan ke suatu tempat
yang berupa bangunan pengolahan atau tempat pembuangan air seperti badan air.
Sistem ini terdiri dari jaringan persil, pipa servis, pipa lateral, dan pipa induk yang
melayani penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang cukup luas. Setiap jaringan
pipa dilengkapi dengan lubang periksa (manhole) yang ditempatkan pada lokasi-
lokasi tertentu. Apabila kedalaman pipa tersebut mencapai 7 m, maka air buangan
harus dinaikkan dengan pompa dan selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke lokasi
pengolahan dengan mengandalkan kecepatan untuk membersihkan diri.

35
Untuk membangun sistem penyaluran secara konvensional diperlukan biaya yang
tinggi sehingga sistem ini hanya cocok bila masyarakat menginginkan dan mampu
untuk membiayai pengoperasian dan pemeliharaannya, serta tidak ada pilihan lain.
Daerah yang cocok untuk penerapan sistem ini antara lain (DPU, 1989) :
1) Daerah yang sudah memiliki sistem jaringan saluran konvensional atau
dekat dengan daerah yang memiliki sistem ini.
2) Daerah yang memiliki kepekaan lingkungan tinggi, misalnya daerah
pariwisata.
3) Lokasi pemukiman baru dimana penduduknya berpenghasilan cukup
tinggi dan mampu membiayai operasi dan pemeliharaan sistem tersebut.
4) Di pusat kota dimana terdapat gedung-gedung bertingkat yang apabila
tidak dibangun jaringan saluran, akan diperlukan lahan untuk pembuangan
dan pengolahan sendiri.
5) Di pusat kota dimana kepadatan penduduk sudah melampaui 300 jiwa/ha
dan umumnya penduduk menggunakan air tanah, serta lahan untuk
pembuatan sistem setempat sangat sulit dan permeabilitas tanah buruk.

i. Sistem Shallow Sewer

Shallow sewerage disebut juga sebagai simplified sewerage atau condominial


sewerage (Mara, 1996). Sistem ini telah banyak diterapkan di Brazil, negara-negara
Amerika Selatan dan beberapa negara Asia.

Pada intinya sistem ini sama dengan sistem konvensional yaitu menyalurkan air
buangan domestik baik padatan maupun cairan. Berbeda dengan sistem konvensional,
sistem ini mengangkut air buangan dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan
kemiringan lebih landai. Peletakan sistem ini biasanya diterapkan pada blok-blok
rumah. Untuk mengangkut air buangan diperlukan air pembilas.

Layout saluran Shallow Sewerage pada gambar A merupakan contoh penerapan pada
perumahan yang tidak teratur, dimana pipa-pipa pelayanan menjangkau seluruh
rumah yang dilayani sehingga pipa tersebut berkelok-kelok. Gambar B merupakan
contoh penerapan pada perumahan yang teratur, dimana pipa-pipa yang melayani
perumahan cendrung lurus dan teratur.

36
Biaya pembuatan shallow sewerage lebih murah bila dibandingkan dengan
penyaluran secara konvensional dan bahkan mungkin lebih murah daripada sistem
sanitasi setempat (Gambar 2.2). Biaya untuk sistem ini dapat mencapai 30-50% dari
biaya sistem penyaluran konvensional (UNEP, 2007) disebabkan oleh penggalian
yang dangkal, pipa yang digunakan berdiameter kecil dan unit pengawasan yang
sederhana dalam tempat manhole yang tidak besar.

Sistem ini lebih cocok sebagai jaringan sekunder di daerah perkampungan dengan
kepadatan tinggi dan tidak dilewati oleh kendaraan berat. Sistem ini melayani air
buangan dari kamar mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral, tanpa pipa induk dan
dilengkapi dengan pengolahan sederhana.

ii. SistemSmall Bore Sewer

Saluran pada sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) ini dirancang hanya untuk
menerima bagian-bagian cair dari air buangan kamar mandi, cuci, dapur dan efluen
dari tangki septik, sehingga salurannya harus bebas zat padat. Saluran tidak dirancang
untuk Self cleansing, dari segi ekonomis sistem ini lebih murah dibandingkan dengan
sistem konvensional.

Daerah pelayanannya sistem ini relatif lebih kecil, pipa yang dipasang hanya pipa
persil dan servis menuju lokasi pembuangan akhir. Pipa lateral dan pipa induk
tidakdiperlukan, kecuali untuk beberapa daerah perencanaan dengan kepadatan
penduduk sangat tinggi dan timbulan air buangan yang sangat besar. Sistem ini
dilengkapidengan instalasi pengolahan sederhana.

Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini :


1) Memerlukan tangki septik yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan
cairan;
2) Diameter pipa minimal 50 mm karena tidak membawa padatan;
3) Aliran yang terjadi dapat bervariasi;
4) Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan Self
cleansing karena tidak harus membawa padatan;
5) Kecepatan maksimum 3 m/detik.

37
Kondisi kawasan yang cocok menerapkan Small bore sewer adalah di
daerah dengan kepadatan penduduk > 200 jiwa/ha, kemiringan tanah
cenderung datar < 2% dan umumnya sudah memiliki septic tank akan tetapi
tidak ada lahan untuk membuat bidang resapan atau bidang resapannya tidak
efektif karena permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat.

Kelebihan Sistem Riol Ukuran Kecil :


1) Cocok untuk daerah dengan kerapatan penduduk sedang sampai tinggi
terutama daerah yang telah menggunakan tangki septik tapi tanah
sekitarnya sudah tidak mampu lagi menyerap effluen tangki septik;
2) Biaya pemeliharaan relatif murah;
3) Mengurangi kebutuhan air, karena saluran tidak mengalirkan padatan;
4) Mengurangi kebutuhan pengolahan misalnya screening;
5) Biasanya dibutuhkan di daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang
resapan atau permeabilitas tanahnya jelek.

Kekurangan Sistem Riol Ukuran Kecil :


1) Memerlukan lahan untuk tangki pemisah padatan dengan cairan air
buangan.
2) Memungkinkan untuk terjadi clogging karena diameter pipa yang kecil,
karena saluran hanya menerima air buangan tanpa padatan, maka
rancangannya sangat berbeda dari konvensional.

3) Small bore sewer mempunyai daerah pelayanan relatif lebih kecil


dibandingkan dengan jaringan saluran secara konvensional.

c. Sistem Penyaluran Tercampur

Pada sistem ini, air buangan disalurkan bersama dengan limpasan air hujan
dalamsatu saluran tertutup. Dasar pertimbangan diterapkan sistem ini antara
lain :

38
1) Debit air hujan dan air buangan secara umum relatif kecil sehingga dapat
disatukan.
2) Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.

Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem


penyaluran air buangan, sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya lebih
ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan
karena adanya pengenceran dari air hujan. Kelemahannya adalah
diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat.
Selain itu karena salurannya tertutup, maka diperlukan ukuran riol berdiameter
besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi
pengolahan air buangan.

d. Sistem Kombinasi

Sistem ini dikenal dengan istilah “interceptor” dimana air buangan dan air
hujandisalurkan bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran
terbukamaupun saluran tertutup tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi
pengolahanantara air buangan dan air hujan dipisahkan melalui bangunan
regulator.

Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi


pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air
penerima. Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa
induk dan tidak akan mencemari badan air. Sistem ini diterapkan pada:

1) Daerah yang dilalui sungai yang airnya dimanfaatkan untuk memenuhi


kebutuhan tertentu, misalnya sebagai bahan baku penyediaan air
bersihsehingga penting untuk dilindungi dari pencemaran.

2) Daerah yang untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan


sistem saluran secara konvensional. Karena itu pada tahap awal dapat

39
dibangun saluran pipa induk yang untuk sementara dapat dimanfaatkan
sebagai saluran air hujan.

H. MASYARAKAT TIDAK PUNYA KAKUS

Bila mereka buang air besar di sekitar rumah

1. Anjurkan kepada kepala keluarga untuk memberitahu seluruh anggota


keluarganya agar membuang hajat besar di kakus atau tempat yang jauh
dari rumah.
2. Mintalah bantuan dari kepala kampung, agar beliau menyampaikan
keinginan untuk adanya kakus. Bila pemimpin kampung tersebut
menghendaki agar para penduduk membangun kakus, maka mintalah
bantuan dari para pembimbing. Bila kakus-kakus itu sudah jadi, lalu
buatlah agar mereka mampu menggunakannya secara benar.

Bila mereka buang air besar di sungai

Maka sungai menjadi kotor dan hal itu akan membahayakan orang-orang
yang mengambil air sungai tersebut untuk kepentingan rumah tangga. Karena
itulah sarankan kepada orang-orang maupun anak-anak untuk tidak
membuang hajat di :

1. Sungai
2. Tempat yang berjarak 20 m dari sungai
3. Jalan kecil (jalan setapak) yang menuju ke sungai

Bila orang orang buang air besar di sawah atau hutan

Dalam hal ini tidak banyak penyakit yang akan ditimbulkan. Asalkan tempat
itu berjarak sekurang-kurangnya 20 meter dari rumah, sumber air, sumur,
sungai, dan sejenisnya. Asalkan tinja itu dibuang di tempat yang jauh dari
jalan umum atau jalan-jalan setapak lainnya. Si udara terbuka seyogyanya

40
bila membuang tinja dipilih di tempat yang terkena sinar matahari, cara ini
lebih baik dibanding bila anda membuang tinja di tempat yang terlindung atau
gelap.

Bila orang-orang mempunyai kakus, tetapi tidak menggunakannya secara


baik

Berikan saran-saran kepada para kepala keluarga agar : tidak ada tinja yang
tertinggal atau menempel pada dinding luar bibir kakus; serta membersihkan
dan menyikat dinding kaku secara teratur.

Bila mereka menggunakan kaku secara baik

Sebaiknya orang-orang yang telah secara benar dapat memakai dan merawat
kasusnya membantu orang-orang yang belum dapat memakai dan merawat
kakus yang mereka miliki.

Syarat kakus yang benar

1. Terletak di dataran rendah dan berjarak sekurang-kurangnya 20 meter


dari sumber-sumber air (sungai, sumur, mata air, danau, kolam, dan
sebagainya).
2. Berjarak sekurang-kurangnya 20 meter dari pemukiman.
3. Tandon penampung tinja sekurang-kurangnya sedalam 1 meter.
4. Mempunyai tutup kakus yang terbuat dari bahan yang kuat yaitu beton
atau kayu, tutup kakus ini mempunyai lubang yang memungkinkan tinja
dan air dapat melewatinya ke bawah secara mudah. Lubang itu harus
kecil, sedemikian rupa sehingga anak-anak juga dapat menggunakan
kasus tersebut. Seyogyanya lubang tersebut diberi penutup.
5. Mempunyai dinding dan atap yang terbuat dari bahan yang mudah
didapatkan, murah, dan mudah pula untuk diperbaiki.
6. Dijaga kebersihannya.

41
Ciri-ciri bahwa sebuah kakus digunakan secara baik

1. Semua anggota rumah tangga menggunakannya.


2. Kebersihan selalu dijaga, yaitu lantai dan dinding penutup kakusnya
selalu dicuci setiap kali.
3. Lubang kakus selalu ditutup bila kakus tersebut sedang tidak digunakan.
4. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membersihkan diri selalu tersedia
setiap saat, misalnya air, kertas, sabun, gayung pengambil air.
5. Tandon kakus dapat dikosongkan bila tinja di dalamnya sudah penuh,
atau tandon berikutnya dapat dibuat bila tandon yang pertama sudah
penuh.

42
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tinja berpotensi besar sebagai media penularan penyakit, terutama


penyakit saluran pencernaan. Oleh karena itu, berbagai faktor teknis dan non
teknis harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam perencanaan sarana
pembuangan tinja. Pembuangan tinja dengan sistem jamban banyak digunakan
oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah karena bersifat sederhana
dan bukan merupakan tipe permanen.

Teknik pembuangan tinja dengan sistem aliran air (pengenceran, kolam


pembuangan, sumur peresapan, dan tangki pembusukan) dapat diterapkan di
daerah di mana terdapat persediaan air dan aliran air yang cukup besar.

Menjaga kesehatan lingkungan sangat penting salah satunya tinja yang ada
di sekeliling kita. Untuk mencegahnya, sekurang-kurangnya mengurangi
kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus
dikelola dengan baik, dengan memenuhi syarat-syarat jamban yang sehat.

Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai


macam cara dan metode. Yang harus kita yakinkan adalah, bahwa tinja sangat
berperan besar terhadap penyebaran penyakit. Penyebaran tersebut dapat terjadi
secara langsung (misalnya dengan mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran
dan sebagainya, maupun secara tidak langsung (melalui media air, tanah, serangga
(lalat, kecoa, dan sebagainya). Juga melalui kontaminasi pada bagian-bagian
tubuh. Pola penyebaran tersebut digambarkan dalam skema berikut ini
(Notoatmodjo, 2003).

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

43
1. Pembuangan tinja sebaiknya dilakukan dengan baik dan memperhatikan
kondisi lingkungan sekitar sehingga tidak mencemari lingkungan
sekitarnya seperti badan air dan tanah.
2. Sebaiknya limbah tinja jangan dibuang ke badan air seperti sungai atau
waduk, karena dapat menimbulkan penyakit bagi masyarakat yang
mengkonsumsi air di sungai atau waduk tersebut.
3. Pemeliharaan sarana pembuangan tinja seharusnya dilakukan secara terus
menerus sejak mulai digunakan sampai akhir periode penggunannya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Bandung. PT. Tarsito.


Hindarko,S. 2003. Mengolah Air Limbah Sungai Tidak Mencemari Orang Lain.
Jakarta. ESHA.
Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja Dan Limbah Cair. Jakarta . EGC

World HealthOrganization. 1987. Kader Kesehatan Masyarakat. Adi Heru. 1995.


Jakarta : EGC.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829 tentang


Persyaratan Kesehatan Perumahan;

Mukono,H.J., 2006, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga


UniversityPress

Soemirat,J., 2007, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada UniversityPress,


Yogyakarta.

Jogloabang. - . Perumahan Kawasan Permukiman.


https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-1-2011-perumahan-kawasan-
permukiman?amp (Diakses 06 September 2020)

Indonesian PublicHealth. 2020. Kesehatan Lingkungan Perumahan.


http://www.indonesian-publichealth.com/kesehatan-lingkungan-
perumahan/ (Diakses 06 September 2020)
www.academia.edu. - . Makalah SKM.
https://www.academia.edu/30023347/makalah_skm 2020)
id.scribd.com. - . Tugas Kelompok Pembuangan Kotoran Manusia.
https://id.scribd.com/doc/256011053/Tugas-Kelompok-Pembuangan-
Kotoran-Manusia

45

Anda mungkin juga menyukai