Dosen Pengampu :
Akhbarona Fauzan, SKM., M,Ap
Disusun oleh:
Siti Salamah
029KA21004
POLTEKES YAPKESBI
D3 KESEHATAN LINGKUNGAN
Jl. Subang Jaya, Subangjaya, Kec. Sukabumi, Kota Sukabumi,
Jawa Barat 43116 3,0 km
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita
curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaranagama yang sempurna dengan bahasa
yang sangat indah.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat penulis
butuhkan guna memperbaiki karya- karya penulis dilain waktu.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2
1.3 Tujuan ........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tinja .........................................................................................3
2.2 Proses Penguraian dan Stabilisasi Tinja ....................................................3
2.3 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia ..................................................4
2.4 Lumpur Tinja .............................................................................................5
2.5 Karakteristik Lumpur Tinja .......................................................................5
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja ...........................................................7
3.2 Pengolahan Limbah Tinja ..........................................................................7
3.3 Kendala Dalam Pengolahan Limbah Tinja ................................................8
3.4 Perkembangan Pengolahan Tinja di Indonesia ..........................................10
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................13
4.2 Saran ..........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
murah dan simpel dalam konstruksi dan pengoperasiannya. Hanya sedikit
membutuhkan perawatan khusus.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja(IPLT).
2. Untuk mengetahui perkembangan pengolahan tinja di Indonesia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
terjadi pada keadaan yang bebas oksigen. Pada proses ini zat-zat karbon, asam-
asam organis, methane, berbagai jenis protein serta zat-zat lainnya yang
mengandung nitrogen akan terurai dan terbentuklah amoniak, asam-asam amino,
amides, indole, skatol. Proses ini umumnya berlangsung lambat; dapat sampai
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Sebagai hasil dari proses ini terbentuklah
semacam zat yang berwarna gelap dan relative tidak berbau, dan ini disebut
humus.
2. Proses Aerobic
Proses ini terjadi sebagai hasil kerja bakteri yang bersifat aerob dan atau
fakultatif aerob. Proses hanya terjadi jika tersedia oksigen yang cukup yang
umumnya diperoleh dari air yang melarutkan kotoran manusia tersebut. Pada
proses ini hasiluraian anaerob mengalami oksidasi dan terbentuklah nitrat dan
sulfat yang amat bermanfaat untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Proses ini umumnya berjalan amatcepat, yakni hanya beberapa jam saja,
namun jika udara yang dibutuhkan tidak lagi tersedia cukup, proses aerob akan
terhenti, dan sebagai kelanjutannya terjadilah lagi proses anaerob yang akan
menimbulkan bau kembali.
4
Menurut Depkes RI (2009) dilihat dari segi kesehatan masyarakat,
masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk sedini
mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah salah satu sumber penularan
penyakit yang multi kompleks.
5
Kuantitas atau jumlah tinja dipengaruhi oleh keadaan setempat, tidak
hanya faktor fisiologis tetapi juga kebudayaan dan kepercayaan. Beberapa data
mengemukakan bahwa di Asia seorang yang normal diperkirakan menghasilkan
tinja antara 200 – 400 gram per hari (berat basah), dibanding dengan 100 -150
gram per hari untuk negara-negara Eropa dan Amerika.
Di Indonesia ratarata mengeluarkan urine sebanyak 1150 mL dan tinja sebanyak
200 gram sehari.
1. Komposisi tinja terdiri atas: zat padat, zat organik, zat anorganik
2. Kuantitas tinja dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: keadaan setempat,
faktor fisiologi, kebudayaan, kepercayaan.
Bahaya tinja terhadapt kesehatan dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran
secara tidak baik adalah:
1. Pencemaran tanah
2. Pencemaran air
3. Kontaminasi makanan
4. Perkembangbiakan lalat
Karakteristik kotoran manusia berdasarkan buangan yang dihasilkan akibat
kegiatan biologis ada dua macam, yaitu:
1. Buangan yang berbentuk cair (air kemih atau seni)
2. Buangan yang bebentuk padat (tinja atau feces)
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
menggambarkan aspek organisasi / kelembagaan, keuangan, hukum, dan teknis
dari seluruh skema pengelolaan limbah tinja dari fasilitas sanitasi hingga
pembuangan akhir atau penggunaan kembali.
Pengelolaan lumpur tinja berkaitan dengan lumpur yang dibuang dari
sistem pengolahan yang disebutkan sebelumnya dan oleh karena itu dapat
dianggap sebagai bagian dari pengelolaan air buangan secara umum. Pengelolaan
lumpur tinja (Kone & Peter, 2014) secara khusus mencakup aspek berikut:
1. Pengambilan lumpur tinja;
2. Pengosongan dan pengangkutan limbah tinja;
3. Pengolahan; dan
4. Menggunakan kembali / penyimpanan.
8
2. Aspek Teknis
Masih banyak daerah di Indonesia tidak memiliki sarana atau fasilitas
untuk mengelola limbah tinja, sehingga limbah tinja yang dihasilkan tidak pernah
dikelola dan potensi pembuangan limbah tinja langsung ke lingkungan menjadi
semakin besar karena tidak dimilikinya fasilitas untuk mengelola tersebut.
3. Aspek Keuangan
Pemerintah Daerah sering menghadapi kesulitan keuangan, yang
mengganggu kemampuan mereka untuk memastikan layanan pengelolaan limbah
tinja kepada penduduk. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya manajemen
sumber daya yang ada, dan non-alokasi sumber daya keuangan untuk layanan
terkait limbah tinja.
4. Aspek Kelembagaan
Tanggung jawab dari masing-masing stakeholder tidak didefinisikan
secara jelas dan mekanisme koordinasi / komunikasi antara sektor yang berbeda
tidak ada. Juga tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah tidak
dirumuskan dengan jelas. Pengelolaan lumpur tinja juga sering diabaikan dalam
sektor penyediaan air dan sanitasi. Bagi Pemerintah Daerah, pengeboran sumur air
tampaknya lebih utama daripada membangun instalasi pengolahan limbah tinja.
Pentingnya manajemen limbah tinja yang memadai untuk mengurangi penyakit
gastrointestinal sering diremehkan, dan kesadaran akan manfaat kesehatan dan
ekonomi (penghematan dalam obat-obatan, biaya rumah sakit dan peningkatan
produktivitas penduduk) masih kurang. Lebih jauh lagi, preferensi politik dan
administratif sangat bergantung pada sistem air limbah dan pembuangan limbah
skala besar yang terpusat sering tidak cocok atau berkelanjutan dalam konteks
negara berkembang.
5. Aspek Peran Serta Masyarakat
Untuk sejumlah besar rumah tangga, biaya untuk pembuatantangki septik
dan pengosongan tangki septik sangatlah besar, hampir tidak terjangkau atau
malah masyarakat tidak mau mengeluarkan uang untuk kegiatan tersebut.
Penundaan frekuensi pengosongan tangki septik adalah fenomena yang banyak
diamati di kalangan rumah tangga. Studi terbaru yang dilakukan oleh CREPA
9
telah mengkonfirmasi bahwa interval untuk mengosongkan septic tank, misalnya
lima tahun atau lebih adalah hal yang tidak jarang ditemukan. Harga yang tinggi
menyebabkan tidak dijangkaunya layanan tersebut khususnya bagi keluarga
berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, keluargakeluarga ini terpaksa membuang
limbah tinja secara sembarangan, dan instalasiinstalasi, khususnya tangki septik,
menjadi kelebihan beban dan berhenti berfungsi sebagaimana dipahami.
10
Akses terhadap sanitasi yang layak di daerah perkotaan Indonesia telah
mencapai 74% pada tahun 2010 menurut World Health Oganization (WHO) dan
belum menjamin tersedianya sistem pengumpulan dan pembuangan air limbah
dan lumpur tinja. Hanya sekitar 1% air limbah dan 4% lumpur tinja yang
dikumpulkan dan diolah secara aman. Dari data kajian yang dilakukan oleh The
World Bank (WB) menjelaskan bahwa sistem sanitasi perkotaan di Indonesia
masih belum terlayani dengan baik. Pertumbuhan penduduk menjadi penyebab
utama dari sistem sanitasi yang buruk. Sistem pengelolaan lumpur tinja sendiri
masih memakai sistem setempat. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan
lanjutan untuk menangani maalah tersebut yaitu dengan menggunakan sistem
sanitasi terpusat. Sistem terpusat di desain untuk mengelolah limbah domestik
khusunya lumpur tinja melalui proses pengurasan tangki septik, pengangkutan,
dan kemudian dialihkan ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah penulis membahas tentang “Perkembangan Pengolahan Tinja Di
Indonesia” maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Instalasi pengolahan lumpur tinja merupakan sebuah fasilitas yang
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan pengolahan limbah tinja
perkotaan dimana pasokan lumpur tinja berasal dari sistem pengolahan
setempat yang diangkut oleh armada penyedot tinja yang berasal dari
pelaku usaha sedot tinja ataupun pemerintah daerah (Kementerian
Pekerjaan Umum, 2014).
2. Tujuan pengolahan limbah tinja dapat diformulasikan berdasarkan konsep
manajemen limbah tinja yang idealnya telah dikembangkan sebagai bagian
integral dari keseluruhan rencana sanitasi lingkungan kota yang akan
menggambarkan aspek organisasi / kelembagaan, keuangan, hukum, dan
teknis dari seluruh skema pengelolaan limbah tinja dari fasilitas sanitasi
hingga pembuangan akhir atau penggunaan kembali.
3. Beberapa kendala dalam pengelolaan yang dihadapi dalam pengelolaan
limbah tinja adalah aspek regulasi, aspek teknis, aspek keuangan, aspek
kelembagaan, dan aspek peran masyarakat.
4. Berdasarkan data dari World Bank, penduduk yang menetap di perkotaan
merupakan hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia. Hal ini
menyebakan peningkatan atas layanan sanitasi dan kebutuhan terhadap
pengelolaan air limbah yang layak dan aman. Pemanfaatan septik tank dan
toilet siram sebagai sarana untuk membuang air limbah domestik
merupakan hal yang umum di temukan di Indonesia. Namun masih ada
sekitar 14 % penduduk yang menetap di perkotaan yang masih
mempraktekkan kegiatan buang air besar secara sembarangan (World
Bank, 2013).
12
5. Akses terhadap sanitasi yang layak di daerah perkotaan Indonesia telah
mencapai 74% pada tahun 2010 menurut World Health Oganization
(WHO) dan belum menjamin tersedianya sistem pengumpulan dan
pembuangan air limbah dan lumpur tinja. Hanya sekitar 1% air limbah dan
4% lumpur tinja yang dikumpulkan dan diolah secara aman. Dari data
kajian yang dilakukan oleh The World Bank (WB) menjelaskan bahwa
sistem sanitasi perkotaan di Indonesia masih belum terlayani dengan baik.
Pertumbuhan penduduk menjadi penyebab utama dari sistem sanitasi yang
buruk. Sistem pengelolaan lumpur tinja sendiri masih memakai sistem
setempat.
4.2 Saran
1. Diharapkan masyarakat yang mengelola sarana dan prasarana lumpur tinja
dapat bekerja sesuai dengan standar yang ada sehingga meminimalisir
terjadinya kesalahan pada pengeoperasian sarana dan prasarana tersebut.
2. Perlu adanya pengelolaan lanjutan dengan menggunakan sistem sanitasi
terpusat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abay, MR. 2018. “IPLT Balai Pengolahan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum
Perkotaan”. Yogyakarta: dspace.uli.ac.id
14