Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBANGAN PENGOLAHAN TINJA


DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pengelolaan Limbah Cair

Dosen Pengampu :
Akhbarona Fauzan, SKM., M,Ap

Disusun oleh:
Siti Salamah
029KA21004

POLTEKES YAPKESBI
D3 KESEHATAN LINGKUNGAN
Jl. Subang Jaya, Subangjaya, Kec. Sukabumi, Kota Sukabumi,
Jawa Barat 43116 3,0 km
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita
curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaranagama yang sempurna dengan bahasa
yang sangat indah.

Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah


menyelesaikan makalah yang penulis beri judul “Perkembangan Pengelolaan
Tinja di Indonesia”. Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menjelaskan
tentang bagaimana perkembangan pengelolaan tinja di indonesia.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat penulis
butuhkan guna memperbaiki karya- karya penulis dilain waktu.

Sukabumi, 17 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2
1.3 Tujuan ........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tinja .........................................................................................3
2.2 Proses Penguraian dan Stabilisasi Tinja ....................................................3
2.3 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia ..................................................4
2.4 Lumpur Tinja .............................................................................................5
2.5 Karakteristik Lumpur Tinja .......................................................................5
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja ...........................................................7
3.2 Pengolahan Limbah Tinja ..........................................................................7
3.3 Kendala Dalam Pengolahan Limbah Tinja ................................................8
3.4 Perkembangan Pengolahan Tinja di Indonesia ..........................................10
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................13
4.2 Saran ..........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan
dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), danCO2 sebagai
hasil dari proses pernapasan.
Saat ini akses masyarakat terhadap sarana sanitasi khususnya jamban,
masih jauh dari harapan. Berbagai kampanye dan program telah banyak
dilakukan, terakhir dengan pemberlakuan program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM). Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding
dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia
meningkat.Dilihat darisegi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran
manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengancepatnya
pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui tinja. Oleh karena itu, kotoran manusia (faeces) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) bertujuan untuk menampung
dan mengolah hasil pengurasan lumpur tinja tersebut sebelum dibuang ke
lingkungan agar tidak menimbulkan masalah kesehatan dan kenyamanan
lingkungan kota, sehingga masyarakat yang ingin melakukan pengurasan tangki
septik tidak perlu lagi menggunakan jasa truk tinja. Lumpur tinja yang berasal
dari tangki septik harus diolah, karena mengandung polutan-polutan yang
berbahaya bagi lingkungan.
Pengolahan lumpur tinja ini mempunyai 2 tujuan, yaitu untuk menurunkan
kandungan zat organic dari lumpur tinja dan untuk menurunkan bakteri-bakteri
patogen (organisme penyebab penyakit). Pengolahan lumpur tinja pada negara-
negara berkembang harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: efektif,

1
murah dan simpel dalam konstruksi dan pengoperasiannya. Hanya sedikit
membutuhkan perawatan khusus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja(IPLT) ?
2. Bagaimana perkembangan pengolahan tinja di Indonesia ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja(IPLT).
2. Untuk mengetahui perkembangan pengolahan tinja di Indonesia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tinja


Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran
pencernaan(tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan
buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO2)
yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan, keringat, lendir dari ekskresi
kelenjar.
Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen, terutama
apabila manusia yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan
makanan(enteric or intestinal disesases). Mikroorganisme tersebut dapat berupa
bakteri,virus, protozoa, ataupun cacing-cacing parasit.Coliform bacteria yang
dikenal sebagai Echerichia coli dan Fecal stretococci(enterococci) yang sering
terdapat disaluran pencernaan manusia, dikeluarkan dari tubuh manusia dan
hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta
per gram(Soeparman, 2002).

2.2 Proses Penguraian dan Stabilisasi Tinja


Proses penguraian yang menghasilkan stabilisasi ini hanya mungkin terjadi
jika beberapa syarat yang dibutuhkannya terpenuhi. Syarat-syarat tersebut ialah
suhu yang sesuai, kelembaban yang sesuai, terjadinya zat organik itu sendiri serta
tidak ditemukannya zat-zat antiseptik ataupun disinfektan yang mungkin
membunuh bakteri-bakteri yang bekerja.Proses penguraian akan terhenti, jika
salah satu dari syarat diatas tidak terpenuhi, yang untuk tinja serta air seni
umumnya terjadi jika zat-zat organic telah selesai diuraikan seluruhnya.Dalam
keadaan seperti ini kotoran tersebut telah berada dalam proses yang stabil.
1. Proses Anaerobic
Proses ini terjadi jika pada tempat tersebut terdapat bakteri-bakteri yang
bersifatan aerobic atau fakultatif anaerobic; sesuai dengan prosesnya maka ia

3
terjadi pada keadaan yang bebas oksigen. Pada proses ini zat-zat karbon, asam-
asam organis, methane, berbagai jenis protein serta zat-zat lainnya yang
mengandung nitrogen akan terurai dan terbentuklah amoniak, asam-asam amino,
amides, indole, skatol. Proses ini umumnya berlangsung lambat; dapat sampai
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Sebagai hasil dari proses ini terbentuklah
semacam zat yang berwarna gelap dan relative tidak berbau, dan ini disebut
humus.
2. Proses Aerobic
Proses ini terjadi sebagai hasil kerja bakteri yang bersifat aerob dan atau
fakultatif aerob. Proses hanya terjadi jika tersedia oksigen yang cukup yang
umumnya diperoleh dari air yang melarutkan kotoran manusia tersebut. Pada
proses ini hasiluraian anaerob mengalami oksidasi dan terbentuklah nitrat dan
sulfat yang amat bermanfaat untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Proses ini umumnya berjalan amatcepat, yakni hanya beberapa jam saja,
namun jika udara yang dibutuhkan tidak lagi tersedia cukup, proses aerob akan
terhenti, dan sebagai kelanjutannya terjadilah lagi proses anaerob yang akan
menimbulkan bau kembali.

2.3 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia


Tinja manusia adalah buangan atau kotoran manusia yang bau dan dapat
menimbulkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh kotoran manusia
digolongkan menjadi :
1. Penyakit enterik atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun.
2. Penyakit infeksi oleh virus seperti hepatitis dan infektiosa.
3. Infeksi cacing seperti schitomiasis, ascariasis
Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan bisa langsung
yaitu mengurangi kejadian penyakit yang diakibatkan karena kontaminasi dengan
tinja (kolera, disentri, typus, dll), efek tak langsung biasanya berhubungan dengan
komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi hygiene lingkungan.
Sehingga menurut (Kusnoputranto,1995) pencemaran akibat pembuangan tinja
berpengaruh pada sumber air minum penduduk.

4
Menurut Depkes RI (2009) dilihat dari segi kesehatan masyarakat,
masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk sedini
mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah salah satu sumber penularan
penyakit yang multi kompleks.

2.4 Lumpur Tinja


Lumpur tinja adalah endapan lumpur yang terdapat dalam tangki septik,
jadi tidak termasuk lumpur yang berasal dari cubluk. Biasanya lumpur tinja
ditandai dengan kandungan pasir dan lemak dalam jumlah besar, bau yang
menusuk hidung, mudah terbentuk busa ketika pengadukan, sulit pengendap, serta
kandungan zat padat dan zat organiknya tinggi. Lumpur tinja mempunyai nutrien
dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan yang terdapat dalam
kandungan air limbah. Lumpur tinja merupakan hasil proses penguraian tinja
manusia ke dalam tangki septik. Proses pengolahan utama yang terjadi dalam
tangki septik adalah sebagai berikut (Polprasert dan Rajput, 1982):
1. Penyisihan padatan tersuspensi
2. Pencernaan lumpur dan skum
3. Stabilisasi cairan
4. Pertumbuhan mikroorganisme
Material yang terkandung dalam lumpur tinja merupakan padatan zat-zat
organik, lemak/minyak, pasir (grit) dan berpotensi sebagai tempat tumbuh
berbagai virus penyakit, bakteri dan parasit. Kandungan zat organik pada lumpur
tinja yang masih tinggi menyebabkan perlunya pengolahan (treatment) terhadap
lumpur tinja yang mana pengolahan tersebut diharapkan dapat mengurangi
pencemaran dan persebaran penyakit jika dibuang ke tanah.

2.5 Karakteristik Lumpur Tinja


Dalam ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia,
yang lebih dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua
bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber
penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Azwar, 1995).

5
Kuantitas atau jumlah tinja dipengaruhi oleh keadaan setempat, tidak
hanya faktor fisiologis tetapi juga kebudayaan dan kepercayaan. Beberapa data
mengemukakan bahwa di Asia seorang yang normal diperkirakan menghasilkan
tinja antara 200 – 400 gram per hari (berat basah), dibanding dengan 100 -150
gram per hari untuk negara-negara Eropa dan Amerika.
Di Indonesia ratarata mengeluarkan urine sebanyak 1150 mL dan tinja sebanyak
200 gram sehari.
1. Komposisi tinja terdiri atas: zat padat, zat organik, zat anorganik
2. Kuantitas tinja dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: keadaan setempat,
faktor fisiologi, kebudayaan, kepercayaan.
Bahaya tinja terhadapt kesehatan dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran
secara tidak baik adalah:
1. Pencemaran tanah
2. Pencemaran air
3. Kontaminasi makanan
4. Perkembangbiakan lalat
Karakteristik kotoran manusia berdasarkan buangan yang dihasilkan akibat
kegiatan biologis ada dua macam, yaitu:
1. Buangan yang berbentuk cair (air kemih atau seni)
2. Buangan yang bebentuk padat (tinja atau feces)

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)


Instalasi pengolahan lumpur tinja merupakan sebuah fasilitas yang
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan pengolahan limbah tinja perkotaan
dimana pasokan lumpur tinja berasal dari sistem pengolahan setempat yang
diangkut oleh armada penyedot tinja yang berasal dari pelaku usaha sedot tinja
ataupun pemerintah daerah (Kementerian Pekerjaan Umum, 2014). Pengolahan
lumpur tinja akan menghasilkan lumpur kering dan air olahan yang terpisah dari
lumpur yang bisa dimanfaatkan kembali sebagai tanah timbun atau pupuk dan
sebagai air proses di IPLT atau untuk keperluan penyiraman tanaman.
Lumpur tinja yang diolah di IPLT merupakan hasil kegiatan penyedotan
tinja yang dilakukan oleh penyedia jasa atau pemerintah melalui sistem
penyedotan secara terjadwal maupun penyedotan yang tidak terjadwal (on call
system). Agar pengelolan lumpur tinja dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan
unit-unit yang memiliki kinerja yang baik pula sehingga hasil olahan aman bagi
lingkungan.

3.2 Pengolahan Limbah Tinja


Berdasarkan data dari World Bank, penduduk yang menetap di perkotaan
merupakan hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia. Hal ini
menyebakan peningkatan atas layanan sanitasi dan kebutuhan terhadap
pengelolaan air limbah yang layak dan aman. Pemanfaatan septik tank dan toilet
siram sebagai sarana untuk membuang air limbah domestik merupakan hal yang
umum di temukan di Indonesia. Namun masih ada sekitar 14 % penduduk yang
menetap di perkotaan yang masih mempraktekkan kegiatan buang air besar secara
sembarangan (World Bank, 2013).
Tujuan pengolahan limbah tinja dapat diformulasikan berdasarkan konsep
manajemen limbah tinja yang idealnya telah dikembangkan sebagai bagian
integral dari keseluruhan rencana sanitasi lingkungan kota yang akan

7
menggambarkan aspek organisasi / kelembagaan, keuangan, hukum, dan teknis
dari seluruh skema pengelolaan limbah tinja dari fasilitas sanitasi hingga
pembuangan akhir atau penggunaan kembali.
Pengelolaan lumpur tinja berkaitan dengan lumpur yang dibuang dari
sistem pengolahan yang disebutkan sebelumnya dan oleh karena itu dapat
dianggap sebagai bagian dari pengelolaan air buangan secara umum. Pengelolaan
lumpur tinja (Kone & Peter, 2014) secara khusus mencakup aspek berikut:
1. Pengambilan lumpur tinja;
2. Pengosongan dan pengangkutan limbah tinja;
3. Pengolahan; dan
4. Menggunakan kembali / penyimpanan.

3.3 Kendala Dalam Pengolahan Limbah Tinja


Terlepas dari serangkaian tantangan teknis yang berkaitan dengan
pembuangan lumpur tinja, kegiatan pengangkutan dan perawatan sarana, konteks
politik, organisasi dan peraturan yang tidak memadai merupakan beberapa hal
yang menjadi penyebab utama terhadap kondisi sanitasi yang tidak baik pada
perkotaan di negara-negara berkembang (Kone & Peter, 2014). Beberapa kendala
dalam pengelolaan yang dihadapi dalam pengelolaan limbah tinja jika dilihat dari
5 (lima) aspek tersebut adalah :
1. Aspek Regulasi
Tidak adanya atau kurangnya regulasi, tata cara dan aturan administratif
tentang pengolahan limbah tinja menyebabkan pengelolaan limbah tinja menjadi
tidak maksimal. Adanya aturan akan membuat kegiatan pelaksanaan pengelolaan
limbah tinja menjadi hal yang wajib dan harus untuk dilaksanakan. Kurangnya
aturan seperti pengosongan tangki septik pengangkutan limbah tinja dan
pembuangan. Hal ini dapat menyebabkan penyalahgunaan, misalnya kartelisasi,
tingginya biaya pengosongan, dll. Karena kurangnya insentif dan prosedur sanksi,
para pelaku yang terlibat dalam pengelolaan limbah tinja tidak memiliki motivasi
28 yang diperlukan untuk mematuhi peraturan yang berlaku

8
2. Aspek Teknis
Masih banyak daerah di Indonesia tidak memiliki sarana atau fasilitas
untuk mengelola limbah tinja, sehingga limbah tinja yang dihasilkan tidak pernah
dikelola dan potensi pembuangan limbah tinja langsung ke lingkungan menjadi
semakin besar karena tidak dimilikinya fasilitas untuk mengelola tersebut.
3. Aspek Keuangan
Pemerintah Daerah sering menghadapi kesulitan keuangan, yang
mengganggu kemampuan mereka untuk memastikan layanan pengelolaan limbah
tinja kepada penduduk. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya manajemen
sumber daya yang ada, dan non-alokasi sumber daya keuangan untuk layanan
terkait limbah tinja.
4. Aspek Kelembagaan
Tanggung jawab dari masing-masing stakeholder tidak didefinisikan
secara jelas dan mekanisme koordinasi / komunikasi antara sektor yang berbeda
tidak ada. Juga tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah tidak
dirumuskan dengan jelas. Pengelolaan lumpur tinja juga sering diabaikan dalam
sektor penyediaan air dan sanitasi. Bagi Pemerintah Daerah, pengeboran sumur air
tampaknya lebih utama daripada membangun instalasi pengolahan limbah tinja.
Pentingnya manajemen limbah tinja yang memadai untuk mengurangi penyakit
gastrointestinal sering diremehkan, dan kesadaran akan manfaat kesehatan dan
ekonomi (penghematan dalam obat-obatan, biaya rumah sakit dan peningkatan
produktivitas penduduk) masih kurang. Lebih jauh lagi, preferensi politik dan
administratif sangat bergantung pada sistem air limbah dan pembuangan limbah
skala besar yang terpusat sering tidak cocok atau berkelanjutan dalam konteks
negara berkembang.
5. Aspek Peran Serta Masyarakat
Untuk sejumlah besar rumah tangga, biaya untuk pembuatantangki septik
dan pengosongan tangki septik sangatlah besar, hampir tidak terjangkau atau
malah masyarakat tidak mau mengeluarkan uang untuk kegiatan tersebut.
Penundaan frekuensi pengosongan tangki septik adalah fenomena yang banyak
diamati di kalangan rumah tangga. Studi terbaru yang dilakukan oleh CREPA

9
telah mengkonfirmasi bahwa interval untuk mengosongkan septic tank, misalnya
lima tahun atau lebih adalah hal yang tidak jarang ditemukan. Harga yang tinggi
menyebabkan tidak dijangkaunya layanan tersebut khususnya bagi keluarga
berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, keluargakeluarga ini terpaksa membuang
limbah tinja secara sembarangan, dan instalasiinstalasi, khususnya tangki septik,
menjadi kelebihan beban dan berhenti berfungsi sebagaimana dipahami.

3.4 Perkembangan Pengolahan Tinja di Indonesia


Dengan adanya sistem kontrol dan pengkoordinasian sumber daya, di
mana untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien terhadap pengelolaan
lumpur tinja Indonesia memiliki dua sistem sanitasi setempat (on-site sanitation)
dan sistem terpusat (off-site sanitation).
Pemerintah Indonesia dalam menangani pengelolaan lumpur tinja melalui
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membuat Peraturan yang
mengatur semua tentang pengelolaan limbah domestik. Yang mana ada pada
peraturan PerMenPUPR No 4 Tahun 2017 Lampiran 4, pada peraturan tersebut
sudah jelas tentang bagaimana standar layanan pengelolaan penyedotan lumpur
tinja hingga perawatan armada penyedotan lumpur tinja dan perawatan Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Hal ini diharapkan untuk instansi atau
masyarakat yang mengelola sarana dan prasarana lumpur tinja ini dapat bekerja
sesuai dengan standar yang ada sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan pada
pengeoperasian sarana dan prasarana tersebut.
Model layanan pengelolaan lumpur tinja di Indonesia mayoritas hampir
sama antara model pelayanan di daerah perkotaan dan untuk daerah kawasan
lainnya.Sistem sanitasi di Indonesia pada umumnya belum cukup optimal dan
masih banyak yang harus di perbaiki terkait pengelolaan lumpur tinja
(penggunaan tangki septik, penyelenggaraan layanan tidak terjadwal (on-call
desludging), dan pengolahan lumpur tinja). Hal ini karena banyak faktor yang
mempengaruhi hal tersebut misalnya laju pertumbuhan penduduk yang tidak
seimbang dengan layanan pengelolaan air limbah yang baik.

10
Akses terhadap sanitasi yang layak di daerah perkotaan Indonesia telah
mencapai 74% pada tahun 2010 menurut World Health Oganization (WHO) dan
belum menjamin tersedianya sistem pengumpulan dan pembuangan air limbah
dan lumpur tinja. Hanya sekitar 1% air limbah dan 4% lumpur tinja yang
dikumpulkan dan diolah secara aman. Dari data kajian yang dilakukan oleh The
World Bank (WB) menjelaskan bahwa sistem sanitasi perkotaan di Indonesia
masih belum terlayani dengan baik. Pertumbuhan penduduk menjadi penyebab
utama dari sistem sanitasi yang buruk. Sistem pengelolaan lumpur tinja sendiri
masih memakai sistem setempat. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan
lanjutan untuk menangani maalah tersebut yaitu dengan menggunakan sistem
sanitasi terpusat. Sistem terpusat di desain untuk mengelolah limbah domestik
khusunya lumpur tinja melalui proses pengurasan tangki septik, pengangkutan,
dan kemudian dialihkan ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).

11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah penulis membahas tentang “Perkembangan Pengolahan Tinja Di
Indonesia” maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Instalasi pengolahan lumpur tinja merupakan sebuah fasilitas yang
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan pengolahan limbah tinja
perkotaan dimana pasokan lumpur tinja berasal dari sistem pengolahan
setempat yang diangkut oleh armada penyedot tinja yang berasal dari
pelaku usaha sedot tinja ataupun pemerintah daerah (Kementerian
Pekerjaan Umum, 2014).
2. Tujuan pengolahan limbah tinja dapat diformulasikan berdasarkan konsep
manajemen limbah tinja yang idealnya telah dikembangkan sebagai bagian
integral dari keseluruhan rencana sanitasi lingkungan kota yang akan
menggambarkan aspek organisasi / kelembagaan, keuangan, hukum, dan
teknis dari seluruh skema pengelolaan limbah tinja dari fasilitas sanitasi
hingga pembuangan akhir atau penggunaan kembali.
3. Beberapa kendala dalam pengelolaan yang dihadapi dalam pengelolaan
limbah tinja adalah aspek regulasi, aspek teknis, aspek keuangan, aspek
kelembagaan, dan aspek peran masyarakat.
4. Berdasarkan data dari World Bank, penduduk yang menetap di perkotaan
merupakan hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia. Hal ini
menyebakan peningkatan atas layanan sanitasi dan kebutuhan terhadap
pengelolaan air limbah yang layak dan aman. Pemanfaatan septik tank dan
toilet siram sebagai sarana untuk membuang air limbah domestik
merupakan hal yang umum di temukan di Indonesia. Namun masih ada
sekitar 14 % penduduk yang menetap di perkotaan yang masih
mempraktekkan kegiatan buang air besar secara sembarangan (World
Bank, 2013).

12
5. Akses terhadap sanitasi yang layak di daerah perkotaan Indonesia telah
mencapai 74% pada tahun 2010 menurut World Health Oganization
(WHO) dan belum menjamin tersedianya sistem pengumpulan dan
pembuangan air limbah dan lumpur tinja. Hanya sekitar 1% air limbah dan
4% lumpur tinja yang dikumpulkan dan diolah secara aman. Dari data
kajian yang dilakukan oleh The World Bank (WB) menjelaskan bahwa
sistem sanitasi perkotaan di Indonesia masih belum terlayani dengan baik.
Pertumbuhan penduduk menjadi penyebab utama dari sistem sanitasi yang
buruk. Sistem pengelolaan lumpur tinja sendiri masih memakai sistem
setempat.

4.2 Saran
1. Diharapkan masyarakat yang mengelola sarana dan prasarana lumpur tinja
dapat bekerja sesuai dengan standar yang ada sehingga meminimalisir
terjadinya kesalahan pada pengeoperasian sarana dan prasarana tersebut.
2. Perlu adanya pengelolaan lanjutan dengan menggunakan sistem sanitasi
terpusat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, Trio. 2021. “Perencanaan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT)


Kabupaten Tulang Bawang Barat Sistem Kolam Stabilisasi”. Kota Bandar
Lampung: Volume 2 Edisi 1.

Abay, MR. 2018. “IPLT Balai Pengolahan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum
Perkotaan”. Yogyakarta: dspace.uli.ac.id

Poranzi, Fauzi. 2021. “Makalah Pengolahan Tinja”. Kabupaten Mojokerto:


id.scribd.com

14

Anda mungkin juga menyukai