Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

1. Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responcibility)


1.1 .Pengertian Corporate Social Responsibility
           Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial
perusahaan adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa
tanggung jawab perusahaan terhadap sosial maupun lingkungan sekitar dimana perusahaan
itu berada. 
Pengertian Corporate Social Responsibility menurut para Ahli
a. Corporate Social Responsibility (CSR) ialah sebuah pendekatan dimana perusahaan
mengintegrasikan kepedulian sosial di dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi
mereka dengan para stakeholder berdasarkan prinsip kemitraan dan kesukarelaan (Nuryana,
2005). 
b. Menurut Kotler dan Nancy (2005) mengemukakan bahwa Corporate Social
Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan
kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian
sumber daya perusahaan. 
1.2 Pendorong munculnya Corporate Social Responsibility
          Munculnya konsep CSR didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat
industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF (yang dalam bahasa Inggris berarti
tuli), sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi
(Suharto, 2007:103-104):
a.       Efisiensi
Efisiensi dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan
persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut, maupun
bagi masyarakat di sekitar perusahaan. ‘merger mania’ dan perampingan perusahaan telah
menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja dan pengangguran, ekspansi dan
eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat.
b.      Pemerataan Hak
Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggung jawaban
perusahaan atas berbagai masalah sosial yang sering kali ditimbulkan oleh beroperasinya
perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut akuntabilitas (accountability) perusahaan
bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian
perusahaan terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkan.
c.        Transparansi dunia industri.
Dunia kerja kini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan
yang hanya memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan
filantropis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat
menuntut agar perusahaan seperti ini ditutup.
d.       Kesetaraan Gender
Semakin banyaknya wanita yang bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan,
bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan

1
melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya biaya-
biaya sosial, seperti penelantaran anak, kenakalan remaja akibat berkurang atau hilangnya
kehadiran ibu-ibu di rumah dan tentunya di lingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti
perawatan anak (child care), pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak
atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi remaja bisa merupakan sebuah
‘kompensasi’ sosial terhadap isu ini.

1.3. Bentuk CSR ( Tanggung Jawab Sosial ) yang diberikan oleh Perusahaan
Diantaranya yaitu:
1. Kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
2. perbaikan lingkungan, 
3. pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, 
4. pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, 
5. sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk
masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut
berada. 

1.4. Dampak Yang ditimbulkan oleh Corporate Social Responsibility


CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat; ini akan sangat tergantung dari
orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank Dunia
(Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran pemerintah yang terkait dengan CSRmeliputi
pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan
politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi.
Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah
daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran
penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini.
Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia,
pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate
Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang
menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah
memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau
terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara
pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan
menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain

2. Transparansi dan Pengungkapan


2.1 Pengertian Trannparansi
Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan sebagai
ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya mengenai kinerja
perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi,
pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum. Dalam tingakatan
negara, Bushman, Piotroski, dan Smith (2004) mengidentifikasikan dua jenis transparansi
perusahaan yaitu transparansi keuangan dan transparansi pemerintah. Transparansi

2
keuangan tingkat negara disusun berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu
pelaporan, jumlah analisis, dan media penyebarannya.
2.2 Pengungkapan dalam Laporan Perusahaan
Sumber utama tekanan untuk meningkatkan pengungkapan laporan keuangan adalah dari
komunitas keuangan dan investasi. Perusahaan Multinasional dan badan pengaturan standar
Negara dengan pasar modal yang berkembang pesat, sepeti Amerika Serikat, Inggris,
Prancis, Jerman, dan Jepang, telah memberi perhatian lebih terhadap dorongan dari pihak –
pihak tersebut.
Dorongan untuk Pengungkapan Informasi
Perusahaan Multinasional sepanjang menyangkut aturan yang ternyata meningkatkan
persyaratan untuk pengungkapan informasi diputuskan dengan pengaturan badan dan
standar perwakilan pada tingkat pemerintahan dan professional.     
Cepatnya permintaan informasi untuk tujuan penanaman modal, perkembangan pasar
saham dan pembagian kepemilikan yang mendunia, dipadukan dengan berkembangnya
kekhawatiran terhadap perbedaan standar dan perlakuan akuntansi dinegara berbeda, telah
meningkatkan permintaan terhadap bertambahnya pengungkapan akuntansi untuk
peningkatan kualitas maupun perbandingan laporan Perusahaan Multinasioal.
Mengkomunikasikan kepada Pengguna
Pertumbuhan saat ini mengindikasikan banyak pengguna informasi keuangan yang tidak
bisa membaca atau mengerti isi laporan, terutama investor dari kalangan awam akuntansi.
Pengguna langsung yang jumlahnya relatif kecil, yang memiliki kemampuan dan
pengalaman untuk memahami laporan keuangan. Banyak investor dan pemegang saham
tidak membuat keputusan investasi sendiri tetapi bergantung pada saran dari para ahli.
Sebuah perusahaan analisis komprehensif tidak hanya mengharuskan penggunaan informasi
keuangan, tetapi data tambahan, serta untuk menilai tren saat ini dan masa depan. Pada
pusat, Perusahaan Multinasional sangat kompleks, dan begitu pula dengan laporan
perusahaannya.
Pentingnya Pengungkapan Informasi
Meskipun tidak ada keraguan tentang pentingnya pengukuran dari isu-isu akuntansi,
pentingnya informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan dan laporan perusahaan
dengan semakin diakui oleh perusahaan multinasional. Informasi ini memberikan masukan
penting bagi analisis keuangan proses evaluasi kualitas laba dan posisi keuangan, baik saat
ini dan masa yang akan datang. Pada saat yang sama, kebutuhan ini harus ditimbang
terhadap kepentingan analis, investor, dan masyarakat dalam transparansi usaha
multinasional. Dengan adanya pengungkapan informasi, maka perusahaan dapat
menyampaikan kebijaksanaan dan informasi mengenai orientasi perusahaan dimasa yang
akan datang.

3. Budaya Perusahaan
3.1 Pengertian Budaya Perusahaan (Corporate Culture)
Budaya Perusahaan disini  merupakan terjemahan dari kata Corporate Culture,
dari definisi budaya perusahaan yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa
budaya perusahaan adalah suatu pola asumsi dasar yang dimiliki oleh anggota perusahaan
yang berisi nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan yang mempengaruhi pemikiran,

3
pembicaraan, tingkah laku, dan cara kerja karyawan sehari-hari, sehingga akan bermuara
pada kualitas kinerja perusahaan. Dengan demikian, budaya perusahaan merupakan solusi
yang secara konsisten dapat berjalan dengan baik, bagi sebuah kelompok dalam
menghadapi persoalan-persoalan di dalam dan di luar kelompoknya.
Ini adalah beberapa definisi budaya perusahaan (corporate culture) menurut para ahli :
Budaya Perusahaan menurut Susanto, AB. (1997:3)
Suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi
permasalahan eksternal dan penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-
masing anggota  organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana meraka
harus bertindak atau berperilaku.
Budaya perusahaan  menurut Schein, H. (1992:12)
Budaya perusahaan sebagai suatu perangkat asumsi dasar akan membantu anggota
kelompok dalam memecahkan masalah pokok dalam menghadapi kelangsungan hidup, baik
dalam lingkungan eksternal maupun internal, sehingga akan membantu anggota kelompok
dalam mencegah ketidakpastian situasi. Pemecahan masalah yang telah ditemukan ini
kemudian dialihkan pada generasi berikutnya sehingga akan memiliki kesinambungan.
Budaya perusahaan menurut Hofstade, Geerst (1990:32)
Budaya perusahaan  didefinisikan sebagai perencanaan bersama dari pola pikir
(collective programming mind) yang membedakan anggota-anggota dari suatu kelompok
masyarakat dengan kelompok dari suatu budaya yang lain. Pola pikir ini pada dasarnya
hanya ada dalam pikiran individu yang kemudian mengalami kristalisasi dan memiliki
bentuk. Pada gilirannya pola pikir bersama ini akan meningkatkan sikap mental para
anggota kelompok tersebut.
Budaya adalah kompleks nilai, gagasan, sikap, dan simbol lain yang bermakna yang
melayani manusia untuk berkomunikasi, membuat tafsiran dan mengevaluasi sebagai
anggota masyarakat. Budaya dan nilai-nilai diteruskan dari satu generasi kegenerasi yang
lain   
Budaya melengkapi orang dengan rasa identitas dan pengertian perilaku yang dapat
diterima didalam masyarakat. Beberapa dari sikap perilaku yang lebih penting yang
dipengaruhi oleh budaya adalah sebagai berikut:
1. Rasa diri dan ruang
2. Komunikasi dan bahasa
3. Pakaian dan penampilan
4. Makanan dan kebiasaan makan
5. Waktu dan kesadaran akan waktu
6. Hubungan (keluarga, orgaisasi, pemerintah, dan sebagainya)
7. Nilai dan norma
8. Kepercayaan dan sikap
9. Proses mental dan pembelajaran
10. Kebiasaan kerja dan praktek
Budaya mempengaruhi penggerak yang memotivasi orang untuk mengambil tindakan
yang lebih jauh, bahkan untuk motif yang bermacam-macam seperti kebebasan,
kemampuan baca tulis, atau kegairahan. Budaya dari suatu masyarakat menentukan

4
bentuk komunikasi apa yang diizinkan sehubungan dengan  masalah ini dan kerap sifat dan
tingkat perilaku mencari yang dianggap sesuai oleh individu.
Prinsip dasar tersebut akan diperjelas dan didukung oleh praktek manajemen dan
perilaku yang ada. Budaya perusahaan  menurut Denison mempunyai pengaruh terhadap
keefektifan suatu organisasi. Budaya perusahaan  dapat dilihat dari aspek rasa Keterlibatan
(involvement), Konsistensi (consistency), Adaptabilitas (adaptability), dan Misi (mission).
a. Keterlibatan (involvement)
Tingkat keterlibatan dan partisipasi yang tinggi dari karyawan akan meningkatkan rasa
tanggung jawab. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab tersebut akan meningkatkan
komitmen karyawan terhadap perusahaan sehingga tidak memerlukan kontrol yang terbuka.
Dengan rasa keterlibatan yang tinggi juga diharapkan dapat meningkatkan rasa
kebersamaan dan kekeluargaan, dimana hal-hal tersebut penting dalam membantu
menyelesaikan pekerjaan.
b. Konsistensi (consistency)
Konsistensi menekankan pada nilai-nilai yang dimiliki perusahaan yang perlu dipahami
oleh para anggota organisasi. Nilai-nilai tersebut meliputi masalah komunikasi, kerjasama
dalam melaksanakan pekerjaan, toleransi, penghargaan terhadap prestasi. Hal-hal tersebut
mempunyai dampak yang positif terhadap proses pencapaian tujuan organisasi dan perlu
dibangun atau dikembangkan dalam perusahaan secara konsisten.
c. Adaptabilitas (adaptability)
Menekankan pentingnya adaptabilitas di dalam perusahaan terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi. Perubahan-perubahan dalam lingkungan dapat berwujud
perkembangan teknologi, perubahan kondisi ekonomi dan politik, perubahan kualitas dan
sikap karyawan, tuntutan konsumen terhadap produksi perusahaan. Adaptabilitas  tidak
hanya diperlukan bagi kelangsungan hidup perusahaan tetapi juga sebagai tantangan
pengembangan perusahaan
d. Misi (mission)
Hal ini menekankan pada pentingnya kejelasan misi dan tujuan dari suatu organisasi bagi
para anggotanya. Beberapa ahli berpendapat bahwa pengertian akan misi memberikan dua
pengaruh utama pada fungsi organisasi, yaitu :
 Suatu misi memberikan kegunaan dan arti yang menentukan peran sosial dan tujuan
ekstra dari suatu lembaga dan menentukan peran-peran individu dari lembaga tersebut.
Proses internalisasi dan identifikasi ini memberikan komitmen jangka pendek dan jangka
panjang serta mengarah pada efektivitas organisasi.

3.2Manfaat Budaya Perusahaan (Corporate Culture) bagi Kinerja Organisasi


Ada dua sisi manfaat yang diperoleh apabila budaya perusahaan dipahami oleh seluruh
lapisan sumber daya manusia dan bagi perusahaan.
Manfaat bagi sumber daya manusia adalah:
1) Sebagai pedoman berperilaku di dalam perusahaan. Dalam hal ini karyawan tidak
dapat semena-mena bertindak atau berperilaku sekehendak hati, melainkan harus
menyesuaikan diri dengan siapa dan dimana mereka berada.

5
2) Adanya kesamaan langkah dan visi di dalam melakukan tugas dan tanggung jawab
masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat
interpendensi antar individu atau bagian karena Individu atau bagian yang lain saling
melengkapi dalam kegiatan usaha perusahaan.
3) Memberikan dorongan kepada karyawan untuk mencapai prestasi kerja atau
produktivitas yang lebih baik.
4) Mengetahui secara pasti tentang karirnya di perusahaan sehingga mendorong mereka
untuk konsisten dengan tugas dan tanggung jawab.

Adapun manfaat yang diperoleh perusahaan antara lain:


1) merupakan salah satu unsur yang dapat menekan tingkat perputaran (turn over)
karyawan, karena budaya perusahaan mendorong karyawan memutuskan untuk tetap
berkembang bersama perusahaan tersebut.
2) Sebagai pedoman di dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan ruang
lingkup kegiatan intern perusahaan seperti tata tertib administrasi, hubungan antar bagian,
penghargaan prestasi karyawan, penilaian kerja dan lain-lain.
3) Untuk menunjukkan pada pihak eksternal tentang keberadaan perusahaan dari ciri
khas yang dimiliki, di tengah-tengah perusahaan yang ada di masyarakat.
4) merupakan acuan dalam penyusunan perencanaan perusahaan (corporate planning).
5) Dapat membuat program-program pengembangan usaha dan pengembangan sumber
daya manusia dengan dukungan penuh dari seluruh jajaran sumber daya manusia yang ada

3.3 Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan dalam Penerapan Budaya


Organisasi (Corporate Culture) Secara Efektif

Dalam penerapan Corporate Culture Management ini memiliki tujuan untuk memastikan
bahwa budaya perusahaan yang diinternalisasikan tersebut menjadi budaya yang sehat
diperusahaan. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan proses pengukuran budaya dan
meletakkan pada satu norma yaitu Corporate Culture Index (CCI), sebagai acuan capaian
internalisasi budaya perusahaan pada karyawan pada suatu perusahaan.
Ciri Corporate Culture Management yang harus dimiliki oleh suatu perusahaan, idealnya
harus memenuhi beberapa kondisi, yaitu :
1. Pengelola Corporate Culture Management harus orang-orang yang secara khusus
menangani proses ini, sehingga Corporate Culture Management masuk dalam struktur
formal perusahan. Hal tersebut untuk memberikan keyakinan bahwa proses Corporate
Culture Management ini adalah aktivitas yang continous.
2. Harus disusun target – target yang jelas apa yang harus dicapai sebelum proses
penyusunan Corporate Culture Management, sehingga langkah serta tujuan Corporate
Culture Management yang hendak dicapai itu jelas

4. Pelanggaran Etika Bisnis


4.1 Etika Bisnis
Perilaku Etis penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.Oleh
karena itu, bisnis seringkali menetapkan pilihan strategis berdasarkan nilai dimana pilihan

6
tersebut didasarkan atas keuntungan dan kelangsungan hidup perusahaan. Manfaat etika
bisnis dalam kelangsungan perusahaan adalah sebagai berikut (Muslich, 2004:60-61):

1) Tugas utama etika bisnis dipusatkan pada upaya mencari cara untuk menyelaraskan
kepentingan strategis suatu bisnis dengan tuntunan moralitas.
2) Etika bisnis bertugas melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis
dengan memberikan suatu pemahaman yaitu bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika.

4.2 Etika Bisnis Dalam Perusahaan


 Sekarang kalangan bisnis sudah memiliki kesadaran akan pentingnya Etika Bisnis dalam
operasi bisnis. Bahkan dalam perkembangannya Etika Bisnis tidak lagi menjadi beban yang
terpaksa harus dilaksanakan perusahan melainkan sudah menjadi salah satu strategy
pengembangan perusahaan. Karena Tujuan perusahaan dapat didefinisikan sebagai upaya
untuk “memaksimumkan kesejahteraan si pemilik dalam rentang waktu jangka panjang
melalui aktivitas penjualan barang dan/atau jasa. Contoh nyata akan manfaat etika bisnis
sebagai strategy pengembangan perusahaan misalnya Company Social Responsibility
dianggap dapat memberikan keuntungan pada perusahaan dalam bentuk profitabilitas,
kinerja financial yang lebih kokoh, menurunkan resiko bentrok dengan lingkungan sekitar,
meningkatkan reputasi perusahaan, dll.
Manfaat Etika Bisnis bagi Perusahaan :
1. Dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan
sebagai corporate culture. Hal ini terutama penting bagi perusahaan besar yang
karyawannya tidak semuanya saling mengenal satu sama lainnya. Dengan adanya etika
bisnis, secara intern semua karyawan terikat dengan standard etis yang sama, sehingga akan
mefigambil kebijakan/keputusan yang sama terhadap kasus sejenis yang timbul.
2. Dapat membantu menghilangkan grey area (kawasan kelabu) dibidang etika.
(penerimaan komisi, penggunaan tenaga kerja anak, kewajiban perusahaan dalam
melindungi lingkungan hidup).
3. Menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.
4. Menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya, kemungkinan untuk
mengatur diri sendiri (self regulation).
5. Bagi perusahaan yang telah go publik dapat memperoleh manfaat berupa
meningkatnya kepercayaan para investor. Selain itu karena adanya kenaikan harga saham,
maka dapat menarik minat para investor untuk membeli saham perusahaan tersebut.
6. Dapat meningkatkan daya saing (competitive advantage) perusahaan.
7. Membangun corporate image / citra positif , serta dalam jangka panjang dapat
menjaga kelangsungan hidup perusahaan (sustainable company).

Prinsip-prinsip Etika Bisnis


Adapun prinsip-prinsip etika bisnis yaitu sebagai berikut :
1.      Prinsip otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai
dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya.
Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi

7
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan
komunitasnya. 
2.      Kesatuan (Unity)
Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep yang memadukan keseluruhan
aspek aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan
yang homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis,tetapi kebebasan itu tidak
merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan
pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan
segala potensi yang dimilikinya.
4.      Kebenaran (kebajikan dan kejujuran)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat,sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad
(transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam
proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka
etika bisnis sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian
salah satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
5.      Prinsip keadilan / Keseimbangan (Equilibrium)
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis.
Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama
kepada konsumen, dan lain-lain.
6.      Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat
jahat dan prinsip keadilan.
7.      Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena
tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan tindakannya. secara logis
prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa
yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya

8
Daftar Pustaka
Kaihatu. 2006. Good Corporate Governance dan penerapannya di Indonesia.
(http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/16505/16
497 / diakses pada 1 April 2019)

Kegiatan utama dan karakteristik perusahaan dagang.


(http://www.kamusekonomi.com/pengertian-dan-kegiatan-utama-
perusahaan-dagang.html / diakses pada 1 April 2019)

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006.


(http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf / diakses
pada 1 April 2019 )

Luo, Y. 2007. Global Dimensions of Corporate Governance. Malden: Blackwell


Publishing.

Monks, Robert A.G. and Minow, Nell. 2008. Corporate Governance: 4 th


Edition. USA: John Wiley & Sons Inc.

Neviana. 2010. Triple Bottom Line. (http://swa.co.id/my-article/triple-bottom-


line-lebih-dari-sekadar-profit / diakses pada 2 April 2019) )

Nindita Radyati ,Maria R. Majalah Mitra, Media PKBL BUMN. No. 35 Tahun IV
Juni 2010. (http://www.mmcsrusakti.org/node/788 / diakses pada 2 April
2019)

Nurkhin, Ahmad. 2010. Corporate Governance dan Profitabilitas, Pengaruhnya


terhadap Pengungkapan CSR.
(www.journal.unnes.ac.id/index.php/jda/article/download/1927/2045 /
diakses pada 2 April 2019)

Partisipasi dalam Standar Internasional “ ISO 26000 on Social Responsibility”.


(www.iso.org/wgsr / diakses pada 2 April 2019)

PT Enseval Putera Megatrading. Good Corporate Governance.


(http://www.enseval.com / diakses pada 2 April 2019).

Anda mungkin juga menyukai