Anda di halaman 1dari 9

Asuhan keperawatan pada hepatitis C

Pengkajian
Pengakajian hepatitis C terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan evaluasi diagnostik. Pada pengkajian fase kronis didapat yang
berhubungan dengan penurunan fungsi hati. Keluhan utama cepat lelah atau
malaise didapatkan pada hampir seluruh pasien hepatitis C.

Pengkajian riwayat penyakit sekarang , pasien mengeluh adanya ikterus,


cepat lelah, anoreksia, mual, muntah, kulit gatal, demam, nyeri pada abdomen
kanan atas, keluhan nyeri kepala, gangguan pola tidur, dan bisa didapatkan adanya
perubahan kesadaran secara progresif sebagai respons dari hepatik ensefalopati,
seperti kesadaran somnolen sampai koma. Pada kondisi sirosis hepatis, keluhan
yang dilaporkan adalah perut membesar (asites) , edema ekstremitas, dan adanya
riwayat perdarahan (hematematis dan melena). Mual dan muntah yang
berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi.

Pengkajian riwayat penyakit dahulu disesuaikan dengan predisposisi


secara hematologen dan sesual. Perawat menanyakan pola hidupnya, penggunaan
alkohol, perilaku seksual,serta penggunaan NAPZA.

Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan hasil sebagai berikut :


Inspeksi : pada fase kronis, ikterus merupakan tanda dan khas terutama pada
sklera. Fektor hepticus, petekie, spider nevi, dan atau teh kental.
Feses menjadi berwarna pucat(keabu-abuan atau tanah liat
berwarna). Pasien terlihat kelelahan (fatigue). Pada kondisi sirosis
hepatis akan didapatkan asites, ikterus, edema perifer, dan
didapatkan perdarahan gastrointestinal dari muntah dan melena.
Auskultasi : bising usus normal.
Perkusi : nyeri ketuk pada kuadran kanan atas.
Palpasi : perasaan masa hepar kuadran kanan atas mungkin ada.
Pengkajian pemeriksaan laboratorium, didapatkan sesuai dengan
perkembangan penyakit meliputi hal-hal seperti :
1. Pemeriksaan darah rutin, tes ginjal, dan elektrotil.
2. SPGT, alanine aminotransferase.
Oleh karena tingkat SPGT dapat berfluktuasi, sebuah niali tunggal
dalam kisaran referensi tidak mengesampingkan infeksi aktif, progresif
penyakit hati, atau sirosis (Thomas,2000).
3. Tes antibodi hepatitis C.
Anti HCV skrining serologi melibatkan enzim immunoassay (EIA),
termasuk kedua dan ketiga generasi EIAs. Tes ini adalah 97% spesifek,
tetapi tidak dapat membedakan akut dari infeksi kronis. Generasi ketiga
EIA yang paling baru menditeksi antibodi terhadap inti protein dan
strutural protein, serta dapat mengahsilakn hasil yang positif rata-rata 8
minggu setelah infeksi awal. (Mukherjee, 2009).
4. Immunoblot rekombinan assay.
Immunoblot rekombinan assay digunakan untuk mengkonfirmasi
infeksi HCV. Sebuah hasil Assay immunoblot positif definisi antibodi
terhadap 2 atau lebih antigen dan hasil assay tidak didefinisikan deteksi
antibodi terhadap antigen tunggal. (Mukherjee, 2009).
5. Pengujian kualitatif dan kuantitatif RNA HCV.
RNA HCV dapat didekteksi dalam darah menggunakan teknik
amplifikasi seperti PCR atau transkripsi yang diperantai amplifikasi
(TMA).
6. HCV genotip.
Genotip sangat membantu untuk memprediksi kemungkinan tanggapan
dan durasi pengobatan.
7. Pemeriksaan lain, adalah sebagai berikut .
a. Tes untuk ko-infeksi dengan HIV atau hepatitis B (HBV).
b. Tes pasien untuk penyalahgunaan alkohol dan narkoba.
Pengkajian Penatalaksaan Medis
Tujuan pengobatan infeksi HCV kronis adalah untuk mencapai pemberantasan
berkelanjutan HCV, serta mencegah progresif ke sirosi,HCC, dan penyakit hati
yang memperlukan transplantasi hati.
1. Intervensi rehidrasi
2. Terapi antiviral hepatitis C kronis saat direkombinasikan untuk pasien
dengan peningkatan kadar serum ALT yang a) lebih tua dari 18 tahun ; b)
temuan positif untuk antibodi dan serum RNA HCV ; c) memiliki biopsi
tidak penting ; dan d) tidak memiliki kontraindikasi untuk pengobatan.
(Mukherjee, 2009)
3. Pembedahan. Reseksi bedah karsinoma hepatoselular atau othotopic
transplantasi hati (OLT) adalah pengobatan pilihan utnuk pasien dengan
kegagalan hepatik fulminan yang gagal utnuk memulihkan dan untuk
pasien dengan stadium akhir penyakit hati (Todo, 1991)
4. Terapi diit. Pada kondisi akut dan hepatitis krosnis (nonsirosis), pemberian
diit tidak ada pembatasan. Pada sirosis (tanda-tanda yang menonjol atau
ensefalopati hipertensi portal) diberikan diit natrium rendah (1,5g/hari),
tinggi kalori-protein. Dalam kasus hiponatremia dilakukan pembatasan
cairan (1,51/hari).

Diagnosis
1. Aktual/risiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan
hiperamininniema, ensefalopati.
2. Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan dan lektrolit berhubungan dengan
muntah, hipokalemia, penurunan intake cairan oral, diaforesis.
3. Pemenuhan informasi berhubungan dengan ketidakadekuatan informasi
penatalaksanaan perawatan dan pengobatan, rencana perawatan rumah.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan makanan yang kurang adekuat.
5. Aktual/risiko gangguan integumen berhubungan dengan spider nevi,
pruritus, respons ikterus, peningkatan kadar bilirubin pada sistem vaskular
integumen.
6. Intoleransi aktivitas behubungan dengan cepat lelah, kelemahan fisik
umum, sekunder dari perubahan metabolisme sistemik.
7. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi sistemik, penurunan cairan
tubuh, perubahan metabolisme.
8. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi lokal organ hati.
9. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit.

Rencana keperawatan

Rencana intervensi disusun sesuai dengan tingan toleransi individu. Untuk intervensi
nyeri dan kecemasan dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada gangguan
gastrointestinal lainnya. Untuk intervensi intoleransi aktivitas, hipertermi, aktual/ risiko
pola napas tidak efektif, aktual risiko gangguan integritas intergumen, dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat disesuaikan dengan
hepatitis A dan hepatitis B.

Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


muntah, hipokalemia, penurunan intake cairan oral, diaforesis
Tujuan: dalam waktu 3 jam pasca- rehidrasi, intake cairan dan elektrolit optimal.
Kriteria hasil :
a. Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal, kesadarn optimal.
b.Membran mukosa lembab. Tugor kulit normal, CRT <3 detik.
c. Labotarium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal.
d.Penurunan respons muntah.

Intervensi Rasional
Intervensi pemenuhan cairan :
a. Identifikasi faktor penyebab, awitan
a. Parameter dalam menentukan
(onset), spesifikasi usia dan adanya
intervensi kedaruratan adanya riwayat
riwayat penyakit lain. keracunan dan usia anak atau lanjut
usia memberikan tingkat keparahan
dari kondisi ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit.
b. Kolaborasiskor dehidrasi b. Menentukan jumlah cairan yang
diberikan sesuai dengan derajat
dehidrasi dari individu
c. Lakukan pemasangan IVFD c. Apabila diare dan muntah berlanjut,
maka lakukan peamasangan IVFD.
Pemberian cairan intravena
disesuaikan dengan derajat dehidrasi.
Dokumentasi dengan akurat tentang Sebagai evaluasi penting dari intervensi
intake dan output cairan. hidrasi dan mencegah terjadinya
overhidrasi.
Bantu pasien apabila muntqaah Aspirasi : muntah dapat terjadi terutama
pada usia lanjut dengan perubahan
kesadaran. Perawat mendekatkan tempat
muntah dan memberikan masase ringan
pada pundak untuk membantu menurunkan
respons nyeri dari muntah.
Intervensi pada penurunan kadar
eletrolit.
a. Evaluasi kadar elektrolit serum a. Untuk mendeteksi adanya kondisi
hiponatermi dan hipokalemi sekunder
dari hilangnya elektrolit dari plasma.
b. Dokumentasi perubahan klinik dan b. Perubahan klinik seperti penurunan
laporan dengan tim medis urine output secara akut perlu diberitahu
kepada tim medis untuk menapatkan
intervensi selanjutnya dan menurunkan
risiko terjadinya asidosis metabolik

1. Pemenuhan informasi berhubungan dengn ketidakadekuatan


informasi penatalaksanaan perawatan dan pengobatan, rencana
perawatan rumah
Tujuan : dalam waktu 1x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi
Kriteria evaluasi :
a. Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang
diberikan.
b. Pasien termotivasi untuk melaksanaan penjelasan yang telah diberikan

Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien Tingkat pengetahuan
tentan kondisi penyakit dan dipengaruhan dipengaruhan oleh
rencana perawatan rumah kondisi sosial ekonomi pasien.
Perawat menggunakan
pendekatan yang sesuai dengan
kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan
tersebut perawat dapat lebih
terarah dalam memberikan
pendidikan yang sesuai dengan
pengetahuan pasienvsecara
efisiensi dan efektif.
Cari sumber yang meningkatkan Keluarga terdekat dengan pasien
penerimaan informasi perlu dilibatkan dalam
pemenuhan informasi untuk
menurunkan risiko misinterpretasi
terhadap informasi yang
diberikan.
Berikan informasi pada pasien a. Pasien satu minggu tidak
yang akan menjalin perawatan dianjurkan melakukan
rumah, meliput: aktivitas rutin yang berat,
a. Anjurkan untuk istirahat seperti jogging, bersepeda
stelah pulang atau lari.untuk aktivitas
b. Anjurkan untuk rutin dapat dilakukan
melakukan kontrol sesuai tingkat atau
c. toleransi individu.
b. Pasien dengan sirosis
harus diskrining untuk
HCC dan varises
esofagus

Evaluasi
Hasil yang dihadapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut :
1. Pola napas kembali efektif
2. Aktifitas pasien dapat optimal sesuai tingkat toleransi.
3. Informasi kesehatan terpenuhi sesuai kondisi individu.
4. Terjadi penurunan hipertensi.
5. Intake nutrisi adekuat.
6. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Penurunan respons nyeri.
8. Penurunan tingkat kecemasan.

Pengkajian
Pada pengkajian D secara klinik biasanya tidak jauh berbeda dengan
kondisi hepatitis virus lainnya.
Pengkajian riwayat penyakit sekarang , pasien mengeluh adanya ikterus, cepat
lelah, anoreksia, mual, muntah, kulit gatal, demam, nyeri pada abdomen kanan atas,
keluhan nyeri kepala, gangguan pola tidur, dan bisa didapatkan adanya perubahan
kesadaran secara progresif sebagai respons dari hepatik ensefalopati, seperti kesadaran
somnolen sampai koma. Pada kondisi sirosis hepatis, keluhan yang dilaporkan adalah
perut membesar (asites) , edema ekstremitas, dan adanya riwayat perdarahan
(hematematis dan melena). Mual dan muntah yang berkepanjangan dapat menyebabkan
dehidrasi.
Pengkajian riwayat penyakit dahulu disesuaikan dengan predisposisi secara
hematologen dan sesual. Perawat menanyakan pola hidupnya, penggunaan alkohol,
perilaku seksual,serta penggunaan NAPZA.
Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan hasil-hasil sebgai berikut.
Insfeksi : pada fase kronis, ikterus merupakan tanda khas, terutama pada sklera. Urine
gelap warna kecoklatan, seperti cola atau teh kental. Pasien terlihat kelelahan
Auskultasi : biasanya bising usus normal.
Perkusi : nyeri ketuk pada kuadran kana atas
Palpasi : nyeri palpasi kuadran kanan atas mungkin ada.
Pengkajian pemeriksaan laboratorium, didapatkan sesuai dengan perkembangan
penyakit, meliputi hal berikut ini:
1. Pemeriksaan darah rutin, tes fungsi ginjal dan elektrolit.
2. Peningkatan alanine aminotransferase dan aspartat aminotranferase tingkat lebih
besar dari 500 IU/L.
3. HbsAg diperlukan untuk replikasi HDV, tetapi pada pemeriksaan bisa tidak
terdeteki akibat replikasi HDV aktif.
4. Hasil tes serum pada pasien dengan ko-infeksi dengan HDV dan HBV.
5. A. Hasil yang positif untuk antigen HDV dalam 20%.
6. Hasil yang RNA HDV dalam 90%
7. Hasil untuk HDV imunoglobbulin G. Penemuan antibodi A terhadap antigen
HDV berhubungan dengan infeksi HDV kronis.

Pengkajian Penatalaksanaan Medis


Intervensi suportif dilakukan dengan pemberian terapi hidrasi dan memonito
sintetis fungsi hati dan status kesadarn. Transplantasi hati diindikasikan pada pasien
dengan kegagalan hati fulminan. Diet dan aktivitas tidak perlu dibatasi. Antivirus terapi
dengan interferon alfa dapat dipertimbangkan pada pasien dengan infeksi kronis

Diagnosis Keperawatn
1. Aktual/risiko ketidakseingan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah,
hipokalemia, penurunan intake cairan oral, diaforasis.
2. Pemenuhan informasi berhungan dengan ketidakadekuatan informasi
penatalaksanaan perawatan dan pengobatan, rencana perawatan rumah.
3. Ketidakseimbnagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang adekuat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan cepat lelah, kelemahan fisik umum,
sekunder dari perubahan metabolisme sistemik.
5. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi sistemik, penurunan cairan tubuh,
perubahan metabolisme.
6. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi lokal organ hati.
7. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit.

Rencana Keperawatan

Rencana intervensi disusun sesuai dengan tingan toleransi individu. Untuk


intervensi nyeri dan kecemasan dapat disesuaikan dengan masalah yang sama
pada gangguan gastrointestinal lainnya. Untuk intervensi intoleransi aktivitas,
hipertermi, aktual/ risiko pola napas tidak efektif, aktual risiko gangguan
integritas intergumen, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dapat disesuaikan dengan hepatitis A dan hepatitis B.

1. Pemenuhan informasi berhubungan dengan ketidakadekuatan


informasi penatalaksanaan perawatan dan pengobatan, rencan
perawatan rumah.
Tujuan : dalam waktu 1x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi
Kriteria evaluasi :
a. Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
b. Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.

Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien Tingkat pengetahuan dipengaruhi
tentang kondisi penyakit dan oleh kondisi sosial ekonomi pasien.
rencana perawatan rumah Perawat menggunakan pendekatan
yang sesuai dengan kondisi individu
pasien. Dengan mengetahui tingkat
pengetahuan tersebut perawat dapat
lebih terarah dalam memberikan
pendidikan yang sesuai dengan
pengetahuan pasien secara efisien
dan efektif.
Berikan informasi pada pasien
yang akan menjalani perawatan
rumah, meliputi : a. Pasien selama satu minggu tidak
a. Anjurkan istirahat setelah dianjurkan melakukan aktivitas
pulang. rutin yang berat, seperti jogging,
bersepeda, atau lari. Untuk
aktivitas rutin dapat dilakukan
sesuai tingkat toleransi individu.
Pasien tidak boleh kembali ke
sekolah atau bekerja selama satu
minggu setelah onset penyakit.
b. Makanlah yang bervariasi, diet,
sehat, ambil bagian dalam
b. Anjurkan untuk memenuhi diet beberapa aktivitas fisik setiap
dan istirahat. hari, dan mendapatkan banyak
istirahat.
c. Keluarga pasien diberitahu cara
c. Ajurkan untuk menghindari transmisi HDV dan ikut terlibat
transmisi HDV. dalam menjaga kondisi pasien.
Mengubah perilaku berisiko
tinggi, termasuk penggunaan
narkoba suntikan atau praktik
seksual yang tidak aman. Pasien
dengan HDV kronis dan infeksi
HBV tidak boleh mendonorkan
darah, berbagi sikat gigi, atau
d. Anjurkan untuk melakukan pisau cukur.
prakik aman dalam aktivitas d. Menurunkan epidemiologi
seksual. transmisi HDV. Sampai saat ini
masih belum ada vaksin untuk
pencegahan penularan HDV.
Cara terbaik untuk mencegah
penularan HDV adalah
mencegah kontak dengan darah
yang terinfeksi dan organ, serta
menghindari risiko tinggi
perilaku seksual seperti seks
bebas dan anal kontak. Pasien
dengan hepatitis D harus
e. Beritahu untuk melakukan disarankan untuk menggunakan
kontrol (follow up). kondom selama hubungan
seksual.
e. Follow—up yang
direkomendasikan paling sedikit
6 bulan untuk menentukan
apakah HBV kronis dan infeksi
HDV berkembang.
Beritahu pasien dan keluarga Intervensi penting untuk mencegah
apabila didapatkan perubahan klien risiko kerusakan hati yang lebih
untuk segera memeriksa diri. parah. Jika pasien memiliki gejala,
maka istirahat fisik sampai gejala
memaik. Jika gejala memburuk pada
setiap saat, hubungi dokter. Semakin
baik mengurus diri sendiri, semakin
besar kemungkinan penekanan
aktivitas dari HDV.

Evalusai
Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi adalah sebagai
berikut :
1. Aktivitas pasien dapat optimal sesuai tingkat toleransi.
2. Informsi kesehatan terpenuhi sesuai kondisi individu.
3. Terjadi penurunan hipertermi.
4. Intake nutrisi adekuat.
5. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Penurunan respons nyeri.
7. Penurunan tingkat kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai