Anda di halaman 1dari 19

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

Agama dan Kebudayaan

Amri Marzali
Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya
amarzali@yahoo.com

Abstract

This article discusses religion as concept that rooted from the English terms “religion” and which
includes the form of religious revelation, local religion, and natural religion. This articles aims to
provide an introduction for the study of religion using socioanthropology perspective; a
perspective which combine sociology, social, and cultural anthropology.

Keywords: Religion, Culture, Anthropology

Abstrak

Artikel ini membahas agama yang memiliki pengertian sebagai religion dalam bahasa Inggris,
termasuk apa yang disebut agama wahyu, agama natural, dan agama lokal. Artikel ini bertujuan
memberikan pengantar singkat dalam mempelajari agama menurut disiplin ilmu sosioantropologi,
yaitu gabungan dari disiplin ilmu sosiologi, antropologi sosial, dan antropologi kultural.

Kata kunci: Agama, Kebudayaan, Antropologi

Pendahuluan Anthropological Studies of Religion; an


Introductory Text oleh Brian Morris
Tulisan ini dimaksudkan sebagai (1987); Introducing Anthropology of
pengantar singkat dalam mempelajari Religion oleh Jack David Eller (2007);
agama menurut disiplin ilmu Sociology of Religion oleh Jochim Wach
sosioantropologi, yaitu gabungan dari (1977); Kajian Sosiologi Agama
disiplin ilmu sosiologi, antropologi sosial, (terjemahan) oleh Betty R. Scharf
dan antropologi kultural. Kajian terhadap (1995/1970); dan The Sociology of
agama dari sudut ilmu sosioantropologi Religion oleh Thomas O’Dea (1969).
dikenal menggunakan beberapa Kedua adalah jenis buku-buku kumpulan
pendekatan. Antara lain, Thomas O’Dea karangan (readings), misalnya buku
yang menggunakan pendekatan Agama: Dalam analisa dan Interpretasi
fungsional, Betty Scharf yang Sosiologis (terjemahan) oleh Roland
menggunakan pendekatan sosiologis, dan Robertson, ed. (1988/1980); Reader in
Brian Morris yang menggunakan Comparative Religion: an
pendekatan antropologis Scharf Anthropological Approach oleh Lessa &
1995/1970; O’Dea 1969; Morris 1987). Vogt (1979) dan Antropologi Agama oleh
Tony Rudyansjah (2012). Ketiga adalah
Ada begitu banyak buku pelajaran tentang jenis buku-buku perbandingan agama,
agama dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya misalnya buku-buku The Religion
yang berbahasa Inggris, dan setiap buku Experience of Mankind oleh Ninian Smart
mempunyai cara tersendiri dalam (1980/1965); The Religions of Man oleh
penyusunannya. Beberapa antaranya Huston Smith (1958); dan Comparative
adalah sebagai berikut. Pertama, jenis Religion: an Introduction Through Source
buku-buku pengantar, misalnya buku Materials oleh Michael Pye (1972).

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 57


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

Keempat, jenis buku-buku perbandingan mengikuti salah satu dari kedua tradisi ini,
teori-teori dan pendekatan-pendekatan tetapi menggabungkannya secara elektif.
dalam kajian agama dari sudut ilmu-ilmu Penulis berpendapat bahwa hal ini lebih
sosial, misalnya buku Aneka Pendekatan tepat dan lebih sesuai untuk masyarakat
Studi Agama (terjemahan) oleh Peter Indonesia yang sedang bergerak
Connolly (2009/2002) dan Seven Theories meninggalkan tipe masyarakat pertanian,
of Religion (terjemahan) oleh Daniel L. perdesaan dan tradisional menuju pada
Pals (2011/1995). Kelima, terakhir adalah tipe masyarakat industri, perkotaan dan
jenis buku-buku pelajaran tentang agama moderen. Perbedaan dan persamaan dari
dengan pendekatan dan padangan yang kedua antropologi ini terutama terletak
khas milik pengarang itu sendiri, misalnya pada subject matter kajiannya.
buku The Sacred Canopy oleh Peter L.
Berger (1969), The Invisible Religion oleh Subject matter kajian antropologi sosial
Thomas Luckmann (1972), dan The adalah sama dengan sosiologi, yaitu
Sociology of Religion oleh Harold hubungan-hubungan sosial yang terkristal
Fallding (1974). dalam struktur sosial dan institusi sosial
suatu komunitas. Namun, berbeda dari
Agama dalam perspektif sosiologi yang memiliki tradisi
mempelajari komuniti-komuniti industri,
Istilah agama dalam kajian perkotaan dan moderen, maka antropologi
sosioantropologi adalah terjemahan dari sosial mengkaji struktur sosial dan
kata religion dalam bahasa Inggris, tidak institusi sosial milik komuniti-komuniti
sama dengan istilah agama dalam bahasa kecil arkaik-tradisional di perdesaan,
politik-administratif pemerintah Republik karena itu antropologi sosial juga disebut
Indonesia. Dalam karangan ini, agama micro sosiology. Perbedaan kedua terletak
adalah semua yang disebut religion pada cara pengambilan kesimpulan
dalam bahasa Inggris, termasuk apa yang umum. Berbeda dari sosiologi yang
disebut agama wahyu, agama natural, dan umumnya mengambil kesimpulan umum
agama lokal. “Agama” dalam pengertian dengan cara statistik dan kuantitatif, maka
politik-administratif pemerintah Republik antropologi sosial mengambil kesimpulan
Indonesia adalah agama resmi yang diakui dengan cara komparatif dan kualitatif.
oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen Oleh karena itu antropologi sosial juga
Protestan, Katolik, Hindu dan Budha, dan disebut dengan nama comparative
pada masa akhir-akhirnya ini juga sociology. Sosioantropologi memper-
dimasukan agama Kongkucu (Saifudin tahankan pendekatan kualitatif, tetapi
2000: 2). Perbedaan antara istilah agama perhatian diberikan kepada jenis-jenis
yang digunakan dalam karangan ini komunitas yang lebih luas, baik
dengan yang digunakan oleh pemerintah komunitas arkaik-tradisional maupun
Republik Indonesia tidak akan dibahas komunitas industri-moderen. Dengan
lebih jauh, karena berlakunya adalah khas demikian aneka fenomena keagamaan
di Indonesia saja. yang dibahas termasuk fenomena
keagamaan yang berasal dari kedua jenis
Pendekatan Sosioantropologis dalam komunitas tersebut.
Kajian tentang Agama.
Sementara itu subject matter dari kajian
Sosioantropologi berasal dari sinkronisasi antropologi kultural Amerika adalah
disiplin ilmu social anthropology yang budaya (culture) dari komunitas. Meski
menjadi tradisi di Inggris dan cultural antropologi sosial juga mempelajari
anthropology yang menjadi tradisi di budaya, tetapi cara pandang kedua jenis
USA. Penulis memilih untuk tidak antropologi itu terhadap budaya adalah
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

berbeda. Bagi arus utama antropologi “kultur” oleh Goodenough, seorang


kultural USA, sejak tahun 1960an budaya pemikir konsep kultur dalam Antropologi
dilihat sebagai sistem ideasional (sistem Kultural Amerika. Kedua konsep ini
gagasan) yang berada di belakang pola- mengacu kepada “aturan-aturan” atau
pola perilaku komunitas, yaitu di belakang “grammar” kehidupan sosial (Durkheim
struktur sosial dan institusi sosial 1966; Goodenough 1981). Banyak yang
komunitas tersebut. Salah satu definisi mengatakan bahwa perbedaan antara
dari budaya yang berpengaruh dalam Antropologi Sosial (Inggris) dari
aliran antropologi kultural adalah seperti Antropologi Kultural (Amerika) hanyalah
yang dikatakan Haviland (1990): semacam dua label dari satu botol yang
sama. Pembahasan tentang perbedaan
“Culture is a set of standards shared by tradisi antropologi sosial Inggris dan
members of a society, which when acted antropologi kultural Amerika tidak akan
upon by the members, produce behavior that diperpanjang lebih jauh, karena hal ini
falls within a range of variation the hanyalah sekedar sebagai pembanding
members consider proper and acceptable.”
saja dalam memahami pendekatan
keilmuan yang diambil dalam
“A set of standard” atau sistem gagasan sosioantropologi.
ini dapat dalam bentuk “structures of
meaning” atau “system of knowledge,” Definisi Agama Sosioantropologi
atau berbagai bentuk sistem gagasan lain
(Geertz 1973; Spradley 1973). Yang Dari sudut pandang sosioantropologi, atau
penting untuk dipahami adalah bahwa “a ilmu-ilmu sosial pada umumnya, agama
set of standard” atau sistem gagasan ini adalah berkaitan dengan kepercayaan
dilihat sebagai penentu utama (belief) dan upacara (ritual) yang dimiliki
(determinant) dari pola-pola perilaku bersama oleh suatu kelompok masyarakat.
komunitas. Bagi antropologi sosial Agama berkaitan dengan ‘transcends
Inggris, budaya bukanlah subjek kajian experience’ kata sosiologist Itali, Vilfredo
utamanya. Budaya dilihat hanya sebagai Pareto, yaitu pengalaman dengan ‘Yang di
pelengkap atau subordinat (subsidiary; atas’, atau sesuatu yang berada di luar,
ancillary) terhadap struktur sosial dan sesuatu yang tidak terjamah (an intangible
institusi sosial (Lewis 2003: ix). Budaya, beyond). Agama begitu penting dalam
dalam pandangan antropologi sosial, bisa kehidupan manusia, mengandung aspirasi-
diumpamakan seperti pakaian yang aspirasi manusia yang paling dalam
dipakai oleh sebuah masyarakat, bukan (sublime), sumber dari semua budaya
bangunan badan struktur masyarakat itu tinggi, bahkan candu bagi manusia kata
sendiri. Budaya adalah perwujudan dari Karl Marx (O’Dea 1966: 2).
adat-adat yang khas yang membedakan
satu kelompok masyarakat dari kelompok Definisi mengenai agama dalam dunia
masyarakat yang lain, dan memberi akademik adalah masalah pelik. Penuh
jatidiri yang khas bagi masyarakat perdebatan yang serius. Cara seorang ahli
tersebut. mendefinisikan agama akan berisi tentang
penjelasan orang itu tentang peranan
Bagaimanapun setelah tahun 1960an, agama dalam masyarakat. Definisi itu
perbedaan antara Antropologi Sosial juga mencerminkan penafsiran seorang
Inggris dan Antropologi Kultural Amerika ahli tentang isu-isu yang berkaitan dengan
makin menyempit. Dikatakan bahwa apa agama, seperti perubahan sosial,
yang disebut “sosial struktur” oleh tokoh modernitas, agama tanpa gereja, dan
sumber inspirasi Antropologi Sosial sebagainya. Oleh karena itu diusulkan
Inggris, yaitu Durkheim, adalah persis agar lebih baik membuat definisi untuk
sama seperti apa yang dimaksud dengan
Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 59
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

kegunaan strategi saja, bukan sebagai dibuat oleh agama bagi individu dan
pernyataan tentang ‘kebenaran.’ Satu kelompok sosial. Disini isi dari
definisi strategi memberi kemudahan bagi kepercayaan dan praktik agama kurang
kita untuk memfokuskan bidang penting. Contoh dari definisi fungsional
perbincangan dan memberi panduan yang tipikal adalah dari C. Geertz, yang
kepada cara berpikir tentang agama. mengatakan bahwa agama adalah “…(1) a
Definisi itu tergantung kepada seberapa system of symbols which acts to (2)
berguna definisi tersebut untuk keperluan establish powerful, pervasive, and long-
kajian kita. Karena itu, tidak terlarang lasting moods and motivations in men by
kita membuat definisi tentang agama yang (3) formulating conceptions of a general
berlainan dari yang dibuat oleh orang lain order of existence and (4) clothing these
(McGuire 2002: 8). conceptions with such an aura of
factuality that (5) the moods and
Jenis definisi strategi yang biasa motivations seem uniquely realistic”
digunakan oleh ahli sosioantropologi (Geertz 1966: 4). Agama adalah “(1) a
adalah definisi substantif dan definisi system of symbols,” (2) yang punya fungsi
fungsional. Definisi substantif berusaha psikologikal, (3) kultural, (4) sosial, (5)
membangun pengertian tentang apa sehingga moods dan motivations itu
agama itu; manakala definisi fungsional nampak seolah-olah realistik. Jika dikaji
menggambarkan apa yang dibuat oleh latar belakang kelahiran definisi ini, maka
agama. Contoh definisi substantif, dapat diduga bahwa definisi agama ini
misalnya adalah dari Melford Spiro, yang berasal dari aliran simbolik antropologi,
mengatakan agama adalah “Satu institusi yang berkembang di Departement of
yang terdiri dari pola-pola interaksi Social Relations di Harvard University,
kultural dengan makhluk-makhluk adi- tahun 1950-70an, tempat Clifford Geertz
kodrati yang dipercayai secara kultural” membuat studi doktoralnya.
(An institution consisting of culturally
patterned interaction with culturally Berikut ini akan dibahas beberapa definisi
postulated superhuman beings) (Spiro agama yang telah dimajukan oleh para
1966: 96). Yang dimaksudkan dengan sarjana sosioantropologi. Kita mulai
‘institusi’ disini adalah ‘pola-pola perilaku dengan definisi dari Milton Yinger
dan kepercayaan yang dimiliki bersama (1957). Dikatakan oleh Yinger bahwa
oleh satu masyarakat’ (socially shared “Agama adalah pengetahuan kultural
patterns of behavior and belief). Definisi tentang sang supernatural yang digunakan
substantif ini punya kelebihan bahwa oleh manusia untuk menghadapi masalah
ianya lebih spesifik daripada definisi paling penting tentang keberadaan
fungsional. Lebih eksplisit tentang isi dari manusia di muka bumi ini” (Religion is
agama. Lebih sempit dan jelas daripada the cultural knowledge of the supernatural
definisi fungsional. Definisi ini lebih tepat that people use to cope with the ultimate
untuk mempelajari agama dalam problem of human existence). Substansi
masyarakat yang stabil tidak banyak agama adalah pengetahuan kultural, jadi
perubahan. Namun, definisi ini akan merupakan ciptaan manusia, bukan
mengalami kesulitan dalam penelitian diturunkan dari Tuhan. Kedua, Raymond
tentang masyarakat yang berubah cepat, Firth mengatakan “Agama adalah satu
atau tentang perubahan agama, dan seni kemanusiaan (a human art) yang
akibatnya akan menghasilkan pengertian mampu mencapai tingkat intelektual dan
yang berbeda tentang perubahan sosial. artistik terbesar, tapi juga mampu
mencapai kerja manipulasi yang kompleks
Di pihak lain definisi fungsional mem- untuk memenuhi keperluan manusia yang
fokuskan perhatian kepada apa yang percaya” (Firth 1996). Substansi adalah
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

menurut Firth adalah seni kemanusiaan Substansi dari agama menurut Haviland
(human art). adalah kepercayaan dan ritual yang
tercipta karena keadaan manusia yang
Seterusnya adalah Wallace yang tidak berdaya dari segi teknologi dan
mengatakan “Agama adalah satu organisasi. Contoh terakhir adalah definisi
perangkat ritual, dirasionalisasikan oleh agama menurut Paul Radin (1957). Radin
mitos-mitos, untuk menggerakkan mendefinisikan agama sebagai
kekuatan supernatural dengan tujuan kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan
untuk memperoleh, atau mencegah, dan adikodrati dan ritual yang berkaitan
mengubah keadaan manusia dan alam” dengan kepercayaan tersebut. Hampir
(Religion is a set of rituals, rationalized semua definisi di atas mengatakan bahwa
by myth, which mobilizes supernatural agama adalah ritual (upacara) yang
powers for the purpose of achieving or dilakukan atas dasar kepercayaan kepada
preventing transformations of state in man makhluk atau kekuatan adikodrati. Jadi
and nature) (Wallace 1966). Substansi keimpulan akhir, substansi utama dari
dari agama menurut Wallace adalah ritual- agama adalah ritual dan kepercayaan.
ritual (upacara) ciptaan manusia
berasaskan atas mitos-mitos. Kelima Substansi agama menurut definisi-definisi
adalah dari Tremmel yang mengatakan di atas adalah sesuai dengan definisi yang
“Agama adalah cara-cara manusia digunakan dalam berbagai agama,
berperilaku dalam usaha meng-hadapi termasuk agama Islam. Dalam Islam,
aspek-aspek kehidupan manusia yang agama dipercayai terdiri dari dua unsur
menakutkan dan tidak mampu untuk pokok, yaitu “beliefs” atau “kepercayaan”
dimanipulasi.” Cara-cara itu antara lain atau aqidah; dan “patterns of behavior”
adalah dengan mengerjakan berbagai atau“ritual” atau syariah sebagai
teknik intelektual, ritual dan moral konsekwensi daripada aqidah tersebut.
(Tremmel 1976). Dalam konsep Islam, kepercayaan atau
aqidah adalah “rukun iman,” sedangkan
Seterusnya adalah definisi dari Haviland ritual atau syariah adalah “rukun Islam.”
yang mengatakan, “Agama adalah Bagaimanapun, berbeda dengan anggapan
kepercayaan dan pola tingkah laku, yang sosioantropologi, berbagai agama samawi
digunakan oleh manusia untuk (agama wahyu) percaya bahwa agama
menghadapi apa yang mereka pandang bukan buatan manusia, tapi bersumber
sebagai masalah-masalah penting yang dari kebenaran-kebenaran yang berasal
tidak dapat diselesaikan dengan cara dari Tuhan yang diturunkan melalui
menggunakan teknologi atau teknik malaikat kepada nabi-nabi, dan nabi-nabi
organisasi yang mereka punya. Untuk meneruskan ajaran-ajaran ini kepada
mengatasi kekurangan-kekurangan ini, manusia. Agama bukanlah rekayasa yang
manusia beralih ke perbuatan ada dalam pikiran manusia tentang adanya
memanipulasi makhluk dan kekuatan kekuatan dan makhluk adikodrati.
supernatural” (Religion may be regarded
as the beliefs and patterns of behavior by Dengan demikian golongan agamawan
which humans try to deal with what they tidak dapat menerima definisi
view as important problems that cannot sosioantropologi bahwa agama adalah
be solved through the application of ritual dan kepercayaan buatan manusia
known technology or techniques of semata-mata. Definisi sosioantropologi di
organization. To overcome these atas adalah definisi golongan yang tidak
limitations, people turn to the percaya kepada Tuhan, yaitu orang-orang
manipulation of supernatural beings and yang tidak percaya akan adanya makhluk
powers) (Haviland 1996). dan kekuatan adikodrati. Mereka berpikir

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 61


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

secara rasional, logik dan objektif; bahwa Agama-agama yang digambarkan oleh
segala sesuatu harus masuk akal dan dapat Tylor dan Frazer tersebut bukanlah
dibuktikan melalui panca-indera. agama. Agama yang benar-benar agama,
Sesungguhnyalah bahwa sebagian besar ialah kepercayaan yang diwahyukan dari
sarjana-sarjana Barat yang ahli dalam Tuhan, yaitu agama Nasrani seperti yang
kajian agama, terutama Freud adan Marx, dianut oleh masyarakat Barat pada masa
di atas adalah orang-orang yang boleh itu. Oleh karena itu, meski ‘bangsa-bangsa
disebut sebagai atheis. primitif’ itu punya kepercayaan
keagamaan, tetapi dalam pandangan orang
Sains vs Teologi Eropah mereka tetap dianggap sebagai
kaum kapir atau pagan.
Buku Darwin, The Origin of Species
(1858) telah menimbulkan perdebatan Bagaimanapun, meski terus berada dalam
besar dalam masyarakat Eropa, keadaan perdebatan dan kontroversial,
melahirkan pertentangan antara mereka perhatian terhadap kajian-kajian agama
yang percaya bahwa makhluk manusia secara ilmiah dengan menggunakan akal
adalah ciptaan Tuhan (theology) melawan sehat (common sense) terus makin maju
mereka yang percaya dengan teori dan berkembang di Eropah. Dua puluh
Darwin (sience) bahwa manusia bukan tahun setelah penerbitan buku Tylor, yaitu
ciptaan Tuhan, tetapi adalah hasil dari pada tahun 1891, seorang sarjana teologi
proses evolusi makhluk-makhluk Jerman yang bernama Müller, dalam The
semenjak bumi terbentuk jutaan tahun Gifford Lectures di the University of
yang lampau. Dalam kajian Glasgow (1891) mulai berani mengatakan
sosioantropologi pendukung kepercayaan di depan publik bahwa agama apa saja,
yang pertama disebut pengikut teori termasuk agama alamiah atau Nasrani,
kreasi, sedangkan yang kedua disebut dapat dikaji secara ilmiah (saintifik)
pendukung teori evolusi. Pada abad ke 19 (Müller 1892). Müller memperlihatkan
itu di Eropah, agama dengan asas teori bahwa kepercayaan kepada Tuhan
kreasi, di satu pihak, dan sains dengan (supernatural being) dapat dicapai oleh
asas teori evolusi, di pihak lain, adalah manusia dengan menggunakan akal sehat,
dua bidang pemikiran yang tidak dapat tanpa merujuk kepada wahyu-wahyu yang
diselaraskan. Masing-masing berjalan tercantum dalam kitab-kitab suci. Manusia
sendiri-sendiri. dapat sampai kepada pemikiran tentang
adanya supernatural beings tanpa
Kajian terhadap agama di Eropa pada membaca atau belajar dari kitab-kitab suci
masa itu, yaitu terhadap agama Nasrani, Nasrani. Kajian terhadap agama yang
hanyalah menggunakan pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan
teologis yang dilakukan oleh para teolog. menggunakan pendekatan historis, antara
Kajian-kajian dibuat berasaskan pada dalil lain dengan mempelajari bukti-bukti yang
dan doktrin yang ada dalam kitab suci dan dikumpulkan dalam the Sacred Books of
kisah-kisah para rasul. Apabila 13 tahun the East.
setelah buku Darwin Origin of Species,
Edward Burnett Tylor dalam buku Meski pernyataan Müller ini masih
Primitive Religion (1871) dan James dianggap sebagai satu kerancuan pada
Frazer dalam buku The Golden Bough masa itu, namun pernyataan itu dapat
(1890) memperkenalkan agama-agama dipandang sebagai titik awal kemunculan
alamiah (natural religions) yang dianut satu ilmu baru dalam khazanah ilmu
oleh ‘bangsa-bangsa primitif’ secara jelas pengetahuan masyarakat Eropa, yaitu the
dan panjang lebar, masyarakat Barat Science of Religion, ilmu yang
melihatnya sebagai kepercayaan karut. mempelajari agama bukan dari sudut
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

pandang teologis tapi secara saintifik. pernyataan dan suruhan (wahyu) dari
Sebenarnya, dalam konteks per- tuhan. Begitu seseorang mengatakan tidak
kembangan ilmu pengetahuan tentang percaya kepada makhluk dan kekuatan
agama di Eropa, Müller hanyalah adikodrati, maka hilanglah agamanya.
pemukul gong saja tentang tanda
bermulanya satu disiplin ilmu baru, Seseorang yang percaya pada agama
karena pada masa itu pemikiran- tertentu (agamawan) yang mempelajari
pemikiran saintifik tentang agama agama dengan pendekatan sains harus
memang sedang berkembang marak di menerima kenyataan bahwa dia sedang
Eropa, sebagaimana diperlihatkan oleh berada dalam keadaan dilematis, dia
buku-buku Edward B. Tylor dan James menerima kedua prinsip yang
Frazer. Seperti rekan-rekan mereka dalam bertentangan di atas dalam waktu yang
bidang ilmu-ilmu sains, para ilmuan sama. Di satu pihak, dia menerima agama
tentang agama ini bekerja menurut sebagai bagian dari system of knowledge
metode sains modern, berdasarkan fakta (sains) berarti menerima kebenaran sosial
dan bukti yang kuat, berusaha menarik dari agama; bahwa agama itu dianut oleh
kesimpulan-kesimpulan umum secara sebagian besar manusia; bahwa agama itu
logik, membangun teori dan hipotesa yang telah mempengaruhi secara signifikan
dapat diuji secara benar, kemudian perilaku manusia, baik secara individual
direvisi dan diperbaiki, untuk pada maupun secara komunal. Bagaimanapun,
akhirnya menemukan kebenaran yang penerimaan itu hanya sampai di otak
sejati tentang berbagai fenomena pikiran untuk kepentingan keilmuan.
keagamaan. Itulah yang disebut sebagai Menerima agama sebagai kenyataan sosial
the Science of Religion oleh Müller. seperti di atas tidak sama dengan
Kemunculan ilmu tentang agama ini tentu “percaya” tentang kebenaran doktrin-
sangat berkaitan dengan pemikiran- doktrin keagamaan sesuatu agama.
pemikiran baru yang muncul sebagai Seorang ilmuan sosioantropologi dapat
dampak dari zaman Enlightenment di menerima kebenaran sosial dari
Eropa. fenomena keagamaan, tetapi tidak perlu
menerima kebenaran doktrin sesuatu
Sains dan Teologi: Pemikiran Baiquni agama, karena dia selalu berpikir secara
saintifik, yaitu objektif dan logik. Tidak
Percanggahan antara sains dan teologi adakah jalan untuk menyelaraskan kedua
mulai lahir ketika menentukan asal mula pandangan yang berlawanan ini?
agama. Bagi sains, agama adalah Bagaimanakah cara menyelesaikan
kepercayaan dan ritual ciptaaan manusia, masalah dilematis ini?
hanyalah semacam gagasan yang ada
dalam pikiran manusia tentang makhluk Berkaitan dengan masalah di atas, yaitu
dan kekuatan yang berkuasa di luar dilema antara pandangan sains dan
dirinya. Sains berasal dari Barat, hasil dari pandangan teologi, di bawah ini akan
pemikiran yang lahir pada zaman disajikan dua definisi ilmu dari dua tokoh
enlightenment, bermula dari rasa tidak ilmuan yang berbeda aliran. Pertama
percaya (sceptical), berpikir secara adalah dari Carlo Lastrucci yang beraliran
rasional, logik, dan objektif. Segala positivist-materialist, sedangkan yang
sesuatu harus dapat dibuktikan secara kedua adalah dari A. Baiquni yang
objektif, melalui analisis rasional dan beraliran positivist-spiritualist-Islam.
logik. Sebaliknya, teologi bermula dari Menurut Carlo Lastrucci, ilmu (sains)
rasa percaya secara subjektif (pasrah, adalah “an objective, logical, and
yaqin). Bagi agamawan, khususnya agama systematic method of analysis of
wahyu, kepercayaan dan ritual itu adalah phenomena, devised to permit the

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 63


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

accumulation of reliable knowledge” secara prosedural, mulai dari pengamatan,


(dikutip dalam Pelto & Pelto 1978). Jadi pengukuran, analisis sampai kepada
ilmu bukanlah satu himpunan penarikan kesimpulan oleh Baiquni disebut
pengetahuan, tapi satu metode analisis dengan istilah “intizhar.” Kata “intizhar”
tentang suatu fenomena: fenomena alam, dalam bahasa Arab dalam al-Qur’an yang
sosial, atau kemanusiaan. Analisis berdekatan dengan kata “intazhara” dan
terhadap fenomena ini harus dilakukan “nazhar.” “Intazhara” dalam bahasa
secara objective (harus didukung oleh Inggeris berarti “to scrutinize, to look
bukti materi, data, fakta dan lain-lain yang closely at,” atau “to expect, to look forward
dapat dikenali dengan pancaindera orang to, to anticipate.” Nampaknya definisi
secara umum), harus logis atau logical “science” dari Lastrucci hampir sama
(harus masuk akal, harus dengan nalar, dengan definisi “intizhar” dari Baiquni,
rasio), dan harus sistematis (dilakukan yaitu metode penelitian (to scrutinize)
dengan prosedur yang jelas, teratur, dan dengan menggunakan pengamatan,
tersusun sehingga analisis dapat diulang penggolongan, perbandingan, pengukuran,
oleh orang lain). Lawan dari objektif dan analisis untuk mencapai suatu
adalah subjektif, artinya fakta tidak dapat kesimpulan, yang dilakukan secara nalar,
dikenali oleh pancaindera orang banyak, logik, atau masuk akal.
hanya dapat dikenali oleh individu-
individu tertentu saja. Lawan dari logis Bagaimanapun, ada satu hal penting yang
adalah tidak logis, atau tidak nalar, tidak tidak disebut Baiquni sebagai syarat dalam
dapat dibuktikan secara material. Lawan intizhar, yaitu sifat “objective” dari metode
dari sistematik adalah khusus, tersebut (Baiquni 1983: 2). Karena,
ideosyncratic, hanya dapat dilakukan satu berbeda dari ilmuan Barat yang hanya
kali, hanya dapat dilakukan oleh orang- mengakui satu alam, yaitu alam fisik,
orang tertentu saja, orang lain tidak dapat Baiquni mengakui adanya alam lain selain
mengulanginya. Terakhir, pekerjaan alam fisik, yaitu alam ghaib, yang hukum-
menganalisis fenomena ini dilakukan hukumnya dikuasai oleh Allah, dan
untuk menghasilkan kesimpulan- sebagian dari hukum itu telah diturunkan
kesimpulan yang dapat dipercaya, Allah kepada nabi Muhammad dalam al-
sedemikian rupa sehingga bertambah dan Qur’an. Bagi Baiquni, fenomena alam
berkembanglah ilmu itu (cummulative tidak seluruhnya bersifat kebendaan yang
knowledge). Contohnya, bahwa nabi Isa al faktanya dapat ditangkap dengan
Masih lahir tanpa ayah, tidak dapat pancaindera (objective). Sebagian dari
dipercayai oleh sains, karena manusia fakta itu adalah bersifat ghaib dan tidak
selalu terbentuk atas pertemuan sperma dapat ditangkap dengan pancaindera.
(lelaki) dan indung telur (perempuan). Misalnya, bagi ilmuan Eropa, peristiwa
Kepercayaan ini adalah tidak objektif, isra’ dan mi’raj adalah peristiwa ghaib. Ini
tidak logik, dan tidak konsisten. adalah peristiwa yang tidak masuk akal,
tidak dapat diselidiki secara ilmiah, tidak
Almarhum A. Baiquni mengatakan bahwa dapat diulang, tidak dapat diamati, idak
dalam tradisi ilmu alam (science) metode dapat diukur, dan tidak dapat dibuktikan
analisis ini dijalankan dengan cara secara objektif. Sebaliknya, bagi Profesor
melakukan observasi (pengamatan) dan fisika Baiquni yang Islam, kedua
pengukuran terhadap gejala-gejala alam, perjalanan nabi Muhammad itu (isra’ dan
kemudian barulah dilakukan analisis, dan mi’raj) adalah nyata dan benar, seperti
seterusnya diambil kesimpulan yang dapat nyata dan benarnya perjalanan austronot
diterima secara nalar (rasio, logika) Barat ke ruang angkasa. Namun berbeda
(Baiquni 1983). Seluruh proses dalam dengan perjalanan austronot yang terjadi di
metode keilmuan ini, yang dilakukan dunia fisik, maka perjalanan nabi
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

Muhammad terjadi di dunia non-fisik, Dari seluruh uraian di atas, nampak


terjadi di alam lain yang hukum-hukumnya terkesan bahwa Baiquni berada dalam dua
tidak perlu sama dengan hukum-hukum “kepercayaan.” Di satu pihak, sebagai
yang ada di alam fisik. “Maha Suci Allah, ilmuwan, beliau percaya kepada fenomena
yang telah memperjalankan hambaNya alam fisik yang objektif yang bergerak
pada waktu malam dari Masjidil Haram ke menurut hukum-hukum alam, yang harus
Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi dianalisis secara logik dan nalar (intizhar).
sekelilingnya, untuk Kami perlihatkan Baiquni mengakui, karena sifatnya yang
kepadanya sebagian dari tanda-tanda terbuka kepada umum, maka teori-teori
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia ilmu alam yang telah diterima secara
adalah Maha Mendengar dan Maha umum adalah konsensus atau mufakat dari
Mengetahui” (al-Isra’: 1). Menurut orang seluruh masyarakat ilmuwan. Tapi di pihak
yang percaya, termasuk Baiquni, nabi lain, sebagai Muslim, beliau percaya akan
Muhammad diperjalankan oleh Allah adanya alam ghaib (metafisik) dengan
dalam keadaan sehat dan waras, tidak hukum-hukum tersendiri yang berbeda dari
dalam keadaan sekarat koma hampir mati. hukum alam fisik, dan karena itu untuk
Muhammad adalah orang yang jujur. menganalisis fenomenanya berada di luar
Ucapannya adalah benar. “Kalau jangkauan nalar akal ini. Beliau percaya
Muhammad yang mengatakan itu, aku adanya kondisi yang di luar batas akal,
percaya,” demikian ditegaskan oleh Abu tidak mampu dinalar oleh akal biasa,
Bakar, khalifah pengganti Muhammad. karena kemampuan akal adalah terbatas.
Hasil kerja nalar akal dengan bukti-bukti
Adanya alam lain di luar alam fisik yang objektif menurut pancaindera tidak
dicontohkan oleh Baiquni dengan menghasilkan kebenaran mutlak, tapi
fenomena gelombang elektromagnetik relatif. Kayu standar, alat ukur panjang,
seperti halnya gelombang radio, televisi, atau standar sukatan, atau standar
radar, dan sebagainya. Gejala ini adalah timbangan, dapat berubah karena
nyata dan ada meski tidak dapat dibuktikan perbedaan suhu. Apa yang terlihat sebagai
keberadaan dan sifatnya secara objektif benda padat tidak bergerak, sebenarnya
melalui pancaindera (Baiquni 1983: 87). adalah terdiri dari massa elektron yang
Alam bukan-fisik ini disebut orang dengan sangat halus yang berputar dengan cepat
istilah metafisik. Bagaimanapun, hal yang mengelilingi pusat atom.
masih menjadi tanda tanya kini adalah
tentang kaitan antara “logic” dari Lastrucci Bagaimanapun, sebelum sampai kepada
dengan “nalar” (rasio) dari Baiquni. kerja analisis tersebut diperlukan satu
Apakah sama, atau berbeda? Atau ada kepercayaan tersendiri, satu keyakinan
penjelasan lain? Bagi Baiquni, sama tentang adanya alam ghaib dengan hukum-
dengan Lastrucci, intizhar adalah hukum tersendiri, yang berada di luar batas
menggunakan akal dan pikiran, jadi harus akal, yang hukum itu sebagian besar
logik, sebagaimana disebutkan surat Junus: berada di tangan Tuhan, dan sebagian lain
101: sudah diturunkan kepada para nabi dan
“Katakanlah (hai Muhammad): per- terbaca dalam al-Qur’an (Baiquni: 88-89).
hatikanlah dengan intizhar/nazhar apa- “Dan mereka bertanya kepadamu tentang
apa yang ada di langit dan di bumi.” roh. Katakanlah: roh itu termasuk urusan
Tuhanku, dan tidaklah kamu akan diberi
Ayat ini bagi Baiquni adalah suruhan bagi pengetahuan mengenainya kecuali sedikit
orang Islam agar menggunakan akal, logik, saja” (al-Isra’-85). Sebagai seorang
nalar dalam mengamati (menyelidiki) muslim yang melakukan intizhar dan
semua hal yang ada di bumi dan di langit. mengembangkan sains, Baiquni yakin
bahwa al-Qur’an adalah wahyu yang asli.

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 65


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

Dalam penyelidikannya, beliau telah Sains dan Agama Menurut


menemukan berbagai gejala dan hukum Vivekananda.
alam semesta yang sama dengan yang
disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur’an. Kini, kita beralih ke ajaran Hindu India.
Beliau mengetahui bahwa penemuan- Berikut adalah ringkasan dari tulisan
penemuan gejala dan hukum alam yang Swami Ranganathananda tentang
dibuat ilmuan-ilmuan Barat pada masa gabungan antara sains dan agama menurut
akhir-akhir ini ternyata sudah tersurat Vivekananda (Ranganathananda, 1964).
dalam al-Qur’an yang diturunkan Allah Vivekananda menyatakan bahwa sains dan
kepada nabi Muhammad 14 abad agama adalah dua disiplin ilmu. Ia tidak
sebelumnya. melihat agama sebagai kepercayaan saja,
tapi juga sebuah ilmu. Jika kedua jenis
Menurut Al-Abdali, sekitar satu per lima ilmu ini dikombinasikan akan
dari seluruh ayat dalam al-Qur’an adalah menghasilkan wujud menyeluruh tentang
bersifat saintifik (berkaitan dengan ilmu genius manusia. Namun dalam beberapa
pasti-alam), dan ayat-ayat ini tidak pernah abad terakhir hubungan keduanya tidak
ditafsirkan oleh nabi Muhammad (al- harmonis. Barulah pada abad ke 20,
Abdali 2008: 4). Ayat-ayat itu tidak pendekatan baru muncul untuk
mungkin dapat ditafsirkan dengan benar menghubungkan kedua ilmu manusia ini.
pada zaman tersebut, karena tingkat ilmu Sains dan agama dapat saling merangkul
pengetahuan manusia ketika itu masih tanpa menganggu sifat masing-masing, dan
cetek. Ibnu’ Abbas adalah benar ketika bekerja demi kemaslahatan manusia.
beliau enggan untuk menafsirkan seluruh Makin disadari bahwa ada elemen sains
isi al-Qur’an. Beliau tidak mau yang dapat diterima oleh agama, dan
memberikan pendapat tentang bagian dari sebaliknya ada elemen agama yang dapat
isi kitab Allah yang tidak diketahuinya. memperkuat sains. Spiritualis agung
Hanya Allah yang tahu bila masanya suatu Swami Vivekananda telah berhasil
ayat dapat ditafsirkan dan dipahami membawa sistesis kedua jenis ilmu ini.
maknanya dengan sempurna oleh manusia. Dikatakan oleh Romain Rolland, “tentang
Karena itu Baiquni yakin akan adanya equilibrium dan synthesis maka pemikiran
alam lain kecuali alam fisik yang kita konstruktif Vivekananda perlu dicatat.
hidupi ini. Adanya alam lain ini dibuktikan Beliau merangkum semua jalan spirit:
melalui pengalaman orang-orang tertentu empat yoga secara keseluruhannya,
yang pernah sekarat atau koma hampir ucapan-ucapan dan ibadah, seni dan sains,
mati. Dalam keadaan koma itu, mereka agama dan upacara, dari yang paling spirit
bercerita melihat dirinya keluar dari badan sampai ke yang paling praktikal… Beliau
jisimnya, melihat anggota keluarganya dan adalah perwujudan dari keharmonisan
dokter sedang melakukan sesuatu kepada seluruh energi manusia.”
badan jisimnya. Kemudian mereka masuk
ke sebuah ruang gelap dengan cahaya Peradaban yang kita hidupi masa kini
gemerlap tampak jauh, di mana mereka adalah hasil dari sains, sains murni dan
berkomuniskasi dengan makhluk tanpa sains terapan. Ilmu pengetahuan membawa
sosok. Di ujung perjalanan ini, mereka kepada kekuasaan, dan kekuasaan
minta sendiri, atau di suruh oleh makhluk membawa kepada pengawasan dan
ghaib itu, untuk kembali ke dunia fana manipulasi kekuatan-kekuatan alam,
kerana masih ada tugas yang harus membuat manusia mampu menentukan
diselesaikan (Baiquni 1983: 94). Baiquni kondisi kehidupan dan lingkungannya.
percaya bahwa tuhan Allah menyuruh Setiap hasil penyelidikan sains murni
umatnya untuk selalu belajar dari alam diubah menjadi sains terapan, hasilnya
dengan menggunakan akal pikiran waras. membuat manusia mampu mengontrol dan
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

memanipulasi kekuatan alam. Demikianlah menyakitkan. Bagaimanapun, setelah dua


kekuatan dari hati manusia. Namun kali Perang Dunia, ilmuan mulai sadar
demikian, kalau kita mendalami sains lebih bahwa mereka tidak mempunyai obat yang
jauh, akan terlihat keterbatasan dan meyakinkan tentang penyakit dunia. Ilmu
kekurangannya. Perubahan waktu dan yang mereka punyai tidak mencukupi.
penemuan-penemuan baru terus mengubah Dikatakan oleh Einstein: “Sains dapat
rumus-rumus dan hukum-hukum sains mengurai plutonium, tapi dia tidak dapat
yang lama. Apa yang baru dan pasti pada mengurai setan yang ada di dalam hati
abad yang lalu menjadi satu hal yang manusia.” Sains tidak mampu membuat
dangkal bila dibandingkan dengan manusia bahagia dan terpuaskan. Ini adalah
penemuan-penemuan baru pada masa kini. bidang disiplin ilmu lain, yaitu ilmu
Sains sampai hari ini baru menemukan hal- tentang hakikat dalaman manusia, itulah
hal yang di permukaan saja, belum sampai agama menurut pengertian filsafat India.
menyentuh kenyataan yang ada jauh di
bawah permukaan itu. Baru kulit luarnya. Keperluan kita sekarang, menurut
Sains bergulat dengan fenomena yang Vivekananda, ialah melihat sains dalam
dapat dikesan oleh panca indera dan sudut pandang pengetahuan dan
peralatan bantuan bagi lebih kesejahteraan manusia secara menyeluruh,
memberdayakan pancaindera tersebut. di mana sumbangan keagamaan Dunia
Terlalu sedikit realitas yang dapat dikesan Timur dan sumbangan sains Dunia Barat
oleh pancaindera dan peralatan itu, dan di saling melengkapi secara harmonis. Dunia
belakangnya terdapat tanda-tanda tentang spirit Timur adalah sama riilnya dengan
adanya sesuatu yang menentukan dan dunia sains Barat. Atau dalam cemoohan
mengontrol ralititas tersebut. Di belakang yang terbalik, Barat melihat Timur yang
alam yang dapat dikesan ini terdapat alam spiritual sebagai pemimpi, Timur pun
yang tidak dapat dikesan. Ini adalah melihat Barat yang sains sebagai pemimpi.
kenyataan tentang keterbatasan sains dan Alam semesta ini adalah sebuah misteri
metode-metodenya. Hal ini berlaku bagi bagi orang primitif; keadaan ini tidak
ilmu fisik maupun ilmu biologi. berubah bagi manusia beradab bahkan
sampai abad ke 20 ini. Dengan penemuan-
Sementara itu di pihak lain, agama juga penemuannya, ahli sains baru sampai
telah menderita serangan dari pemikir- mencakar permukaan alam semesta, masih
pemikir revolusioner dan idealist seperti jauh dari jantung masalah alam semesta.
Karl Marx. Melihat Eropa zaman revolusi Jika misteri alam semesta telah membuat
industri, Marx bertanya: Jika Tuhan itu bingung ahli sains, maka misteri manusia
ada, mengapa Dia membiarkan saja begitu lebih membingungkan lagi. Yang dikuasai
banyak penderitaan di dunia, jutaan orang manusia baru pengetahuan tentang bentuk
kelaparan dan anak-anak bekerja sebagai struktur, belum tentang isinya. Sudah
budak dipabrik-pabrik? Agama menurut waktunya sains memberikan perhatian
Marx adalah “jiwa yang tanpa jiwa, hati pada usaha untuk membuka misteri ini.
dari sebuah dunia tanpa hati, candu bagi
manusia.” Hasil dari semua ini, pada akhir Apakah hakikat dari manusia itu? Manusia
abad ke 19, agama dan kepercayaan mungkin satu bintang yang tersesat.
terhadap Tuhan dan akhirat kehilangan Manusia adalah mesin tubuh yang rumit:
kekuatan dalam peradaban modern. makan, bicara, tertawa, dan akhirnya mati
Manusia tidak takut lagi kepada Tuhan, bila waktu menekan sakelar lampunya ke
apalagi kepada malaikat. Sains modern bawah. Bagaimanapun, mari diingat bahwa
memandang agama pada tahap awal kita adalah “benda” yang mempertanyakan
sebagai kekhilafan yang berbahaya dan hal itu. Kita adalah subjek utama, tidak
pada akhirnya menjadi khayalan yang bisa direndahkan menjadi dimensi objek.

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 67


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

Kitalah the oberver, the knower, the seer. pada kebenaran-kebenaran dunia spiritual,
“Siapakah saya?” Secara fisik saya dan di sana muncullah manusia yang
hanyalah sebuah debu yang sangat kecil di disebut resi (seers of thought), yaitu
dalam alam semesta yang luas ini. Namun, manusia yang berhadapan dengan
melalui pikiran, saya memahami alam kebenaran-kebenaran spiritual.” Pemikiran
semesta ini. Saya dapat melipat alam yang India mempercayai agama dan sains
luas ini ke dalam satu formula yang sebagai disiplin-disiplin ilmu yang valid
diberikan oleh kekuatan dan penetrasi dalam mencari kebenaran. Tidak seperti
pikiran saya. teologi Barat, pemikir India tidak
mempertentangkan agama dengan sains,
Manusia tidak dapat disederhanakan karena kedua-duanya bertugas mencari
sebagai jasad semata, atau material semata. kebenaran yang tersembunyi di belakang
Di dalam dirinya terdapat sesuatu yang alam semesta, di dalam data yang
transendental, yang tidak dapat terungkap dalam eksperimen yang dikesan
disederhanakan. Dia adalah the self, yaitu melalui panca indera (deria).
yang utama, aspek yang tidak dapat
dipisahkan. Sains kalau mau maju Di pihak lain, sains Barat tidak terbungkus
seterusnya, harus menyelidiki bidang dalam kumpulan fakta-fakta tertentu,
misteri ini, yaitu misteri tentang hal di luar terikat pada departemen tertentu, atau
alam semesta. Ini bidang kajian yang luas, dengan metode penyelidikan tertentu; tapi
bidang tentang kesadaran manusia, ego satu sikap intelektual, satu pemikiran kritis
manusia, manusia sang subjek bukan sang yang penuh keyakinan, yang menerima
objek. Manusia adalah pencipta sains, kesimpulan hanya kalau didukung oleh
teknologi, budaya dan peradaban; yang bukti. Dua ciri utama dari metode sains
pada masa kini adalah juga satu-satunya adalah objektifitas dan ketepatan
kemungkinan yang akan menghancurkan (objectivity and precision). Dalam konteks
peradaban yang diciptanya itu. Manusia ini, satu sains tentang agama-sains tentang
adalah pemain sekaligus penonton dari fakta-fakta dunia dalaman manusia, ialah
drama keberadaannya dalam alam semesta menjadi a science of far-reaching
ini. Dia hanya memahami sedikit tentang significance. Agama sebagaimana yang
proses organik, bahkan lebih sedikit lagi dipahami Barat adalah bertentangan
tentang kemampuan uniknya dalam dengan semangat pencarian dan
melihat, menalar dan membayangkan alam penyelidikan yang rasional. Agama adalah
sekelilingnya. Hal yang paling tidak satu dogma atau doktrin, satu pemikiran
diketahuinya adalah tentang kemampuan- yang beku, dan satu yang harus diyakini
nya dalam men-transend dirinya dan oleh manusia.
memahami dirinya sendiri.
Di India, sebaliknya, agama selalu
Dalam pemikiran India, dalam Vedanta, diartikan sebagai sesuatu pencarian,
tugas agama adalah melakukan penemuan, dan pengujian, bagai satu
penyelidikan tentang misteri pengalaman, cabang dari sains. Hal ini dijumpai dalam
yaitu hal yang diabaikan oleh sains. “Man kitab klasik Upanisad dan tulisan
the Unknown, manusia sebagai subjek dari kontemporer Vivekananda. Kata
pengalamannya sendiri, adalah lapangan Vivekananda: “Kita semua tahu teori-teori
pengkajian tersendiri. Kata Vivekananda: tentang kosmos sesuai dengan ilmu
“Pencarian yang sebenarnya adalah tentang astronomi dan fisika moderen, dan pada
hal yang di luar kesadaran. Kesadaran saat yang sama mereka menertawakan
terikat dengan deria (panca indera). Di luar teologi Eropah. Penemuan-penemuan
itu, di luar deria itu, manusia harus ilmiah ini telah menjadi bom yang
menyelaminya, dalam rangka untuk sampai menghancurkan kepercayaan agama yang
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

dianut teologian Eropa, sebaliknya para belajarlah yang satu dengan cahaya dari
teologian selalu merendahkan nilai hasil kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh
penyelidikan ini.” Ketika agama menolak dari yang lain.
bantuan nalar, sebenarnya dia melemahkan
dirinya sendiri. Kata Vivekananda: “Ada dua dunia:
mikrokosmos dan makrokosmos, internal
Dasar pemikiran agama yang berlaku dan eksternal. Kita mendapatkan
umum adalah kepercayaan. Percaya karena kebenaran dari keduanya dengan cara
hal itu tertulis dalam kitab suci, karena pengalaman. Dari pengalaman internal kita
diajarkan oleh Kiyai atau Pendeta, karena mendapatkan psikologi, metafisik, dan
orang lain juga percaya. Tapi kepercayaan agama, dari pengalaman eksternal kita
yang semacam ini tidak menggalakkan mendapatkan ilmu-ilmu fisika. Kebenaran
berpikir. Agama yang semacam ini boleh yang sempurna seharusnya adalah dalam
disebut sebagai “tidak berpikir dengan harmoni pengalaman dalam kedua dunia
teliti” (not-thinking-carelessness). Padahal ini.” Metode penelitian dalam kedua jenis
metode penelitian sains harus juga ilmu ini adalah sama: pengumpulan data,
digunakan dalam sains tentang agama. Hal klasifikasi data, analisis objektif untuk
ini tidak hanya akan membuat agama itu mencari hukum-hukum di belakangnya,
scientific, tapi juga membuat agama makin dan terakhir adalah aplikasinya untuk
kuat, karena sains tidak mempunyai perbaikan penyakit-penyakit manusia dan
kewajiban dalam memberi garansi dalaman peningkatan dan pengkayaan kehidupan
tentang kebenarannya, tapi agama punya. manusia. Cara pelajaran agama yang
Jika sebuah agama kemudian dihancurkan seperti inilah yang diwariskan oleh
oleh hasil metode penelitian tersebut, maka pemikir-pemikir India klasik. Dengan
agama tersebut hanyalah semacam dasar kekerasan semacam berlian ini
kepercayaan kepada hantu saja (adamant), spiritualitas India tidak dapat
(superstition). termakan zaman.

Pengalaman adalah satu-satunya sumber Semangat Vedantik yang tulen tidak


pengetahuan. Di dunia ini, agama adalah dimulai dengan satu sistem pemikiran awal
satu-satunya sains yang tidak mengenal yang sudah tercetak. Spirit ini mempunyai
kepastian (surety), karena agama tidak kebebasan absolut dan keberanian yang tak
diajarkan sebagai sains tentang terlawan dibanding dengan berbagai agama
pengalaman. Namun ada sebagian orang berkenaan dengan fakta-fakta yang harus
yang mengajarkan agama dari pengalaman, diamati dan berbagai hipotesis yang
yaitu kaum mistikus (mystic). Mistik- dibangun untuk koordinasinya. Tidak
mistik ini dalam setiap agama berbicara pernah terhambat oleh birokrasi
dengan lidah yang sama dan mengajarkan kependetaan, setiap orang bebas untuk
kebenaran yang sama. Inilah sains agama mencari apa yang disukainya bagi
yang sesungguhnya. Agama ialah penjelasan spiritual tentang alam semesta
berurusan dengan kebenaran dalam dunia yang dilihatnya. Manusia, menurut hakikat
metafisik, sebagaimana fisika dan kimia alamnya, ialah ilahi; di belakang manusia
berurusan dengan kebenaran dalam dunia yang kerdil itu ialah Atman, selalu bebas,
fisik. Buku pelajaran kimia adalah buku selalu murni, selalu sempurna. Tubuh,
ilmu alam. Buku untuk belajar agama minda, dan ego hanyalah bagian eksternal
adalah minda dan hati kita. Belajar hanya dari manusia yang sesungguhnya yang
satu buku saja, sains saja, atau agama saja, tidak mati dan ilahiah. Dasar manusia yang
adalah tidak memuaskan. Begitu juga lain adalah Brahman, totalitas dari Diri dan
belajar tentang yang satu dengan dasar Bukan-diri, yang bercirikan sebagai
yang lain adalah tidak cukup. Tapi kebenaran, kesadaran, dan Infinity.

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 69


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

Di dalam Mundaka Upanisad, terbaca dimusnahkan oleh barbarisme yang datang


percakapan seperti ini: Apakah realitas itu? dari luar. Tapi peradaban modern akan
Apakah masih ada realitas yang unik kalau dimusnahkan oleh barbarisme yang
kita sudah mengetahui perwujudan semua tumbuh di dalam diri peradaban itu sendiri.
alam semesta? Apakah ada kesatuan di Yang akan menyelamatkan kita adalah
belakang keanekaragaman? Jawabannya: agama, yang mengajarkan cinta dan
ada jenis pengetahuan yang diperoleh keikhlasan (altruisme). Agama, kata
manusia, yaitu pengetahuan tinggi dan Vivekananda, ialah perwujudan keilahian
pengetahuan rendah. Keduanya hanya yang sudah ada dalam diri manusia.
diselidiki. Pengetahuan rendah terdiri dari
kitab Veda suci, phonetic, tatacara ritual, Kesimpulan tentang Sains dan Agama.
grammar, etymology, prosody, dan
astronomy. Semua ini merangkum buku- Menurut kedua pendapat di atas, tidak ada
buku suci, literature, seni, sejarah, dan konflik antara agama dengan sains.
sains. Kitab-kitab suci hanya memberi kita Masing-masing saling mengisi, saling
informasi mengenai Tuhan, bukan Tuhan menolong. Di atas adalah kutipan dua
itu sendiri. Pengetahuan tinggi adalah pemikiran tentang sintese kajian sains
para, dengan mana semua hal yang abadi dengan kajian agama. Sebenarnya ada
(imperishable) dinyatakan. Sementara itu banyak kajian-kajian yang mengupas
sains dan lain-lain adalah berubah, jadi tentang sinkronisasi antara sains dengan
tidak abadi (perishable). agama, seperti buku-buku karangan John
F. Haught (2004), Hj. Othman & Yussof
Menurut Veda, manusia adalah spirit yang (2009), Russell (1979), dan Kartanegara
tidak dilahirkan dan tidak musnah, tidak (2005). Dalam agama, setiap jiwa punya
pernah lahir dan tidak pernah mati. potensi ilahi. Tujuan agama adalah
Manusia adalah the Infinite, the mewujudkan keilahian ini dalam
Omnipresent, the Omniscient. Akhir dan mengontrol alam, internal maupun
tujuan dari agama, menurut pemikir klasik eksternal. Sementara itu, doktrin atau
India, adalah mengalami Tuhan, atau dogma, ritual, buku suci, rumah ibadah,
anubawa, melalui pertumbuhan yang adalah rincian kedua dari agama. Sintese
mantap dalam kesadaran spiritual manusia agama dengan sains adalah sintese hati
(Ingat Syekh Siti Jenar). Inilah tonggak dengan otak. Kita ingin membawa cahaya
dasar dari agama. Yang musnah adalah intelektualitas bergabung dengan hati yang
tubuhnya. Tapi spiritnya tetap hidup. Dia penuh dengan cinta, ikhlas dan syukur.
akan hidup di dalam tubuh yang lain Gabungan ini akan memberi kita filsafat
(reinkarnasi). Seperti apa tubuhnya paling tinggi. Inilah agama pada masa yang
kemudian, tergantung kepada kualitas akan datang.
kehidupannya sebelumnya. Kalau baik, dia
akan hidup dalam tubuh yang lebih baik. Fungsi-fungsi Agama.
Kalau jahat, dia akan hidup dalam tubuh
yang lebih buruk, bahkan dalam bentuk Selanjutnya, secara umum sosioantropologi
binatang. berpendapat bahwa agama mempunyai
fungsi dalam kehidupan manusia. Kajian
Bila kita menjalani kehidupan keagamaan, fungsional tentang agama sangat
kekuatan datang kepada kita, kesadaran menekankan hal ini. Beberapa fungsi
makin besar, simpati tumbuh dan meluas, spiritual dari agama yang disebutkan dalam
dan kita merasa bahwa kita sedang menuju berbagai definisi tentang agama adalah:
menjadi manusia yang lebih baik. Jika • Memberikan makna tertinggi (the
agama hilang dari masyarakat, yang tinggal provision of ultimate meaning),
hanyalah barbarisme. Peradaban klasik
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

• Usaha untuk menafsirkan hal yang tak manusia menghadapi beban hidup yang
diketahui dan mengontrol hal yang tak berat maka mereka akan menghadap dan
terkontrol (the attempt to interpret the berserah diri kepada Tuhan, Yang Maha
unknown and to control the Kuasa, Yang Maha Penolong, Yang Maha
uncontrollable), Penyayang, Yang Maha Permurah, dan
• Personifikasi dari pemikiran-pemikiran seterusnya. Dalam agama Islam dikatakan,
manusia (personification of human antara ciri khas orang beriman ialah saat ia
ideals) dirundung malang, maka ia segera kembali
• Integrasi dari kultur dan legitimasi dari kepada Yang Maha Pemurah lagi Maha
sistem sosial (integration of the culture Penyayang, Allah Subhaanahu wa ta’aala.
and legitimation of the social system) Ia segera mengingatNya (dzikrullah) dan
• Projeksi dari makna-makna kemanusia- memanggil-Nya. Sebab ia tahu bahwa
an dan pola sosial kepada suatu entitas hanya dengan mengingat dan memanggil
yang maha kuat-maha tinggi (projection Allah sajalah hati akan memperoleh
of human meanings and social patterns ketenteraman. Tidak ada tempat lain yang
onto a superior entity), dan patut dijadikan muara pengaduan selain
• Usaha untuk menangani masalah- kepada Rabb, Pencipta, Pemilik,
masalah utama dalam kehidupan Pemelihara dan Penguasa kehidupan ini.
manusia di muka bumi (the effort to
deal with ultimate problems of human
existence).

Disamping fungsi spiritual di atas, agama


juga dikaitkan dengan fungsi-fungsi yang
lain dalam kehidupan manusia. Di bawah ”Orang-orang yang beriman dan hati
ini diberikan contoh-contohnya oleh O’dea mereka menjadi tenteram dengan
(1969: 13 – 18) dan Lessa & Vogts (1979: mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
36 – 79). mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)
Fungsi Undang-undang.
Fungsi Psikologis.
Agama menentukan mana tingkah laku
yang salah dan mana yang benar. Yang Semua agama mempunyai sejumlah fungsi
salah akan dihukum, masuk neraka, dan psikologi dan sosial penting. Agama
yang benar akan diberi anugerah, masuk mengurangi dan mengobati rasa kuatir
sorga. Agama telah menjadi undang- dengan cara memberi penjelasan tentang
undang yang mengatur tingkah laku hal-hal yang tidak diketahui dan membuat
manusia. Sang Maha Kuasa selalu menjaga hal-hal itu dapat dipahami. Bila kita kuatir
dan memerhatikan umatnya, mengadili dan stress akan masa depan, tentang ujian,
mereka dalam satu mahkamah muktamad tentang pekerjaan, tentang apa saja. Mari
di akhirat. Yang berdosa masuk penjara berserah diri kepada Yang maha kuasa.
neraka. Yang benar masuk ke dalam taman
sorga. Fungsi Tradisi Lisan.

Fungsi Meringankan Beban Hidup. Melalui ritual, bacaan-bacaan, dan


mitologi, agama berfungsi dalam
Agama mengambil alih beban dalam meningkatkan pembelajaran tentang tradisi
membuat keputusan-keputusan penting lisan. Cerita tentang para rasul dan sahabat
dalam kehidupan, dari diri individu nabi-nabi, tentang raja yang adil, tentang
manusia ke Sang Maha Kuasa. Apabila orang-orang suci, tentang seorang

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 71


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

perempuan yang tegar dengan imannya peradaban kita masa terakhir ini, adalah
meski diancam bunuh oleh raja kafir, dan para pencipta mitologi terbesar, yaitu
lain-lain. Darwin, Marx, Engels, Freud, dan Frazer
(dan boleh ditambah dengan yang lain).
Fungsi Memberi Kenikmatan. Semua mereka memperlihatkan minat
perhatian terhadap agama suku-suku
Agama juga memberi rasa menyenangkan terbelakang dan menggunakan pengetahu-
dengan cara mempercayai bahwa an tersebut dalam usaha mereka untuk
pertolongan Sang maha kuasa selalu akan menyakinkan kita bahwa. Kedua, “…
datang bila manusia berada dalam keadaan semua yang punya perhatian terhadap
susah dan bahaya. Berdoalah kepadaKu, kajian agama harus memahami bahwa satu
maka akan Aku kabulkan doamu. kajian tentang kepercayaan dan praktek
agama suku-suku terbelakang, yang
Fungsi Menjaga Solidaritas. ragamnya begitu banyak, dapat menolong
kita untuk sampai pada kesimpulan-
Terakhir, agama memainkan satu peranan kesimpulan tertentu tentang gambaran
penting dalam menjaga solidaritas sosial. agama secara umum (generalisasi), dan
Persatuan umat dan gereja. Saling tolong karena itu juga tentang apa yang disebut
saling kasih sesama manusia, apalagi sebagai agama tinggi, atau agama positif,
sesama agama. Fungsi ini sangat atau agama wahyu, termasuk agama kita
ditekankan oleh Durkheim dan sendiri.”
Malinowski, dan dikritik oleh Geertz
dalam makalah “Ritual and Social Change: Agama-agama suku-suku terbelakang itu
A Javanese Example.” memberikan semua data yang berguna bagi
satu analisis komparatif yang bertujuan
Tujuan Mempelajari Agama Secara untuk menentukan ciri-ciri utama dari
Sosioantropologis. fenomena keagamaan, dan membuat
pernyataan-pernyataan significan, umum,
Nyatanya yang banyak dipelajari dan valid tentang agama-agama tersebut.
sosioantropologi tentang agama adalah Untuk memahami hal-ehwal tentang agama
tentang kepercayaan dan ritual masyarakat- wahyu (revealed religion), kita harus
masyarakat primitif. Mengapa kita belajar memahami hal-ehwal yang disebut agama
tentang agama orang-orang primitif? Untuk alamiah (natural religion), karena tidak
apa sosioantropologi mempelajari semua ada yang dapat diwahyukan tentang
konsep, ideas, dan praktek-praktek sesuatu jika manusia belum punya
keagamaan orang zaman dulu ini (natural pemikiran tentang hal ehwal tersebut.
religions), karena pada masa kini hampir Dikotomi antara agama alamiah dan agama
semua orang menganut agama wahyu wahyu adalah palsu. Namun demikian,
(revealed religions) (Judaisme, Kristianiti, untuk dapat memahami gambaran dari
Islam, Hinduisme, Buddhisme, dan agama alamiah dengan metode komparatif
Jainisme, dan lain-lain). Agama orang dulu bukanlah hal yang mudah. Karena bahasa
ini tinggal sangat sedikit penganutnya, dan atau istilah-istilah yang digunakan oleh
tidak lama lagi akan hilang dari muka orang-orang primitif tersebut berkenaan
bumi. Atas keragu-raguan saya tersebut, dengan pemikiran dan praktek dalam
maka di bawah ini dikutipkan jawaban agama mereka, meskipun dapat
seorang antropolog besar dari Inggris, diterjemahkan secara harfiah ke dalam
Evans-Pritchard. Pertama, kata Evans- bahasa kita, namun makna yang
Pritchard, “… orang-orang yang telah sesungguhnya yang mereka maksudkan
bertanggung jawab dalam mengubah mungkin berbeda dari apa yang kita
seluruh suasana pola pikiran dalam tangkap.
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

agama dari sudut pandang sosiokultural.


Fenomena yang seperti inilah yang juga Dalam mempelajari agama dari segi
dialami oleh sebagian orang Islam ketika sosioantropologi pengkaji harus berhati-
mereka menerjemahkan dan menafsirkan hati. Mereka harus dapat meletakkan diri
Al Qur’an, dan menerjemahkan Injil oleh mereka dengan benar.
orang Kristiani ke dalam bahasa Melayu.
Al Qur’an ditulis (diturunkan) dalam Di Indonesia, dimana peneliti agama
bahasa Arab, dalam lingkungan adalah orang yang beragama, maka mereka
masyarakat Arab Mekah dan Madinah, dan menduduki dua posisi yang bertentangan
Injil dalam bahasa Ibrani dalam lingkungan dalam waktu yang bersamaan. Di satu sisi
masyarakat Israel yang sedang dijajah oleh mereka adalah religious man, orang yang
bangsa Romawi. Bayangkan, apa yang ada beragama, di sisi lain mereka kita adalah
dalam pikiran anda ketika membaca saintist yang sedang belajar tentang
beberapa kalimat yang berasal dari agama-agama manusia. Memelajari agama
laporan-laporan etnografi kuno yang dari sudut sosioantropologi dapat bertujuan
disunting oleh A.E. Crawley dalam untuk mendapatkan pengetahuan yang luas
bukunya The Mystic Rose (1927), “Daging tentang berbagai agama manusia di muka
dari seorang musuh yang kalah dimakan di bumi, atau melihat agama sendiri dalam
Timur laut untuk mengobati impotence. konteks keanekaragaman agama tersebut,
Orang Halmahera meminum darah musuh atau menemukan hakekat sejati dari
yang kalah agar supaya menjadi berani. Di manusia sebagai makhluk yang
Amboina, panglima-panglima perang mengandung sifat keilahian.
minum darah musuh yang dibunuhnya
untuk mendapatkan keberanian. Orang Daftar Pustaka
Celebes minum darah musuh untuk
membuat mereka kuat.” Pertanyaan al-Abdali, Faruq al-Sheikh Abd al-Syekh Najm
pertama atas berita-berita ini adalah (2008). Sains dari Perspektif Kitab
Samawi. Kuala Lumpur: Institut
seberapa jauh laporan-laporan ini
Terjemahan Negara Berhad.
mengandung kebenaran. Seandainya Baiquni, A. (1983). Islam dan Ilmu
terdapat kebenaran, masih diperlukan kerja Pengetahuan Modern. Jakarta: Penerbit
lain dalam membaca laporan ini, yaitu Pustaka.
penafsiran yang benar atas peristiwa- Berger, Peter (1969). The Sacred Canopy.
peristiwa tersebut. Elements of a Sociological Theory of
Religion. New York: Anchor Books.
Bagaimanapun, sesungguhnya seorang Connolly, Peter (ed.) (2009). Aneka
sosioantropolog tidak begitu peduli sangat Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta:
dengan “kebenaran atau kekarutan dari LkiS.
kepercayaan agama… Tidak mungkin Crowley, A. E. (1927). The Mystic Rose.
Darwin, Charles (1958). Origin of Species
seorang peneliti itu akan tahu apakah
Durkheim, Emile. (1966/1938). The Rules of
makhluk adikodrati dalam agama primitif Sociological Method. New York: The Free
atau agama apa saja benar-benar ada atau Press.
tidak. Bagi para sosioantropolog, yang Eller, Jack David (2007). Introducing
utama dari agama-agama itu adalah Anthropology of Religion. Culture to the
sebagai fakta sosial, sociological facts Ultimate. New York & London:
bukan theological facts,” kata Evans- Routledge.
Pritchard. Kepentingan mereka hanyalah Evans-Pritchard, E.E. (1965)Theories of
dengan hubungan antara satu agama Primitive Religion. Oxford University
dengan agama yang lain dan dengan fakta- Press.
fakta sosial lain. Ini adalah pandangan Fallding, Harold (1974). The Sociology of
Religion. An Explanation of the Unity and
daripada Evans-Pritchard dalam kajian

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 73


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

Diversity in Religion. Toronto: McGraw- Pelto, Pertti J.; and Gretel H. Pelto (1978).
Hill Ryerson Limited. Anthropological Research (2nd ed.). New
Firth. Raymond (1996). Religion: a Humanist York: Cambridge University Press.
Interpretation. London and New York: Pye, Michael (1972). Comparative Religion.
Routledge. An Introduction Through Source
Frazer, James G (1955). The Golden Bough. A Materials. Newton Abbot: David &
Study in Magic and Religion. Abridge Charles.
edition. New York: St. Martins Press. Radin, Paul (1957). Primitive Religion: Its
Geertz, C. (1966) “Religion as a cultural Nature and Origin. New York: Dover
system,” in M. Banton (ed.), Publications.
Anthropological Approaches to the Study Ranganathananda, Swami (1964). Swami
of Religion. London: Tavistock. Vivekananda’s Synthesis of Science and
Goodenough, Ward H. (1981/1971). Culture, Religion. Calcutta: The Ramakrisna
Language, and Socieity. Menlo Park, Mission Institute of Calcutta.
Calif.: The Benjamin/Cummings Robertson, Roland (ed.) (1988). Agama: dalam
Publishing Company, Inc. analisis dan interpretasi sosiologis.
Haught, John F. (2004) Perjumpaan Sains dan Jakarta: CV Radjawali.
Agama; Dari Konflik ke Dialog, Rudyansjah, Tony (ed.) (2012). Antropologi
terjemahan. Bandung: Mizan. Agama. Wacana-Wacana Mutakhir dalam
Haviland, B. William A (1996). Cultural Kajian Religi dan Budaya. Jakarta:
Anthropology (8th ed.). Harcourt Brace Penerbit Universitas Indonesia.
College Publishers. Russell, C.A (ed.) (1979). Science and
Hj. Othman, Mohd Yusoff & AbdulSalam Religiious Belief. A Selected of Recent
Yussof (2009). Sains, Mayarakat dan Historical Studies. The Open University
Agama. Kuala Lumpur: Utusan Press.
Publications. Saifudin, Achmad Fedyani (2000). Agama
Kartanegara, Mulyadi (2005). Integrasi Ilmu. Dalam Politik Keseragaman. Jakarta:
Sebuah Rekonstruksi Holistik. UIN Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan
Press. Agama, Departemen Agama RI.
Lessa, A. William & Z. Evon Vogt (ed.). Schrarf, Betty (1995/1970). Kajian Sosiologi
Reader in Comparative Religion: An Agama. Yogya: PT. Tiara Wacana.
Anthropological Approach. Harper and Smart, Ninian (1971). The Religious Experince
Row Publications, 1978. of Mankind. New York: Charles Scribner’s
Lewis, Ioan M. (2003). Social & Cultural Sons.
Anthropolpogy in Perspective (3rd ed.). Smith, Huston (2008/1958). Agama-Agama
New Brunswick (USA): Transaction Manusia (terjemahan). Jakarta: Yayasan
Publishers. Obor Indonesia.
Luckmann, Thomas (1972). The Invisible Spiro, Melford (1966) “Religion: Problems of
Religion. New York: The Macmillan definitions and explanation,” in M. Banton
Company. (ed.), Anthropological Approaches to the
McGuire, Meredith B. (2002). Religion: the Study of Religion. London: Tavistock.
social context (5th ed.). Wadsworth. Spradley, James P. & David W. McCurdy
Morris, Brian (1987). Anthropological Studies (2003). Conformity and Conflict: Readings
of Religion. An introductory text. in Cultural Anthropology (11th ed.), Harper
Cambridge: Cambridge University Press. Collins Publishers. [GN325 Con]
Muller, K.M.F. Max (1892). Anthropological Tylor, E. B. (1958). Religion in Primitive
Religion. London: Longmans, Green, and Culture. Part II of “Primitive Culture.”
Co. New York: Harper Torchbooks.
O’Dea, Thomas F (1969). The Sociology of Tremmel, William Colleley (1976). Religion.
Religion. New Delhi: Prentice-Hall of What is It? New York: Holt Rinehart and
India Private Limited. Winston.
Pals, Daniel L. (2011). Seven Theories of Vernon, Glenn M. (1962). Sociology of
Religion (terjemahan). Jogjakarta: Religion. McGraw-Hill.
IRCiSoD. Ranganathananda, Swami (1964). Swami
Vivekananda’s Synthesis of Science and
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan ….

Religion. Calcutta: The Ramakrisna


Mission Institute of Calcutta.
Wach, Joachim (1977/1944). Sociology of
Religion. Chicago: The University of
Chicago Press.
Wallace, F.C (1966). Religion: An
anthropological view. New York: Random
House.
Yinger, Milton (1957). Religion, Society, and
the Individual: An Introduction to the
Sociology of Religion. New York:
Macmillan.

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 75

Anda mungkin juga menyukai