Anda di halaman 1dari 32

PERAN MODAL SOSIAL TERHADAP KEBERLANJUTAN

KELOMPOK TANI “NUGRAHA”

(Suatu kasus di Desa Sidamukti Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Pandeglang)

Diajukan sebagai proposal usulan penelitian

KRIS AYU FERANZA

4441160096

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara agraris dengan kondisi alam yang mendukung,
lahan yang luas, keragaman hayati yang melimpah, serta beriklim tropis.
Realita sumberdaya alam seperti ini seharusnya mampu membangkitkan
Indonesia menjadi negara yang makmur dan tercukupi kebutuhan pangan
seluruh warganya. Meskipun belum terpenuhi, pertanian menjadi salah satu
sektor yang memiliki peran sangat nyata sebagai sumber mata pencaharian
penduduk karena lebih dari 31 juta jiwa penduduk indonesia adalah berprofesi
sebagai petani di sektor pertanian, demikian data yang dilansir oleh badan pusat
statistik. Begitu juga dengan penduduk di Provinsi Banten khususnya Kabupaten
Pandeglang. Sebagian besar penduduk Kabupaten Pandeglang menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian. Mayoritas penduduk Kabupaten Pandeglang
adalah berprofesi sebagai petani di sektor pertanian.
Laju pertumbuhan pembangunan ditingkat pedesaan tidak terlepas dari
sektor pertanian mengingat potensi sumber daya alam kita cukup melimpah serta
daya dukung sumberdaya manusia di pedesaan sangat tersedia, apabila hal
tersebut dikelola dengan baik, terencana serta mengacu pada pengembangan
potensi yang ada maka pembangunan di tingkat pedesaan akan semakin
berkembang.
Salah satu program pembangunan yang masih diharapkan menjadi
andalan pembangunan nasional adalah pembangunan pertanian. Sebab bidang
pertanian masih menjadi kontribusi serta sebagai penyumbang terbesar dalam
pembangunan nasional. Namun kenyataannya walaupun di negara kita potensi
alam yang cukup melimpah-ruah buktinya banyak produksi pangan seperti beras
dan bahan pangan lainnya masih diimport dari negara lain. Hal ini menunjukan
bahwa sektor pertanian masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan
pertanian. Salah satu kelembagaan yang mendorong pengembangan pertanian di
tingkat pedesaan adalah Kelompok Tani yang dikelola “dari petani oleh petani
dan untuk petani”. Namun kenyataannya kondisi Kelompok Tani di tingkat
pedesaan saat ini kapasitasnya masih sangat lemah terutama dalam mengakses
kegiatan usaha bagi para petani karena berbagai alasan serta secara legalitas
jarang yang berbadan hukum dibanding lembaga lainnya.
Pada dasarnya manusia disamping sebagai makhluk individu juga
sebagai makhluk sosial. Mereka membutuhkan orang lain untuk bisa
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi. Begitu juga petani. Petani
juga membutuhkan orang lain untuk bisa menyelesaikan berbagai persoalan
yang dihadap saat bertani agar produksinya dapat meingkat. Di zaman yang
modern ini sudah banyak didirikan lembaga atau organisasi yang bisa mewadahi
para petani untuk bisa mengembangkan dirinya. Salah satunya adalah adanya
kelompok tani.
Dalam kelompok tani, para petani bisa mendapatkan berbagai manfaat.
Beberapa manfaat yang didapat saat menjadi anggota kelompok tani adalah para
petani akan lebih terorganisir dalam memenuhi kebutuhan saprodi. Selan itu
keikutsertaan dalam kelompok tani juga akan mempermudah petani
menyelesaikan berbagi permasalahannya secara bersama-sama. Turut serta
dalam kelompok tani juga akan melatih para petani untuk bisa melakukan
kegiatan sosial sesama anggota kelompok. Kemudahan untuk mendapatkan
berbagai bantuan dari pemerintah setempat juga akan didapatkan bagi para
anggota kelompok tani. Manfaat lain saat ikut serta dalam kelompok tani adalah
mempunyai akses lebih untuk bisa menyampaikan kebutuhan maupun keluhan
kepada para “petinggi”. Begitu banyak manfaat yang didapat sebagai anggota
kelompok tani.
Menjadi anggota kelompok juga tidak hanya sekedar sebagai anggota
dan menerima semua hak yang harus didapatkan namun ada juga berbagai
kewajiban yang harus dikerjakan dalam kelompok tani. Suatu kelompok tani
akan menjadi kelompok tani yang baik, yang bisa mencapai tujuannya dan bisa
memenuhi kebutuhan anggotanya perlu adanya sinergi yang terjadi antara
anggota di dalamnya. Apabila dalam suatu kelompok tani tidak muncul yang
disebut sinergi antar anggota, maka kelompok tani tersebut akan kesulitan untuk
mempertahankan keberadaan. Masih adanya egoisme dari para anggota, maupun
sifat-sifat individualis para anggotanya akan membuat kelompok rentan pecah.
Para petani harus mempunyai modal terlebih dahulu agar dapat berkumoul
menjadi satu kelompok. Salah satu modal yang dimiliki para petani untuk bisa
berkumpul dalam suatu kelompok dan ingin mencapai tujuan secara bersama-
sama disebut modal sosial.
Kelompok tani adalah kumpulan para petani yang terikat secara formal
atas dasar keserasian, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi,
sumberdaya), keakraban, kepentingan bersama dan saling mempercayai, serta
mempunyai pimpinan untuk mencapai tujuan bersama. Pembentukan kelompok
tani merupakan suatu usaha pembangunan pertanian yang berfungsi untuk
memperlancar hasil pertanian dan memberikan wadah yang kokoh di pedesaan
dan merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara para petani dalam
kelompok untuk menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan.
Pengembangan kelompok tani juga menjadi wahana dan proses tukar
menukar informasi serta menjadi jaringan sosial di antara mereka. Selain
pengembangan kelembagaan petani (kelompok tani diharapkan akan membawa
perubahan prilaku bagi mereka dalam meningkatkan usahanya).
Kelembagaan petani (kelompok tani) mempunyai fungsi: sebagai wadah
proses pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana
produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa
penunjang. Selain itu kelembagaan petani (kelompok tani) juga menjadi salah
satu wahana modal sosial bagi para petani secara berkesinambungan.
Dengan demikian dapat difahami bahwa kelembagaan petani (kelompok
Tani) dengan modal sosial sangat terkait dengan proses pengembangan usaha.
Beberapa hasil penelitian seperti yang dikemukakan oleh Lubis (2003)
menyatakan bahwa modal sosial sangat berperan dalam mengelola sumber daya
alam. Penelitian lain dikemukakan oleh Suwartika (2003) bahwa fungsi modal
sosial juga berperan membantu strategi bertahan hidup pekerja migran di sektor
informal. Modal sosial memiliki peran penting dalam memelihara dan
membangun integrasi sosial, serta menjadi perekat sosial didalam masyarakat
(Hermawanti dan Rinandri, 2003).
Keberlangsungan kelompok tani membutuhkan adanya modal (capital)
yang merupakan pondasi suatu usaha. Khususnya modal ekonomi atau finansial
(financial capital). Selain modal finansial, modal yang dapat dijadikan untuk
investasi di masa depan adalah modal sosial (Suharto, 2007).
Modal Sosial (social capital) sebagai salah satu strategi pengembangan
jaringan strategis, dalam lingkup yang lebih luas, dipercaya dapat
mempengaruhi perubahan ekonomi. Modal sosial (social capital) yang
didasarkan pada tingkat kepercayaan dan hubungan secara emosional pada
sebuah grup dan organisasi dapat mempengaruhi tingkat partisipasi dan tingkat
kesejahteraan pada grup dan tingkat organisasi itu (Suwandi dalam Yusnitasari
2006). Modal sosial dalam kelompok tani sangat dibutuhkan. Menurut
Colemann (1999) modal sosial adalah kewajiban dan harapan, saluran-saluran
informasi dan norma-norma sosial. Merupakan kemampuan kerja bersama
menghadapi seluruh permasalahan, untuk mencapai tujuan dalam kelompok atau
organisasi. Sehingga dalam suatu kelompok tani akan terjadi sinergi yang baik
antar anggotanya ketika mereka juga memiliki modal sosial yang hampir sama
dan saling melengkapi.
Desa Sidamukti merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Sukaresmi Kabupaten Pandeglang dan sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan tergabung dalam kelompok-kelompok tani.
Mayoritas petani di desa ini bercocok tanam padi, akan tetapi ada juga petani
yang menanam tanaman lainnya seperti jagung, sayur-sayuran, umbi-umbian
dan lain- lain. Terdapat 9 kelompok tani di Desa Sidamukti yang anggotanya
masing-masing berbeda. Berdasarkan tabel 1 diantara ke 9 kelompok tani di
Desa Sidamukti hanya 1 kelompok tani yang dinilai aktif yaitu Kelompok Tani
Nugraha dan juga memiliki jumlah anggota terbanyak diantara kelompok tani
lain. Kelompok Tani Nugraha terbentuk pada tahun 2016 yang beranggotakan
30 orang dan pengurus 3 orang.
Tabel 1. Jumlah Kelompok Tani di Wilayah Desa Sidamukti Kecamatan
Sukaresmi Kabupaten Pandeglang Tahun 2018

Kepengurusan Status Kelompok


Nama
Jumlah Wan Kelas
No Kelomp Sekretari Tani Pemuda
Anggota Ketua Bendahara ita Kelompok
ok Tani s Dewasa Tani
Tani
1 Nugraha 30 Apen Edi Rahmat A - - Pemula
Mulya A.
25 A - - Pemula
2 Darma Sarman Darna Hidayat
Subur
25 A - - Pemula
3 Makmur Rahmat Hidayat Asep
Warga Saepul
25 A - - Pemula
4 Mulya Bahri Naseh Hendra Setia
Usaha
26 A - - Pemula
5 Tani Sara Jai Juli
Sumber
26 A - - Pemula
6 Tani Ahmad Ansori Saridam
Warga Ahmad
25 A - - Pemula
7 Mulya II Sambasi Nano Aceng
Karya
28 A - - Pemula
8 Tani Kadir Didi H. Sanu
9 Anugrah 29 Armasa Supali Rasmani A - - Pemula

Sumber : Simluh Tahun 2018

Berdasarkan tabel 1 penulis tertarik untuk menjadikan kelompok tani


nugraha sebagai bahan penelitian karena memiliki anggota yang paling banyak
dari kelompok yang lainnya. Berdasarkan penuturan penyuluh juga masalah
yang sering muncul pada setiap kelompok tani yaitu kurangnya minat petani
pada pertemuan-pertemuan kelompok dan penyuluhan sehingga akan
berpengaruh pada aspek sumber daya manusia di desa sidamukti. Menurut salah
satu anggota kelompok tani pula, ada beberapa masalah internal yang terjadi di
kelompok tani nugraha seperti kurang nya kekompakan dalam memajukan
kelompok taninya dan adannya masalah pada kepengurusan kelompok tani.
Berdasarkan uraian diatas, peran modal sosial akan memberikan harapan dan
saluran informasi sehingga kemampuan kerja pada setiap anggota kelompok tani
akan terbentuk untuk menghadapi permasalahan yang ada untuk mencapai
tujuan bersama dalam kelompok tani. Sehingga akan terbentuk sinergi yang baik
jika memiliki modal sosial yang sama dan berpengaruh pada keberlanjutan
kelompok tani.
Keberlanjutan kelompok tani diartikan sebagai sebuah dinamika untuk
menjaga kelangsungan hidup kelompok tani dalam upaya menigkatkan
kesejahteraan anggota. Keinginan anggota untuk tetap berada dalam kelompok
dapat dilihat dari tingkat kohesivitas anggota kelompok, komitmen anggota, dan
interdependensi positif. Modal sosial merupakan hubungan yang terjadi dan
diikat oleh beberapa unsur yang mengikat setiap anggota kelompok tani untuk
membuat aksi bersama seara efisien dan efektif.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka penting untuk mengkaji
peran modal sosial terhadap Kelompok Tani Nugraha di Desa Sidamukti
Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Pandeglang. Mengingat kelompok tani
Nugraha adalah Kelompok Tani yang cukup memliki anggota yang banyak dan
adanya permasalahan internal diantara kelompok tani lainnya karena dari
permasalahan tersebut dapat diidentifikasi bentuk modal sosial dalam kelompok
dan peran modal sosialnya sehingga penulis tertarik untuk meneliti peran modal
sosial terhadap kelompok tani nugraha sesuai dengan rekomendasi penyuluh
pertanian lapangan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana bentuk modal sosial yang terdapat pada Kelompok Tani
Nugraha Desa Sidamukti Kecamatan Sukaresmi Kabupaten
Pandeeglang?
2. Bagaimana peran modal sosial terhadap keberlanjutan kelompok Tani
Nugraha Desa Sidamukti Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Pandeglang.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian imi yakni:
1. Mengidentifikasi bentuk modal sosial yang terdapat pada Kelompok
Tani Nugraha Desa Sidamukti Kecamatan Sukaresmi Kabupaten
Pandeglang
2. Mengetahui dan mendeskripsikan peran modal sosial terhadap Kelompok
Tani Nugraha Desa Siidamukti Kecamatan Sukaresmi Kabupaten
Pandeglang.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut :

1. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan dalam bidang modal sosial


kelompok tani

2. Bagi Pemerintah, sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak pembuat


kebijakan menyangkut perkembangan kelompok tani menuju ke arah
yang lebih baik.

3. Bagi petani memberikan kontribusi kepada petani terlebih khusus


anggota kelompok tani Nugraha mengenai Modal Sosial yang terdapat
dalam Kelompok Tani Nugraha. Dan bahan masukan bagi kelompok
Tani lainnya yang terdapat di Desa Sidamukti.
1.5 Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan latar belakang, Perumusan masalah, tujuan penelitian,


kegunaan penelitian dan pembatasan Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menjelaskan deskripsi teori, dan kerangka pemikiran.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan metode penelitian, definisi operasional variabel, metode


pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, serta tempat dan
waktu penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Menjelaskan tentang keadaan umum tempat penelitian dan potensi


tempat keadaan tersebut, serta menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan
dari data yang diperoleh di lapangan yang telah diolah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelompok Tani


Kelompok adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang berinteraksi
dan mereka saling bergantung (interdependent) dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan tujuan bersama, meyebabkan satu sama lain saling
mempengaruhi (Cartwright&Zander, 1968; Lewin, 1948). Kelompok secara
tidak langsung dapat dipergunakan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan
produktivitas usaha tani melelui pengelolaan usaha tani secara bersamaan.
Kelompok tani juga digunakan sebagai media belajar organisasi dna kerjasama
antar petani. Dengan adanya kelompok tani, para petani dapat bersama-sama
memecahlan permasalahan yang antara lain berupa pemenuhan saran produksi
pertanian, teknis produksi dna pemasaran hasil. Kelompok tani sebagai wadah
organisasi dan bekerjasama antar anggota mempunyai perananan yang sangat
penting dalma kehidupan masyarakat tani, sebab segala kegiatan dan
permasalahan dalam berusaha tani dilaksanakan oleh kelompok secara
bersamaan. Melihat potensi tersebut maka kelompok tani perlu dibina dan
diberdayakan lebih lanjut agar dapat berkembang secara optimal (Kusuma,
2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 237/Kpts/OT.160/4/2007
Kelompok tani adalah Kumpulan petani / peternak / pekebun yang di bentuk atas
dasar kesamaan kepentingan, kondisi,lingkungan ( sosial, ekonomi, sumber daya
) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
Kelompok tani akan membentuk komunitas petani dalam rangka mempermudah
pengadaan sarana produksi pertanian seperti bibit, pupuk dan obat-obatan.
dengan adanya Kelompok Tani biaya pengadaan sarana produksi pertanian dapat
di tanggung bersama dan dalam kelompok tani memiliki kekuatan untuk
menentukan harga hasil pertanian anggotanya.
Kelompok tani adalah kumpulan petani yang terikat secara non formal dan di
bentuk atas dasar kesamaan, kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial,
ekonomi, sumberdaya), keakraban dan keserasian, serta mempunyai pimpinan
untuk mencapai tujuan bersama (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002).
Kelompok tani merupakan suatu bentuk perkumpulan petani yang berfungsi
sebagai media penyuluhan. Kelompok tani sebagai media penyuluhan bertujuan
untuk mencapai petani tangguh yang memiliki keterampilan dalam menerapkan
inovasi, mampu memperoleh tingkat pendapatan guna meningkatakan kualitas
hidup sejajar dengan profesi yang lain, mampu menghadapi resiko usaha,
mampu memanfaatkan asas skala usaha ekonomi, memiliki kekuatan mandiri
dalam menghadapi pihak-pihak lain dalam dunia usaha sebagai salah satu
komponen untuk membangun pertanian maju, efisien dan tangguh sebagaimana
dimaksud dalam GBHN Tahun 1993.
Gabungan kelompok tani terdiri dari beberapa kelompok tani,
selanjutnya dalam kelompok tani terdiri dari beberapa petani. Baik dalam
Gabungan Kelompok tani maupun kelompok tani merupakan gabungan dari para
petani dengan berbagai jenis usaha maupun kemampuan diri, tentu merupakan
suatu dinamika yang sangat penting dalam kehidupan berkelompok. Dalam
dinamika kelompok berperan modal sosial yang mampu mempertahankan
kelompok dapat bertahan dan mampu mengembangkan potensi sumberdaya
manusia masing-masing anggota kelompok tani tersebut (Situmorang, et al.
2012 )
Pembentukan kelompok tani berdasarkan kesamaan kebutuhan
merupakan faktor penting dalam pembentukan modal sosial kelompok
tani,antara lain kerjasama yang terjadi adalah kerjasama untuk meningkatkan
kemampuan masing-masing anggota dalam berusaha tani maupun agribisnis,
rasa saling percaya diantara anggota relatif besar demikian juga terhadap
penyuluh pertanian yang ada, anggota kelompok tani percaya bahwa diskusi
yang dilakukan mampu memecahkan masalah pertanian yang dihadapi
(Situmorang, et al. 2012 )

2.1.1 Ciri-Ciri Kelompok Tani


Ciri-ciri kelompok tani adalah sebagai berikut:
1. Saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota,
2. Mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha
tani,
3. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan atau pemukiman, hamparan
usaha, jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa, pendidikan
dan ekologi.
4. Ada pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota
berdasarkan kesepakatan bersama.

2.1.2 Unsur Pengikat Kelompok Tani


1. Adanya kepentingan yang sama diantara para anggotanya.
2. Adanya kawasan usaha tani yang menjadi tanggung jawab bersama
diantara paraanggotanya.
3. Adanya kader tani yang berdedikasi untuk menggerakkan para petani
dan kepemimpinannya diterima oleh sesama petani lainnya.
4. Adanya kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh sekurang
kurangnya sebagian besar anggotanya.
5. Adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakat setempat untuk
menunjang program yang telah ditentukan.
2.1.3 Fungsi Kelompok Tani
Kelompok tani berfungsi sebagai:

Kelas belajar; Kelompoktani merupakan wadah kegiatan belajar-mengajar bagi


anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta
tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga
produktivitasnya

1. meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan petani

semakin sejahtera

2. Wahana Kerjasama; Kelompok tani merupakan tempat untuk

memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani

dan antar kelompok tani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama

ini diharapkan usaha taninya akan lebih efisien serta lebih mampu

menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.

3. Unit Produksi; Usaha tani yang dilaksanakan oleh masing masing

anggota kelompoktani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai

satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala

ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun

kontinuitas.
jauh Putnam mengutarakan pemaknaan asosiasi horisontal, tidak hanya
yang memberi desireable outcome (hasil pendapatan yang diharapkan) melainkan
juga undesirable outcome (hasil tambahan).
Lawang (2005) juga merumuskan modal sosial sedikit lain dari yang
dikemukakan para ahli sebelumnya. Modal sosial menunjuk pada semua kekuatan
sosial komunitas yang dikonstruksikan oleh individu atau kelompok yang mengacu
pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan
individual dan / atau kelompok secara efisien dan efektif dengan kapital- kapital
lainnya. Definisi ini jelaskan oleh Lawang dalam perspektif sosiologi sebagai
berikut :
1. Kekuatan sosial menunjuk pada semua mekanisme yang sudah dan
dikembangkan oleh komunitas dalam mempertahankan hidupnya.
2. Pengertian komunitas dapat mengacu pada komunitas mikro, mezo dan
makro. Kekuatan-kekuatan sosial sebagai modal sosial dapat terbatas pada
komunitas itu saja yang dilihat sebagai bounded sosial capital atau jika
sudah dikaitkan dalam bentuk jaringan dengan modal sosial meso dan
makro dapat disebut sebagai bridging sosial capital. Kalau satuan
pengamatan dan analisisnya adalah meso sebagai bounded maka yang
makro adalah bridging.
3. Modal sosial itu pada dasarnya adalah konstruksi sosial, artinya, melalui
interaksi sosial individu-individu membangun kekuatan sosial (kolektif)
bersama untuk mengatasi masalah sosial yang dihadapi.
4. Modal sosial dalam pengertian ini merupakan alat (means) yang
dikonstruksikan individu-individu mencapai tujuan (end) bersama.
5. Ada kemungkinan modal sosial dominan dalam mengatasi suatu masalah
sosial tetapi mungkin juga tidak seberapa pentingnya. Namun prinsip sinerji
tetap berlaku agar modal sosial dapat digunakan sebagai kekuatan sosial
untuk mencapai tujuan bersama.
Modal sosial dalam sebuah komunitas, organisasi, atau kelompok adalah
akumulasi dari modal perorangan yang kemudian tergabung menjadi modal kolektif
yang dapat dimanfaatkan oleh anggota komunitas. Modal sosial organisasi sebagai
atribut kolektif dari jumlah koneksi yang dimiliki individu dalam organisasi (Anam
dan Suman, 2010).
Menurut Fukuyama (1995), modal sosial mengandung beberapa aspek nilai
(values), setidaknya terdapat empat nilai yang sangat erat kaitannya yakni (1)
universalism yaitu nilai tentang pemahaman terhadap orang lain, apresiasi, toleransi
serta proteksi terhadap manusia dan makhluk ciptaan Tuhan, (2) benevolence yaitu
nilai tentang pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan orang lain, (3) tradition
yaitu nilai yang mengandung penghargaan, komitmen dan penerimaan terhadap
tradisi dan gagasan budaya tradisional, dan (4) conformity yaitu nilai yang terkait
dengan pengekangan diri terhadap dorongan dan tindakan yang merugikan orang
lain, serta security nilai yang mengandung keselamatan, keharmonisan, kestabilan
dalam berhubungan dengan orang lain dan memperlakukan diri sendiri.

2.2.1 Unsur-Unsur Modal Sosial


1. Kepercayaan (Trust)
Unsur terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan (trust)
yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok
masyarakat. Dengan kepercayaan (trust), orang-orang akan bisa
bekerjasama secara lebih efektif. Elemen modal sosial yang menjadi pusat
kajian Fukuyama adalah kepercayaan (trust) karena menurutnya sangat erat
kaitannya antara modal sosial dengan kepercayaan. Fukuyama (2002) juga
menguraikan secara mendalam tentang bagaimanakondisi kepercayaan
dalam komunitas di beberapa Negara.
Trust atau rasa saling percaya adalah bentuk keinginan mengambil
resiko dalam hubungan–hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan
yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan
akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling
mendukung, paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan
kelompoknya (Putnam, 1993). Menurut Fukuyama (2002), kepercayaan
adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan
oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma
yang dianut bersama.
Menurut Pretty (2001), terdapat 2 (dua) macam kepercayaan,
diantaranya kepercayaan terhadap individu yang kita mengenalnya dan
kepercayaan terhadap orang yang kita tidak ketahui. Namun, akan
meningkat karena kenyamanan kita dalam pengetahuan struktir sosial.
Saling percaya terhadap yang lain dalam sebuah komunitas memiliki
harapan yang lebih baik untuk dapat berpartisipasi dalam memecahkan
permasalahan lingkungan. Sikap saling percaya juga merupakan unsur
pelumas yang sangat penting untuk melakukan kerjasamayang dapat
dikatakan sebagai pelicin kehidupan sosial.
Indra (2008) memberikan gambaran untuk mengukur tingkat
kepercayaan dalam masyarakat diantaranya (1) seberapa besar tingkat
kepercayaan terhadap sesama di lingkungan permukiman yang sama; (2)
seberapa besar tingkat kepercayaan dalam hal pergaulan antar sesama dalam
satu lingkungan permukiman; (3) seberapa besar tingkat kepercayaan dalam
hal menolong antar sesama dalam satu lingkungan permukiman; dan (4)
seberapa besar tingkat kepercayaan dalam hal pinjam meminjamuang dalam
satu lingkungan permukiman.
2. Jaringan (Network)
Menurut Mawardi (2007), modal sosial tidak dibangun hanya oleh
satu individu melainkan akan terletak pada kecenderungannya yang tumbuh
dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari
nilai–nilai yang melekat. Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas
yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi
berikut membangun jaringannya. Modal sosial terletak pula pada
kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan
dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial.
Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan individu dan
komunitas. Keterkaitan terwujud di dalam beragam tipe kelompok pada
tingkat lokal maupun di tingkat yang lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat
antara sesama anggota kelompok mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi
dan kekompakan. Apalagi jika kelompok sosial itu mampu menciptakan
hubungan yang akrab antar sesamanya. Oleh karena itu, menurt Putnam
(1995) bahwa jaringan sosial dapat dianggap penting dalam pembentukan
modal sosial. Adanya jaringan-jaringan hubungan sosial antara individu
dalam modal sosial memberikan manfaat dalam konteks pengelolaan
sumber daya milik bersama karena mempermudah koordinasi dan
kerjasamauntuk keuntungan yang bersifat timbal balik.
Menurut Hasbullah (2006), jaringan hubungan sosial biasanya akan
diwarnai oleh suatu tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi
kelompok. Pada kelompok sosial yang biasanya terbentuk secara tradisional
atas dasar kesamaan garis keturunan (lineage), pengalaman–pengalaman
sosial turun– temurun (reparated sosial experiences) dan kesamaan
kepercayaan pada dimensi ketuhanan (religious beliefs) cenderung
memiliki kohesifitas tingkat, tetapi rentang jaringan maupun trust yang
terbangun sangat sempit. Sebaliknya, pada kelompok yang dibangun atas
dasar kesamaan orientasi dan tujuan dan dengan ciri pengelolaan
organisasi yang lebih modern, akan memiliki tingkat partisipasi anggota
yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih luas yang akan
memberikan dampak posotif bagi kemajuan kelompok dan memberikan
kontribusi pada pembangunan masyarakat secara luas.
Melalui jaringan, orang saling tahu, saling menginformasikan, saling
mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan atau mengatasi
suatu masalah. Jaringan adalah sumber pengetahuan yang menjadi dasar
utama dalam pembentukan kepercayaan. Jaringan yang dibahas dalam
modal sosial adalah jaringan yang menunjuk pada semua hubungan dengan
orang atau kelompok lain yang memungkinkan peretasan masalah dapat
berjalan secara efektif dan efisien (Lawang, 2005).
3. Norma (Norm)
Menurut Hasbullah (2006), norma merupakan sekumpulan aturan
yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas
sosial tertentu. Aturan-aturan ini biasanya tidak tertulis tapi
dipahamisebagai penentu pola tingkah laku yang baik dalam konteks
hubungan sosial sehingga ada sangsi sosial yang diberikan jika melanggar.
Norma sosial akan menentukan kuatnyahubungan antar individu karena
merangsang kohesifitas sosial yang berdampak positif bagi perkembangan
masyarakat. Oleh karenanya norma sosial disebut sebagai salah satu modal
sosial.
Norma merupakan pedoman atau patokan bagi perilaku dan tindakan
seseorang yang bersumber pada nilai. Sedangkan nilai adalah merupakan
hal yang dianggap baik atau buruk atau sebagai penghargaan yang
diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang mempunyai daya guna
bagi kehidupan bersama. Dengan kata lain, norma adalah wujud konkrit
dari nilai yang merupakan pedoman, berisi suatu keharusan bagi individu
atau masyarakat, dapat juga norma dikatakan sebagai cara untuk melakukan
tindakan dan perilaku yang dibenarkan untuk mewujudkan nilai-nilai
(Ningrum, 2010).
Menurut Fukuyama (1995), bahwa norma tidak dapat dipisahkan
dari jaringan dan kepercayaan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena
pertukaran sosial yang terjadi antara dua orang, sifat norma adalah sebagai
berikut :
1. Norma muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan.
Artinya, kalau dalam pertukaran itu keuntungannya dinikmati oleh
salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutya pasti tidak akan
terjadi. Karena itu, norma yang muncul disini bukan sekali
pertukaran saja. Kalau dalam pertukaran pertama keduanya saling
menguntungkan, akan muncul pertukaran kedua dengan harapan
akan memperoleh keuntungan pula.
2. Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan
kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan
yang diperoleh dari satu kegiatan tertentu. Dalam konteks ini orang
yang melanggar norma resiprokal yang berdampak pada
berkurangnya keuntungan dari kedua belah pihak, akan diberi
sanksi negatife yang sangat keras.
3. Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah
pihak secara merata akan memunculkan norma keadilan. Yang
melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi keras pula

Norma-norma sosial dalam masyarakat sangat berkaitan dengan


kepercayaan, nilai-nilai menghargai orang, tanggung jawab moral, dan
kewajiban terhadap masyarakat maupun kepercayaan yang didasarkan
pada adat kebiasaan yang merupakn nilai-nilai budaya yang melekat.
Sisi lain, adanya seperangkat nilai-nilai moral yang memadai, dipegang
dan dianut dalam masyarakat dapat menumbuhkan perilaku
kebersamaan yang menunjang jaringan sosial (Kushandajani, 2006).

2.2.2 Tipologi Modal Sosial


Hasbullah (2006), membagi modal sosial kedalam dua bagian, yakni:
1. Modal Sosial Terikat (Bonding Social Capital)
Modal sosial yang terikat cenderung bersifat eksklusif. Apa yang
menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus
sebagai ciri khasnya, yaitu baik kelompok maupun anggota kelompok,
dalam konteks ide, relasi, dan perhatian, lebih berorientasi ke dalam
(inward looking) dibandingkan berorientasi ke luar (outward looking).
Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini
umumnya homogen. Kelompok yang memiliki anggota kelompok yang
homogen pada umunya anggotanya berasal dari suku yang sama. Apa yang
menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang turun
temurun telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata perilaku (code
of conducts) dan perilaku moral (code of ethics) dari suku atau entitas
sosial tersebut. Mereka cenderung konservatif dan lebih mengutamakan
solidarity making daripada hal- hal yang lebih nyata untuk membangun
diri dan kelompok sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat
yang lebih terbuka.
Pada masyarakat yang bonded/inward looking walaupun hubungan
sosial yang tercipta memiliki tingkat kohesivitas yang kuat, tetapi tidak
merefleksikan kemampuan masyarakat tersebut untuk menciptakan dan
memiliki modal sosial yang kuat. Kekuatan yang tumbuh sekedar dalam
batas kelompok, terutama jika kelompok tidak didominasi oleh struktur
hierarki feodal. Kohesivitas yang bersifat bonding akan tetap mampu
memberi dampak bagi kemungkinan peningkatan kesejahteraan bersama
termasuk mengangkat mereka yang berada dalam kemiskinan. Akan tetapi,
karena pengaruh dari sistem sosial yang hierarkis, pola yang demikian
akan lebih banyak membawa pengaruh negatif dibandingkan dengan
pengaruh positifnya.
2. Modal Sosial Yang Menjembatani (Bridging Social Capital)
Bentuk modal sosial ini atau biasa juga disebut bentuk modern dari
suatu pengelompokan, kelompok, asosiasi atau masyarakat. Prinsip-
prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip
universal tentang persamaan, kebebasan, nilai-nilai kemajemukan dan
kemanusiaan, terbuka dan mandiri. Prinsip pertama yaitu persamaan
bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok memiliki hak-hak
dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan
kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok. Pimpinan
kelompok hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah
ditentukan oleh para anggota kelompok. Hal ini sangat berbeda dengan
kelompok- kelompok tradisional yang memiliki pola hubungan antar
anggota berbentuk pola vertikal. Mereka yang berada di piramida atas
memiliki kewenangan dan hak-hak yang lebih besar baik dalam
pengambilan keputusan maupun dalam memperoleh kesempatan dan
keuntungan-keuntungan ekonomi. Kedua, adalah kebebasan setiap
anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide
yang dapat mengembangkan kelompok tersebut kebebasan (freedom of
consience) merupakan jati diri kelompok dan anggota kelompok.
Dengan iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kolektif
yang tumbuh dalam kelompok tersebut. Iklim ini lah yang memiliki dan
memungkinkan munculnya kontribusi besar terhadap perkembangan
organisasi. Ketiga, adalah kemajemukan dan humanitarian.
Bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi
setiap anggota dan orang lain merupakan prinsip-prinsip dasar dalam
pengembangan asosiasi, grup dan kelompok. Kehendak kuat untuk
membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berempati
terhadap situasi yang dihadapi oleh orang lain merupakan dasar-dasar
ide humanitarian. Pada dimensi kemajemukan, terbangun suatu
kesadaran kuat bahwa hidup yang berwarna- warni, dengan beragam
suku, warna kulit, dan cara hidup merupakan bagian dari kekayaan
manusia. Kelompok ini memiliki sikap dan pandangan yang terbuka
dan senantiasa mengikuti perkembangan dunia di luar kelompoknya
(outward looking). Dengan sikap kelompok yang outward looking
memungkinkan untuk menjalin koneksi dan jaringan kerja yang saling
menguntungkan dengan asosiasi atau kelompok di luar kelompoknya.
Kemajuan akan lebih mudah dicapai karena pertukaran ide akan terus
berkembang dan menstimulasi perkembangan kelompok dan tent saja
individu dalam kelompok tersebut.

2.2.3 Manfaat Modal Sosial

Pembentukan modal sosial yang termasuk dalam aspek kelembagaan


telah diyakini sebagai solusi untuk masalah-masalah yang kerap timbul,
diantaranya masalah sosial seperti kemiskinan, kejahatan dan pemerintahan
yang tidak efisien (Acemoglu dan Robinson, 2014). Modal sosial dapat
diterapkan untuk berbagai kebutuhan, namun yang paling banyak adalah untuk
upaya pemberdayaan masyarakat. World Bank memberi perhatian yang tinggi
dalam mengkaji peranan dan implementasi modal sosial khususnya untuk
pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang (Syahyuti, 2008).

Menurut Mardikanto dan Soebianto (2013) bahwa pemberdayaan


masyarakat sebagai upaya untuk memberi kemampuan kepada kelompok
masyarakat (miskin) untuk mampu menyuarakan pendapat dalam memilih
sesuatu (konsep, metode, produk, tindakan, dll.) perubahan-perubahan itu
hanya akan terwujud jika dilaksanakan oleh individu-individu atau sekelompok
orang yang memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan tertentu yang
diandalkan, dan seringkali juga memerlukan kelembagaan tertentu.

Menurut Lin (2001), modal sosial dapat meningkatkan efektivitas


pembangunan melalui : (1) tersedianya aliran informasi. Dalam pasar yang
tidak sempurna ikatan sosial dalam posisi lokasi/hierarki yang strategis dapat
menyediakan individu dengan informasi yang berguna tentang kesempatan dan
pilihan-pilihan. Sebaliknya, individu yang tidak memiliki posisi yang strategis,
dipastikan tidak memiliki keuntungan tersebut. Dengan informasi yang sudah
didapat berarti individu tersebut bisa mengurangi biaya transaksi untuk
melakukan kegiatan ekonomi; (2) ikatan sosial (social ties) bisa memengaruhi
pelaku (agents), misalnya supervisor organisasi, yang memiliki peran penting
(crucial role) dalam pengambilan keputusan (seperti penggajian atau promosi).
Terbangunnya pengaruh yang semakin kuat antar pelaku pembangunan dalam
pengambilan keputusan; (3) ikatan sosial mungkin diberikan oleh organisasi
atau pelakunya sebagai sertifikasi kepercayaan sosial individu (individual’s
social credentials), yakni sesuatu yang merefleksikan aksesibilitas individu
terhadap sumber daya lewat jaringan dan relasi yang dimiliki; (4) hubungan
sosial diharapkan dapat memperkuat kembali identitas dan pengakuan
(recognation). Penguatan kembali (reinforcements) tersebut sangat essesnsial
bagi pemeliharaan kesehatan mental dan pembagian sumber daya (entitlement
to resources). Jadi, keempat elemen tersebut, informasi, pengaruh, kepercayaan
sosial dan penguatan kembali mungkin bisa menjelaskan mengapa modal sosial
bekerja dalam tindakan-tindakan instrumental dan ekspresif yang tidak dapat
dihitung dalam bentuk modal personal (personal capital), seperti modal
ekonomi atau modal manusia.
2.2 Peran Modal Sosial Dalam Kelompok Tani
Dalam sektor pembangunan ekonomi modal sosial mempunyai pengaruh
yang sangat tinggi terhadap perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi
salah satunya adalah melalui petani. Hal ini dikarenakan petani harus memiliki
modal sosial yang kuat agar bisa mencapai apa yang dijadikan tujuan dalam
kelompok (Ngangi, 2016).
Trust adalah unsur terpenting dalam modal sosial yang dibentuk secara
sengaja sebagai awal dari terbangunnya suatu ikatan sosial yang muncul di antara
dua orang atau lebih untuk saling berhubungan. Putnam dalam Ngangi (2016)
mengatakan bahwa rasa percaya dan dipercaya dianggap sebagai suatu hal yang
dapat melicinkan kehidupan sosial. Bersikap jujur, transparan dan tidak
menyembunyikan sesuatu dari orang lain, tulus dalam kata-kata dan sikap, bisa
menerima kritik dan saran dari orang lain adalah contoh- contoh kecil yang bisa
membangun kepercayaan dalam suatu kelompok (Ngangi, 2016).
Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk
perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah
sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat
suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan kolektif itu misalnya menghormati
pendapat orang lain, tidak mencurangi orang lain, kebersamaan dan lainnya.
Apabila di dalam kelompok norma-norma tersebut tumbuh, dan dipertahankan
dengan kuat, dapat memperkuat masyarakat itu sendiri (Ngangi, 2016).
Jaringan sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan ikatan.
Simpul adalah individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah hubungan antar
individu tersebut. Salah satu kunci keberhasilan membangun modal sosial terletak
pada kemampuan sekelompok orang pada suatu perkumpulan, melibatkan diri
dalam suatu jaringan sosial. Menurut Badarudin dalam Ngangi (2016) jaringan
meliputi unsur partisipasi, pertukaran timbal balik, kerjasama, dan keadilan.
Kemampuan anggota masyarakat untuk menyatukan diri dalam suatu pola
hubungan yang sinergis, akan sangat mempengaruhi, lemah atau kuatnya modal
sosial dalam suatu masyarakat. Kemampuan tersebut terwujud dalam bentuk
partisipasi dalam membangun jaringan dalam sebuah hubungan yang saling
berdampingan.
2.3 Keberlanjutan Kelompok Tani
Keberlanjutan kelompok tani diartikan sebagai sebuah dinamika untuk
menjaga kelangsungan hidup kelompok tani dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan anggota. Keberlanjutan kelompok tani akan tetap terjaga selama
anggota kelompok memiliki keinginan tetap berada di dalam (menjadi anggota)
kelompok tani sebagai wadah untuk mencapai tujuan bersama (Ismail, 2009).
Orang berkelompok karena kelompok tersebut dapat memenuhi
lebutuhannya atau kelompok tersebut sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
yang hanya dapat dicapai melalui kelompok (Hariadi, 2004). Keuntungan lain yang
dapat diperoleh dari berkelompok adalah dapat belajar mengenai organisasi dan
lingkungannya, serta dapat belajar tentang diri sendiri, dan mendapatkan
ketrampilan baru (Umstot, 1988).
Orang- orang yang memiliki tujuan yang sama cenderung akan membentuk
sebuah kelompok guna untuk mencapai tujuan tersebut. Kombinasi tujuan individu
di dalam sebuah kelompok dapat dikatakan sebagai sebuah tujuan yang hendak
dicapai oleh kelompok (Johnson, 2000). Anggota kelompok berupaya
melaksanakan fungsi dan perannya serta bekerjasama menurut pola tertentu sebagai
kesatuan,untuk mencapai tujuan kelompoknya. Proses pencapaian tujuan kelompok
tersebut merupakan dinamika sebuah kelompok (Mardikanto, 1993). Kelompok
dapat dipandang sebagai sebuah kesatuan dari orang- orang yang bergabung
menjadi satu untuk mencapai tujuan bersama, atau kelompok juga dapat diartikan
sebagai sekelompok individu yang saling tergantung antara yang satu dengan yang
lainnya (Johnson and Johnson, 2000). Pengertian ini menunjukkan bahwa
kelangsungan hidup atau keberlanjutan kelompok dipengaruhi oleh proses
pencapaian tujuan dan proses kerjasama anggota didalam sebuah kelompok.

2.4.1 Kohesivitas Kelompok


Kohesivitas anggota kelompok merupakan jumlah dari kekuatan yang
menarik anggota kelompok dan menjaga kebersamaan kelompok, kemampuan
kelompok untuk menjaga anggota tetap di dalam kelompok karena daya tarik
kelompok tersebut, keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok
(Greenberg and Baron, 2003). Kohesivitas kelompok dapat dipandang sebagai
keinginan anggota kelompok untuk tetap berada di dalam kelompok karena
adanya daya tarik kelompok. Daya tarik (valensi) suatu obyek atau kegiatan
merupakan fungsi dari kebutuhan seseorang dan sifat yang melekat kepada
obyek tersebut (Johnson dan Johnson, 2000).
Ketertarikan seseorang untuk bergabung dengan sebuah kelompok muncul
karena adanya daya tarik yang dimiliki orang-orang yang menjadi anggota,
serta kegiatan dan program yang dimiliki oleh kelompok (Spector, 2006).
Ketertarikan terhadap kelompok muncul jika seseorang melihat bahwa
kelompok tersebut dapat dijadikan sarana untuk mencapai tujuan- tujuan yang
berada diluar kelompok.
Kelompok yang dimiliki kesamaan latar belakang, sikap dan kepentingan
akan memiliki kohesivitas yang tinggi daripada kelompok yang tidak memiliki
latar belakang, sikap dan kepentingan yang sama. Agar kelompok memiliki
kohesivitas yang tinggi maka sebagian besar anggota atau seluruh anggota
harus memiliki motivasi yang kuat untuk tetap berada dalam kelompok (Ismail,
2009). Kohesivitas kelompok dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan
hidup kelompok karena adanya keinginan anggota untuk tetap berada dalam
kelompok. Keinginan untuk tetap berada dalam kelompok dapat disebabkan
oleh orang- orang yang berada dalam kelompok, kegiatan atau program-
program kelompok, dan digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan
tertentu (Hariadi, 2004).

2.4.2 Komitmen Anggota


Komitmen merupakan kesediaan atau janji untuk melakukan sesuatu.
Kelompok dipandang sebagai organisasi, maka komitmen anggota dapat
dipandang sebagai sebuah komitmen organisasi (Putnam, 1996). Komitmen
organisasi terdiri dari dua komponen yaitu penerimaan terhadap tujuan
organisasi, kesediaan untuk bekerja keras bagi organisasi dan keinginan untuk
tetap berada dalam organisasi. Komitmen memiliki tiga tipe diantaranya yaitu
komitmen berkesinambungan, komitmen efektif dan komitmen normatif
(Hariadi, 2004).
Komitmen dapat dimaknai sebagai keinginan, kesediaan atau janji untuk
melakukan sesuatu. Kelompok dipandang sebagai sebuah organisasi, maka
komitmen anggota dapat dipandang sebagai sebuah komitmen organisasi.
Komitmen organisasi berkaitan dengan tingkat keterlibatan seseorang di dalam
organisasi dan tingkat ketertarikan untuk tetap berada di dalamnya (Greenberg
and Baron, 2003). Komitmen memiliki tiga tipe, yaitu komitmen
berkesinambungan (continuance commitment), komitmen afektif (affective
commitment) dan komitmen normatif (normative commitment) (Spector,
2006). Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) adalah
kuatnya keinginan seseorang untuk tetap bekerja bagi organisasinya karena
sudah merupakan kewajibannya dan jika ditinggalkan akan mengkibatkan
kerugian (Greenberg and Baron, 2003). Komitmen ini muncul karena adanya
keuntungan yang diperoleh dari kelompok. Banyak orang tidak bersedia untuk
keluar dari sebuah kelompok karena tidak ingin mendapatkan kerugian.
Komitmen kedua adalah komitmen afektif (affective commitment), yaitu
kesediaan seseorang untuk bekerja bagi organisasi karena setuju dengan tujuan
dan nilai-nilai yang mendasari organisasi tersebut (Ibid, 2003). Keberadaan
komitmen ini akan memberikan dukungan bagi tercapai tujuan kelompok.
Komitmen afektif juga akan menum-buhkan loyalitas anggota terhadap
kelompok.
Komitmen normatif (normative commitment), yaitu kesediaan sese-orang
untuk bekerja bagi organisasi karena adanya desakan dari orang lain untuk
tetap ber-ada dalam organisasi (Spector, 2006). Komitmen normatif muncul
karena adanya keyakinan terhadap nilai-nilai kelompok yang harus
dipedomani. Komitmen ini menimbulkan perasaan berkewajiban bagi anggota
untuk tetap berada dan bekerja bagi kelompok. Anggota kelompok dengan
komitmen normatif yang kuat memiliki perhatian terhadap apa yang akan
dikatakan orang lain jika ia meninggalkan kelompok.

2.4.3 Interdependensi Positif


Seseorang akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tersebut
dapat dilakukan melalui kerjasama atau kompetisi dengan orang lain. Usaha
mencapai tujuan melalui kerjasama ataupun kompetisi merupakan bahasan dari
teori interdepensi social yang meliputi; (1)) hakekat dari sebuah kelompok
adalah kesaling-tergantungan/interdependensi anggota (yang tercipta karena
tujuan bersama) yang meng-hasilkan dinamika kelompok sehingga perubahan
keadaan pada setiap anggota atau sub kelompok akan mengubah keadaan
anggota atau sub kelompok lainnya, (2) ketegangan intrinsik diantara anggota
kelompok memberikan dorongan untuk bergerak menuju pencapaian tujuan
bersama yang diinginkan. (Johnson and Johnson, 2000). Interdependensi sosial
muncul ketika sekelompok orang memiliki tujuan bersama dan setiap hasil
perorangan mempengaruhi tindakan orang lain. Terdapat dua jenis
interdependensi sosial yaitu kooperatif dan kompetitif. Interdependensi positif
menghasilkan pola hubungan yang promotif (mendukung). Pola hubungan
yang mendukung akan mendorong usaha-usaha untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi. Hubungan yang promotif akan terjadi apabila masing- masing
orang mendukung dan membantu upaya orang lain untuk mencapai tujuan
kelompok (Robinson, 2011).
Interdependensi sosial muncul ketika sekelompok orang memiliki tujuan
bersama dan setiap hasil perorangan mempengaruhi tindakan orang lain.
Terdapat dua jenis inter-dependensi sosial: kooperatif dan kompetitif (Ismail,
2009). Teori interdependensi menyatakan bahwa tindakan seseorang akan
memberikan dampak bagi orang dalam tiga kemungkinan, yaitu memberikan
keberhasilan bagi orang lain, menghalangi keberhasilan orang lain, tidak
berdampak sama sekali terhadap keberhasilan atau kegagalan orang lain.
Premis dasar dari teori interdependensi sosial adalah bahwa interdependensi
yang memberi warna pada suatu keadaan menentukan pola interaksi masing-
masing orang. Interdependensi positif menghasilkan pola hubungan yang
promotif. Pola hubungan ini akan mendorong usaha-usaha untuk mencapai
tujuan yang lebih tinggi. Dukungan yang diberikan kepada setiap orang dalam
kelompok dapat berupa: saling memberi-menerima bantuan dan asistensi (baik
terkait dengan tugas atau pribadi), pertukaran sumberdaya dan informasi,
memberi dan menerima umpan balik atas perilaku tugas dan kerja tim,
membantu meningkatkan usaha-usaha untuk mencapai tujuan dan saling
mempengaruhi pemikiran dan perilaku (Johnson and Johnson, 2000).
Pola interaksi promotif mendorong anggota untuk tetap berada dalam
kelompok. Anggota kelompok akan merasa lebih mudah dalam mencapai
tujuan karena adanya dukung-an dari anggota yang lain. Bentuk-bentuk
dukungan antar anggota tersebut akan memberikan rasa aman bagi anggota
kelompok tani hutan dan akan merasa rugi/terancam jika keluar dari kelompok
(Mardikanto,1993). Interdependesi positif memberikan rasa aman dalam
melaksanakan kegiatan dan program kerja kelompok karena adanya dukungan
dari sesama anggota kelompok. Dukungan dari sesama anggota juga
menumbuhkan pola kerja sama antar anggota untuk menyelesaikan program
kerja kelompok (Hariadi, 2004).
2.4 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Kholifa (2016) dengan judul
“Pengaruh Modal Sosial Terhadap Produktivitas Petani (Studi Kasus Di
Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap) bertujuan untuk mengetahui
pengaruh modal sosial baik secara parsial maupun simultan terhadap
Produktivitas petani di Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa:
(1)Variabel kepercayaan berpengaruh positif terhadap produktivitas petani,(2)
Variabel partisipasi berpengaruh positif terhadap produktivitas petani, (3)
Variabel jaringan berpengaruh positif terhadap produktivitas petani (4)
Variabel norma sosial berpengaruh positif terhadap produktivitas petani, (5)
Variabel kepercayaan, partisipasi, jaringan, dan norma sosial berpengaruh
positif secara bersama-sama terhadap produktivitas petani. Serta Sumbangan
efektif masing-masing variabel yaitu 19% untuk variabel kepercayaan, 18%
untuk variabel partisipasi, 17% untuk variabel jaringan, dan 15% untuk
variabel norma sosial.
2. Penelitian yang dilakukan oleh M. Zulham Ulinnuha (2011) dengan judul
“Strategi Peningkatan Produktivitas Petani Melalui Penguatan Modal Sosial
(Studi Empiris di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak) bertujuan untuk
menganalisis peran modal sosial terhadap produktivitas petani dan
memformulasikan strategi peningkatan produktivitas petani melalui
penguatan modal sosial. Penelitian ini menggunakan metode gabungan/mixed
method yaitu penggabungan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode
kualitatif digunakan kaitannya untuk menjawab pertanyaan peran modal
sosial yang ada di masyarakat Kecamatan Guntur dalam kaitannya
meningkatkan produktivitas petani. Hasil penelitian ini adalah modal sosial
yang ada di Kecamatan Guntur dapat at dalam kegiatan Telaga Boga yang
sedikit banyak memberikan solusi dari jalan keluar atas permasalahan yang
ada.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Kunto Widodo (2015) dengan judul “Analisis
Pengaruh Modal Sosial Terhadap Produktivitas Lahan Jagung“ (Studi Kasus:
Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan) bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh modal sosial terhadap Produktivitas lahan jagung.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif melalui regresi linear
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel modal sosial dapat
mengakselerasi produktivitas lahan jagung secara postitif walaupun tidak
signifikan.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Sindy Fanbellsa (2017) dengan judul “Pengaruh
Modal Sosial Terhadap Keberlanjutan Gapoktan Sumber Mulyo”
(Studi kasus Desa Banjaran Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara) bertuuan
untuk mengetahui pengaruh modal sosial terhadap gapoktan. Penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis linier berganda. Hasil
penelitian menunjukan bahwa modal sosial yang terdiri dari trust, norm, dan
network, berpengaruh secara nyata terhdap keberlanutan gapoktan sumber
mulyo dengan total pengaruh sebesar 71,10%.

2.5 Kerangka Pemikiran

Modal Sosial

Kepercayaan Norma Jaringan

KeberlanjutanKelompok
BAB
Tani III
nugraha

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis, Lokasi dan Waktu Penelitian


Metode penelitian yang digunakan secara umum dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif. Karena penelitian ini bertujuan membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang diselidiki. Menurut Nazir
(2005) secara harfiah metode deskriptif adalah metode penelitian untuk
menggambarkan suatu kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan
akumulasi data dasar belaka. Secara spesifik metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif studi kasus (case study), karena studi
kasus atau penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang
berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas dengan
subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat dan
tujuan studi kasus itu sendiri adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail
tentang latar belakang, sifat- sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus
ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan
dijadikan suatu hal yang bersifat umum (Nazir, 2005).
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling)
yaitu sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti didasarkan atas kriteria atau
pertimbangan tertentu (Wirartha, 2006). Lokasi penelitian yaitu Petani Padi Sawah
khususnya Kelompok Tani Nugraha di Desa Sidamukti Kecamatan Sukaresmi
Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember –
Februari 2019. Dimensi waktu pada penelitian ini adalah studi satu tahap, yaitu
penelitian yang datanya dikumpulkan sekaligus. Data dikumpulkan berupa data
dari satu atau beberapa subyek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode survei.

3.2 Instrumen Penelitian


Arikunto (2013) menjelaskan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Riduwan (2013) berpendapat bahwa instrumen penelitian merupakan alat
bantu peneliti dalam pengumpulan data, mutu instrumen akan menentukan mutu
data yang dikumpulkan, sehingga tepatlah dikatakan bahwa hubungan instrumen
dengan data adalah sebagai jantungnya penelitian yang saling terkait.
Instrumen penelitian pada penelitian ini menggunakan kuisioner. Sugiono
(2012) menjelaskan kuisioner merupakan seprangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuisioner berupa pertanyaan –
pertanyaan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara
langsung atau dikirim melalui pos atau internet
3.3 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang akurat yang dapat dipercaya
kebenarannya dan relevan masalah yang diteliti, maka pengumpulan data
dilakukan dengan beberapa metode :

1. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi antara


pewawancara dengan responden untuk mendapatkan informasi dengan
bertanya secara langsung (Singarimbun dan Effendi, 1995). Wawancara
dilakukan dengan petani yang merupakan responden dalam penelitian ini.
Peneliti memberikan daftar pertanyaan kepada responden dan responden
memberikan tanggapan atau respon terhadap pertanyaan yang diajukan.
2. Pencatatan, teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat hasil wawancara
pada kuesioner dan mencatat data sekunder dari instansi yang terkait
dengan penelitian.

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Anggota Kelompok Tani
“Nugraha” yang merupakan petani padi sawah yang menerapkan Sisteem
Tanam Jajar Legowo di Desa Sidamukti Kecamatan Sukaresmi Kabupaten
Pandeglang. Dalam penelitian ini teknik pengambilan responden dilakukan
dengan menggunakan metode sensus, dimana seluruh populasi dalam
penelitian ini menjadi responden. Jumlah dari anggota kelompok tani
“Nugraha” adalah sebanyak 30orang.
3.3.3 Definisi Operasional Variabel

Operasional variabel berfungsi untuk mempermudah dalam


pengumpulan data, maka masing-masing dari variabel diberi batasan,
sehingga dapat diketahui dengan jelas indikator pengukurannya. Variabel-
variabel dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu
kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan
nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok
untuk membuat kemungkinan aksi bersama secara efisien dan efektif.
2. Jaringan sosial merupakan infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud
jaringan- jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi
terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan
dan memperkuat kerjasama
3. Trust atau kepercayaan merupakan sikap saling mempercayai di
masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan
kontribusi pada peningkatan modal sosial.
4. Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh
anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan kolektif
tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat
dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan
sosial.
5. Keberlanjutan kelompok tani diartikan sebagai sebuah dinamika untuk
menjaga kelangsungan hidup kelompok tani dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan anggota.
3.3.4 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
deskriptif, yang disajikan dalam bentuk tabel. Data yang dihasilkan
dianalisis dengan menggunakan skala likert. Mengukur variabel penelitian
yang digunakan maka dilakukan pengukuran dengan cara menguraikan
indikator-indikator variabel dalam bentuk item-item pernyataan yang
disusun dalam bentuk kuesioner dengan bobot nilai (skor) jawaban 1-5,
untuk membantu analisa data digunakan skor, Sangat Sering (skor 5),
Sering (skor 4), Kadang-Kadang (skor 3), Jarang (skor 2), Tidak Pernah
(skor 1). Memperoleh nilai total masing-masing variabel adalah dengan
menjumlahkan nilai-nilai dari item pernyataan dan kemudian dibagi dengan
jumlah item pernyataan. Nilai variabel tersebut digolongkan dalam beberapa
kategori yang didasarkan pada skala likert. Riduwan (2012) Dengan cara
perhitungan skor masing-masing pernyataan:

Jumlah skor tiap kriterium = Capaianskor X Jumlah responden

Cara pengukuran skor keseluruhan untuk mengetahui Peran Modal


Sosial pada Kelompok Tani yaitu:

Jumlah skor seluruh kriterium= Capaian jumlah skor X Jumlah


Responden X instrument pernyataan

Anda mungkin juga menyukai