Anda di halaman 1dari 12

MENJADI GURU PROFESIONAL

A. Profesi dan Kode Etik Guru


Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap
pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik. ISPI dalam
temu karya pendidikan III dan Rakornas di Bandung Tahun 1991 mengemukakan kode etik
sarjana pendidikan Indonesia sebagai berikut: (1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
setia dan jujur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (2) menjungjung tinggi harkat dan
martabat peserta didik (3) menjungjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) selalu menjalankan tugas dengan berpegang teguh
kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan, dan (5) selalu melaksanakan pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Kode etik pendidik ini bertalian erat dengan unsur-unsur yang dinilai dalam menentkan
DP3 menurut PP Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1979. Unsur-unsur yang dimaksud
adalah: (1) kesetiaan kepada Pancasila dan UUD 1945, negara, serta bangsa, (2) berprestasi
dalam kerja, (3) bertanggungjawab dalam bekrja, (4) taat kepad peraturan perundang-
undangan dan landasan, (5) jujur dalam melaksanakan tugas, (6) bisa melakukan kerja sama
dengan baik, (7) memiliki prakarsa yang positif untuk memajukan pekerjaan dan hasil kerja,
dan (8) memiliki sifat kepemimpian.
Para guru di Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang mulia.
Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang beriman, bertaqwa, dan
berakhlak mulia, srta menguasai IPTEKS dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas.
Para guru di Indonesia idealnya selalu tampil secara profesional dengan tugas utamanya
adalah mendidik, membimbing, melatih, dan mengembangkan kurikulum atau perangkat
kurikulum, sebagaimana bunyi prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso,
tut wuri handayani.” Artinya seorang guru bila di depan memberikan suri teladan atau contoh,
di tengah memberikan prakarsa dan di belakang memberikan dorongan atau motivasi.
Kode Etik Guru merupakan panduan bagi para guru memagari sikap guru sebagai
seorang pendidik, oleh karena itu para guru mempunyai 7 (tujuh) sikap profesionalisme
kependidikan yang disesuaikan dengan kode etik guru UU No. 14 tahun 2005, yaitu:
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Salah satu butir Kode Etik Guru Indonesia: ”guru melaksanakan segala
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”(PGRI, 1973). Kebijaksanaan
pendidikan di negara kita di pegang oleh pemerintah yaitu Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, kebijakan pusat maupun daerah, maupun departemen lain dalam rangka
pembinaan pendidikan di negara kita.
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Selain itu dalam butir keenam dari Kode Etik
dinyatan bahwa Guru secara pribadi maupun bersama-sama, mengembangkan, dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
1
2
3. Sikap Tehadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru:”Guru memlihara hubungan seprofesi, semangat
kekluargaan, dan kesetiakawanan sosial”. Ini berarti bahwa: a. Guru menciptakan dan
memlihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, b. Guru menciptakan dan
memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial diluar maupun dalam
lingkungan kerjanya.
4. Sikap Tehadap Anak Didik
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa pancasila(Kode Etik Guru Indonesia). Guru herus membimbing
anak didikya.
5. Sikap Terhadap Tempat Kerjanya
Suasana yang baik di di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Untuk itu
“guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar”(kode etik). Selain itu guru juga membina hubungan baik dengan orang
tua dan masyarakat sekitar.
6. Sikap Terhadap Pemimpin
Sikap seorang guru terhadap pemimpin ahrus positif, dalam pengertian harus
bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik disekolah
maupun di luar sekolah.
7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Seorang guru hendaknya mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati.
Melaksanakan tugas melayani dengan penuh ketelatenan dan kesabaran.
B. Guru Profesional
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang
ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga dapat diartikan sebagai suatu jabatan atau
pekerjaan tertentu yang mengisyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperolh
dari pendidikan akademis yang intensif. (Webster, 1989).
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu
keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran yang berkaitan dengan
pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesionalisme
adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan
dan pembelajaran. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga
ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru
yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki
pengalaman yang luas di bidangnya.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pndidikan yang berkualitas.
Untuk dapat menjadi guru profesional mereka harus mampu menemukan jati diri dan
mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan dan kaidah-kaidah guru yang profesional.
3
Berkenaan dengan pentingnya profesionalisme guru dalam pendidikan Sanusi et al.
(1991:23) mengutarakan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam
pendidikan, yaitu: (1) Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan,
pengetahuan, emosi, dan perasaan dan dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya;
sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat
manusia; (2) Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni scara sadar brtujuan, maka
pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara
uniersal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan
pengelola pendidikan; (3) Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam
menjawab permasalahan pendidikan; (4) Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang
manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu,
pendidikan itu adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut; (5) Inti
pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik
dengan pendidikan yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh
pendidik agar selaras dengan nilai-nilai yang dijungjung tinggi masyarakat; dan (6) Sering
terjadi dilemba antara tujuan utama pendidikan, yaitu menjadikan manusia sebagai manusia
yang baik (dimensi intrinsik) dengan misi instrumental, yakni merupakan alat untuk perubahan
atau mencapai sesuatu.
C. Kompetensi Guru
Menurut, PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat 3 dan UU No. 14 Tahun 2005 Pasal
10, Ayat 1, menyatakan 17 “Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi
pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial.
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”.
Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan
pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar
mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan
kemampuan melakukan penilaian.
Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran, menurut Joni (1984:12),
kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (a)
merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran; (b) merencanakan pengelolaan
kegiatan belajar mengajar; (c) merencanakan pengelolaan kelas; (d) merencanakan
penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (e) merencanakan penilaian prestasi siswa
untuk kepentingan pengajaran.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran
meliputi: (a) mampu mendeskripsikan tujuan; (b) mampu memilih materi; (c) mampu
mengorganisir materi; (d) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran; (e) mampu
menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran; (f) mampu menyusun
perangkat penilaian; (g) mampu menentukan teknik penilaian; dan (h) mampu
mengalokasikan waktu.
4
Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan
proyeksi guru dan dosen dan dosen mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama
pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi
satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber
belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.
Kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan
program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan
guru dan dosen menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan
rencana yang telah disusun. Guru dan dosen harus dapat mengambil keputusan atas dasar
penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya
diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang
siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip
mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan
keterampilan menilai hasil belajar siswa.Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan
kemampuan yang harus di miliki guru dan dosen dan dosen dalam melaksanakan proses
belajar mengajar meliputi kemampuan: (a) menggunakan metode belajar, media pelajaran,
dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (b) mendemonstrasikan penguasaan
mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (c) berkomunikasi dengan siswa, (d)
mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (h) melaksanakan evaluasi proses
belajar mengajar.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran,
dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis,
sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien.
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan dosen dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa,
kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.
2. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b4,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, 19 arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. Sosok seorang guru haruslah memiliki kekuatan
kepribadian yang positif yang dapat dijadikan sumber inspirasi bagi peserta didiknya.
Dikemukakan pula oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem pendidikan yang diinginkannya
yaitu guru harus “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”.
Artinya bahwa guru harus contoh dan teladan yang baik, membangkitkan motivasi berlajar
siswa serta mendorong/memberikan dukungan dari belakang. Berdasarkan hasil rapat
Asosiasi LPTKI (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia) di Unesa Surabaya
Tahun 2006 dalam Abdul Hadis dan Nurhayati (2010: 27-28) kompetensi kepribadian dapat
dijabarkan menjadi subkompetensi dan pengalaman belajar sebagai berikut:
5
a. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa: (1)
berlatih membiasakan diri menerima dan memberi kritik dan saran; (2) berlatih
membiasakan diri mentaati peraturan; (3) berlatih membiasakan diri bersikap dan
bertindak secara konsisten; (4) berlatih mengendalikan diri dan berlatih membiasakan
diri menematkan persoalan secara proporsonal; dan (5) berlatih membiasakan diri
melaksanakan tugas secara mandiri dan bertanggung jawab.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta
didik dan masyarakat: (1) berlatih membiasakan diri berperilaku yang mencerminkan
keimanan dan ketakwaan; (2) berlatih membiasakan diri beperilaku santun; dan (3)
berlatih membiasakan diri berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan
masyarakat.
c. Mengevaluasi kinerja sendiri: (1) berlatih dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan
sendiri; (2) berlatih mengevaluasi kierja sendiri; dan (3) berlatih menerima kritikan dan
saran dari peserta didik.
d. Mengembangkan diri secara berkelanjutan: (1) berlatih memanfaatkan berbagai sumber
belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian; (2) mengikuti
berbagai kegiatan yang menunjang pengembangan profesi; dan (3) berlatih
mengembangkan dan menyelenggarakan kegiatan yang menunjang profesi guru.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian
adalah kemampuan seorang guru untuk menampilkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didiknya. Dalam hal ini, seorang
guru haruslah memiliki pribadi dan pembawaan yang dapat dijadikan sebagai contoh dan
panutan bukan hanya bagi peserta didiknya tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya.
3. Kompetensi Profesional
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik secara langsung maupun tidak
langsung juga harus meningkatkan kualitas guru-gurunya. Karena yang langsung
berinterkasi dengan peserta didik melaksanakan proses pendidikan adalah guru. Dan untuk
meningkatkan mutu dan kualitas guru, haruslah 21 ditingkatkan dari segala aspek baik itu
aspek kesejahteraannya maupun keprofesionalannya. UU No. 14 tahun 2005 Pasal 1 ayat
(1) menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peseta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah.
Sebagai seorang profesional guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup.
Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas
kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan
pembelajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten. Kemantapan pada
penguasaan kompetensi profesional tersebut, guru diyakini mampu menjalani tugas dan
fungsinya dengan baik. Sejalan dengan baiknya kualitas profesionalisme guru maka mutu
pendidikanpun akan lebih baik. Secara umum, ruang lingkup kompetensi profesional guru
menurut Mulyasa (2008: 135) adalah: (a) Mengerti dan dapat menerapkan landasan
kependidikan baik filosofi, psikolgis, sosiologis, dan sebagainya; (b) Mengerti dan dapat
menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik; (c) Mampu menangani
dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggungjawabnya; (d) Mengerti dan dapat
menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi; dan (e) Mampu mengembangkan dan
menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan.
6
Sedangkan secara khusus, kompetensi profesionalisme guru dapat dijabarkan antara
lain sebagai berikut: (a) Memahami Standar Nasional Pendidikan; (b) Mengembangkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; (c) Menguasai materi standar; (d) Mengelola
program pembelajaran; dan (e) Mengelola kelas.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi
profesionalisme guru berhubungan dengan kompetensi yang menuntut guru untuk ahli di
bidang pendidikan sebagai suatu pondasi yang dalam melaksanakan profesinya sebagai
seorang guru profesional. Karena dalam menjalankan profesi keguruan, terdapat
kemampuan dasar dalam penegetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang
studi yang dibinanya, sikap ang tepat tentang lingkungan belajar mengajar dan mempunyai
keterampilan dalam teknik mengajar.
4. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan 23 bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut dijelaskan
lebih lanjut dalam RPP tentang Guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan
guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi
untuk: (a) berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat; (b) menggunakan teknologi
komunikasi dan informasi secara fungsional; dan (c) bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik
Berdasarkan hasil rapat Asosiasi LPTKI (Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan Indonesia) di Unesa Surabaya Tahun 2006 dalam Abdul Hadis dan
Nurhayati B (2010: 27-28) kompetensi sosial dapat dijabarkan menjadi sub kompetensi
dan pengalaman belajar sebagai berikut: (1) Berkomunikasi secara efektif dan empatik
dengan peserta didik, orangtua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan
masyarakat, meliputi (a) mengkaji hakikat dan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dan
empatik; (b) berlatih berkomunikasi secara efektif dan empatik; dan (c) berlatih
mengevaluasi komunikasi yang efektif dan empatik. (2) Berkontribusi terhadap
pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat, meliputi: (a) berlatih merancang
berbagai program untuk pengembangan pendidikan di lingkungan sekolah dan lingkungan
sekitar; dan (b) berlatih berperan serta dalam penyelenggaraan berbagai program di
sekolah dan di lingkungannya. (3) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di
tingkat lokal, regional, nasional, dan global, meliputi: (a) berlatih mengidentifikasi dan
menganalisis masalah-masalah pendidikan pada tataran lokal, regional, nasional, dan
global; (b) berlatih mengembangkan alternatif pemecahan masalah-masalah pendidikan
pada tataran lokal, regional, nasional, dan global; dan ( c) berlatih merancang program
pendidikan pada tataran lokal, regional, dan nasional. (4) Memanfaatkan teknologi
komunikasi dan informasi (ICT) untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri: (a)
mengkaji berbagai perangkat ICT; (b) berlatih mengoperasikan berbagai peralatan ICT
untuk berkomunikasi; dan (c) berlatih memanfaatkan ICT untuk berkomunikasi dan
mengembangkan kemampuan profesional.
7
Jadi kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri
kepada tuntunan kerja di lingkungan sekitar pada saat menjalankan tugasnya sebagai
seorang guru. Dalam menjalani perannya tersebut guru, sebisa mungkin harus dapat
menjadi sosok pencetus dan pelopor pembangunan di lingkunga sekitar terutama yang
berkaitan erat dengan pendidikan. Melalui interaksinya yang baik dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga pendidik dan wali peserta didik tentunya akan sangat mendukung
proses pendidikan sehingga mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik.
D. Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru merupakan upaya menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan
tugas sebagai agen pembelajar, meningkatkan profesionalitas guru, dan mengangkat harkat,
martabat, dan kesejahteraan guru yang pada akhirnya mampu meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 20056 ; tentang Guru dan Dosen
menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru
profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat
(D-IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai
tenaga profesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Lebih lanjut Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru tersebut mendefinisikan bahwa profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar
mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Diharapkan agar guru sebagai
tenaga profesional dapat berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran dan berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan
terlaksananya sertifikasi guru, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya mutu
pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Tujuan sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang pada akhirnya
diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Guru dalam jabatan yang telah
memenuhi syarat dapat mengikuti proses sertifikasi untuk mendapat sertifikat pendidik. Dalam
APBNP tahun 2006, Depdiknas menargetkan untuk dapat melakukan uji sertifikasi terhadap
20.000 guru. Prioritas uji sertifikasi tahap awal ini adalah guru-guru yang mengajar di jenjang
pendidikan dasar (SD dan SMP) yang telah memenuhi persyaratan.
Peningkatan kualifikasi guru disamping untuk meningkatkan kompetensinya, sehingga
layak untuk menjadi guru yang profesional, juga dimaksudkan agar guru yang bersangkutan
dapat mengikuti uji sertifikasi setelah memperoleh ijasah S1/D4 serta mengikuti pendidikan
profesi. Pemberian bantuan biaya pendidikan untuk meningkatkan kualifikasi bagi guru-guru
SD dan SMP dengan menggunakan dana APBNP tahun 2006 merupakan salah satu wujud
implementasi UUGD Pelaksanaan sertifikasi guru dimulai pada tahun 2007 setelah
diterbitkannya Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Setifikasi bagi Guru dalam
8
Jabatan. Tahun 2010 ini merupakan tahun keempat pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan.
Landasan yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan sertifikasi guru tahun 2010 adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Oleh karena itu, ada beberapa
perubahan mendasar dalam proses penetapan peserta sertifikasi guru tahun 2010. Jumlah
sasaran peserta sertifikasi guru setiap tahunnya ditentukan oleh Pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pendidikan Nasional.
Tahapan pelaksanaan sertifikasi guru dimulai dengan pembentukan panitia pelaksanaan
sertifikasi guru di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pemberian kuota kepada dinas
pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, dan penetapan peserta oleh dinas pendidikan provinsi
dan kabupaten/kota. Agar seluruh instansi yaitu dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota,
LPMP dan unsur terkait dengan pelaksanaan sertifikasi guru mempunyai pemahaman yang
sama tentang kriteria dan proses penetapan peserta sertifikasi guru, maka perlu disusun
Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.
E. Pendidikan Profesi Guru (PPG)
Pendidikan Profesi guru menurut Djam’an Satori (2007: 1.3-1.4) menyatakan bahwa
“Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para
anggotanya”. Artinya, suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Orang yang
menjalankan suatu profesi harus mempunyai keahlian khusus dan memiliki kemampuan yang
ddapat dari pendidikan khusus bagi profesi tersebut. Selanjutnya menurut Satori “Profesional
menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya, “Dia
seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang
sesuai dengan profesinya. “Profesionalisme menunjuk pada komitmen para anggota suatu
profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalannya dan terus 10 menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan yang sesuai
dengan profesinya”.
Profesionalisme, di pihak lain, mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap
profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan
pekerjannya”. Jadi seorang profesonal tidak akan mau mengerjakan sesuatu yang memang
bukan bidangnya. Menurut Djam’an Satori (2007: 1.4)8, menyatakan bahwa profesionalisasi
adalah: Profesionalisasi, menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan
para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu
profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan
profesional (professional development), baik dilakukan melalui pendidikan atau latihan
“prajabatan” maupun latihan dalam jabatan (inservice training).
Oleh karena itu, profesionalisme merupakan proses yang sepanjang hayat (life long)
dan tidak pernah berakhir (never ending), selama seseorang telah menyatakan dirinya sebagai
warga suatu profesi”. Dinyatakan bahwa profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khususuntuk melakukan
pekerjaan itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang 11 disebut profesionalisasi, yang dilakukan
baik sebelum seseorang menjalani profesi itu maupun setelah menjalani suatu profesi.
Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya
“Dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang
9
sesuai dengan profesinya. Pengertian kedua ini profesional dikontraskan dengan “non-
profesional” atau “amatir”.
Profesionalisme menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-
strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
Sedangkan Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun
kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya
sebagai anggota suatu profesi. Menurut Djam’an Satori (2007:5), profesi mempunyai beberapa
ciri-ciri yaitu sebagai berikut: a. Standar unjuk kerja; b. Lembaga pendidikan khusus untuk
menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas akademik yang bertanggung
jawab; c. Organisasi profesi; d. Etika dan kode etik profesi; e. Sistem imbalan; f. Pengakuan
dari masyarakat. Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa profesi
adalah suatu pekerjaan yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan yangGuru adalah sosok pendidik yang sebenarnya.
Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 disebutkan
bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Profesi
guru harus dipandang dari beberapa sisi kehidupan secara luas. Peranan profesionalisme dalam
pembangunan pendidikan mencakup: a. Peranan pendidikan harus dilihat dalam konteks
pembangunan secara menyeluruh, yang bertujuan membentuk manusia sesuai dengan cita-cita
bangsa. b. Hasil pendidikan mungkin tidak bisa dilihat dan dirasakan dalam waktu singkat,
tetapi baru dilihat dalam jangka waktu yang lama, bahkan mungkin setelah satu generasi. c.
Sekolah adalah suatu lembaga profesional yang bertujuan membentuk anak didik menjadi
manusia dewasa yang berkepribadian matang dan tangguh, yang dapat bertanggung jawab
terhadap masyarakat dan terhadap dirinya. d, Sesuai dengan hakikat dan kriteri profesi yang
telah dijelaskan di depan, jelas bahwa pekerjaan guru harus dilakukan oleh orang yang bertugas
selaku guru. e. Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, setiap guru harus
memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan.
Penanaman nilai-nilai profesinalosme bagi pendidik tidak terlepas dari penanaman
nilai-nilai ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang dipahami dan diimpelemtasikan para
pendidik. Penanaman nilai-nilai ranah ini menjadikan para pendidik lebih mengusai bagaimana
perkembangan dari setiap peserta didik. Oleh karena itu para pendidik yang professional harus
mampu menguasai teori-teori belajar dan berperan dalam setiap teori-teori pembelajaran.
Kemampuan dan kompetensi guru dalam mengimplementasikan landasakan-landasan
pendidikan dan psikologi pendidikan di atas menjadikan profesionalisme menjadi lebih di akui
semua lapisan masyarakat di Indonesia. Dan berdasarkan PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 visi
dan misi kependidikan, yaitu meningkatkan dan atau mengembangkan: karier, kemampuan,
kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan seluruh tenaga kependidikan. Sedngkan
visinya secara umum adalah terwujudnya tenaga kependidikan yang profesional.
1. Meningkatkan danmeng embangkan karier anggota, merupakan upaya organisasi profesi
kependidikan dalam mengembangkan karier anggota sesuai dengan bidang pekerjaan yang
diembannya. Karier yang di maksud adalah perwujudan diri seorang pengemban profesi
secara psikofisis yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupuin bagi oran lain
(lingkungannya) melalui serangkaian aktifitas.
10

2. Meningkatkan dan atau mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya


terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal dalam diri tenaga kependidikan atau
guru, yang mencakup: performance component, subject component, profesional component.
Dengan kekuatan dan kewibawaan organisasi, para pengemban profesi
kependidikan/keguruan akan memiliki kekuatan moral untuk senantiasa meningkatkan
kemampuannya, baik melalui program terstruktur maupun program tidak terstruktur.
3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profesinal anggota, ini merupakan upaya
paraprofesional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai dengan kemampuannya.
Proses ini tidak lain dari proses spesifikasi pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang, kecuali oleh ahlinya yang telah mengikuti proses pendidikan tertentu dan
dalam waktu tertentu yang relatif lama. Umpamanya, keahlian guru pembimbing dalam
bimbinghan karier, pribadi/sosial, dan bimbingan belajar.
4. Meningkatkan dan atau mengembangkan martabat anggota, ini merupakan upaya organisasi
profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi dari pihak
lain, dan tidak melakukan praktik yang melecehkan nilai-nilai kemanusiaan. Ini dapat
dilakukan karena saat seorang profesional menjadi anggota organisasi suatu profesi, pada
saat itu pula terikat oleh kode etik profesi sebagai pedoman perilaku anggota profesi itu.
Dengan memasuki organisasi profesi akan terlindung dari perlakuan masyarakat yang tidak
mengindahkan martabat kemanusiaan dan berupaya memberikan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan standar etis yang telah disepakati.
5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan, ini merupakan upaya organisasi profesi
kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya. Dalam poin ini
tercakup juga upaya untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan anggotanya. Tidak
disangsikan lagi bahwa tuntutan kesejahteraan ini merupakan prioritas utama. Karena selain
masalah ini ada kaitannya dengan kelangsungan hidup, juga merupakan dasar bagi
tercapainya peningkatan dan pengembangan aspek lainnya. Dalam teori kebutuhan maslow,
kesejahteraan ini mungkin menempati urutan pertama berupa kebutuhan fisiologis yang
harus segera dipenuhi.
Dalam peraturan Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi
kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya.
Organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai berikut:

1. Fungsi pemersatu. Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang
mendasarinya, yaitu dorongan yang menggerakan para profesional untuk membentuk suatu
organisasi keprofesian. Organisasi profesi kependidikan merupakan wadah pemersatu
berbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan
harapan masyarakat pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut
diharapkan organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam
menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu uaya untuk melindungi dan
memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan
kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini.
2. Fungsi peningkatan kemampuan profesional. Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No.
38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi “tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan
profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan,
kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan tenaga kependidikan” peraturan
pemerintah tersebut menunjukan adanya legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan
anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya
melalui organisasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989:
pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa, “tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha
11
mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.”
Adapun yang menjadi organisasi pendidikan profesi guru di Indonesia, yaitu:
1. PGRI. Persatuan Guru Republik Indonesia lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan
nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama
menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Pada saat didirikannya, organisasi ini
disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi
peraturan organisaoris, dan misi kesejahteraan.
2. MGMP. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) didirikan atas anjuran pejabat-pejabat
Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing.
3. KKG. Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai kelompok kerja seluruh guru dalam satu gugus.
Pada tahap pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam kelompok kerja guru yang lebih kecil,
yaitu kelompok kerja guru berdasarkan jenjang kelas, dan kelompok kerja guru berdasarkan
atas mata pelajaran.
Dalam memenuhi dan mewujudkan kompetensi profesi pendidik ini melahirkan
Pendidikan Profesi Guru yang dikenal dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) yang menghasilkan guru yang profesional. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan kompetensi guru. Sertifikasi dengan portofolio, sertifikasi dengan PLPG, belum
menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Faktanya, setiap tahun dihasilkan ribuan lulusan
LPTK, hal ini tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan guru, sehingga terjadi over supply.
Pendidikan Profesi Guru merupakan jalan keluar untuk mendapatkan guru-guru yang
unggul, dan diharapkan untuk beberapa tahun ke depan kebijakan Pendidikan Profesi Guru
menyangkut inputnya adalah hanya mereka yang telah melaksanakan pengabdian melalui SM-3T,
dan hanya mereka-mereka lah yang benar-benar terpanggil dan menjadikan dirinya berperan
sebagai guru yang profesional.

Dikutip dari buku: Profesi Kependidikan (Pendidikan Profesi Guru)


Oleh: Dr. Nurliani Siregar, M.Pd.

Anda mungkin juga menyukai