Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH UCT

‘ Pemeriksaan Makroskopis, Mikroskopis & Kimia Semen’


Tingkat 2B

Nama Mahasiswa : Indriawati Widodo


Nim : 711345319020

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO
TAHUN 2020
Nama : Indriawati Widodo

Nim : 711345319020

Tingkat/Sem : 2B/III

Mata Kuliah : Urinalisasi & Cairan Tubuh

Instruktur : Rahma Apriyani Rasyid, S.ST

I. Judul : Pemeriksaan Makroskopis, Mikroskopis dan Kimia Semen


II. Tujuan : Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan
semen
III. Prinsip : Pemeriksaan Sperma dapat memprediksi penyebab Infertilitas, Fungsi testis,
saluran reproduksi dan kelenjar aksesoris.
IV. Dasar Teori :

Infertilitas merupakan salah satu gangguan dalam kesehatan reproduksi. Infertilitas


didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menghasilkan konsepsi setelah hubungan teratur
tanpa menggunakan alat kontrasepsi setelah satu tahun (Rowe, et.al., 2000). Sebanyak 30%
penyebab infertilitas adalah faktor pria yaitu kualitas spermatozoa yang abnormal (Johnson,
2003). Kualitas spermatozoa dalam air mani (semen) ditentukan oleh jumlah, motilitas dan
morfologinya (normal atau abnormal) (WHO, 1999). Tendean (2009) menyatakan ada beberapa
hal penyebab infertilitas antara lain; 1) disebabkan oleh penurunan motilitas sperma sebagai
konsekuensi dari disfungsi mitokondria sehingga tidak tersedianya produksi energi yang cukup;
dan 2) disfungsi dari reseptor progresteron non-genomik.

Berdasarkan data dari majalah kesehatan (2010) menyatakan bahwa penyebab infertilitas
yang paling umum terjadi pada pria antara lain: bentuk dan gerakan sperma yang tidak
sempurna,konsentrasi sperma rendah, tidak ada semen, varikosel (varicocele), testis tidak turun,
kekurangan hormon testosterone, kelainan genetik, infeksi, masalah seksual, ejakulasi balik,
sumbatan di epididimis atau saluran ejakulasi, lubang kencing yang salah tempat (hypo
epispadia), antibodi pembunuh sperma, cystic fibrosis, kanker testis. Selain dari beberapa hal
penyebab infertilitas di atas, salah satu penyebab menurunnya kualitas spermatozoa pada manusia
kemungkinan besar dikarenakan kurangnya mineral khususnya zinc dimana mikronutrien ini
mempunyai makna penting dalam reproduksi. Menurut Lewis (1996), Zn berperan dalam
produksi dan viabilitas, mencegah degradasi dan stabilisasi membran spermatozoa.

Permasalahan fertilitas dapat diatasi dengan berbagai cara baik menggunakan


teknologi canggih maupun hanya dengan pemeriksaan manual. Salah satu cara yang dapat
ditempuh yaitu dengan melakukan analisa sperma. Mengingat bahwa pria merupakan
penyebab utama dari kasus infertilitas, maka analisa sperma penting untuk menentukan
tingkat kesuburan seseorang pria (Moeloek, 1983). Pemeriksaan ini dilakukan pada awal
pemeriksaan infertilitas sebelum memulai pemeriksaan terhadap laki-laki secara meluas
(Edward, 1995 dan Rubyn, 1995). Dengan kata lain bahwa analisa sperma ini merupakan
pemeriksaan pendahuluan yang sangat penting, sehingga masalah fertilitas dapat
ditanggulangi secara dini dan akurat. Jika dibandingkan dengan tes fertilitas atau tes
kesuburan yang dilakukan terhadap wanita, analisa sperma ini mudah dan tidak
membutuhkan waktu lama untuk mengetahui hasilnya (Djuwantono, 2008). Oleh karena itu,
banyak peneliti yang bergerak dibidang kesehatan agar bisa mengetahui masalah pertilitas
yang ditelitinya pada suatu wilayah, lebih banyak menggunakan metode analisa dalam
penelitiannya.

Tujuan penelitian ini yaitu; Untuk mengetahui gambaran fertilitas masyarakat Palu
yang melakukan pemeriksaan analisa kuantitatif sperma, mengetahui faktor-faktor yang
berkaitan dengan kualitas sperma, serta untuk mengetahui kelainan-kelainan pada sperma
berdasarkan gambaran fertilitas dari analisa kuantitatif sperma tersebut. yang ditelitinya pada
suatu wilayah, lebih banyak menggunakan metode analisa dalam penelitiannya.

Pada laki-laki beberapa keadaan yang dapat menjadi faktor resiko infertil seperti
infeksi pada testis yang menyebabkan kerusakan pada tubulus seminiferus, kriptokidisme,
ketidakseimbangan hormon, panas lingkungan yang berlebih, paparan radiasi, keracunan
logam berat, merokok, antibodi anti sperma dan paparan pestisida dapat mempengaruhi
kualitas sperma.3,4,5 Abnormalitas anatomi seperti varikokel dan obstruksi duktus juga dapat
sebagai penyebab kasus infertil pada laki-laki.3 Begitupun juga pada perempuan, terdapat
faktor resiko sebagai penyebab infertil seperti penyakit radang panggul, endometriosis,
sindrom ovarium polikistik, kegagalan ovarium prematur, fibroid rahim, masalah ovulasi,
penyumbatan tuba, gangguan ovulasi, faktor yang berhubungan dengan usia, masalah rahim,
ligasi tuba sebelumnya, ketidakseimbangan hormone, faktor lingkungan dan
psikologikal.6,7,8 Oleh karena itu mitos masyarakat indonesia yang mengatakan bahwa
masalah kesulitan pasangan suami istri untuk memiliki keturunan disebabkan oleh perempuan
haruslah dibenahi karena pria juga memiliki kemungkinan untuk mengalami infertilitas.

Analisa sperma adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada laki-laki untuk
mengetahui adanya gangguan pada sperma.9 Beberapa karakteristik fisik sperma (bau,
volume, pencairan, penampilan, viskositas dan pH) dan parameter mikroskopis (leukosit,
konsentrasi, aglutinasi, motilitas dan morfologi) yang biasanya diperiksa pada analisa
sperma. Beberapa contoh seperti keadaan Azoospermia (tidak ada sperma pada semen),
teratozoospermia (persentase bentuk sperma normal di bawah krteria normal),
oligozoospermia (rendahnya jumlah sperma), asthenozoospermia (persentase sperma motil di
bawah krteria normal) adalah contoh klasifikasi yang didapat untuk menyatakan jenis
gangguan sperma pada pria. Dengan analisa sperma nantinya akan didapat gambaran dari
kondisi pria dan membuktikan keterlibatannya dalam kasus infertilitas sehingga informasi ini
diharapkan akan mengatasi mitos yang menyalahkan wanita pada kasus pasangan infertil.

V. Alat dan Bahan


 Mikroskop  Kertas PH
 Gelas penampung  NaCl 0.9%
 Penganduk
 O-Toluidin
 Gelas ukur
 Centrifuge  H2O2
 Tabung centrifuge  Methanol
 Pipet mikro  Safranin
 Tip  Buffer phospat
 Cover & Objek glass  Kristal Violet
 Set Hemostitometer Neubauer  Sampel
VI. Prosedur Kerja
1. Pengambilan Sampel
o Mastrubasi tanpa pelicin, sebelumnya abstinesia seksual : 2-7 hari
o Penampung semen terbuat dari gelas atau plastik non toksik bermulut lebar
dan memiliki tutup. Berikan label yang mencantumkan nama sesuai identitas
pasien, usia, tanggal dan waktu pengambilan sampel.
o Pasien diminta untuk mengecek data pada label sesuai atau tidak sesuai
o Pengeluaran semen didalam kamar yang nyaman, dan dicatat jam ejakulasinya.
o Setelah sampel didapat, lakukan pengecekan ulang data yang tertera pada pot
dengan isentitas pasien
o Selanjutnya pot berisi sampel diletakkan pada laboratorium dengan suhu
ruangan, bila mungkin sebaiknya dalam inkubator 370c

2. Pemeriksaan Makroskopik
o Likuifaksi :
- Amati likuifaksi (pencairan) semen dalam waktu sejak dikeluarkan
hingga 60 menit berikutnya.
- Catat waktu likuifaksinya. Setelah likuifaksi sempurna dilanjutkan
pemeriksaan variabel yang lain.
- Sperma harus tercampur rata (homogen), tetapi tidak boleh diaduk
terlalu kuat. Likuifaksi ditunggu pada suhu 37 °C.
o Viskositas :
- Amati kekentalan/ viskositasnya dengan cara menyedot dengan pipet
Pasteur atau tip kuning lalu teteskan.
o pH :
- Idealnya pengukuran pH dengan pH meter tetapi kalau tidak ada dapat
menggunakan kertas pH dengan kisaran 6-8. Kertas pH harus terawat
dengan baik.
o Volume :
- Pindahkan ejakulat ke dalam gelas ukur 5 atau 10 ml
- Catat volume sampai ketepatan 0,2ml
- Volume diukur setelah mani mencair (10-20 menit)
- Volume normal 2,5-5 ml

3. Pemeriksaan Mikroskop
o Sebelum dilakukan pemeriksaan mikroskopik, aduk semen perlahan-lahan
dengan batang pengaduk sampai homogen.
o Buat tetesan 10 µl pada kaca objek, dan ditutup dengan kaca penutup ukuran
22 x 22 mm.
o Diamkan 1 menit agar stabil.
o Amati dengan mikroskop pembesaran 100x untuk homogenitas penyebaran
spermatozoa dan adanya agregasi / aglutinasi.
o Bila penyebaran sperma tampak sudah merata disemua bidang, amati dengan
mikroskop pembesaran 200 x atau 400 x.
o Lakukan penghitungan cepat per lapang pandang (PLP). Sebagai dasar
estimasi pengenceran.
o Bila tidak didapatkan satu pun spermatozoa, sentrifugasi dilakukan pada 3000
G selama 15 menit, kemudian pada residunya, dilakukan lagi penghitungan
cepat per lapang pandang (PLP)

 Penilaian Motilitas
- Amati seluruh bidang segi empat kaca penutup, terarah kiri → kanan,
atas → bawah.
- Bila sebaran sperma tdk rata buat siapan baru
- Kategori motilitas yg dinilai adalah:

motilitas (PR) : gerak sperma maju kedepan

motilitas (NP) : gerak sperma berputar/ditempat

Motilitas (IM) : sperma diam / tidak bergerak

 Penilaian Aglutinasi
- Aglutinasi adalah perlekatan antar spermatozoa, diamati pada sperma
yg bergerak;
- Perlekatan kepala-kepala, kepala-leher, kepala -ekor, ekor-ekor atau
campuran.
- Ada berapa kelompok/lapangan, terdiri berapa sperma/kelompok \
- Rata-rata aglutinasi ditaksir sekitar 5 %,
- Derajat : 1 bila < 10 sperma
2 bila 10-50 sperma
3 bila > 50 sperma
4 bila semua sperma
 Penilaian Viabilitas
- Penilaian dilakukan bila jumlah sperma yang tidak bergerak lebih dari
40%
- Untuk membedakan sperma tidak bergerak yang hidup dan yang mati
- Dengan teknik pewarnaan eosin

 Penilaian Konsentrasi
- Lakukan penghitungan cepat PLP
- Jika bukan Azoo atau Cripto  buat preparat kering semen,
dilanjutkan pengecatan sesuai prosedur untuk penilaian morfologi.
- Estimasi pengenceran (lihat di tabel)
- Siapkan bahan pengencer
NS 7 cc
OT 1 tetes
H202 1 tetes
- Aduk sampai homogen
 Penilaian Konsentrasi
- Neubauer + kaca penutup
- Teteskan semen yang sudah diencerkan dari salah satu sisi kaca
penutup
- Amati apakah penyebaran sperma merata atau tidak
- Bila tidak merata, ulangi
- Bila sudah merata dilakukan pencacahan sesuai prosedur yang sudah
dibakukan
- Bila tampak penyebaran sperma terlalu padat buat pengenceran ulang
>>, bila penyebaran sperma terlalu jarang buat pengenceran ulang <<
- Pengenceran = 1 : 20 x
- Kotak tengah no 5.
- Grid A  dalam 3 baris = 236
- Grid B  dalam 3 baris = 220
- Total A & B = 456
- Selisih A & B =16

Lihat tabel selisih yang diperbolehkan


Selisih yang diperbolehkan maksimal = 42
Hitungan boleh dilanjutkan
Pengenceran : 1 : 20 x
Kotak tengah no 5.
Grid A  dalam 3 baris = 236
Grid B  dalam 3 baris = 220
Total A & B = 456
Selisih A & B =16
Konsentrasi = N/n x 1/20 x faktor pengencer
= 456/6 x 1/20 x 20
= 76 juta / mL

- Bila dengan pengenceran terkecil (1:2), jumlah sperma yang dicacah


kurang dari 200 sperma dalam 9 kotak besar, maka perhitungan:
K = (N/1.8) x 2 sperma per µl = N/0.9 sperma per µl (ribu/ml)
Biasanya dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer,
dengan pengenceran yang telah ditentukan.

 Penilaian Morfologi
- Buat sediaan hapusan, tunggu kering,
- Fiksasi dengan metanol
- Pewarnaan
- (cara sederhana dengan Safranin – Kristal Violet)
4. Pemeriksaan Kimia
- Karbohidrat yang ada dalam mani adalah fruktosa
- Kadar fruktosa mempunyai korelasi positif dengan kadar testosterone
dalam tubuh
 Kadar Fruktosa normal 120-450 mg/dl
 Pengukuran menggunakan metode spektrofotometri
 Fruktosa vesika seminalis
 Kadar yang menurun radang vesika seminalis, penymbatan
partial duktus ejakulatori
VII. Hasil :

1. Pemeriksaan Secara Makroskopis


Pemeriksaan analisis kuantitatif sperma secara makroskopis terbagi dalam
beberapa variabel pemeriksaan yaitu volume semen, pH semen, likuifaksi semen, dan
viskositas semen. Hasil pemeriksaan masing-masing variabel ditulis dalam bentuk rata-
rata dari berbagai sampel yang dikelompokkan berdasarkan umur.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Analisis kuantitatif Sperma Secara Makroskopis

Tabel di atas menunjukkan volume semen terbanyak yaitu 5,0 ml terdapat


pada sampel dengan kategori umur 39- 42 tahun sedangkan volume semen paling sedikit
terdapat pada sampel pasien dengan umur 47-51 tahun yaitu 1,6 ml. Sedangkan hasil
untuk pH semen terdapat 4 kelompok sampel yaitu sampel yang masuk dalam kategori
umur 35-38 tahun, 39-42 tahun, 43-46 tahun, dan 47-51 tahun memiliki pH semen
tertinggi yaitu 8,0, pH semen terendah terdapat pada sampel dengan kategori umur 23-26
tahun namun masih dalam kadar yang normal.
Untuk liquifaksi dan viskositas semen, sampel yang dikategorikan ke dalam kategori
umur 35-38 tahun memiliki waktu rata-rata likuifaksi tercepat yaitu hanya 36 menit.
Waktu rata-rata terlama yang dibutuhkan untuk liquifaksi semen dimiliki oleh sampel
pasien yang masuk dalam kelompok umur 47-51 tahun yaitu mencapai 60 menit. Selain
waktu liquifaksi yang lama, sampel dengan kategori umur 47-51 tahun juga memiliki
viskositas yang paling kental yaitu 5,0 cm. Sebaliknya sampel dengan kategori umur 35-
38 tahun memiliki waktu liquifaksi tercepat dan viskositasnya pun hanya 0,6 cm.

2. Secara Mikroskopis
Pemeriksaan analisis kuantitatif sperma secara mikroskopis terbagi dalam
beberapa variabel pemeriksaan yaitu jumlah total sperma, konsentrasi sperma, motolitas
sperma, morfologi sperma, dan leukosit sperma. Hasil pemeriksaan (nilai) masing-
masing variabel ditulis dalambentuk rata-rata dari berbagai sampel yang dikelompokkan
berdasarkan umur. Secara lengkapnya lihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Analisis Kuantitatif Sperma Secara Mikroskopis

Hasil Pewarnaan

Safranin-Kristal Violet

VIII. Pembahasan

Hasil pemeriksaan analisa kuantitatif sperma menunjukkan bahwa umur dapat


mempengaruhi kualitas sperma. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara makroskopis dan
mikroskopis dari beberapa pariabel yang dianalisa, sebagian besar nilai rata-rata variabel
tidak sesuai dengan standarisasi WHO ditemukan pada umur 47-51 tahun. Hal ini disebabkan
karena semakin bertambah umur seseorang maka organ-organ tubuh akan mengalami
degenerasi dan proliferasi sel menjadi lambat sehingga kerja dari organ tersebut tidak dapat
berfungsi dengan baik, termasuk organ genitalia.
Namun demikian, ini tidak berarti menandakan bahwa semakin produktif umur
seseorang, semakin baik kualitas spermanya. Pernyataan ini dapat dibuktikan dari hasil
pemeriksaan yang menunjukkan pasien yang masuk dalam kelompok umur 23 – 26 tahun dan
27-30 tahun memiliki nilai rata-rata pervariabelnya tdak lebih tinggi atau lebih banyak dari
nilai rata-rata per- variabel dari sampel dengan kategori umur di atas 30 tahun. Bahkan ada
diantara hasil pemeriksaan tersebut yang nilai rata-ratanya tidak sesuai dengan standarisasi
WHO.

Kualitas sperma pasien yang memeriksakan diri di Laboratorium Klinik Prodia Palu,
jika tidak dilihat dari segi umur, secara makroskopis dapat dikatakan sangat baik. Sebagian
besar sampel memilii nilai rata-rata yang berada pada kisaran nilai rata-rata yang ditetapkan
oleh WHO. Terbukti hanya satu kelompok sampel yang tidak sesuai dengan nilai normal
WHO. Perlu diketahui nilai rata-rata normal WHO untuk volume semen 2-6 ml, pH semen
7,2-8 , likuifaksi semen 15-60 menit, dan viskositas semen< 2 cm. Secara mikroskopis,
kualitas sperma dapat digolongkan dalam kualitas baik. Hasil penelitian menyatakan bahwa
lebih banyak variabel yang menunjukkan nilai rata-rata normalnya lebih tinggi dibandingkan
nilai rata-rata tidak normal. Terbukti hanya dua variabel yang merupakan kebalikannya.
Untuk morfologi sperma tidak ada satupun nilai rata-ratanya yang melebihi 30% dari jumlah
sperma/ejakulat. Motilitas spermapun hanya dua kelompok sampel yang dinyatakan normal
atau jumlah sperma yang motil lebih dari 50% jumlah sperma/ejakulat.
Namun demikian, untuk jumlah total sperma seluruh sampel dinyatakan normal
karena lebih dari 40 juta/ejakulat. Tidak berbeda jauh dengan jumlah total, konsentrasi
sperma pun hanya dua kelompok sampel yang dinyatakan kurang dari 20 juta/ml ejakulat.
Sedangkan leukosit sperma dinyatakan hanya tiga kelompok pasien yang tidak normal (lebih
dari 1 juta/mL ejakulat).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan kualitas sperma saling berhubungan satu sama
lain. Ini dapat dilihat dari masing-masing pemeriksaan yang menggambar-kan beberapa
variabelnya. Secara makroskopis, terdapat hubungan antar volume, pH, likuifaksi dan
viskositas semen. Menurut Yatim (1990) volume semen akan mempertahankan pH semen
Volume semen yang normal akan ikut mempertahankan pH semen agar tetap basa atau tetap
dalam keadaan normal. Ini disebabkan dalam semen terdapat mineral-mineral yang dapat
menjaga pH tersebut. Volume semen normal mengandung mineral-mineral terdapat dalam
batas yang normal pula untuk menjaga agar pH tetap 7,2-8,0. Pernyataan ini sejalan dengan
hasil penelitian dimana volume semen yang berkisar antara 2-5 ml memiliki pH yang tetap
normal yaitu antara 7,6-8,0. Namun pada pasien yang masuk dalam kelompok 47-51 tahun,
memiliki volume semen yang sedikit (1,6 ml) tapi pH semennya tetap 8,0. Diduga ada faktor
lain yang kut mempengaruhi seperti abstinensia, cara pengambilan sampel, maupun kerja dari
kelenjar assesoris.
Likuifaksi sangat erat hubungannya dengan viskositas semen. Viskositas yang normal
akan mempengaruhi waktu yang digunakan untuk likuifaksi. Berdasarkan hasil penelitian ini,
sewmakin normal viskositas dari semen maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk
likuifaksi. Terkecuali pada pasien dengan kategori umur 47-51 tahun. Semennya tidak
mencair sesuai untuk waktu normal likuifaksi semen. Hal ini dapat diakibatkan kurangnya
enzim likuifaksi yang dikeluarkan oleh prostat dan ini ada hubungannya dengan volume
semen yang sedikit. Selan makroskopis, hubungan variabel yang yang paling erat yaitu antara
mortalitas, morfologi, dan leukosit sperma. Leukosit sperma melebihi batas normal
menandakan adanya suatu suatu infeksi pada organ genitalia. Morfologi yang buruk akan
,mengakibatkan motilitas sperma yang buruk pula (Kuswondo, 2002). Semakin tinggi nilai
leukosit melebihi batas normal, semakin sedikit pula morfologi yang normal perejakulatnya
dan motolitas pun tidak mencukupi nilai normal yang ditetapkan pleh WHO. Namun, hal
yang berbeda pada pasien yang dikelompokkan dalam kategori umur 36-42 tahun dan 43-46
tahun. Morfologi yang buruk tidak tidak mempengaruhi motilitas sperma namun morfologi
yang buruk tetap dipengaruhi oleh leukosit yang tidak normal.

Selain fertil dan subfertil, hasil penelitian ini juga menyatakan adanya sampel pasien
yang infertil. Pasien yang masuk dalam kategori umur 47-51 tahun dapat digolongkan infertil.
Hal ini disebabkan dari berbagai pemeriksaan baik secara makroskopis maupun secara
mikroskopis, sebagian besar hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan nilai rata-rata yang
ditetapkan oleh WHO. Selain itu, faktor umur juga mempengaruhi keadaan ini. Umur usia
lanjut lebih rentan terkena berbagai penyakit salah satunya kanker prostat. Prostat merupakan
salah satu penghasil cairan ejakulat yang penting dan terbanyak kedua setelah vesika
seminalis. Prostat beefrungsi memberi nutrisi kepada sperma melalui cairan ejakulatnya
tersebut. Oleh karena itu, jika prostat terganggu, maka viabilitas sperma akan berkurang
bahkan mati sebelum mencapai ovum. Selain itu, adanya proses degenerasi dan proliferasi sel
yang lebih lambat akan menghambat fungsi kerja dari organ genitalia terutama testis dan
kelenjar assesoris.
Jika ditinjau dari keseluruhan data (lampiran 1) tanpa melihat dari pengelompokan
umur, subfertil tetap mendominasi kondisi kesuburan pasien yaitu sebanyak 59 pasien.
Kondisi fertil hanya terdapat 10 pasien sedangkan infertil lebih banyak jumlahnya yaitu 30
pasien.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pengkategorium fertilitas Farris yang dicetuskan
oleh Istyani (2009). Menurut Istiyani, kondisi fertilisasi dapat digolongkan sangat fertil (>
185 juta/ejakulat), relatif fertil (80-185) juta/ejakulat), subfertil (1-80 juta per ejakulat), dan
infertil (tidak ada sperma yang motil). Dasar pengkategorian ini yaitu adanya sperma yang
motil. Berdasarkan kategori Farris tersebut yang disesuaikan dengan data hasil analisa
kuantitatif sperma di Laboratorium Klinik Prodia Palu, sebanyak 68 pasien yang
memeriksakan diri di Laboratorium Klinik Prodia Palu dikategorikan dalam subfertil atau
sperma yang motil berkisar antara 1-80 juta per ejakulat. Kondisi relatif fertil (80-185
juta/ejakulat) dinyatakan ada 24 pasien dan infertil (tidak ada sperma motil) hanya 7 pasien.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil mikroskopis, nilai rata-rata
volume semen berkisar antara 1,6-5,0 ml, pH semen berkisar 7,6-8,0, likuifaksi semen
berkisar 36-40 menit, dan viskositas smen berkisar 0,6-5,0 cm. Hasil mikroskopis, nilai
rata-rata untuk jumlah total sperma 61-108 juta/ml ejakulat, konsentrasi sperma 15,6-30
juta/ml ejakulat.
Sumber :

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/30493/18735/

https://ojs.unm.ac.id/sainsmat/article/download/746/186

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Biocelebes/article/download/3887/2850

https://www.academia.edu/16557443/PEMERIKSAAN_SPERMA

http://spesialis1.andrologi.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2018/07/Presentasi-WS-Semen-
Analisa-dr-Pety.pptx

Anda mungkin juga menyukai