Nim : 711345319020
Tingkat/Sem : 2B/III
Berdasarkan data dari majalah kesehatan (2010) menyatakan bahwa penyebab infertilitas
yang paling umum terjadi pada pria antara lain: bentuk dan gerakan sperma yang tidak
sempurna,konsentrasi sperma rendah, tidak ada semen, varikosel (varicocele), testis tidak turun,
kekurangan hormon testosterone, kelainan genetik, infeksi, masalah seksual, ejakulasi balik,
sumbatan di epididimis atau saluran ejakulasi, lubang kencing yang salah tempat (hypo
epispadia), antibodi pembunuh sperma, cystic fibrosis, kanker testis. Selain dari beberapa hal
penyebab infertilitas di atas, salah satu penyebab menurunnya kualitas spermatozoa pada manusia
kemungkinan besar dikarenakan kurangnya mineral khususnya zinc dimana mikronutrien ini
mempunyai makna penting dalam reproduksi. Menurut Lewis (1996), Zn berperan dalam
produksi dan viabilitas, mencegah degradasi dan stabilisasi membran spermatozoa.
Tujuan penelitian ini yaitu; Untuk mengetahui gambaran fertilitas masyarakat Palu
yang melakukan pemeriksaan analisa kuantitatif sperma, mengetahui faktor-faktor yang
berkaitan dengan kualitas sperma, serta untuk mengetahui kelainan-kelainan pada sperma
berdasarkan gambaran fertilitas dari analisa kuantitatif sperma tersebut. yang ditelitinya pada
suatu wilayah, lebih banyak menggunakan metode analisa dalam penelitiannya.
Pada laki-laki beberapa keadaan yang dapat menjadi faktor resiko infertil seperti
infeksi pada testis yang menyebabkan kerusakan pada tubulus seminiferus, kriptokidisme,
ketidakseimbangan hormon, panas lingkungan yang berlebih, paparan radiasi, keracunan
logam berat, merokok, antibodi anti sperma dan paparan pestisida dapat mempengaruhi
kualitas sperma.3,4,5 Abnormalitas anatomi seperti varikokel dan obstruksi duktus juga dapat
sebagai penyebab kasus infertil pada laki-laki.3 Begitupun juga pada perempuan, terdapat
faktor resiko sebagai penyebab infertil seperti penyakit radang panggul, endometriosis,
sindrom ovarium polikistik, kegagalan ovarium prematur, fibroid rahim, masalah ovulasi,
penyumbatan tuba, gangguan ovulasi, faktor yang berhubungan dengan usia, masalah rahim,
ligasi tuba sebelumnya, ketidakseimbangan hormone, faktor lingkungan dan
psikologikal.6,7,8 Oleh karena itu mitos masyarakat indonesia yang mengatakan bahwa
masalah kesulitan pasangan suami istri untuk memiliki keturunan disebabkan oleh perempuan
haruslah dibenahi karena pria juga memiliki kemungkinan untuk mengalami infertilitas.
Analisa sperma adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada laki-laki untuk
mengetahui adanya gangguan pada sperma.9 Beberapa karakteristik fisik sperma (bau,
volume, pencairan, penampilan, viskositas dan pH) dan parameter mikroskopis (leukosit,
konsentrasi, aglutinasi, motilitas dan morfologi) yang biasanya diperiksa pada analisa
sperma. Beberapa contoh seperti keadaan Azoospermia (tidak ada sperma pada semen),
teratozoospermia (persentase bentuk sperma normal di bawah krteria normal),
oligozoospermia (rendahnya jumlah sperma), asthenozoospermia (persentase sperma motil di
bawah krteria normal) adalah contoh klasifikasi yang didapat untuk menyatakan jenis
gangguan sperma pada pria. Dengan analisa sperma nantinya akan didapat gambaran dari
kondisi pria dan membuktikan keterlibatannya dalam kasus infertilitas sehingga informasi ini
diharapkan akan mengatasi mitos yang menyalahkan wanita pada kasus pasangan infertil.
2. Pemeriksaan Makroskopik
o Likuifaksi :
- Amati likuifaksi (pencairan) semen dalam waktu sejak dikeluarkan
hingga 60 menit berikutnya.
- Catat waktu likuifaksinya. Setelah likuifaksi sempurna dilanjutkan
pemeriksaan variabel yang lain.
- Sperma harus tercampur rata (homogen), tetapi tidak boleh diaduk
terlalu kuat. Likuifaksi ditunggu pada suhu 37 °C.
o Viskositas :
- Amati kekentalan/ viskositasnya dengan cara menyedot dengan pipet
Pasteur atau tip kuning lalu teteskan.
o pH :
- Idealnya pengukuran pH dengan pH meter tetapi kalau tidak ada dapat
menggunakan kertas pH dengan kisaran 6-8. Kertas pH harus terawat
dengan baik.
o Volume :
- Pindahkan ejakulat ke dalam gelas ukur 5 atau 10 ml
- Catat volume sampai ketepatan 0,2ml
- Volume diukur setelah mani mencair (10-20 menit)
- Volume normal 2,5-5 ml
3. Pemeriksaan Mikroskop
o Sebelum dilakukan pemeriksaan mikroskopik, aduk semen perlahan-lahan
dengan batang pengaduk sampai homogen.
o Buat tetesan 10 µl pada kaca objek, dan ditutup dengan kaca penutup ukuran
22 x 22 mm.
o Diamkan 1 menit agar stabil.
o Amati dengan mikroskop pembesaran 100x untuk homogenitas penyebaran
spermatozoa dan adanya agregasi / aglutinasi.
o Bila penyebaran sperma tampak sudah merata disemua bidang, amati dengan
mikroskop pembesaran 200 x atau 400 x.
o Lakukan penghitungan cepat per lapang pandang (PLP). Sebagai dasar
estimasi pengenceran.
o Bila tidak didapatkan satu pun spermatozoa, sentrifugasi dilakukan pada 3000
G selama 15 menit, kemudian pada residunya, dilakukan lagi penghitungan
cepat per lapang pandang (PLP)
Penilaian Motilitas
- Amati seluruh bidang segi empat kaca penutup, terarah kiri → kanan,
atas → bawah.
- Bila sebaran sperma tdk rata buat siapan baru
- Kategori motilitas yg dinilai adalah:
Penilaian Aglutinasi
- Aglutinasi adalah perlekatan antar spermatozoa, diamati pada sperma
yg bergerak;
- Perlekatan kepala-kepala, kepala-leher, kepala -ekor, ekor-ekor atau
campuran.
- Ada berapa kelompok/lapangan, terdiri berapa sperma/kelompok \
- Rata-rata aglutinasi ditaksir sekitar 5 %,
- Derajat : 1 bila < 10 sperma
2 bila 10-50 sperma
3 bila > 50 sperma
4 bila semua sperma
Penilaian Viabilitas
- Penilaian dilakukan bila jumlah sperma yang tidak bergerak lebih dari
40%
- Untuk membedakan sperma tidak bergerak yang hidup dan yang mati
- Dengan teknik pewarnaan eosin
Penilaian Konsentrasi
- Lakukan penghitungan cepat PLP
- Jika bukan Azoo atau Cripto buat preparat kering semen,
dilanjutkan pengecatan sesuai prosedur untuk penilaian morfologi.
- Estimasi pengenceran (lihat di tabel)
- Siapkan bahan pengencer
NS 7 cc
OT 1 tetes
H202 1 tetes
- Aduk sampai homogen
Penilaian Konsentrasi
- Neubauer + kaca penutup
- Teteskan semen yang sudah diencerkan dari salah satu sisi kaca
penutup
- Amati apakah penyebaran sperma merata atau tidak
- Bila tidak merata, ulangi
- Bila sudah merata dilakukan pencacahan sesuai prosedur yang sudah
dibakukan
- Bila tampak penyebaran sperma terlalu padat buat pengenceran ulang
>>, bila penyebaran sperma terlalu jarang buat pengenceran ulang <<
- Pengenceran = 1 : 20 x
- Kotak tengah no 5.
- Grid A dalam 3 baris = 236
- Grid B dalam 3 baris = 220
- Total A & B = 456
- Selisih A & B =16
Penilaian Morfologi
- Buat sediaan hapusan, tunggu kering,
- Fiksasi dengan metanol
- Pewarnaan
- (cara sederhana dengan Safranin – Kristal Violet)
4. Pemeriksaan Kimia
- Karbohidrat yang ada dalam mani adalah fruktosa
- Kadar fruktosa mempunyai korelasi positif dengan kadar testosterone
dalam tubuh
Kadar Fruktosa normal 120-450 mg/dl
Pengukuran menggunakan metode spektrofotometri
Fruktosa vesika seminalis
Kadar yang menurun radang vesika seminalis, penymbatan
partial duktus ejakulatori
VII. Hasil :
2. Secara Mikroskopis
Pemeriksaan analisis kuantitatif sperma secara mikroskopis terbagi dalam
beberapa variabel pemeriksaan yaitu jumlah total sperma, konsentrasi sperma, motolitas
sperma, morfologi sperma, dan leukosit sperma. Hasil pemeriksaan (nilai) masing-
masing variabel ditulis dalambentuk rata-rata dari berbagai sampel yang dikelompokkan
berdasarkan umur. Secara lengkapnya lihat pada Tabel 2 dibawah ini.
Hasil Pewarnaan
Safranin-Kristal Violet
VIII. Pembahasan
Kualitas sperma pasien yang memeriksakan diri di Laboratorium Klinik Prodia Palu,
jika tidak dilihat dari segi umur, secara makroskopis dapat dikatakan sangat baik. Sebagian
besar sampel memilii nilai rata-rata yang berada pada kisaran nilai rata-rata yang ditetapkan
oleh WHO. Terbukti hanya satu kelompok sampel yang tidak sesuai dengan nilai normal
WHO. Perlu diketahui nilai rata-rata normal WHO untuk volume semen 2-6 ml, pH semen
7,2-8 , likuifaksi semen 15-60 menit, dan viskositas semen< 2 cm. Secara mikroskopis,
kualitas sperma dapat digolongkan dalam kualitas baik. Hasil penelitian menyatakan bahwa
lebih banyak variabel yang menunjukkan nilai rata-rata normalnya lebih tinggi dibandingkan
nilai rata-rata tidak normal. Terbukti hanya dua variabel yang merupakan kebalikannya.
Untuk morfologi sperma tidak ada satupun nilai rata-ratanya yang melebihi 30% dari jumlah
sperma/ejakulat. Motilitas spermapun hanya dua kelompok sampel yang dinyatakan normal
atau jumlah sperma yang motil lebih dari 50% jumlah sperma/ejakulat.
Namun demikian, untuk jumlah total sperma seluruh sampel dinyatakan normal
karena lebih dari 40 juta/ejakulat. Tidak berbeda jauh dengan jumlah total, konsentrasi
sperma pun hanya dua kelompok sampel yang dinyatakan kurang dari 20 juta/ml ejakulat.
Sedangkan leukosit sperma dinyatakan hanya tiga kelompok pasien yang tidak normal (lebih
dari 1 juta/mL ejakulat).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan kualitas sperma saling berhubungan satu sama
lain. Ini dapat dilihat dari masing-masing pemeriksaan yang menggambar-kan beberapa
variabelnya. Secara makroskopis, terdapat hubungan antar volume, pH, likuifaksi dan
viskositas semen. Menurut Yatim (1990) volume semen akan mempertahankan pH semen
Volume semen yang normal akan ikut mempertahankan pH semen agar tetap basa atau tetap
dalam keadaan normal. Ini disebabkan dalam semen terdapat mineral-mineral yang dapat
menjaga pH tersebut. Volume semen normal mengandung mineral-mineral terdapat dalam
batas yang normal pula untuk menjaga agar pH tetap 7,2-8,0. Pernyataan ini sejalan dengan
hasil penelitian dimana volume semen yang berkisar antara 2-5 ml memiliki pH yang tetap
normal yaitu antara 7,6-8,0. Namun pada pasien yang masuk dalam kelompok 47-51 tahun,
memiliki volume semen yang sedikit (1,6 ml) tapi pH semennya tetap 8,0. Diduga ada faktor
lain yang kut mempengaruhi seperti abstinensia, cara pengambilan sampel, maupun kerja dari
kelenjar assesoris.
Likuifaksi sangat erat hubungannya dengan viskositas semen. Viskositas yang normal
akan mempengaruhi waktu yang digunakan untuk likuifaksi. Berdasarkan hasil penelitian ini,
sewmakin normal viskositas dari semen maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk
likuifaksi. Terkecuali pada pasien dengan kategori umur 47-51 tahun. Semennya tidak
mencair sesuai untuk waktu normal likuifaksi semen. Hal ini dapat diakibatkan kurangnya
enzim likuifaksi yang dikeluarkan oleh prostat dan ini ada hubungannya dengan volume
semen yang sedikit. Selan makroskopis, hubungan variabel yang yang paling erat yaitu antara
mortalitas, morfologi, dan leukosit sperma. Leukosit sperma melebihi batas normal
menandakan adanya suatu suatu infeksi pada organ genitalia. Morfologi yang buruk akan
,mengakibatkan motilitas sperma yang buruk pula (Kuswondo, 2002). Semakin tinggi nilai
leukosit melebihi batas normal, semakin sedikit pula morfologi yang normal perejakulatnya
dan motolitas pun tidak mencukupi nilai normal yang ditetapkan pleh WHO. Namun, hal
yang berbeda pada pasien yang dikelompokkan dalam kategori umur 36-42 tahun dan 43-46
tahun. Morfologi yang buruk tidak tidak mempengaruhi motilitas sperma namun morfologi
yang buruk tetap dipengaruhi oleh leukosit yang tidak normal.
Selain fertil dan subfertil, hasil penelitian ini juga menyatakan adanya sampel pasien
yang infertil. Pasien yang masuk dalam kategori umur 47-51 tahun dapat digolongkan infertil.
Hal ini disebabkan dari berbagai pemeriksaan baik secara makroskopis maupun secara
mikroskopis, sebagian besar hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan nilai rata-rata yang
ditetapkan oleh WHO. Selain itu, faktor umur juga mempengaruhi keadaan ini. Umur usia
lanjut lebih rentan terkena berbagai penyakit salah satunya kanker prostat. Prostat merupakan
salah satu penghasil cairan ejakulat yang penting dan terbanyak kedua setelah vesika
seminalis. Prostat beefrungsi memberi nutrisi kepada sperma melalui cairan ejakulatnya
tersebut. Oleh karena itu, jika prostat terganggu, maka viabilitas sperma akan berkurang
bahkan mati sebelum mencapai ovum. Selain itu, adanya proses degenerasi dan proliferasi sel
yang lebih lambat akan menghambat fungsi kerja dari organ genitalia terutama testis dan
kelenjar assesoris.
Jika ditinjau dari keseluruhan data (lampiran 1) tanpa melihat dari pengelompokan
umur, subfertil tetap mendominasi kondisi kesuburan pasien yaitu sebanyak 59 pasien.
Kondisi fertil hanya terdapat 10 pasien sedangkan infertil lebih banyak jumlahnya yaitu 30
pasien.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pengkategorium fertilitas Farris yang dicetuskan
oleh Istyani (2009). Menurut Istiyani, kondisi fertilisasi dapat digolongkan sangat fertil (>
185 juta/ejakulat), relatif fertil (80-185) juta/ejakulat), subfertil (1-80 juta per ejakulat), dan
infertil (tidak ada sperma yang motil). Dasar pengkategorian ini yaitu adanya sperma yang
motil. Berdasarkan kategori Farris tersebut yang disesuaikan dengan data hasil analisa
kuantitatif sperma di Laboratorium Klinik Prodia Palu, sebanyak 68 pasien yang
memeriksakan diri di Laboratorium Klinik Prodia Palu dikategorikan dalam subfertil atau
sperma yang motil berkisar antara 1-80 juta per ejakulat. Kondisi relatif fertil (80-185
juta/ejakulat) dinyatakan ada 24 pasien dan infertil (tidak ada sperma motil) hanya 7 pasien.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil mikroskopis, nilai rata-rata
volume semen berkisar antara 1,6-5,0 ml, pH semen berkisar 7,6-8,0, likuifaksi semen
berkisar 36-40 menit, dan viskositas smen berkisar 0,6-5,0 cm. Hasil mikroskopis, nilai
rata-rata untuk jumlah total sperma 61-108 juta/ml ejakulat, konsentrasi sperma 15,6-30
juta/ml ejakulat.
Sumber :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/30493/18735/
https://ojs.unm.ac.id/sainsmat/article/download/746/186
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Biocelebes/article/download/3887/2850
https://www.academia.edu/16557443/PEMERIKSAAN_SPERMA
http://spesialis1.andrologi.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2018/07/Presentasi-WS-Semen-
Analisa-dr-Pety.pptx