HEWAN (BI2103)
Disusun oleh:
Vergio Victorio Effendy
10618064
Kelompok 8
Asisten:
Titin Alfiani
(10617053)
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Menentukan anatomi, lokasi, dan nama-nama organ penyusun sistem
reproduksi pada mencit jantan.
2. Menentukan kualitas sperma mencit (Mus musculus) berdasarkan
parameter makroskopis (pH) dan mikroskopis (morfologi, motilitas,
konsentrasi sperma).
3. Menentukan kualitas sperma manusia (Homo sapiens) berdasarkan
parameter makroskopis (pH, volume, warna, bau, aglutinasi) dan
mikroskopis (morfologi, motilitas, konsentrasi sperma).
i.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Spermatogenesis
Apabila terkait dengan sel sperma baik secara motilitas, konsentrasi, dan
morfologinya, terdapat normozoospermia, azoospermia, asthenozoospermia,
teratozoopermia, oligozoospermia, haemospermia, leukospermia,
necrozoospermia dan variasi kombinasinya. Pada kelainan azoospermia, tidak
dijumpai sperma sama sekali dalam semen. Jika motilitas sperma tidak normal,
kelainannya disebut asthenozoospermia. Kelainan pada morfologi sperma seperti
cacat pada bagian head, midpiece, atau tail dapat digolongkan ke dalam
teratozoospermia (Neill et al., 2015; Krueger et al., 2004). Kemudian, jika
konsentrasi sperma di bawah batas referensi, disebut oligozoospermia. Pada
beberapa kasus, diagnosis haemospermia mendeskripsikan adanya eritrosit dalam
cairan ejakulat. Begitu juga dengan leukospermia ketika dideteksi keberadaan
leukosit dalam ejakulat dengan jumlah di atas ambang batas. Lalu
necrozoospermia menyatakan suatu kondisi ketika terdapat sedikit sperma dalam
keadaan hidup, banyak sperma dalam keadaan imotil. Berbeda dengan kelainan-
kelainan yang ada, normozoospermia adalah sebutan untuk keadaan sperma
dengan morfologi, motilitas, dan konsentrasi sama dengan atau lebih dari ambang
batas (WHO, 2010).
METODOLOGI
Pada modul ini digunakan beberapa alat dan bahan yang tersaji dalam Tabel 3.1.
Alat Bahan
Styrofoam Sperma manusia (Homo sapiens)
Set alat bedah Mencit jantan dewasa (Mus musculus)
Staining jar Larutan PBS
Kaca arloji Larutan Nigrosine
Mikroskop cahaya Larutan Eosin Y
Kaca objek Kertas pH
Counter Cover glass
Hemacytometer Minyak imersi
Botol film Kertas lensa
Pipet kaca Plastik limbah
Gloves
Masker
Tisu
Sabun cuci pusing
Sampel sperma manusia diteteskan satu tetes dan dicampur sembilan tetes
PBS pada kaca arloji. Selanjutnya disiapkan kaca objek yang diberi label.
Campuran sperma – PBS tadi diteteskan pada salah satu ujung kaca objek. Di
ujung lainnya diteteskan larutan Nigrosine – Eosine Y. Kemudian apusan dibuat
dengan cara menggeserkan kaca objek lain dari sperma ke pewarna dan sperma
lagi hingga merata. Setelah itu kaca objek dikeringkan dan diamati di bawah
mikroskop.
Sperma manusia diamati melalui parameter bau, warna, pH, dan ada atau
tidaknya aglutinasi. Untuk pengukuran pH dilakukan dengan cara diteteskan satu
tetes sperma ke kertas pH universal dan hasilnya dicocokkan dengan pH indikator.
Setelah itu hasil pengamatan berdasarkan parameter makroskopis dicatat.
Pada bagian ini akan disajikan hasil pengamatan sistem reproduksi mencit jantan,
kenormalan dan abnormalitas sperma manusia dan mencit. Selain itu juga
diberikan perhitungan untuk analisis mikroskopis dan makroskopis sperma
manusia serta mencit.
Berikut ini disajikan tabel berisi gambar anatomi organ sistem reproduksi mencit
jantan (Mus musculus) dan perbandingannya dengan literatur.
Observasi Literatur
vas deferens seminal
vesicle
coagulum
gland
prostate
testis
Caput
epididymis
preputial
glands
cauda
penis
epididymis
Gambar 4.1 Anatomi Sistem Reproduksi Gambar 4.2 Anatomi Mus musculus Jantan
Literatur
Mus musculus Jantan
(Rowett, 1962)
midpiece
head
Gambar 4.3 Sperma Normal Manusia Gambar 4.4 Sperma Normal mencit
Perbesaran 1000X Perbesaran 1000X
Selain morfologi sperma normal, di bawah ini ditampilkan morfologi sperma pada
manusia atau mencit yang mengalami abnormalitas baik pada bagian head,
midpiece, atau tail.
head
Gambar 4.4 Abnormal giant head-defects Gambar 4.5 Abnormal missing head-defects
Perbesaran 400X Perbesaran 1000X
Gambar 4.6 Abnormal rounded head-defects Gambar 4.7 Abnormal bifurcated tail-defects
Perbesaran 400X Perbesaran 1000X
Gambar 4.8 Abnormal detached head-defects
Perbesaran 400X
Berikut ini disajikan tabel hasil pengukuran makroskopis pada sampel sperma
manusia dan mencit berdasarkan parameter pH, bau, warna, aglutinasi, dan
volumenya.
Tabel 4.4 Pengukuran Makroskopis Sampel Sperma Manusia (B1) dan Mencit
Disajikan Tabel 4.5 hasil analisis mikroskopis pada sperma mencit kelompok 8
yang meliputi persentase sperma dengan morfologi normal, motilitas, dan
konsentrasinya.
79 2,29 29
4.1.8 Perhitungan
Konsentrasi
Konsentrasi ditentukan berdasarkan 5 kotak R pada hemasitometer.
5
N 1=∑ R i=124 ekor ∑sperma
i=1 Konsentrasi= × 106 d
faktor (mL)
Faktor pengenceran = 1 mL
juta sperma
¿ 124
mL
5
N 2=∑ R i=314 ekor ∑ sperma
i =1 Konsentrasi= × 106 d
faktor (mL)
Faktor pengenceran = 1 mL
juta sperma
¿ 314
mL
Kemudian, ditentukan reratanya
(124+314 ) juta sperma
´
Konsentrasi= ×106¿ 219
2 mL
Motilitas
Ditentukan dengan cara diobservasi jumlah sperma yang aktif bergerak
dengan cepat, lambat, bergerak di tempat, dan sama sekali tidak
bergerak.
Dengan:
A = aktif bergerak, B = lambat, C = bergerak di tempat, dan D =
tidak bergerak sama sekali
A1 = 4 ekor, B1 = 4 ekor, C1 = 8 ekor, dan D1 = 184 ekor
A +B 4 +4
% Motilitas= × 100 %¿ ×100 %¿ 4,2 %
A+ B+C + D 4+ 4+ 8+184
´ ( 7+ 4,2 )
% Motilitas= × 100 %¿ 5,6 %
2
Jadi, motilitas sperma manusia (B1) adalah sekitar 5,6%.
4.1.8.2 Sperma Mencit
Morfologi
N1 = 58 ekor
45
Normal= × 100 %¿ 79 % ( 58−45 )
100 Abnormal= × 100 % 00¿ 21 %
100
Jadi, terdapat 78% sperma dengan morfologi normal dan 22% sperma
dengan morfologi abnormal.
Konsentrasi
Konsentrasi ditentukan berdasarkan 5 kotak R pada hemasitometer.
5
N 1=∑ R i=58 ekor ∑ sperma
i=1 Konsentrasi= × 106 d
faktor (mL)
Faktor pengenceran = 2 mL juta sperma
¿ 29
mL adalah sebesar 29 juta
Jadi, diperoleh konsentrasi sperma mencit
sperma per mililiternya.
Motilitas
Ditentukan dengan cara diobservasi jumlah sperma yang aktif bergerak
dengan cepat, lambat, bergerak di tempat, dan sama sekali tidak
bergerak.
Dengan:
A = aktif bergerak, B = lambat, C = bergerak di tempat, dan D = tidak
bergerak sama sekali
A = 0 ekor, B = 3 ekor, C = 1 ekor, dan D = 127 ekor
A +B 3
% Motilitas= × 100 %¿ ×100 % ¿ 2,29 %
A+ B+C + D 3+1+ 127
Jadi, motilitas sperma mencit adalah sebesar 2,29%.
4.1.9 Observasi Preparat Jaringan Organ Reproduksi
Berikut ini disajikan tabel berisi hasil pengamatan jaringan organ reproduksi
beserta perbandingannya dengan literatur.
Observasi Literatur
outer longitudinal
muscle adventitia
inner longitudinal
muscle middle
circular
muscle
lumen
stereocilia
mucosa pseudostratified
columnar
epithelium
blood vessels
Gambar 4.14 Jaringan Vas Deferens Homo
Gambar 4. 13 Jaringan Vas Deferens Rattus sapiens
Perbesaran 100X Perbesaran rendah
(Eroschenko, 2013)
basal cells
follicle
antrum
primordial
follicle
theca
interna
germinal
epithelium
theca
externa membrane
granulosa
cortex follicular
fluid
medulla
lumen stereocilia
basal cells
smooth
epididymal muscle
duct
Gambar 4.18 Jaringan Epididymis Homo
Gambar 4.17 Jaringan Epididymis Rattus
Perbesaran 50X
Perbesaran 400X (Eroschenko, 2013)
(Resmila, 2019)
spermatids
lumen spermatogonia
Pada bagian ini akan dibahas beberapa hal sesuai dengan hasil pengamatan dan
perhitungan. Pembahasan akan meliputi pengukuran makroskopis dan
mikroskopis sperma manusia pada sampel B1 dan sperma mencit.
4.2.1 Makroskopis
Pertama, untuk rentang pH sperma normal adalah 7.2 – 8.2 (Haugen &
Grotmol, 1998). Sperma beserta cairan ejakulatnya, yaitu semen, pada umumnya
memang bersifat normal sampai basa. Kondisi basa ini ditentukan oleh sekresi
oleh kelenjar seminal vesicle dan prostate. Kandungan fosfat dan protein dalam
plasma seminal berperan sebagai buffering agent karena ketika dalam proses
kopulasi, sperma akan bertemu dengan kondisi asam yang dapat mengurangi
kapasitas dan performanya (Mann, 1964). Keadaan pH dengan rentang 7,2 – 8,2
ini akan menetralisasi keasaman tersebut. Pada peroleh data dalam sampel sperma
manusia B1 diperoleh bahwa pH-nya berada pada angka 7, tetapi tidak diketahui
secara akurat apakah mencapai batas bawah normal yang ditentukan oleh WHO
(Zhou, J et al., 2015). Jadi, kemungkinan masih dapat dinyatakan kondisi
spermanya relatif dalam kondisi yang normal. Namun, pada sperma mencit,
rentang pH sperma normal adalah 6,0 – 7,0 (Lisanti et al., 2016). Kemudian
didapati bahwa spermanya berada pada pH = 6. Jadi pada dua spesimen ini, secara
pengukuran pH, kondisi fisiologis seminal vesicle dan prostate-nya masih relatif
baik.
Aspek selanjutnya yang diobservasi adalah bau semen. Hasil observasi ini
dipengaruhi oleh kondisi fisiologis sistem reproduksi pendonor dan juga dietnya
(tetapi diet bukan objektif dalam pembahasan ini). Diketahui bahwa kandungan
semen adalah 1% sperma dan 99%-nya adalah material lain seperti protein, enzim,
dan mineral. Sebagian besar material lain tersebut bersifat alkalin, seperti
magnesium (Mg), kalsium (Ca), sulfur (S), dan seng (Zn) (Owen & Katz, 2013).
Ketika komposisi ini dalam keadaan yang seimbang, bau semen akan seperti
amonia, pemutih, kaporit, atau zat lain yang bersifat basa (Jewell, 2018). Dalam
hasil observasi menurut parameter ini, didapati bahwa bau semen seperti kaporit
atau basa, sehingga dapat dinyatakan bahwa sistem reproduksi pendonor masih
dalam taraf baik.
4.2.2 Mikroskopis
4.2.3 Abnormalitas
KESIMPULAN