Anda di halaman 1dari 100

PENGARUH PERSISTENSI LABA, PERTUMBUHAN LABA

(PROFIT GROWTH), INVESTMENT OPPORTUNITY SET (IOS),


DIVIDEND PAYOUT RATIO (DPR), MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE (CG), DAN ALOKASI PAJAK
ANTAR PERIODE TERHADAP KUALITAS LABA
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2017-2019

(Skripsi)

Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar


SARJANA EKONOMI

Oleh:

Nama : Juniawan
NPM : 17210028
Pembimbing Utama : Indah Lia Puspita, SE., M.Si.
Pembimbing Pendamping : Muhammad Luthfi, SE., M.Si.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2020
DAFTAR ISI

Halaman.

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................10
1.3 Batasan Masalah....................................................................................10
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian...........................................................11
1.4.1. Tujuan Penelitian...........................................................................11
1.4.2. Manfaat Penelitian.........................................................................12
1.5 Kerangka Pikir......................................................................................12
1.6 Pengembangan Hipotesis......................................................................14
1.7 Sistematika Penulisan...........................................................................21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................23

2.1 Kajian Teori...........................................................................................23


2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory).......................................................23
2.1.2. Teori Sinyal (Signalling Theory)...................................................26
2.2 Laporan Keuangan................................................................................27
2.3 Kualitas Laba.........................................................................................30
2.4 Persistensi laba......................................................................................33
2.5 Pertumbuhan laba (Profit Growth)......................................................35
2.6 Investment Opportunity Set (IOS)........................................................37
2.7 Dividend Payout Ratio (DPR)...............................................................40
2.8 Mekanisme Corporate Governance.....................................................44
2.8.1. Dewan Direksi................................................................................47
2.8.2. Dewan Komisaris...........................................................................48
2.8.3. Komite Audit..................................................................................51
2.9 Alokasi Pajak Antar Periode................................................................54
2.10 Penelitian Terdahulu.........................................................................56

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................63

3.1 Objek Penelitian....................................................................................63


3.2 Jenis Data...............................................................................................63
3.3 Populasi..................................................................................................63
3.4 Sampel....................................................................................................64
3.5 Teknik Pengumpulan Data...................................................................66
3.6 Metode Analisis Data............................................................................66
3.7 Operasi Variabel Penelitian.................................................................70
3.8 Definisi Operasi Variabel.....................................................................71
3.8.1. Variabel dependen.........................................................................71
3.8.2. Variabel Independen......................................................................73

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................82
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu..............................................................................56
Tabel 3.1 Proses Pengambilan Sampel .................................................................65
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka Pikir....................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dunia usaha di era globalisasi ini sudah sangat maju dan ketat dalam
persaingan sehingga semua pihak yang terkait di dalam termasuk perusahaan
harus berkompetisi secara ketat untuk mempertahankan usahanya. Banyaknya
perusahaan dalam industri manufaktur, serta kondisi perekonomian saat ini
telah memicu suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur.
Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin
meningkatkan kinerja perusahaan agar tujuannya dapat tetap tercapai. Industri
yang mendominasi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) adalah Industri manufaktur. Perusahaan manufaktur
merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara, untuk
melihat perkembangan industri secara nasional di suatu negara dapat
digunakan perkembangan industri manufaktur yang ada di negara tersebut.
Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kinerja industri secara
keseluruhan maupun kualitas produk yang dihasilkannya.

Pada umumnya tujuan utama investor meletakkan kekayaannya adalah


untuk mendapatkan keuntungan (return) yang maksimal pada suatu instrumen
investasi. Oleh karena itu, investor harus memiliki berbagai pertimbangan-
pertimbangan sebelum menginvestasikan dananya. Salah satunya adalah
dengan mempertimbangkan kinerja perusahaan yang diukur melalui nilai
perusahaan, Hariati dan Rihaningtyas (2015). Perusahaan yang memiliki laba
dengan kualitas baik adalah perusahaan yang memiliki laba secara berturut-
turut dan stabil. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan
keberlanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan yang ditentukan
komponen akrual dan aliran kas-nya, Penman (2001). Perusahaan dengan
kualitas laba yang tinggi akan melaporkan labanya secara transparan.

Penelitian yang di lakukan Boediono (2005), mengungkapkan bahwa


laba yang berkualitas adalah laba yang mencerminkan kinerja keuangan
2

perusahaan yang sebenarnya. Laporan keuangan mencerminkan kondisi


keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka
waktu tertentu. Bagi para analisis, laporan keuangan adalah media yang
sangat penting untuk menilai kondisi ekonomis dan prestasi suatu perusahaan,
Harahap (2009). Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan
suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan kinerja perusahaan. Laporan keuangan bisa diartikan sebagai
gambaran tentang hasil atau perkembangan usaha perusahaan, laporan
keuangan tersebut digunakan untuk membantu para pemakai laporan
keuangan dalam menilai kinerja perusahaan sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat. Laporan keuangan merupakan media bagi perusahaan
untuk memberikan informasi penting kepada publik, khususnya bagi mereka
yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan pengambilan keputusan
ekonomi, Jumingan (2006).

Tujuan utama laporan keuangan adalah menyediakan informasi


perubahan posisi keuangan, kinerja keuangan, serta menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, Harahap
(2011). Memberikan informasi yang menunjukkan prestasi perusahaan dalam
menghasilkan laba merupakan salah satu dari tujuan pelaporan keuangan,
Chariri (2007). Terkait dengan informasi laba, informasi tersebut merupakan
perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggung-jawaban
manajemen, hal ini dinyatakan oleh Statement of Financial Accounting
Concept (SFAC). Oleh karena itu, manajemen akan melakukan segala cara
dan lebih memilih metode akuntansi yang dapat memperlihatkan informasi
laba perusahaan yang lebih baik. Laporan laba rugi sering dijadikan dasar
untuk penilaian kinerja perusahaan, dalam setiap hubungan kinerja.

Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi
seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan, Kieso dan
Weygandt (2002), sehingga laba yang tinggi belum tentu mencerminkan kas
yang besar. Namun, sebagian besar pengguna laporan keuangan tidak
memperhatikan bagaimana laba tersebut dihasilkan, akan tetapi perhatian
3

pengguna hanya ditujukan pada informasi laba saja. Hal tersebut


menyebabkan laba menjadi sasaran manajemen dalam melakukan tindakan
oportunis salah satunya dengan cara meningkatkan laba yang dilaporkan
dengan tujuan membuat perusahaan dipandang lebih baik oleh publik, Wild
dan Subramanyam (2010). Informasi laba memiliki banyak kegunaan di
berbagai konteks, umumnya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan,
penentu dari kebijakan pembayaran dividen, panduan dalam melakukan
investasi, pengambilan keputusan dan unsur prediksi, oleh karena itu
informasi laba merupakan hal yang mendasar dan penting dari laporan
keuangan, Belkaoui (2012).

Laporan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan selama periode


waktu tertentu dapat dilihat pada laporan laba rugi. Laporan laba rugi
menyediakan informasi yang diperlukan oleh para investor dan kreditor untuk
membantu mereka dalam mengevaluasi kinerja masa lalu perusahaan,
memberikan dasar untuk memprediksi kinerja masa depan dan membantu
menilai risiko atau ketidakpastian pencapaian arus kas masa depan, Kieso dkk
(2002). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai
perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab
dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga
tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan di presentasikan oleh
harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi,
pendanaan (financing), dan manajemen aset, Mayogi dan Fidiana (2016).

Laporan laba rugi merupakan bagian dari laporan keuangan yang


menyajikan informasi mengenai laba rugi perusahaan dalam suatu periode.
Informasi tentang laba rugi mengukur keberhasilan atau kegagalan suatu
perusahaan dalam mencapai tujuan operasi yang ingin ditetapkan. Baik
kreditur, investor, dan manajemen menggunakan laporan laba rugi untuk
mengevaluasi kinerja manajemen dan untuk memprediksi laba di masa yang
akan datang. Berkembangnya isu manipulasi laba yang terjadi pada saat ini
tidak jarang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan yang mengetahui
kondisi yang ada dalam perusahaan. Tidak sedikit ada pihak-pihak tertentu
4

yang memilih melakukan cara memanipulasi laba untuk mencapai tujuan yang
di inginkan, Basri, et.al. (2014).

Kualitas laba merupakan laba yang ada dalam laporan keuangan yang
mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya, Irawati
(2012). Evaluasi kualitas laba merupakan pekerjaan dalam analisis akuntansi,
Subramanyam dan Wild (2010). Rendahnya Earnings Response Coefficient
(ERC) menunjukkan bahwa laba kurang berkualitas untuk investor membuat
keputusan ekonomi. Jika suatu pengumuman mengandung informasi, maka
pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.
Informasi laba dapat dikatakan berkualitas apabila reaksi pasar yang
ditunjukkan dari Earning Response Coefficient (ERC) juga tinggi. ERC
adalah reaksi atas laba yang diumumkan (published) oleh perusahaan. Reaksi
ini mencerminkan kualitas dari laba yang dilaporkan perusahaan, Afni dkk
(2014).

Jadi, informasi mengenai laba perusahaan merupakan kabar baik untuk


meningkatkan responsi pasar. Responsi pasar yang tinggi terhadap laba akan
tercermin dalam ERC yang tinggi. Semakin tinggi ERC suatu perusahaan
maka kualitas dari informasi laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan
semakin tinggi, Amelia (2013). Perusahaan yang mengalami penurunan harga
saham yaitu perusahaan Google, Alphabet yang mengalami penurunan harga
saham sebesar 7 persen akibat hasil kinerja yang tak sesuai dengan prediksi
analis pada kuartal I-2019. Tinggi rendahnya ERC sangat ditentukan kekuatan
responsif yang tercermin dari informasi (goods/bad news) yang terkandung
dalam laba, Sefrita (2011).

Fenomena yang bersifat bad news di Indonesia terjadi pada PT. Industri
Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk yang mengalami penurunan laba selama
periode semester I-2017 sebesar 6,8 persen menjadi Rp 1,2 triliun dari Rp
1,29 triliun pada periode yang sama tahun 2016. Beberapa penelitian yang
mengukur kualitas laba dengan menggunakan ERC antara lain Suaryana
(2005), Naimah dan Utama (2006), Jang dkk (2007), Arfan dan Antasari
(2008), Irawati (2012), Afni dkk (2014) dan Ardianti (2018).
5

Mengindikasikan bahwa besaran ERC menunjukkan kualitas earning


perusahaan. Reaksi ditunjukkan dengan adanya perubahan harga surat hutang
yang bersangkutan dan akan berdampak pada tingkat pengembalian yang
diterima oleh investor, Wulansari (2013).

Faktor yang mempengaruhi kualitas laba yaitu persistensi laba,


persistensi laba menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan laba dari waktu ke waktu. Persistensi laba dapat dilihat dari
inovasi laba tahun berjalan yang dihubungkan dengan perubahan harga
saham, Scott (2009). Semakin tinggi persistensi laba maka semakin tinggi
kualitas laba, Basri, et. al. (2014). Semakin stabil perubahan laba dari waktu
ke waktu, semakin tinggi koefisien responsi laba. Kondisi ini menunjukkan
bahwa laba yang diperoleh perusahaan dapat dipertahankan dari waktu ke
waktu dan bukan hanya karena suatu peristiwa tertentu, Hapsari (2014).
Pengujian yang dilakukan oleh Afni dkk, (2014), membuktikan bahwa
persistensi laba berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba,
sedangkan pengujian yang dilakukan oleh Ardianti (2018), membuktikan
bahwa persistensi laba tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Fenomena
terkait persistensi laba pada salah satu kasus Bank Pembangunan Daerah
Jabar dan Banten Tbk, akibat pengetatan moneter BI mengakibatkan
penurunan kinerja selama tiga bulan kuartal ketiga tahun 2013 sehingga laba
bersih turun 7,1 % menjadi Rp 349 miliar, dibanding kuartal sebelumnya Rp
376 miliar.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas laba adalah pertumbuhan laba,


menurut Irawati (2012), pertumbuhan laba merupakan suatu kenaikan laba
atau penurunan laba per-tahun yang dinyatakan dalam persentase.
Pertumbuhan laba dapat diketahui dengan mengukur market to book ratio,
Collins dan Kothari (1989). Pertumbuhan laba merupakan salah satu indikator
untuk mengukur keberhasilan kinerja suatu perusahaan. Pertumbuhan laba
suatu perusahaan biasanya diakibatkan oleh adanya laba kejutan yang
diperoleh pada periode sekarang. Investor dapat merespon informasi laba
kejutan tersebut sebagai suatu indikasi adanya intervensi dari pihak
manajemen perusahaan terhadap laporan keuangan sehingga laba mengalami
6

peningkatan. Oleh karena itu, laba yang dihasilkan perusahaan tidak


mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya. Pertumbuhan laba
dimungkinkan ada pengaruh dengan kualitas laba perusahaan karena jika
perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh terhadap labanya berarti
kinerja keuangan perusahaan tersebut baik dan dimungkinkan juga memiliki
kesempatan bertumbuh terhadap kualitas labanya.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas laba adalah investment


opportunity set (IOS). Investment opportunity set (IOS) merupakan
kesempatan perusahaan untuk tumbuh. Menurut Warianto P. (2013), IOS
dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan
perusahaan di masa depan. Semakin besar kesempatan bertumbuh perusahaan
yang ditandai dengan mudahnya perusahaan untuk menarik modal maka
semakin tinggi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan atau
meningkatkan laba di masa yang akan datang. Jadi, informasi mengenai laba
perusahaan merupakan kabar baik untuk meningkatkan responsi pasar. IOS
dari suatu perusahaan juga dapat mempengaruhi cara pandang manajer,
pemilik, investor dan kreditor terhadap perusahaan. Perusahaan yang
mempunyai kesempatan tumbuh yang tinggi dianggap dapat menghasilkan
return yang tinggi pula. Hasil penelitian Wah, Lai K. (2002), IOS
berhubungan dengan kualitas laba dan nilai perusahaan, perusahaan dengan
Investment opportunity yang tinggi lebih mungkin untuk mempunyai
discretionary accrual (akrual kelolaan) yang tinggi.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas laba adalah dividend payout ratio
(DPR), deviden telah menjadi sesuatu yang penting dalam pendanaan melalui
ekuitas karena deviden merupakan kebijakan perusahaan yang menjadi salah
satu cara dalam mengelola laba perusahaan, Sirait (2012). Perusahaan
sanggup meyakinkan investor tentang kualitas laba perusahaan yang
dilaporkan dengan cara pembayaran dividen tunai. Dapat disimpulkan
perusahaan akan dapat menunjukkan memiliki laba yang berkualitas ketika
perusahaan tersebut mampu melakukan pembayaran dividen tunai yang mana
hal tersebut akan berpengaruh pada keyakinan investor pada laba di masa
yang akan datang. Teori keagenan membuat suatu model kontraktual antara
7

dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent
(pelaksana) dan pihak lain disebut principal (pemilik). Principal memiliki
prioritas tersendiri terhadap free cash flow perusahaan untuk dapat dibayar
dalam bentuk dividen. Sedangkan agent atau manajer perusahaan memiliki
prioritas untuk dapat memaksimalkan kepentingannya tersendiri serta
mengabaikan dividen sebagai keuntungan principal.

Isu yang paling penting dalam pendanaan eksternal perusahaan adalah


dividen, terlebih terkait dengan pendanaan pada ekuitas (equity financing).
Menurut Ross, et.al. (2008), dividen merupakan suatu pembagian yang
berasal dari laba (earnings) kepada para pemilik saham dalam bentuk kas
maupun saham. Perusahaan membagikan dividen karena hal tersebut menjadi
timbal balik atau suatu keuntungan bagi pemegang saham yang telah
menyetorkan modalnya pada perusahaan. Investor selaku principal bertujuan
untuk memaksimalkan kemakmurannya, sedangkan manajer selaku agent
membebankan biaya kepada perusahaan sehingga mengakibatkan
berkurangnya laba dan pembayaran dividen bagi principal, Ahmad (2008).

Dalam hal tersebut dapat kita ketahui akan adanya perbedaan


kepentingan antara principal dan agent. Karena timbul perbedaan kepentingan
antara principal dengan agent maka muncullah konflik keagenan. Meskipun
demikian, tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk membagikan dividen
karena hal tersebut adalah bentuk dari equity financing. Pemilik perusahaan
sebagai principal lebih memilih free cash flow perusahaan dapat dibayarkan
sebagai dividen. Di samping itu, manajer sebagai agent dalam perusahaan
memiliki prioritas tersendiri untuk memaksimalkan kepentingan manajer dan
mengabaikan kepentingan principal.

Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa


pelaksanaan corporate governance di Indonesia masih sangat rendah.
Pengelolaan perusahaan diperlukan karena tata kelola perusahaan yang baik
berbanding lurus dengan tingkat ketidakpastian pengembalian investasi, Kelly
(2003). Mekanisme tata kelola perusahaan atau corporate governance (CG)
adalah salah satu mekanisme di dalam perusahaan untuk menciptakan tujuan
8

tersebut. Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang


mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah
(value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua
hal; pertama pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi
dengan benar dan tepat pada waktunya, kedua, kewajiban perusahaan untuk
melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan
terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

Untuk menciptakan tatanan perusahaan yang baik dan sehat untuk


mencapai tujuan perusahaan dan memberikan informasi yang berkualitas,
diperlukan pengawasan serta tata kelola yang baik dalam perusahaan. Sistem
perusahaan di Indonesia masih mengikuti konsep yang berasal dari Eropa,
yang ditunjukkan dengan adanya dua posisi pemimpin perusahaan. Satu
sebagai wakil manajemen yaitu dewan direksi dan satu lagi berperan sebagai
wakil dari pemegang saham, yaitu dewan komisaris. Dewan komisaris tidak
memiliki hak untuk mengelola perusahaan secara langsung, namun berperan
sebagai pengawas bagi dewan direksi selaku pelaksana kegiatan operasional
perusahaan. Pemisahan status kepemilikan dapat menimbulkan konflik dalam
pengendalian dan pengelolaan perusahaan yang dapat menyebabkan para
manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan para pemilik. Konflik inilah
yang sering disebut dengan konflik agency. Satu mekanisme yang diharapkan
dapat digunakan untuk mengontrol konflik agency yaitu dengan menerapkan
tata kelola perusahaan yang baik, Suaryana (2007). Menurut Daniri, Achmad
(2006) Terdapat lima prinsip utama yang terkandung dalam good corporate
governance yaitu; keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggung jawaban (responsibility), kewajaran (fairness), dan independensi
(independency).

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas laba adalah pengawasan dari


dewan komisaris terhadap apa yang dilakukan oleh pihak eksekutif atau
direksi. Dewan komisaris membawahi komite audit dalam hal kedudukannya
di sebuah perusahaan. Komite audit merupakan komite yang memiliki
kewenangan untuk melakukan audit terhadap seluruh lapisan dalam struktur
organisasi perusahaan, bahkan terhadap proses audit yang dilakukan oleh
9

auditor eksternal. Keberadaan komite audit akan mengurangi kemungkinan


timbulnya penyalahgunaan kekuasaan dalam perusahaan. Kewajiban untuk
mengimplementasikan praktik tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate
social responsibility/CSR) juga mulai diterapkan dalam UUPT 2007.
Beberapa perusahaan yang mengalami penyalahgunaan wewenang yaitu
perusahaan Garuda Indonesia, PT Perkebunan Nusantara III dan PT Pelindo II
yaitu melakukan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum
dewan komisaris dan komite audit yang merugikan perusahaan.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas laba yaitu alokasi pajak antar
periode, interperiod tax allocation atau alokasi pajak antar periode merupakan
alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-
periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar
periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah
laba kena pajak dan laba akuntansi. Biaya pajak penghasilan yang dilaporkan
dalam laporan laba/ rugi harus sama dengan jumlah pajak penghasilan
terhutang atau pajak yang harus di bayar untuk periode yang bersangkutan.
Menurut akuntansi akrual, penghasilan pajak tangguhan yang dilaporkan
dalam laporan laba-rugi tahun berjalan mencerminkan penghematan atas
pembayaran pajak yang masih diperoleh perusahaan pada tahun-tahun
mendatang atau penghematan atas pembayaran pajak yang telah diperoleh
perusahaan dari tahun-tahun terdahulu, Romasari (2013). Alokasi pajak antar
periode menerapkan hasil konsep akuntansi akrual, yang tercermin dalam
jumlah beban dan penghasilan pajak tangguhan yang dilaporkan bersamaan
dengan beban pajak saat ini dalam laporan laba rugi. Metode alokasi pajak
digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengaruh pajak dan bagaimana
pengaruh-pengaruh tersebut harus di sajikan dalam laporan keuangan.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Reza Ardianti


“Pengaruh Alokasi Pajak Antar Periode, Persistensi Laba, Profitabilitas, Dan
Likuiditas Terhadap Kualitas Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2012-2016)”, yang mana penulis
meniadakan variabel Profitabilitas dan Likuiditas. Penulis juga menambahkan
10

beberapa variabel independen yaitu : Pertumbuhan Laba (Profit Growth),


Investment Opportunity Set (Ios), Dividend Payout Ratio (Dpr), dan
Mekanisme Corporate Governance.

Penelitian ini mengambil judul tentang “Pengaruh Persistensi Laba,


Pertumbuhan Laba (Profit Growth), Investment Opportunity Set (Ios),
Dividend Payout Ratio (Dpr), Mekanisme Corporate Governance (Cg), Dan
Alokasi Pajak Antar Periode Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2019.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dijabarkan diatas terkait dengan,


Pengaruh Persistensi Laba, Pertumbuhan Laba (Profit Growth), Investment
Opportunity Set (Ios), Dividend Payout Ratio (Dpr), Mekanisme Corporate
Governance (Cg), Dan Alokasi Pajak Antar Periode Terhadap Kualitas Laba,
maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah Persistensi Laba berpengaruh terhadap kualitas laba?
2. Apakah Pertumbuhan Laba (Profit Growth) berpengaruh terhadap
kualitas laba?
3. Apakah Investment Opportunity Set (Ios) berpengaruh terhadap kualitas
laba?
4. Apakah Dividend Payout Ratio (Dpr) berpengaruh terhadap kualitas
laba?
5. Apakah Dewan Direksi berpengaruh terhadap kualitas laba?
6. Apakah Dewan Komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba?
7. Apakah Komite Audit berpengaruh terhadap kualitas laba?
8. Apakah Alokasi Pajak Antar Periode berpengaruh terhadap kualitas laba?

1.3 Batasan masalah

Batasan masalah penelitian ini hanya pada perusahaan manufaktur yang


terdaftar di BEI pada tahun 2017-2019, Pengaruh Persistensi Laba,
Pertumbuhan Laba (Profit Growth), Investment Opportunity Set (Ios),
Dividend Payout Ratio (Dpr), Mekanisme Corporate Governance (Cg), Dan
11

Alokasi Pajak Antar Periode Terhadap Kualitas Laba, dibatasi pada


Persistensi Laba, Pertumbuhan Laba (Profit Growth), Investment Opportunity
Set (Ios), Dividend Payout Ratio (Dpr), Dewan Direksi, Dewan Komisaris,
Komite Audit, dan Alokasi Pajak Antar Periode. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini hanya mencakup perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI
selama periode 2017-2019 sehingga pengujian belum mencakup perusahaan
non-manufaktur.

1.4 Tujuan dan manfaat penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini memiliki


tujuan untuk mendapatkan bukti empiris.
Maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh Persistensi Laba terhadap kualitas laba.
2. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Laba (Profit Growth)
terhadap kualitas laba.
3. Untuk mengetahui pengaruh Investment Opportunity Set (Ios)
terhadap kualitas laba.
4. Untuk mengetahui pengaruh Dividend Payout Ratio (Dpr) terhadap
kualitas laba.
5. Untuk mengetahui pengaruh Dewan Direksi terhadap kualitas laba.
6. Untuk mengetahui pengaruh Dewan Komisaris terhadap kualitas
laba.
7. Untuk mengetahui pengaruh Komite Audit terhadap kualitas laba.
8. Untuk mengetahui pengaruh Alokasi Pajak Antar Periode terhadap
kualitas laba.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh persistensi


laba, pertumbuhan laba (profit growth), investment opportunity set (ios),
dividend payout ratio (dpr), mekanisme corporate governance (cg), dan
alokasi pajak antar periode terhadap kualitas laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI.
12

1.4.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara langsung


maupun tidak langsung, teoritis maupun analitis dari permasalahan ini.
Manfaat yang diharapkan dapat diterima oleh berbagai pihak adalah sebagai
berikut:

1. Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi, acuan
dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya, agar penelitian ini
terus berkembang dan mampu menambah wawasan serta pengetahuan
baru mengenai pentingnya kualitas laba untuk masa depan suatu
perusahaan, maupun ilmu pengetahuan tentang tata kelola perusahaan
baik di bidang kualitas laba, keuangan maupun akuntansi.

2. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang valid
untuk melakukan analisis terhadap perusahaan secara mendalam dan
menjadi patokan investor dalam pengambilan keputusan terhadap
perusahaan yang akan di investasikan, serta dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan atas kegiatan investasinya saat ini maupun di
masa yang akan datang.

3. Bagi Manajemen Perusahaan


Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai
faktor-faktor yang kiranya mempengaruhi kualitas laba, sehingga
perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya dan akan berdampak pada
meningkatnya kualitas laba suatu perusahaan.

1.5 Kerangka pikir

Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis


besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat
berdasarkan pertanyaan penelitian (research question), dan merepresentasikan
13

suatu himpunan dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-konsep


tersebut, Polancik (2009).

Kerangka pikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan


antar variabel yang ingin di teliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan
hubungan antar variabel independen dan dependen, Sugiyono (2013).

PERSISTENSI LABA
(x1)

PERTUMBUHAN LABA
(PROFIT GROWTH)
(x2)

INVESTMENT
OPPORTUNITY SET (IOS)
(x3)

DIVIDEND PAYOUT
RATIO (DPR)
(x4) KUALITAS LABA
(Y)
DEWAN DIREKSI
(x5)

DEWAN KOMISIARIS
(x6)

KOMITEAUDIT
(x7)

ALOKASI PAJAK ANTAR


PERIODE
(x8)

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

1.6 Pengembangan Hipotesis


14

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah


penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban
teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, sebelum jawaban yang empiris
Sugiyono (2013).

Adapun pengembangan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini


adalah :

a. Persistensi laba berpengaruh terhadap kualitas laba

Persistensi laba adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan


laba dari tahun ke tahun, Marisatusholekha dan Budiono (2015). Persistensi
laba merupakan ukuran kualitas laba yang didasarkan pada pandangan
bahwa laba yang lebih sustainable adalah laba yang memiliki kualitas yang
lebih baik, Khafid (2014). Persistensi laba menggambarkan suatu ukuran
yang dapat menjelaskan bagaimana kemampuan suatu perusahaan dapat
mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai dengan yang
akan datang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ardianti (2018), persistensi


laba tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Penelitian yang dilakukan
oleh Afni, dkk. (2014), persistensi laba berpengaruh signifikan negatif
terhadap kualitas laba. Penjelasnya, terjadinya hubungan negatif antara
persistensi laba terhadap kualitas laba dapat disebabkan karena dalam suatu
perusahaan tidak selamanya laba dalam keadaan persisten dari tahun ke
tahun. Adakalanya perusahaan mengalami kenaikan laba pada tahun
sekarang ini, namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan laba.

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:

Ha1 : Persistensi laba berpengaruh terhadap kualitas laba.

b. Pertumbuhan laba (profit growth) berpengaruh terhadap kualitas


laba
15

Menurut Irawati (2012), pertumbuhan laba merupakan suatu


kenaikan laba atau penurunan laba per tahun yang biasanya
dinyatakan dalam persentase. Laba perusahaan yang terus-menerus
tumbuh, dengan mudah dapat menarik investor. Ketika perusahaan
memiliki kemampuan untuk bertumbuh, maka kondisi tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan akan dapat meningkatkan labanya di
masa mendatang dan sekaligus mengindikasikan bahwa perusahaan
tersebut menghasilkan laba yang berkualitas, Dewi (2017).
Pertumbuhan Laba merupakan salah satu indikator untuk mengukur
keberhasilan kinerja suatu perusahaan.

Penelitian yang di lakukan oleh Puspitawati, dkk (2019),


pertumbuhan laba (profit growth) berpengaruh positif terhadap
kualitas laba, menjelaskan bahwa semakin bagus pertumbuhan laba
suatu perusahaan, mengindikasikan bahwa semakin berkualitas laba
yang dihasilkan. Laba yang berkualitas menunjukkan bahwa pihak
manajemen tidak melakukan manipulasi dalam laporan keuangan
terkait informasi labanya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Laoli dan Herawaty (2019), pertumbuhan laba (profit growth)
tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:

Ha2: Pertumbuhan laba (profit growth) berpengaruh terhadap


kualitas laba.

c. Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh terhadap kualitas


laba

Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kesempatan yang


ada pada perusahaan agar bisa tumbuh dengan baik. IOS dapat
dijadikan dasar untuk menentukan pertumbuhan di masa depan,
Warianto (2013). Kesempatan bertumbuh perusahaan prospek baik
untuk menghasilkan laba bisnis perusahaan. Perusahaan dapat
dikatakan bertumbuh apabila sebagian besar investasi dapat
menghasilkan return yang sangat tinggi sehingga perusahaan dapat
16

ditingkatkan pertumbuhannya. Aktivitas investasi membutuhkan biaya


relatif besar, sehingga secara langsung mempengaruhi kondisi
likuiditas perusahaan.

Penelitian yang di lakukan oleh Arisonda (2018), Investment


Opportunity Set (IOS) berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
laba, menjelaskan bahwa tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa jika semakin besar kesempatan bertumbuh perusahaan maka
semakin tinggi kesempatan perusahaan mendapatkan atau menambah
laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang sehingga
kualitas laba dalam perusahaan dapat dikatakan berkualitas dan itu
tercermin dari semakin bertumbuhnya perusahaan mencapai tingkatan
yang lebih tinggi bagi investor. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fathussalmi, dkk (2019), Investment Opportunity Set
(IOS) tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba.

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:

Ha3: Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh terhadap


kualitas laba.

d. Dividend Payout Ratio (DPR) berpengaruh terhadap kualitas laba

Deviden merupakan pembayaran atau pembagian laba dalam


bentuk kas yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham
sesuai dengan penyertaan modalnya. Deviden telah menjadi sesuatu
yang penting dalam pendanaan melalui ekuitas karena deviden
merupakan kebijakan perusahaan yang menjadi salah satu cara dalam
mengelola laba perusahaan, Sirait (2012). Deviden mengandung
informasi mengenai prospek arus kas perusahaan di masa depan.
Perusahaan berani membayar deviden untuk periode saat ini karena
perusahaan memiliki keyakinan dalam hal mempertahankan tingkat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa depan.

Penelitian yang di lakukan oleh Soly dan Wijaya (2017), dividend


payout ratio (DPR) berpengaruh positif terhadap kualitas laba,
menjelaskan bahwa perusahaan yang membayarkan dividen memiliki
17

kualitas laba yang lebih tinggi, sedangkan perusahaan yang tidak


membayarkan dividen memiliki kualitas laba yang lebih rendah.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathussalmi, dkk
(2019), dividend payout ratio (DPR) tidak berpengaruh signifikan
terhadap kualitas laba. Hal tersebut terjadi karena perusahaan yang
memiliki status pembagian dividen tunai memiliki kualitas laba yang
lebih hanya dapat dibuktikan dengan proksi absolut discretionary
accrual.

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:

Ha4 : Dividend Payout Ratio (DPR) berpengaruh terhadap kualitas


laba.

e. Dewan Direksi berpengaruh terhadap kualitas laba

Pengelolaan utama kegiatan usaha suatu Perusahaan dalam


struktur organisasinya terdapat pada struktur direksi. Direksi ditunjuk
langsung oleh pemegang saham atau pemilik usaha yang diberi
wewenang dan tanggung jawab penuh tidak hanya untuk menjalankan
kegiatan usahanya dalam menghasilkan kinerja sesuai dengan harapan
pemilik usaha tetapi juga harus mampu menyesuaikan kepentingan
antara pemilik usaha dengan pengelola perusahaan. Peningkatan
struktur dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menurunkan
kualitas laba perusahaan. Dengan adanya direksi independen dalam
proporsi struktur direksi, maka diharapkan adanya perlindungan
kepentingan pemegang saham non-pengendali (minoritas) dari pihak
pengendali dalam perusahaan termasuk dalam menyajikan kualitas
laba Perusahaan.

Penelitian yang di lakukan oleh Yushita, dkk (2013), dewan


direksi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laba,
menjelaskan bahwa dewan direksi di suatu perusahaan dalam
menjalankan fungsinya dalam membuat dan mengendalikan keputusan
manajerial serta aktivitas monitoring atas seluruh aktivitas perusahaan
termasuk di dalamnya mengawasi kualitas informasi laporan
18

keuangan masih sangat minim dan di mungkinkan terbentur dengan


kepentingan para investor sehingga lebih mementingkan manajemen
laba daripada menyajikan kualitas laba yang dimiliki. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani, dkk (2015), dewan direksi
berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba.

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:

Ha5 : Dewan Direksi berpengaruh terhadap kualitas laba.

f. Dewan Komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba

Dewan komisaris yang bertujuan memonitor kinerja manajemen


agar bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate
governance, independen dan bertindak sesuai dengan mandat yang
diberikan oleh para pemegang saham, bukan pihak pengelola
perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki hak untuk mengelola
perusahaan secara langsung, namun berperan sebagai pengawas bagi
dewan direksi selaku pelaksana kegiatan operasional perusahaan. Oleh
karena itu kedudukan dan posisi dewan komisaris yang penting harus
dilindungi. Dewan komisaris menggambarkan puncak dari sistem
pengendalian pada suatu perusahaan. Peran pengawasan oleh Dewan
Komisaris diharapkan akan mengurangi konflik yang timbul antara
dewan direksi dengan pemegang saham.

Penelitian oleh Sari (2018), yang menguji pengaruh mekanisme


corporate governance terhadap kualitas laba dengan menggunakan
dewan komisaris menemukan bukti bahwa dewan komisaris
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas laba.
Dewi (2019), menjelaskan bahwa Dewan Komisaris tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba, hal ini menjelaskan bahwa
sebagian besar perusahaan memiliki nilai komisaris independen yang
rendah. Nilai komisaris independen yang rendah disebabkan oleh
jumlah dewan komisaris yang dimiliki oleh perusahaan, komisaris
independen yang ada di dalam perusahaan tidak efektif dalam
19

menjalankan fungsi pengawasan dengan baik karena terdapat


komisaris independen yang merangkap jabatan di posisi lain.

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:

Ha6 : Dewan Komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba.

g. Komite Audit berpengaruh terhadap kualitas laba

Salah satu penerapan good corporate governance dapat dilakukan


melalui mekanisme monitoring, salah satunya adalah membentuk
komite audit sebagai pengawas perusahaan, Jao dan Pagalung (2011).
Peran Komite Audit sangat penting karena dapat mempengaruhi
kualitas laba perusahaan merupakan salah satu informasi penting yang
tersedia untuk publik dan dapat digunakan investor untuk menilai
perusahaan, Suaryana (2007). Komite Audit bertanggung jawab untuk
mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan
mengawasi sistem pengendalian internal. Keberadaan Komite Audit
harus mengurangi peluang manajemen dalam melakukan manajemen
laba dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan
pengawasan pada audit eksternal, Muid (2009). Dengan adanya
komite audit yang efektif, diharapkan mampu mengontrol motivasi
manajer dalam melakukan kinerja operasional perusahaan sehingga
dapat menyajikan informasi keuangan yang akurat, relevan dan tepat
waktu.

Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Agustina dan Mulyani


(2017), yang menguji pengaruh mekanisme corporate governance
terhadap kualitas laba dengan menggunakan efektivitas komite audit
menemukan bukti bahwa komite audit mempunyai pengaruh positif
terhadap kualitas laba. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Widmasari, dkk (2019), membuktikan bahwa komite audit tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba karena tidak adanya pengaruh
yang signifikan antara keberadaan komite audit dengan kualitas laba
kemungkinan disebabkan masih rendahnya praktik Corporate
Governance dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia.
20

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:

Ha7 : Komite Audit berpengaruh terhadap kualitas laba.

h. Alokasi Pajak Antar Periode berpengaruh terhadap kualitas laba

Proses untuk mengasosiasikan pajak penghasilan dengan laba


dimana pajak itu dikenakan disebut alokasi pajak (Hapsari, 2014).
Alokasi pajak antar periode merupakan alokasi pajak penghasilan
antar periode tahun buku yang satu dengan periode tahun buku
berikutnya atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode
tahun buku ini dibutuhkan karena adanya perbedaan terhadap jumlah
laba kena pajak dan laba akuntansi. Alokasi pajak antar periode
diawali dengan adanya keharusan bagi perusahaan untuk mengakui
aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang dilaporkan dalam neraca,
Septyana (2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Afni, dkk (2014), alokasi pajak


antar periode memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kualitas laba dikarenakan baik beban maupun penghasilan pajak
tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi dipandang sebagai
gangguan persepsian, sebagai pengaruh dari akuntansi akrual dalam
pengakuan pendapatan dan beban serta peristiwa lain yang memiliki
konsekuensi pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Ardianti (2018), menjelaskan bahwa alokasi pajak antar periode tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba.

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:

Ha8 : Alokasi pajak antar periode berpengaruh terhadap kualitas


laba.

i. Persistensi Laba, Pertumbuhan Laba (Profit Growth), Investment


Opportunity Set (Ios), Dividend Payout Ratio (Dpr), Mekanisme
Corporate Governance (Cg), Dan Alokasi Pajak Antar Periode Terhadap
Kualitas Laba.

Berdasarkan ulasan tersebut, hipotesis yang dapat diajukan yaitu:


21

Ha9 : Persistensi Laba, Pertumbuhan Laba (Profit Growth), Investment


Opportunity Set (Ios), Dividend Payout Ratio (Dpr), Mekanisme
Corporate Governance (Cg), Dan Alokasi Pajak Antar Periode Tidak
Berpengaruh Terhadap Kualitas Laba.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini akan diuraikan secara garis besar isi dari
setiap bab. Skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dan setiap bab nya terdiri
dari beberapa sub-bab.

BAB I PENDAHULUAN, bab ini terdiri dari Latar Belakang, rumusan


masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
pikir, pengembangan hipotesis serta sistematika penulisan ini. Bab ini
bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai isi keseluruhan
penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, bab ini menguraikan teori-teori dasar


yang digunakan menjadi landasan serta referensi dalam penulisan penelitian
ini berdasarkan peneliti sebelumnya. Hipotesis pada bab ini juga diuraikan
berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya.

BAB III METODE PENELITIAN, bab ini terdiri dari objek penelitian,
jenis data, populasi, sampel penelitian, teknik pengumpulan data, metode
analisis data, operasi variabel penelitian, dan definisi operasi variabel.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, bab ini menguraikan hasil


analisis dan interpretasi pengolahan data tentang implikasinya terhadap model
penelitian pada Bab III dalam membuktikan hipotesis penelitian yang telah
ditentukan sebelumnya.

BAB V PENUTUP, bab ini merupakan bagian penutup dari tulisan ini.
Bab ini berisi rangkuman dari semua hasil pengolahan data dan
interpretasinya dalam menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan
sebelumnya. Selain itu, bab ini mencantumkan keterbatasan pada tulisan ini
dan saran untuk peneliti selanjutnya.
22

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory)

Menurut Jones (1991) yang dimaksud dengan teori agensi adalah


hubungan antara prinsipal dengan agen, yang dimaksud prinsipal adalah
pihak yang memberikan tugas yang wajib diselesaikan dalam kurun
waktu tertentu sesuai dengan kondisi kebutuhan dari prinsipal, dan yang
dimaksud agen di sini adalah pihak yang menerima tugas atau pekerjaan
untuk diselesaikan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan yang di
perintahkan oleh prinsipal, hubungan ini dapat lebih dari satu prinsipal
untuk memberikan tugas kepada agen yang akan mengerjakan tugas yang
diberikan. Teori agensi atau teori keagenan muncul ketika pemegang
saham mempekerjakan pihak lain untuk mengelola perusahaannya. Para
manajer diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan, yaitu pemegang
saham untuk membuat keputusan dimana hal ini menciptakan potensi
konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan, Brigham dan
Houston (2006) dalam Haggi (2016). Teori agensi melakukan pemisahan
terhadap pemegang saham (prinsipal) dengan manajemen (agent).

Meskipun prinsipal adalah pihak yang memberikan wewenang


kepada agen, namun prinsipal tidak boleh mencampuri urusan teknis
dalam operasi perusahaan. Urusan keduanya: terpisah, tidak tercampur,
Elqorni (2009) dalam Primasari (2011). Dapat disimpulkan bahwa
agency adalah hubungan antara dua belah pihak dimana pihak agent
(pengelola) diberikan kewenangan untuk mengelola suatu organisasi
(perusahaan) oleh pihak principal (pemilik). Jensen dan Meckling
(1976), mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak
dimana satu atau lebih pemilik (principal dalam hal ini adalah pemegang
saham) mempekerjakan seseorang (agent) untuk melaksanakan pekerjaan
untuk kepentingan mereka dengan cara mendelegasikan beberapa
23

kebijakan dalam pengambilan keputusan, Ningrum (2019). Para manajer


mungkin memiliki tujuan-tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan
memaksimalkan kekayaan pemegang saham.

Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas


kepentingan mereka sendiri, pemegang saham sebagai principal
diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau
investasi mereka di dalam perusahaan sedangkan para agent atau manajer
perusahaan diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi
keuangan dan keuntungan lain yang diperoleh dari hubungan tersebut.
Perbedaan kepentingan ekonomis ini bisa saja di sebabkan ataupun
menyebabkan timbulnya informasi asimetri (kesenjangan informasi)
antara pemegang saham dan organisasi, Paulus (2012). Menurut
Sitanggang (2014) dalam Haggi (2016) hubungan keagenan atau
hubungan manajemen dengan pihak penyandang dana (kreditur dan
pemegang saham) muncul ketika pemilik perusahaan (principal)
mempercayakan pihak profesional (agent) untuk mengelola perusahaan
dengan mendelegasikan wewenang membuat keputusan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Permasalahan
hubungan antara agent dengan principal akan muncul karena adanya
perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak.

Apabila perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh pemegangnya yang


sekaligus manajer maka manajer pemegang saham tersebut akan
berupaya maksimal untuk meningkatkan kesejahteraannya. Berbeda
dengan perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh beberapa orang dan
salah satunya sebagai manajer perusahaan. Manajer pemegang tidak lagi
berusaha memaksimalkan bahkan cenderung untuk meningkatkan
kepentingan pribadinya dengan beban dari pemegang lainnya dan
manajer pemegang tidak lagi berupaya untuk meningkatkan
kesejahteraan akan tetapi cenderung mengutamakan kepentingan pribadi.
Kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemegang saham
dapat menimbulkan potensi konflik sehingga dapat mempengaruhi
24

kualitas laba, Widjaja dan Maghviroh (2011). Tujuan dan manfaat dari
mekanisme teori agensi, antara lain:

1. Mengevaluasi hasil dari kontrak kerja antara prinsipal dan agen.


Apakah kontrak kerja sama telah berjalan dengan apa yang telah
disepakati atau tidak.
2. Meningkatkan kemampuan baik prinsipal ataupun agen dalam
mengevaluasi kondisi dimana sebuah keputusan harus diambil
3. Prinsipal dan agen adalah pelaku utama dalam teori agensi, mereka
mempunyai nilai tawar yang sama tinggi dalam peran dan kedudukan

Menurut Ningrum (2019) Agency problem ini tidak dapat dihindari


meskipun kedua belah pihak saling membutuhkan. Pihak pengelola bisa
mengalami intimidasi atau ketakutan tersendiri apabila pihak pengelola
mengungkapkan informasi yang tidak sesuai dengan harapan pihak
pemilik. Hal inilah yang menyebabkan pihak pengelola berani untuk
memanipulasi laporan keuangan perusahaan. Dalam teori agensi ini
berpendapat bahwa setiap individu mempunyai kepentingannya masing-
masing. Pihak pemilik menekankan kepada pihak pengelola untuk
menghasilkan laba yang sebesar-besarnya dari operasional perusahaan di
satu periode.

Teori agensi ini juga menjelaskan tentang monitoring berbagai


macam biaya dan memaksakan hubungan diantara kelompok ini. kontrol
dan pengawasan yang dilakukan oleh principal terhadap tindakan yang
dilakukan oleh manajemen merupakan elemen yang penting dalam
bangunan keagenan. Hubungan antara teori keagenan ini dengan kualitas
laba adalah apakah laba yang dihasilkan oleh perusahaan tergolong
mempunyai kualitas yang baik. Adanya monitoring dari pihak principal
disini dapat membantu mengendalikan semua biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam melakukan operasional perusahaan. Sehingga
pembengkakan biaya dapat dihindarkan. Laba perusahaan yang didapat
pun dapat dikatakan berkualitas baik, karena mampu menggambarkan
keadaan suatu perusahaan yang sesungguhnya.
25

2.1.2. Teori Sinyal (Signalling Theory)

Connelly, et.al. (2011) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu


tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk
bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek
perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan
mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal
yang baru diperlukan dengan cara-cara lain. Sedangkan dengan prospek
yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual saham.
Teori sinyal didasarkan pada asumsi bahwa informasi yang diterima oleh
masing-masing pihak tidak sama. Dengan kata lain, teori sinyal berkaitan
dengan asimetri informasi, Indrawan (2018).

Teori sinyal menunjukkan adanya tendensi asimetri antara pihak


internal dengan pihak eksternal, Reyhan (2014). Teori sinyal
menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan
dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi. Menurut
Sukmawati, dkk (2014) bahwa asimetri informasi yang terjadi antara
manajer sebagai pihak internal dengan pihak eksternal akan
menyebabkan adanya dorongan untuk memberikan informasi kepada
pihak eksternal dikarenakan pihak manajer lebih banyak memiliki
informasi dan prospek perusahaan di masa mendatang. Manajer perlu
memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan melalui
penerbitan laporan keuangan.

Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah


perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan.
Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh
manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Dengan adanya
asimetri informasi ini menyebabkan pihak eksternal mengalami kesulitan
dalam menilai secara objektif kualitas sebuah perusahaan, Syarifulloh
dan Wayudin (2016). Informasi asimetri dapat di kurangi dengan cara
memberikan sinyal kepada pihak eksternal yaitu berupa informasi
keuangan yang sesungguhnya dan dapat di percaya, Pangestika (2019).
26

Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa
perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain.

Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa


mereka mengungkapkan informasi yang lebih lengkap yang
menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah
perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu
pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang
tidak overstate. Informasi yang diterima oleh investor terlebih dahulu
diterjemahkan sebagai sinyal yang baik (good news) atau sinyal yang
jelek (bad news). Apabila laba yang dilaporkan oleh perusahaan
meningkat maka informasi tersebut dapat dikategorikan sebagai sinyal
baik karena mengindikasikan kondisi perusahaan yang baik. Sebaliknya
apabila laba yang dilaporkan menurun maka perusahaan berada dalam
kondisi tidak baik sehingga dianggap sebagai sinyal yang jelek, Indrawan
(2018).

2.2 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan sebuah catatan yang dimiliki perusahaan


yang berisi segala informasi perusahaan yang dapat digunakan sebagai sarana
pengambilan keputusan dari pihak manajemen, investor, pemilik modal, dan
semua pihak pengguna laporan keuangan. Laporan keuangan dalam suatu
perusahaan merupakan suatu dokumen penting yang harus dimiliki
perusahaan, terutama perusahaan go public. Laporan keuangan yang
berkualitas salah satu syaratnya harus mampu digunakan sesuai dengan
kebutuhan pemakainya, Rohmah (2017). Laporan keuangan merupakan suatu
gambaran kinerja keuangan suatu perusahaan yang dapat dianalisis
keberlangsungannya dengan memanfaatkan segala informasi yang tertera di
dalamnya. Laporan keuangan yang berkualitas dapat dilihat dari segi
kegunaannya bagi pemakai, namun segala informasi yang terdapat pada
laporan keuangan harus dipastikan dapat dipercaya ke andalannya.

Secara umum laporan keuangan dibuat dengan tujuan untuk


menyampaikan informasi tentang kondisi keuangan perusahaan pada suatu
27

saat tertentu kepada para pemangku kepentingan. Para pemakai laporan


keuangan selanjutnya dapat menggunakan informasi tersebut sebagai dasar
dalam memilih alternatif penggunaan sumber daya perusahaan yang terbatas
Samryn (2012). Menurut PSAK 1 (2017) bahwa tujuan laporan keuangan
adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna
laporan keuangan dalam hasil pertanggung jawaban manajemen atas
penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Tujuan laporan
keuangan adalah menyediakan informasi tentang posisi keuangan, kinerja,
serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, Hans
(2012).

Menurut Riahi (2011) menyatakan bahwa tujuan khusus dari laporan


keuangan adalah penyajian secara wajar dan sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum, posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan-
perubahan lainnya dalam posisi keuangan, sedangkan tujuan umum dari
laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai sumber


daya ekonomi dan kewajiban dari perusahaan agar dapat:
a. Mengevaluasi kelebihan dan kekurangannya.
b. Menunjukkan pendanaan dan investasinya.
c. Mengevaluasi kemampuan dalam memenuhi komitmen-komitmennya.
d. Menunjukkan berbagai dasar sumber daya bagi pertumbuhannya.
2. Untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai perubahan
dalam sumber daya bersih dari aktivitas perusahaan bisnis yang diarahkan
untuk memperoleh laba agar dapat:
a. Menyajikan ekspektasi pengembalian dividen kepada para investor.
b. Menunjukkan kemampuan operasi perusahaan dalam membayar
kreditor dan pemasok, memberikan pekerjaan bagi karyawan-
karyawannya, membayar pajak dan menghasilkan dana dan perluasan
usaha.
28

c. Memberikan informasi untuk perencanaan dan pengendalian kepada


manajemen.
d. Menyajikan profitabilitas jangka panjang.
3. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk
mengestimasi potensi penghasilan bagi perusahaan.
4. Untuk memberikan informasi lain yang dibutuhkan mengenai perubahan
dalam sumber daya ekonomi dan kewajiban.
5. Untuk mengungkapkan informasi lain yang relevan terhadap pertumbuhan
pengguna laporan.

Laporan keuangan merupakan pokok atau hasil akhir dari suatu proses
akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah
satu bahan dalam proses pengambilan keputusan dan juga dapat
menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya.
Dari pernyataan tersebut dapat diungkapkan bahwa laporan keuangan
merupakan gambaran penuh keadaan perusahaan, Harahap (2002). Laporan
keuangan merupakan ringkasan dan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi
selama satu tahun buku perusahaan yang bersangkutan, Baridwan (2004).
Menurut PSAK No.1 (2017) bahwa Laporan Keuangan adalah suatu
penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.
Laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang memiliki:
1. Aset.
2. Liabilitas.
3. Ekuitas.
4. Penghasilan dan beban, termasuk keuntungan dan kerugian.
5. Kontribusi dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai
pemilik.
6. Arus kas.

Menurut Kasmir (2015) bahwa laporan keuangan (financial statements)


adalah laporan yang dibuat oleh perusahaan terdiri dari beberapa jenis,
tergantung dari maksud dan tujuan pembuatan keuangan tersebut. Urutan
laporan yang biasanya disiapkan dan karakteristik data yang disajikan dalam
setiap laporan adalah sebagai berikut:
29

1. Neraca
Neraca merupakan laporan yang menunjukkan posisi keuangan perusahaan
pada tanggal tertentu.
2. Laporan Laba Rugi (income statements)
Ringkasan dari pendapatan dan beban untuk suatu periode waktu tertentu,
seperti satu bulan atau satu tahun.
3. Laporan Perubahan Ekuitas (statements of changes in equity)
Ringkasan perubahan dalam ekuitas pemilik yang terjadi selama periode
waktu tertentu, seperti satu bulan atau satu tahun.
4. Laporan Posisi Keuangan (statements of financial position)
Daftar aset, liabilitas, dan ekuitas pemilik pada waktu tertentu, biasanya
pada tanggal terakhir bulan atau tahun tertentu.
5. Laporan Arus Kas (statements of cash Flows)
Ringkasan dari penerimaan dan pembayaran kas untuk periode waktu
tertentu, seperti satu bulan atau satu tahun.

Dari beberapa pengertian mengenai laporan keuangan, dapat disimpulkan


bahwa laporan keuangan merupakan suatu gambaran lengkap kondisi suatu
perusahaan yang berisi ringkasan-ringkasan transaksi keuangan dan berfungsi
sebagai sarana pengambilan keputusan, penggambaran indikator kesuksesan,
dan sebagai alat komunikasi bagi para pengguna lainnya yang disusun setiap
satu periode atau satu tahun buku perusahaan. Laporan keuangan perusahaan
harus disesuaikan dengan keadaan perusahaan selama periode yang berjalan.
Penyajian laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi
yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara data keuangan atau
aktivitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan data
atau aktivitas dari perusahaan tersebut, Munawir (2004).

2.3 Kualitas Laba

Kualitas laba adalah penilaian sejauh mana suatu laba dapat diperoleh
berulang-ulang, dapat dikendalikan, dan dapat menggambarkan profitabilitas
perusahaan secara nyata. Kualitas laba juga dapat didefinisikan sebagai laba
yang dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang mempunyai
30

karakteristik relevan, dapat dipercaya, dapat dipahami dan diperbandingkan,


Suryanto (2016). Menurut Penman (2001), mengungkapkan bahwa laba yang
berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan keberlanjutan laba
(sustainable earnings) di masa depan yang ditentukan komponen akrual dan
aliran kas-nya. Perusahaan dengan kualitas laba yang tinggi akan melaporkan
labanya secara transparan. Menurut Irawati (2012) bahwa kualitas laba
merupakan laba yang ada dalam laporan keuangan yang mencerminkan
kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya.

Informasi laba dapat dikatakan berkualitas apabila reaksi pasar yang


ditunjukkan dari Earning Response Coefficient (ERC) juga tinggi. ERC
adalah reaksi atas laba yang diumumkan (published) oleh perusahaan. Reaksi
ini mencerminkan kualitas dari laba yang dilaporkan perusahaan. Tinggi
rendahnya ERC sangat ditentukan kekuatan responsif yang tercermin dari
informasi (goods/bad news) yang terkandung dalam laba. Laba yang
berkualitas adalah laba yang mencerminkan kinerja keuangan perusahaan
yang sebenarnya, Boediono (2005). Terkadang pihak manajemen perusahaan
cenderung melakukan praktik manajemen laba untuk meningkatkan informasi
laba perusahaan, sehingga kualitas laba perusahaan rendah.

Kualitas laba dapat dijelaskan melalui dua perspektif, yaitu perspektif


laba dan perspektif return. Perspektif laba menyatakan bahwa kualitas laba
yang tinggi tercermin pada laba yang dapat berkelanjutan dari waktu ke
waktu. Perspektif return menyatakan bahwa kualitas laba berhubungan
dengan kinerja pasar modal, tercermin dalam return yang diperoleh
perusahaan, Utami dan Kusuma (2017). Pengukuran kualitas laba
menimbulkan kebutuhan untuk membandingkan laba antar perusahaan dan
keinginan untuk mengakui perbedaan kualitas untuk tujuan penilaian. Tidak
ada kesepakatan lengkap mengenai dasar kualitas laba, Subramanyam dan
Wild (2010).

Laba dengan kualitas yang rendah tidak menunjukkan informasi yang


sebenarnya tentang kinerja manajemen pada periode tersebut sehingga dapat
menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba dengan kualitas yang rendah
31

tersebut digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan,


maka laba tersebut tidak dapat menunjukkan nilai pasar perusahaan yang
sebenarnya. Laba yang dihasilkan perusahaan perlu dilihat dan di analisa
lebih dalam lagi apakah laba tersebut memiliki kualitas laba yang baik,
karena hal tersebut dapat berpengaruh terhadap keputusan ekonomi yang
diambil oleh manajemen maupun investor, Hery (2013). Menurut
Subramanyam dan Wild (2010), bahwa kualitas laba dipengaruhi oleh faktor
di luar perusahaan. Faktor eksternal ini membuat kualitas laba lebih atau
kurang andal. Salah satu faktor adalah kualitas laba luar negeri. Laba luar
negeri dipengaruhi kesulitan dan ketidakpastian pengembalian dana, fluktuasi
mata uang, kondisi politik dan sosial, dan aturan serta pungutan lokal.

Menurut Syarif dan Pasaribu (2015), bahwa mengungkapkan laba


akuntansi merupakan produk akrual, kualitas laba memiliki banyak dimensi
dan dapat diukur dengan banyak ukuran, salah satunya menggunakan akrual.
Akrual merupakan selisih antara laba bersih dengan arus kas dari aktivitas
operasi. Akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu normal accruals
(non-discretionary accruals) dan abnormal accruals (discretionary
accruals). Non-discretionary accruals merupakan akrual yang diperkirakan
sebenarnya terjadi yang merefleksikan kinerja bisnis sebenarnya, sedangkan
discretionary accruals merupakan bagian akrual yang timbul karena tindakan
pemilihan metode akuntansi oleh kebijakan manajemen, sehingga semakin
kecil nilai discretionary accruals maka kualitas laba semakin baik. Estimasi
discretionary accrual dapat diukur secara langsung untuk menentukan
kualitas laba. Semakin kecil discretionary accruals maka akan semakin tinggi
kualitas laba yang dilaporkan dan sebaliknya, Sutopo (2009).

Motivasi untuk memenuhi target laba dapat membuat manajer atau


perusahaan mengabaikan praktik bisnis yang baik. Akibatnya, kualitas laba
dan pelaporan keuangan menjadi menurun. Rekayasa laba tidak hanya
berkaitan dengan motivasi individu manajer, tetapi bisa juga untuk
kepentingan perusahaan, Hery (2009). Menurut Subramanyam dan Wild
(2010) bahwa ada beberapa faktor untuk mengidentifikasi kualitas laba antara
lain :
32

1. Prinsip akuntansi adalah kebebasan manajemen dalam memilih


prinsip-prinsip akuntasi yang berlaku. Kebebasan ini dapat bersifat
agresif (optimis) atau konservatif. Kualitas laba yang ditentukan secara
konservatif dianggap lebih tinggi karena kemungkinan kinerja kini
lebih kecil dan perkiraan kinerja masa depan dinyatakan terlalu tinggi
dibandingkan dengan laba yang ditentukan secara lebih agresif.
Konservatisme mengurangi kemungkinan laba dinyatakan terlalu
tinggi dananya perubahan retrospektif. Namun, konservatisme yang
berlebihan, meskipun mempengaruhi kualitas laba, mengurangi
keandalan dan relevansi laba pada jangka panjang.
2. Aplikasi akuntansi adalah kebebasan manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku. Manajemen memiliki
kebebasan terhadap jumlah laba yang dilaporkan melalui aplikasi
prinsip akuntansi untuk menentukan pendapatan dan beban. Beban
yang bebas, seperti iklan, pemasaran, perbaikan, pemeliharaan,
penelitian, dan pengembangan dapat ditentukan waktunya untuk
mengelola tingkat laba (atau rugi) yang akan dilaporkan.
3. Risiko usaha adalah hubungan antara laba dan risiko usaha. Hal ini
mencakup dampak siklus dan kekuatan usaha lain terhadap tingkat,
stabilitas, sumber, dan variabilitas laba. Kualitas laba yang lebih tinggi
dikaitkan dengan perusahaan yang lebih terlindung dari risiko usaha.
Meskipun risiko usaha tidak disebabkan oleh kebebasan manajemen
dalam bertindak, risiko ini dapat dikurangi dengan strategi manajemen
yang ahli.

2.4 Persistensi laba

Persistensi laba merupakan suatu ukuran yang menjelaskan kemampuan


perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini
sampai masa mendatang, Afni dkk (2014). Persistensi laba merupakan ukuran
kualitas laba yang didasarkan pada pandangan bahwa laba yang lebih
sustainable adalah laba yang memiliki kualitas yang lebih baik, Khafid
(2012). Menurut Schipper (2004) dalam Zaenal (2010), menyatakan bahwa
33

pandangan ini berkaitan erat dengan kinerja perusahaan yang diwujudkan


dalam laba perusahaan yang diperoleh pada tahun berjalan. Laba yang
persisten jika laba tahun berjalan dapat menjadi indikator yang baik untuk
laba perusahaan di masa yang akan datang. Sedangkan pandangan kedua
menyatakan persistensi laba berkaitan dengan kinerja harga saham pasar
modal yang diwujudkan dalam bentuk imbal hasil, sehingga hubungan yang
semakin kuat antara laba perusahaan dengan imbal hasil bagi investor dalam
bentuk return saham menunjukkan persistensi laba yang tinggi.

Persistensi laba menunjukkan kemampuan perusahaan dalam


mempertahankan laba dari waktu ke waktu. Scott (2009) dalam Sonya (2013)
menyatakan bahwa persistensi laba dapat dilihat dari inovasi laba tahun
berjalan yang dihubungkan dengan perubahan harga saham. Semakin
permanen perubahan laba dari waktu ke waktu maka akan semakin tinggi
koefisien responsi laba yang menunjukkan kualitas labanya baik. Persistensi
laba menjadi pusat perhatian bagi para pengguna laporan keuangan,
khususnya bagi mereka yang mengharap persistensi laba yang tinggi. Kualitas
laba perusahaan yang diukur melalui persistensi laba dipercaya oleh para
investor dan calon investor, sehingga pasar merespon positif atas informasi
laba yang disampaikan.

Perusahaan dengan laba yang lebih persisten direspon oleh pasar secara
lebih positif dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki laba yang
kurang persisten, Petra, (2007); Zhao (2007); Oei, dkk. (2008); Khafid
(2013). Semakin tinggi persistensi laba suatu perusahaan akan semakin tinggi
pula respon investor untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan
tersebut. Semakin tinggi respon investor yang tercermin dari tingginya ERC
mencerminkan laba yang semakin berkualitas. Semakin tinggi persistensi laba
maka semakin tinggi kualitas laba, Afni dkk (2014).

Perusahaan yang memiliki laba yang lebih stabil dan arus kas yang lebih
persisten dapat menguntungkan nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang
memiliki kualitas laba yang rendah dan laba yang tidak stabil dapat dilihat
dari tingkat persistensi laba yang rendah, Shobriati dan Siregar (2016).
34

Persistensi laba sering kali dikategorikan sebagai salah satu pengukuran


kualitas laba karena persistensi laba mengandung unsur predictive value
hingga dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi
kejadian-kejadian di masa lalu, sekarang dan masa depan. Predictive value
adalah salah satu komponen relevansi selain feedback value dan timeliness,
Hapsari (2014). Inovasi laba sekarang adalah informative terhadap laba masa
depan ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang diperoleh pemegang
saham, Alkartobi (2017)

2.5 Pertumbuhan laba (Profit Growth)

Pertumbuhan laba adalah suatu kenaikan laba atau penurunan laba per-
tahun yang dinyatakan dalam persentase, Irmayanti (2011). Pertumbuhan laba
adalah kemampuan suatu perusahaan mengubah pertumbuhan penjualan dan
operasionalnya menjadi kenaikan keuntungan atau laba, Awat (2009).
Pertumbuhan laba merupakan salah satu indikator untuk mengukur
keberhasilan kinerja suatu perusahaan. Menurut Collins dan Kothari (1989)
dalam Tiolemba dan Ekawati (2008), menyatakan bahwa pertumbuhan laba
berdampak pada laba masa depan dan begitu juga dengan koefisien responsi
laba. Jika suatu perusahaan mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi maka
para investor akan memberikan responsi besar pada perusahaan karena
perusahaan tersebut dapat memberikan manfaat di masa depan.

Pertumbuhan laba dapat diketahui dengan mengukur market to book


ratio, Collins dan Kothari (1989). Pertumbuhan laba suatu perusahaan
biasanya diakibatkan oleh adanya laba kejutan yang diperoleh pada periode
sekarang. Investor dapat merespon informasi laba kejutan tersebut sebagai
suatu indikasi adanya intervensi dari pihak manajemen perusahaan terhadap
laporan keuangan sehingga laba mengalami peningkatan. Oleh karena itu,
laba yang dihasilkan perusahaan tidak mencerminkan keadaan perusahaan
yang sesungguhnya, Dira dan Astika (2014). Adanya pertumbuhan laba
dalam suatu perusahaan dapat menunjukkan bahwa pihak-pihak manajemen
telah berhasil dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan secara
efektif dan efisien.
35

Suatu perusahaan pada tahun tertentu bisa saja mengalami pertumbuhan


laba yang cukup pesat dan untuk tahun-tahun berikutnya perusahaan tersebut
bisa saja mengalami penurunan laba, Linna dan Isnawati (2008).
Pertumbuhan laba dimungkinkan ada pengaruh dengan kualitas laba
perusahaan karena jika perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh
terhadap labanya berarti kinerja keuangan perusahaan tersebut baik dan
dimungkinkan juga memiliki kesempatan bertumbuh terhadap kualitas
labanya, Irawati (2012). Adanya pengaruh dari kondisi ini akan menunjukkan
bahwa semakin besar kesempatan perusahaan untuk bertumbuh maka
semakin tinggi kesempatan perusahaan mendapatkan laba atau menambah
keuntungan di masa yang akan datang. Dengan demikian semakin pesat
pertumbuhan perusahaan maka laba yang dihasilkan perusahaan semakin
berkualitas. Ketika perusahaan memiliki kemampuan untuk bertumbuh, maka
kondisi tersebut menunjukkan bahwa perusahaan akan dapat meningkatkan
labanya di masa mendatang dan sekaligus mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut menghasilkan laba yang berkualitas, Dewi (2017).

Pertumbuhan laba dapat diketahui dengan cara mengurangkan laba pada


tahun ini dengan laba tahun sebelumnya dan kemudian dibagi dengan laba
tahun sebelumnya, Reyhan (2014). Menurut Barley, et.al., (2007), Faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan laba bersih suatu perusahaan adalah
naik turunnya jumlah unit yang dijual dan harga jual per unit, naik turunnya
harga pokok penjualan, naik turunnya biaya usaha yang dipengaruhi oleh
jumlah unit yang dijual, naik turunnya nilai rasio keuangan, naik turunnya
tingkat bunga pinjaman (biaya modal asing), naik turunnya pos penghasilan
oleh variasi jumlah unit yang dijual, variasi dalam tingkat harga dan
perubahan tingkat kebijakan dalam pemberian diskon.

Menurut Angkoso (2006), menyatakan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi laba yaitu sebagai berikut :
1. Umur perusahaan
Perusahaan yang telah lama berdiri pasti memiliki pengalaman untuk
bagaimana caranya untuk meningkatkan laba perusahaan dibandingkan
dengan perusahaan yang baru berdiri.
36

2. Ukuran perusahaan
Semakin besar ukuran perusahaan, maka ketepatan pertumbuhan
laba yang diharapkan juga semakin tinggi.
3. Tingkat leverage
Perusahaan yang memiliki tingkat utang yang besar, maka pihak
manajemen akan condong melakukan tindakan memanipulasi laba
sehingga bisa mengurangi ketepatan pertumbuhan laba.
4. Perubahan laba di masa lalu
Semakin besar perubahan laba di masa lalu, semakin tidak pasti laba
yang diperoleh di masa mendatang.
5. Tingkat penjualan
Penjualan masa lalu yang tinggi akan memungkinkan terjadinya
peningkatan penjualan di masa yang akan datang sehingga pertumbuhan
laba pun akan semakin tinggi.

2.6 Investment Opportunity Set (IOS)

Investment Opportunity Set (IOS) adalah nilai kesempatan investasi yang


merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan untuk membuat
investasi di masa mendatang, pilihan-pilihan yang akan dilakukan perusahaan
di masa mendatang akan mempengaruhi nilai dari perusahaan itu sendiri.
Menurut Kartina dan Nikmah (2011) menyatakan bahwa Investment
Opportunity Set merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada
pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan
datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang
diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar. Investasi adalah
komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada
saat ini, dengan tujuan untuk mendapatkan sejumlah keuntungan di masa
yang akan datang. Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kesempatan
yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk bertumbuh. IOS dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan perusahaan di masa
mendatang, Indrawan (2018).
37

Kesempatan bertumbuh yang dimiliki perusahaan untuk waktu yang akan


datang merupakan suatu prospek baik yang dapat mendatangkan laba bagi
perusahaan. Kesempatan bertumbuh tersebut dapat di realisasi oleh
perusahaan melalui kegiatan investasi. Perusahaan dapat dikatakan
bertumbuh apabila sebagian besar investasinya dapat menghasilkan return
yang tinggi sehingga perusahaan dapat meningkatkan pertumbuhannya.
Kegiatan investasi tersebut akan memerlukan biaya yang relatif besar,
sehingga dapat berdampak langsung pada kondisi likuiditas perusahaan, Pitria
(2017). Pada saat kesempatan investasi menguntungkan, akan menunjukkan
kemampuan menghasilkan laba yang tinggi. Dengan kemampuan perusahaan
yang mempunyai kesempatan bertumbuh, akan memberikan sinyal pada
reaksi pasar terhadap perusahaan, Indrawan (2018).

Menurut Kallapur (2001) menyatakan bahwa kesempatan investasi


perusahaan merupakan komponen penting dari nilai pasar. Karena tingkat
Investment Opportunity Set perusahaan berpengaruh pada cara pandang
manajer, pemilik, investor dan kreditor terhadap perusahaan. Perusahaan yang
memiliki kesempatan bertumbuh diharapkan memberikan profitabilitas yang
tinggi di masa datang, dan diharapkan laba lebih persisten. Penilaian pasar
terhadap kemungkinan bertumbuh suatu perusahaan terlihat dari harga saham
yang terbentuk sebagai suatu nilai ekspektasi terhadap manfaat masa depan
yang akan diperolehnya. Pemegang saham akan memberikan responsi yang
lebih besar kepada perusahaan yang mempunyai kesempatan bertumbuh yang
tinggi. Hal ini terjadi karena perusahaan yang mempunyai kemungkinan
bertumbuh yang tinggi akan memberikan manfaat tinggi di masa depan bagi
investor, Scot (2009).

Penilaian suatu perusahaan dalam bidang akuntansi dan keuangan


sekarang ini masih beragam. Di satu pihak, nilai suatu perusahaan khususnya
neraca perusahaan yang berisi informasi keuangan masa lalu, sementara di
pihak lain beranggapan bahwa nilai sekarang dari aktiva yang dimiliki
perusahaan, bahkan ada yang beranggapan bahwa nilai suatu perusahaan
tercermin dari nilai investasi yang akan dikeluarkan di masa mendatang,
Kartina (2011). Myers (1984) yang memperkenalkan Investment Opportunity
38

Set (IOS). IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan
tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Jadi
prospek perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS),
yang didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in
place) dan pilihan investasi di masa akan datang dengan Net Present Value
positif. Investor tidak hanya melihat nilai Investment Opportunity Set yang
tinggi dalam membuat keputusan investasinya menurut Wulansari (2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhanifah dan Jaya (2014)


menyimpulkan bahwa manajer dari perusahaan yang memiliki IOS tinggi
cenderung memanipulasi laba hingga kualitas labanya menjadi rendah. Bagi
perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi tinggi senantiasa
melakukan ekspansi dalam strategi bisnisnya, maka akan semakin
membutuhkan dana eksternal. Perusahaan yang memiliki set kesempatan
investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) tinggi memiliki peluang
pertumbuhan yang tinggi yang akan mempengaruhi perubahan tingkat laba
dan menentukan kualitas informasi laba, Oktarya dkk (2014). Menurut
Warianto (2014), jika perusahaan memiliki Investment Opportunity Set tinggi
maka manajemen perusahaan akan melakukan manajemen laba yang semakin
besar sehingga kualitas laba yang dihasilkan menjadi rendah.

Menurut Indrawan (2018), menyatakan bahwa manajemen berusaha


mengungkap informasi untuk mengungkap informasi yang menurut
pertimbangannya akan diminati oleh para pengguna informasi. Dengan nilai
IOS yang merupakan pilihan manajemen dimungkinkan adanya tindakan
manipulasi, hal ini dapat mengakibatkan pasar merespon rendah terhadap
perusahaan yang mempunyai kesempatan bertumbuh dan kemungkinan dalam
penelitian ini nilai IOS juga kurang menjadi pusat perhatian investor dan
dimungkinkan investor hanya berfokus angka laba akuntansi. Serta motivasi
investor dalam berinvestasi bukan untuk mendapatkan keuntungan jangka
panjang. Namun bertujuan untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek
(capital gain).
Proksi IOS yang digunakan dalam bidang akuntansi dan keuangan
digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu IOS berbasis harga, IOS berbasis
39

investasi, dan IOS berbasis varian, Kallapur dan Trombley (2001). Subekti
dan Kusuma (2001) mengurai set peluang investasi tersebut berupa: book
value of plant, property and equipment to assets ratio (PPE/BVA), market to
book of equity ratio (MVE/BVE), price to earning (P/E), market to book
assets ratio (MVA/BVA) dan capital addition to book of assets ratio
(CAP/BVA). Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan
tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan,
namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk
kepentingan di masa yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak
dapat di observasi, sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat
dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan, misalnya variabel
pertumbuhan, variabel kebijakan dan lain-lain, Indrawan (2018).

2.7 Dividend Payout Ratio (DPR)

Menurut Subramanyam dan Wild (2013) dalam Fitriani dan Syafruddin


(2015), Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham baik dalam
bentuk distribusi kas maupun saham. Dividen merupakan pendistribusian laba
kepada pemegang saham secara pro rata menurut kelas atau kelompok surat
berharga, Sugiarto (2009). Dividen merupakan sebagian keuntungan
perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham, Hapsari dan
Santoso (2015). Dividen merupakan pembayaran atau pembagian laba dalam
bentuk kas yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham sesuai
dengan penyertaan modalnya, Gitman dan Zutter (2015) dalam Soly dan
Wijaya (2017).

Menurut Ross et.al., (2008), dividen merupakan suatu pembagian yang


berasal dari laba (earnings) kepada para pemilik saham dalam bentuk kas
maupun saham. Perusahaan membagikan dividen karena hal tersebut menjadi
timbal balik atau suatu keuntungan bagi pemegang saham yang telah
menyetorkan modalnya pada perusahaan. Dividen merupakan salah satu alat
yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang
saham mayoritas dan pemegang saham minoritas karena pembayaran dividen
menunjukkan bahwa pemegang saham mayoritas tidak melakukan tindakan
40

ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Pembayaran dividen akan


menyebabkan berkurangnya free cash flow yang dimiliki perusahaan,
sehingga berdampak pada penurunan jumlah pendanaan internal perusahaan
dan peningkatan pendanaan eksternal perusahaan. Pendanaan eksternal
menyebabkan perusahaan diawasi oleh pihak eksternal.

Penurunan pendanaan internal akan mendorong perusahaan untuk


mencari pendanaan eksternal yang relevan dalam rangka memenuhi
kebutuhan pendanaan perusahaan. Adanya pengawasan dari pihak eksternal
akan mengurangi kemungkinan pihak perusahaan untuk melaporkan laba
yang di rekayasa sehingga laba yang dihasilkan akan lebih berkualitas, Elvina
dan Ratnaningsih (2014). Dividen merupakan konsekuensi yang muncul
karena pilihan pendanaan dengan menerbitkan saham. Meskipun demikian,
pembagian dividen bukanlah merupakan kewajiban sebagaimana pembagian
bunga atas obligasi, Fitriani dan Syafruddin (2015). Perusahaan yang
membagikan dividen memiliki pengaruh negative terhadap absolut
discretionary accrual tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap absolute
accrual quality. Hal tersebut berarti bahwa perusahaan yang membagikan
dividen memiliki kualitas laba yang lebih baik disbanding dengan perusahaan
yang tidak membagikan dividen jika dilihat dari absolut discretionary
accrual sebagai proksi kualitas laba, Mahari dan Purwanto (2016).

Perusahaan yang membagikan dividen akan cenderung mempunyai


kualitas laba yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak
membagikan dividen. Ukuran dividen yang dibagikan juga turut
mempengaruhi kualitas laba perusahaan. Perusahaan dengan tingkat
pembayaran dividen lebih tinggi cenderung memiliki kualitas laba yang lebih
baik bila dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat pembayaran
dividen yang lebih kecil, Sukawati (2019). Penelitian yang dilakukan oleh
Kawak (2012), memperlihatkan bahwa kualitas laba pada perusahaan yang
membagikan dividen tunai lebih baik daripada kualitas laba perusahaan yang
tidak membagikan dividen tunai. Perusahaan yang membagikan dividen tunai
cenderung lebih sedikit melakukan manajemen laba sehingga laba yang
41

dihasilkan lebih berkualitas. Oleh karena itu, dividen memiliki kandungan


informasi mengenai kualitas laba.

Kualitas laba pada perusahaan yang meningkatkan jumlah dividen tunai


lebih baik dibandingkan kualitas laba pada perusahaan yang tidak
meningkatkan jumlah dividen tunai. Pemilik perusahaan selaku principal
menginginkan free cash flow yang dimiliki perusahaan dibayarkan dalam
bentuk dividen. Manajer berperan sebagai steward dan pemilik bertindak
sebagai principal. Manajer selaku steward berusaha untuk mencapai tujuan
yang di inginkan principal. Dividen merupakan suatu alat yang digunakan
oleh manajer sebagai bentuk pertanggungjawaban-nya terhadap principal.
Dengan dibagikannya dividen, manajer telah membuktikan bahwa tanggung
jawabnya dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu profitabilitas, Gea (2014).

Kebijakan dividen merupakan bentuk kebijakan pengelolaan laba


perusahaan. Perusahaan tidak diwajibkan untuk membagikan dividen kepada
pemegang saham. Perusahaan dapat memilih untuk mendistribusikan
sebagian labanya dalam bentuk dividen atau menginvestasikan-nya. Oleh
karena itu, dividen dianggap memiliki kandungan informasi penting.
Meskipun manajer tidak diwajibkan untuk membayarkan dividen, manajer
tetap memberikan informasi internal melalui kebijakan dividen sebagai sinyal
baik bagi pihak luar, Utama (2013). Dalam pendanaan melalui ekuitas,
dividen menjadi salah satu isu yang penting karena kebijakan dividen
perusahaan merupakan bentuk dari kegiatan pengelolaan laba perusahaan,
Sirait (2013).

Mahari dan Purwanto (2016), menjelaskan bahwa dividen bisa digunakan


sebagai alat untuk mereduksi konflik keagenan antara pemegang saham
mayoritas dan pemegang saham minoritas. Pembayaran dividen menunjukkan
bahwa pemegang saham mayoritas tidak melakukan tindakan ekspropriasi
terhadap pemegang saham minoritas. Pendanaan eksternal bisa diperoleh
perusahaan melalui utang atau penerbitan saham baru. Apabila perusahaan
memenuhi pendanaan eksternal dengan menerbitkan surat utang, maka
perusahaan harus memenuhi persyaratan yang telah disepakati dengan
42

kreditur, sedangkan apabila perusahaan memenuhi pendanaan eksternal


dengan menerbitkan saham baru, maka perusahaan harus tunduk pada
peraturan-peraturan yang diterbitkan pasar modal.

Pengawasan dari pihak kreditur atau pihak otoritas pasar modal ini akan
mengurangi kemungkinan pihak perusahaan untuk melaporkan laba yang di
rekayasa sehingga laba yang dihasilkan akan lebih berkualitas. Dengan
demikian, status pembayaran dividen tunai perusahaan berpengaruh positif
terhadap kualitas laba perusahaan, dimana perusahaan yang melakukan
pembayaran dividen tunai memiliki kualitas laba yang lebih baik
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pembayaran dividen
tunai. Menurut Hapsari dan Santoso (2015), ada empat tipe dividen yang
dibayarkan kepada pemegang saham antara lain sebagai berikut:

1. Dividen Tunai (Cash Dividend)


Dividen tunai dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk
cash (tunai) dengan tujuan memacu kinerja saham di bursa efek. Dividen
jenis ini biasanya lebih menarik para pemegang saham dibandingkan
dengan dividen saham.
2. Dividen Properti (Property Dividends)
Dividen properti merupakan dividen yang di bayarkan kepada para
pemegang saham dalam bentuk aset perusahaan, seperti persediaan
barang dagangan dan investasi sementara.
3. Dividen Likuidasi (Liquidating Dividends)
Dividen likuidasi merupakan dividen yang didasarkan pada selain
saldo laba ditahan tetapi merupakan pengembalian modal kepada
pemegang saham. Pembagian dividen likuidasi mengurangi saldo modal
saham yang di investasikan oleh pemegang saham.
4. Dividen Saham (Stock Dividends)

Dividen saham dibagikan kepada para pemegang saham dalam


bentuk saham dengan tujuan menahan kas agar dapat digunakan untuk
membiayai aktivitas perusahaan. Besarnya dividen yang dibagikan
43

kepada para pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen yang


ditentukan oleh manajemen perusahaan.

2.8 Mekanisme Corporate Governance

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam publikasi


yang pertama mempergunakan definisi Cadbury Committee. Menurut Forum
for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) definisi Corporate
Governance yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Menurut
Herianto (2013), Corporate Governance merupakan alat yang dapat
menyelaraskan kepentingan yang berbeda antara principal dan agent sehingga
dapat memberi nilai tambah bagi para stakeholder dan shareholders. Good
corporate governance merupakan suatu sistem yang dirancang untuk
mengarahkan pengelolaan perusahaan secara professional berdasarkan
prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, independen,
kewajaran dan kesetaraan, Effendi (2009).

Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem


yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholder, Monks dan Minow (2003).
Perusahaan yang mengutamakan hak stakeholder secara tidak langsung dapat
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki sistem yang baik dan
terkoordinir serta menjunjung tinggi kualitas dari perusahaan. Menurut
Effendi (2009), good corporate governance adalah suatu sistem pengendalian
internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang
signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan asset
perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka
panjang. Konsep corporate governance ini sendiri didasarkan pada teori
keagenan. Teori keagenan ini sendiri berisi tentang adanya perbedaan
kepentingan antara pihak agent (pengelola) dan pihak principal (pemilik)
44

yang pada akhirnya akan memunculkan adanya potensi konflik antara kedua
pihak yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan,
Indrawati dan Yulianti (2010).

Corporate governance sebagai sistem yang dipergunakan untuk


mengarahkan dan mengelola kegiatan perusahaan. Sistem tersebut
mempunyai pengaruh besar dalam menentukan sasaran usaha maupun dalam
upaya mencapai sasaran tersebut. Corporate governance juga mempunyai
pengaruh dalam upaya mencapai kinerja bisnis yang optimal serta dalam
analisis dan pengendalian risiko bisnis yang dihadapi perusahaan, OECD
dalam Siswanto dan Aldridge (2005). Corporate governance yang tidak
sehat dapat menimbulkan godaan penyalahgunaan jabatan dewan pengurus
dan manajemen perusahaan yang lemah etika bisnis dan moralnya, maka ia
juga dapat merugikan para anggota the stakeholders, terutama para pemegang
saham, kreditur, perusahaan pemasok dan karyawan, Siswanto dan Aldridge
(2005). Menurut Watts (2003), menyatakan bahwa salah satu cara yang di
gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku
opportunistic manajemen adalah corporate governance.

Adapun tujuan penerapan good corporate governance suatu perusahaan


adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan.
2. Mengelola sumber daya dan risiko secara lebih efektif dan efisien.
3. Meningkatkan disiplin dan tanggungjawab dari organ perusahaan demi
menjaga kepentingan para Shareholder dan Stakeholder perusahaan.
4. Meningkatkan kontribusi perusahaan (khususnya perusahaan-perusahaan
pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
5. Meningkatkan investasi nasional.
6. Menyukseskan program privatisasi perusahaan-perusahaan pemerintah.

Prinsip dasar GCG yang disusun oleh OECD dalam Daniri (2005) terdiri
dari lima aspek yaitu:
45

1. Transparency, dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam


proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability, adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
3. Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian
(kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi
yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency, atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) yaitu perlakuan adil dan setara di
dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Beasly et.al., dalam Adrian (2011), Dua hal yang menjadi
perhatian dalam konsep ini adalah:
1. Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan
benar, akurat, dan tepat pada waktunya.
2. Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure)
secara akurat, tepat pada waktunya, dan transparan mengenai semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

Perusahaan dengan pengelolaan yang baik dan transparan, berarti sudah


menerapkan implementasi Good Corporate Governance. Penelitian ini
memproksikan Mekanisme Corporate Governance yang digunakan dalam
penelitian ada tiga bagian, yaitu; Dewan Direksi, Dewan Komisaris, dan
Komite Audit.

2.8.1 Dewan Direksi

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung,


jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan,
46

Zarkasyi dan Wahyudin (2008). Dewan direksi bertugas dan bertanggung


jawab dalam mengelola perusahaan. Selain itu dewan direksi juga
dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya serta mampu mengambil
keputusan sesuai dengan tugas dan wewenang-nya. Sesuai dengan UU
No 40 Tahun 2007, direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar. Dapat disimpulkan bahwa dewan direksi yaitu
direksi yang bertugas atau bertanggungjawab mengurus perusahaan.

Pengelolaan utama kegiatan usaha suatu perusahaan dalam struktur


organisasinya terdapat pada struktur direksi. Direksi ditunjuk langsung
oleh pemegang saham/ pemilik usaha yang diberi wewenang dan
tanggungjawab penuh tidak hanya untuk menjalankan kegiatan usahanya
dalam menghasilkan kinerja sesuai dengan harapan pemilik usaha tetapi
juga harus mampu menyesuaikan kepentingan antara pemilik usaha
dengan pengelola perusahaan, Dachi dan Herawaty (2017). Salah satu
implementasi prinsip-prinsip corporate governance yang baik,
mengharuskan pemilik usaha untuk menunjuk paling tidak 20% dari
jumlah direksi harus berasal dari kalangan di luar perusahaan yang bebas
dari pengaruh anggota dewan komisaris, direksi lainnya atau pemegang
saham pengendali yang biasa disebut direktur independen, KNKG
(2006). Dengan adanya direksi independen dalam proporsi struktur
direksi, maka diharapkan adanya perlindungan kepentingan pemegang
saham non-pengendali (minoritas) dari pihak pengendali dalam
perusahaan termasuk dalam menyajikan kualitas laba perusahaan, Dachi
dan Herawaty (2017).

Menurut Rahmah (2015), berpendapat bahwa segala macam bentuk


tanggungjawab seperti kepentingan dan tujuan, mewakili perseroan baik
di dalam maupun luar negeri sesuai dengan ketentuan anggaran dasar
perseroan dilimpahkan sepenuhnya kepada dewan direksi. Dewan direksi
adalah board of directors yaitu pimpinan perusahaan yang dipilih oleh
47

para pemegang saham untuk mewakili kepentingan mereka dalam


mengelola perusahaan. Dewan direksi adalah pimpinan perusahaan yang
dipilih oleh para pemegang saham untuk mewakili kepentingan para
pemegang saham dalam mengelola perusahaan, Selfi (2014). Dewan
direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan atau strategi
yang akan di ambil baik jangka panjang maupun jangka pendek. Kondisi
suatu perusahaan sebenarnya diketahui oleh direksi, namun keputusan
tetap diambil pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Semakin baik kinerja dewan direksi dalam memimpin perusahaan,


maka kinerja perusahaan serta laba akan meningkat dan investor akan
tertarik. Dewan direksi merupakan aspek yang mempengaruhi
mekanisme corporate governance yang diperlukan untuk mengurangi
agency problem antara pemilik dan manajer sehingga timbul keselarasan
kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajer. Dewan direksi
termasuk dalam organ perusahaan yang menentukan kebijakan strategi
yang diambil oleh perusahaan baik kebijakan atau strategi jangka panjang
maupun jangka pendek, Sihotang (2017). Dewan direksi merupakan
organ perusahaan yang menentukan kebijakan dan strategi yang diambil
oleh perusahaan. Menurut pedoman umum Good Corporate Governance
Indonesia, jumlah anggota dewan direksi harus disesuaikan dengan
kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam
pengambilan keputusan, Triwahyuningtyas dan Muharam (2012).

2.8.2 Dewan Komisaris

Definisi dari dewan komisaris berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007


merupakan organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasihat kepada direksi. Dewan komisaris bertanggung jawab melakukan
pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai perusahaan maupun usaha perusahan, dan
memberi nasihat kepada direksi sesuai dengan maksud dan tujuan dari
perusahaan. Menurut Wahyudi (2010), dewan komisaris merupakan
48

mekanisme pengendalian internal tertinggi yang bertanggung jawab


untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Dewan komisaris sebagai
organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta
memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG.

Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi


dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan
keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas.
Komisaris independen adalah anggota komisaris yang berasal dari luar
emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai saham baik langsung
maupun tidak langsung dari emiten atau perusahaan publik, tidak
mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten yang bersangkutan dan
tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan perusahaan tersebut, Islahuzzaman (2012). Dewan
komisaris independen sendiri berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan
dan bertujuan sebagai penyeimbang dalam pengambilan keputusan dan
memberi perlindungan untuk para pemegang saham minoritas dan pihak
lainnya yang terkait. Komisaris independen yang akan dipilih oleh
perusahaan harus memenuhi persyaratan yaitu bukan orang yang
mempuyai hubungan dalam bentuk apapun baik hubungan afiliasi
maupun hubungan usaha dengan emiten dan tidak mempunyai saham
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan emiten atau
perusahaan publik tersebut, Effendi (2009).

Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari


pihak yang tidak ter-afiliasi dengan pemegang saham utama, anggota
direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya (UU No.40 Tahun
2007 pasal 120). Dewan komisaris menggambarkan puncak dari sistem
pengendalian pada perusahaan. Dewan komisaris memiliki kewajiban
fidusia untuk mendorong keberhasilan jangka perusahaan bagi
kepentingan pemegang saham. Dewan Komisaris memiliki dua tanggung
jawab pengendalian antara lain menjaga kepentingan ekuitas investor dan
melindungi kepentingan stakeholder perusahaan lainnya, Merchant dan
49

Stede (2018). Dewan komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi


dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola
perusahaan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba,
Rahmawati (2012).

Menurut Samsul (2015), ketentuan mengenai komisaris independen


adalah sebagai berikut:

1. Jumlah komisaris independen harus sebanding dengan jumlah saham


yang dimiliki oleh non pemegang saham pengendali dengan
ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30%
dan seluruh anggota komisaris.
2. Dewan komisaris wajib membuat rekomendasi perbaikan atau saran
dan menyampaikan kepada seluruh anggota direksi perusahaan
tercatat yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah
dewan komisaris menerima laporan hasil akhir penelaahan yang
dilakukan oleh komite audit dengan melampirkan hasil penelaahan.
3. Komisaris independen wajib menyampaikan peristiwa atau kejadian
penting yang diketahuinya kepada dewan komisaris perusahaan
tercatat.

Perusahaan yang memiliki dewan komisaris independen dalam


perusahaannya laporan keuangan yang dilaporkan oleh pihak
manajemen akan lebih terintegritas, karena di dalam perusahaan terdapat
badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak diluar
manajemen perusahaan. Karena laporan keuangan yang disajikan
perusahaan lebih terintegritas, kualitas laba perusahaan pun ikut
meningkat, sehingga komisaris independen memiliki pengaruh terhadap
kualitas laba, Ningrum (2019).

2.8.3 Komite Audit

Komite audit adalah komite yang harus beranggotakan minimal tiga


orang independen dan salah satunya memiliki keahlian dalam bidang
akuntansi, Indrawati dan Yullianti (2010). Menurut Siallagan dan
50

Machfoedz (2006) komite audit merupakan pihak yang bertanggung


jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal,
dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal)
dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan
manajemen laba (earnings management) dengan cara mengawasi laporan
keuangan dan melakukan pengawasan pada audit eksternal. Adriani
(2011), menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan
fungsinya. Komite audit memberikan pengawasan independen atas
proses pelaporan keuangan perusahaan, pengendalian internal, dan auditor
independen.

Komite audit meningkatkan kemampuan dewan untuk berfokus


secara intensif dan tidak menggunakan biaya relatif mahal pada fungsi
pelaporan keuangan yang berkaitan dengan perusahaan. Komite audit
merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan
perusahaan sekaligus menjembatani fungsi pengawasan dewan komisaris
dengan internal auditor, Indrawati dan Yullianti (2010). Tugas komite
audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh
perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan
eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan, Suaryana (2007). Komite
audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan,
yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris serta
anggota terdiri sekurang-kurangnya atas tiga orang anggota, yang
bertugas untuk membantu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang
dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan
perusahaan, Effendi (2009).

Menurut Teoh dan Wong (1993) menyatakan bahwa peran komite


audit sangat penting dalam mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang
merupakan informasi penting yang tersedia oleh publik dan dapat
digunakan oleh investor dalam menilai perusahaan. Investor sebagai
pihak luar perusahaan tidak dapat mengamati secara langsung kualitas
sistem informasi perusahaan. Maka semakin baik kinerja komite audit,
51

semakin baik pula kualitas laba yang dihasilkan. Jumlah anggota komite
audit yang harus lebih dari satu orang ini dimaksudkan agar komite audit
dapat mengadakan pertemuan dan bertukar pendapat satu sama lain. Hal
ini dikarenakan masing-masing anggota komite audit memiliki
pengalaman tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan yang
berbeda-beda, Oktadella (2011).

Menurut Effendi (2009) menyatakan bahwa komite audit memegang


peranan penting dalam mewujudkan corporate governance karena
merupakan mata dan telinga dewan komisaris dalam rangka mengawasi
jalannya perusahaan. Keberadaan komite audit yang efektif merupakan
salah satu asper dari penilaian dalam implementasi corporate
governance. Untuk mewujudkan prinsip corporate governance di
perusahaan publik, maka prinsip independensi, transparansi dan
pengungkapan, pertanggungjawaban, serta kewajaran harus menjadi
landasan utama bagi komite audit. Anggota komite audit mempunyai
sejumlah persyaratan diantaranya adalah:

1. Wajib memahami laporan keuangan, bisnis perusahaan yang terkait


dengan layanan jasa atau kegiatan usaha emiten atau perusahaan
publik, proses audit, manajemen risiko, dan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal serta peraturan perundang-
undangan terkait lainnya.
2. Wajib memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan,
pengalaman sesuai dengan bidang pekerjaannya, serta mampu
berkomunikasi dengan baik dan mematuhi kode etik yang berlaku
oleh emiten atau perusahaan publik dan bersedia meningkatkan
kompetensi secara terus menerus melalui pendidikan dan pelatihan.
3. Wajib memiliki paling tidak satu anggota yang memiliki latar
belakang dan keahlian di bidang akuntansi dan keuangan.
4. Tidak mempunyai ikatan, hubungan afiliasi maupun hubungan usaha
dan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan emiten atau
perusahaan publik yang bersangkutan.
52

5. Tidak mempunyai saham langsung maupun tidak langsung pada


emiten atau perusahaan publik. Apabila anggota komite audit
memperoleh saham emiten atau perusahaan publik baik langsung
maupun tidak langsung akibat suatu peristiwa hukum, saham
tersebut wajib dialihkan kepada pihak lain dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut.

Menurut Ningrum (2019) komite audit memiliki tugas dan tanggung


jawab meliputi:
1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan
dikeluarkan Emiten atau Perusahaan Publik kepada publik dan/atau
pihak otoritas.
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan segala kegiatan
Emiten atau Perusahaan Publik.
3. Memberikan pendapat independen jika terjadi perbedaan pendapat
antara manajemen dan Akuntan atas jasa yang diberikannya.
4. Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai
penunjukkan Akuntan yang didasarkan pada independensi, ruang
lingkup penugasan, dan imbalan jasa.
5. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh direksi atas
temuan auditor internal serta menjaga kerahasiaan emiten atau
perusahaan publik.
6. Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen
risiko yang dilakukan oleh direksi.
7. Melakukan penelaahan pengaduan yang berkaitan dengan proses
akuntansi dan pelaporan keuangan emiten atau perusahaan publik.

8. Melakukan penelaahan dan memberikan saran kepada dewan


komisaris terkait dengan adanya potensi perbedaan kepentingan
emiten atau perusahaan publik.
53

2.9 Alokasi Pajak Antar Periode

Menurut Harnanto (2003), menyatakan bahwa metode akuntansi PPh


tanpa alokasi pajak antar periode merupakan metode akuntansi yang
mengakibatkan laba bersih tidak dapat merefleksikan laba yang sebenarnya,
karena beban PPh yang dilaporkan tidak berkorelasi langsung (tidak match)
dengan laba sebelum pajak. Aktiva dan kewajiban dalam neraca juga
dinyatakan terlalu rendah (understated) sebagai akibat tidak dilaporkannya
konsekuensi pajak di masa mendatang atas perbedaan temporer pengakuan
pendapatan dan beban. Proses untuk mengasosiasikan pajak penghasilan
dengan laba dimana pajak itu dikenakan disebut alokasi pajak, Hapsari
(2014). Menurut Nurhanifah dan Jaya (2014), bahwa alokasi pajak antar
periode atau interperiod tax allocation merupakan alokasi pajak penghasilan
antar periode tahun buku yang satu dengan periode-periode tahun buku
berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku
ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan
laba akuntansi.

Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan


pengaruh pajak dan bagaimana pengaruh-pengaruh tersebut harus disajikan
dalam laporan keuangan. Timbulnya beban (penghasilan) pajak tangguhan
mencerminkan laba perusahaan yang sebenarnya sebagai akibat
dilaporkannya konsekuensi pajak di masa mendatang atas perbedaan
temporer pengakuan pendapatan dan beban, Nurhanifah dan Jaya (2014).
Alokasi pajak merupakan suatu proses untuk mengasosiasikan pajak
penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan. Karena tarif pajak
penghasilan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu maka diperlukan
metode alokasi agar diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten.
Beban maupun penghasilan pajak tangguhan mengandung akrual yang tinggi
sehingga laba yang tercermin bukan lagi laba yang sebenarnya.

Hal inilah yang menyebabkan investor kurang memberikan responsi


terhadap perusahaan yang melaporkan beban atau pajak penghasilan. Investor
menyadari bahwa penghasilan pajak tangguhan maupun beban pajak
54

tangguhan keduanya merupakan komponen transitory yang menimbulkan


gangguan persepsian dalam laba akuntansi. Dengan kesadaran tersebut,
investor tidak dapat di kelabuhi dengan cara mengelola alokasi pajak antar
periode yang diarahkan untuk mempengaruhi besar-kecilnya laba akuntansi.
Oleh karena itu, investor kurang memberikan responsi terhadap perusahaan
yang melaporkan penghasilan (beban) pajak tangguhan di dalam laporan laba-
rugi. Hal ini tercermin dari rendahnya koefisien responsi laba yang
mengindikasikan bahwa rendahnya kualitas laba, Romasari (2013).

Berdasarkan PSAK No. 46, alokasi pajak antar periode diawali dengan
adanya keharusan bagi perusahaan untuk mengakui aktiva dan kewajiban
pajak tangguhan yang dilaporkan dalam neraca. Pengakuan aktiva dan
kewajiban pajak tangguhan yang harus dilaporkan dalam neraca. Pengakuan
aktiva dan kewajiban pajak tangguhan tersebut merupakan pengakuan tentang
konsekuensi pajak di masa mendatang atas efek akumulatif perbedaan
temporer pengakuan penghasilan dan beban untuk tujuan akuntansi dan
tujuan fiskal, Septyana (2011). Dalam penelitian ini melihat hubungan
perpajakan dengan metode alokasi pajak antar periode terhadap responsi
pihak pengguna informasi laporan keuangan, terutama pada akun pajak
tangguhan dari aset pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhannya.
Aset pajak tangguhkan diumpamakan kelebihan dalam membayar pajak,
sehingga menyebabkan penghematan pembayaran pajak perusahaan untuk
masa yang akan datang dan sebaliknya. Pengakuan aktiva dan kewajiban
pajak tangguhan dalam neraca menimbulkan beban (penghasilan) pajak
tangguhan pada laporan laba rugi.

Timbulnya beban (penghasilan) pajak tangguhan mencerminkan laba


perusahaan yang sebenarnya sebagai akibat dilaporkannya konsekuensi pajak
di masa mendatang atas perbedaan temporer pengakuan pendapatan dan
beban. Maka informasi laba yang terkandung dalam laporan keuangan
relevan dan dapat diandalkan informasinya bagi pihak yang berkepentingan,
Nurhanifah dan Jaya (2014). Alokasi pajak antar periode menerapkan hasil
penerapan konsep akuntansi akrual yang tercermin dari jumlah beban dan
penghasilan pajak tangguhan yang dilaporkan bersamaan dengan beban pajak
55

kini dalam laporan laba rugi, Romasari (2013). Alokasi pajak antar periode
diukur dengan melihat besaran penghasilan dan beban pajak tangguhan yang
dilaporkan dalam laba rugi, kemudian membaginya dengan jumlah laba
akuntansi sebelum pajak, skala data yang digunakan dengan rasio, Rizky
(2009).
2.10 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Peneliti Hasil penelitian Variabel Independen Variabel


Peneliti Dependen
1 Amanita Pengaruh mekanisme struktur dewan direksi berpengaruh Mekanisme Corporate Kualitas Laba
Novi corporate governance, negatif terhadap kualitas laba, Governance : Struktur Dewan
Yushita Kualitas auditor kepemilikan manajerial tidak Direksi, Kepemilikan
(2013) eksternal, Dan berpengaruh signifikan terhadap manajerial, Proporsi Dewan
likuiditas terhadap kualitas laba, kepemilikan institusional Komisaris Independen,
kualitas laba tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor eksternal,
kualitas laba, komite audit tidak Komite Audit, Likuiditas dan
berpengaruh signifikan terhadap Kepemilikan institusional
kualitas laba, proporsi komisaris
independen berpengaruh negatif
terhadap kualitas laba, kualitas auditor
eksternal berpengaruh positif terhadap
kualitas laba, likuiditas tidak
berpengaruh signifikan terhadap
kualitas laba
2 Sri Mala Pengaruh Persistensi Persistensi laba, ukuran perusahaan Persistensi Laba, Alokasi Kualitas Laba
Afni Laba, Alokasi Pajak berpengaruh signifikan negatif Pajak Antar Periode, Ukuran
(2014) Antar Periode, Ukuran terhadap kualitas laba. Perusahaan, Pertumbuhan
Perusahaan, Alokasi pajak antar periode, Laba dan Profitabilitas
Pertumbuhan Laba pertumbuhan laba berpengaruh
57

No Nama Judul Peneliti Hasil penelitian Variabel Independen Variabel


Peneliti Dependen
Dan Profitabilitas signifikan positif terhadap kualitas
Terhadap Kualitas laba.
Laba (Studi Empiris Profitabilitas tidak berpengaruh
Pada Perusahaan terhadap kualitas laba
Manufaktur Yang
Terdaftar Di BEI
2010-2012)
3 Rona Pengaruh Good kepemilikan institusional, dewan kepemilikan institusional, Kualitas Laba
Naula Corporate Governance komisaris dan komite audit yang dewan komisaris, komite
Oktaviani Terhadap Kualitas berpengaruh signifikan terhadap audit, kepemilikan manajerial
(2015) Laba Dengan kualitas laba. dan dewan direksi
Manajemen Laba Kepemilikan manajerial dan dewan
Sebagai Variabel direksi tidak berpengaruh signifikan
Intervening terhadap kualitas laba.
4 Christin Pengaruh Remunerasi remunerasi direksi, leverage, dan remunerasi direksi, leverage, Kualitas Laba
Agustina Dewan Direksi, efektivitas komite audit memiliki ukuran perusahaan dan
(2017) Leverage Dan pengaruh positif terhadap kualitas efektivitas komite audit
Efektivitas Komite laba, ukuran perusahaan tidak
Audit Terhadap berpengaruh terhadap kualitas laba.
Kualitas Laba Dengan
Ukuran Perusahaan
Sebagai Variabel
Moderasi
5 Natasha Faktor-Faktor Yang Boards of directors, board size, Boards of directors, board Kualitas Laba
Soly Mempengaruhi kepemilikan manajerial, Ukuran size, kepemilikan manajerial,
(2017) Kualitas Laba Pada Perusahaan, Likuiditas dan Struktur Ukuran Perusahaan,
58

No Nama Judul Peneliti Hasil penelitian Variabel Independen Variabel


Peneliti Dependen
Perusahaan modal tidak berpengaruh terhadap Likuiditas, Pembayaran
Manufaktur kualitas laba. Profitabilitas dividen, Profitabilitas dan
berpengaruh negatif terhadap kualitas Struktur modal
laba. Pembayaran dividen berpengaruh
positif terhadap kualitas laba
6 Fifit Yofita pengaruh keahlian keahlian komite audit berpengaruh keahlian komite audit dan Kualitas Laba
Sari (2018) komite audit dan negatif dan tidak signifikan terhadap jumlah komisaris independen
jumlah komisaris kualitas laba. dan jumlah komisaris
independen terhadap independen berpengaruh negatif dan
kualitas laba pada signifikan terhadap kualitas laba.
perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI

7 Reza Pengaruh Alokasi Alokasi pajak berpengaruh negatif Alokasi Pajak Antar Periode, Kualitas Laba
Ardianti Pajak Antar Periode, terhadap kualitas laba. Persistensi Laba,
(2018) Persistensi Laba, Persistensi laba, Profitabilitas, dan Profitabilitas, dan Likuiditas
Profitabilitas, dan Likuiditas berpengaruh positif
Likuiditas Terhadap terhadap kualitas laba
Kualitas Laba (Studi
Empiris Pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di BEI
Tahun 2012-2016)
8 Redy Pengaruh Struktur struktur modal berpengaruh positif dan struktur modal, Likuiditas, Kualitas Laba
Arisonda Modal, Likuiditas, tidak signifikan terhadap kualitas laba, pertumbuhan laba, ukuran
59

No Nama Judul Peneliti Hasil penelitian Variabel Independen Variabel


Peneliti Dependen
(2018) Pertumbuhan Laba, Likuiditas berpengaruh positif dan perusahaan, dan Investment
Ukuran Perusahaan tidak signifikan terhadap kualitas laba, opportunity set
dan Investment pertumbuhan laba berpengaruh positif
Opportunity Set (Ios) dan tidak signifikan terhadap kualitas
Terhadap Kualitas laba, ukuran perusahaan berpengaruh
Laba pada Perusahaan negatif dan signifikan terhadap
Manufaktur yang kualitas laba, Investment opportunity
Terdaftar Di BEI set berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas laba
9 Ni Wayan Pengaruh investment Investment Opportunity Set investment opportunity set, Kualitas Laba
Widmasari opportunity set, komite berpengaruh positif terhadap kualitas komite audit, leverage dan
(2019) audit, laverage dan laba. Komite Audit tidak berpengaruh ukuran perusahaan
ukuran perusahaan pada kualitas laba. Leverage tidak
terhadap kualitas laba berpengaruh pada kualitas laba.
Ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap kualitas laba.
10 Olla Pengaruh Kepemilikan Kepemilikan Institusional berpengaruh Kepemilikan Manajerial, Kualitas Laba
Ariska Manajerial, negatif terhadap kualitas laba. Kepemilikan Institusional,
Dewi Kepemilikan Kepemilikan Manajerial tidak Dan Komisaris Independen
(2019) Institusional, dan berpengaruh terhadap kualitas laba.
Komisaris Independen Komisaris independen tidak
Terhadap Kualitas berpengaruh terhadap kualitas laba
Laba

11 Antadar Pengaruh Profitabilitas, leverage dan firm size Profitabilitas, Growth, Kualitas Laba
Nonitehe Profitabilitas, Growth, berpengaruh negatif terhadap kualitas Leverage, firm size,
60

No Nama Judul Peneliti Hasil penelitian Variabel Independen Variabel


Peneliti Dependen
Laoli & Leverage, Operating laba. growth, operating cycle dan Operating Cycle dan
Vinola Cycle dan Prudence prudence tidak berpengaruh terhadap Prudence
Herawaty Terhadap Kualitas kualitas laba.
(2019) Laba dengan Firm Size
Sebagai Variabel
Moderasi

12 Ni Wayan Pengaruh Pertumbuhan Pertumbuhan laba memiliki pengaruh Pertumbuhan Laba, Kualitas Laba
Juni Ayu Laba dan Mekanisme positif pada kualitas laba. Komisaris Komisaris independen,
Puspitawati Good Corporate independen memiliki pengaruh positif Komite audit, Kepemilikan
(2019) Governance Terhadap pada kualitas laba. Komite audit manajerial, dan Kepemilikan
Kualitas Laba memiliki pengaruh positif pada institusional
kualitas laba. Kepemilikan manajerial
tidak memiliki pengaruh pada kualitas
laba. Kepemilikan institusional tidak
memiliki pengaruh pada kualitas laba
13 Fathussalmi Pengaruh Investment Investment opportunity set, Investment Opportunity Set, Kualitas Laba
(2019) Opportunity Set dan kepemilikan manajerial, dewan kepemilikan manajerial,
Corporate Governance direksi, dewan komisaris independen, dewan direksi, dewan
Terhadap Kualitas dan komite audit tidak memiliki komisaris independen, dan
Laba (Studi Empiris pengaruh terhadap kualitas laba komite audit
pada Perusahaan
Manufaktur yang
Listing Di BEI Tahun
2011-2015)
61
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Menurut pendapat Wirartha (2006), objek penelitian adalah sebagai


berikut : Objek penelitian (variable penelitian) adalah karakteristik tertentu
yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk unit atau
individu yang berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu
nilai. Dalam penelitian ini objek penelitian yang diterapkan penulis sesuai
dengan judul yang diteliti yaitu mengenai Persistensi Laba, Pertumbuhan
Laba (Profit Growth), Investment Opportunity Set (Ios), Dividend Payout
Ratio (Dpr), Mekanisme Corporate Governance (Cg), Dan Alokasi Pajak
Antar Periode, serta Kualitas Laba. Sumber data dalam penelitian ini adalah
data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak
langsung melalui media perantara, data yang digunakan ini adalah laporan
keuangan (annual report) perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2017-2019. Sumber data didapat dari situs
resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) website IDX www.idx.co.id.

3.2 Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder, dimana data sekunder


merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain atau
lewat dokumen). Data sekunder pada penelitian ini berupa laporan keuangan
(annual report) tahunan perusahaan manufaktur yang tercatat dalam Bursa
Efek Indonesia (BEI) tahun 2017-2019 yang dapat diakses melalui
www.idx.co.id.

3.3 Populasi

Menurut Supangat (2007), populasi adalah sekumpulan objek yang akan


dijadikan sebagai bahan penelitian dengan ciri mempunyai karakteristik yang
sama. Populasi adalah kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi dari
62

hasil penelitian dan kelompok subjek ini harus memiliki karakteristik bersama
yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain, Wiyono (2011).
Menurut Sugiyono (2007), bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu
yang diterapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI tahun 2017-2019. Perusahaan yang memenuhi kriteria
akan dijadikan sampel terdapat 169 perusahaan sebagai populasi dalam
penelitian ini.

3.4 Sampel

Menurut Supangat (2007), sampel adalah bagian dari populasi untuk dijadikan
sebagai bahan penelitian dengan harapan sampel yang diambil dari populasi tersebut
dapat mewakili (representative) terhadap populasinya. Sampel merupakan bagian
populasi yang terwakili dan akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi yang terwakili, Wiyono (2011). Menurut Sugiyono (2007)
bahwa sampel adalah Bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling yaitu penentuan sampel atas dasar karakteristik dan kriteria
tertentu. Sampel dipilih secara purposive sampling guna memperoleh representasi
dari populasi yang ada agar sesuai dengan tujuan penelitian, Sugiyono (2010).

Adapun kriteria untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini antara lain:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017
– 2019
2. Perusahaan manufaktur yang tidak mempublikasikan laporan keuangan
secara lengkap dari tahun 2017 – 2019
3. Perusahaan manufaktur yang tidak menggunakan mata uang Rupiah dalam
laporan keuangannya.
4. Perusahaan manufaktur yang tidak memiliki kelengkapan data terkait baik
data yang diperlukan untuk mengidentifikasi kualitas laba dan data yang
berkaitan dengan Pertumbuhan Laba (Profit Growth), Investment
Opportunity Set (Ios), Dividend Payout Ratio (Dpr), Mekanisme Corporate
Governance (Cg), Dan Alokasi Pajak Antar Periode yang digunakan dalam
penelitian.
63

Tabel 3.1
Proses Pengambilan Sampel

No Keterangan Jumlah Perusahaan


1 Jumlah Perusahaan Manufaktur yang 169
terdaftar di BEI periode 2017-2019
2 Perusahaan manufaktur yang tidak (41)
mempublikasikan laporan keuangan lengkap
dari tahun 2017 – 2019
3 Perusahaan manufaktur yang tidak (27)
menggunakan mata uang Rupiah dalam
laporan keuangannya.
4 Perusahaan manufaktur yang tidak memiliki (67)
kelengkapan data terkait baik data yang
diperlukan untuk mengidentifikasi kualitas
laba dan data yang berkaitan dengan
Pertumbuhan Laba (Profit Growth),
Investment Opportunity Set (Ios), Dividend
Payout Ratio (Dpr), Mekanisme Corporate
Governance (Cg), Dan Alokasi Pajak Antar
Periode yang digunakan dalam penelitian.

Jumlah Perusahaan Manufaktur Yang dijadikan 34


Sampel Penelitian
Jumlah Keseluruhan Sampel 34 x 3 tahun sampel 102
penelitian

Sumber : Data di Bursa Efek Indonesia

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
laporan keuangan (annual report) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Metode pengumpulan data tersebut adalah penelitian lapangan yaitu
seluruh data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari website resmi Bursa Efek
Indonesia (BEI) www.idx.co.id dan laporan keuangan (annual report) perusahaan
64

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan data perusahaan


manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019 sebanyak 169
perusahaan manufaktur sedangkan perusahaan manufaktur yang menjadi sampel
sebanyak 34 perusahaan dalam masa periode 1 tahun. Penelitian ini menggunakan
periode selama tiga tahun sehingga jumlah sampel yang digunakan untuk
menganalisis data adalah sebanyak 102 data laporan keuangan perusahaan
manufaktur.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis


kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis
permasalahan yang diwujudkan data yang dapat dijelaskan secara kuantitatif.
Dalam penelitian ini, analisis kuantitatif dilakukan dengan cara
mengkuantifikasi data-data penelitian sehingga menghasilkan informasi yang
dibutuhkan dalam analisis data.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi logistik
biner (binary logistic regression) dengan program Statistical Package for
Social Sciences (SPSS) versi 25. Regresi logistik (logistic regression)
mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih serta
menunjukkan arah hubungan antara dua variabel dependen dengan variabel
independen, Masruroh (2016). Menurut Ghozali (2016) metode regresi
logistik sebenarnya mirip dengan analisis diskriminan. Analisis ini ingin
menguji apakah terjadinya variabel terikat (dependen) dapat diprediksi
dengan variabel bebasnya (independen).

Asumsi multivariate normal distribution tidak dapat dipenuhi karena


variabel bebasnya merupakan campuran antara kontinyu (metrik) dan
kategorial (non-metrik). Kondisi seperti ini dapat dianalisis dengan regresi
logistik (logistic regression) karena regresi ini tidak memerlukan dipenuhinya
asumsi normalitas data pada variabel bebasnya, artinya variabel penjelasnya
tidak harus memiliki distribusi normal, linear, maupun memiliki varian yang
sama dalam setiap kelompok, Ghozali (2016).
65

Langkah-langkah dalam melakukan analis regresi logistik (logistic


regression) adalah :

a. Menilai Model Fit (Overall Model Fit)

Langkah pertama yang dilakukan dalam pengujian regresi logistik


adalah menilai metode fit (Overall Model Fit) terhadap data. Statistik yang
digunakan dalam model ini berdasarkan pada fungsi likelihood.
LikelihoodL dari model adalah probabilitas bahwa model yang di
hipotesiskan menggambarkan data input. Menguji hipotesis nol dan
alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Penurunan likelihood (-
2LogL) menunjukkan model regresi yang baik dan model fit dengan data,
Ghozali (2016).

b. Menilai Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi yang dipakai dalam penelitian ini dinilai


dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test.
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol agar
sesuai dengan data empiris atau model perbedaan antara model dengan
data sehingga dapat dikatakan model fit dengan data. Jika nilai statistik
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih kecil sama dengan
0,05 maka, hipotesis nol ditolak artinya, terdapat perbedaan yang
signifikan antara model dengan nilai observasi-nya. Sebaliknya jika nilai
statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari
0,05 maka, hipotesis nol diterima artinya, model dapat memprediksi nilai
observasi-nya dan model dapat diterima, Ghozali (2016).

c. Koefisien Determinasi (Negelkerke R Square)

Negelkerke R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan


Snell’s R Square (ukuran yang mencoba meniru ukuran pada regresi
berganda pada teknik estimasi likelihood). Cox dan Snell’s R Square
memiliki kelemahan yaitu nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga
sulit di interprestasikan. Negelkerke R Square memodifikasi koefisien Cox
dan Snell’s R Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0
66

(nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox
dan Snell’s R Square pada regresi berganda, Ghozali (2016). Nilai yang
kecil atau mendekati nol menunjukkan bahwa kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi dari variabel dependen
sangat terbatas, sedangkan nilai yang mendekati satu menunjukkan bahwa
variabel independen dapat menjelaskan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen, Ghozali (2011) dalam
Masruroh (2016).

d. Matriks Klasifikasi

Matriks Klasifikasi bertujuan untuk menunjukkan kekuatan prediksi


dari model regresi dalam memprediksi kualitas laba pada perusahaan,
Aiisah dan Pamudji (2012). Menurut Ghozali (2011), matriks klasifikasi
digunakan untuk menghitung nilai estimasi yang benar dan yang salah.
Pada uji tabel klasifikasi ini maka akan dapat menunjukkan tepat atau
tidak prediksi dalam variabel dependen.

e. Pengujian Hipotesis Penelitian dengan Omnibus Test of Model


Coefficient (Menguji Secara Simultan)

Pengujian hipotesis secara simultan dengan menggunakan Omnibus


Test of Model Coefficient yaitu hasil signifikan harus lebih kecil dari α =
0,05 ini menyatakan bahwa secara bersama-sama variabel independen
berpengaruh terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern, Ghozali
(2016).

f. Pengujian Hipotesis Penelitian Secara Parsial

Estimasi parameter menggunakan Maximum Likelihood Estimation


(MLE).
H0 = b1 = b2 =...= bi = 0
H0≠b1 ≠ b2 ≠...≠ bi ≠ 0

Hipotesis nol menyatakan bahwa variabel independen tidak


mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen dalam populasi.
67

Pengujian hipotesis dengan menggunakan tingkat signifikan 0,05, Ghozali,


(2011) dalam Masruroh (2016), sehingga dasar pengambilan keputusan
adalah :

a. Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka, hipotesis alternatif
ditolak.
b. Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka, hipotesis alternatif
diterima.

g. Model Regresi Logistik yang Terbentuk

Dalam penelitian ini digunakan regresi logistik. logistic regression


mirip dengan diskriminan yaitu kita ingin menguji apakah terjadinya
variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel bebas merupakan
campuran antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non-metrik),
Ghozali (2011). Analisis dilakukan dengan melihat pengaruh masing-
masing variabel dependen terhadap variabel independen dan pengaruh
seluruh variabel dependen terhadap variabel independen.

Model regresi yang terbentuk adalah sebagai berikut :


KLB = α+β1PSL + β2PRG + β3IOS+ β4DPR + β5DDR + β6DKM + β7KAU + β8APAP +€

Model regresi logistik (logistic regression) terbentuk adalah sebagai


berikut :

π (x) = exp (β0 + β1PSL + β2PRG + β3IOS + β4DPR + β5DDR + β6DKM + β7KAU +
β8APAP)
1 + exp (β0 + β1PSL + β2PRG + β3IOS + β4DPR + β5DDR + β6DKM + β7KAU
+ β8APAP)

Keterangan:
KLB = Kualitas Laba
β1 = Koefisien Regresi
PSL = Persistensi Laba
β2 = Koefisien Regresi
PRG = Pertumbuhan Laba (Profit Growth)
β3 = Koefisien Regresi
IOS = Investment Opportunity Set (Ios)
68

β4 = Koefisien Regresi
DPR = Dividend Payout Ratio
β5 = Koefisien Regresi
DDR = Dewan Direksi
β6 = Koefisien Regresi
DKM = Dewan Komisaris
β7 = Koefisien Regresi
KAU = Komite Audit
β8 = Koefisien Regresi
APAP = Alokasi Pajak Antar Periode
€ = Standar error

3.7 Operasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian yang akan di lakukan ini menggunakan variabel terikat


(dependen) dan variabel bebas (independen).

3.7.1. Variabel dependen

Variabel dependen (variabel terikat) yang dapat dipengaruhi oleh variabel


yang lain. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas, Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas laba.

3.7.2. Variabel Independen

Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi


variabel yang lain. Variabel bebas (independent variable), merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya, atau timbulnya
variabel terikat, Sugiyono (2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
persistensi laba, pertumbuhan laba (profit growth), investment opportunity set
(ios), dividend payout ratio (dpr), mekanisme corporate governance (cg), dan
alokasi pajak antar periode.

3.8 Definisi Operasi Variabel


69

3.8.1. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang


menjadi akibat, karena adanya variabel bebas, Sugiyono (2010). Kualitas
laba merupakan kemampuan laba dalam merefleksikan kebenaran laba
perusahaan dan membantu untuk memprediksi laba di masa mendatang.
Pada umumnya untuk mengetahui kualitas laba dapat diukur dengan
Earning Response Coefficient (ERC). Ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis, yaitu :

1. Tahap pertama adalah menghitung besarnya Cumulative Abnormal


Return (CAR) dengan rumus, Afni, dkk (2014):

CAR it = ARit
Keterangan:
CAR it : Akumulasi abnormal return perusahaan i.
AR it : Abnormal Return perusahaan i pada periode t.

Abnormal Return dapat diperoleh dari:

AR it =Rit −Rmt
Keterangan:
AR it : Abnormal Return perusahaan i pada periode t
Rit : Return perusahaan pada periode t
Rmt : Return pasar pada periode t
Untuk mencari abnormal return, harus mencari terlebih dahulu
return saham harian dan pasar harian, yaitu, Basri, et. al. (2014):
a. Return saham harian dihitung dengan rumus:
(Pit −Pit−1 )
Rit =
Pit−1
Keterangan:
Rit : Return saham perusahaan i pada tahun t
Pit : Harga penutupan saham i pada tahun t
Pit−1 : Harga penutupan saham i pada tahun t-1
70

b. Return saham harian dihitung dengan rumus yaitu, Basri, et. al.
(2014):
( IHSG t −ISHG t −1)
Rmt =
IHSG t −1
Keterangan:
Rmt : Return pasar harian
IHSG t : Indeks Harga Saham Gabungan pada tahun t
IHSG t−1 : Indeks Harga Saham Gabungan pada tahunt t−1

2. Unexpected Earnings (UE), diukur menggunakan pengukuran laba


per lembar saham, Jogiyanto (2007):

(EPS it −EPS it−1)


UE It =
EPS t−1
Keterangan:
UE It : unexpected earnings perusahaan i pada periode (tahun) t
EPS it : laba akuntansi perusahaan i pada periode (tahun) t
EPS it−1 : laba akuntansi perusahaan i pada periode (tahun)
sebelumnya

3. Earnings Response Coefficient (ERC) dengan cara sebagai berikut,


Basri, et. al. (2014):

CAR it =α 0 +α 1 UE it +ε it

Keterangan:
CAR it : abnormal return kumulatif perusahaan i
α0 : konstanta
α1 : ERC
UE it : Laba Kejutan pada perusahaan
ε it : komponen eror dalam model atas perusahaan i periode t

3.8.2. Variabel Independen


71

Menurut Sugiyono (2017), independent variable/ variabel bebas adalah:


“Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat)”. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan enam variabel bebas (Independent
Variable) yaitu : Persistensi Laba, Pertumbuhan Laba (Profit Growth),
Investment Opportunity Set (Ios), Dividend Payout Ratio (Dpr), Mekanisme
Corporate Governance (Cg), Dan Alokasi Pajak Antar Periode.

3.8.2.1. Persistensi Laba

Persistensi laba merupakan suatu ukuran yang menjelaskan


kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang
diperoleh saat ini sampai masa mendatang, Afni dkk (2014).
Persistensi laba adalah suatu ukuran yang menggambarkan bagaimana
kemampuan suatu perusahaan dapat mempertahankan jumlah laba
yang diperoleh saat ini sampai dengan yang akan datang, Basri, et. al.
(2014).

Persistensi laba akuntansi diukur menggunakan koefisien regresi


antara laba akuntansi periode sekarang dengan laba akuntansi periode
yang lalu. Skala data yang digunakan adalah rasio, dengan rumus
(Romasari, 2013):

Eit =β θ+ β 1 Eit−1 +ε it

Keterangan:

Eit : Laba akuntansi (earnings) setelah pajak perusahaan i


pada tahun t
Eit−1 : Laba akuntansi (earnings) setelah pajak perusahaan i
sebelum tahun t
βθ : konstanta
β1 : slope persistensi laba akuntansi
ε it : komponen error

3.8.2.2. Pertumbuhan Laba (Profit Growth)


72

Pertumbuhan laba merupakan salah satu indikator posisi


keuangan yang sehat, yang akan meningkatkan nilai perusahaan
untuk mengukur keberhasilan kinerja suatu perusahaan. Perusahaan
yang mengalami pertumbuhan laba yang tinggi dapat mempengaruhi
kualitas laba. Pertumbuhan laba suatu perusahaan biasanya
diakibatkan oleh adanya laba kejutan yang diperoleh pada periode
sekarang, laba yang dihasilkan perusahaan tidak mencerminkan
keadaan perusahaan yang sesungguhnya.

Pertumbuhan laba suatu perusahaan bisa saja mengalami


kenaikan untuk tahun sekarang, tetapi bisa juga mengalami
penurunan untuk tahun berikutnya. Pertumbuhan laba tidak dapat di
pastikan, maka perlu adanya suatu analisis untuk memprediksi
tingkat pertumbuhan laba. Analisis yang bisa digunakan yaitu
analisis laporan keuangan yang menggunakan rasio keuangan untuk
mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan.

Penilaian atas kinerja perusahaan dapat memperlihatkan kondisi


keuangan perusahaan yang dapat di gunakan untuk memprediksi
profit growth pada suatu perusahaan. Pertumbuhan laba akuntansi
dapat diukur dengan cara mengurangkan laba periode sekarang
dengan laba periode sebelumnya kemudian dibagi dengan laba
periode sebelumnya, Afni, dkk (2014). Dengan rumus sebagai
berikut:

LABA BERSIH TAHUN t −LABA BERSIH TAHUN t−1


PG=
LABA BERSIH TAH UN t−1

Keterangan:

PG : Profit Growth (Pertumbuhan Laba)

LABA BERSIH TAHUN t : Laba Bersih Tahun Berjalan

LABA BERSIH TAHUN t −1 : Laba Bersih Tahun Sebelumnya

3.8.2.3. Investment Opportunity Set (IOS)


73

Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kesempatan yang


ada pada perusahaan agar bisa tumbuh dengan baik. Kesempatan
bertumbuh yang dimiliki perusahaan untuk waktu yang akan datang
merupakan suatu prospek baik yang dapat mendatangkan laba bagi
perusahaan. Kesempatan bertumbuh tersebut dapat di realisasi oleh
perusahaan melalui kegiatan investasi. Menurut Adriani (2011)
secara umum Investment Opportunity Set (IOS) menggambarkan
tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu
perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure
perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Nilai IOS
bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan
manajemen di masa yang akan datang (future discretionary
expenditure) karena pada saat ini merupakan pilihan-pilihan
investasi dan diharapkan akan menghasilkan return lebih besar dari
biaya ekuitas (cost of equity) dan dapat menghasilkan keuntungan.

Apabila suatu perusahaan memiliki nilai IOS yang tinggi, maka


hal ini mencerminkan bahwa nilai perusahaan juga tinggi.
Perusahaan dapat dikatakan bertumbuh apabila sebagian besar
investasinya dapat menghasilkan return yang tinggi sehingga
perusahaan dapat meningkatkan pertumbuhannya. Ada beberapa
metode untuk mengukur Investment Opportunity Set (IOS).
Kesempatan bertumbuh perusahaan diukur dengan menggunakan
rasio nilai pasar terhadap nilai buku, dengan rumus sebagai berikut,
Pitria (2017):

Nilai Pasar Ekuitas


MBV =
Nilai Buku Ekuitas

3.8.2.4. Dividend Payout Ratio (DPR)

Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan pembayaran atau


pembagian laba dalam bentuk kas yang dibayarkan perusahaan
kepada pemegang saham sesuai dengan penyertaan modal nya.
Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba
74

yang menjadi hak para pemegang saham. Laba tersebut bisa di bagi
sebagai dividen atau ditahan untuk di investasikan kembali. Dividen
mengandung informasi mengenai prospek arus kas perusahaan di
masa depan. Menurut Suhartono (2002), pengumuman dividen
merupakan informasi penting karena berhubungan dengan tujuan
investor dalam melakukan investasi, yaitu untuk mendapatkan
capital gains dan dividen.

Dividend Payout Ratio (DPR) dalam penelitian ini diukur


menggunakan skala rasio dividen per lembar saham terhadap laba
per lembar saham, yaitu menggunakan rumus sebagai berikut:

DPS
DPR=
EPS

Keterangan:

DPR : Dividend Payout Ratio (Rasio Pembayaran


Dividen)
DPS : Dividend Per Share (Dividen Per Lembar Saham)
EPS : Earnings Per Share (Laba Per Lembar Saham)

3.8.2.5. Mekanisme Corporate Governance

Definisi corporate governance yaitu seperangkat peraturan yang


mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengendalikan perusahaan. Good corporate
governance merupakan seperangkat peraturan dalam rangka
pengendalian perusahaan untuk menghasilkan value added bagi para
75

stakeholders karena dengan adanya GCG akan terbentuk pola kerja


manajemen yang transparan, bersih, dan profesional, Effendi (2009).

Tujuan corporate governance adalah untuk menciptakan nilai


tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), Muid
(2009). Good Corporate Governance mempunyai lima tujuan utama.
Kelima tujuan tersebut antara lain; melindungi hak dan kepentingan
pemegang saham, melindungi hak dan kepentingan para anggota
stakeholder non-pemegang saham, meningkatkan nilai perusahaan
dan para pemegang saham, meningkatkan efisiensi dan efektifitas
kerja dewan pengurus dan manajemen perusahaan serta
meningkatkan mutu hubungan dewan pengurus dengan manajemen
senior perusahaan. Mekanisme corporate governance yang
digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu dewan direksi, dewan
komisaris, dan komite audit.

3.8.2.5.1 Dewan Direksi

Dewan direksi merupakan pihak yang mengelola


perusahaan dalam rangka memberikan informasi yang lebih
transparan dan wajar dalam pelaporan laba perusahaan. Dewan
direksi selaku pelaksana kegiatan operasional perusahaan
diawasi oleh dewan komisaris dalam pelaksanaan manajemen
perusahaan. Menurut penelitian Suranta & Midiastuty (2003),
semakin besar ukuran dan komposisi dewan direksi akan
berdampak positif terhadap kinerja dan nilai perusahaan jika
komposisi dewan direksi lebih banyak didominasi oleh dewan
direksi yang berasal dari luar perusahaan dan kinerja serta nilai
perusahaan akan rendah jika ukuran dan komposisi dewan
direksi berasal dari dalam perusahaan.

Dewan direksi ditunjuk langsung oleh pemegang saham/


pemilik usaha yang diberi wewenang dan tanggung jawab penuh
tidak hanya untuk menjalankan kegiatan usahanya dalam
menghasilkan kinerja sesuai dengan harapan pemilik usaha
76

tetapi juga harus mampu menyesuaikan kepentingan antara


pemilik usaha dengan pengelola perusahaan. Variabel ini diukur
dengan menggunakan indikator persentase jumlah anggota
dewan direksi yang ada dalam perusahaan. Seperti yang
digunakan dalam penelitian Oktaviani, dkk (2015) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

DDR=∑ DDR

Keterangan:

DDR : Dewan Direksi


∑ DDR : Jumlah Anggota Dewan Direksi yang Ada
Dalam Perusahaan.

3.8.2.5.2 Dewan Komisaris

Fungsi utama dewan komisaris menurut Indonesian Code


For Corporate Governance adalah memberikan supervisi
kepada direksi dalam menjalankan tugasnya dan berkewajiban
memberikan pendapat serta saran apabila diminta direksi. Dalam
menjalankan tugasnya anggota dewan komisaris harus bersikap
independen. Artinya, dalam keanggotaan dewan komisaris harus
terdapat anggota dari luar perusahaan yang independen. Dewan
Komisaris diartikan sebagai arti dari suatu kepemilikan
perusahaan. dewan komisaris adalah puncak dari sistem
pengelolaan internal suatu perusahaan, dan memiliki peranan
terhadap aktivitas pengawasan.

Melalui peranannya dalam menjalankan fungsi pengawasan,


komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam
menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu
laporan laba yang berkualitas, Boediono (2005). Fungsi
monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi
oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris, Siallagan dan
77

Machfoedz (2006). Dengan adanya dewan komisaris dapat


terjadi keseimbangan dalam perusahaan. Dewan komisaris
dalam penelitian ini dapat dihitung dengan jumlah komisaris
Independen, Oktaviani, dkk. (2015) dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

DKM=∑ DKM

Keterangan:

DKM : Dewan Komisaris


∑ DKM : Jumlah Anggota Dewan Komisaris
Independen yang Ada Dalam Perusahaan.

3.8.2.5.3 Komite Audit

Salah satu penerapan good corporate governance dapat


dilakukan melalui mekanisme monitoring, salah satunya adalah
membentuk komite audit sebagai pengawas perusahaan, Jao dan
Pagalung (2011). Komite audit bertugas untuk mengawasi
proses laporan keuangan untuk menjaga kepentingan
shareholder dan stakeholder. Komite audit memberikan
pengawasan independen atas proses pelaporan keuangan
perusahaan, pengendalian internal, dan auditor independen.
Dengan adanya pengawasan dari dewan komite audit, maka
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan lebih
informatif dan berkualitas.

Komite audit meningkatkan kemampuan dewan untuk


berfokus secara intensif dan tidak menggunakan biaya relatif
mahal (tanpa melibatkan dewan utama secara penuh) pada
fungsi pelaporan keuangan yang berkaitan dengan perusahaan,
Muid (2009). Komite audit dalam penelitian ini dapat dihitung
dengan jumlah komite audit, Oktaviani, dkk. (2015) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
78

KAU =∑ KAU

Keterangan:

KAU : Komite Audit


∑ KAU : Jumlah Anggota Komite Audit yang Ada
Pada Perusahaan.

3.8.2.6. Alokasi Pajak Antar Periode

Proses untuk mengasosiasikan pajak penghasilan dengan laba


dimana pajak itu dikenakan disebut alokasi pajak, Hapsari (2014).
Alokasi pajak antar periode menerapkan hasil penerapan konsep
akuntansi akrual yang tercermin dari jumlah beban dan penghasilan
pajak tangguhan yang dilaporkan bersamaan dengan beban pajak
kini dalam laporan laba rugi, Romasari (2013). Cara untuk
menggabungkan pajak penghasilan dengan laba dimana pajak
disebut dengan alokasi pajak. Karena tarif pajak penghasilan yang
terus berubah-ubah dari waktu ke waktu maka diperlukan metode
alokasi untuk memperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten
terhadap pajak penghasilan tersebut serta penyajiannya dalam
laporan keuangan, Hapsari (2014).

Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku ini


diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena
pajak dan laba akuntansi. Alokasi pajak antar periode diukur dengan
jumlah penghasilan dan beban pajak tangguhan yang dilaporkan
dalam laba rugi, kemudian membaginya dengan jumlah laba
akuntansi sebelum pajak, skala data yang digunakan dengan rasio.
Dengan rumus, Afni, dkk. (2014):

BPT it PPT it
ALPA 1it = ALPA 2it =
LSPit LSPit

Keterangan:
79

ALPA 1it: Alokasi Pajak Antar Periode Untuk Perusahaan i yang


Melaporkan Beban Pajak Tangguhan Untuk Tahun t
ALPA 2it: Alokasi Pajak Antar Periode Untuk Perusahaan i yang
Melaporkan Penghasilan Pajak Tangguhan Untuk
Tahun t
BPT it : Beban Pajak Tangguhan Perusahaan i Pada Tahun t
PPT it : Penghasilan Pajak Tangguhan Perusahaan i Untuk Tahun t
LSPit : Laba (Rugi) Sebelum Pajak Perusahaan i Pada Tahun t
DAFTAR PUSTAKA

A Chariri dan Imam Ghozali. 2007. “Teori Akuntansi”. Semarang : Universitas


Diponegoro.

Adrian Sutedi. 2011. “Good Corporate Governance”. Jakarta : Penerbit Sinar


Grafika.

Adriani, I. 2011. “Pengaruh Investment Opportunity Set dan Mekanisme


Corporate Governance terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”.
Semarang : Universitas Diponegoro.

Afni, Sri Mala dkk. 2014. “Pengaruh Persistensi Laba, Alokasi Pajak Antar
Periode, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Laba, dan Profitabilitas
Terhadap Kualitas Laba”. Jurnal JOM FEKON Vol. 1, No. 2.

Agustina, Christin dan Susi Dwi Mulyani. 2017. “Pengaruh Remunerasi Dewan
Direksi, Leverage Dan Efektivitas Komite Audit Terhadap Kualitas Laba
Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderasi”. Universitas
Trisakti, Jurnal Akuntansi Trisakti Volume. 4 Nomor. 2 September 2017 :
227-244 ISSN: 2339-0832.

Ahmad, A.W. dan Y. Septriani. 2008. “Konflik Keagenan : Tinjauan Teoritis Dan
Cara Menguranginya”. Jurnal akuntansi & manajemen.

Aiisah, Nurul dan Pamudji Sugeng. 2012. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan Peusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan
Perusahaan, Ukuran Perusahaan terhadap Kecenderungan Penerimaan Opini
Audit Going Concern”. Universitas Diponegoro, Semarang.

Alkartobi, Mufti Zakwan. 2017. “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


Koefisien Respon Laba”. Banten : UIN Syarif Hidayatullah.

Amelia, Novi 2013. “Pengaruh Risiko Sistematis Dan Kesempatan Bertumbuh


Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Akuntansi 1(2).
81

Angkoso, Nandi. 2006. “Teori Keuangan dan Pasar Modal”. Yogyakarta :


Penerbit BPFE.

Ardianti, Reza. 2018. “Pengaruh Alokasi Pajak Antar Periode, Persistensi Laba,
Profitabilitas, Dan Likuiditas Terhadap Kualitas Laba (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2012-2016)”. Jurnal
Akuntansi 6(1):88-105.

Arisonda, Redy. 2018. “Pengaruh Struktur Modal, Likuiditas, Pertumbuhan Laba,


Ukuran Perusahaan Dan Invesment Opportunity Set (Ios) Terhadap Kualitas
Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei”. STIE AUB :
Surakarta. ADVANCE Vol.5 No.2 Edisi Desember 2018 ISSN 2337-5221.

Awat, Napa J. 2009. “Manajemen Keuangan Pendekatan Matematis”. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama.

Baridwan, Zaki. 2004. “Intermediate Accounting”. Edisi Kedelapan. Yogyakarta :


Penerbit BPFE.

Barley, Richard A, Stewart C. Myers, dan Alan J. Marcus. 2007. “Dasar-dasar


Manajemen Keuangan Perusahaan”. Jilid 2. Edisi Kelima. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Basri, Yessi Mutia, Vince Ratnawati, dan Sri Mala Afni 2014. “Pengaruh
Persistensi Laba, Alokasi Pajak Antar Periode, Ukuran Perusahaan,
Pertumbuhan Laba Dan Profitabilitas Terhadap Kualitas Laba (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2010-2012)”.
Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau 1(2).

Belkaoui, Ahmed Riahi. 2012. “Accounting Theory”. Edisi Kelima. Jakarta :


Salemba Empat.

Boediono, Gideon 2005. “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate


Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis
Jalur”. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo.

Brigham, Eugene F dan Joel F Houston. 2001. “Manajemen Keuangan”. Jakarta:


Penerbit Erlangga.
82

Collins, Daniel W, Kothari, S.P. 1989. “An Analysis of Intertemporal and Cross-
Sectional Determinants of Earnings Response Coefficient”. Journal of
Accounting and Economics, 11(2-3), pp: 143-181.

Connelly, Brian L, S Trevis Certo, R Duane Ireland, and Christopher R Reutzel.


2011. “Signaling Theory: A Review and Assessment. Journal of
Management”. USA: Auburn University.

Dachi, Barugamuri dan Herawaty, Vinola. 2017. “Analisis Pengaruh Corporate


Governance, Investment Opportunity Set dan Kualitas Audit Terhadap
Kualitas Laba Yang Dimoderasi Oleh Implementasi Ifrs”. Jurnal Magister
Akuntansi Trisakti. Jakarta : Universitas Trisakti. ISSN : 2339-0859 Vol. 4
No. 2, September : 95-128.

Daniri, Mas Achmad. 2005. “Good Corporate Governance, Konsep dan


Penerapannya Dalam Konteks Indonesia”. Jakata: PT Ray Indonesia

Dewi, Olla Ariska. 2019. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan


Institusional, Dan Komisaris Independen Terhadap Kualitas Laba”. Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas : Surabaya.

Dewi, Welia Riyanti. 2017. “Pengaruh Leverage, Growth, dan Mekanisme Good
Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba. Universitas Mahasarawati
Denpasar.

Dira, Kadek Prawisanti dan Astika, Ida Bagus Putra. 2014. “Pengaruh Struktur
Modal, Likuiditas, Pertumbuhan Laba, dan Ukuran Perusahaan Pada
Kualitas Laba”. E-Jurnal Akuntansi. Bali : Universitas Udayana 7.1: 64-78
ISSN: 2302-8556.

Effendi, Muh. Arief. 2009. “The Power of Good Corporate Governance: Teori
dan Implementasi”. Jakarta: Salemba Empat.

Elvina dan Dewi Ratnaningsih. 2014. “Pengaruh Status Pembayaran Dividen


Tunai Terhadap Kualitas Laba”. Jurnal Akuntansi. Yogyakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Fathussalmi, dkk. 2019. “Pengaruh Investment Opportunity Set dan Corporate


Governance Terhadap Kualitas Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan
83

Manufaktur yang Listing di BEI tahun 20112015)”. Universitas Bung Hatta,


Vol. 3 No. 2, Hlm: 124-138, Desember 2019.

Fitriani, D. A. N. dan M. Syafruddin. 2015. “Pengaruh Pembayaran Dividen


Terhadap Kualitas Laba”. Jurnal Akuntansi. Semarang : Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Gea, Marinus. 2014. “Peran GCG Dan Struktur Kepemilikan Dalam Mendeteksi
Manajemen Laba Melalui Discreationary Revenue”. Jurnal TEKUN.
Yogyakarta : Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Vol.V No.02.

Ghozali, Imam. 2016. “Aplikasi Analisis Multivarite dengan Program SPSS”.


Edisi Tujuh. Semarang: UNDIP.

Haggi, Ismail. 2016. “Pengaruh Size Perusahaan, Investment Opportunity Set,


Leverage, Likuiditas, Pertumbuhan Laba dan Profitabilitas terhadap
Kualitas Laba”. Riau : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.

Hans, Hartikahadi. 2012. “Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS


Buku 1”. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

Hapsari, A. N. S. dan S. S. Santoso. 2015. “Analisis Dividen Sebagai Indikator


Kualitas Laba Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Akuntansi, Keuangan dan
Perbankan. Salatiga : Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Kristen
Satya Wacana.

Hapsari, Dwinda. 2014. “Pengaruh Risiko Sistematik, Persistensi Laba, dan


Alokasi Pajak Antar Periode Terhadap Earnings Response Coefficient
(ERC)”. Jurnal Akuntansi Universitas Negeri Padang.

Harahap, Sofyan Syafri. 2002. “Akuntansi Aktiva Tetap”. Jakarta : Penerbit Bumi
Aksara.

Harahap, Sofyan Syafri 2009. “Analisis Kritis Laporan Keuangan”. Jakarta :


Rajawali Pers.
84

Harahap, Sofyan Syafri. 2011. “Analisis Kritis atas Laporan Keuangan”. Jakarta :


PT Raja Grafindo.

Hariati, I dan Y.W. Rihaningtyas. 2015. “Pengaruh Tata kelola Perusahaan dan
Kinerja Lingkungan Terhadap Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional
Akuntansi 18. Medan.

Harnanto. 2003. “Akuntansi Keuangan Menengah”. Buku 2 Edisi 2003/2004.


Yogyakarta : Penerbit BPFE.

Herianto, 2013. “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba.


Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Makassar : Universitas Hasanuddin.

Hery. 2009. “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.

Hery. 2013. “Akuntansi Dasar 1 dan 2”. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Indrawan, Reggy. 2018. “Pengaruh Pengungkapan Segmen dan Investment


Opportunity Set Terhadap Kualitas Laba”. Lampung : Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung.

Indrawati, Novita dan Yulianti, Lilla. 2010. “Mekanisme Corporate governance


dan Kualitas Laba”. Pekbis Jurnal, Vol. 2, No. 2, Juli.

Irawati, Dian Eka. 2012. “Pengaruh Struktur Modal, Pertumbuhan Laba, Ukuran
Perusahaan Dan Likuiditas Terhadap Kualitas Laba”. Universitas Negri
Semarang : Accounting Analysis Journal.

Irmayanti, A. 2011. “Pengaruh Investment Opportunity Set dan Makanisme


Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba Dan Nilai Perusahaan”.
Semarang : Universitas Semarang.

Islahuzzaman. 2012. “Istilah-Istilah Akuntansi dan Auditing”. Jakarta : PT. Bumi


Aksara.
85

Jao, Robert dan Pagalung, Gagaring. 2011. Corporate Governance, Ukuran


Perusahaan, dan Leverage Terhadap Manajemen Laba Perusahaan
Manufaktur Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing. Volume 8, No.1: hal
1-94.

Jensen, Michael C., dan Wiliam H.M. 1976. “Theory of the Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Stucture”. Journal of Financial
Economics Vol. 3, No.4, pp. 305-360.

Jogiyanto, Hartono. 2007. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”. Edisi 5.


Yogyakarta : BPFE.

Jones, J.J. 1991. “Earnings Management During Import Relief Investigation”.


Journal of Accounting Research 29: 193-228.

Jumingan, S.E., MM., M.Si. 2006. “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta: Bumi
Aksara.

Kallapur, Sanjay dan Trombley, Mark A. 2001. “The Association Between


Investment Opportunity Set Proxies and Realized Growth”. Journal of
Bussiness and Accounting., Vol 26, April-May, pp 505-519.

Kallapur, Sanjay dan Trombley, Mark A. 2001. “The Investment Opportunity Set:
Determinants, Consequences and Measurement”. Managerial Finance. Vol
27, No 3, pp 3-15.

Kartina, Eti dan Nikmah. 2011. “Pengaruh Corporate Governance, Investment


Opportunity Set (IOS) terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”. Jurnal
Akuntansi. Bengkulu: Universitas Bengkulu. Vol 1, No 1, pp 92-121.

Kasmir. 2010. “ Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta : Penerbit PT Raja Grafindo


Persada.

Kawak, F. H. 2012. “Status Pembayaran Dividen Tunai Sebagai Indikator


Kualitas Laba Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2011)”. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
86

Kelly, M., 2003. “Four Ideas for Reforming Corporate Governance Post-Enron.
Business Ethics”. Corporate Social Responsibility Report.

Khafid, Muhammad 2012. “Pengaruh Tata Kelola Perusahaan (Corporate


Governance) Dan Struktur Kepemilikan Terhadap Persistensi Laba”. Jurnal
Dinamika Akuntansi Volume 4, No. 2, September, pp. 139-148.

Khafid, Muhammad dan Mukhibad, Hasan. 2014. “Apakah Kualitas Laba


Berbasis Akuntansi Berkontribusi Terhadap Market Outcomes?”. Jurnal
Keuangan dan Perbankan, Vol. 20, No. 1. Hlm. 42-49.

Kieso, Donald E. dan Jerry J. Weygandt. 2002. “Akuntansi Intermediate”. Jilid 3.


Jakarta : Erlangga.

Kieso, Donald E. dkk. 2002. “Akuntansi Intermediate”. Edisi 10. Jakarta :


Erlangga.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. “Pedoman Umum Good


Corporate Governance”. http://knkg-indonesia.com.

Laoli dan Herawaty. 2019. “Pengaruh Profitabilitas, Growth, Leverage, Operating


Cycle Dan Prudence Terhadap Kualitas Laba Dengan Firm Size Sebagai
Variabel Moderasi”. Universitas Trisakti, Seminar Nasional Cendekiawan
ke 5 Tahun 2019, ISSN (P) : 2460 – 8696.

Linna dan Isnawati. 2008. “Pengaruh Rasio Kinerja Bank Terhadap Pertumbuhan
Laba Pada Bank Umum Swasta Nasional”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia
Vol. II No.1 :5.

Mahari, Ardhyayuda Patria dan Purwanto, Agus. 2016. “Pengaruh Dividen dan
Status Pembayaran Dividen Tunai Terhadap Kualitas Laba Perusahaan
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2010-2014)”. Semarang : Universitas Diponegoro.

Marisatusholekha dan Budiono, Eddy. 2015. “Pengaruh Komisaris Independen,


Reputasi KAP, Persistensi Laba, Dan Struktur Modal Terhadap Kualitas
Laba (Studi pada Perusahaan Telekomunikasi yang Terdaftar di BEI 2009-
2013)”. Universitas Telkom, Volume 19, Nomor 1, 2015.
87

Masruroh, Aulia. 2016. “Pengaruh Status Gizi, Konsumsi Pangan Dan Fasilitas.


Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika”. Jurnal Formatif 6(3): 220.

Mayogi, Dien Gusti dan Fidiana. 2016. “Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan


Dividen Dan Kebijakan Utang Terhadap Nilai Perusahaan”. Jurnal Ilmu dan
Riset Akuntansi : Volume 5, Nomor 1, Januari 2016. ISSN : 2460-0585.

Monks, Robert A.G, dan Minow, N. 2003. “Corporate Governance”. 3rd Edition,
Blackwell Publishing.

Muid, Dul. 2009. “Pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas


laba”. Fokus Ekonomi : Jurnal Ilmiah Ekonomi 4(2).

Munawir. 2010. “Analisa Laporan Keuangan”. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Myers, Stewart C. 1986. “The Determinants of Corporate Borrowing”. Journal of


Financial Economics. Vol 5, No 2, pp 147-175. USA: Massachusetts
Institute of Technology.

Ningrum, Indah Setiya. 2019. “Pengaruh Good Corporate Governance, Struktur


Modal Dan Pertumbuhan Laba Terhadap Kualitas Laba (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur Sektor Dasar dan Kimia Yang Terdaftar Di Indeks
Saham Syariah Indonesia Tahun 2015-2017)”. FEBI Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung.

Nurhanifah, Yoga Anisa dan Jaya, Tresno Eka. 2014. “Pengaruh Alokasi Pajak
antar Periode, Investment Opportunity Set dan Likuiditas terhadap Kualitas
Laba”. Jurnal Ilmiah Wahana Akuntansi. Jakarta : Universitas Negeri
Jakarta.Vol 9, No 2, pp 109133.

Oktadella, D. 2011. “Analisis Corporate Governance Terdahap Integritas Laporan


Keuangan”. Semarang : Unversitas Diponegoro Semarang.

Oktarya, Eka, Lili Syafitri, dan Trisnadi Wijaya. 2014. “Pengaruh Pertumbuhan
Laba, Investment Opportunity Set, Leverage dan Ukuran Perusahaan
terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEI”. Palembang: STIE Multi Data Palembang.
88

Oktaviani, dkk. 2015. “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kualitas


Laba Dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening”. Universitas
Riau : Jurnal SOROT, Volume 10, Nomor 1, April 2015 halaman 1 – 142.

Pangestika, Selly Widia. 2019. “Pengaruh Growth Opportunity, Ukuran


Perusahaan, dan Leverage Terhadap Kualitas Laba. Yogyakarta : STIE
YKPN.

Paulus, Christian. 2012. “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas


Laba”. Jurnal akuntansi. Semarang : Universitas Diponegoro.

Penman, S.H. 2001. “On Comparing Cash Flow and Accrual Accounting Models
For Use in Equity Valuation”. Singapore: Mc Graw Hill international.

Pitria, Eka. 2017. “Pengaruh Kesempatan Bertumbuh, Leverage Dan Profitabilitas


Terhadap Kualitas Laba. (Studi Empiris pada Seluruh Perusahaan yang
Terdaftar di BEI Selama Periode 2010-2014)”. Jurnal Akuntansi 5(1).

Polancik, Gregor. 2009. “Empirical Research Method Poster”. Jakarta: Penerbit


Rahim.

Primasari, Bardarita P. 2011. “Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial,


Kepemilikan Institusional, dan Keputusan Pendanaan terhadap Nilai
Perusahaan. (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di
BEI Periode 2007-2009)”. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Puspitawati, dkk. 2019. “Pengaruh Pertumbuhan Laba Dan Mekanisme Good


Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba”. Universitas
Mahasaraswati Denpasar : Seminar Nasional INOBALI 2019.

Rahmah, T.A. 2015. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance


Terhadap Kualitas Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Go
Public Terdaftar di ISSI Periode 2011-2014)”.

Rahmawati. 2012. “Teori Akuntansi Keuangan”. Yogyakarta : Penerbit Graha


Ilmu.
89

Reyhan, Arief. 2014. “Pengaruh Komite Audit, Asimetri Informasi, Ukuran


Perusahaan, Pertumbuhan Laba dan Profitabilitas Terhadap Kualitas Laba
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2009-2010)”.
JOM FEKON, 1(2):1-17.

Riahi, Ahmed dan Belkaoui. 2012. “Teori Akuntansi”. Jakarta : Penerbit Salemba
Empat.

Rizky Indra Pradita. 2009. “Pengaruh Alokasi Pajak Antar Periode, Persistensi
Laba, Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan Terhadap Koefisien Respon
Laba”. Jakarta : STIE Perbananas.

Rohmah, Amalia Nur. 2017. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan,


Leverage Keuangan, dan Good Corporate Governance Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEI Tahun 2013-2015)”. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Romasari, Sonya. 2013. “Pengaruh Persistensi Laba, Struktur Modal, Ukuran


Perusahaan, Dan Alokasi Pajak Antar Periode Terhadap Kualitas Laba”.
Jurnal akuntansi.

Ross, et al. 2008. “Corporate Finance Fundamental”. Edisi siciliano. Singapore:


Mc Graw Hill international.

Samryn. 2012. “Pengantar Akuntansi Mudah Membuat Jurnal Dengan Pendekatan


Siklus Transaksi”. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Samsul, Mohamad. 2015. “Pasar Modal dan Manajmen Portofolio”. Surabaya :


Penerbit Erlangga h.119.

Sari, Fifit Yofita. 2018. “Pengaruh Keahlian Komite Audit, Dan Jumlah
Komisaris Independen Terhadap Kualitas Laba Dengan Manajemen Laba
Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di BEI”. STIE YKPN : Yogyakarta.

Scott, William R. 2009. “Financial Accounting Theory”. 5th Ed. Canada:


Prentice-Hall.
90

Sefrita, Winda. 2011. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Pertumbuhan


Laba Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan Real Estate and Property
yang Terdaftar di BEI”. Riau : Universitas Riau.

Selfi, Hadi Anggraeni F. 2014. “Mekanisme corporate governance dan kinerja


keuangan pada perusahaan yang mengalami financial distres”. Jurnal Ilmu
& Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4.

Septyana, Festy Vita. 2011. “Pengaruh Alokasi Pajak Antar Periode Berdasarkan
PSAK No 46 Terhadap Koefisien Respon Laba”. Universitas Diponegoro :
Semarang.

Shobriati, Ikrima dan Siregar, Sylvia Veronica Nalurita Purnama. 2016.


“Pengaruh Tingkat Adopsi IFRS dan Proteksi Investor Terhadap Persistensi
Laba: Analisis Lintas Negara Emerging Markets”. Jurnal Manajemen
Teknologi, Vol. 15, No. 3.

Siallagan, Hamonangan dan Mas’ud Machfoedz. 2006. “Mekanisme Corporate


Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional
Akuntansi IX. Hal 1-23. Padang.

Sihotang, Jonathan Bestwan. 2017. “Pengaruh Komisaris Independen, Komite


Audit, Dewan Direksi, Komite Tata Kelola Terintegrasi Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan Konglomerasi (Studi Empiris Pada Perusahaan
Perbankan Konglomerasi Periode Tahun 2013-2016)”. Lampung : Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Sirait, Febriela. 2012. “Hubungan Pembagian Dividen Dengan Kualitas Laba


Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Depok: Universitas
Indonesia.

Sirait, Febriela. 2013. “Dividend payment and earnings quality : evidence from
Indonesia”. International Journal of Accounting and Information
Management. Depok: Universitas Indonesia. Vol.22 No.2.

Siswanto, Sutojo & Aldridge, E. Jhon. 2005. “Good Corporate Governance”.


Jakarta : PT. Damar Mulia Pustaka.
91

Soly dan Wijaya. 2017. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba”.


Universitas Trisakti : Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 19 No.1 Juni 2017.

Sonya, Romasari. 2013. “Pengaruh Persistensi Laba, Struktur Modal, Ukuran


Perusahaan dan Alokasi Pajak Antar Periode Terhadap Kualitas Laba”.
Padang : Universitas Negeri Padang.

Suaryana, Agung. 2007. “Pengaruh komite audit terhadap kualitas laba”. Jurnal
Ilmiah Akuntansi dan Bisnis 2(1).

Subekti, Imam dan Kusuma, Indra Wijaya. 2001. “Asosiasi antara Set
Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Pendanaan dan Dividen
Perusahaan serta Implikasinya pada Perubahan Saham”. Simposium
Nasional Akuntansi III, pp.820-850.

Subramanyam dan Wild, Jhon 2010. “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta :


Salemba Empat.

Sugiarto. 2009. “Struktur Modal, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Permasalahan


Keagenan dan Infomasi Asimetri”. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


R & D”. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


kualitatif, dan R&D”. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Bisnis”. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sugiyono. 2010. “Statistika Untuk Penelitian”. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sugiyono. 2013. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D”. Bandung:


Penerbit Alfabeta.

Sugiyono. 2017. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D”. Bandung:


Penerbit Alfabeta.
92

Suhartono E. 2002. “Pengaruh Pengumuman Dividen Terhadap Asimetri


Informasi”. Dalam kompak No. 6 September Hal.328-340.

Sukawati, Agustina Sukalih. 2019. “Pengaruh Status Pembayaran Dividen Tunai


Terhadap Kualitas Laba dengan Risiko Keuangan dan Ukuran Perusahaan
Sebagai Variabel Kontrol (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2016)”. Lampung :
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Sukmawati, S., Kusmuriyanto dan Agustina, L. 2014. “Pengaruh Struktur Modal,


Ukuran Perusahaan, Likuiditas dan Return On Asset Terhadap Kualitas
Laba”. Accounting Analysis Journal, 3(1): 26-33.

Supangat, Andi. 2007. “Statistika Dalam Kajian Deskriptif, Inferensial, dan.


Nonparametik”. Edisi Pertama, Jakarta : Penerbit Kencana.

Suranta, E., & Midiastuty, P.P (2003). “Analisis Struktur Kepemilikan Manajerial,
Nilai Perusahaan dan Investasi dengan Model Persamaan Simultan Linier”.
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.

Suryanto, Tulus. 2016. “Pengaruh Accounting Disclousure, Accounting


Harmonization dan Komite Audit Terhadap Kualitas Laba (Studi Pada
Perusaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI), Jurnal Akuntansi Volum XX,
No 02.

Sutopo, B. 2009. “Manajemen Laba dan Manfaat Kualitas Laba dalam Keputusan
Investasi”. Solo : Universitas Negeri Solo.

Syarif, Firman dan Daniel Anka Utama Pasaribu. 2015. “Pengaruh tingkat
konvergensi IFRS dan perlindungan bagi investor terhadap kualitas laba
pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek negara: Indonesia,
Malaysia, Singapura, dan India”. Simposium Nasional Akuntansi XVIII:1-
22.

Syarifulloh, R dan Wayudin, A. 2016. “Determinan Koefisien Respon Laba”.


Accounting Analysis Journal, 5(1): 1-9.
93

Teoh, Siew Hong. dan TJ Wong. 1993. “Perceived Auditor Quality and The
Earnings Response Coefficient”. The Accounting Review, 88, 2, pp. 346
366.

Tiolemba, Noviyanti dan Erni Ekawati. 2008. “Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Koefisien Respon Laba pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEJ”. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan. Vol 4, No. 2,
Agustus. hal: 100-115.

Triwahyuningtias, M. dan Muharam, H. 2012. “Analisis Pengaruh Struktur


Kepemilikan, Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas, dan
Leverage Terhadap Terjadinya Financial Distress (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010).
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 1, No. 1, h. 1-14.

Utama, G.P. 2013. “Dividen Tunai dan Kualitas Laba (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003-
2012)”. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.

Utami, Tri dan Kusuma, Indra Wijaya. 2017. “Detirminan Kualitas Laba pada Isu
Pengadopsian Internasional Financial Reporting Standard: Data dari Asia”.
Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. 18, No. 1.

Wah, Lai Kam. 2002. “Investment Opportunity Set and Audit Quality”. Journal of
accounting and economics.

Wahyudi, Johan. 2010. “Pengaruh Pengungkapan Good Corporate Governance,


Ukuran Dewan Komisaris dan Tingkat Cross-Directorship Dewan terhadap
Nilai Perusahaan”. Semarang : Universitas Diponegoro Semarang.

Warianto, P. 2013. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Struktur Modal, Likuiditas dan


Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.

Warianto, Paulina Ch. Rusiti. 2014. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Struktur


Modal, Likuiditas dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Kualitas
Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI”. Yogyakarta :
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Modus Vol. 6 (1):19-32.
94

Watts, R. L. 2003. “Conservatism in Accounting”. Part 1 : Explanations and


Implications. Accounting Horizons. Vol. 17, Iss. 3, September.

Widjaja, F.P dan Maghviroh, R.E. 2011. “Analisis Perbedaan Kualitas Laba dan
Nilai Perusahaan Sebelum dan Sesudah Adanya Komite Pada Bank-Bank
Go Public di Indonesia”. the indonesian accouning review, 1(2): 117-134.

Widmasari, Ni Wayan, dkk. 2019. “Pengaruh Investment Opportunity Set, Komite


Audit, Leverage Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kualitas Laba”.
Universitas Mahasaraswati Denpasar : Denpasar.

Wirartha, I Made. 2006. “Metode Penelian Sosial Ekonomi”. Yogyakrta : Penerbit


Andi.

Wiyono, Gendro. 2011. “Merancang Penelitian Bisnis dengan Alat Analisis SPSS.


17.0 & Smart PLS 2.0. Yogyakarta: Percetakan STIM YKPM.

Wulansari, Yenny 2013. “Pengaruh Investment Opportunity Set, Likuiditas Dan


Leverage Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di BEI”. Jurnal Akuntansi 1(2).

Yushita, dkk. 2013. “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Kualitas


Auditor Eksternal, Dan Likuiditas Terhadap Kualitas Laba”. Universitas
Negeri Yogyakarta, Jurnal Economia, Vol.9, No.2, Oktober.

Zaenal, Fanani. 2010. “Analisis Faktor-Faktor Penentu Persistensi Laba”. Jurnal


Akuntansi dan Keuangan Indonesia Vol. 7, No. 1.

Zarkasyi, Moh. dan Wahyudin. 2008. “Good corporate governance pada badan
usaha manufaktur, perbankan, dan jasa keuangan lainnya”. Bandung :
Penerbit Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai