Anda di halaman 1dari 74

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM, RPK,


ISOLASI SOSIAL, HALUSINASI, RESIKO BUNUH DIRI

DISUSUN OLEH :

NAMA : Natalia C L Warfandu

NIM : 17061012

KELAS : B/VII

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

T.A 2020

LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM


A. DEFINISI
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terus-menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan, waham adalah termasuk
gangguan isi pikiran, pasien meyakini dirinya bahwa dirinya adalah seperti apa yang
ada dalam isi pikirannya, waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan
beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita skizofernia.
Myers, dkk.(2017) menyatakan bahwa waham adalah keyakinan atau persepsi
palsu yang tetap tidak dapat diubah meskipun ada bukti yang membantahnya.
Gangguan proses proses pikir waham mengacu pada suatu kondisi seseorang yang
menampilkan satu atau lebih khayalan ganjil selama paling sedikit satu bulan. Waham
merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Klien menyakini bahwa dirinya adalah
seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya.
Waham merupakan gejala spesifik psikosis.Psikosis sendiri merupakan
gangguan jiwa yang berhubungan dengan ketidakmampuan seseorang dalam menilai
realita dan fantasi yang ada di dalam dirinya.Terlepas dari khayalan mereka, orang-
orang dengan gangguan waham mungkin terus bersosialisasi, bertindak secara
normal, dan perilaku mereka tidak selalu tampak aneh.

B. KLASIFIKASI
 Waham kebesaran Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya,
“Saya ini direktur sebuah bank swasta lho..” atau “Saya punya beberapa
perusahaan multinasional”.
 Waham curiga Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua memasukkan racun ke
dalam makanan saya”.
 Waham agama Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Kalau
saya mau masuk surga saya harus membagikan uang kepada semua orang.”
 Waham somatik Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu/terserang penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular ganas”, setelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tandatanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
 Waham nihilistik Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh”.

C. RENTANG RESPON

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis pikiran kadang Gangguan proses


Persepsi akurat menyimpang ilusi pikir: waham
Emosi konsisten Reaksi emosional halusinasi
Dengan berlebihan atau kesulitan
Pengalaman kurang memposes emosi
Perilaku sesuai Ilusi ketidakteraturan
Hubungan Perilaku aneh atau tak lazim, dalam perilaku
Sosial Menarik diri isolasi sosial

(sumber: Stuart, 2013)

D. TANDA GEJALAH
Gejala gangguan waham di bagi menjadi beberapa kategori, yaitu gejala
kognitif, afektif perilaku dan hubungan sosial dan gejala fisik.Gejala kognitif waham
mancakup ketidakmampuan dalam membedakan realita dan fantasi;kepercayaan yang
sangat kuat terhadap keyakinan pelsunya; memiliki kesulitas dalam berpikir realita;
dan ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
Kategori gejala afektif mencakup situasi yang tidak sesuai dengan kenyataan
dan afek tumpul. Karakter khas dari afek tumpul adalah tidak mengekspresikan
perasaan, baik secara verbal- dengan membicarakan kejadian emosional dengan cara
emotif- atau secara nonverbal- dengan menggunakan bahasa tubuh emosional,
ekspresi wajah atau gerak tubuh.
Kategori perilaku dan hubungan sosial mencakup hipersensifitas, depresif,
ragu-ragu, hubungan interpersonal dengan orang lain yang bersifat dangkal,
mengancam secara verbal, aktivitas tidak tepat, impulsi curiga dan pola pikir
stereotip. Selain gejala-gejala yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat gejala fisik
yang ditandai dengan kebersihan diri yang kurang, muka pucat, sering menguap,
turunnya berat badan dan nafsu makan, serta sulit tidur.

E. POHON MASALAH
Berdasarkan data yang diperoleh, ditetapkan bahwa diagnosis keperawatan waham
adalah:

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

Resiko kerusakan komunikasi verbal

Perubahan proses pikir :waham

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


kronis

F. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
1. Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizoprenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan
skizoprenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock
(1998) antara lain :
1. Anti Psikotik
Jenis – jenis obat antipsikotik antara lain :
 Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premedikasi dalam anestesi, dan
mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal 3 x
25mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis
tinggi 1000mg/hari secara oral.
 Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organic, dan gangguan psikotik
menarik diri, dosis awal 3 x 1mg, dan bertahap dinaikkan sampai
50mg/hari.
 Haloperidol
Untuk ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis , dan mania,
dosis awal 3 x 0,5mg sampai 3mg.
2. Anti Parkinson
 Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme dan untuk menghilangkan
reaksi ekstrapiramidal akibat obat.Dosis yang digunakan 1-
15mg/hari.
 Difenhidramin
Dosis yang diberikan 10-400mg/hari.
3. Anti Depresan
 Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan
somatic.Dosis 75-300mg/hari.
 Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi
neurotic.Dosis awal 25mg/hari, dosis pemeliharaan 50-75mg/hari.
4. Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengontrol ansietas, kelainan
somatroform, keluhan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan
sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat-obat yang termasuk
anti ansietas antara lain :
- Fenobarbital 16-320mg/hari
- Meprobamat 200-2400mg/hari
- Klordiazepoksida 15-100mg/hari
b. Penatalaksanaan keperwatan
1. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan
saling percaya.Terapi individu lebih efektif daripada terapi kelompok.Terapis
tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus
menerus membicarakan tentang wahamnya.Terapis harus tepat waktu, jujur,
dan membuat perjanjian seteratur mungkin.Tujuan yang dikembangkan
adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Terapis perlu
menyatakan kepada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan
menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif.
Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes
realistis.
Terapi harus bersikap empati terhadap pengalaman internal klien dan
harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien sehingga mampu
menghilangkan ketegangan klien.Dalam hal ini tujuannya adalah membantu
klien memiliki keraguan terhadap persepsinya.Saat klien menjadi kurang kaku,
perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat
timbul.Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi,
suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terapeutik
dapat dilakukan.
2. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien,
sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat
dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS WAHAM

A. PENGKAJIAN
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham, yaitu pasien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan, atau kekayaan luar biasa,
serta pasien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok
orang. Selain itu, pasien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam
tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan
orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur,
tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis
sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, dan gelisah. Menurut Kaplan dan
Sadock (1997) beberapa hal yang harus dikaji antara lain sebagai berikut.
1. Status mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal,
kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Suasana hati (mood) pasien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga.
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas
diri dan mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya
kualitas depresi ringan.
f. Pasien dengan waham tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap
kecuali pada pasien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa pasien
kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
2. Sensorium dan kognisi (Kaplan dan Sadock, 1997)
a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki
waham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif pasien dengan utuh (intact).
c. Pasien waham hampir seluruh memiliki daya tilik diri (insight) yang jelek.
d. Pasien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya,
keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi pasien
adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang, dan yang
direncanakan.
Tanda dan gejala waham dapat juga dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kognitif
1. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
2. Individu sangat percaya pada keyakinannya.
3. Sulit berpikir realita.
4. Tidak mampu mengambil keputusan.
b. Afektif
1. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Afek tumpul
c. Perilaku dan hubungan sosial
1. Hipersensitif
2. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
3. Depresif
4. Ragu-ragu
5. Mengancam secara verbal
6. Aktivitas tidak tepat
7. Streotif
8. Impulsif
9. Curiga
d.Fisik
1. Kebersihan kurang
2. Muka pucat
3. Sering menguap
4. Berat badan menurun
5. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

PERENCANAAN
Tujuan (Tuk/Tum) Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
TUM: 1. Ekspresi wajah bersahabat, 1.1 bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya
Klien secara bertahap menunjukkan rasa senang, mengemukakan prinsip kamunikasi merupakan dasar untuk
mampu berhubungan ada kontak mata, mau terapeutik: memperlancar interaksi yang
dengan realitas atau berjabat tangan, mau a. Mengucapkan salam terapeutik. selajutnya akan dilakukan.
kenyataan menyebutkan nama, Sapa klien dengan ramah, baik Tindakan akan mambina klien
menjawab salam, klien mau verbal ataupun non verbal dalam berinteraksi secara baik
TUK 1: duduk berdampingan dengan b. Berjabat tangan dengan klien dan benar, sehingga klien
Klien dapat membina perawat, mau mengutarakan c. Perkenalkan diri dengan sopan bersedia mengungkapkan isi
hubungan saling percaya masalah yang dihadapinya, d. Tanyakan nama lengkap klien dan hatinya.
tidak menunjukkan tanda- nama panggilan yang disukai klien
tanda kesurigaan, mau e. Jelaskan tujuan pertemuan
menerima bantuan dari f. Membuat kontrak topik, waktu dan
perawat. tempt setiap klai bertemu klien
g. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
h. Beri perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
1.2 Jangan membantah dan mendukung
waham klien
a. Katakan bahwa perawat menerima Meningkatkan orientasi klien
keyakinan klien terhadapp realita serta
b. Katakan bahwa perawat tidak meningkatkan rasa percaya
mendukung keyakinan klien klien pada perawat.
1.3 Yakinkan klien bahwa ia dalam
keadaan aman dan terlindungi
a. “anda berada ditempat aman dan Suasana lingkungan yang
terlingdung.” bersahabat turut mendukung
b. Gunakan keterbukaan dan kejujuran komunikasi terapeutik.
dan jangan meninggalkan klien
dalam keadaan sendiri
1.4 Observasi apakah waham menggangu
aktivitas sehari-hari dan perawatan diri
klien Mengetahui penyebab waham
curiga dan intervensi yang
selanjutnya akan dilakukan
oleh klien.
TUK 2: Kriteria Evaluasi: 2.1 Berikan pujian pada penampilan dan Penguatan (reinforcement)
Klien dapat 1. Klien dapat mempertahankan kemampuan klien ang realistis positif dapat meningkatkan
mengidentifikasi aktivitas sehari-hari 2.2 Diskusikan bersama dengan klien kemampuan yang diliki klien
kemampuan yang 2. Klien dapat mengontrol menganai kemampuan yang dimiliki dan harga diri klien
dimilikinya. wahamnya klien dahulu dan saat ini
2.3 Tanyakan apa yang bisa dilakukan Klien terdorong untuk
(dikaitkan dengan hal seputar aktivitas memilih aktivitas, seperti
sehari- hari dan perawatan diri klien), sebelumnya tentang aktivitas
lalu anjurkan untuk melakukannya saat yang pernah dimiliki oleh
ini. klien.
2.4 Jika klien selalu berbicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai Dengan mendengarkan klien
kebutuhan waham tersebut tidak ada akan merasa lebij
atau klien berhenti membicarakan diperhatikan, sehingga klien
wahamnya. Perawat perlu akan mengungkapkan
memperhatikan bahwa klien sangat perasaannya.
penting
TUK 3: Kriteria Evaluasi: 3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari Observasi dapat digunakan
Klien dapat 1. Kebutuhan klien terpenuhi untuk mengetahui kebutuhan
mengidentifikasi 2. Klien dapat melakukan 3.2 Diskusikan kebutuhan klien waha yang klien
kebutuhan yang tidak aktivitas secara terarah tidak terpenuhi selama di rumah Dengan mengetahui
dimiliki. 3. Klien tidak menggunakan maupun di RS kebutuhan yang tidak
atau membicarakan 3.3 Menghubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi, perawat dapat
wahamnya terpenuhi dengan timbulnya waham mengetahui kebutuhan yang
akan diperlukan oleh klien
3.4 Tingkatkan aktivitas klien yang dapat waham.
memenuhi kebutuhan klien serta Dengan melakukan aktivitas,
aktivitas yang memerlukan waktu dan klien tidak akan lagi
tenaga menggunakan isi atau ide
3.5 Mengatur situasi agar klien tidak wahamnya
memiliki waktu untuk menggunakan Dengan situasi tertentu, klien
wahamnya akan dapat ,mengontrol
wahamnya.
TUK 4: Kriteria Evaluasi: 4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks Penguaan (reinforcement)
Klien dapat berhubungan 1. Klien dapat berbicara dengan realita (realitas diri, realitas orang lain, penting untuk meningkatkan
dengan realitas atau realitas serta realitas waktu dan tempat). kesadaran klien akan realitas.
kenyataan atau mampu 2. Klien dapat menyebutkan 4.2 Ikut sertakan klien dalam terapi Pujian dapat menaikkan harga
berorientasi dengan perbedaan pengalaman nyata kelompok dalam kaitannya dengan diri klien danmemotivasi klien
realitas secara bertahap dan pengalaman wahamnya orientasi realitas untuk meningkatkan kegiatan
3. Klien mengikuti terapi 4.3 Berikan pujian pada tiap kegiatan positifnya.
kelompok aktivitas (TAK). posirif yang dilakukan oleh klien
TUK 5: Kriteria Evaluasi: 5.1 Diskusikan dengan keluarga tentang: Perhatian dan pengertian dari
Klien mendapat dukungan 1. Keluarga dapat membina a. Gejala waham keluarga akan dapat
dari keluarga hubungan saling percaya b. Cara merawat membantu klien dalam
dengan perawat c. Lingkangan keluarga menngendalikan wahamnya.
2. Keluarga dapat menyebutkan d. Follow up dan obat
pengertian, tanda dan 5.2 Anjurkan keluarga melaksanakannya
tindakan perawat klien dengan bantuan perawat
dengan waham
TUK 6: Kriteria Evaluasi: 6.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga Obat dapat mengontrol
Klien dapat menggunakan 1. Klien dapat mengetahui tentang obat, dosis, frekuensi, efek waham klien dan dapat
obat dengan benar manfaat minum obat, samping obat dan akibat dari membantu penyambuhan klien
kerugian tidak minum obat penghentian obat.
2. Klien mengetahui nama, 6.2 Diskusikan perubahan perasaan klien Mengontrol kegiatan klien
warna, dosis, efek samping, setelah minum obta minum obat dan mencegah
efek terapi. 6.3 Berikan obat dengan prinsip 5 benar klien putus obat
3. Klien mendemostrasikan dan obseravsi setelah minum obat
penggunaan minum obat
dengan benar
4. Klien dapat
mendemontrasikan akibat
berhenti minum obat tanpa
berkonsultasi pada dokter
5. Klien dapat
mendemonstrasikan prinsip 5
benar dalam penggunaan
obat.
STRATEGI PELAKSANAAN TEORITIS

Strategi pelaksanaan terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:


1) Orientasi
 Salam terapeutik
 Memperkenalkan diri
 Evaluasi/validasi tindak lanjut pada pertemuan sebelumnya
 Membuat/memvalidasi kontrak (topik,waktu,tempat)
2) Kerja
3) Terminasi
 Evaluasi perasaan pasien setelah berbincang-bincang
 Evaluasi kemampuan pasien
 Tindak lanjut
 Kontrak untuk pertemuan yang akan dating (topik,waktu,tempat)

Strategi pelaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan gangguan proses piker: waham adalah sebagai berikut:
SP 1 : Membina hubungan saling percaya ; mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan ;
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
SP 2 :Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekannya.
SP 3 : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.
STRATEGI PELAKSANAAN WAHAM
SP I :BINA HUBUNGAN SALING PERCAYA

Pertemuan : I hari/tanggal : rabu, 17 september 2020

Nama pasien : Tn. A ruangan : lasallian

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Data subjetif:
- Ayah pasien mengatakan sudah 5 hari pasien mengunci diri dikamar dan tidak
mau berbicara dengan ayah dan adik perempuannya.
- Pasien mengatakan ada orang yang mengintai dirinya dan akan
membahayakan dia tapi pasien tidak tahu siapa orangnya.
- pasien mengatakan pasien menarik diri dari lingkungan sekitar sejak ibunya
meninggal secara mendadak karna serangan jantung sebulan yang lalu dan
pasien menganggap kematian ibunya tidak wajar.
- Pasien mengatakan sangat terpukul dengan peristiwa itu dan sering
menyalahkan dirinya tidak berguna sebagai anak laki-laki tertua yang tidak
bisa menjaga ibunya
- Pasien mengatakan Beberapa minggu setelah kejadian itu pasien mulai
mencurigai ada orang yang ingin mencelakai keluarganya, yang sebelumnya
menyebabkan kematian ibunya

Data objektif:
- Pasien tampak lebih senang berdiam diri dikamarnya dan menolak bertemu
dengan orang lain selain perawat
- Pasien terlihat waspada setiap saat karna khawatir orang itu akan
mencelakainya.
- Pasien tampak melirik ke kira dan kanan setiap kali diajak bicara

2. Diagnose keperawatan
waham

3. Tujuan
TUM :
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
TUK I :
Pasien dapat membina hubungan saling percaya.

4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan mengemukakan prinsip komunikasi
terapeutik:
o Mengucapkan salam terapeutik, sapa pasien dengan ramah, baik verbal
ataupun nonverbal
o Berjabat tangan dengan pasien
o Perkenalkan diri dengan sopan
o Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai
pasien
o Jelaskan tujuan pertemuan
o Membuat kontak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
o Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
o Beri perhatian kepada pasien dan perhatian kebutuhan dasar pasien.

B. Strategi pelaksanaan
1. Fase orientasi :
a. Salam terapeutik
Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya ike (sambal berjabat tangan), saya
mahasiswa praktek universitas katolik de la salle manado yang akan dinas
diruangan lasallian ini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam
07.00-14.00 siang. Saya akan merawat bapak selama dirumah sakit ini. Nama
bapak siapa? Bapak A, bapak senang dipanggil siapa? Bapak A. nanti kalua
bapak perlu bantuan bisa panggil saya
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Tidak tahu, saya tidak mau diganggu.
Apakah bapak masih suka menyendiri? Iya saya hanya suka dikamar dan saya
tidak mau bicara dengan siapa pun. Apakah tadi malam bapak tidor dengan
nyenyak? Tidak, saya merasa ada orang yang akan mencelakai saya dan
keluarga saya.
c. Kontrak
o Topik:
Baiklah pak, bagaimana kalua kita berbincang-bincang mengenai
perasaan bapak yang bapak rasakan saat ini atau penyebab bapak
menarik diri? Iya. Apakah bapak bersedia? Iya. Tujuannya agar bapak
dengan saya dapat saling mengenal sekaligus dapat mengetahui
penyebab menarik diri, dan dapat mengetahui keuntungan berinteraksi
dengan orang lain.
o Waktu:
Berapa lama bapak mau berbincang-bincang?15 menit, bagaimana
kalua 20 menit? Baik, tapi kalau sudah lewat waktunya saya akan
pergi… baik bapak.
o Tempat:
Bapak mau berbincang-bincang dimana? Ditaman, oke baik kita akan
berbincang-bincang ditaman.

2. Fase kerja
Dengan siapa bapak tinggal dirumah? Ayah dan adik perempuan saya. Siapa yang
paling dekat dengan bapak? Adik perempuan saya. Apa yang menyebabkan bapak
dekat dengan adik bapak? Karna tidak ada yang mengurusnya selama ibu
meninggal. Tadikan bapak sudah menyebutkan anggota keluarga yang dekat
dengan bapak sekarang Siapa anggota keluarga bapak dan teman bapak yang tidak
dekat dengan bapak? Tidak ada. Apa yang membuat bapak tidak dekat dengan
orang lain? Saya merasa tidak berguna sebagai anak laki-laki karna tidak bisa
menjaga ibu saya dan juga orang lain. Apa saja kegiatan yang biasa bapak lakukan
selama Bersama dengan keluarga? Menonton televisi Bersama dan berbincang-
bincang. Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan selama bapak
bergaul denga orang lain? Ada, mereka tidak menghargai saya Ketika berbicara.
Apa yang menghambat bapak tidak mau berteman dan bergaul dengan orang lain?
Karna saya merasa ada orang yang akan mencelakai saya.
Menurut bapak apa keuntungan kita mempunyai teman? Dapat berbagai keluh
kesah. Wahhh, benar sekali bapak mempunyai teman untuk bercakap-cakap.
Apalagi bapak? Dapat jalan-jalan bareng. Wahh bapak hebat, bapak benar sekali.
Nah jika kerugian kita tidak memiliki teman apa? Tidak ada teman berbincang.
Wahh itu bapak tau, bapak hebat. Jadi banyak juga ruginya kalau tidak ada teman
ya. Kalau begitu apakah bapak mau berteman dengan orang lain? Iya. Nah untuk
memulainya sekarang bapak belajar berkenalan dengan saya terlebih dahulu.
Begini pak, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dahulu nama kita
dan nama panggilan yang kita sukai. Contohnya : nama saya ike matwear, senang
dipanggil ike. Selanjutnya bapak menanyakan nama orang yang bapak ajak
berkenalan, contoh nama ibu siapa? Senang dipanggil apa? Ayo bapak coba
praktekan, misalnya saya belum kenal sama bapak. Coba bapak berkenalan
dengan saya, yahh bagus sekali bapak. Coba sekali lagi pak, waahh bapak hebat .
setelah berkenalan dengan orang lain tersebut bapak bisa melanjutkan percakapan
yang lain, Misalnya tentang hobi, tentang keluarga, tentang pekerjaan dan
sebagainya. Nah bagaimana kalau sekarang kita Latihan bercakap-cakap dengan
ibu (dampingi pasien bercakap-cakap).

3. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif
Bagaimana perasaan bapak setelah kita berkenalan tadi? Legah. Nah sekarang
coba ulangi dan peragakan Kembali cara berkenalan dengan orang lain? Wahh
bapa hebat..
b. Rencana tidak lanjut
Baik bapak, agar lebih baik lagi bagaimana kalau bapak melatih cara
berkenalan setiap hari, tujuannya agar bapak tidak lupa cara berkenalan
dengan seseorang. dalam satu hari bapak mau berapa kali bapak Latihan
berbincang-bincang dengan teman? 2 kali. Baik, jam berapa bapak akan
Latihan ? jam 9 dengan jam 4. Baik bapak kita akan Latihan setiap hari 2x
pada waktu pagi jam 9 dan sore jam 4.
c. Kontrak pertemuan selanjutnya
o Topik:
Bagaimana bila besok kita bertemu lagi untuk berbincang-bincang
pengalaman bapak bercakap-cakap dengan teman-teman baru dan
Latihan berbincang-bincang dengan topik bapak dapat melaksanakan
hubungan sosial secara bertahap, apakah bapak bersedia? Ok baik
bapak.
o Waktu:
Bapak mau besok jam berapa?jam 9, baik bapak.
o Tempat:
Bapak mau dimana kita berbincnag-bincang? Ditaman, baik bapak
besok saya akan kesini jam 9, sampai jumpa besok bapak. Saya
permisi, selamat siang? Siang
DAFTAR PUSTAKA

Ns. Sutejo, M.Kep., Sp.Kep.J.2017.Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan


Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta : Pustaka Batu Perss
Ns. Nurhalimah, S.Kep, M.Kep. Sp.Kep.J.2016.Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Kemenkes RI file:///C:/Users/user/Downloads/5_6264701682345574833%20(3).pdf
Ns. Nurhalimah, M.Kep., Sp.Kep.J.2016. Modul Bahan Ajar Cetak Praktikum Keperawatan
Jiwa. Jakarta : Kemenkes RI
file:///C:/Users/user/Downloads/5_6242327475418825041%20(2).pdf
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati.2015.Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
https://www.scribd.com/doc/312016694/Strategi-Pelaksanaan-Isos
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri
sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam
bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang
ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada
lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan
semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar
akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian
untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah. Perilaku
kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling maladaptif, yaitu
amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart
dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif
yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya
kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat,
1991).

B. Rentang Respon
C. Tanda & Gejala
1. Emosi
a) Tidak Adekuat
b) Tidak Aman
c) Rasa Terganggu
d) Marah (dendam)
e) Jengkel
2. Intelektual
a) Mendominasi
b) Bawel
c) Sarkasme
d) Berdebat
e) Meremehkan
3. Fisik
a) Muka Merah
b) Pandangan Tajam
c) Napas Pendek
d) Keringat
e) Sakit Fisik
f) Penyalahgunaan Zat
g) Tekanan darah meningkat
4. Spiritual
a) Kemahakuasaan
b) Kebijakan/Kebenaran diri
c) Keraguan
d) Tidak bermoral
e) Kebejatan
f) Kreativitas Terlambat
5. Sosial
a) Menarik diri
b) Pengasingan
c) Penolakan
d) Kekerasan
e) Ejekan
f) Humor

D. Proses Terjadinya Marah


E. Proses Terjadinya Amuk
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991). Amuk adalah
respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus
asa, dan ketidakberdayaan. Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau
eksternal. Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri,
sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah
dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2)
menekan, dan (3) menantang. Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif
dengan menggunakan katakata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti
orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia
merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk

F. Pohon Masalah

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode
psikofarmakologi dan metode psikososial
a) Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologic untuk penatalaksanaan medis klien
dengan perilaku kekerasan yaitu:
1) Psikofarmakologi
A. Anti Cemas dan Sedatif Hipnotik
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepin seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering
digunakan didalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan
perlawanan klien. Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam
waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami effect dari
Benzodiazepin dapat mengakibatkan peningkatan perilaku
agresif. Buspirone obat anti cemas, efektif dalam
mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya
perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala,
demensia dan ’developmental disability’.
B. Anti Depresi
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan
agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan
gangguan mental organik.( Keliat, Dkk. 2005).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawat dapat mengimplementasi berbagai intervensi untuk mencegah perilaku
agresif. Intervensi dapat melalui rentang intervensi perawat.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri komunikasi managemen krisis

Pendidikan klien perubahan

lingkungan Seclusion

pendidikan klien tindakan perilaku Restrains

latihan asertif psikofarmakologi

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa:


a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi.
2) Pendidikan Klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresi
marah dengan tepat
3) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi:
a) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
b) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan
c) Sanggup melakukan complain
d) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif : Bersikap tenang, bicara
tidak dengan cara konkrit, tunjukan rasa menghakimi, hindari intensitas kontak
mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi, fasilitas pembicaraan
klien dengan dengarkan klien, jangan terburu –buru
menginterprestasikan dan jangna buat janji yan tidak tepat
2) Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca,
group program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya
3) Tindakan Perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat
diterima dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak
dilanggar.
c. Strategi Pengurangan
1) Managemen kritis
2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan memenpatkan
klien dalam suatu ruangan dimana klien dapat keluar atas kemauannya sendiri dan
dipisahkan dengan pasien lain.
3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual untuk
membatasi gerakan fisisk pasien menggunakan manset, sprei pengekangan.
Asuhan Keperawatan (Theory)

1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga. Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat ditemukan dengan
wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Coba ceritakan ada kejadian apa/apa yang menyebabkan Anda marah?
b. Coba Anda ceritakan apa yang Anda rasakan ketika marah?
c. Perasaan apa yang Anda rasakan ketika marah?
d. Sikap atau perilaku atau tindakan apa yang dilakukan saat Anda marah?
e. Apa akibat dari cara marah yang Anda lakukan?
f. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah Anda hilang?
g. Menurut Anda apakah ada cara lain untuk mengungkapkan kemarahan Anda
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut:
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Mondar mandir
g. Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Melempar atau memukul benda/orang lain
Analisa Data
2. Diagnosa Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Isolasi Sosial
3. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Resiko Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah

4. Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Perilaku Kekerasan Tujuan: Pasien
mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menjelaskan penyebab marah
c. Menjelaskan perasaan saat penyebab marah/perilaku kekerasan
d. Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
e. Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan
f. Melakukan kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan
g. Memakan obat secara teratur
h. Memakan obat secara teratur
i. Melakukan kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah

Tindakan
1. Membina Hubungan Saling Percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling
percaya adalah:
a. Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b. Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang Perawat sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang disukai
c. Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d. Buat kontrak asuhan : apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana
e. Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
f. Tunjukkan sikap empati
g. Penuhi kebutuhan dasar pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah/perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu.
3. Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosia
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara: Verbal
a. terhadap orang lain
b. terhadap diri sendiri
c. terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6. atih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a. Patuh minum obat
b. Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
c. Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak dan meminta
rasa marahnya
d. Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak dan meminta
rasa marahnya
Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat
mengontrol/mengendalikan perilaku kekerasan.

Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien risiko perilaku kekerasan


Tujuan: Keluarga mampu:
1. Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan
2. Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien risiko perilaku
kekerasan
3. Merawat pasien risiko perilaku kekerasan dengan mengajarkan dan
mendampingi pasien berinteraksi secara bertahap, berbicara saat
melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan social
4. Memodifikasi lingkungan yang konsusif agar pasien mampuberinteraksi
dengan lingkungan sekitar
5. Mengenal tanda kekambubuhan, dan mencari pelayanan kesehatan
6. Keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar
kemampuan pasien risiko perilaku kekerasan mengatasi masalahnya dapat
meningkat
Tindakan keperawatan kepada keluarga :
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tAnda dan gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan.
3. Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan
4. Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
5. Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
6. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang m
7. emerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
8. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur.
5. Evaluasi
a. Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan berhasil apabila
pasien dapat:
1) Menyebutkan penyebab, tAnda dan gejalaperilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yangbiasadilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan.
2) Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:
- secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/Kasur
- secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan mengungkapkan
perasaan dengan cara baik
- secara spiritual
- terapi psikofarmaka
3) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah perilaku
kekerasan
b. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) risiko perilaku kekerasan berhasil
apabila keluarga dapat:
1) Mengenal Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
(pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya risiko perilaku kekerasan)
2) Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
3) Menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
4) Memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perasaan marah
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien
mengontrol perasaan marah
6) Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah perilaku
kekerasan pasien
7) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tAnda kambuh dan melakukan
rujukan
Strategi Pelaksanaan
SP1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang 
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).
Orientasi :
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya JK, saya biasa dipanggil J. Hari ini saya dinas
pagi dari jam 7 sampai jam 1 siang, jadi saya yang merawat bpk.
Nama bpk siapa?  Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan Bpk saat ini?”
“masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang ibu rasakan,”
“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit“ “Dimana kita
akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”

Kerja :
“ apa yang menyebabkan Bpk marah?
Apakah sebelumnya Bpk pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang tidak
tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang Bpk rasakan?“
Apakah Bpk merasa kesal, kemudian dada Bpk berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan selanjutnya”
“ Apakah dengan Bpk marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut Bpk adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah Bpk belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?
” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara dulu,
“ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah bpk rasakan bpk berdiri lalu tarik nafas dari hidung,
tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan
kemarahan, coba lagi bpk dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu R sudah dapat
melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini bpk lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah
itu muncul bpk sudah terbiasa melakukannya”.

Terminasi :
“ Bagaimana perasaan Bpk setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bpk? ”
“ Coba Bpk sebutkan penyebab ibu marah dan yang bpk rasakan  dan apa yang bpk lakukan
serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya Pak”
” berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong bpk tulis M, bila bpk melakukannya sendiri, tulis B, bila bpk dibantu dan T,
bila bpk tidak melakukan”
“baik Pak, bagaimana kalau besok  kita latihan cara lain untuk mencegah dan mengendalikan
marah bpk.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Pak?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu Bpk”
SP2 : Latihan cara mengotrol perilaku kekerasan secara fisik-2
SP3 : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara social atau verbal
SP4 : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
Daftar Pustaka
Yusuf Ah dkk.2016.Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta Selatan : Salemba Medika
Nurhalima 2016 Praktikum Keperawatan Jiwa Jakarta : Kemenkes RI
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
http://repository.ump.ac.id/986/3/DIAH%20PRABOWO%20HARDIYANTI%20BAB
%20II.pdf
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI
A. Definisi
Menurut Yusuf dkk (2015), isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu mengalami
penurunan atau bahkan memiliki ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan sekitar karena merasa ditolak dan tidak terima.
Menurut Azizah dkk (2016), isolasi sosial merupakan upaya yang dilakukan untuk
menghindari interaksi, hubungan maupun komunikasi dengan orang lain hal ini sering
dikaitkan dengan penarikan diri yang merupakan suatu tindakan melepaskan perhatian dan
minat terhadap lingkungan sosial secara langsung baik bersifat sementara maupun menetap.
Isolasi sosial merupakan sebuah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu akibat
adanya kondisi negatif dan mengancam dari orang lain atau lingkungan sekitarnya (Sukaesti,
2018).
Dapat disimpulkan bahwa, isolasi sosial merupakan sebuah kondisi dimana seorang
individu tidak mampu berinteraksi atau menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan sekitar akibat keadaan negatif yang dirasakan seperti perasaan ditolak atau tidak
diterima.
B. Tanda dan Gejala
Menurut Azizah dkk (2016), tanda dan gejala pada pasien dengan masalah isolasi sosial:
menarik diri dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Gejala Subjektif, yang meliputi: klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh
orang lain, klien merasa tidak aman berada dengan orang lain, klien mengatakan
hubungan yang tidak berarti dengan orang lain, klien tidak yakin dapat melanjutkan
hidup, klien merasa ditolak.
2. Gejala Objektif, yang meliputi: klien banyak diam dan tidak mau bicara, tidak mengikuti
kegiatan, banyak berdiam diri di kamar, menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan
orang yang terdekat, tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal, kontak mata kurang,
apatis (acuh terhadap Iingkungan), tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya. asupan makanan
dan minuman terganggu, aktivitas menurun, kurang energi (tenaga), postur tubuh
berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur), menggunakan kata -
kata simbolik.

C. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Menyendiri (solitude) Merasa sendiri (loneliness) Manipulasi


Otonomi Menarik diri (withdrawal) Impulsif
D. Pohon
Bekerja Masalah
sama (mutualisme) Tergantung (dependent) Narsisme
Saling bergantung (interdependence)
Resiko gangguan persepsi senori: halusinasi effect

Isolasi sosial: menarik diri Core problem


Gangguan konsep diri: harga diri rendah causa

E. Masalah Keperawatan
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Risiko gangguan persepsi sensori: halusinasi
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Risiko perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial:
menarik diri.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan masalah isolasi sosial: menarik diri meliputi:
a. ECT (Electro Confulsive Therapy), merupakan jenis pengobatan dengan
menggunakan arus listrik pada otak dengan memakai 2 elektroda.
b. Psikoterapi, dilaksanakan dengan upaya untuk memberikan rasa nyaman dan
tenang serta menciptakan lingkungan yang teraupetik, memotivasi klien untuk
mengungkapkan apa yang dirasakan secara verbal, bersikap ramah dan sopan serta
jujur untuk menciptakan kepercayaan klien terhadap pemberi terapi.
c. Terapi Okupasi, dilakukan untuk mengarahkan pasien kepada sebuah aktivitas
atau tugas yang sudah dipilih dengan maksud memperbaiki dan meningkatkan
harga diri pasien.
Selain tiga penatalaksanaan tersebut, upaya yang juga dapat dilakukan pada pasien
dengan isolasi sosial: menarik diri yaitu dengan melakukan sosial skill training. Hal ini
sudah terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukaesti (2018) dimana dengan
penerapan sosial skill training, klien lebih optimal secara fisik, emosi, sosial dan
kekeluargaan serta klien dapat memecahkan masalahnya sendiri dan kemampuan
intelektual dalam mensuport diri meningkat.
H. Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


TUM: Klien dapat Klien dapat Bina hubungan saling percaya
berinteraksi dengan mengungkapkan dengan prinsip komunikasi
orang lain. perasaan dan terapeutik.
TUK I: keberadaannya secara a. Sapa klien dengan ramah,
Klien dapat verbal. baik verbal maupun
membina  Klien mau menjawab nonverbal.
hubungan saling salam. b. Perkenalkan diri dengan
percaya.  Klien mau berjabat tangan. sopan.
 Klien mau menjawab c. Tanya nama lengkap klien
pertanyaan. dan nama panggilan yang
 Ada kontak mata. disukai klien.
 Klien mau duduk d. Jelaskan tujuan pertemuan.
berdampingan dengan e. Jujur dan menepati janji.
perawat. f. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian pada klien.
TUK 2: Klien dapat Klien menyebutkan penyebab 1. Kaji pengetahuan klien
menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari: tentang perilaku menarik diri
dari menarik diri. a. Diri sendiri dan tanda-tandanya.
b. Orang lain 2. Beri kesempatan klien untuk
c. Lingkungan mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri.
3. Diskusikan bersama klien
tentang perilaku menarik diri
dan tanda gejalanya.
4. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan perasaanya.
TUK 3:  Klien dapat menyebutkan 1. Kaji pengetahuan klien
Klien dapat keuntungan berhubungan tentang keuntungan dan
menyebutkan dengan orang lain. manfaat bergaul dengan
keuntungan  Klien dapat menyebutkan orang lain.
berhubungan kerugian tidak berhubungan 2. Beri kesempatan klien untuk
dengan orang dengan orang lain. mengungkapkan
lain dan perasaannya tentang
kerugian tidak keuntungan berhubungan
berhubungan dengan orang lain.
dengan orang 3. Diskusikan bersama klien
lain. tentang manfaat
berhubungan dengan orang
lain.
4. Kaji pengetahuan klien
tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang
lain.
5. Beri kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang kerugian
bila tidak berhubungan
dengan orang lain.
6. Diskusikan bersama klien
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.
7. Beri penguatan positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.
TUK 4: Klien dapat 1. Kaji pengetahuan klien
Klien dapat mendemonstrasikan tentang keuntungan dan
melaksanankan hubungan sosial secara manfaat bergaul dengan
hubungan sosial bertahap: orang lain.
secara bertahap.  Klien dengan perawat 2. Dorong dan bantu klien
 Klien dengan perawat dan untuk berhubungan dengan
perawat lain orang lain seperti:
 Klien dengan perawat, 3. Klien dengan perawat
perawat lain dan klien lain. 4. Klien dengan perawat dan
 Klien dengan kelompok perawat lain
kecil. 5. Klien dengan perawat,
 Klien dengan keluarga atau perawat lain dan klien lain.
kelompok masyarakat. 6. Klien dengan kelompok
kecil.
7. Klien dengan keluarga atau
kelompok masyarakat.
8. Beri pujian terhadap
keberhasilan yang yang telah
dicapai.
9. Bantu klien untuk
mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan orang
lain.
10. Diskusikan jadwal harian
yang dapat dilakukan
bersama klien dalam mengisi
waktu.
11. Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan Terapi
Aktivitas Kelompok
sosialisasi.
12. Beri penguatan atas kegiatan
klien dalam ruangan.
TUK 5: Klien dapat 1. Dorong klien untuk
Klien dapat mengungkapkan mengungkapkan perasaanya
mengungkapkan perasaan setelah bila berhubungan dengan
perasaanya berhubungan dengan orang lain.
setelah orang lain untuk: 2. Diskusikan dengan klien
berhubungan  Diri sendiri manfaat berhubungan
dengan orang  Orang lain dengan orang lain.
lain. 3. Beri penguatan positif atas
kemampuan klien
mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan
dengan orang lain
TUK 6: Keluarga Keluarga mampu: 1. Bina hubungan saling
mampu a. Menjelaskan perasaannya. percaya dengan keluarga
mengembangkan b. Menjelaskan cara merawat  Salam, perkenalan diri.
kemampuan klien  Sampaikan tujuan.
klien untuk c. Mendemonstrasikan cara  Membuat kontrak.
berhubungan perawatan klien menarik  Exsplorasi perasaan
dengan orang diri. keluarga.
lain. d. Berpartisipasi dalam 2. Diskusikan dengan anggota
perawatan klien. keluarga tentang:
a. Perilaku menarik diri.
b. Penyebab perilaku
menarik diri.
c. Cara keluarga
menghadapi klien yang
sedang menarik diri.
3. Dorong anggota keluarga
untuk memberikan dukungan
kepada klien berkomunikasi
dengan orang lain.
4. Anjurkan anggota keluarga
untuk secara rutin dan
bergantian mengunjungi
klien minimal 1x seminggu
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

A. KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif Data Objektif


1. Keluarga mengatakan klien 1. Kontak mata kurang
mengamuk dan memukul tetangga 2. Klien berbicara sangat pelan
yang menghinanya. 3. Klien menolak melakukan interaksi
2. Keluarga klien mengatakan klien
memang tidak suka berada di tempat
umum dan saat di rumah pun malas
keluar rumah karena takut diejek tidak
punya suami.
3. Keluarga mengatakan klien merasa
tidak berarti sebagai seorang istri dan
ibu.

B. ANALISA DATA

N Data Fokus Masalah


O
1 Data Subjektif Resiko Perilaku Kekerasan
Keluarga klien mengatakan klien mengamuk
dan memukul tetangga yang menghinanya

Data Objektif
-
2 Data Subjektif Isolasi sosial : Menarik Diri
Keluarga klien mengatakan klien memang
tidak suka berada ditempat umum dan saat
dirumah pun malas keluar rumah karena takut
diejek tidak punya suami

Data Obejektif
- Klien menolak melakukan interaksi
3 Data Subjektif Gangguan Konsep Diri :
Harga Diri Rendah
Keluarga mengatakan klien merasa tidak
berarti sebagai seorang istri dan ibu

Data Objektif
- Kontak mata kurang
- Klien berbicara sangat pelan

C. DIAGNOSA
Isolasi sosial : Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental ditandai
dengan:
Data Subjektif
Keluarga klien mengatakan klien memang tidak suka berada ditempat umum dan saat
dirumah pun malas keluar rumah karena takut diejek tidak punya suami.

Data Objektif

- Klien menolak melakukan interaksi


D. POHON MASALAH

Resiko Perilaku Kekerasan effect

Isolasi sosial : Menarik Diri Core problem

causa
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

E. INTERVENSI

Dari diagnosa Isolasi sosial : Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
3. Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan manfaat bergaul dengan orang lain.
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaanya
F. IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Isolasi sosial berhubungan 1. Membina hubungan saling S:
dengan perubahan status percaya dengan prinsip
- Keluarga klien
mental Ditandai dengan: komunikasi terapeutik
mengatakan klien
Data Subjektif 2. Mengkaji kemampuan klien
memang tidak suka
tentang kerugian bila tidak
- Keluarga klien berada ditempat
berhubungan dengan orang
mengatakan klien umum dan saat
lain
memang tidak suka dirumah pun malas
3. Mengkaji kemampuan klien
berada ditempat umum keluar rumah karena
tentang keuntungan dan
dan saat dirumah pun takut diejek tidak
manfaat bergaul dengan
malas keluar rumah punya suami
orang lain
karena takut diejek tidak O:
4. Memberikn pujian terhadap
punya suami. -Klien menolak
kemampuan klien
Data Objektif melakukan interaksi
mengungkapkan
- Klien menolak
perasaannya
melakukan interaksi
A: Masalah belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan.
Strategi Pelaksanaan
Hari-1
1) Fase Orientasi
a. Salam terapeutik :
- Memberi salam terapeutik
- Memperkenalkan diri dengan sopan
b. Evaluasi/ validasi :
- Menanyakan perasaan klien dan meminta klien untuk ceritakan perasaannya
saat ini
c. Kontrak (topik, waktu, tempat) :
- Membuat kontrak topik, waktu dan tempat untuk berbincang-bincang
d. Tujuan :
- Menjelaskan tujuan dari tindakan keperawatan yang akan dilakukan
2) Fase Kerja
- Bertanya tentang persaan klien dan keluhan apa yang klien rasakan
- Meyakinkan klien bahwa tempat ini aman serta nyaman untuk klien dan bisa
mendapatkan teman-teman baru
- Bertanya tentang idenditas klien terkait alamat, keluarga, hobi bahkan apa
yang menjadi keinginan klien saat ini
- Memberikan pujian kepada klien karena sudah menceritakannya
- Meyakinkan klien bahwa saya bisa menjadi teman yang baik buat klien dan
menanyakan terkait teman-teman kamar klien
3) Fase Terminasi
a. Evaluasi :
1) Ev. Subjektif :
- Menanyakan perasaan klien setelah berbinbang-bincang apakah nyaman
dan senang
2) Ev. Objektif :
- Klien mau menjawab setiap pertanyaan yang diberikan perawat serta
mampu bercerita dengan nyaman dengan sesekali melihat ke arah perawat
- Meberikan pujian kembali karena sudah bercerita dengan saya
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL):
- Menanakan kembali siapa nama saya
- Memberikan pujian karena sudah mau berkenalan dengan saya
- Membuat kontrak baru di hari yang akan mendatang
c. Kontrak pertemuan selanjutnya :
a) Topik :
- Membuat kembali kontrak baru terkait tindakan yang akan dilakukan pada
besok hari
b) Waktu :
- Membuatk kontrak waktu terkait topik yang akan dilakukan
c) Tempat :
- Membuat kontrak tempat baru terkait topik yang akan dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi

Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Sukaesti, D. (2018). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal Keperawatan

Volume 6 No 1, Hal 19 - 24, Mei 2018 FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang.


LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. DEFINISI

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas.
Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi yang membuat pasien tidak
dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan dari
panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan dan perabaan. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang
paling banyak ditemukan terjadi pada 70% pasien,kemudian halusinasi
penglihatan20%, dan sisanya 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan
perabaan. Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Perilaku yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi pendengaran
adalah pasien merasa mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara.
Sedangkan pada halusinasi penglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang
atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada halusinasi
penghidu pasien mengatakan membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak
merasakan sensasi serupa. Sedangkan pada halusinasi pengecapan, pasien mengatakan
makan atau minum sesuatu yang menjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien
mengatakan serasa ada binatang atau sesuatu yang merayap ditubuhnya atau di
permukaan kulit.

B. KLASIFIKASI
Jenis Halusinasi Data Obyektif Data Subyektif

Halusinasi Pendengaran • Bicara atau tertawa sendiri • Mendengar suara-suara atau


• Marah-marah tanpa sebab kegaduhan.
• Menyedengkan telinga ke • Mendengar suara yang
arah tertentu mengajak bercakap-cakap
• Menutup telinga • Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi Penglihatan • Menunjuk-nunjuk ke arah • Melihat bayangan, sinar,
Tertentu bentuk geometris, bentuk
• Ketakutan pada sesuatu yang kartoon, melihat hantu atau
tidak jelas. monster.
Halusinasi Penciuman • Mengisap-isap seperti sedang • Membaui bau-bauan seperti
membaui bau-bauan tertentu. bau darah, urin, feses, kadang-
• Menutup hidung. kadang bau itu menyenangkan.
Halusinasi Pengecapan • Sering meludah • Merasakan rasa seperti darah,
• Muntah urin atau feses

Halusinasi Perabaan • Menggaruk-garuk permukaan • Mengatakan ada serangga di


kulit permukaan kulit • Merasa
seperti tersengat listrik

C. RENTANG RESPON

Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan gangguan pada
isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons neorobiologi. Oleh karenanya secara
keseluruhan, rentang respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi.
Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya
hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah adanya
waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang
respons neorobiologi.

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

•Pikiran logis. •Proses pikir •Gangguan proses


kadangtidak terganggu. berpikir/ waham.
•Persepsi akurat.
•Ilusi. •Halusinasi.
•Emosi konsisten
dengan pengalaman. •Emosi tidak stabil •Kesukaran proses
(berlebihan/kurang) emosi.
•Perilaku sesuai
•Perilaku tidak biasa. •Perilaku tidak
•Hubungan sosial
terorganisasi
harmonis •Menarik diri.
•Isolasi sosial.

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Data Subyektif: Pasien mengatakan :


1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b. Data Obyektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit

E. POHON MASALAH
Efek Resiko Prilaku Kekerasan

Masalah utama Halusinasi

Penyebab Isolasi Sosial

F. PENATALAKSANAAN

Setelah menetapkan diagnose keperawatan lakukanlah tindakan keperawatan pada pasien


dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi. Tindakan keperawatan harus ditujukan juga
untuk keluarga karena keluarga memegang peranan penting didalam merawat pasien dirumah
setelah pasien pulang dari rumah sakit.. Saat melakukan asuhan keperawatan baik di
Puskesmas dan kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum
menemui pasien.

Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan rumah,, perawat menemui


keluarga terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama keluarga, perawat
mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga. Setelah itu, perawat menemui
pasien untuk melakukan pengkajian, mengevaluasi dan melatih satu cara lagi untuk
mengatasi masalah yang dialami pasien. Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka
(obat), maka hal pertama yang harus dilatih perawat adalah pentingnya kepatuhan minum
obat. Setelah perawat selesai melatih pasien, perawat menemui keluarga untuk melatih cara
merawat pasien. Selanjutnya perawat menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan
terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga yaitu untuk mengingatkan pasien melatih
kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.

Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi.

Tujuan: Pasien mampu:

1) Membina hubungan saling percaya


2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan
menghardik
3) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari

G. ASKEP TEORI
a. Pengkajian Halusinasi
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga. Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan
dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut
a) Dari pengamatan saya sejak tadi, bapak/ibu tampakseperti bercakap-cakap
sendiri apa yang sedang bapak/ibu dengar/lihat?
b) Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
c) Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan? d. Apakah
ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
d) Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak
mengenakkan?
e) Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut?.
f) Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
g) Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
h) Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan
tersebut?
i) Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat
bayangan tersebut?

Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah :
a) Factor biologis
Hal yang dikaji pada factor biologis, meliputi adalnya factor herediter gangguan
jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA.
b) Factor psikologis
Pada klien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan adanya kegagalan yang
berulang, individu korban kekerasan, kurangnya kasih saying, atau overprotektif.

c) Sosiobudaya dan lingkungan


Klien dengan halusinasi didapatkan social ekonomi rendah, riwayat penolakan
lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat Pendidikan rendah, dan
kegagalan dalam hubungan social (perceraian,hidup sendiri), serta tidak bekerja.

Factor Presipitasi
Stressor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat
penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan dalam
keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya
aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
klien serta konflik antar masyarakat.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
2. Perubahan persepsi sensor: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.

c. Rencana Tindakan
Diagnosa keperawatan : gangguan perubahan sensoripersepsi : halusinasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

TUM 1. Ekspresi wajah bersahabat, 1. Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan
Klien tidak menunjukan rasa senang, ada mengemukakan prinsip komunikasi saling percaya
mencederai kontak mata, mau berjabat terapeutik : merupakan
diri sendiri, tangan, mau menyebutkan - Sapa klien dengan ramah baik verbal dasar untuk
orang lain, nama, mau menjawab salam, ataupun non verbal memperlancar
dan klien mau duduk berdampingan - Perkenalkan diri dengan sopan interaksi yang
lingkungan dengan perawat, mau - Tanyakan nama lengkap klien dan nama selanjutnya
TUK 1 mengutarakan masalah yang pangilan yang disukai klien akan
Klien dapat dihadapinnya. - Jelaskan tujuan pertemuan dilakukan.
membina - Tunjukan sikap empati dan menerima
hubungan klien apa danya
saling - Beri perhatian kepada klien dan
percaya. perhatian kebutuhan dasar klien.

TUK 2 1. Klien dapat menyebutkan 1. Adakan kontak sering dan singkat secara Selain untuk
Klien dapat waktu, isi, dan frekuensi bertahap. membina
mengenal timbulnya halusinasi. 2. Observasi tingkah laku klien yang terkait hubungan
halusinasiny dengan halusinasinya : bicara dan tertawa saling
a tanpa stimulus dan memandang ke percaya,
kiri/kanan/kedepan seolah-olah ada teman kontak sering
bicara. dan singkat
3. Bantu klien mengenal halusinasinya dengan akan memutus
cara: hallusinasi.
a. Jika menemukan klien sedang
berhalusinasi:tanyakan apakah ada Mengenal
suara yang didengarnya. perilaku klien
b. Jika kllien menjawab ada, lanjutkan : pada saat
apa yang dikatakan suara itu. halusinasi
Katakana bahwa perawat percaya terjadi dapat
klien mendengar suara itu, namun memudahkan
2. Klien dapat mengungkapkan perawat sendiri tidak mendengarnya perawat
bagaimana perasaanya terhadap (dengan nada bersahabat tanpa dapam
halusinasi tersebut. menuduh/menghakimi) melakukan
c. Katakana bahwa klien lain juga ada intervensi.
yang seperti klien Mengenal
d. Katakana bahwa perawat akan halusinasi
membantu klien. memungkinka
n klien
menghindari
1. Diskusikan dengan klien : factor
a. Situasi yang menimbulkan atau tidak timbulnya
menimbulkan halusinasi (jika sendiri, halusinasi.
jengkel,atau sedih)
b. Waktu frekuensi terjadinya halusinasi Pengetahuan
(pagi,siang,sore dan malam:terus- tentang waktu
menerus atau sewaktu-waktu) , isi, dan
frekuensi
munculnya
2. Diskusikan dengan klien tentang apa halusinasi
yang dirasakan jika terjadi halusinasi dapat
(marah,takut,seding dan senang), mempermuda
berikesempatan pada klien untuk h perawat.
mengungkapkan perasaanya.
Mengidentifik
asi pengaruh
halusinasi.
TUK 3 1. Klien dapat menyebutkan 1. Bersama klien, identifikasi tindakan yang Usaha untuk
Klien dapat tindakan yang biasanya dilakukan jika terjadi halusinasi memutus
mengontrol dilakukan untuk (tidur,marah,menyibukan diri, dll) halusinasi,
halusinasiny mengendalikan 2. Diskusikan manfaat dan cara yang sehingga
a. halusinasinya. digunakan klien. Jika bermanfaat beri halusinasi
pujian kepada klien. tidak muncul
kembali.

Penguatan
(reinforcemen
t) dapat
2. Kllien dapat menyebutkan meningkatkan
cara baru untuk mengontrol harga diri
halusinasi. 1. Diskusikan dengan klien tentang cara klien.
baru mengontrol halusinasinya :
a. Menghardik/mengusir/tidak
memperdulikan halusinasinya Memberikan
3. Klien dapat b. Bercakap-cakap dengan orang alternative
mendemonstrasikan cara lain jika halusinasinya muncul pilihan untk
menghardik/mengusir /tidak c. Melakukan kegiatan sehari-hari. mengontrol
memperdulikan halusinasi.
halusinasinya. 1. Beri contoh cara menghardik halusinasi :
“pergi! Saya tidak mau mendengar kamu,
saya mau mencuci piring/bercakap
dengan suster”
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.

3. Minta klien mengikuti contoh yang


diberikan dan minta klien mengulanginya Meningkatkan
4. Klien dapat mengikuti pengetahuan
aktifitas kelompok.. klien dalam
memutus
4. Susun jadwal latihan klien dan minta
halusinasi.
klien untuk mengisi jadwal kegiatan
Harga diri
(self-evaluation).
klien
meningkat.
Memberi
1. Anjurkan klien untuk mengikuti aktifitas
5. Klien dapat klien
kelompok, orientasi realita,stimulasi
mendemonstrasikan kesempatan
persepsi.
kepatuhan minum obat untuk
untuk mencegah halusinasi. mencoba cara
yang telah
dipilih.

Memudahkan
klien dalam
1. Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, mengendalika
dan waktu minum obat, serta manfaat n halusinasi.
obat tersebut (prinsip 5 benar: benar
orang, benar obat, benar dosis, benar Stimulasi
waktu, dan benar cara pemberian) persepsi dapat
mengurangi
perubahan
interpretasi
realitas akibat
halusinasi.

2. Diskusikan dengan klien tentang jenis


obat yang diminum (nama,warna dan Dengan
besarnya): waktu minum obat (jika 3 mengetahui
kali:pukul 07.00, 13.00 dan 19.00) dosis, prinsip
cara. penggunaan
obat, maka
kemandirian
klie dalam hal
3. Diskusikan cara minum obat : pengobatan
a. Klien meminta obat pada perawat dapat
(jika di rmh sakit) kepada ditingkatkan,
keluarga (jika dirumah)
b. Klien memeriksa obat sesuai Degan
dosisnya menyebutkan
c. Klien meminum obat pada waktu dosis,
yang tepat frekuensi dan
cranya klien
4. Anjurkan klien untuk bicara dengan melaksanakan
dokter mengenai manfaat dan efek program
samping obat yang dirasakan. pengobatan.

Menilai
kemampuan
klien dalam
pengobatanny
a sendiri.

Dengan
mengetahui
efek samping
klien akan tau
apa yang
harus
dilakukan
setelah minum
obat
TUK 4 1. Keluarga dapat 1. Diskusikan dengan keluarga (pada saat Untuk
Keluarga menyebutkan berkunjung/pada saat kunjungan rumah) meningkatkan
dapat pengertian,tanda, dan a. Gejala halusinasi yang dialami pengetahuan
merawat tindakan untuk klien seputaran
klien mengendalikan halusinasi. b. Cara yang dapat dilakukan klien halusinasi dan
dirumah dan dan keluarga untuk memutuskan perawatannya
menjadi halusinasi. pada pihak
system c. Cara merawatanggota keluarga keluarga.
pendukung dengan gangguan halusinasi di
yang efektif rumah : beri kegiatan , jangan
untuk klien. biarkan sendiri,makan Bersama,
2. Keluarga dapat berpergian Bersama, jika klien
menyebutkan sedang sendiri dirumah, lakukan Dengan
jenis,dosis,waktu kontak dengan dalam telepon. menyebutkan
pemberian,manfaat,serta d. Beri informasi tentang tindak dosis,
efek samping obat. lanjut (follow up) atau kapan frekuensi dan
perlu mendapatkan bantuan: caranya ,
halusinasi tidak terkontrol dan keluarga
resiko mencederai orang lain. melaksanakan
program
1. Diskusikan dengan keluarga tentang oengobatan
dosis, jenis, waktu pemberan,
manfaat,dan efek samping obat. Dengan
2. Anjurkan pada keluarga untuk berdiskusi mengetahui
dengan dokter tentang manfaat dan efek efeksamping
samping obat. obat ,
keluarga akan
tahu apa yang
harus
dilakukan
setelah minum
obat.
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI
SP 1 :

Tujuan :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasi
4. Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai kemampuan
5. Klien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
6. Klien dapat dukungan dari keluarga

Fase Orientasi :
1. Salam terepeutik
Selamat pagi, boleh saya berkenlan dengan bapak?
Nama saya chrisanthy werung dan bapak bisa panggil saya chris,
Kalua boleh saya tau, nama bapak siapa?
Senangnya dipanggil apa?
2. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini?
Bagaimana tidurnya tadi malam?
Ada keluhan tidak?
3. Kontrak :
a. Topik
Apakah bapak tidak keberatan mengobrol dengan saya?
Bagaimana kalua kita mengobrol tentang sesuatu yang bapak lihat yang tidak
tampak/muncul wujudnya?
b. Tempat
Dimana kita akan berbincang-bincang?
Bagaimana kalua dibawa pohon agar lebih sejuk
c. Waktu
Berapa lama kira-kira kita bisa mengobrol?
Bapak maunya berapa menit?
Bagaimana kalua 20 menit?
Fase Kerja :
Apakah bpk melihat sesuatu tanpa ada wujudnya?
Seperti apa kelihatannya?
Saya percaya bpk mendengar suara tersebut, tetapi saya sendiri tidak mendengar suara
itu. Apakah bpk mendengarnya terus menerus atau sewaktu- waktu?
Kapan yang paling sering bpk mengalami itu?
Berapa kali sehari bpk mengalaminya?
Pada keadaan apa? Apakah pada waktu sendiri?
Kemudian apa yang bpk lakukan jika itu mncul lagi?
Bagaimana kalauu kita belajar untuk mencegah bayangan itu muncul lagi?
Bpk ada 4 cara :
1. Dengan menghardikagar bayangan itu tidak muncul lagi
2. Dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
3. Melakukan kegiatan yang sudah terjadwal
4. Minum obat dengan benar dan teratur.
Bagaimana kalau kita belajar dengan menghardik dulu
Saya akan mempraktekan dahulu, baru bpk mempraktekkan kembali apa yang telah saya
lakukan.
Begini pak, jika bayangan itu muncul katakan dengan keras “ pergi..pergi saya tidak mau
lihat..
kamu bayangan palsu” lakukan dengan berulang-ulang samppai bayangan itu hilang. seperti
ini ya
pak. Coba sekarang bpk ulangi lagi seperti yang saya lakukan tadi.
Nah begitu, sangat bagus, coba lagi ya…
Wah bagus sekali, bpk sudah bisa mempraktekkan. (tepuk tangan)

Fase Terminasi :
1. Evaluasi subjektif dan Evaluasi objektif
Bagaimana perasaan bapak dari obrolan kita tadi?
Bapak senang tidak dengan obrolan kita tadi?
Coba sebutkan cara agar bayangan itu tidak muncul lagi
Baiklah pak, Jika bayangan itu masih terus muncul, seperti yang telah kita pelajari
bila bayangan itu muncul bpk bisa mengatakan “ pergi-pergi saya tidak mau dlihat,
kamu itu bayangan tidak nyata ”
2. Rencana Tindak Lanjut
Bapak lakukan itu sampai bayangan itu tidak terdengar lagi, lakukan itu selama 3 kali
sehari yaitu jam 08:00, 14:00 dan jam 20:00 atau disaat bpk melihat bayangan
tersebut.
Bagaimana kita buat jadwal latihannya?
Mau jam berapa saja latihannya? (masukan jadwal latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal harian klien) cara mengisi buku kegiatan harian adalah sesuai dengan
jadwal kegiatan harian yang telah kita buat tadi ya pak. Jika bpk melakukanya secara
mandiri maka bpk menuliskan di kolom M, jika bpk melakukannya dibantu atau
diingatkan oleh keluarga atau teman maka bpk buat di kolom B, Jika ibuk tidak
melakukanya maka bpk tulis di kolom T.
apakah bpk mengerti?
3. Kontrak waktu yang akan datang
a. Topik
Bpk, bagaimana kalua besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang saat bayangan itu muncul.
b. Tempat
Kira-kira tempat yang nyaman untuk kita berbincang besok dimana?
Bpk maunya dmna?
Sampai jumpa besok.
c. Waktu
Bpk mau waktunya jam berapa ya? (pagi,siang,sore atau mlm)
Bapak maunya jam brpa? Bagaimana kalau jam 09:00

SP 1 : Pengkajian, mengenal halusinasi, serta mengontrol halusinasi (dengan cara pertama


menghardik)
SP 2 : Bercakap-cakap dengan orang lain.
SP 3 : Melaksanakan aktifitas terjadwal.
SP 4 : Minum obat secara teratur.
Daftar Pustaka

Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Nurhalima (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kemenkes RI

Nurhalimah (2016). Praktikum Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kemenkes RI

Sutejo. 2016. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa : Gangguan
Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta : PUSTAKA BARU PRESS
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
A. Definisi
Resiko bunh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupan nya (stuart 2006).
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhir kehidupan ( Wilson dan Kneis,1988). Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena pasien berda dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan
kopping yang maladaptive. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri
timbul secara berulang- ulang tampa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri
atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu, di perlukan pengetahuan
dan ketrampilan perawat yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku
bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri.
Menurut staurt dan sundeem (1995), faktor penyebab bunuh diri adalah
perceraian, pengangguran , dan isolasi sosial. Sementara menurut Tishler (1981)
( dikutip oleh Leahey dan Wright 1987) melalui penelitian nya menyebutkan bahwa
motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri, yaitu 51% masalah dengan orang
tua, 30% masalah dengan lawan jenis, 30% masalah sekolah, dan 16% masalah
dengan saudara.

B. KLASIFIKASI
a. Jenis Bunuh Diri
 Bunuh diri Egostik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
 Bunuh diri altruistic
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasan
 Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu
b. Pengelompokan bunuh diri
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri di tunjukan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong jaga
anak-anak karena saya akan pergi jauh” atau “ Segala sesuatu akan
lebih baik tampa saya”. Pada kondisi ini pasien mungkin sudah
memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak di sertai dengan
ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putu asa/tidak berdaya.
Pada pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri
yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umum nya diucapkan oleh pasien, yang berisi
kenginan untuk mati di sertai dengan rencana untuk mengakhiri
kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.
Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak di
sertai dengan percoban bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien
belum perna mencobah bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan.
Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan untk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhir kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif
mencobah bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

C. RENTANG RESPON

Adaptif
Maladaptif

Peningkatan Diri pertumbuhan perilaku pencederaan diri Bunuh diri

peningkatan resiko destruktif

tak langsung

Keterangan
 Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.
 Pertumbuhan peningkatan beresiko yaitu, merupakan posisi pada rentang yang masih
normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
 Perilaku desktruktif diri tak langsung yaitu, setiap aktivitas yang merusak kesejatraan
fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian , seperti perilaku merusak,
mengebut,berjudi,tindakan criminal, terlibat dalam reaksi yang beresiko tinggi ,
penyalagunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku yang
menimbulkan stres.
 Pencedaraan diri yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri tampa bantuan
orang lain dan cedara tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum
perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit , membenturkan
kepala atau anggota tubuh , melukai tubuhnya sedikit demi sedikit dan menggigit jari.
 Bunuh diri yaitu tindakan agresif yang dilakukan langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.
D. Tanda dan Gejala

a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.


b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

E. POHON MASALAH

Resiko perilaku kekerasan efek akibat

Resiko Bunuh diri Core problem

Harga Diri Rendah Penyebab

F. PENATALAKSANAAN

Pencegahan bunuh diri menurut Conwell terdiri atas pencegahan primer, sekunder dan
tertier. Pencegahan primer adalah suatu upaya pencegahan terjadinya perilaku bunuh diri
atau keadaan yang berkembang menjadi menjadi upaya bunuh diri. Pencegahan sekunder
adalah suatu upaya pencegahan dengan cara menemukan sedini mungkin krisis bunuh diri
dan melakukan tindakan agar tidak berlanjut menjadi bunuh diri. Sedangkan pencegahan
tertier adalah tindakan yang ditujukan untuk menyelamatkan sesorang yang melakukan
bunuh diri, mengurangi gejala psikiatris dan penyakit sosial pada kelompok risiko.
Penanganan di ruang gawat darurat dan 15 di bangsal rawat inap psikiatri merupakan
pelayanan tertier (WHO, 2010).

Evaluasi pertama di ruang gawat darurat merupakan unsur yang penting dalam
penanganan pasien psikiatri yang berisiko bunuh diri. Sangat mungkin dalam penanganan
tersebut dilakukan kerjasama dengan bagian lain (Roan, 2015).
Setelah itu, pasien gangguan mental dapat diberikan terapi sesuai indikasi dengan
tujuan utama menangani gejala mental akutnya. Langkah berikutnya adalah melakukan
intervensi psikologis. Sejumlah proses psikologis yang mendahului ide dan perilaku
bunuh diri dapat meningkat bila muncul stresor. Peran terapis adalah mengenali faktor
tersebut. Selama proses tersebut pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi sarana
dan prasarana yang mungkin digunakan untuk melakukan bunuh diri (Caroline, 2016)

Banyak kasus bunuh diri dapat dicegah (Sadock, 2016; Roy, 2015). Begitu pula
percobaan bunuh diri di rawat inap. Penderita depresi dapat melakukan bunuh diri justru
di saat mereka tampak mulai pulih (paradoxal suicide) (Surilena, 2015). Pengenalan
faktor risiko sangat penting bagi klinisi yang merawat pasien psikiatri rawat inap. Petugas
kesehatan harus cermat menilai kondisi pasien secara keseluruhan. Faktor-faktor yang
harus dinilai adalah status mental terbaru, ide-ide terakhir mengenai kematian dan bunuh
diri, rencana bunuh diri terbaru, seberapa siap orang itu, dan sesegera apa aksi tersebut
akan dijalankan, sistem pendukung individu (WHO, 2015).

Banyak pasien bunuh diri menggunakan preokupasi bunuh diri untuk melawan
depresi yang tidak tertahankan dan rasa putus asa. Penilaian potensi bunuh diri
melibatkan penggalian riwayat psikitrik 17 yang lengkap, pemeriksaan status mental
pasien yang menyeluruh, dan pertanyaan tentang gejala depresi, pikiran, tujuan, rencana
dan usaha bunuh diri (Sadock, 2016; Roy, 2015).

Di rumah sakit, pasien mungkin menerima medikasi antidepresan atau antipsikotik


sesuai dengan indikasi; terapi 18 individual, terapi kelompok dan juga terapi keluarga.
Pasien mendapatkan dukungan sosial rumah sakit dan rasa aman. Terapi ECT (Electro
Convulsive Theraphy) mungkin diperlukan untuk pasien yang terdepresi parah. Pasien
yang memiliki gagasan bunuh diri akut memiliki prognosis yang lebih baik dari pada
pasien yang mencoba bunuh diri secara kronis (Sadock, 2016; Roy, 2015).

Pengamatan yang terus-menerus oleh perawat khusus, pengurungan dan pengikatan


tidak dapat mencegah bunuh diri jika pasien teguh, terutama individu yang ingin
melakukan bunuh diri biasanya menjadi lebih kreatif untuk menemukan metode bunuh
dirinya. Namun demikian, harus diperhatikan agar memeriksa barang-barang pasien dan
orang-orang yang berkunjung ke bangsal untuk mencari benda-benda yang dapat
digunakan untuk bunuh diri dan secara berulang mencari eksaserbasi gagasan bunuh diri
(Sadock, 2016; Roy, 2015).
Idealnya, pasien rawat inap yang mencoba bunuh diri mengalami depresi harus
ditempatkan dalam bangsal yang terkunci, dimana jendela dipasang terali, ruangan pasien
harus berlokasi dekat tempat perawatan untuk memaksimalkan pengamatan oleh perawat.
Tim yang mengobati harus diperiksa secara berulang dan terus-menerus mengawasi
secara langsung. Pasien yang sedang pulih dari depresi, bunuh diri berada pada risiko
khusus. Saat depresi menghilang, pasien memiliki energi untuk melakukan bunuh diri
(Sadock, 2016; Roy, 2015).

G. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. PENGKAJIAN

Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk aplikasi observasi melekat dan
keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana spesifik. Perawat
harus mengkaji tingkat risiko bunuh diri, faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme
koping, dan sumber koping pasien. Beberapa kriteria untuk menilai tingkat risiko bunuh
diri seperti pada tabel berikut.

Faktor Risiko

Menurut SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)

Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang.

Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri.

Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.

Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh
diri”.

Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.

Faktor Perilaku

1. Ketidakpatuhan Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang


dilakukan (pemberian obat). Pasien dengan keinginan bunuh diri memilih untuk tidak
memperhatikan dirinya.
2. Pencederaan diri Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan diri dilakukan terhadap diri
sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai
tubuh.
3. Perilaku bunuh diri Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
a. Ancaman bunuh diri, yaitu peringatan verbal dan nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan
secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau
mungkin juga mengomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah,
merevisi wasiatnya, dan sebagainya.
b. Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika tidak
dicegah.
c. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

Faktor Lain

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien destruktif diri (bunuh diri)
adalah sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1995).

1. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri.


a. Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
b. Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur rencana, membicarakan
tentang bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai hadiah, catatan untuk
bunuh diri.
c. Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan.
d. Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
e. Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
2. Petunjuk gejala
a. Keputusasaan.
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga.
c. Alam perasaan depresi.
d. Agitasi dan gelisah.
e. Insomnia yang menetap.
f. Penurunan berat badan.
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
3. Penyakit psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan afektif.
c. Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat.
d. Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
e. Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
f. Kombinasi dari kondisi di atas.
4. Riwayat psikososial
a. Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.
b. Hidup sendiri.
c. Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami.
d. Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah
sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin).
e. Penyakit medis kronis.
f. Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat.
5. Faktor-faktor kepribadian
a. Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
b. Kekakuan kognitif dan negatif.
c. Keputusasaan.
d. Harga diri rendah.
e. Batasan atau gangguan kepribadian antisosial.
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
b. Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau keduanya.

Faktor Predisposisi

Mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri? Banyak pendapat tentang
penyebab dan atau alasan termasuk hal-hal berikut.

1. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.


2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal
melakukan hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
5. Tangisan minta tolong

Faktor Presipitasi

1. Psikososial dan klinik


a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat

Sumber Koping

Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan kultural. Durkheim
membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga subkategori bunuh diri
berdasarkan motivasi seseorang, yaitu sebagai berikut.

1. Bunuh diri egoistik Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.

2. Bunuh diri altruistik Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.

3. Bunuh diri anomik Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.

Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak
langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol
adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

2. DIAGNOSIS
 Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. RENCANA INTERVENSI
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosis keperawatan risiko bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1) Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat.
2) Tindakan
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka
Anda dapat melakukan tindakan berikut.
a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke tempat
yang aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas,
tali pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

1) Tujuan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
2) Tindakan
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya di sekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun sendiri.
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

4. EVALUASI
1) Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang tetap
aman dan selamat.
2) Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan
bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan
keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri.
3) Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan hal berikut.
a. Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4) Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan
risiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut.
a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.
b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota
keluarga yang berisiko bunuh diri.
c. Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia dalam
merawat anggota keluarga yeng berisiko bunuh diri.

H. STRATEGI PELAKSANAAN (SP)


SP 1 : melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
SP II : meningkatkan harga diri dan mengidentifikasi aspek positif pasien insyarat
bunuh diri
SP III : meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (pola Koping)
pasien resiko bunuh diri
SP IV : Menyusun rencana masa depan
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1)

Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Dea berusia 17 tahun. Tinggal daerah perbukitan. Ia selalu tampak murung dan sedih.
Setiap orang yang ingin mendekatinya akan selalu dijauhi. Dea sering sekali mengatakan 
“segala sesuatu akan lebih baik jika tanpa saya. Saya adalah orang yang selalu membawa
musibah sudah sepantasnya saya pergi jauh dari sini”. Kondisi ini mulai terjadi sejak
tujuh hari yang lalu. Sahabatnya Nina jatuh dari tebing yang curam ketika sedang bermain
berdua sehingga sahabatnya Nina meninggal dunia 7 hari yang lalu. Ibu dan ayahnya
sangat cemas melihat kondisi Dea sekarang.

2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat meningkatkan harga dirinya
b. Klien dapat melakukan kegiatan sehari-hari
c. Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya.

3. Tindakan keperawatan: Melindungi pasien

Tindakan yang dilakukan perawat saat melindungi pasien dengan risiko bunuh diri
ialah:

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal


b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f. Perawat harus menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan
ke tempat yang lebih aman.
g. Perawat menjauhkan semua benda berbahaya (misalnya gnting, garpu, pisau, silet,
tali pinggang, dan gelas)
h. Perawat memastikan pasien telah meminum obatnya.
i. Perawat menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan untuk bunuh diri.

SP 1Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

ORIENTASI

Salam terapeutik : Selamat pagi ibu, Apakah benar ini ibu P. Ohh, senang dipanggil apa ?
Ohh Ibu A. Baiklah ibu P, perkenalkan nama saya adalah perawat Natalia, saya biasa
dipanggil Suster lia , saya bertugas pada shift siang mulai pukul 12.00-14.00.

Evaluasi dan validasi : Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Saya akan selalu menemani ibu
disini mulai dari pukul 12.00-14.00, nanti akan ada perawat yang menggantikan saya untuk
menemani Ibu selama dirawat di rumah sakit ini.

Kontrak : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang ibu rasakan selama ini,
saya siap mendengarkan sesuatu yang ingin mbak sampaikan. Bagaimana kalau kita lakukan
disini saja? Jam berapa kita akan berbincang – bincang? Bagaimana kalau jam 13.00 setelah
makan siang mbak?

KERJA

Bagaimana perasaan ibu setelah bencana itu terjadi? Apakah dengan bencana tersebut ibu
anggi merasa paling menderita di dunia ini? Apakah ibu kehilangan kepercayaan diri?
Apakah ibu imerasa tidak berharga dan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah  ibu
sering mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi? Apakah ibu berniat untuk menyakiti diri
sendiri seperti ingin bunuh diri atau berharap ibu akan mati? Apakah ibu ingin mencoba
untuk bunuh diri? Apa sebabnya?

Jika klien telah menyampaikan ide bunuh diri, segera memberikan tindakan untuk melindungi
klien.
Baiklah tampaknya ibu memerlukan bantuan untuk menghilangkan keinginan untuk bunuh
diri. Saya perlu memeriksa seluruh kamar untuk memastikan tidak ada benda-benda yang
membahayakan ibu anggi.

Nah, karena ibu tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup
maka saya tidak akan membiarkan ibu sendiri.

Apakah yang akan ibu lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Ya, saya setuju. Ibu
harus memaggil perawat yang bertugas di tempat ini untuk membantu ibu. Saya percaya ibu
dapat melakukannya.

TERMINASI

Bagaimana perasaan ibu setelah kita bincang – bincang selama ini ?

Coba ibu sebutkan cara tersebut ?

Dea, untuk pertemuan selanjutnya kita membicarakan tentang meningkatkan harga diri pasien
isyarat bunuh diri. Jam berapa bersedia bercakap-cakap lagi? mau berapa lama?
ibu , mau dimana tempatnya?
Daftar Pustaka

Yusuf.Ah.dkk.2016.Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta Selatan : Salemba Medika

Nurhalima.2016.Praktikum, Keperawatan Jiwa Jakarta : Kemenkes RI

SDKI , NIC, NOC

http://id.scribd.com/document/393161663/LAMPIRAN-INTERVENSI-RBD

Anda mungkin juga menyukai