Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH KASUS 3

PARASITOLOGI

Disusun oleh :

Cantika Vadia Aqli 1910211029

Balqis Salsabila 1910211030

Anastasia Joanne 1910211031

E. Amirul Haibansyah 1910211037

Naufalda Almira 1910211097

Zahra Nur Aulia Rahma 1910211100

Yudivaniel Zihono 1910211106

Azzahra Roudhotul Jannah 1910211121

Putri Nabilla Febrianty 1910211123

PROGRAM STUDI SI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

1
2019/2020

DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………................................................................ 2

Parasitologi .................................................................................... 3

Helmintologi .................................................................................. 5

Protozologi......................................................................................21

Entomologi.................................................................................... 43

Mikologi ....................................................................................... 48

Respon Imun terhadap Parasit....................................................... 51

Daftar pustaka................................................................................ 54

2
PARASITOLOGI

PARASIT

A. DEFINISI
Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk
sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk
mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu. Parasitologi berasal dari
kata parasitos yang artinya jasad yang mengambil makanan, dan logos yang artinya ilmu.
Parasit berasal dari kata sitos yang artinya makanan dan parasitos yang artinya
seseorang yang ikut makan. Jadi, definisi parasit adalah jasad yang hidup dengan cara
mengambil kebutuhan hidupnya dari jasad lain.
B. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan Lokasi
 Ektoparasit : hidup pada permukaan hospes dan bersifat temporer
 Endoparasit : hidup dalam jaringan hospes
2. Berdasarkan Sifat
 Fakultatif : menggantungkan sebagian sumber energi pada hospes
 Obligat : sepenuhnya menggantungkan sumber energi pada hospes
3. Berdasarkan Waktu
 Temporer : parasit yang masa hidupnya hidup bebas dan sewaktu-waktu
mencari inang untuk mendapatkan makanan
 Stasioner : parasit yang sebagian atau seluruh hidupnya menetap pada hospes,
bu menetap selama satu stadium siklus hidupnya disebut Parasit Stasioner
Berkala (Stasioner Periodik) dan apabila selama hidupnya menetap dan
berparasit pada hospes disebut Parasit Stasioner Permanen
4. Berdasarkan Jumlah Hospes
 Holoksenosa : parasit yang dalam siklus hidupnya hanya membutuhkan satu
organisme lain sebagai hospes, contohnya Eimeria tenella
 Heteroksenosa : parasit yang dalam siklus hidupnyamembutuhkan lebih dan
satu organisme lain sebagai hospesnya
5. Berdasarkan Klasifikasi Hewan

3
 Uniseluler : parasit bersel satu
 Multiseluler : parasit bersel banyak
C. KLASIFIKASI UMUM
Secara umum, parasit dapat digolongkan menjadi :
1. Zooparasit
Parasit yang berupa hewan, dibagi menjadi protozoa dan metazoa
2. Fitoparasit
Parasit berupa tumbuh-tumbuhan yang terdiri atas bakteri & jamur
3. Spirochaeta & Virus
D. KLASIFIKASI KHUSUS
Secara khusus, parasit dapat digolongkan menjadi :
1. Helmintologi
Ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing. Berdasarkan taksonomi, helmin
dibagi menjadi 2, yaitu nematelminthes dan platyhelminthes. Nematelminthes
memiliki ciri-ciri berbentuk bulat memanjang, pada potongan transversal tampak
rongga badan dan alat kelamin terpisah. Platyhelminthes terbagi menjadi trematoda
yang berbentuk seperti daun, dan cestode yang badannya berbentuk pita.
2. Protozologi
Ilmu yang mempelajari parasite berupa protozoa, yaitu hewan bersel satu yang
hidup sendiri atau dalam bentuk koloni yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Pada umumnya terdiri dari 2 stadium ,yaitu stadium trofozoit dan stadium kista.
3. Entomologi
Ilmu yang mempelajari parasite berupa arthropoda. Ciri-ciri arthropoda yaitu
badan beruas-ruas, umbai-umbai beruas-ruas, eksoskelet, dan bentuk badan simetris
bilateral. Pertumbuhan serangga mengalami perubahan-perubahan bentuk yang
disebut metamorphosis.
4. Mikologi
Ilmu yang mempelajari parasit berupa jamur, yaitu mikroorganisme eukariotik
yang berbeda dengan tumbuhan. DInding sel terbuat dari kitin. Membran selnya
tersusun dari argosterol yang menjadi sasaran efek obat infeksi jamur. Jamur

4
memiliki protoplasma dengan satu atau lebih inti, tidak memiliki klorofil, dan
berkembang biak secara seksual maupun aseksual.
E. TERMINOLOGI
1. Parasitisme
Hubungan timbal balik suatu spesies dengan spesies lain untuk kelangsungan
hidupnya. Menurut derajat parasitisme dibagi menjadi:
 Komensalisme
Jasad mendapat keuntungan dari jasad lain tanpa merugikan jasad lain tsb
 Mutualisme
Hubungan dua jenis jasad yang saling menguntungkan
 Simbiosis
Hubungan permanen dua jenis jasad dan tidak dapat hidup terpisah
 Pemangsa (Predator)
Parasit yang membunuh mangsanya dahulu lalu memakannya
2. Hospes
Makhluk hidup penyedia makanan atau tempat tinggal bagi makhluk hidup lain
(parasit). Menurut macamnya dibagi menjadi:
 Hospes definitif
Tempat parasit hidup, tumbuh dewasa, dan berkembangbiak seksual
 Hospes perantara
Tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif dan siap ditularkan kepada
manusia (hospes)
 Hospes reservoir
Hewan mengandung parasit; merupakan sumber infeksi bagi manusia
 Hospes parateknik
Hewan mengandung stadium infektif parasit tanpa menjadi dewasa; stadium
infektif ditularkan dan menjadi dewasa pada hospes definitive
F. SEGITIGA EPIDEMIOLOGI
Merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberi gambaran hubungan tiga
faktor yg

5
berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya (Host, Agent,
Environment, diperantai Vector)

Keadaan di masyarakat dikatakan ada masalah kesehatan jika terjadi ketidak seimbangan
antara Host, Agent dan Environment.
1. Faktor agent
Faktor penyebab penyakit atau masalah kesehatan
 Gizi: kurang gizi, vitamin, mineral, kelebihan gizi
 Kimia: pengawet, pewarna, asbes, cobalt, racun, antigen
 Fisik: radiasi, trauma, suara, getaran
 Biologis: amoeba, bakteri, jamur, riketsia, virus, plasmodium, cacing
2. Vektor
Jasad (umumnya serangga) yang tidak menyebabkan penyakit namun menyebarkan
patogen dari satu inang ke inang lain. Dibagi menjadi vektor mekanik dan vektor
biologik

HELMINTOLOGI

A. DEFINISI

Ilmu yang mempelajari tentang parasit berupa cacing

B. KLASIFIKASI
1. PLATYHELMINTHES
Platyhelminthes (dalam bahasa yunani, platy=pipih, helminthes=cacing) atau
cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sudah lebih maju
dibandingkan porifera dan Coelenterata. Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan
sel (triploblastik), yaitu ekstoderm, mesoderm, dan endoderm.
a. Ciri Tubuh

6
Ciri tubuh Platyhelminthes meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi
tubuh.
1) Ukuran dan bentuk tubuh
Platyhelminthes memiliki ukuran tubuh beragam, dari yang
berukuran hampir mikroskopis hingga yang panjangnya 20 cm.
Tubuh Platyhelminthes simetris bilateral dengan bentuk pipih. Di
antara hewan simetris bilateral, Platyhelminthes memiliki tubuh
yang paling sederhana.
2) Struktur dan fungsi tubuh
Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga
disebut hewan aselomata. Sistem pencernaan terdiri dari mulut,
faring, dan usus (tanpa anus). Usus bercabang-cabang ke seluruh
tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah
(sirkulasi). Platyhelminthes juga tidak memiliki sistem respirasi dan
eksresi. Pernapasan dilakukan secara difusi oleh seluruh sel
tubuhnya.
Proses ini terjadi karena tubuhnya yang pipih. Sistem eksresi pada
kelompok Platyhelminthes tertentu berfungsi untuk menjaga kadar
air dalam tubuh. Kelompok Platyhelminthes tertentu memiliki sistem
saraf tangga tali. Sistem saraf tangga taki terdiri dari sepasang
simpul saraf (ganglia) dengan sepasang tali saraf yang memanjang
dan bercabang-cabang melintang seperti tangga. Organ reproduksi
jantan (testis) dan organ betina (Ovarium). Platyhelminthes terdapat
dalam satu individu sehingga disebut hewan hemafrodit. Alat
reproduksi terdapat pada bagian ventral tubuh.
b. Cara Hidup dan Habitat
Platyhelminthes ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes
yang hidup bebas memakan hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat
organic lainnya seperti sisa organisme. Platyhelminthes parasit hidup pada
jaringan atau cairan tubuh inangnya. Habitat Platyhelminthes yang hidup
bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembap.

7
Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit)
pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
c. Reproduksi
Reproduksi Platyhelminthes dilakukan secara seksual dan aseksual. Pada
reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum oleh sperma
terjadi di dalam tubuh (internal). Fertilisasi dapat dilakukan sendiri ataupun
dengan pasangan lain. Reproduksi aseksual tidak dilakukan oleh semua.
Platyhelminthes. Kelompok Platyhelminthes tertentu dapat melakukan
reproduksi aseksual dengan cara membelah diri (fragmentasi), kemudian
regenerasi potongan tubuh tersebut menjadi individu baru.
d. Klasifikasi
Platyhelminthes meliputi 2 kelas yang bersifat parasit, yaitu :
1) Kelas Trematoda
Trematoda Hati:
 Clonorchis sinensis
 Opistorchis felineus
 Opistorchis viverini
 Fasciola hepatica
Trematoda Paru:
 Parogonimus westremani
Trematoda Usus:
 Keluarga Fasciolidae
 Keluarga Echinostomatidae
 Keluarga Heterophydae
Termatoda Darah:
 Schistosoma haematobium
 Schistosoma japonicum
 Schistosoma manson
2) Kelas Cestoda
 Diphyllobothrium latum

8
 Hymenolepis nana
 Echinococus granulosus
 Multiculoris
 Taenia saginata
 Taenia solium
e. Penyakit yang Disebabkan Platyhelminthes
1) Kelas Trematoda
Cacing dewasa, umumnya berbentuk pipih, ada bagian ventral dan
bagian dorsalnya. Beberapa spesies ada yang bentuknya agak bulat
panjang, ada pula yang bagian anteriornya bulat panjang sedangkan
bagian posteriornya pipih melebar. Alat reproduksinya ada yang
jelas terpisah antara cacing jantan dan betina ada pula yang
hermaprodit. Telur cacing keluar dari tubuh manusia bisa bersama
feses (fasciola chlonorcis, fasciolosis, schistosoma mansoni, dan
Schistosoma japonicum); urina (schistosoma haematobium) atau
melalui sputum (paragonimus).
Di dalam air, Telur yang menetas menjadi larva. Dalam
perkembanganya memerlukan sejenis mollusca (siput air tawar)
sebagai intermediate host. Sebagian besar trematoda memerlukan
intermediate host ke-2, dimana larvanya berkembang menjadi
kista. Echinostoma ilocanum memerlukan molusca lain, clonorchis
sp, memerlukan ikan air tawar, paragonimus sp memerlukan kepiting
udang sebagai intermediate host keduanya, sedangkan fasciola
sp menempelkan kistanya pada tanan air. Bila manusia memakan
host intermediate ke-2 atau tanaman tempat kistanya
berada,dalamkedaan mentah atau kurang matang akan terjadi
penularan penyakit, dan siklus hidup cacing akan menjadi lengkap.
Gejala penyakit yang disebabkan trematoda tergantung pada :
 Ukuran dan banyaknya cacing didalam tubuh.
 Organ atau jaringan tubuh yang terinfeksi.

9
Sejumlah besar cacing kecil dari spresies metagonimus atau
heterophyes yang menempel pada mucosa usus halus hanya akan
menimbulkan gejala penyakit yang ringan, tetepi fasciolopsis dengan
jumlah yang sama di intestinum akan menimbulkan kerusakan lokal
yang hebat dan keracunan sistemis. Sejumlah
besar clonorchis atau opistorchis  yang akan menimbulkan reaksi
radang pada saluran empedu bagian distal, tidak menimbulkan
kerusakan yang berarti pada hati. Akan tetapi, fasciola  yang
ukurannya besar dan menyebabkan trauma sewaktu bermigrasi di
atara sel-sel hati serta menempati bagian proximal saluran empedu
menimbulkan kerusakan yang cukup parah di dalam hati.

Kelainan akibat trematoda biasanya lokal dan sistemis. Kelainan


lokal berupa ulcerasi, kerusakan jaringan, abscess atau terbentuknya
jaringan fibrosis. Gejala penyakitnya bergantung pada besarnya
kerusakan yang terjadi dan organ yang terkena dan apakah
kerusakannya permanen (menetap) atau hanya sementara. Kelainan
sistemis biasanya terjadi karena pengaruh toxin (racun) cacing yang
terserap ke dalam darah, menimbulkan reaksi leukocytosis,
hyperreosinophilia, dan reaksi alergi. Pada infeksi oleh trematoda
bisa dibedakan :

 Masa inkubasi.
 Fase akut.
 Fase kronis.
Berkecamuknya penyakit trematoda di suatu daerah, terutama
ditentukan oleh adanya mollusca sebagai host intermediate di
wilayah tersebut. Sedangkan intermediate host kedua, relatif kurang
berperan karena larva trematodanya hanya akan melanjutkan
perkembanganya bila bertemu dengan intermediate host kedua
tertentu, sedangkan terhadap mollusca tidak terlalu memilih.

10
Kebiasaan masyarakat di daerah endemi juga sangat menentukan
untuk terjadinya infeksi terhadap dirinya maupun penyebaran
penyakitnya. Kebiasaan mandi, mencuci, berbasah-basah di sungai,
kolam atau sawah di mana terdapat larva schistosoma, berisiko untuk
ketularan. Makan sayuran (fasciola), udang atau
kepiting (paragonimus), ikan (clonorchis, opisthorchis)  yang kurang
matang menyebabkan terjadinya penularan.
Cara pembuangan kotoran, urina atau sputum yang tidak benar,
menyebabkan pengotoran air dimana intermediate host-nya
mendapatkan infeksi. Penderita juga merupakan sumber penularan
yang berbahaya bagi masyarakat luas.
 Trematoda Hati (Fasciola hepatica)
Terdapat pada manusia, kambing dan sapi. Penyakit ini di
sebut fasioliasis. Cacing di temukan di Amerika Latin,
Prancis, dan negara-negara sekitar laut tengah.
Ukuran cacing dewasa panjangnya 25 mm dan lebar 13
mm, bersifat hemaprodit. Cacing dewasanya hidup di dalam
saluran empedu dan parenchyma liver. Fasciola
hepatica sebenarnya merupakan penyakit terutama pada biri-
biri dan kambing. Menular kepada  manusia melalui tanaman
air, yang mengandung metacercaria yang dimasak kurang
makan atau dimakan mentah. Telur cacing yang berasal dari
feces penderita bila jatuh ke dalam air akan menetas manjadi
miracidium.
Miracidium akan masuk ke dalam siput dan berkembang
menjadi sporocyst. Sporocyst akan berkembang menjadi
redia dan keluar dari siput menjadi cercaria. Cercaria akan
menempel pada tanaman air atau masuk ke bawah sisik ikan
dan berkembang menjadi metacercaria. Metacercaria bila
termakan oleh definitive host, di dalam intestinum akan

11
berkembang menjadi larva, kemudian menuju saluran
empedu dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Bila infeksinya ringan, sering kali asimtomatis. Pada
infeksi yang lebih berat timbul gejala demam, urtikaria, diare
dan ikterus.Fasciola hepatica yang hidup di dalam saluran
empedu dan parenkim liver menimbulkan  peradangan
berupa hiperplasia, nekrosa dan fibrosis parenkim liver.
Sample untuk pemeriksaan laboratorium berupa feces,
bahan dari duodenum atau dari saluran empedu untuk
menemukan telur cacing atau cacing dewasanya. Pengobatan
di lakukan dengan di obat prazikuantel dan albendazol.
 Trematoda Paru (Paragonimus westermani)
Terdapat pada manusia,udang batu / ketam, atau hewan
yang memakan ketam. Cacing di temukan di RRC, Taiwan,
Jepang, Korea, Filipina, Vietnam, Thailand, India, Malaysia,
Afrika dan Amerika Latin. Di Indonesia di temukan autokton
pada binatang sedangkan pada manusia kasus impor saja.
Cacing dewasa panjangnya 8-20 mm dan lebar 5-9 mm.
Bersifat hemaprodit dan hidup di dalam parenchym paru-
paru. Cacing dewasa yang hidup di dalam parenchym paru-
paru akan bertelur. Telur akan terangkat ke saluran
pernapasan bagian atas, ke luar dari tubuh dengan sputum
waktu batuk atau tertelan dan keluar bersama  feces. Bila
telur jatuh ke air, akan menetas menjadi miracidium.
Miracidium masuk ke dalam tubuh siput, berkembang
menjadi sporocyst, kemudian menjadi redia dan keluar dari
siput sebagai cercaria. Cercaria akan masuk ke dalam tubuh
ketam atau udang, sebagai intermediate host kedua.Di dalam
host intermediate kedua ini, cercaria akan berkembang
menjadi metacercaria. Manusia akan tertulari Paragonimus
westermani bila makan udang/ketam (crustacea) yang

12
mengandung metacercaria ini, yang dimasak kurang matang.
Di dalam duodenum metacercaria akan menetas menjadi
larva. Larva ini akan menembus dinding usus, masuk ke
dalam aliran darah dan akan sampai di parencym paru-paru
untuk berkembang menjadi cacing dewasa di dalam paru-
paru. Larva tadi bisa juga sampai di paru-paru setelah
menerobos diaphragm untuk kemudian masuk ke parenkim
paru-paru.
Gejala yang paling sering terjadi pada infeksi Paragonimus
westermani adalah bronkitis yang kronik, bronkitasi dengan
batuk yang produktif (banyak sputum) di pagi hari dengan
sputum berwarna kecoklatan atau kemerahan kadang-kadang
disertai dispnea. Penyakit ini sering kali dinamakan “endemic
hemoptisis” (batuk darah endemis). Pada penyakit yang berat
sering disertai pleural effusion dan abskess paru-paru.
Sampel untuk pemeriksaan laboratorium adalah sputum dan
feces untuk menemukan telur cacing atau cacing dewasanya.
Dan pengobatan di lakukan dengan di obat prazikuantel dan
bitionol.
Pencegahan penyakit dilakukan dengan memasak crustacea
(udang, ketam, kepiting) sampai matang sebelum dimakan.
 Trematoda Usus (Keluarga Fasciolidae)
Anjing, kelinci dan hewan lai kecuali babi dan manusia.
Nama penyakitnya di sebut fisiopsiasis. Cacing di temukan di
RRC, Taiwan,Filipina, Vietnam, Thailand, India,
Malaysia,dan Indonesia.
Fasciolopsis buski ukuranya antara 50-75 mm, bersifat
hemaprodit. Cacing ini menghuni duodenum dan jejunum.
Merupakan parasit pada manusia dan babi. Telur cacing
keluar dari tubuh manusia bersama feces. Bila telur jatuh ke
dalam air tawar, akan menetas menjadi mirasidium.

13
Mirasidium akan mencari siput
genus Hippentis dan Segmentina sebagai host
intermediatenya. Di dalam siput, miracidium akan
berkembang manjadi sporosyst yang menghasilkan redia
kemudian  berkembang menjadi serkaria. Serkaria ini keluar
dari siput dan berenang bebas kemudian menjadi kista yang
menempel pada tumbuhan air. Dalam keadaan basah,
metaserkaria (kista) ini dapat tahan selama 1 tahun. Bila
metaserkaria ini termakan host definitif, maka setelah sampai
di intestinum akan berkembang menjadi cacing dewasa.
Fasciolopsis buski menular ke manusia melalui tumbuhan air
(sayuran, buah) yang dimakan mentah dan terkontaminasi
metacercarianya. Masa inkubasinya 30-40 hari.
Bila infeksinya ringan, sering sekali asymptomayis. Pada
infeksi yang lebih berat biasanya timbul diarrhea dan
constipasi yang silih bergant, sakit perut, feces berwarna
kuning kehijauan dengan banyak sisa makanan yang tidak
tercerna, anorexia, nausea, muntah dan bertambah kurus
(cachexia). Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan
kematian. Sampel untuk pemeriksaan laboratorium adalah
feses penderita, untuk menemukan telur cacing atau cacing
dewasanya. Dilakukan pengobatan dengan pemberian obat
diklorofen,niklosamid, dan prazikuantel.
 Trematoda Darah (Schistosoma)
Ada 3 spesies schitosoma yang menimbulkan penyakit
pada manusia yaitu: schitosoma haematobium, schitosoma
japonicum dan schitosoma mansoni. Cacing ini hidup
didalam pembuluh darah manusia. Panjangnya antara 6,5-26
mm, yang betina lebih panjang dari yang jantan. Menular
kemanusia karena larvanya (cercaria) menembus kulit yang
tidak dilindungi.

14
Siklus hidup dimulai ketika cacing jantan membuhai cacing
betina di dalam pembuluh darah vena. Selanjutnya, cacing
jantan akan memegang cacing betina di dalam
saluran gynecopheralnya dan membawanya kepembuluh
darah vena yang lebih kecil dijaringan mesenterium.
Pada schitosoma haemotobium akan membawanya ke sisitem
pembuluh vena di daerah pelvis terutama sekitar
vesicaurinaria dan cacing betina akan melepaskan diri dari
jantanya dan menghasilkan telur. Telur-telur ini akan
ditempatkan didalam kapiler pembuluh darah. Pada suatu saat
telur ini akan dilepaskan kedalam lumen usus atau fesica
urine dan keluar dari tubuh bersama feces atau urina.
Didalam air, telur cacing akan menetas menjadi miracidium
(embrio yang mempunyai silia). Miracidium ini akan
berenang dan masuk kedalam siput tertentu untuk
berkembang menjadi sporocyst. Setelah beberapa waktu
tertentu,sporocyst akan berkembang menjadi ratusan
cercariae, dan keluar dari siput, selanjutnya menulari manusia
melalui kulit yang tidak dilindungi. Waktu yang
dibutuhkan sporocyst untuk berkembang menjadi cercaria
pada schistosoma haematobium antara 4-8
minggu, schistosoma japonicumantara 5-7 minggu,
dan schistosoma mansoni sekitar 4 minggu. Orang yang
dalam pekerjaanya banyak berkaitan dengan air, misalnya
waktu menanam padi di sawah, mencuci di sungai,
menyeberang kali, ataupun mandi di sungai dapat
tertulari schistosoma sp. Cercaria yang menempel di kulit
dapat menembus kulit dalam waktu 5 (lima) menit dan dalam
waktu 24 jam sudah beredar dengan darah ke seluruh tubuh.
Schistosoma haematobium dan schistosoma mansoni hanya
menimbulkan panyakit pada manusia.

15
Sedangkan schistosoma japonicum merupakan parasite pada
manusia, kerbau, kuda, ternak, babi, anjing, dan kucing.
Pengobatan penderita untuk menghilangkan sumber
penularan.
2) Kelas Cestoda
Cestoda (cacing pita) dalam siklus hidupnya ada yang memerlukan
air untuk menetaskan telurnya ada yang tidak (cukup dengan tanah).
Yang memerlukan air contohnya Diphyllobothrium latum sedangkan
yang lainnya tidak memerlukan air. Dalam penularannya kepada
manusia ada yang memerlukan intermediate host
misalnya Hymenolepis nana, sedangkan yang lainnya memerlukan 1
(satu) atau 2 (dua) jenis intermediate host. Ukuran cacing dewasanya
bervariasi dari yang panjangnya hanya 40 (empat puluh) mm
(misalnya Hymenolepis nana) sampai yang panjangnya 10-12 meter
(misalnya Taenia saginata dan Diphyllobothrium latum).
Cestoda adalah cacing hemaprodit. Cacing ini terdiri atas scolex
(atau kepala) yang berfungsi sebagai alat untuk melekatkan (kaitan)
diri pada dindingintestinum. Di belakang scolex terdapat leher,
merupakan bagian cacing yang tidak bersegmen. Di belakang leher
tumbuh proglottid yang semakin lama, semakin banyak yang
menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-
segmen. Setiap proglottid (segmen) dilengkapi dengan alat
reproduksi (jantan dan betina). Semakin jauh dari scolex
proglottidnya semakin tua, sehingga proglottidnya yang paling ujung
seolah-olah hanya sebagai kantung telur saja, sehingga disebut
proglottid gravida.
Proglottid muda selalu dibentuk di belakang leher, sehingga
proglottid tua akan terdorong semakin lama semakin jauh letaknya
dari scolex. Seluruh cacing mulai scolex, leher sampai proglottid
yang terakhir (proglottid gravida) disebut strobila. Cestoda berbeda
dengan nematode dan trematoda, tidak mempunyai usus. Makanan

16
masuk ke dalam tubuh cacing karena diserap oleh permukaan sel
cacing. Diphyllobothrium latum
Cacing dewasa panjangnya dapat mencapai 10 (sepuluh) meter.
Menempel pada dinding intestinum dengan scolex. Panjang scolex
dengan lehernya 5-10 mm jumlah proglotidnya bisa mencapai
3.000 (tiga ribu) atau lebih. Satu cacing bias mengeluarkan
1.000.000 (satu juta) telur setiap harinya. Telur Diphyllobothrium
latum harus jatuh ke dalam air agar bias menetas menjadi
coracidium. Coracidium (larva) ini harus dimakan oleh
Cyclops atau Diaptomus untuk bias melanjutkan siklus hidupnya.
Di dalam tubuh Cyclops larva akan tumbuh menjadi larva
procercoid. Bila Cyclops yang mengandung larva procercoid
dimakan oleh ikan tertentu (intermediate host kedua), maka larva
cacing akan berkembang
2. Nemathelminthes
Nematoda adalah cacing yang panjang, berbentuk silindris, tidak bersegmen, dan
ujungnya merunjing. Nematoda merupakan cacing dengan jumlah spesies terbanyak
di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit.
a. Karakteristik utama
 Triploblastik, di lapisan paling luar terdapat kutikula yang melindungi
tubuhnya, di bagian tengah terdapat lapisan hipodermis, dan di bagian
dalam terdapat lapisan otot.
 Pseudoselomata atau berongga semu.
 Berbentuk silindris.
 Umumnya ukuran cacing jantan lebih kecil dari cacing betina dan
bagian posteriornya melengkung ke ventral.
 Sistem pencernaan lengkap.
 Sistem ekskresi dan saraf sederhana.
 Sistem reproduksi terpisah.
 Sistem reproduksi jantan terdiri dari tubulus tunggal halus yang
berdiferensiasi menjadi testis, vas deferens, vesica seminalis, dan

17
saluran ejakulasi yang bermuara di kloaka serta organ kopulasi berupa
spikula.
 Sistem reproduksi betina terdiri dari ovarium, oviduk, seminal
reseptakel uterus, dan vagina.
 Pada umumnya bertelur (ovipar), tetapi ada juga yang mengeluarkan
larva (vivipar), atau mengeluarkan telur mengandung larva yang
langsung menetas (ovovivipar). Terdapat spesies yang bisa
berkembang biak secara partenogenesis, yaitu secara aseksual dimana
betina memproduksi sel telur tanpa prose fertilisasi.

Berdasarkan tempat hidup cacing dewasa, nematoda dibagi menjadi dua, yaitu
nematoda usus dan nematoda jaringan.

1) Nematoda Usus
Di antara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan
melalui tanah, disebut soil transmitted helminths. Cacing nematoda
usus yang menyerang manusia adalah Ascaris lumbricoides,
Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis, dan beberapa spesies Trichostrongylus.
 Ascaris lumbricoides
a. Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Rhabditea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
b. Morfologi
Cacing Dewasa
 Berbentuk silindris dengan ujung yang
meruncing

18
 Berwarna merah muda pucat
 Memiliki mulut yang terletak di bagian ujung
anterior yang terdiri dari tiga bibir, yaitu satu
dorsal dan 2 ventrolateral serta terdapat papil
peraba
 Cacing dewasa jantan memiliki panjang 15-30
cm dan lebar 2-4 mm, dua spikula, testis
melingkar, dan ekor yang melengkung ke
ventral
 Cacing dewasa betina memiliki panjang 20-40
cm dan lebar 3-6 mm, bentuknya lurus,
memiliki vulva yang berfungsi untuk
memudahkan proses perkawinan, dapat
berkembang biak secara partenogenesis, dan
dapat menghasilkan 200.000 telur sehari
Telur
Terdapat dua jenis telur yang dihasilkan:
1. Telur yang terfertilisasi
Telur yang terfertilisasi dihasilkan oleh cacing
dewasa betina yang mengalami inseminasi
melalui perkawinan dengan jantan. Telur jenis ini
mengandung embrio yang dapat berkembang
menjadi bentuk infektif, yaitu larva rhabditiform.
2. Telur yang tidak terfertilisasi
Telur yang tidak terfertilisasi dihasilkan oleh
cacing dewasa betina yang berkembang biak
secara partenogenesis, tidak diinsemenasi oleh
cacing dewasa jantan. Telur jenis ini merupakan
telur non-embrionik sehingga tidak dapat
berkembang ke bentuk infektif.
c. Daur Hidup

19
Daur hidup Ascaris lumbricoides :
 Telur keluar dari tubuh manusia bersama
feses
 Telur yang terfertilisasi mengalami
perkembangan di tanahmenjadi ke bentuk
infektif, yaitu larva rhabditiform yang
masih berada di dalam telur.
Perkembangan telur ini membutuhkan
waktu selama sekitar 3 minggu.
 Makanan dan air yang terkontaminasi
larva rhabditiform tertelan manusia
 Telur yang mengandung larva
rhabditiform masuk ke lumen usus halus
manusia dan kemudian menetas
 Larva rhabditiform yang sudah menetas
menembus lapisan mukosa usus halus
menuju ke pembuluh darah dan ikut sistem
sirkulasi hingga sampai ke paru-paru
 Larva rhabditiform yang sudah mencapai
paru-paru kemudian menembus dinding
alveolus kemudian naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus
 Dari trakea, larva bergerak menuju faring
dan menyebabkan rangsangan pada faring
yang menyebabkan penderita batuk
 Larva tertelan ke dalam esofagus
kemudian menuju usus halus
 Di lumen usus halus, larva berkembang
menjadi cacing dewasa yang akan
menghasilkan telur Sejak telur matang

20
tertelan sampai cacing dewasa bertelur,
dibutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan.
d. Patologi dan Gejala Klinis
Hospes dari Ascaris lumbricoides adalah manusia.
Penyakit yang ditimbulkan disebut askariasis.
Gejala yang timbul pada penderita dapat
disebabkan oleh larva dan cacing dewasa.
a. Gangguan akibat larva
 Timbul gangguan pada paru disertai
batuk, demam, eosinophilia
 Perdarahan kecil di dinding alveolus
b. Gangguan akibat cacing dewasa
 Gangguan usus ringan seperti mual,
nafsu makan berkurang, diare, dan
konstipasi
 Malnutrisi
e. Diagnosis
Dapat dilakukan melalui deteksi parasit pada feses
untuk bentuk cacing dewasa dan telur, dan juga
deteksi parasit pada dahak untuk bentuk larva.
f. Pengobatan
Dapat digunakan berbagai obat, yaitu piperasin,
pirantel pamoat, albendazol, dan mebendazol.
g. Profilaksis
 Menghindari kontak langsung dengan
tanah
 Menghindari makan sayur mentah yang
tidak higienis
 Hidup sehat dan bersih
 Pengobatan pada penderita, terutama anak-
anak

21
PROTOZOLOGI

PROTOZOA

Protozoa berasal dari kata proto= pertama, dan zoon=hewan. Sehingga, protozoa adalah hewan
bersel satu yang hidup sendiri maupun berkoloni yang sebagian dapat hidup bebas maupun
sebagai parasit. Beberapa protozoa memiliki beragam ukuran yang bervariasi, mulai dari
beberapa mikron hingga 40 mikron (tetapi yang terbesar adalah Balatidium coli sebesar 70
mikron). Bentuk dari protozoa juga beragam, yaitu bukat, lonjong, simetris, nilateral, maupun
tidak teratur. Klasifikasi dari protozoa berdasarkan taksonominya dapat dibagi menjadi 4
phylum, yangterdiri dari Rhizopoda, Ciliata, Mastigophora, dan Sporozoa.

A. Rhizopod
Rhizopoda terdiri dari 8 spesies yang seluruh hospesnya adalah manusia, dengan 7
diantaranya merupakan apatogen, dan hanya 1 yang dapat menjadi patogen yaitu
Entamoeba hystolytica yang merupakan penyebab penyakit amebasis. Pada pembahasan
filum rhizopoda akan dititik beratkan pada spesies Entamoeba hystolytica, yaitu:
a. Taksonomi
Kingdom: Protista
Phylum: Amoebozoa
Classis: Archamoebae
Ordo: Amoebid
Familia: Endamoebidae
Genus: Entamoeba
Spesies: Entamoeba hystolytica
b. Morfologi
1. Struktur
Nukleus, yang berfungsi untuk pertahanan hidup dan mengatur reproduksi.
Sitoplasma, yang berfungsi untuk melakukan beberap aktifitas sel seperti
pencernaan, respirasi, ekskresi, dan pergerakan
2. Bentuk/ stadium
Stadium kista, merupakan bentuk infektif dari spesies ini, dimana kistanya
berbentuk lonjong atau bulat, dan jika sudah matur memiliki 4 inti Stadium

22
trofozoit, merupakan bentuk patogen dari spesies ini, memiliki inti di
endoplasma dan terdapat eristrosit di endoplasmanya
3. Alat gerak
Alat gerak spesies ini adalah pseudopodia
4. Tempat hidup
Spesies ini banyak ditemukan di tempat/ daerah epidemi yang beriklim tropik
dan subtropik, tetapi jika habitatnya adalah tempat yang lembab dan pada air
jika ia hidup diluar habitat
5. Pencernaan
Pencernaan terjadi pada zat cair akan terjadi secara osmosis, tetapi pada zat
padat akan masuk melalui ektoplasma atau peristom yang selanjutnya akan
masuk ke endoplasma untuk kemudian dimasukkan dalam vakuola.
6. Daur hidup
Kista matang tertelan, lalu masuk ke lumen usus besar untuk lemudian berubah
menjadi bentuk patogen yaitu trofozoit, bentuk trofozoit ini yang kemudian
mungkin untuk masuk ke jaringan ekstraintestinal dan menyebabkan abses di
otak, paru-paru, hati, kulit, dan vagina, sementara pada lumen kolon sendiri
menyebabkan ulkus kolon. Setelah itu, protozoa pada lumen usus sebagian akan
ikut keluar bersama feses dalam bentuk kista (stadium infektif) untuk kemudian
dapat menginfeksi hospes lain melalui lingkungan abiotis berupa air dan tanah
yang tercemar kista dewasa.
7. Patologi dan manifestasi klinis
Didalam spesies ini khususnya pada stadiun trofozoit terdapat antigen gal/gal
Nac-lectin yang berfungsi untuk merusak struktur epitel kolon, selanjutnya
amoebapores yang ada di sitoplasma akan membentuk celah agar trofozoit
dapat menembus lapisan muskularis mukosa kolon, dan enzim proteolisis juga
akan membantu melisiskan matriks ekstrasel kolon agar trofozoit dapat masuk
ke lapisan submucosa kolon untuk kemudian bereplikasi dan bereproduksi
disana dengan cara belah pasang. Di lapisan ini trofozoit bisa menginfeksi
organ-organ lain ekstraintestinal masuk ke dalam sistem sirkulasi.
8. Diagnosis

23
Dapat melalui PCR (polimerase chain reaction) sampel tinja penderita untuk
mengamati adanya DNA atau RNA protozoa tersebutPemeriksaat laboratorium
dari sampel tinja penderita yang akan diamati melalui mikroskop. Mendeteksi
adanya antigen gal/gal nac-lectin pada tinja, serum, abses jaringan, ataupun air
liur penderita.
9. Pencegahan
Tidak memakai tinja manusia sebagai pupuk, meningkatkan sanitasi pribadi dan
lingkungan, menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi
(semua harus dimasak hingga matang/ mendidih)

B. Ciliata

Protozoa pada filum ini memiliki ciri khas yaitu memiliki alat gerak cilia di sebagian atau
seluruh permukaan sel, pada filum ini akan dibahas lebih rinci pada spesies Balantidium
coli yang merupakan patogen penyebab penyakit balantidiasis, spesies ini dapat hidup
pada hospes selain manusia yaitu pada babi, kera, dan tikus, yang memiliki pembahasan
sebagai berikut:
a. Taksonomi
Kingdom: Protista
Phylum: Ciliata
Classis: Litostomatea
Ordo: Vestibuliterida
Familia: Balantididae
Genus: Balantidium
Spesies: Balantidium coli
b. Morfologi
Struktur
Sitoplasma, yang berfungsi untuk melakukan beberap aktifitas sel seperti pencernaan,
respirasi, ekskresi, dan pergerakan Nukleus, terdiri dari makronukleus yang berfungsi
untuk pengaturan aktivitas sel dan pertahanan sel, dan mikronukleus yang berfungsi
dalam pembelahan sel (hanya terdapat pada stadium vegetatif)

24
Bentuk/ stadium
Terdiri dari stadium kista (infektif) dan stadium vegetative yang terbesar dari semua
jenis protozoa lain, spesies ini berukuran sekitar 70 mikron, berbentuk lonjong
(stasium vegetatifnya), dan biasanya fase infeksinya berada pada kolon manusia,
terutama bagian caecum.

Alat gerak
Spesies ini memiliki alat gerak berupa cilia di seluruh ataupun sebagian permukaan
selnya

Tempat hidup
Habitatnya ada pada daerah epidemi tropik dan subtropik

Pencernaan
Makanan yang masuk akan disalurkan melalui eksoplasma yang kemudian masuk ke
cytostom, lubang di cytostom ini akan diteruskan menuju cytopharynx sehingga
makanan bisa mencapai endoplasma yang kemudian sebagian besar disimpan pada
vakuola makanan yang terdapat didalam sel.

Daur hidup
Kista dewasa tertelan, masuk ke traktus gastrointestinal dan mengalami ekskistasi di
usus halus menjadi stadium vegetatif, dimana stadium ini berada dan berkembang di
lumen usus besar (kolon) khususnya caecum dan dapat menyebabkan lumen usus
mengalami ulkus kolon, setelah itu terjadi enkistasi di kolon dimana fase vegetative
berubah menjadi stadium kista dan keluar melalui feses, dan siap untuk menginfeksi
hospes lain melalui perantara lingkungan seperti air dan tanah.
c. Patologi dan manifestasi klinis
Tahapan dimulai dengan adanya enzim hialurodinase oada sel ini yang dapat
menginvasi mukosa usus yang dapat menyebabkan infeksi, infeksi ini kemudian
berkembang menjadi abses jaringan yang pada saat tertentu dapat pecah dan
menyebabkan ulkus kolon disertai gejala lain seperti diare dan konstipasi yang

25
bergantian. Gejala lain pada jaringan ekstraintestinal juga dapat berupa manifestasi
infeksi di peritonium (peritonitis) dan uretra (uretritis)
d. Diagnosis
Memeriksa sampel feses melalui laboratorium maupun secara tes PCR untuk
mengetahui jenis parasit pada penderita, memeriksa adanya trofozoit pada feses cair,
elakukan sigmoidoskopi ataupun kolonoskopi untuk menemukan trofozoit pada
lumen usus
e. Pencegahan
 Menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan
 Menjaga kebersihan kandang hewan (babi, kera) karena sebagian besar
 penyebarannya melalui feses hewan (terutama babi karena banyak
 masyarakat Indonesia yang masih memelihara babi)

PLASMODIUM FALCIPARUM
A. Sejarah plasmodium falciparum
P. falciparum pertama kali dilihat oleh Alfonse Laveran yang memeriksa mayat-
mayat mereka yang meninggal akibat malaria ganas di Afrika Utara pada akhir 1800-
an. Laveran melihat jumlah besar pigmen dalam darah, limpa, hati, dan otak, yang
berubah warna jaringan.
Setelah dua tahun pengamatan tercatat bahwa bola hialin sel-sel dan tubuh
berbentuk bulan sabit hadir dalam pigmen. Meskipun tidak yakin apakah ini benar-
benar parasit ia melihat, pada 6 November 1880 semua keraguan diangkat. Dengan
mempelajari sampel darah segar dari seorang tentara dengan malaria kronis.
Laveran mengamati bentuk bulan sabit perlahan metamorphasize menjadi badan
bulat yang kemudian exflagellated. Dia kemudian disebut organisme yang ia melihat
setelah dirinya, Laverania falcipara, yang kemudian dikenal sebagai Plasmodium
falciparum.
Plasmodium falciparum (Karapelou, 1987).
Kingdm : Protista
Filum : Apicomplexa

26
Kelas : Sporozoea
Subclass : coccidia, agar Ercoccidiida
Subordo : Haemosporina
Genus : Plasmodium
Spesies : Plasmodium falciparum

B. Pengertian palasmodium palciparum


Plasmodium falciparum merupakan salah satu dari empat spesies yang berbeda
dari parasit malaria yang mempengaruhi manusia, yang dua mendominasi sebagai
ancaman bagi kesehatan masyarakat. Plasmodium falciparum ditemukan secara
global
tetapi yang paling umum di Afrika. Hal ini menimbulkan infeksi akut yang dapat
dengan cepat mengancam jiwa. Infeksi kronis juga menyebabkan anemia
melemahkan.
Pasmodium falciparum, dapat menyebabkan penyakit tertian maligna ( malaria
tropica ), infeksi oleh spesies ini menyebabkan parasitemia yang meningkat jauh lebih
cepat dibandingkan spesies lain dan merozoitnya menginfesi sel darah merah dari
segala umur ( baik muda maupun tua ).
C. Demografi
Terkonsentrasi terutama di daerah tropis dan subtropis, P. falciparum telah
menyebar sampai ke daerah beriklim dan sebelum program pemberantasan,
sampai ke selatan Amerika Serikat juga. Meski sekarang dihilangkan dari negara-
negara maju, P.falciparum dan karena malaria tropica, jenis malaria yang
disebabkan oleh P. falciparum, jalankan dicentang atas sebagian besar wilayah
Afrika dan di tempat lain di daerah tropis dan pada gilirannya parasit ini adalah
yang terbesar pembunuh di wilayah ini. Anehnya meskipun, P. falciparum tidak
hanya terikat oleh lintang, tetapi juga ketinggian juga. Karena berbagai faktor,
yang paling penting diantaranya adalah suhu, ada sedikit atau tidak ada malaria di
atas seribu meter di sabuk pesisir Afrika, namun di pedalaman hangat, malaria
merajalela antara 1.200-1.400 meter tetapi, dengan pengecualian terbatas,
penularan malaria tidak terjadi lebih dari 1500 meter. Pada ketinggian yang lebih

27
tinggi dan karena suhu dingin, sporogoni di nyamuk, yang akan dibahas
kemudian, tidak dapat diselesaikan dan karena transmisi tidak terjadi sehingga
menempatkan batas pada ketinggian di mana malaria dapat lulus.
D. Genetika
Plasmodium falciparum terdiri dari bentuk seksual dan aseksual, yang
telah menghambat analisis genetik, tetapi dengan metode konvensional, seperti
mikro- manipulasi di mana sel-sel yang mengandung parasit tunggal dapat
diidentifikasi, kloning dan mempelajari genom telah dilakukan dan informasi
dalam hal genom P.falciparum telah dikumpulkan. Ukuran berkisar genom dari
1x107 ke 4x108 ~ pasangan basa dan studi dari pembatasan polimorfisme
fragmen menunjukkan bahwa parasite tahap darah pada umumnya haploid. P.
falciparum tidak mengalami tahap kondensasi kromosom tetapi secara umum,
parasit malaria memiliki 14 kromosom ukuran mulai 0,7-3,5 Mbps nomor dalam
urutan ukuran dengan sekitar 6000-7000 gen dalam genom mereka. Melalui
pembatasan panjang fragmen polimorfisme gen untuk protein yang kaya histidin,
telah ditentukan bahwa pewarisan Mendel dipamerkan di P. Falciparum.
E. Siklus hidup
Siklus sel di Plasmodium falciparum, seperti halnya dalam parasit malaria
berlangsung dalam dua tahap atau siklus seperti yang disebutkan sebelumnya,
siklus seksual dan aseksual. Untuk mencapai hal ini, dua jenis host yang
diperlukan, invertebrata, di mana parasit mencapai kematangan seksual dan
vertebrata mana perkalian aseksual terjadi . Pada gilirannya, invertebrata yang
dianggap tuan rumah definitif dan vertebrata, tuan rumah menengah. Gambar satu
memberikan pada ikhtisar siklus hidup parasit malaria. Ada, seperti yang
diharapkan, perbedaan di antara masing-masing spesies malaria menyebabkan
protozoa dan P. falciparium tidak terkecuali Sporozoit-di host definitive
Tuan rumah definitif untuk P. falciparium adalah nyamuk. Pada akhir
siklus
sporozoit seksual, tahap akhir dari pembagian ookista tersebut, menyerang kelenjar
ludah nyamuk menyebabkan kelenjar menjadi gembur, berubah warna, dan bengkak .
sporozoite adalah tubuh berbentuk sabit hialin, yang mampu menekuk dan

28
peregangan. Sebuah diagram dari struktur terlihat di ujung anterior di foto 1 dari
angka 2, seperti
cincin konsentris.
Para sporozoit tidak bisa tetap selamanya dalam kelenjar ludah dan setelah kira-
kira 40-55 hari mereka menjadi non-infeksi (Garnham, 1966). Tidak berbeda
sporozoit
lainnya, P. falciparum sangat sensitif terhadap perubahan tekanan osmotik dan panas.

Skizogoni Exoerythrocytic
Skizogoni Exoerythrocytic adalah pemisahan inti tetapi bukan dari sitoplasma
sampai segmentasi akhir oleh parasit berkembang pada jaringan di luar sel-sel darah
merah dalam host vertebrata. Proses ini terbatas pada satu generasi, keturunan
langsung melanjutkan dengan sporozoit. Untuk mengikuti perkembangan skizon,
contoh hati simpanse kera yang terinfeksi diperoleh melalui laparotomi. Setelah hari
keempat infeksi, skhizon menyebabkan pembesaran sel parenkim, menggusur intinya.
Parasit mengambil bentuk 30um bola dengan diameter, dikelilingi oleh membran
yang meliputi sitoplasma dan inti. Akhirnya sitoplasma mengembun di sekitar
masing-masing inti. Pada hari keenam infeksi, skizon tumbuh sangat cepat dan tidak
teratur di setiap arah dan sekarang ukuran 50-60 um panjang. Inti telah dikalikan
aseksual, berada di hospes perantara, dan diselingi secara menyeluruh dalam
sitoplasma. Menjelang akhir skizogoni, parasit pecah menjadi potongan-potongan
kecil sitoplasma, sekitar 2um diameter mengandung dua inti. Pada sekitar akhir hari
kelima infeksi, sebuah divisi terakhir terjadi dan produk akhir dari skizogoni disebut
merozoit dibuat. Sekitar 40.000 merozoit (Karapelou, 1987) mengukur 0.7um di
mengandung inti dan jejak sitoplasma dilepaskan ke sinusoid, membawa fase
prepaten berakhir.
Untuk melihat hal ini dalam detil yang lebih baik. Dalam diagram ini, dapat
dilihat bahwa vakuola besar, sekitar akhir hari kelima, berkembang di bagian dalam
sitoplasma berinti mendorongnya keluar membentuk cincin tebal. Karena bentuknya
tidak beraturan dari vakuola, cincin sekunder bisa terjadi dan kemudian akhirnya

29
cincin ini dipotong menjadi fragmen berinti. Sebuah proses yang sama berulang lagi
dan
fragmen ini selanjutnya dipecah menjadi potongan kecil yang mengandung sedikit
inti.
Proses di mana fragmen berisi delapan inti, lalu empat, lalu dua, maka hanya satu,
telah disebut aposchizogony yang hanya menempatkan, diulang divisi massa berinti
ke
massa uninucleated. Hasil skizogoni Exoerythrocytic pada tingkat tercepat di
P.falciparum, begitu cepat dalam kenyataan bahwa itu membuat rincian akhir darI
proses ini sulit untuk mengamati secara akurat namun demikian hal itu dilakukan
pada 1960-an

Siklus aseksual dalam Darah


Setelah merozoit telah dilepaskan dari skizon exoerythrocytic, mereka bebas
untuk memasuki aliran darah dan menempel pada sel-sel darah merah yang mereka
temui. Sejak P. falciparum dapat melampirkan eritrosit pada setiap tahap
perkembangan, rekening ini karena kemampuannya untuk berkembang biak dengan
cepat. P.falciparum dapat melihat cukup variabel dalam apusan darah, dari cincin
meterai, untuk parasit berdaging besar atau aneh tenuiform trofozoit.
Penampilannya semua tergantung pada strain P. falciparum sedang diamati dan
dalam kondisi apa suhu atau waktu dalam siklus. Setelah parasit tunggal memasuki
eritrosit, sebuah bentuk cincin yang 1.2um dengan diameter dan berisi inti,
sitoplasma, dan vakuola yang menyimpan nutrisi yang berasal dari darah. Inti
kemudian terbagi menjadi dua bagian yang tidak setara, yang mungkin tetap dengan
satu sama lain atau bermigrasi ke ujung-ujung cincin . Beberapa P. falciparum dapat
memasukkan eritrosit tunggal meskipun tidak ada banyak perbedaan jika parasit
tunggal atau ganda menginfeksi sel darah.Sebagai cincin tumbuh, perpanjangan
sitoplasma diperluas melewati margin cincin dan setelah 24 jam cincin telah
meningkatkan diameternya kira-kira 4 um sementara menjadi lebih tebal dan fleshier.
Sebuah inti seperti manik-manik besar akan memproyeksikan ke dalam dari pinggir
ring dan beberapa jam kemudian vakuola mulai menghilang dan inti metamorphasizes

30
ke sebuah bar melengkung atau semilunar yang berongga di tengah . Tak lama
kemudian, bintik pigmen mulai muncul dalam sitoplasma dan sekarang parasit surut
ke organ-organ internal, keluar dari sirkulasi perifer ke tingkat hampir tidak
terdeteksi. Karena ada banyak parasit, mereka jelas tidak semua pada tahap
pembangunan yang sama dan karena itu beberapa selalu terdeteksi dalam sirkulasi
pinggiran. Selama waktu ini, eritrosit telah mengalami perubahan signifikan, dan
struktur yang dikenal sebagai sumbing Maurer terdiri dari tiga fitur yang berbeda
dapat dilihat .
Fitur-fitur ini terdiri dari satu, warna keunguan yang berkembang, gelap eritrosit.
Dua, sebuah bentuk merayap merah di sekitar eritrosit dan tiga, celah muncul di
dalam sel darah tersebut. Eritrosit dapat menyusut sedikit dan mendistorsi atau
bertambah besar, tergantung pada strain. Pada tahap pertumbuhan yang berhubungan
dengan celah Maurer, sel darah yang terinfeksi menjadi lengket dan melekat satu
sama lain, leukosit, dan terutama sel-sel endotel kapiler di mana aliran darah secara
alami lambat. Organ sangat terpengaruh oleh ini limpa, sumsum tulang, otak, usus,
dan jantung. Ini juga menyumbang jumlah penurunan parasit dalam sirkulasi perifer.
Pada titik ini, skizogoni lagi terjadi tapi kali ini dalam organ internal. Vakuola
menghilang dan nukleus membagi sedangkan pigmen ungu konsentrat menjadi massa
tunggal. Parasit pada saat ini tumbuh dan inti membagi lagi dan lagi.
Merozoit, yang merupakan badan oval kecil, adalah produk akhir dari schizigamy
dan jumlah yang tepat dan ukuran mereka bervariasi, tetapi umumnya mereka
mengukur 5um seberang dengan sekitar 16 per skizon matang. Merozoit dapat tetap
dalam sel darah unruptured untuk jangka tidak ditentukan tapi kadang-kadang sel
darah
bisa pecah, melepaskan merozoit ke dalam darah perifer, menciptakan generasi baru
cincin kecil. Ini bagian aseksual, termasuk skizogoni, terjadi dengan kecepatan tinggi
dalam siklus 48 jam.

Gametosit
Gametocyte dimulai sebagai badan bulat berukuran 2um dengan sitoplasma padat
di permukaan daripada di pedalaman dan inti adalah massa kenyal. Sebagai

31
gametocyte tumbuh, menjadi lebih oval tapi akhirnya mengambil bentuk-bentuk
aneh, yang paling karakteristik yang merupakan perbatasan langsung di satu sisi dan
perbatasan berbentuk busur di sisi lain. Bentuk lain termasuk spindle, berlian,
gandum,
dan cerutu. Parasit perempuan dewasa dianggap menjadi orang-orang dengan garis
yang lebih fusiform, atau orang yang membentang di sebuah band panjang tipis
dengan
ujung meruncing di sel darah tersebut. Laki-laki di sisi lain, adalah gemuk atau sosis
berbentuk. Pada titik ini pembangunan di kedua jenis kelamin, kepadatan inti dan
distribusi pigmen adalah nilai sedikit. Selanjutnya lihat adalah crescent kembar
ditemukan di dalam darah perifer atau limpa dengan ujung meruncing berdekatan
pada satu ekstremitas.
Misa yang disebut badan Garnham, yang sebenarnya filamen tebal yang cukup
besar, bentuk. Ini adalah hipotesis bahwa tubuh Garnham adalah kerangka kerja yang
mendukung vestigial gudang dengan gametocyte berkembang atau mereka adalah
produk dari disintegrasi eritrosit. Sebuah asal parasit dari struktur ini adalah meskipun
lebih mungkin. Gametosit memasuki darah perifer sekitar 8 sampai 11 hari setelah
infeksi awal. Jumlah mereka bisa mendapatkan setinggi 100.000 crescent per mm
kubik, dan setelah tiga minggu tidak lagi terdeteksi dalam darah.
Crescent dapat bertahan hingga 3 bulan atau bahkan lebih lama dalam kasus yang
ekstrim. Matang gametocyte atau Mikrogamet laki-laki mengukur 9-11 um panjang
dan memiliki inti menyebar menyebar lebih dari setengah total panjang parasit.
Sitoplasma bervariasi dari biru muda ke ungu pucat dan sisa-sisa sel inang tetap
melekat pada parasit. Parasit perempuan, atau makrogamet, lebih ramping menunjuk,
dan ukuran 12-14um panjang. Inti kompak tetapi dikaburkan oleh butiran pigmen
yang mengelilinginya. Awalnya perempuan lebih banyak dari pada laki-laki 3:01
tetapi menjelang akhir infeksi jumlah mereka menjadi kurang lebih sama .
Tahapan Nyamuk
Para mikrogamet dan makrogamet ditransfer ke nyamuk ketika nyamuk mencerna
sel-sel pra-seks pria dan wanita dan darah dari hospes perantara yang terinfeksi
seperti manusia. Exflagellation, yang merupakan ekstrusi dan pembebasan

32
mikrogamet oleh microgametocytes, dimulai segera setelah nyamuk telah makan.
Putaran gamet jantan sementara nukleus membagi dan 4 sampai 6 mikrogamet
dilepaskan. Lebih hangat suhu sekitarnya, semakin cepat exflagellation dimulai.
Microgametocyte, setelah mengalami beberapa perubahan internal, bentuk empat
atau lima flagela yang lash pada eritrosit di sekitar mereka, tetapi tidak dapat
membebaskan diri. Langkah-langkah microgametocyte 16 sampai 25um panjang dan
memiliki bentuk ramping. Selama waktu ini, makrogamet telah dibulatkan menjadi
bola dan menumpahkan amplop sel darah merah. Inti dari perempuan parasit bergerak
ke permukaan di mana tonjolan kecil terbentuk dan ke dalam, menembus Mikrogamet
membentuk zigot.

Ookinete dan Ookista


Dalam setengah jam, para memanjang zigot dan 12 sampai 18 jam setelah makan
nyamuk, sebuah ookinete sepenuhnya dikembangkan dengan inti menyatu ditemukan
pada pertengahan usus. Ookinete adalah 11-13um panjang dan kira-kira 2-5um lebar.
Sebagai ookinete tumbuh, itu diklasifikasikan sebagai ookista, berukuran 15-20um
pada saat jatuh tempo setelah lima hari. Dari titik ini, divisi cellulation cepat
dansempurna, yang merupakan zona sitoplasma yang menjadi tidak sempurna
dibedakan. Sebagai divisi nuklir berlangsung, inti mengurangi ukuran dan disusun di
sisi massa poligonal dan sporoblasts atau sporozoitoblasts, yang adalah proyeksi kecil
sitoplasma, berkembang. Ini sporoblasts akhirnya menjadi berinti dan membebaskan
sebagai sporozoit sehingga melengkapi siklus hidup seluruh Plasmodium falciparum.

F. Patologi dan gejala-gejala


Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari.
Penyakitnya mulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan
dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan
dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari
anamosis tentang kepergian penderita ke daerah endemic malaria sebelumnya.
Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat
dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau

33
mental (mentral cunfuncion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan
perodiditas yang jelas. Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis.
Pada stadium dini penyakit penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik,
maka infeksi dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna, gejala malaria
pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah ini diberikan untuk penyulit
berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih dari 5 %
eritrosit di-infeksi. Pada malaria Falciparum ada tiga macam penyulit:
a. Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah
gejala permulaan.
b. Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.
c. gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.

Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum stadium


aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk gejala klinis
tersebut dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi
bakteri atau virus):

1. Malaria otak dengan koma (unarousable coma)


2. Anemia normositik berat
3. Gagal ginjal
4. Edema paru
5. Hipoglikemia
6. Syok
7. Perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation)
8. Kejang umum yang berulang.
9. Asidosis
10. Malaria hemoglobinuria (backwater fewer)
Manifestasi klinis lainnya (pada kelompok atau daerah didaerah tertentu) :
1.      Gangguan kesadaran (rousable)
2.      Penderita sangat lemah (prosrated)
3.      Hiperparasitemia
4.      Ikterus (jaundice)

34
5.      Hiperpireksia
Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan
gambaran klinis khas yang dikenal sebagai “blackwater fever” atau febris
ikterohemoglobinuria. Gejala dimulai dengan mendadak, urin berwarna merah tua
sampai hitam, muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus, badan cepat lemah dan
morolitasnya tinggi. Pada “blackwater” parasit sedikit sekali, kadang-kadang tidak
ditemukan dalam darah tepi.
Keluar dari P. vivax, P. ovale, P. malarie, dan P. falciparum, P. falciparum adalah
satu-satunya yang bisa berakibat fatal pada manusia. Hal ini disebabkan fakta bahwa
P. falciparum dapat bermigrasi ke dalam pembuluh darah kecil organ vital dan tidak
terbatas pada darah perifer seperti parasit malaria manusia lainnya. Dan karena
P.falciparum dapat masuk ke pembuluh darah kecil dan kapiler di mana itu
mengganggualiran darah, situasi ini diperparah oleh penyempitan vena. Penyumbatan
dimulai ketika sel darah lengket, yang mampu menempel satu sama lain, eritrosit dan
leukosit, juga mampu menempel diri pada lapisan endotel pembuluh darah. Sel-sel
endotel tertentu, melalui kontak dengan parasit, menjadi tidak sehat, membengkak
dan selanjutnya menghambat aliran darah. Anoxaemia dan kekurangan gizi terjadi
dan pada gilirannya dinding endotel melemah dan pendarahan terjadi kemudian. Ini
memotong suplai darah ke jaringan distal sumbatan / perdarahan dan nekrosis terjadi.
Akhirnya setelah cukup pendarahan jaringan dan nekrosis terjadi, organ yang sesuai
dan sistem organ ditutup, mengakibatkan kematian .
G. Bentuk–bentuk Plasmodium falciparum dan ciri-cirinya
b. Tropozoit muda :
1) Bentuk cincin dengan inti yang kecil dan sitoplasma yang halus,
2) Seringkala cincin mempunyai 2 inti,
3) Banyak sekali cincin disertai tingkat parasit yang lebih tua
b. Tropozoit Dewasa :
1) Vakuole cincin sering tidak ada atau hampir tidak ada,
2) Parasit sangat kecil dan kompak,
3) Sitoplasma biasanya pucat, oval, atau bulat tidak teratur.

35
4) Sebuah inti yang besar kumpulan pigmen yang berkabut atau
kelompok yang sangat gelap kira–kira sebesar inti.
5) Biasanya hanya dijumpai pada infeksi berat saja, dimana terlihat
bentuk yang banyak jumlahnya.
c. Skizon muda :
1) Tingkat ini jarang terlihat dan biasanya bersama–sama dengan
sejumlah besar tropozoit sedang berkembang.
2) Parasit sangat kecil dengan 2 inti atau lebih dan sedikit sekali
sitoplasmanya sering berwarna pucat.
3) Pigmen terdiri dari satu kelompok kecil atau lebih, padat dan
berwarna gelap sekali.
d. Skizon dewasa :
1) Selalu bersamaan dengan banyak bentuk cincin 7 kali,
2) Biasanya mempunyai kira–kira 20 atau lebih merozoit kecil yang
berkumpul disekitar satu kelompok kecil, pigmen yang berwarna gelap
sekali.
e. Gametosit dewasa :
1) Bentuk pisang atau biji kacang kedele,
2) Pada bagian yang tebal dari sediaan, dapat berbentuk bulat, bujur telur
atau kelihatan agak rusak,
3) Dapat bersama–sama bentuk cincin atau tanpa cincin.
J. Diagnosis
Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit
trofozoit muda ( bentuk cincin ) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam
sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam
kapiler otak dan alat-alat dalam G.Resistensi parasit malaria terhadap obat
malaria. Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup,
berkembangbiakdan menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan
terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat
ditoleransi.

36
Resistensi P.falciparum terhadap obat malaria golongan 4 aminokuinolin
(klorokuin dan amodiakuin untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961
di Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturut-turut ditemukan di Asia
Tenggara, di Muangthai, Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam, Filifina. Di
Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976), Sumatera
Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat
(1981). Focus resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive
dibeberapa tempat di daerah tersebut. Bila resistensi P.Falciparum terhadap
klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain dapat diberikan , antara lain :
1) Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet
dalam dosis
2) tunggal sebanyak 2-3 tablet.
3) Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.
4) Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari,
minosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari.
5) Kombinasi–kombinasi lain : kina dan tetrasiklin.
Criteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-
aminokuinolin dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in
vitro. Derajat resistensi terhadapobat secara in vivo dapat dibagi menjadi : S :
Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti
selama 4 minggu.
 R I : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini
(pada minggu ke 3 sampai ke 4 atau minggu ke 2)
 R II : Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun
pada tingkat I.
 R III : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama
atau meninggi pada minggu ke I.

Akhir-akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India,


Myanmar, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari Indonesia (Pulau
nias Sumatera Utara, Florest NTT, Lembe Sulawesi Utara, Irian Jaya) mengenai

37
P.vivax yang resistensi ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi klorokuin
dalam darah atau serum penderita.

K. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria falciparum


Klasifikasi biologi obat malaria
Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat malaria
maka obat malaria di bagi dalam 5 golongan :
1) Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi
parasit praeritrosit sehingga mencegah masuknya parasit ke dalam eritrosit
digunakan sebagai profilaksis kausal.
2) Skizontosida jaringan sekunder primakuin, membasmi parasit daur
eksoeritrosit atau bentuk-bentuk jaringan P. vivax dan P. ovale dan digunakan
untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti relaps.
3) Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan
dengan penyakit akut disertai gejala klinis.
4) Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium
gametosit P.falcifarum , juga mempengaruhi stadium perkembangan parasit
malaria dalam nyamuk Anopheles betina
5) Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk
membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anophele obat-obat malaria
yang ada dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya :
1) Alkaloid cinchona (kina)
2) 8-aminokuinolin (primakuin)
3) 9-aminoakridin (mepakrin)
4) 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)
5) Biguanida(proguanil)
6) Diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim)
7) Sulfon dan sulfonamide
8) Antibiotic ( tetrasiklin, minosiklin, klindamisin )
9) Kuinilinmetanol dan fenantrenmetanol ( meflokuin )

TRICHOMAS VAGINALIS

38
A. SEJARAH Trichomonas vaginalis
Trichomonas vaginalis pertama kali dideskripsikan oleh Alfred Donne pada
tanggal 19 September 1836 pada saat Academy of Sciences di Paris. Pada saat itu
dikatakan bahwa ia menemukan suatu organisme yang disebutnya sebagai animalcules
dari sekret segar vagina. Dan disepakati pada saat itu juga organisme ini dinamakan
Trico-monas vaginale, oleh karena mirip dengan organisme dari genus Monas dan
Trichodina. Dua tahun kemudian, Ehrenberg memastikan penemuan Donne dan
memberikan nama pada protozoa ini yaitu Trichomonas vaginalis. Pada tahun 1884,
Marchan menemukan Trichomonas vaginalis pada traktus urinarius pria. Selama 50
tahun selanjutnya, penelitian tentang Trichomonas vaginalis tidak begitu menarik
perhatian para ilmuwan. Mereka lebih tertarik mempelajari diagnosis dan pengobatan
gonorrhoe dan syphillis sebagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Dan baru pada tahun 1916 Hoehne melaporkan bahwa Trichomonas vaginalis adalah
suatu flagellata yang patogenik karena ia menemukan kolpitis yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis.
B. PENYEBARAN Trichomonas vaginalis
T. vaginalis menyerang mukosa urogenital manusia di mana menginduksi peradangan.
Ada banyak mekanisme yang dianggap bertanggung jawab untuk sukses kolonisasi:
mengikat dan degradasi komponen dari lendir dan protein matriks ekstraseluler,
mengikat sel inang termasuk sel epitel vagina dan sel-sel kekebalan, fagositosis bakteri
vagina dan sel inang, dan endositosis protein host. T. vaginalis parasit ini juga berfungsi
sebagai vektor untuk penyebaran organisme lain, membawa patogen menempel ke
permukaan mereka ke dalam tuba tubes.
Trikomoniasis lebih sering terjadi pada wanita daripada pria karena pria memiliki
infeksi tanpa gejala. Bagi wanita, gejala yang berbusa, debit tipis hijau-kuning vagina,
iritasi vulvovaginal, nyeri vagina, dan kemerahan dari vagina. Selama kehamilan, ada
peningkatan risiko bayi prematur dan berat badan rendah. Pria memiliki uretritis non-
gonoccocal dan prostatitis kronis. Infeksi ini telah ditemukan terkait dengan kanker
prostat. Dalam kedua jenis kelamin, ada kerentanan yang lebih tinggi terhadap HIV dan
infertilitas. Pengobatan penyakit ini pada orang yang terinfeksi HIV dapat menyebabkan
penurunan HIV.Infeksi T. Vaginalis, biasanya ditularkan secara seksual (masa inkubasi

39
3-28 hari). Tanda dan gejala biasanya muncul dalam waktu satu bulan datang ke dalam
kontak dengan tricomonas.
C. TAKSONOMI Trichomonas vaginalis
Klasifikasi Trichomonas vaginalis adalah :
Kingdom        : Animalia
Filum              : Protozoa
Kelas              : Zoomastigopho
Ordo              :  Mastigophora
Genus             : Trichomonas
Species           :  Trichomonas vaginalis
D. MORFOLOGI Trichomonas vaginalis
Trichomonas vaginalis hanya memiliki bentuk tropozoit, berukuran antara 15 – 20
x 10 µ, tidak berwarna dan bentuknya cuboid. Sitoplasmanya  bergranula, terletak di
sekitar custa dan axostyle (kapak). Membran bergelombang, berakhir  pada pertengahan
tubuh flagella bebas. Sitostoma tidak nyata dan hanya mempunyai nukleus. Intinya
berbentuk oval dan terletak dibagian atas tubuhnya, dibelakang inti terdapat
blepharoblas sebagai tempat keluarnya 4 buah flagella yang menjuntai bebas dan
melengkung, di ujungnya sebagai alat geraknya yang “maju-mundur”. Flagella kelima
melekat ke undulating membrane dan menjuntai kebelakang sepanjang setengah panjang
tubuh protozoa ini. Sitoplasma terdiri dari suatu struktur yang berfungsi seperti tulang
yang disebut sebagai axostyle. Vakuola, partikel, bakteri, virus, ataupun leukosit dan
eritrosit (tetapi jarang) dapat ditemukan di dalam sitoplasma Trichomonas vaginalis ini
memperoleh makanan secara osmosis dan fagositosis. Makanannya adalah kuman-
kuman dari sel-sel vagina dan leukosit.  
Perkembangbiakannya dengan cara berkembang biak secara belah pasang
longitudinal dan inti membelah dengan cara mitosis yang dilakukan setiap 8 sampai 12
jam dengan kondisi yang optimum. Jadi tidak heran bila dalam beberapa hari saja
protozoa ini dapat berkembang mencapai jutaan. Tidak seperti protozoa lainnya,
trichomonas tidak memiliki bentuk kista. Sel-sel trichomonas vaginalis memiliki
kemampuan untuk melakukan fagositosis.

40
Untuk dapat hidup dan berkembang biak, trichomonas vaginalis membutuhkan
kondisi lingkungan yang konstan dengan temperatur sekitar 35-37˚C, hidup pada pH
diatas 5,5- 7,5. Sangat sensitif terhadap tekanan osmotik dan kelembaban lingkungan.
Protozoa ini akan cepat mati bila diletakkan di air atau di keringkan. Meskipun
penularan trichomonas vaginalis secara non-venereal sangat jarang, ternyata organisme
dapat hidup beberapa jam dilingkungan yang sesuai dengaN ligkungannya.
Trichomonas vaginalis bergerak dengan cepat berputar-putar di antara sel- sel
epitel dan leukosit dengan menggerakkan flagel anterior dan membrane
bergelombang.Parasit ini mati pada suhu 50 0 C, tetapi dapat hidup selama 5 hari pada
suhu 0 C. Dalam biakan, parasit ini mati pada pH < 4,9,  (pH vagina 3,8 - 4,4) dan
tahan  terhadap desinfektans dan antibiotik. Trichomonas vaginalis tidak memiliki
stadium kista tetapi hanya ditemui dalam stadium Tropozoit dan ciri-cirinya adalah :
1) Bentuknya oval atau piriformis.
2) Memiliki 4 buah flagel anterior.
3) Flagel ke 5 menjadi axonema dari membran bergelombang
(membranaundulant)
4) Pada ujung pasterior terdapat axonema yang keluar dari badan yang
diduga untuk melekatkan diri pada jaringan sehingga menimbulkan iritasi,
Memiliki 1 buah inti,
5) Memiliki sitostoma pada bagian anterior untukmengambil makanan,
perkembangbiakan dengan cara belah pasang.
E. HABITAT Trichomonas vaginalis
Hospes dari Trichomonas vaginalis adalah manusia. Parasit ini terdapat pada
genital wanita dan pria, terutama ditemukan pada saluran kencing kedua jenis kelamin
tersebut. Wanita frekuensi lebih banyak dijumpai daripada pria, dan penyakit ini bersifat
kosmopolit. Trichomoniasis adalah nama penyakit yang disebabkan oleh parasite
Trichomonas vaginalis.
Wanita : vagina, uretra
Pria      : uretra, epididimis, prostat
F. SIKLUS HIDUP Trichomonas vaginalis

41
Pada wanita tempat hidup parasit ini di vagina dan pada pria di uretra dan prostat.
Parasit ini hidup di makosa vagina dengan makan bakteri dan leukosit. Trichomonas
vaginalis bergerak dengan cepat berputar-putar di antara sel-sel epitel dan leukosit
dengan menggerakkan flagel antesias dan membran bergelombang. Trichomonas
berkembang biak secara belah pasang longitudinal.
Di luar habitatnya, parasit mati pada suhu 50 0 C, tetapi dapat hidup selama 5 hari
pada suhu 0 C. Dalam biakan, parasit ini mati pada pH kurang dari 4,9, inilah
sebabnyaparasiT tidak dapat hidup di sekitar vagina yang asam (pH 3,8 – 4,4). Parasit
ini tidak tahan pula terhadap desinfektans dan antibiotik. Infeksi terjadi secara langsung
waktu bersetubuh melalui bentuk trofozoit pada keadaan lingkungan sanitasi kurang
biak dengan banyak orang hidup bersama dalam satu rumah. Infeksi secara tidak
langsung melalui alat mandi seperti : lap mandi atau alat sanitasi seperti toilet seat.
G. PENYEBAB PENYAKIT Trichomonas vaginalis
Penyakit Disebabkan Oleh Trichomonas Vaginalis
PADA WANITA
1) Fluor Albus atau keputihan
Adanya iritasi akibat melekatnya parasit pada mukosa vagina akan menyebabkan
radang vagina (vaginistis) yang menyebabkan keluarnya cairan berlebih
(keputihan) dengan ciri-ciri :
a. Cairan sangat kental
b. Dapat juga jika terinfeksi T.vaginalis ini akan
berwarna kuning kehijauan atau abu-abu serta
berbusa dalam jumlah banyak Kadang keputihan
disertai perdarahan
c. Bau tak sedap anyir
d. Terasa sakit jika organ intim ditekan
e. Jika kencing menimbulkan rasa sakit
f. Menimbulkan adanya borok atau luka pada
sekitar kelamin

42
2) Peradangan pada vulva dan servik
Jika penyakit ini tidak segera terobati, maka akan menyebabkan bagian vagina
meradang dan juga cervik atau yang disebut leher rahim atau bagian bawah
rahim yang digunakan untuk mengeluarkan bayi saat wanita melahirkan akan
meradang.
3) Kemandulan
Ini dia yang harus diperhatikan terkait dengan adanya penyakit ini, akibat dari
adanya keputihan dengan cairan berlebih, kental dan berisi parasit yang berujung
pada radang, akan menyebabkan berbagai masalah pada organ reproduksi wanita
yang berakibat kemandulan.

PADA PRIA

Penemuan secara langsung Trichomonas vaginalis dengan menggunakan


mikroskop sukar pada genitalia pria atau sampel urin. Sebagian besar pria yang terinfeksi
tidak mempunyai gejala. Bila bergejala kebanyakan berupa tubuh uretra yang seperti susu
dan sakit bila buang air kecil sehingga memberikan gejala sebagai urethritis non gonore.
Diagnosis dibuat dengan menemukan organisme ini pada duh tubuh uretra dengan hapusan
atau kultur atau keduanya. Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual
meskipun masih diperdebatkan. Trichomonas vaginalis dapat hidup pada obyek yang
basah selama 45 menit pada kloset duduk, kain lap pencuci badan, baju, air mandidan
cairan tubuh. Penularan perinatal terjadi kira-kira 5% dari ibu yang terinfeksitetapi
biasanya sembuh sendiri dengan metabolisme yang progresif dari hormon ibu. Infeksi
Trichomonas vaginalis mempunyai masa inkubasi selama 4-21 hari

H. PENCEGAHAN PENYAKIT Trichomonas vaginalis


a. Hindari menggunakan pencuci vagina dengan semprot vagina (spray)
b. Kenakan pakaian dalam dari katun agar mudah menyerap kelembaban, dan
sirkulasi udara di sekitar vagina terjaga. Pakaian yang tidak menyerap keringat
akan menciptakan suasana di vagina menjadi lembab dan tentu saja merangasang
pertumbuhan bakteri yang merugikan.

43
c. Meski penampilan terlihat seksi tapi sebisa mungkin hindari celana panjang super
ketat karena dapat menimbulkan rasa hangat dan lembab
d. Ganti pembalut sesering mungkin jika sedang mengalami haid.
e. Setia dan jangan berganti-ganti pasangan untuk mencegah infeksi timbul kembali.
f. Jaga kebersihan vagina baik sebelum dan sesudah behubungan seks.
g. Membasuh vagina dengan bersih setiap kali membuang air besar dan
keringkandengan tisu.
h. Setelah buang air besar, bilaslah dengan air dari arah depan ke belakang. Cara
i. ini dapat mencegah penyebaran bakteri dari arah anus ke vagina.
j. Jaga Organ intim tetap bersih dan kering.
k. Jaga berat badan ideal. karena kegemukan dapat membuat paha tertutup rapat dan
membuat lingkungan vagina lembab akibat kurang sirkulasi.
l. Mengkonsumsi makanan sehat bergizi, jangan terlalu banyak mengandung gula
dan tepung karena dapat mempercepat pertumbuhan bakteri merugikan.
m. Hindari stress karena daya tahan tubuh bisa menurun dan dapat mengundang
infeksi.
n. Jangan lupa olahraga teratur agar kekebalan tubuh terjaga.

ENTOMOLOGI

A. Definisi
Etimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang artropoda.
Etimologi Kedokteran adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor,
kelainan, dan penyakit yang disebabkan artropoda. Hampir 85% atau kira-
kira 600.000 spesies hewan adalah artropoda. Artropoda berasal dari kata
“arthon” yang berarti ruas, dan “podos” yang berarti kaki.
B. Klasifikasi
Peran artropoda dalam ilmu kedokteran
1. Sebagai Vektor (tuan rumah tetap) dan Haspes (tuan rumah sementara)
Cara transmisi artropoda (menularkan penyakit)
penularan secara mekanik berlangsung dari organisme pathogen
terbawa secara pasit oleh artropoda, dengan menepel/perantara bagian

44
luar tubuh artropoda, misalnya, telur cacing, kista protozona dan bakteri
usus dapat dipindahkan melalui tinja ke makanan melalui kaki atau badan
lalat.
penularan secara biologis terjadi setelah parasite/agen yang ada di
tubuh Vektor (artropoda) mengalami proses biologic, ( daur hidup atau
perkembangan ) sebelu parasit/agen menginfeksikan haspes baru Ada
berbagai macam cara :
penularan protografi, di dalam tubuh vektor (artropoda) parasite (virus,
bakteri, bakteri gram negative) hanya membelah diri menjadi banyak.
Contoh : Yersinia pestis dalam pinjal tikus kutu tikus (xenopsijlia
cheopis)
penularan sikliko propagatif didalam tubuh vektor , parasite berubah
bentuk (morfologi) dan membelah diri menjadi banyak contoh
plasmodidium talaparum (menyebabkan penyakit malana) dalam nyamuk
Anophelesparasit dalam kelompok protozoa ( plasmodium leishmania,
try panosoma
penularan sikliko-developmental, di dalam tubuh vektor, parasit
( wuchereria, brugrio, on cheocerca (yang termasuk dalam kelompok
helmintes/hanya berubah bentuk menjadi bentuk infektif. Contoh
wucheria bancrofti dalam badan nyamuk culex
penularan transovarfan. Dimana vektor yang terinfeksi akan
menularkan penyebab penyakit kepada keturunannya. Selanjutnya larya
infektif keturunannya itlah yangakan menularkan penyakit kepada
manusia.
2. Sifat parasite dari artropoda, artropoda dapat bersifat parasite dan dibagi
berdasarkan:
Habitat : Endoparasit, misalnya miasis pada bentuk lavus Ektoparasit,
pada permukaan kulit/badan, misalnya tungau, tuma, pinjal
Lama hidup : Parasit permanen, hidup pada satu haspes dan tidak
berpindah-pindah. misalnya : tuma, pinjal. Parasit tidak permanen, parasit
pindah dari satu haspes, ke haspes yang lain

45
3. Arthropoda mengandung zat toksin
Beberapa arrhopoda dapat memasukkan toksin nya ke dalam badan
manusia dengan cara
 Kontak langsung (ulat)
 Gigitan (kelabang, laba-laba)
 Sengatan (kalajengking)
 Tusukan (triatoma)
Toksin serangga dapat menyebabkan gejala umum gatal, urtikaria,
lepuh (ulat, kutu busuk), hemolisis (kalajengking), pendarahan
(lebah) dan gangguan saraf (kalajengking)
4. Penyebab alergi
Arthropoda dapat menyebabkan reaksi alergi. Kepekaan berlebih
hipersensitifitas pada orang yang rentan terhadap protein tubuh
arthropoda atau produk yang dihasilkan arthropoda. Contoh: asma
bronkiale disebabkan oleh tungau debu rumah
5. Menimbulkan entomofobia
Rasa takut berlebihan terhadap arthropoda yang meskipun tidak
berbahaya tetapi dapat menimbulkan gangguan terhadap jiwa, bahkan
kadang-kadang halusinasi sensorik sering terdapat pada wanita atau anak-
anak
C. Ciri-ciri umum arthropoda
g. Secara morfologi
 bentuk tubuh arthropoda ditandai dengan bangunan badan yang simetris
bilateral
 Mempunyai tubuh yang bersegmen
 Terbungkus dalam satu rangka luar eksoskeleton dari bahan kitin langkah luar
ini bersendi berfungsi menutupi dan melindungi alat-alat dalam serta
memberikan bentuk tubuh rangka luar diekskresikan oleh epidermis dan
mengalami pergantian kulit ekdisis.
 Mempunyai mata majemuk fase atau mata tunggal oselus
 Tubuh arthropoda dibagi atas tiga bagian utama

46
o Kepala (kaput)
o Dada (thoraks)
o Perut (abdomen)

D. Daur hidup
Terjadi perubahan bentuk yang disebut metamorfosis. Metamorfosis ini disertai dengan
ekdisis pertukaran kulit yang dipengaruhi hormon ekdison
Metamorfosis terbagi dua:
a. Metamorfosis sempurna (holometabola)
pada jenis ini telur akan berubah menjadi larva kemudian menjadi pupa akhirnya menjadi
dewasa tiap-tiap perubahan morfologi jelas berbeda dan terdapat perbedaan biologinya
tempat hidup makanan dan lain-lain
b. Metamorfosis tidak sempurna (heterometabola)
Pada jenis ini telur akan berubah menjadi larva
E. Reproduksi
1. Aseksual
 Partenogenesis tanpa pembuahan oleh hewan jantan perkembangan embrio
tanpa dibuahi oleh spermatozoid misalnya lebah
 Paedogenesis terjadi pada individu muda larva
2. Seksual

F. Taksonomi
 Kingdom : animalia
 divisi atau filum : arthropoda

Arthropoda dibagi menjadi 4 kelas yaitu crustacea (udang-udangan), Arachnoide (laba-laba),


myriapoda (kaki seribu) dan insecta (serangga)

1. Arachnoide
tidak punya sayap ada 4 pasang kaki pada stadium dewasa umumnya di dalam tanah.
Ordo : Arachnoida (laba-laba), scorpionida (kalajengking), aracina (tungau dan caplak)
 Sistem pernapasan

47
Sistem pernapasan berupa paru-paru buku yang terletak di daerah perut depan
 Sistem pencernaan
Sistem pencernaan dimulai dari mulut, perut, usus buntu, usus besar, kantung feses dan
anus
 Sistem reproduksi
terjadi secara seksual fertilisasi terjadi di internal. Ada yang ovipar, ovovivipar dan
vivipar
2. Myriapoda
Tanpa dada thoraks
Ordo: chilopoda (bibir kaki) contoh: lipan, kelabang
Diplopoda (dua kaki) contoh: kaki seribu
 Sistem pernapasan
sistem pernapasan berupa satu pasang trakea yang terletak di kanan kiri setiap ruas,
kecuali pada diplopoda terdapat dua pasang di setiap ruasnya
 Sistem pencernaan
Chilopoda bersifat karnivora dengan Gigi beracun pada segmen
Diplopoda bersifat herbivora pemakan sampah atau daun-daunan
 Sistem reproduksi
Reproduksi secara seksual. Myriapoda ada yang vivipar dan ada ovipar.
3. Crustasea
Berasal dari kata crusta : kulit keras
Ordo: coprpoda (hewan kecil) contoh: silop hospes perantara cacing cestoda dan cacing
nematoda
 Sistem pernapasan
sistem pernapasan berupa insang kecuali yang bertubuh sangat kecil dengan seluruh
permukaan tubuh
 Sistem pencernaan
sistem pencernaan terbagi atas tiga bagian:
1. tombolok (menampung makanan)
2. lambung otot (ampula)
3. Lambung kelenjar

48
 Sistem reproduksi
Pertumbuhan terjadi secara eksternal. Telur menetas menjadi larva yang sangat kecil,
berkaki tiga pasang dan bersilia
 Sistem peredaran darah
Sistem peredaran darahnya terbuka karena beredar tanpa melalui pembuluh darah
4. Insecta
 Sistem pernapasan
insecta bernapas dengan sistem trakea yang berupa tabung bercabang dan dilapisi kitin
 Sistem reproduksi
Kadang mengalami partenogenesis maupun paedogenesis

Mikologi

Mikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jamur. Mikologi kedokteran adalah ilmu
yang mempelajari tentang jamur serta penyakitnya pada tubuh manusia. Penyakit yang
disebabkan jamur disebut dengan Mikosis. Berdasarkan letaknya, mikosis terbagi menjadi
mikosis superfisialis dan mikosis sistemik/profunda

A. Mikosis superfisialis adalah mikosis yang mengenai permukaan tubuh


B. Mikosis sistemik adalah mikosis yang mengenai bagian dalam dan organ tubuh

Jamur adalah tumbuhan berbentuk sel atau benang bercabang, mempunyai dinding sel
serta protoplasma, dan tidak memiliki klorofil.

Jamur pada umumnya memiliki sifat sebagai berikut :

1. Menggunakan enzim tertentu untuk mengubah dan mencerna zat organic


2. Enzim jamur dapat mengubah selulosa, karbohidrat dan zat organic
lainnya
3. Bersifat saprofit atau parasite
4. Tumbuh optimal di lingkungan lembab
5. Bersifat heterotroph

49
Jamur dapat menghasilkan Spora yang dapat dibentuk secara seksual dan aseksual
(thallospora). Jamur terdiri atas beberapa kelas Jamur berdasarkan sifat koloni, hifa dan
spora yang dibentuk

Morfologi umum jamur


1. Khamir terdiri dari sel-sel berkembangbiak dengan tunas atau koloni basah dan
berlendir
2. Kapang terdiri dari sel-sel bercabang yang disebut hifa, dan umumnya membentuk
koloni yang menyerupai kapas
3. Hifa ada yang bersekat (multiselluler) dan tidak bersekat (coenocytic)
4. Hifa akan teranyam menjadi miselium
5. Tunas khamir dapat membentuk tunas yang terus bertunas hingga menyusun hifa
semu

Macam Thallospora

1. Blastospora : berbentuk tunas pada permukaan sel, ujung hifa atau sekat hifa
2. Artrospora : spora dibentuk lansung dari hifa dengan banyak septum dan
berfragmentasi sehingga menjadi banyak dan berdinding tebal
3. Klamidospora : dibentuk pada hifa di ujung (terminal), di tengah (interkaler), dan
yang menonjol ke lateral
4. Aleuriospora : dibentuk di konidiofora. Terbagi menjadi mikro dan makro
aleuriospora
5. Sporangiospora : spora dibentuk di ujung hifa yang menggelembung, disebut
sporangium

Macam –macam Spora

1. Zigospora : dibentuk oleh dua hifa sejenis


2. Oospora : dibentuk oleh dua hifa tak sejenis
3. Askospora : terdapat di dalam askus yang dibentuk dua sel atau hifa
4. Basidiospora : dibentuk pada basidium sebagai hasil penggabungan dua jenis hifa

Pembagian Kelas Jamur

50
1. Myxomycetes : Bentuk vegetatif dari sel-sel yang motil. Pada stadium lanjut, akan
bergabung dan membentuk bagian-bagian yang mirip sporulasi jamur
2. Chytridiomycetes : kapang yang mempunyai hifa senositik. Contohnya
(Rhinosporidium seeberi)
3. Zygomycetes : kapang berhifa senositik. Genus-genus ordo Mucorales dan classs
zygomycetes antara lain Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella, dan Cunninghamella
4. Ascomycetes : Kapang yang membentuk askospora dalam askus contohnya
Saccharomyces cerrviceae
5. Basidiomycetes : Kapang yang membentuk basidiospora contohnya Volvariela
volvacea
6. Deuteromycetes : Kelas bagi semua kapang yang belum dikenal stadium seksualnya

Candidosis/Candidiasis
Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Gruby pada tahun 1842. Candidosis adalah
penyakit jamur yang mengenai kulit, kuku, selaput lender dan alat dalam yang
disebabkan jamur dari spesies candida

Taksonomi Candida

a. Kerajaan : Fungi
b. Filum : Ascomycota
c. Upafilum : Saccharomycotina
d. Kelas : Saccharomycetes
e. Ordo : Saccharomycetales
f. Family : Saccharomycetaceae
g. Genus : Candida
h. Spesies : Candida sp.

Patologi dan gejala Klinis

Candida bisa ditemukan pada mulut orang sehat, tinja, kulit dan di bawah kuku,
menimbulkan penyakit saat pertumbuhannya tidak normal yang dipengaruhi faktor
predisposisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan jamur atau saat kondisi

51
lingkungannya sesuai bagi tumbuhnya jamur seperti pada keadaan lembab. Candidosis
sering ditemukan di daerah kulit, kuku, dan selaput lender

5. Respon imut terhadap parasite


Imunologi Parasit
Golongan parasite terdiri dari protozoa, cacing, dan ektoparasit (tungau, kutu). Sawar
penjamu terhadap infeksi mencegah akses mikroba ke seluruh tubuh serta penyebaran
selanjutnya ke seluruh jaringan. Sawar pertama adalah permukaan kulit dan mukosa yan utuh
serta sekresi yang dihasilkan. Namun, beberapa agen infeksi mampu mengatasi berbagai
sawar ini sehingga hanya diperlukan 100 organisme untuk menimbulkan penyakit. Secara
umum, infeksi saluran pada orang sehat dan disebabkan oleh organisme yang relative virulen
dan mampu merusak sawar epitel utuh. Sebaliknya, sebagian besar infeksi kulit disebabkan
oleh organisme yang relative kurang virulen yang masuk ke kulit melalui luka atau gigitan
serangga.

Respon Imun Terhadap Infeksi Cacing


Patogenitas infeksi cacing disebabkan oleh efek parasite secara langsung dan oleh
interaksinya dengan sistem imun hospes. Cacing dapat pula menyebabkan penyakit ketika
hospes sebelumnya terpapar terhadap bagian yang infektif atau ketika hospes mengalami
imunosupresi atau kekurangan nutrisi. Infeksi cacing akan condong menstimulasi respon imun
hospes kea rah Th 2 . Padasaat infeksi cacing, Antigen Presenting Cell (APC) berupa sel
dendrit akan mempresentasikan molekul antigen cacing bersama dengan molekul MHC kelas
II pada sel T naïve (Th 0 ).
Pada infeksi kronis, selain sel dendrit, terdapat sel lain yang berperan sebagai APC, yaitu
sel NeMac (Nematode Elicite Macrophage) atau sel AAM (Alternatively Activated
Macrophage). Dua sel ini disebut juga sebagai type 2 macrophage. Makrofag ini berukuran
besar, multivakuolar, dan berbeda secara genetic dengan makrofag primitive. Setelah terpapar
dengan antigen cacing, sel NeMac akan melakukan berbagai aktivitas. Sel NeMac akan
bekerja menghambat proliferasi sel T melalui contact dependent mechanism. Sel NeMac juga
berperan dalam menginduksi terjadinya diferensiasi sel Th 0 menjadi Th 2 . Produk NeMac

52
berupa protein YM 1 yang dikenal sebagai eosinophil activating factor akan mengakibatkan
infiltrasi lokal eosinophil.
Proses perkenalan antigen oleh APC kepada sistem imun spesifik ini terjadi pada
mesenterik limfonodus atau pada limfonodus terdekat. Sel Th 0 yang telah teraktivasiakan
mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi sel Th 1 dan Th 2 . Pada infeksi cacing respon
ini terpolarisasi ke arah sel Th 2 dan produknya terutama interleukin-4 (IL-4) akan menekan
perkembangan sel Th 1 .Secara umum, respon imun sejak awal infeksi hingga terjadi proses
eliminasi pada infeksi cacing dapat dibedakan atas respon imun non spesifik dan spesifik.
A. Non Process Specific Inflammatory
Proses inflamasi non spesifik ini terjadi pada masa awal infeksi cacing, dimana sel Th 2
akan mengeluarkan sitokin pro inflamasi (IL-4, IL-5, IL-9 dan IL- 13) dan dibantu oleh
Tumor Necrosis Factor dan beberapa sitokin lain yang dihasilkan oleh Th 1 sehingga
terjadi reaksi fisiologis untuk mengeluarkan cacing dari lumen usus. Reaksi fisiologis
tersebut dapat berupa produksi mukus oleh sel goblet, hiperkontraksi otot polos pada usus
dan peningkatan aliran cairan usus. Selain itu, reaksi non spesifik ini dapat terjadi secara
fagositosis. Namun, beberapa protozoa dapat hidup di dalam makrofag sehingga kurang
efektif dalam pengeluaran parasite dari dalam tubuh dan beberapa bakteri dapat resisten
terhadap agen lisis komplemen. B. Specific T- Dependent Process

Pada saat sel Th 0 diperkenalkan dengan antigen cacing oleh APC, sel Th 0akan
berproliferasi dan menjadi sel Th 1 dan Th 2 . Proses proliferasi dan ekspresi sitokin oleh
sel-sel imunokompeten ini sangat tergantung pada kondisi infeksi (infeksi akut atau
infeksi kronik).

1. Infeksi Akut
Pada infeksi akut, terjadi proliferasi dan diferensiasi sel Th 0 menjadi Th 1 dan Th 2
dengan dominasi ke arah Th 2 . Sel Th 1 yang terbentuk akan mengekspresikan IFN-γ
yang dapat menekan aktifitas sel B untuk menghasilkan IgE. Sel Th 2 akan
mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-9 dan IL- 13. IL-4 yang dihasilkan oleh sel Th 2 berperan
membantu sel B untuk memproduksi IgE. Dalam waktu yang bersamaan IL-5 memicu
terjadinya eosinophilia (mengaktifkn eosinophil). Eosinofil dan IgE pada infeksi cacing

53
ini berperan dalam proses interaksi yang disebut antibody dependent cell mediated
cytotoxicity / cytolytic dimana sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh antibodi.

Dalam hal ini antibodi berfungsi melapisi antigen sasaran (opsonisasi) sehingga sel
eosinofil dapat melekat pada sel atau antigen sasaran. Opsonisasi ini terjadi karena
fragmen Fab dari IgE dapat mengenal epitop cacing sedangkan fragmen Fc dari IgE akan
berikatan dengan Fc reseptor pada eosinofil sehingga akan terjadi aktivasi eosinofil.
Eosinofil yang teraktivasi selanjutnya akan mengalami degranulasi (pengeluran enzim
protease lisosom) yang dapat menghancurkan sel sasaran dan menimbulkan respon
inflamasi untuk merekrut sel-sel fagosit.

Dari beberapa penelitian terakhir diketahui bahwa IgE yang terbentuk pada infeksi cacing
selain berperan dalam respon perlawanan terhadap antigen cacing juga berperan terhadap
proteksi atopi. Hal ini disebabkan karena infeksi cacing akan memodulasi respon imun
untuk menghasilka kadar IgE yang tinggi (IgE poliklonal) yang akan menempel pada
FcεRI sel mast sehingga penempelan IgE spesifik alergen pada sel mast terhambat dan
tidak terjadi degranulasi sel mast. Proses tersebut mencegah terjadinya atopi.
2. Infeksi Kronis
Pada infeksi kronis terjadi Modified Th 2 response. Pada saat tersebut, sel dendrit dan sel
AAM bertindak sebagai APC. Berbeda dengan infeksi akut, pada infeksi kronik terdapat
keterlibatan sel Treg. Sel Treg inimenghasilkan IL-10 dan Transforming Growth Factor β
(TGF-β). IL-10 berperan dalam class switching antibody response dimana sel B yang
sebelumnya memproduksi IgE menjadi memproduksi IgG4. Antibodi IgG4 ini akan
menghambat degranulasi sel efektor sehingga atopi tidak terjadi. TGF-β berperan dalam
menekan respon seluler baik sel Th 1 maupun Th 2 .

54
DAFTAR PUSTAKA
Imunologi Dasar FKUI
Parasitologi Medis, Koes Iriato
Parasitologi UI
Entjang, dr. Indan. (2003). Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan
dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Jangkung S O. (2000). Parasitologi Medik. 1. Helmintologi. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Mikrobiologi dan
Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI
Brooks, geo f, dkk. 2004 Jawetz, melnick, dan adelberg mikrobiologi kedokteran, edisi
23.
Jakarta: EGC

55

Anda mungkin juga menyukai