Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PERGURUAN TINGGI

DISUSUN OLEH:

1. ALFIKRI (5032011017)
2. DINA SAYYIDINA RANI (5032011021)
3. IKA PIYANA (5032011026)
4. NURUL MEI AL AZZA (5032011032)
5. SAINA (5032011034)

KELOMPOK 3
KELAS 20B

PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

TAHUN AJARAN 2020/2021


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan........................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................4
A. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi...............................................................4
B. Sumber Psikologis, Sosial-Budaya, Historis, Religius, dan Yuridis tentang Perlunya
Pembelaran PAI di Perguruan Tinggi.....................................................................................7
C. Model Pendekatan atau Metode Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi.....................11
BAB III.....................................................................................................................................15
A. Kesimpulan...................................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendidikan Agama Islam
di Perguruan Tinggi” ini tepat pada waktunya. Ada pun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pendidikan Agama Islam bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Baihaqi Sarmadi, S.Pd.I., selaku
dosen Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pangkalpinang, 22 September 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, luwes, serta nilai-nilai ajarannya selalu
dapat diterima walau dinamika perkembangan zaman sudah jauh berubah. Oleh karena itu,
sangatlah bijaksana bagi pemerintah untuk menjadikan Pendidikan Agama Islam sebagai
mata pelajaran wajib yang dipelajari secara berkelanjutan dalam dunia pendidikan formal,
baik di pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, bahkan di perguruan tinggi.

Pada dasarnya Pendidikan Agama di perguruan tinggi merupakan kelanjutan dari


Pendidikan Agama yang diajarkan pada jenjang pendidikan sebelumnya, yaitu mulai dari
jenjang TK dilanjutkan ke SD, lalu ke SMP kemudian ke SMA, yang kemudian dilanjutkan
ke perguruan tinggi. Dinamika Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi sudah terukir dalam
sejarah pendidikan di tanah air sejak awal hadirnya perguruan tinggi di negeri ini. Awalnya,
Pendidikan Agama dianggap sebagai mata kuliah yang kehadirannya tidak diperlukan, hingga
akhirnya ditetapkan sebagai mata kuliah wajib.

Makalah ini akan membahas tentang Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Umum. Bagaimana kedudukan, problem dan prospek Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi
Umum, itu lah yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa Pendidikan Agama Islam diajarkan di perguruan tinggi?


2. Bagaimana Pendidikan Agama Islam diajarkan di perguruan tinggi?
3. Bagaimana pandangan mahasiswa tentang adanya Pendidikan Agama Islam di
perguruan tinggi?
4. Apa manfaat adanya Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi?

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui kedudukan Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi.


2. Mengetahui sistem belajar Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi.
3. Mengetahui alasan adanya Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi

Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi (PT) merupakan lanjutan dari
pembelajaran yang diterima siswa mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,
dan Sekolah Menengah Atas. Namun, berbagai permasalahan akan muncul dalam proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bahan ajar yang disebutkan sama di seluruh negeri.
Banyaknya bahan ajar, minimnya perubahan bahan ajar, kurang bervariasinya pengajar dalam
menyampaikannya, serta alokasi waktu yang tidak mencukupi telah menurunkan semangat
mahasiswa untuk mengikuti kelas.

Tentu ini menjadi masalah yang cukup serius. Upaya peningkatan mutu PAI di
Perguruan Tinggi baik bagi staf pengajarnya, materi kurikulum, dan usulan penambahan
jumlah SKS-nya sudah sering dilakukan. Namun, hal tersebut selalu terkendala oleh berbagai
faktor, misalnya staf pengajar yang belum seragam dalam pendekatan pembelajaran PAI
karena perbedaan latar belakang disiplin ilmu masing-masing dalam bidang keagamaan.
Materi kurikulum yang ditetapkan secara nasional seringkali menghalangi tenaga pengajar
untuk berimprovisasi, sehingga tidak jarang kelas menjadi monoton. Dilihat dari jumlah
pertemuan tatap muka yang hanyas 2 SKS, tentu hal ini kurang memadai. Berbagai upaya
dilakukan untuk menambah jam pelajaran PAI, tetapi jawaban yang sering didengar adalah
“sudah banyak beban mata kuliah mahasiswa yang harus diselesaikan, terutama mata kuliah
jurusan, sehingga tidak perlu diberi beban tambahan”.

Melihat perubahan mentalitas siswa dan perkembangan ilmu pengetahuan, berbagai


upaya perlu dilakukan untuk mengoptimalkan buku IDI (Islam dan Disiplin Ilmu), maka
Pendidikan Agama Islam perlu dikembangkan melalui melalui pendekatan ilmu yang
ditekuni oleh masing-masing program studi mahasiswa.

Pendidikan agama merupakan upaya sadar untuk mentaati ketentuan Allah sebagai
guidance dan dasar para peserta didik agar berpengetahuan keagamaan dan handal dalam
menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan. Sebagian dari ketentuan-
ketentuan Allah itu adalah memahami hukum-hukum-Nya di bumi ini yang disebut dengan
ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat kauniyah itu dalam aktualisasinya akan bermakna
Sunanatullah (hukum-hukum Tuhan) yang terdapat di alam semesta. Dalam ayat-ayat
kauniyah itu terdapat ketentuan Allah yang berlaku sepenuhnya bagi alam semesta dan
melahirkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya.(Dep. Agama, IDI
EIII, 1996, h..4).

Peran penting agama atau nilai-nilai agama dalam pembahasan ini menitikberatkan
pada lingkungan institusi pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Pendidikan Agama
merupakan salah satu mata kuliah yang berkaitan erat dengan pengembangan moral dan
perilaku di lembaga pendidikan perguruan tinggi. Mata kuliah Pendidikan Agama di
perguruan tinggi termasuk dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum), yakni kelompok
mata kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan sikap sebagai syarat bagi
mahasiswa untuk memasuki kehidupan sosial. Mata kuliah ini merupakan pendamping bagi
mahasiswa agar tumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamaisnya, sehingga dapat
berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam mewujudkan eksistensinya di
tengah masyarakat.

Tujuan mata kuliah Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi ini sejalan dengan
dasar dan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan nasional. GBHN 1988 menyatakan
bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila “bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung
jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani… dengan demikian
pendidikan nasional akan membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab
atas pembangunan bangsa”.
B. Sumber Psikologis, Sosial-Budaya, Historis, Religius, dan Yuridis tentang
Perlunya Pembelaran PAI di Perguruan Tinggi

1. Sumber Psikologis tentang Perlunya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di


Perguruan Tinggi

Secara ringkas, ada dua pandangan yang berbeda mengenai Pendidikan Agama Islam
di Perguruan Tinggi. Pendapat pertama menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam perlu
diajarkan di Perguruan Tinggi dengan alasan, negara (dalam hal ini Perguruan Tinggi) wajib
menjaga keberagamaan para warganya, termasuk menjaga keberagamaan para mahasiswa
yang sedang belajar di Perguruan Tinggi. Pendapat kedua menyatakan bahwa Pendidikan
Agama Islam tidak perlu diajarkan di Perguruan Tinggi dengan alasan, agama merupakan
urusan pribadi, keluarga, dan institusi keagamaan seperti: masjid, pesantren, dan organisasi
keagamaan. Negara tidak perlu ikut campur dalam urusan agama.

Selain perbedaan antara kedua pandangan tersebut, ada pertanyaan lain, apakah
manusia secara psikologis adalah makhluk teogenetis atau teis (makhluk bertuhan), ataukah
ateis (tidak bertuhan)? Nyatanya, sebagian orang adalah teis dan sebagian lagi ateis. Ini
berarti bahwa secara konseptual, sebagian orang adalah teis, ateis, dan setengah teis-ateis.
Realitas juga menunjukkan bahwa setiap kelompok berusaha memengaruhi kelompok lain.
Kelompok teis menganjurkan dan mengajak manusia untuk beribadah, menyembah, dan
menaati Tuhan, sedangkan kelompok ateis mengajak orang untuk meninggalkan Tuhan.
Artinya, kelompok teis berusaha menyelenggarakan pendidikan agama, sedangkan kelompok
ateis menolak atau bahkan menghalangi pelaksanaan pendidikan agama. Pada saat yang
sama, kelompok teis-ateis biasanya tidak peduli dengan agama atau secara pasif mengikuti
kelompok pemenang.

Namun dari sudut pandang psikologis pula, manusia pada dasarnya suka bertaubat,
yakni meninggalkan perilaku keji dan tidak bermoral yang kemudian memilih jalan ketaatan.
Ada juga pemeluk satu agama yang pindah ke agama lain, dan penganut suatu mazhab
pindah ke mazhab lain (agama yang sama). Fenomena ini disebut konversi agama. Secara
teoritis, konversi ini terjadi karena ada beberapa faktor yang memengaruhinya, khususnya
Pendidikan Agama.

2. Sumber Sosial-Budaya tentang Perlunya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di


Perguruan Tinggi

Masyarakat muslim pada umumnya berharap Perguruan Tinggi di Indonesia selaras


dengan budaya bangsa yang religius. Perguruan Tinggi bukan lagi "menara gading" yang
jauh dari kehidupan masyarakat. Budaya beragama di masyarakat juga harus masuk ke dalam
lingkungan Perguruan Tinggi, yang artinya pendidikan agama juga menjadi kajian di
lingkungan Perguruan Tinggi.

Secara teori, umat Islam di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua subkultur, yaitu santri
dan muslim biasa (non-santri). Santri bukanlah orang yang tinggal di pesantren atau belajar di
pesantren, melainkan masyarakat muslim yang menjalankan ajaran Islam. Bentuk spesifiknya
adalah menjalankan lima rukun Islam: mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan
salat wajib, puasa di bulan Ramadan, membayar zakat (setidaknya zakat fitrah), dan
menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Mereka yang lebih religius bahkan mencoba
menjadikan agama Islam dalam seluruh manifestasi hidup mereka. Ada pun masyarakat
muslim biasa (bukan santri) adalah masyarakat muslim yang kurang taat menjalankan ajaran
Islam. Mereka tidak mengerjakan salat lima waktu, tidak berpuasa pada bulan Ramadan, dan
tidak membayar zakat. Namun, rukun Islam pertama dan terakhir dikerjakan. Mereka
mengucapkan dua kalimat syahadat sekurang-kurangnya ketika ijab-kabul dan menjalankan
ibadah haji bagi yang mampu. Artinya, serendah-rendahnya tingkat keberagamaan
masyarakat Indonesia, mereka tetap mementingkan agama dan pengamalan ajaran agama.

Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, terlihat jelas perubahan-perubahan


beragama generasi sekarang. Sejak 1990-an, keberagamaan telah berubah secara drastis.
Banyak pelajar dan mahasiswa yang berlatar belakang keluarga muslim biasa, akhirnya
menjadi muslim santri. Perubahan ini bermula dari "revolusi" pembelajaran agama melalui
tutorial agama di kampus, pengadaan pesantren kilat, pendirian masjid, Taman Pendidikan
Alquran (TPA), pendirian sekolah Islam berkelas, serta membludaknya jemaah haji. Dampak
dari perubahan beragama ini adalah pengadaan Pendidikan Agama Islam yang lebih baik di
Perguruan Tinggi.

3. Sumber Historis tentang Perlunya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di


Perguruan Tinggi

Secara historis, Indonesia memiliki dua sistem pendidikan, yaitu pesantren dan sekolah.
Pesantren adalah model pendidikan asli bangsa Indonesia, sedangkan sekolah adalah model
pendidikan yang ditiru dari penjajah Belanda. Masing-masing model pendidikan ini memiliki
keunggulan dan kelemahan. Menggabungkan keunggulan sekaligus mengurangi kelemahan
dari masing-masing model pendidikan tersebut adalah pilihan yang tepat.

Jika kita menengok lebih jauh sejarah pendidikan pada bangsa-bangsa muslim, kaum
muslimin pernah menjadi bangsa yang paling maju di dunia. Para pendidik dan pelajar
muslim pada masa keemasan Islam tidak pernah memisahkan Pendidikan Agama dan
Pendidikan Sains dan Teknologi. Ia seorang dokter, psikolog, dan psikiater sekaligus ahli
agama. Adapun para ulama yang tidak memiliki pondok pesantren mereka mendirikan
madrasah dan sekolah-sekolah Islam yang diperkaya dengan pendidikan Islam.

Sejak zaman colonial Belanda, KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah model sekolah
kolonial, tetapi diperkaya dengan pendidikan Islam. Mereka mendirikan perguruan tinggi
model pemerintah kolonial yang diperkaya dengan pendidikan Islam. Atas dasar
kekhawatiran terhadap keberagamaan dan moralitas bangsa, para ulama dan tokoh-tokoh
pendidik muslim mengusulkan agar Pendidikan Agama Islam dijadikan bagian dari
kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Para wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara tahun 1966 berhasil memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum
nasional.

MPRS tahun 1966 menetapkan, bahwa pendidikan agama wajib diajarkan di sekolah-
sekolah pemerintah mulai jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Sepanjang tahun
1966-1983 pendidikan agama diajarkan secara beragam di berbagai perguruan tinggi negeri.
Menjelang dan sekitar awal tahun 1980-an pelbagai wacana untuk menghilangkan pendidikan
agama dari kurikulum PT mencuat kembali. Mengantisipasi dimenangkannya wacara ini para
aktivis Islam kampus kemudian membuka program tutorial agama Islam di masjid-masjid
kampus.

Program ini di satu sisi dimaksudkan untuk menyalurkan minat para mahasiswa yang
haus dan ingin memperdalam ajaran agama . Di sisi lain program ini dimaksudkan pula untuk
membekali para mahasiswa yang berlatar belakang minim dalam pengetahuan agama, karena
minimnya juga pembelajaran agama dalam kurikulum PT. Konsekuensinya pendidikan
agama dibatasi pula yaitu hanya 2 SKS sepanjang mahasiswa menempuh program pendidikan
S1, dengan catatan rektor PT boleh menambahkan jumlah SKS untuk pendidikan agama.
Oleh karena itu, beberapa PT menyelenggarakan pendidikan agama lebih dari 2 SKS.

4. Dasar Religius tentang Perlunya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di


Perguruan Tinggi

Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam
yaitu al-Quran dan Hadis. Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan hal tersebut. Adalah
sebagai berikut, yang artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl/16: 125)

Selain itu dijelaskan pula dalam firman Allah QS. Ali Imran, yang artinya:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS. Ali Imran/03: 104)

Berdasarkan dasar religius di atas, dapat dilihat bahwa pentingnya pelaksanaan


pendidikan Agama Islam bukan hanya sekedar untuk memperoleh pengetahuan saja, namun
lebih kepada pembentukan sikap manusia ke arah yang sesuai dengan tujuan.
5. Sumber Yuridis tentang Perlunya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi

Keberadaan mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi (dan mata
pelajaran Pendidikan Islam di sekolah) memiliki landasan filosofis dan yuridis yang sangat
kuat. Landasan filosofis Pendidikan Agama Islam berpijak pada Pancasila, terutama sila
pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan secara yuridis berpijak pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Sumber yuridis penyelenggaraan Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi adalah sebagai berikut.

a. Pancasila;
b. UUD 1945 (hasil amandemen);
c. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas);
d. UU No. 17 ahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-
2025;
e. PP No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014;
f. PP No. 19 Tahun 2005, sebagaimana diubah dengan PP No. 032 Tahun 2013 tentang
Standar Nasional Pendidikan;
g. UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
C. Model Pendekatan atau Metode Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi

Secara teoretis dan empiris terdapat dua model pendekatan atau metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, yaitu: (1) menonjolkan substansi materi dan (2)
menonjolkan pendekatan atau metode pembelajaran. Pendapat pertama menyatakan bahwa
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi perlu kaya dengan substansi.
Mahasiswa harus dibekali dengan materi Pendidikan Agama Islam sebanyak mungkin. Dosen
Pendidikan Agama Islam harus menyajikan materi pembelajaran agama secara luas dan
mendalam. Pendapat kedua menyatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi perlu proses yang kaya. Mahasiswa tidak perlu dibekali materi keagamaan
yang banyak. Dosen Pendidikan Agama Islam cukup memperkenalkan materi yang paling dasar
dan inti. Untuk pengembangannya diserahkan pada mahasiswa untuk menggali materi lebih
mendalam secara autodidak. Tugas utama dosen Pendidikan Agama Islam adalah membekali
mahasiswa dengan keterampilan yang paling tepat untuk memahami dan melaksanakan ajaran
agama.
1. Pendekatan Substansi Ajaran

Pendekatan terdiri dari tiga pendekatan, yakni kajian Al-Quran dan sejarah Islam,
kajian disiplin ilmu dan isi atau ajaran, dan kajian implementasi “Kaidah Lima”.

a. Pendekatan Kajian Al-Quran dan Sejarah Islam

Ali Syari’ati menegaskan bahwa ada dua metode pemahaman dasar untuk
memahami Islam secara benar. Pertama, pengkajian “Al-Quran”, yaitu pengkajian
intisari gagasan-gagasan dan output ilmu dari orang yang dikenal sebagai Islam; dan
kedua, pengkajian "Sejarah Islam", yaitu pengkajian tentang perkembangan Islam
sejak masa Rasulullah Muhammad saw. menyampaikan misinya hingga sekarang.
Syari’ati menegaskan bahwa pemahaman dan pengetahuan tentang "Al-Quran"
sebagai sumber dari segala ide-ide Islam, dan pengetahuan serta pemahaman "sejarah
Islam" sebagai sumber segala peristiwa yang pernah terjadi dalam masa yang berbeda
adalah dua metode fundamental untuk mencapai suatu pengetahuan tentang Islam
yang benar dan ilmiah. (Hamid Algard, 1985: 60)

b. Pendekatan Disiplin Ilmu dan Kajian Isi atau Ajaran

Metode disiplin ilmu sebenarnya lebih tepat digunakan oleh para santri di
pondok-pondok pesantren dan mahasiswa Perguruan Tinggi Islam program studi
Ilmu-Ilmu Agama. Namun, para ulama berhasil menyederhanakan disiplin ilmu
agama agar lebih mudah dipahami bahkan orang awam sekalipun. Di Indonesia
dikenal luas bahwa ajaran Islam terdiri atas tiga disiplin, yaitu: akidah, syariat, dan
akhlak. Akidah merupakan dimensi Islam yang berhubungan dengan keimanan.
Syariat merupakan dimensi Islam yang berhubungan dengan ketentuan hubungan
manusia dengan Allah, saudara seagama, saudara sesame manusia, serta hubungan
dengan alam besar dan kehidupan. Ada pun akhlak membicarakan baik-buruknya
suatu perbuatan, baik secara parsial (masing-masing perbuatan) maupun komparatif
(memilih satu dari dua atau beberapa perbuatan yang baik-baik).
c. Pendekatan tentang Tujuan Didatangkannya Syariat Islam

Tujuan didatangkannya syariat Islam (maqāshid asy-syar‟iyah) ada lima, yaitu:


(1) menjaga agama, (2) menjaga jiwa, (3) menjaga akal, (4) menjaga keturunan, dan
(5) menjaga harta (Mukhtar Yahya & Fatchurrahman, 1986).

2. Pendekatan “Proses” Pembelajaran Agama

Pendekatan “proses” pembelajaran agama terdiri dari 3 pendekatan, yakni: studi


"kaidah lima” (qawā‟id al-khams), metode tipologi agama, dan studi tematik Al-
Quran dengan Al-Quran Digital.

a. Studi Implementasi “Kaidah Lima” (Qawā‟id al-Khams)

Kaidah-kaidah fiqhiyah, lebih dikenal dengan qawā‟id al-khams (lima kaidah


induk) mutlak harus dikuasai oleh para mahasiswa muslim. Mukhtar Yahya &
Fatchurrahman (1986) menjelaskan kelima kaidah induk fiqhiyah ini, yakni:

Pertama, Al-Umūru bi maqāshidiha (segala urusan tergantung kepada


tujuannya). Kaidah ini menghendaki agar kita beramal didasari oleh “niat” karena
Allah (lillāhi ta‟āla), yakni niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk Allah
semata (bukan karena pamrih). Bagaimana pun bagusnya suatu amal tetapi jika
didasari niat buruk (yakni bukan untuk Allah), maka rusaklah amal itu di sisi Allah
Swt. Kedua, Al-Yaqīnu lā yuzālu bisy-syak (keyakinan tidak dapat dihapus dengan
keraguan). Misalkan, Anda yakin sudah berwudu. Kemudian Anda ragu apakah
berkentut atau tidak berkentut? Dengan kaidah ini, sudah berwudu adalah suatu
keyakinan, sedangkan berkentut adalah suatu keraguan. Putusan yang harus Anda
pilih adalah “Anda sudah berwudu dan tidak berkentut!”

Ketiga, Al-Masyaqqatu tajlibut-taysīr (kesukaran itu menarik kemudahan).


Dari kaidah inilah munculnya rukhsah (rukhshah) (kemudahan yang meringankan).
Misalnya, meng-qashar salat di perjalanan (salat yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat),
bolehnya duduk dengan lain jenis di kendaraan umum, dan lain-lain. Adapun faktor
yang membuat sukar adalah bepergian, sakit, terpaksa, lupa, ketidakmampuan, dan
kesukaran-kesukaran lainnya.

Keempat, Adh-Dharāru yuzālu (kemudaratan itu harus dilenyapkan /


dihilangkan). Kaidah ini sangat berperan dalam muamalah (seperti memberantas
praktik curang dalam bisnis), jinayah (hukuman yang membuat jera para koruptor,
perusuh, dan pelaku pencabulan), dan munākaāat (seperti bercerai, karena usaha
damai suami-istri walau dibantu juru damai tetap menemui jalan buntu). Dari kaidah
ini lahir sub-sub kaidah, antara lain: dar`ul-mafāsid muqaddamun ‟alā jalbil-mashāliḫ
(menolak kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan). Misalnya,
lebih mengutamakan membayar honorarium guru mengaji di masjid-masjid secara
wajar dengan mempertimbangkan upah minimum (untuk menghilangkan kemiskinan
guru mengaji) harus didahulukan daripada memperindah bangunan masjid (untuk
syiar kemegahan tempat ibadah Islam).
Kelima adalah Al-’Âdatu muḫakkamah (adat kebiasaan itu ditetapkan
sebagai hukum). Misal, ketika kita sebagai tamu disuguhi makanan, maka kita boleh
makan tanpa menunggu dipersilakan oleh tuan rumah, karena adat istiadat
menetapkan demikian.

b. Metode Tipologi Agama

Metode "tipologi" dikembangkan oleh Ali Syari‟ati untuk memahami tipe,


profil, watak, dan misi agama Islam. Metode ini memiliki dua ciri penting, yaitu:
pertama. mengidentifikasi lima (bisa juga empat atau enam ciri, dst) aspek agama;
dan kedua, membandingkan kelima aspek agama tersebut dengan aspek yang sama
dalam agama lain. Dengan cara ini kita bisa melihat secara jernih dan objektif
kelebihan ciri khas agama yang dideskripsikan. Kita bisa mengimplementasikan
metode tipologi agama ini untuk memahami mazhab-mazhab dalam Islam.

Kita juga bisa mengimplementasikan metode tipologi ini untuk membandingkan


Islam Tasawuf (Tarekat) dengan Islam Non-Tasawuf. Aspek-aspek atau ciri-ciri
khas keagamaan yang perlu ditonjolkan sebagai bahan kajian dan renungan bagi
kita, terutama: (1) guru mursyid, (2) cara mengetahui Tuhan, (3) makna zikir, (4)
talqīn zikir, dan (5) riadat, riyādhah, dan mujahadat.

c. Studi Tematik Al-Quran dengan Al-Quran Digital.

Ulama, terutama Ulama Tafsir, telah merumuskan metode pemahaman Al-


Quran, lebihndikenal dengan Ilmu Tafsir. Terdapat 2 metode yang telah berumur
lebih dari 1.000 tahun, yakni: metode tafsir bil-ma`sur atau bil-manqul dan metode
tafsir bil-ro`yi. Tafsir bil-ma`sur atau bil-manqul adalah tafsiran Nabi Muhammad
SAW sendiri terhadap suatu ayat atau term dalam Al-Quran. Dalam kapasitasnya
sebagai Nabi dan Rasul tentu saja tafsir ini disepakati yang paling benar, karena
hanya Nabi dan Rasul saja yang bisa memahami ayat-ayat muhkamat (yang jelas
maknanya) dan ayat-ayat mutasyabihat (yang maknanya tidak jelas atau samar-
samat). Marekalah dzalikal kitab (Kitab ”itu”) yang la roiba fihi (tidak ada
keraguan); merekalah kitab maknun (kitab yang terpelihara); merekalah yang bisa
menyentuh Al-Quran karena al-muthohharun (yang disucikan oleh Tuhan); dan
merekalah al-rosyihuna fil-`ilmi (yang mendalam ilmunya), sehingga bisa
memahami ayat-ayat mutasyabihat sebagaimana pemahamannya terhadap ayat-ayat
muhkamat.

Media yang diperlukan untuk menggunakan metode Tematik Al-Quran


adalah Alquran digital. Langkah-langkah teknis aplikasinya sebagai berikut:

1. Klik folder Al-Quran digital


2. Klik file Al-Quran digital
3. Cari term-term yang diinginkan, bisa bahasa Indonesia (huruf Latin) atau
bahasa Arab (huruf Arab). Misal term salat. Caranya: klik cari (Ind/Eng),
kemudian tulis salatt. Selanjutnya akan muncul di layar (bawah) term salat =
92 item. Jika menggunakan Bahasa Arab, klik cari (Arab), kemudian tulis salat
dengan cara: klik huruf alif (‫ ا‬,(lam (‫ ل‬,(shod (‫ ص‬,(lam-alif (‫ ال‬,(dan ta
marbuthoh (‫)ة‬. Nanti akan muncul di layar (bawah) term (‫)ة ال ص ل ا‬
(SHALAT) = 61 item. Jumlah term yang benar adalah dengan menggunakan
cari (Arab). Jadi, jumlah term salat yang benar adalah 61 ayat. Term salat
dalam bahasa Indonesia lebih banyak (92 item/ayat) karena term salat bisa
merupakan terjemahan langsung dari term salat dalam bahasa Arab, ditambah
dengan term yang bermakna shalat, yang terjemahannya biasanya diberi tanda
kurung (salat).
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi merupakan lanjutan dari pembelajaran


yang diterima siswa mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah
Menengah Atas. Tujuan mata kuliah Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi ini sejalan
dengan dasar dan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan nasional. Pendapat pertama
menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam perlu diajarkan di Perguruan Tinggi dengan
alasan, negara wajib menjaga keberagamaan para warganya, termasuk menjaga
keberagamaan para mahasiswa yang sedang belajar di Perguruan Tinggi. Pendapat kedua
menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam tidak perlu diajarkan di Perguruan Tinggi
dengan alasan, agama merupakan urusan pribadi, keluarga, dan institusi keagamaan seperti
masjid, pesantren, dan organisasi keagamaan.

Mata kuliah Pendidikan Agama dibatasi hanya 2 SKS sepanjang mahasiswa


menempuh program pendidikan S1, dengan catatan rektor Perguruan Tinggi boleh
menambahkan jumlah SKS untuk pendidikan agama. Secara teoretis dan empiris terdapat dua
model pendekatan atau metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi,
yaitu: menonjolkan substansi materi dan menonjolkan pendekatan atau metode pembelajaran.

B. Saran

Kami tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

“Mengapa dan Bagaimana PAI Diajarkan di Perguruan Tinggi”. academia.edu. 2017. 19


September 2020.
https://www.academia.edu/34981881/MENGAPA_DAN_BAGAIMANA_PAI_DIAJARKA
N_DI_PERGURUAN_TINGGI

“Pendidikan Agama Islam dalam Perguruan Tinggi”. slideshare.net. 28 Oktober 2016. 19


September 2020. https://www.slideshare.net/chusnaqumillaila/pendidikan-agama-islam-
dalam-perguruan-tinggi

“Implementasi Metode Tematik Al-Quran dalam Memahami Makna & Fungsi Khalîfah Fil
Ardhi, Keutamaan Malaikat, dan Kesesatan Iblis”. http://file.upi.edu/. 14 Februari 2013. 20
September 2020. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121-
MUNAWAR_RAHMAT/S2%20METODE%20STUDI%20ISLAM/2.%20S2PAI%20-
%20MetodeTEMATIK%20AL-QURAN%20ttg%20Khalifah-Malaikat
%20%28MunawarRahmat%2C%2014Sep2013%29.pdf

“Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi”. hardjasapoetra.blogspot.com. 2010. 20


September 2020. http://hardjasapoetra.blogspot.com/2010/03/pendidikan-agama-islam-di-
perguruan.html

“Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum Berbasis Multikulturalisme”.


media.neliti.com. 1 April 2015. 21 September 2020.
https://media.neliti.com/media/publications/226435-pendidikan-agama-islam-di-perguruan-
ting-303e9bf4.pdf

Anda mungkin juga menyukai