DISUSUN OLEH:
1. ALFIKRI (5032011017)
2. DINA SAYYIDINA RANI (5032011021)
3. IKA PIYANA (5032011026)
4. NURUL MEI AL AZZA (5032011032)
5. SAINA (5032011034)
KELOMPOK 3
KELAS 20B
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan........................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................4
A. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi...............................................................4
B. Sumber Psikologis, Sosial-Budaya, Historis, Religius, dan Yuridis tentang Perlunya
Pembelaran PAI di Perguruan Tinggi.....................................................................................7
C. Model Pendekatan atau Metode Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi.....................11
BAB III.....................................................................................................................................15
A. Kesimpulan...................................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendidikan Agama Islam
di Perguruan Tinggi” ini tepat pada waktunya. Ada pun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pendidikan Agama Islam bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Baihaqi Sarmadi, S.Pd.I., selaku
dosen Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, luwes, serta nilai-nilai ajarannya selalu
dapat diterima walau dinamika perkembangan zaman sudah jauh berubah. Oleh karena itu,
sangatlah bijaksana bagi pemerintah untuk menjadikan Pendidikan Agama Islam sebagai
mata pelajaran wajib yang dipelajari secara berkelanjutan dalam dunia pendidikan formal,
baik di pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, bahkan di perguruan tinggi.
Makalah ini akan membahas tentang Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Umum. Bagaimana kedudukan, problem dan prospek Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi
Umum, itu lah yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
PEMBAHASAN
Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi (PT) merupakan lanjutan dari
pembelajaran yang diterima siswa mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,
dan Sekolah Menengah Atas. Namun, berbagai permasalahan akan muncul dalam proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bahan ajar yang disebutkan sama di seluruh negeri.
Banyaknya bahan ajar, minimnya perubahan bahan ajar, kurang bervariasinya pengajar dalam
menyampaikannya, serta alokasi waktu yang tidak mencukupi telah menurunkan semangat
mahasiswa untuk mengikuti kelas.
Tentu ini menjadi masalah yang cukup serius. Upaya peningkatan mutu PAI di
Perguruan Tinggi baik bagi staf pengajarnya, materi kurikulum, dan usulan penambahan
jumlah SKS-nya sudah sering dilakukan. Namun, hal tersebut selalu terkendala oleh berbagai
faktor, misalnya staf pengajar yang belum seragam dalam pendekatan pembelajaran PAI
karena perbedaan latar belakang disiplin ilmu masing-masing dalam bidang keagamaan.
Materi kurikulum yang ditetapkan secara nasional seringkali menghalangi tenaga pengajar
untuk berimprovisasi, sehingga tidak jarang kelas menjadi monoton. Dilihat dari jumlah
pertemuan tatap muka yang hanyas 2 SKS, tentu hal ini kurang memadai. Berbagai upaya
dilakukan untuk menambah jam pelajaran PAI, tetapi jawaban yang sering didengar adalah
“sudah banyak beban mata kuliah mahasiswa yang harus diselesaikan, terutama mata kuliah
jurusan, sehingga tidak perlu diberi beban tambahan”.
Pendidikan agama merupakan upaya sadar untuk mentaati ketentuan Allah sebagai
guidance dan dasar para peserta didik agar berpengetahuan keagamaan dan handal dalam
menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan. Sebagian dari ketentuan-
ketentuan Allah itu adalah memahami hukum-hukum-Nya di bumi ini yang disebut dengan
ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat kauniyah itu dalam aktualisasinya akan bermakna
Sunanatullah (hukum-hukum Tuhan) yang terdapat di alam semesta. Dalam ayat-ayat
kauniyah itu terdapat ketentuan Allah yang berlaku sepenuhnya bagi alam semesta dan
melahirkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya.(Dep. Agama, IDI
EIII, 1996, h..4).
Peran penting agama atau nilai-nilai agama dalam pembahasan ini menitikberatkan
pada lingkungan institusi pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Pendidikan Agama
merupakan salah satu mata kuliah yang berkaitan erat dengan pengembangan moral dan
perilaku di lembaga pendidikan perguruan tinggi. Mata kuliah Pendidikan Agama di
perguruan tinggi termasuk dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum), yakni kelompok
mata kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan sikap sebagai syarat bagi
mahasiswa untuk memasuki kehidupan sosial. Mata kuliah ini merupakan pendamping bagi
mahasiswa agar tumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamaisnya, sehingga dapat
berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam mewujudkan eksistensinya di
tengah masyarakat.
Tujuan mata kuliah Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi ini sejalan dengan
dasar dan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan nasional. GBHN 1988 menyatakan
bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila “bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung
jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani… dengan demikian
pendidikan nasional akan membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab
atas pembangunan bangsa”.
B. Sumber Psikologis, Sosial-Budaya, Historis, Religius, dan Yuridis tentang
Perlunya Pembelaran PAI di Perguruan Tinggi
Secara ringkas, ada dua pandangan yang berbeda mengenai Pendidikan Agama Islam
di Perguruan Tinggi. Pendapat pertama menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam perlu
diajarkan di Perguruan Tinggi dengan alasan, negara (dalam hal ini Perguruan Tinggi) wajib
menjaga keberagamaan para warganya, termasuk menjaga keberagamaan para mahasiswa
yang sedang belajar di Perguruan Tinggi. Pendapat kedua menyatakan bahwa Pendidikan
Agama Islam tidak perlu diajarkan di Perguruan Tinggi dengan alasan, agama merupakan
urusan pribadi, keluarga, dan institusi keagamaan seperti: masjid, pesantren, dan organisasi
keagamaan. Negara tidak perlu ikut campur dalam urusan agama.
Selain perbedaan antara kedua pandangan tersebut, ada pertanyaan lain, apakah
manusia secara psikologis adalah makhluk teogenetis atau teis (makhluk bertuhan), ataukah
ateis (tidak bertuhan)? Nyatanya, sebagian orang adalah teis dan sebagian lagi ateis. Ini
berarti bahwa secara konseptual, sebagian orang adalah teis, ateis, dan setengah teis-ateis.
Realitas juga menunjukkan bahwa setiap kelompok berusaha memengaruhi kelompok lain.
Kelompok teis menganjurkan dan mengajak manusia untuk beribadah, menyembah, dan
menaati Tuhan, sedangkan kelompok ateis mengajak orang untuk meninggalkan Tuhan.
Artinya, kelompok teis berusaha menyelenggarakan pendidikan agama, sedangkan kelompok
ateis menolak atau bahkan menghalangi pelaksanaan pendidikan agama. Pada saat yang
sama, kelompok teis-ateis biasanya tidak peduli dengan agama atau secara pasif mengikuti
kelompok pemenang.
Namun dari sudut pandang psikologis pula, manusia pada dasarnya suka bertaubat,
yakni meninggalkan perilaku keji dan tidak bermoral yang kemudian memilih jalan ketaatan.
Ada juga pemeluk satu agama yang pindah ke agama lain, dan penganut suatu mazhab
pindah ke mazhab lain (agama yang sama). Fenomena ini disebut konversi agama. Secara
teoritis, konversi ini terjadi karena ada beberapa faktor yang memengaruhinya, khususnya
Pendidikan Agama.
Secara teori, umat Islam di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua subkultur, yaitu santri
dan muslim biasa (non-santri). Santri bukanlah orang yang tinggal di pesantren atau belajar di
pesantren, melainkan masyarakat muslim yang menjalankan ajaran Islam. Bentuk spesifiknya
adalah menjalankan lima rukun Islam: mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan
salat wajib, puasa di bulan Ramadan, membayar zakat (setidaknya zakat fitrah), dan
menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Mereka yang lebih religius bahkan mencoba
menjadikan agama Islam dalam seluruh manifestasi hidup mereka. Ada pun masyarakat
muslim biasa (bukan santri) adalah masyarakat muslim yang kurang taat menjalankan ajaran
Islam. Mereka tidak mengerjakan salat lima waktu, tidak berpuasa pada bulan Ramadan, dan
tidak membayar zakat. Namun, rukun Islam pertama dan terakhir dikerjakan. Mereka
mengucapkan dua kalimat syahadat sekurang-kurangnya ketika ijab-kabul dan menjalankan
ibadah haji bagi yang mampu. Artinya, serendah-rendahnya tingkat keberagamaan
masyarakat Indonesia, mereka tetap mementingkan agama dan pengamalan ajaran agama.
Secara historis, Indonesia memiliki dua sistem pendidikan, yaitu pesantren dan sekolah.
Pesantren adalah model pendidikan asli bangsa Indonesia, sedangkan sekolah adalah model
pendidikan yang ditiru dari penjajah Belanda. Masing-masing model pendidikan ini memiliki
keunggulan dan kelemahan. Menggabungkan keunggulan sekaligus mengurangi kelemahan
dari masing-masing model pendidikan tersebut adalah pilihan yang tepat.
Jika kita menengok lebih jauh sejarah pendidikan pada bangsa-bangsa muslim, kaum
muslimin pernah menjadi bangsa yang paling maju di dunia. Para pendidik dan pelajar
muslim pada masa keemasan Islam tidak pernah memisahkan Pendidikan Agama dan
Pendidikan Sains dan Teknologi. Ia seorang dokter, psikolog, dan psikiater sekaligus ahli
agama. Adapun para ulama yang tidak memiliki pondok pesantren mereka mendirikan
madrasah dan sekolah-sekolah Islam yang diperkaya dengan pendidikan Islam.
Sejak zaman colonial Belanda, KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah model sekolah
kolonial, tetapi diperkaya dengan pendidikan Islam. Mereka mendirikan perguruan tinggi
model pemerintah kolonial yang diperkaya dengan pendidikan Islam. Atas dasar
kekhawatiran terhadap keberagamaan dan moralitas bangsa, para ulama dan tokoh-tokoh
pendidik muslim mengusulkan agar Pendidikan Agama Islam dijadikan bagian dari
kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Para wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara tahun 1966 berhasil memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum
nasional.
MPRS tahun 1966 menetapkan, bahwa pendidikan agama wajib diajarkan di sekolah-
sekolah pemerintah mulai jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Sepanjang tahun
1966-1983 pendidikan agama diajarkan secara beragam di berbagai perguruan tinggi negeri.
Menjelang dan sekitar awal tahun 1980-an pelbagai wacana untuk menghilangkan pendidikan
agama dari kurikulum PT mencuat kembali. Mengantisipasi dimenangkannya wacara ini para
aktivis Islam kampus kemudian membuka program tutorial agama Islam di masjid-masjid
kampus.
Program ini di satu sisi dimaksudkan untuk menyalurkan minat para mahasiswa yang
haus dan ingin memperdalam ajaran agama . Di sisi lain program ini dimaksudkan pula untuk
membekali para mahasiswa yang berlatar belakang minim dalam pengetahuan agama, karena
minimnya juga pembelajaran agama dalam kurikulum PT. Konsekuensinya pendidikan
agama dibatasi pula yaitu hanya 2 SKS sepanjang mahasiswa menempuh program pendidikan
S1, dengan catatan rektor PT boleh menambahkan jumlah SKS untuk pendidikan agama.
Oleh karena itu, beberapa PT menyelenggarakan pendidikan agama lebih dari 2 SKS.
Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam
yaitu al-Quran dan Hadis. Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan hal tersebut. Adalah
sebagai berikut, yang artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl/16: 125)
Selain itu dijelaskan pula dalam firman Allah QS. Ali Imran, yang artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS. Ali Imran/03: 104)
Keberadaan mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi (dan mata
pelajaran Pendidikan Islam di sekolah) memiliki landasan filosofis dan yuridis yang sangat
kuat. Landasan filosofis Pendidikan Agama Islam berpijak pada Pancasila, terutama sila
pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan secara yuridis berpijak pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Sumber yuridis penyelenggaraan Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi adalah sebagai berikut.
a. Pancasila;
b. UUD 1945 (hasil amandemen);
c. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas);
d. UU No. 17 ahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-
2025;
e. PP No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014;
f. PP No. 19 Tahun 2005, sebagaimana diubah dengan PP No. 032 Tahun 2013 tentang
Standar Nasional Pendidikan;
g. UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
C. Model Pendekatan atau Metode Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi
Secara teoretis dan empiris terdapat dua model pendekatan atau metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, yaitu: (1) menonjolkan substansi materi dan (2)
menonjolkan pendekatan atau metode pembelajaran. Pendapat pertama menyatakan bahwa
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi perlu kaya dengan substansi.
Mahasiswa harus dibekali dengan materi Pendidikan Agama Islam sebanyak mungkin. Dosen
Pendidikan Agama Islam harus menyajikan materi pembelajaran agama secara luas dan
mendalam. Pendapat kedua menyatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi perlu proses yang kaya. Mahasiswa tidak perlu dibekali materi keagamaan
yang banyak. Dosen Pendidikan Agama Islam cukup memperkenalkan materi yang paling dasar
dan inti. Untuk pengembangannya diserahkan pada mahasiswa untuk menggali materi lebih
mendalam secara autodidak. Tugas utama dosen Pendidikan Agama Islam adalah membekali
mahasiswa dengan keterampilan yang paling tepat untuk memahami dan melaksanakan ajaran
agama.
1. Pendekatan Substansi Ajaran
Pendekatan terdiri dari tiga pendekatan, yakni kajian Al-Quran dan sejarah Islam,
kajian disiplin ilmu dan isi atau ajaran, dan kajian implementasi “Kaidah Lima”.
Ali Syari’ati menegaskan bahwa ada dua metode pemahaman dasar untuk
memahami Islam secara benar. Pertama, pengkajian “Al-Quran”, yaitu pengkajian
intisari gagasan-gagasan dan output ilmu dari orang yang dikenal sebagai Islam; dan
kedua, pengkajian "Sejarah Islam", yaitu pengkajian tentang perkembangan Islam
sejak masa Rasulullah Muhammad saw. menyampaikan misinya hingga sekarang.
Syari’ati menegaskan bahwa pemahaman dan pengetahuan tentang "Al-Quran"
sebagai sumber dari segala ide-ide Islam, dan pengetahuan serta pemahaman "sejarah
Islam" sebagai sumber segala peristiwa yang pernah terjadi dalam masa yang berbeda
adalah dua metode fundamental untuk mencapai suatu pengetahuan tentang Islam
yang benar dan ilmiah. (Hamid Algard, 1985: 60)
Metode disiplin ilmu sebenarnya lebih tepat digunakan oleh para santri di
pondok-pondok pesantren dan mahasiswa Perguruan Tinggi Islam program studi
Ilmu-Ilmu Agama. Namun, para ulama berhasil menyederhanakan disiplin ilmu
agama agar lebih mudah dipahami bahkan orang awam sekalipun. Di Indonesia
dikenal luas bahwa ajaran Islam terdiri atas tiga disiplin, yaitu: akidah, syariat, dan
akhlak. Akidah merupakan dimensi Islam yang berhubungan dengan keimanan.
Syariat merupakan dimensi Islam yang berhubungan dengan ketentuan hubungan
manusia dengan Allah, saudara seagama, saudara sesame manusia, serta hubungan
dengan alam besar dan kehidupan. Ada pun akhlak membicarakan baik-buruknya
suatu perbuatan, baik secara parsial (masing-masing perbuatan) maupun komparatif
(memilih satu dari dua atau beberapa perbuatan yang baik-baik).
c. Pendekatan tentang Tujuan Didatangkannya Syariat Islam
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
“Implementasi Metode Tematik Al-Quran dalam Memahami Makna & Fungsi Khalîfah Fil
Ardhi, Keutamaan Malaikat, dan Kesesatan Iblis”. http://file.upi.edu/. 14 Februari 2013. 20
September 2020. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121-
MUNAWAR_RAHMAT/S2%20METODE%20STUDI%20ISLAM/2.%20S2PAI%20-
%20MetodeTEMATIK%20AL-QURAN%20ttg%20Khalifah-Malaikat
%20%28MunawarRahmat%2C%2014Sep2013%29.pdf