Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PENELITIAN

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LOTION DAUN


BABADOTAN (Ageratum conyzoides L) DENGAN METODE DPPH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahan Alam Farmasi

Disusun Oleh:
Kelompok 4
31117082 Rani Rahmawati
31117083 Rara Amiati
31117084 Rika Zahara Dewi
31117085 Rizka Dinda Novalan
31117086 Septiana Erdi Nugraha
31117087 Shilvy Dhiya Aulia
31117088 Shintya Dewi Purnama
31117089 Sifa Nurjanah
31117090 Silmy Mutiarani Iswandi

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga penyusunan Laporan Pengujian Aktivitas Antioksidan Lotion Daun
Babadotan (Ageratum conyzoides L) Dengan Metode DPPH ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontibusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Kami pun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan
karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, kami siap
menerima segala kritik dan saran dari berbagai pihak demi menyempurnakan
laporan ini. Dan harapan kami semoga laporan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Tasikmalaya, Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 2


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Urgensi Penelitian ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
1.5 Jadwal Penelitian.................................................................................. 3

BAB 1I TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4

2.1 Dasar Teori ........................................................................................... 4


2.2 Penelitian yang Relevan ....................................................................... 14
2.3 Hipotesa................................................................................................ 14

BAB 1II METODE PENELITIAN ............................................................... 15

3.1 Alat dan Bahan ..................................................................................... 15


3.2 Prosedur Kerja ...................................................................................... 15
3.3 Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 25

4.1 Hasil Pengamatan ................................................................................ 25


4.2 Pembahasan ......................................................................................... 43

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 55

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 56

Lampiran ........................................................................................................ 58

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Radikal bebas yang berupa sinar ultraviolet adalah salah satu
penyebab dari kerusakan kulit. Dalam kondisi yang berlebih, sinar UV dapat
menimbulkan beberapa masalah terhadap kulit, mulai dari kulit kemerahan,
pigmentasi, bahkan dalam waktu lama menyebabkan resiko kanker. Radikal
bebas yang dihasilkan akan menyebabkan kerusakan DNA, yang berdampak
pada proliferasi sel secara terus menerus sehingga menjadi awal
terbentuknya kanker (Sari, 2015).
Antioksidan yang berfungsi untuk menstabilkan radikal bebas dengan
melengkapi kekurangan elektron dari radikal bebas sehingga menghambat
terjadinya reaksi berantai. Antioksidan mampu bertindak sebagai
penyumbang radikal hidrogen atau dapat bertindak sebagai akseptor radikal
bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi pembentukan radikal bebas
(Redha, 2010; Sitorus et al., 2013).
Babadotan (Ageratum conyzoides L) merupakan tumbuhan berasal
dari Amerika tropis dan banyak hidup di daerah tropis. Babadotan
merupakan salah satu tanaman yang mempunyai efek antioksidan.
Babadotan termasuk gulma berdaun lebar batang babadotan berbentuk bulat
yang ditumbuhi rambut panjang dan memiliki cabang. Apabila bagian
batang menyentuh tanah maka mengeluarkan akar dan baru tumbuh. Daun
babadotan berbentuk bulat telur dengan daun sebuku dengan pangkal
membulat dan baggian bagian tepi ujung runcing, tepi, bergerigi. Panjang
daun babadotan 5-13 cm dan lebar 0,5-6 cm. Kedua permukaan daun
ditumbuhi bulu atau rambut (trichome) (Dalimartha, 2002).
Kandungan kimia dari daun babadotan yaitu Ageratum conyzoides L
mengandung senyawa kimia dari golongan precocene 1, prepocene 2,
senyawa saponin, tanin, kumarin, alkaloid, flavonoid, polifenol, dan minyak
atsiri (Kinasih, 2013).

1
Ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides L) kami formulasi
dalam bentuk lotion, sehingga lebih praktis dan mudah digunakan. Lotion
yang baik adalah tidak terlalu greasy (berminyak) saat digunakan dan dapat
menyerap dengan cepat saat dioleskan di kulit. Lotion merupakan pilihan
paling tepat jika membutuhkan pelembab yang ringan atau bila digunakan
untuk seluruh tubuh. (Zulkarnain et al., 2013).
Salah satu metode yang digunakan dalam penentuan aktivitas
antioksidan adalah metode DPPH (1,1diphenyl-2-picrylhydrazyl). DPPH
merupakan pereaksi yang bersifat radikal bebas. Mekanisme metode ini
adalah mereaksikan antioksidan yang terdapat pada sampel dengan DPPH.
Antioksidan akan mendonorkan atom hidrogennya sehingga akan
menghambat aktivitas dari radikal bebas (Sitorus et al., 2013).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimanakah karakteristik simplisia daun babadotan (Ageratum
conyzoides L)?.
1.2.2. Senyawa kimia apa saja yang terkandung dalam tanaman babadotan
(Ageratum conyzoides L)?.
1.2.3. Apakah pemanfaatan ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides
L) efektif dalam sediaan lotion?.
1.2.4. Apakah aktivitas antioksidan dari Formulasi sediaan lotion ekstrak
daun babadotan sesuai dengan standar yang telah ditentukan?.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Untuk mengetahui karakteristik daun babadotan (Ageratum
conyzoides L).
1.3.2. Untuk mengetahui Senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dalam tanaman babadotan (Ageratum conyzoides L).
1.3.3. Untuk mengetahui pemanfaatan ekstrak daun babadotan (Ageratum
conyzoides L) dalam sediaan lotion.
1.3.4. Mengetahui aktivitas antioksidan dari Formulasi sediaan lotion
ekstrak babadotan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

2
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah ilmu dan wawasan
mengenai lotion ekstrak etanol daun babadotan (Ageratum conyzoides L)
sebagai antioksidan.

1.5. Urgensi Penelitian


Urgensi penelitian ini mendorong untuk menemukan pengetahuan
baru tentang formula sediaan obat dari daun babadotan, dan menghasilkan
formulasi sediaan yang mempunyai aktivitas antioksidan yang berkualitas
dan memberikan efek yang diinginkan dari daun babadotan (Ageratum
conyzoides L).

1.6. Jadwal Penelitian

Pertemuan Kegiatan Agustus September Oktober November Desember


Ke- Penelitian 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengumpulan
1 bahan tanaman
dan preparasi
simplisia
Karakterisasi
2 fisika simplisia
dan ekstraksi
3 Penafisan
fitokimia dan
KLT ekstrak
Bobot jenis,
kadar sari larut
4 etanol dan larut
air, kadar air dan
susut
pengeringan
ekstrak
Uji aktivitas
5-7 farmakologi
ekstrak (in-vitro)
dan analisis data
Preformulasi,
8-9 bentuk sediaan,
formulasi dan
pembuatan
sediaan

3
10-11 Evaluasi sediaan

Evaluasi
12-13 aktivitas
farmakologi
sediaan (in-vitro)
dan analisis data
14 Laporan Akhir

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Daun Babadotan

Gambar 1: Tanaman Babadotan

Tanaman bandotan punya nama latin Ageratum conyzoides L. Di


beberapa negeri, bandotan atau babadotan dianggap sebagai tanaman
gulma (pengganggu) dan sering kali pertumbuhannya sulit
dikendalikan.
Menurut keterangan jurnal Age Ageratum conyzoides L: A
Tropical Source of Medicinal and Agricultural Products, tumbuhan ini
berasal dari wilayah sekitar Amerika Serikat Tenggara sampai
Amerika Tengah, tetapi pusat asalnya adalah di Amerika Tengah dan
Kepulauan Karibia. Kebanyakan tanaman babadotan ditemukan di
Meksiko, Amerika Tengah, Kepulauan Karibia, dan Florida. Namun
kini bandotan juga ditemukan di beberapa negeri sub-tropis dan tropis,
termasuk di Indonesia.
Menurut catatan buku Weeds of Rice in Indonesia, tanaman
bandotan didatangkan ke pulau Jawa sebelum tahun 1860, dan
sekarang sudah menyebar luas di berbagai wilayah Indonesia.
Babadotan sering tumbuh di pekarangan, pinggir jalan, ladang, sawah

5
yang telah mengering, pinggir sungai/kali, dan daerah yang banyak
semak belukar.
2.1.2 Klasifikasi dan Morfologi Babadotan (Ageratum conyzoides L)
Tumbuhan gulma babadotan Ageratum conyzoides L. memiliki
klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi: Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum Conyzoides L.
Babadotan (Ageratum conyzoides L) merupakan tumbuhan
berasal dari Amerika tropis dan banyak hidup di daerah tropis.
Babadotan termasuk gulma berdaun lebar batang babadotan berbentuk
bulat yang ditumbuhi rambut panjang dan memiliki cabang. Apabila
bagian batang menyentuh tanah maka mengeluarkan akar dan baru
tumbuh (Kardinan, 1999).
Daun babadotan berbentuk bulat telur dengan daun sebuku
dengan pangkal membulat dan baggian bagian tepi ujung runcing,
tepi, bergerigi. Panjang daun babadotan 5-13 cm dan lebar 0,5-6 cm.
Kedua permukaan daun ditumbuhi bulu atau rambut (trichome)
(Dalimartha, 2002).
Bunga babadotan berada di ketiak daun (aksiler), bongkol
menyatu menjadi karangan dengan panjang 6-8 mm dengan tangkai
berambut, kelopak berbulu, mahkota berbentuk lonceng dengan warna
putih atau ungu. Bunga merupakan bunga majemuk yang berkumpul
lebih dari 3 kuntum (Dalimartha, 2002).
Buah babadotan berbentuk bulat panjang persegi lima dan
berwarna hitam. Pada buah kering akan membentuk struktur sayap
sehingga mudah diterbangkan angin (Kardinan, 1999).

6
Biji babadotan berbentuk ramping dan kecil memiliki panjang
1,5-2 mm berwarna hitam. Bersifat fotoblastik positif dengan
viabilitas mencapai 12 bulan dengan temperatur optimum 20-25oC
(Ming, 1999) dalam (Darmayanti, 2006).
Babadotan (Ageratum conyzoides L) merupakan gulma yang
banyak tumbuh di Indonesia. Babadotan berasal dari Amerika tropik
karena itulah pada daerah tropis mampu hidup dan berkembang
menjadi banyak sekali. Persebaran babadotan dimulai dari Amerika
Utara hingga ke-Amerika Tengah meskipun awalnya gulma ini berasal
dari Amerika Tengah dan Karibia.Untuk di Indonesia menemukan
gulma ini sangat mudah karena hampir setiap daerah ada dan gulma
ini masih kurang termanfaatkan. Gulma ini mudah ditemukan di
ladang, kebun, pekarangan tepi, jalan atau saluran air pada ketinggian
1-2.100 m dpl (Dalimartha, 2002).
2.1.3 Kandungan Kimia
Babadotan (Ageratum conyzoides L) selama ini dianggap
sebagai gulma ternyata bermanfaat sebagai insektisida botani.
Teknologi yang semakin berkembang kini penggunaan pestisida alami
mampu menjaga keamanan dan ramah lingkungan yang berasal dari
bahan tumbuhan babadotan. Babadotan memiliki senyawa bioaktif
yang berfungsi sebagai insektisida dan nematisida. Kandungan
senyawa bioaktif di antaranya saponin, flavonoid, polifenol, dan
minyak atsiri yang mampu mencegah hama mendekati tumbuhan
(penolak) dan penghambat pertumbuhan larva menjadi pupa. A.
conyzoides mengandung senyawa kimia dari golongan recocene 1,
prepocene 2, senyawa saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri
(Kinasih, 2013).
Berikut ini merupakan bahan aktif kimia yang ditemukan
didalam ekstrak babadotan.
2.1.3.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang di dalam tumbuhan
menjadi garam berbagai senyawa organik. Alkaloid dapat

7
melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau pemangsa
tumbuhan. Di dalam alkaloid terdapat senyawa toksik yang
mampu membunuh serangga dan fungi.
2.1.3.2 Kumarin
Kumarin merupakan senyawa yang dapat mempengaruh
proses metabolisme pada hewan. Kumarin menghasilkan efek
toksik terhadap mikroorganisme sehingga mampu membunuh
serangga (Robinson, 1999 dalam Darmayanti, 2006).
2.1.3.3 Tanin
Tanin dapat bereaksi dengan protein dan menimbulkan
masalah pada aktivitas enzim sehingga semakin tinggi tanin
dapat membantu mengusir hewan (Robinson, 1999 dalam
Darmayanti, 2006).
2.1.3.4 Saponin
Saponin yang termasuk senyawa glikosida memiliki sifat
khas apabila diaduk/kocok menghasilkan busa. Saponin dapat
merusak saraf hama dan mengakibatkan nafsu makan
berkurang dan akhirnya hama mati (Marfuah, 2005 dalam
Darmayanti, 2006).
2.1.3.5 Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan bahan terpenoid yang mudah
menguap dan menghasilkan bau sesuai tanamanya aslinya.
Senyawa ini mampu menghambat tumbuhan lain dan
membunuh hama dengan toksik yang tinggi (Robinson, 1999
dalam Darmayanti, 2006).
2.1.3.6 Flavonoid
Flavonoid termasuk golongan fenol terbesar yang
memiliki sifat khusus berupa bau yang tajam. Flavonoid
sebagai bahan antimikrob, antivirus dan pembunuh serangga
dengan mengganggu/menghambat pernapasan.

8
2.1.4 Khasiat Tanaman Bandotan dalam Pengobatan Tradisional
Bandotan / babadotan secara luas digunakan dalam pengobatan
tradisional di berbagai belahan dunia, walaupun cara penggunaannya
mungkin berbeda-beda. Berikut adalah sejumlah cara penggunaan
tradisional dari tanaman bandotan di beberapa negeri: Afrika Tengah.,
bandotan digunakan untuk mengobati pneumonia, tapi paling sering
untuk menyembuhkan luka dan luka bakar. India, bandotan digunakan
untuk membunuh bakteri (bakterisida), mengobati disentri
(kemampuan anti-disentri), dan mengobati pembentukan endapan
keras (seperti batu ginjal) dalam tubuh (kemampuan anti-litik). Asia,
Amerika Selatan, dan Afrika pada umumnya, Ekstrak air dari
bandotan digunakan untuk membunuh bakteri. Kamerun dan Kongo,
Bandotan digunakan untuk mengatasi demam, rematik, sakit kepala,
dan kolik. Reunion (pulau di Samudra Hindia), Seluruh bagian
tanaman bandotan digunakan untuk mengobati disentri. Brasil,
Ekstrak air dari seluruh tanaman atau daun bandotan digunakan untuk
mengatasi kolik, pilek dan demam, diare, rematik, kejang,
menyembuhkan luka bakar, atau sebagai tonik. Melihat luasnya
penggunaan bandotan di berbagai wilayah di dunia, tak heran bila
sampai sekarang pun tanaman ini terus dikenal sebagia herbal
berkhasiat. Apalagi sekarang telah dilakukan berbagai riset dan
penelitian ilmiah yang turut meyakinkan kita akan manfaatnya.
Bagian berikut ini akan secara khusus membahas khasiat dari masing-
masing bagian tanaman babadotan.
2.1.5 Efek Samping Tanaman Bandotan
Tanaman bandotan memiliki kandungan bioaktif yang
menghasilkan aktivitas insektisida (bersifat racun seperti pestisida).
Tanaman ini juga mengandung senyawa alkaloid dari kelompok
pirrolizidinic, yang adalah bagian dari mekanisme pertahanan dari
tanaman itu untuk melawan serangga pemakannya.
Berdasarkan info dari situs web HERBSIA, senyawa alkaloid
tersebut bersifat hepatotoksik, yang artinya dapat menganggu fungsi

9
hati. Senyawa itu juga bisa memicu penyakit hati dan bahkan kanker
hati.
2.1.6 Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat
aktif dan bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan
termasuk biota laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun
sel tumbuhan dan hewan memiliki perbedaan begitu pula
ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut
tertentu untuk mengekstraksinya ( Tobo F, 2001).
Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-
cairan merupakan suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam
air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya
organik), yang pada dasarnya tidak saling bercampur dan
menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam
pelarut kedua itu. Pemisahan itu dapat dilakukan dengan mengocok-
ngocok larutan dalam sebuah corong pemisah selama beberapa menit
(Shevla, 1985).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk
mengambil komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan
perendaman, mengaliri simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang
lebih umum dengan melakukan perebusan dengan tidak melakukan
proses pendidihan (Makhmud, 2001).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun
hewan lebih mudah tarut dalam petarut organik. Proses
terekstraksinya zat aktif dimulai ketika pelarut organik menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga set yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat
aktif di dalam dan di luar sel (Tobo F, 2001).

10
2.1.7 Proses Ekstrak bahan alam
2.1.7.1 Pengeringan dan perajangan
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia
sehingga simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu
pengeringan akan menghindari teruainya kandungan kimia
karena pengaruh enzim. Pengeringan yang cukup akan
mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur).
Jamur Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang
sangat beracun dan dapat menyebabkan kanker hati, senyawa
ini sangat ditakuti oleh konsumen dari Barat. Menurut
persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir atau
kapang tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus negatif dan
kandungan aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj).
Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah bila
diremas atau mudah patah. Menurut persyaratan obat
tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih
dari 10%. Cara penetapan kadar air dilakukan menurut yang
tertera dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope
Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di bawah sinar
matahari langsung, melainkan dengan almari pengering yang
dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi
sirkulasi yang baik. Bila terpaksa dilakukan pengeringan di
bawah sinar matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam
untuk menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar
proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus
dibuat rata dan tidak bertumpuk. Ditekankan di sini bahwa cara
pengeringan diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak
merusak kandungan aktifnya (Dijten POM, 1990).
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar
proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat
dilakukan “manual” atau dengan mesin perajang singkong
dengan ketebalan yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka

11
proses pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan dapat
membusuk atau berjamur. Perajangan yang terlalu tipis akan
berakibat rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau
reduksi. Alat perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya
bukan dan besi (misalnya “stainless steel” eteu baja nirkarat)
(Ditjen POM, 1990).
2.1.7.2 Pemilihan pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus
diperhatikan sifat kandungan kimia (metabolit sekunder) yang
akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah sifat kepolaran,
dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus
OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut
polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam
pelarut non polar. Derajat kepolaran tergantung kepada
ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar
pelarut tersebut (Ditjen POM, 1992).
Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen
POM, 1992): Kapasitas besar, selektif, volabilitas cukup rendah
(kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah) Cara
memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan
diatas penangas air dengan wadah lebar pada temperature
60oC, destilasi, dan penyulingan vakum, harus dapat
diregenerasi, relative tidak mahal, non toksik, non korosif,
tidak memberikan kontaminasi serius dalam keadaan uap,
viskositas cukup rendah.
2.1.7.3 Pemilihan metode ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang
digunakan, bahan yang mengandung mucilago dan bersifat
mengembang kuat hanya boleh dengancara maserasi.
sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan
yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan cara refluks
sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan dapat

12
diekstrasi dengan metode soxhlet. Hal-hal yang
dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes,
2007): Bentuk/tekstur bahan yang digunakan, kandungan air
dari bahan yang diekstrasi, jenis senyawa yang akan
diekstraksi, sifat senyawa yang akan diekstraksi.
2.1.8. Pembagian Jenis Ekstraksi.
2.1.8.1 Ekstraksi Secara Dingin
Proses ektraksi secara dingin pada prinsipnya tidak
memerlukan pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan
alam yang mengandung komponen kimia yang tidak tahan
pemanasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang
lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin adalah Metode
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar
dan terlindung dari cahaya. Metode ini digunakan untuk
menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin.
Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa
daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton
untuk melarutkan lemak/lipid. Maserasi umumnya dilakukan
dengan cara: memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan
dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana
maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian
ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari
cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, cairan
penyari disaring ke dalam wadah penampung, kemudian
ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi
secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga
diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan

13
disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2
hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan (Ditjen POM, 1986).

2.2 Penelitian yang Relevan


Penelitian yang dilakukan oleh Nurhudiman pada tahun 2017 yang
berjudul Uji Potensi Daun Babadotan (Ageratum conyzoides L) Sebagai
Insektisida Botani Terhadap Hama (Plutella xylostella L). Hasil yang
didapatkan Menghitung persentase larva P. xylostella yang mati (mortalitas)
dan penghambatan pertumbuhan (serangga cacat).

2.3 Hipotesa
Hipotesa pada penelitian ini adalah ekstrak daun babadotan (Ageratum
conyzoides L) mengandung senyawa antioksidan yang tinggi.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan
Mikroskop, kaca objek, cover glass, pipet, gelas kimia, plastik warp,
alumunium foil, batang pengaduk, kertas saring, corong, gelas ukur,
tabung reaksi, bunsen, kaki tiga, kawat kasa, cawan uap, Plat KLT,
chamber, pinset, piknometer, alat aufhauser, krus porselen,
spektrofotometer uv vis, sinar uv, oven. Spektrofotometer, Tissue,
mikro pipet, vial, labu ukur, laptop.
3.1.2 Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan yaitu daun babadotan (Ageratum conyzoides)
dan etanol, Asam Stearat, Trietanolamin, Parafin cair, Setil alcohol,
Gliserin, Metil paraben, Vanili essence, Aquadest, DPPH, n-heksan,
etil asetat, kloroform, aquadest, kloralhidrat 70%, HCL 2 N, preaksi
mayer, preaksi dragendorff, serbuk magnesium, amil alkohol, FeCl3,
gelatin 1%, eter, preaksi libermann burchard, KOH%, larutan DDPH,
metanol, Asam askorbat (Vitamin C), aquadest.

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Preparasi simplisia
Simplisia yang akan dijadikan sebagai bahan baku simplisia
dikumpulkan. Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran dari
pada simplisia. Simplisia dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan.
Keringkan dengan menggunakan metode pengeringan secara diangin-
anginkan. Setelah kering simplisia yang berukuran besar dan tebal
dirajang. Simplisia yang telah dibuat dipastikan kering, dipastikan
dengan hasil rajangan mudah diremah dan mudah patah. Simplisia
yang telah kering lalu didisortasi kering untuk menghilangkan
kotoran yang masih ada. Simplisia diserbukkan menggunakan alat

15
penyerbukan hingga halus. Serbuk yang telah halus diayak kemudian
ditimbang dan dimasukkan dalam wadah, diberi label. Menghitung
rendemen serbuk kering.
3.2.2 Karakteristik fisika simplisia
3.2.2.1 Makroskopik
Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan
kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat. Cara ini
dilakukan untuk mencari ciri khas simplisia dengan
pengamatan secara langsung bentuk, bau, warna dan
rasa simplisia yang diuji.
3.2.2.2 Mikroskopik
Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan
mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan
dengan keperluan. Simplisia yang diuji berupa serbuk
simplisia yang diletakkan di atas objek gelas yang ditetesi
kloralhidrat 70% atau air dan diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran yang sesuai untuk melihat
fragmen pengenal dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan
secara jelas. Hasilnya difoto dengan menggunakan
kamera HD, dan didokumentasikan.
3.2.3 Ekstraksi
Ekstraksi daun babadotan dilakukan menggunakan metode
maserasi yaitu merendam simplisia dalam pelarut penyari yang sesuai.
Pada penelitian ini digunakan etanol 96% sebagai pelarut penyari
karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang
bersifat polar, semipolar, maupun yang non polar serta kemampuan
untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga
dapat menghindari proses hidrolisis dan oksidasi. Kemudian selama 6
jam sambil sesekali di aduk tiap 30 menit dengan lama pengadukan
minimal 5 menit diamkan selama 3×24 jam. Setiap 24 jam sekali
pelarut diganti dengan pelarut yang baru, kemudian ekstrak tersebut
disaring. Hasil ekstrak encer dipekatkan mengguanakan rotay

16
evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat kemudian hitung
rendemen ekstrak. Ekstrak disimpan dalam wadah tertutup rapat
pada ruang yang terhindar cahaya matahari.
3.2.4 Penapisan fitokimia ekstrak
3.2.4.1 Alkaloid
Simplisia dibasakan dengan amonia kemudian
ditambahkan kloroform, lalu digerus kuat-kuat.
Kemudian filtrat ditambahkan asam klorida 2 N.
Campuran dikocok kuat-kuat hingga terdapat dua
lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi
tiga bagian: Filtrat 1: Diteteskan larutan pereaksi mayer.
Adanya endapan atau kekeruhan berwarna putih
menunjukkan adanya senyawa kimia golongan alkaloid.
Filtrat 2: Diteteskan larutan pereaksi Dragendorff.
Adanya endapan atau kekeruhan berwarna kuning jingga
menunjukkan adanya senyawa kimia golongan alkaloid.
Filtrat 3: Digunakan sebagai blanko.
3.2.4.2 Flavonoid
Simplisia didalam air, dipanaskan, kemudian
disaring. Filtrat yang diperoleh dimasukkan kedalam
tabung reaksi lalu ditambahkan serbuk magnesium dan
asam klorida 2 N. Campuran dipanaskan diatas pengangas
air, lalu disaring. Filtrat ditambahkan amil alkohol, lalu
dikocok kuat-kuat. Adanya flavonoid ditandai dengan
terbentuknya warna kuning hingga merah pada lapisan
amil alcohol.
3.2.4.3 Senyawa Tanin
Simplisia didalam air, dipanaskan dan disaring,
kemudian filtrat dibagi 3 bagian: Filtrat 1: Diteteskan
larutan pereaksi besi (III) klorida. Adanya warna biru
hingga hitam menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.
Filtrat 2: Diteteskan larutan gelatin 1%. Adanya

17
senyawa tanin ditandai dengan terjadinya endapan
berwarna putih.Filtrat 3: Diteteskan larutan steasny.
Adanya senyawa tanin ditandai dengan terjadinya
endapan berwarna merah muda.
3.2.4.4 Karotenoid
Simplisia diekstraksi dengan pelarut n-heksana,
kemudian disaring. Filtrat diteteskan pada cawan penguap
dan diuapkan diatas penangas air. Hasil pengeringan
ditetesi dengan anisaldehid 10% kemudian dipanaskan.
Terbentuknya warna kemerahan menunjukkan adanya
karotenoid.
3.2.4.4 Steroid/triterpenoid
Simplisia diekstraksi dengan eter. Filtrat
ditempatkan dalam cawan penguap, dibiarkan menguap
hingga kering. Hasil pengeringan ditambahkan pereaksi
Liebermann-Burchard. Terjadinya warna
hijau/biru/merah/ungu menunjukkan adanya senyawa
steroid/triterpenoid.
3.2.4.5 Saponin
Simplisia didalam air, diapanaskan, kemudian
disaring. Filtrat dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu
dikocok kuat-kuat secara vertikal kurang lebih 5 menit.
Terbentuknya busa yang mantap dan tidak hilang selama 10
menit denga tinggi busa minimum 1 cm menunjukkan
adanya saponin.
3.2.4.6 Kuinon
Simplisia didalam air, dipanaskan, kemudian
disaring. Kepada filtrat ditambahkan larutan KOH 5%.
Adanya senyawa kuinon ditandai dengan terbentuknya
warna kuning sampai merah.

18
3.2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Plat KLT diaktivasi terlebih dahulu dengan oven pada suhu 105o
selama 10 menit. Jenuhkan chamber dengan eluen yaitu n-heksan dan
etil asetat dengan perbandingan 7:3. Dibuat garis pada plat KLT 0,5
cm dari atas dan 0,5 cm dari bawah dan dibuat titik pada plat dengan
pensil atau benda yang runcing untuk posisi sampel yang akan
ditotolkan. Kemudian ditotolkan sampel pada titik tersebut. Setelah
noda tersebut kering, dimasukan plat kedalam wadah atau chamber
tertutup yang sebelumnya telah dijenuhkan. Biarkan pelarut menaiki
plat perlahan-lahan, tunggu sampai eluen pada plat KLT hingga batas
atas. Kemudian dikeluarkan plat dan dibiarkan pelarut mongering di
udara dan hasilnya membentuk beberapa komponen. Untuk melihat
jelas noda yang terbentuk dan jarak yang ditempuh pelarut dan noda
maka dilakukan dengan cara menyinari plat tersebut dengan sinar ultra
violet.
3.2.6 Penetapan Bobot Jenis
Ditimbang piknometer dengan volume tertentu dalam
keadaan kosong. Kemudian piknometer diisi penuh dengan air
dan ditimbang, sehingga kerapatan air dapat ditetapkan. Kemudian
piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu
ditimbang, sehingga kerapatan ekstrak dapat ditetapkan. Bobot jenis
ditetapkan dengan rumus:
BJ (ekstrak) =

Keterangan: KE = Kerapatan ekstrak


KA = Kerapatan air
3.2.7 Kadar Air
Sebanyak 5-10 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam labu
didih yang berisi 300 mL toluen jenuh air dan tambahkan batu
didih. Sambungkan dengan alat Aufhauser dan panaskan diatas
penangas listrik selama satu jam dihitung sejak mulai mendidih.
Setelah satu jam matikan penangas listrik dan biarkan dingin lalu
baca volume air dalam labu skala.

19
Kadar air (%) = x 100%

3.2.8 Kadar Sari Larut Air


Sebanyak 5,0 g ekstrak dimaserasi dengan 100 mL air-
kloroform LP selama 24 jam, menggunakan labu bersumbat sambil
sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama. Kemudian didiamkan
selama 18 jam dan disaring. Filtrat air sebanyak 20 mL diuapkan
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, residu
dipanaskan pada suhu 105 °C hingga bobot tetap. Kadar sari larut
dihitung dalam persen terhadap ekstrak awal.
Air-kloroform LP : campur 2,5 ml kloroform P dengan air
secukupnya hingga 1000 ml, kocok hingga larut.
3.2.9 Kadar Sari Larut Etanol
Sejumlah 5,0 g ekstrak dimaserasi dengan 100 mL etanol 95%,
selama 24 jam menggunakan labu bersumbat sambil dikocok
berkali-kali selama 6 jam pertama. Kemudian dibiarkan selama
18 jam dan disaring cepat menghindarkan penguapan etanol.
Filtrat sebanyak 20 mL diuapkan dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu 105 °C sampai
bobot tetap. Kadar sari larut etanol dihitung dalam persen
terhadap ekstrak awal.
3.2.10 Susut Pengeringan
Sebanyak 1 g serbuk simplisia ditimbang dengan seksama
dan dimasukan kedalam krus porselen bertututp yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu 105 °C selama 30 menit dan telah
ditara. Simplisa diratakan dalam krus porselen dengan
menggoyangkan krus hingga merata. Masukkan kedalam oven,
buka tututp krus, panaskan pada temperatur 100 °C samapai
dengan 105°C, timbang dan ulangi pemanasan hingga didapat
berat yang konstan.
3.2.11 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Peredaman DPPH
Sampel yang telah dipreparasi diambil 3 ml dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 ml. pada labu ditambahkan larutan DPPH

20
sebanyak 2 ml dan etanol p.a sampai 10 ml. Diamkan di tempat
gelap selama 30 menit. Setelah operating time, sampel dibaca
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimal yang diperoleh yaitu 519 nm. pengukuran
aktivitas antioksidan dilakukan dengan cara menghitung % inhibisi
(% aktivitas hambatan) yang ditentukan dengan rumus:

% Absorbansi: x 100%

3.2.12 Preformulasi
3.2.12.1 Bentuk sediaan: Lotion
3.2.12.2 Formula sediaan lotion daun babandotan
Bahan Komposisi (%) Formula I
Ekstrak daun babandotan 0,055
Asam Stearat 2,5
Trietanolamin 1
Parafin cair 8
Setil alcohol 6
Gliserin 8
Metil paraben 0,1
Vanili essence 3 tts
Aquadest Add 100

3.2.12.3 Pembuatan sediaan


Bahan-bahan yang larut minyak (asam stearat, setil
alkohol, dan parafin cair) dimasukkan ke dalam cawan
penguap. Bahan-bahan yang larut air (trietanolamin, gliserin
dan aquades) dimasukkan ke dalam beker glass. Fase
minyak dan fase air dipanaskan dan diaduk pada suhu 70-
75ºC secara terpisah hingga homogen kemudian
dicampurkan pada suhu 70ºC, sambil diaduk hingga kedua
fase homogen dan mencapai suhu 40 ºC. Pengawet (metil
paraben), parfum, dan zat aktif ekstrak daun babadotan

21
dimasukkan ke dalam campuran pada suhu 35 ºC kemudian
dilakukan pengadukan selama kurang lebih satu menit.
3.2.13 Evaluasi Sediaan
3.2.13.1 Uji organoleptik
Pengamatan secara langsung dengan melihat bentuk,
warna, dan mencium bau dari lotion.
3.2.13.2 Uji homogenitas
Sampel lotion dioleskan pada sekeping kaca atau
bahan transparan lain yang cocok, sediaan tersebut harus
menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat
adanya partikel kasar
3.2.13.3 Uji daya lekat
Uji daya lekat digunakan dengan cara meletakkan
lotion (secukupnya) di atas objek glass yang telah
ditentukan luasnya. Letakkan objek glass yang lain di atas
lotion tersebut, tekan dengan bebas 1 kg selama 5 menit.
Objek glass dipasang pada alat. Lepas beban seberat 100 g
dan catat waktunya hingga kedua objek glass tersebut lepas.
3.2.13.4 Uji daya sebar
Sejumlah zat tertentu diletakkan diatas kaca berskala
kemudian bagian atasnya diberi kaca yang sama, dan
ditingkatkan bebannya, dan diberi rentang waktu 1-2 menit.
Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban, saat sediaan berhenti ( dengan waktu
tertentu secara teratur). Lotion memenuhi syarat jika daya
sebar berada pada rentang 5-7 cm
3.2.13.5 Uji pH
Pengujian pH dilakukan dengan mencelupkan pH
meter ke dalam sediaan lotion, lalu diukur dengan pH
meter. Lotion memenuhi syarat pH produk pelembab kulit
jika berkisar antara 4,5-8,0

22
3.2.14 Evaluasi aktivitas farmakologi sediaan lotion daun babadotan (in
vitro) dan analisis data.
Sampel yang telah dipreparasi diambil 3 ml dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 ml. pada labu ditambahkan larutan DPPH
sebanyak 2 ml dan etanol p.a sampai 10 ml. Diamkan di tempat
gelap selama 30 menit. Setelah operating time, sampel dibaca
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimal yang diperoleh yaitu 519 nm. pengukuran
aktivitas antioksidan dilakukan dengan cara menghitung % inhibisi
(% aktivitas hambatan) yang ditentukan dengan rumus:

% Absorbansi: x 100%

23
3.3 Diagram Alir Penelitian

Preparasi Sampel:
pengumpulan bahan
baku, sortasi basah,
pencucian, Karakteristik Fisika
Ekstraksi
perajangan, Simplisia
pengeringan, sortasi
kering, pengepakan,
penyimpanan.

Bobot Jenis, kadar


sari larut etanol dan
Penapisan
larut air, kadar air KLT
Fitokimia
dan susut
pengeringan.

Uji aktivitas
Preformulasi,
farmakologi ekstrak
bentuk sediaan,
daun babadotan (in Evaluasi sediaan
formulasi dan
vitro) dan analisis
pembuatan sediaan.
data

Evaluasi aktivitas
farmakologi sediaan
lotion daun
babadotan (in vitro)
dan analisis data.

24
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengamatan


4.1.1 Pengumpulan Bahan Tanaman dan Preparasi simplisia

Foto Hasil Pengamatan


Ukuran daun babadotan lebar 4cm

Panjang daun 3,5 cm

Pengumpulan bahan baku

Sortasi Basah

Perajangan

Pengeringan

25
Sortasi kering

Serbuk simplisia

4.1.2 Karakterisasi Fisika Simplisia dan Ekstraksi


4.1.2.1 Karakterisasi fisika simplisia
NO Dokumentasi Hasil Pengamatan
1. Makroskopik daun babadotan (Ageratum conyzoides L)
a. Tinggi tanaman: 53 cm.
b. Bentuk daun: Bulat telur.
c. Warna daun: Hijau tua.
d. Panjang daun: 3,5 cm.
e. Lebar daun: 4 cm.
f. Panjang tangkai: 0,5-3 cm.
g. Tulang daun: Berambut, menyirip.
h. Permukaan daun: Kasar, berambut.
i. Pangkal daun: Tumpul.
j. Pinggir daun: Beringgit.
2. Makroskopik serbuk babadotan (Ageratum conyzoides L)

a. Warna: Hijau tua.


b. Rasa: Pedas.
c. Bau: Khas aromatic.

26
3. Mikroskopik serbuk babadotan (Ageratum conyzoides L)

a. Rambut penutup

b. Fragmen berkas pembuluh

c. Sisik kelenjar asteraceae

4.1.2.2 Ekstraksi

No Dokumentasi Hasil Pengamatan


1. Proses maserasi dan penggantian pelarut

2. Proses penyaringan

3. Hasil ekstrak cair daun babadotan

27
4. Proses evaporasi

5. Ekstrak kental daun babadotan

Perhitungan % Rendemen ekstrak etanol daun babadotan (Ageratum


conyzoides L)

% Rendemen:

% Rendemen:

4.1.3 Penafisan Fitokimia dan KLT Ekstrak


4.1.3.1 Penafisan Fitokimia
No Senyawa Simplisia Ekstrak Kental
1. Flavonoid Larutan kuning (+) Larutan kuning (+)
2. Saponin Busa (+) Tidak terbentuk busa (-)
3. Alkaloid R mayer endapan Tidak terdapat endapan
putih (+) putih (-)
R dragendorf tidak Tidak berwarna merah
merah bata (-) bata (-)
4. Kuinon Larutan kuning (+) Larutan hijau (-)
5. Steroid Kuning (-) Kuning (-)
6. Tanin Gelatin: Tidak Gelatin : tidak
terbentuk endapan (-) terbentuk endapan (-)
Steassy : tidak merah Steassy : tidak merah
muda (-) muda (-)
7. Polifenol Hitam (+) polifenol -

28
4.1.3.2 Kromatografi Lapis Tipis

H2SO4 Sitroborat DPPH Keseluruhan


Rf1 = = 0,17 Rf1 = = 0,1 Rf1 = = 0,07 Rf1 = = 0,14
Rf2 = = 0,28 Rf2 = = 0,18
Rf2 = = 0,14 Rf2 = = 0,2
Rf3 = = 0,36 Rf3 = = 0,24
Rf4 = = 0,5 Rf4 = = 0,3
Rf3 = = 0,28 Rf3 = = 0,43
Rf5 = = 0,93 Rf5 = = 0,4
Rf6 = = 0,71 Rf4 = = 0,36 Rf4 = = 0,51
Rf7 = = 0,81
Rf8 = = 0,86 Rf5 = = 0,97 Rf5 = = 0,67

Rf9 = = 0,93
Rf6 = = 0,78
Rf10 = = 0,97
Rf7 = = 0,96

4.1.4 Bobot Jenis, Kadar Sari Larut Etanol, Kadar Sari Larut Air, Kadar
Air, dan Susut Pengeringan

Parameter Pengujian
Sampel Kadar K.S.Larut K.S.Larut Susut
Bobot Jenis
Air Etanol Air Pengeringan
Simplisia √
Ekstrak √ √ √ √
Keterangan 22% 62,87% 38,40% 80, 9108 % 0,11%
Perhitungan

1. Kadar Air
x 100 = 24 %

x 100 = 20 %

Rata-rata : = 22 %

2. Kadar Sari Larut Etanol


Cawan 1 : W0 = 20,2546 g
W1 = 20,5467 g
Cawan 2 : W0 = 47,3151 g
W1 = 47, 6517 g

29
Massa ekstrak 1 = W1 – W0

= 20,5467 g - 20,2546 g = 0,2921 g

Massa ekstrak 2 = W1 – W0

= 47, 6517 g - 47,3151 g = 0,3366 g

% k.sari lar.etanol 1 = x 5 x 100%= 58,42 %

% k.sari lar.etanol 2 = x 5 x 100% = 67,32 %

Rata-rata kadar sari larut etanol : =62,8%

3. Kadar Sari Larut Air


Cawan 1 : W0 = 38, 6004 g

W1 = 38,8250 g

Cawan 2 : W0 = 59,4882 g

W1 = 59,6476 g

Massa ekstrak 1 = W1 – W0

= 38,8250 g - 38, 6004 g = 0,2246 g

Massa ekstrak 2 = W1 – W0

= 59,6476 g - 59,4882 g= 0,1594 g

% k.sari lar.air 1 = x 5 x 100% = 44,92 %

% k.sari lar.air 2 = x 5 x 100% = 31,88 %

Rata-rata kadar sari larut air : = 38,4 %

4. Bobot Jenis
Piknometer kosong = 12,6133 g
Piknometer + air = 23,9103 g

30
Piknometer + ekstrak = 21,7538 g
Bobot Jenis = x 100%

= x 100% = 80,9108 %

5. Susut Pengeringan
Botol timbang 1 : W0 = 34,2775 g
W1 = 34,2441 g
Botol timbang 2 : W0 = 28,5567 g
W1 = 28,5218 g

% SP 1 = x 100%

= x 100% = 0,09744 %

% SP 2 = x 100%

= x 100% = 0,12221 %

Rata-Rata SP : = 0,109825 %

4.1.5 Uji Aktivitas Farmakologi Ekstark ( In Vitro)


4.1.5.1 Uji Antioksidan Ekstrak Daun Babadotan

Replikasi 1

Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)


225 0,322 56,55%
175 0,371 49,93% 0,0010
150 0,382 48,45% Intercept
125 0,407 45,07% 166,957
100 0,416 43,86% 0,3285
Correlation (r²)
0,9790

31
60%
50%
40% y = 0,001x + 0,3285

% Antioksidan
R² = 0,979
30%
20%
10%
0%
0 50 100 150 200 250
Kadar Ekstrak (µg/mL)

Replikasi 2
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
225 0,322 56,55%
175 0,371 49,93% 0,0010
150 0,382 48,45% Intercept
125 0,406 45,21% 166,035
100 0,412 44,40% 0,3355
Correlation (r²)
0,9698

60%
50%
40%
% Antioksidan

30% y = 0,001x + 0,3355


20% R² = 0,9698
10%
0%
0 50 100 150 200 250
Kadar Ekstrak (µg/mL)

Replikasi 3
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
225 0,321 56,68%
175 0,371 49,93% 0,0010
150 0,382 48,45% Intercept
125 0,406 45,21% 166,367
100 0,416 43,86% 0,3282
Correlation (r²)
0,9791

32
60%
50%
40% y = 0,001x + 0,3282

% Antioksidan
30% R² = 0,9791
20%
10%
0%
0 50 100 150 200 250
Kadar Ekstrak (µg/mL)

Kontrol Negatif Rekapitulasi


Rep 1 0,741 166,957
Rep 2 0,741 166,035
Rep 3 0,741 166,367
Rata-rata 0,741 rata2 166,453
SD 0,467
CV 0,281%

4.1.5.2 Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C

Replikasi 1
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
4 0,309 63,60%
3,5 0,345 59,36% 0,1074
3 0,396 53,36% Intercept
2,5 0,443 47,82% 2,690
2 0,488 42,52% 0,2111
Correlation (r²)
0,9976

70%
y = 0,1074x + 0,2111
60% R² = 0,9976
50%
% Antioksidan

40%
30%
20%
10%
0%
0 1 2 3 4 5
Kadar Vitamin C (µg/mL)

33
Replikasi 2
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
4 0,302 64,43%
3,5 0,345 59,36% 0,1107
3 0,396 53,36% Intercept
2,5 0,443 47,82% 2,684
2 0,488 42,52% 0,2028
Correlation (r²)
0,9994

70%
y = 0,1107x + 0,2028
60% R² = 0,9994
50%
% Antioksidan

40%
30%
20%
10%
0%
0 1 2 3 4 5
Kadar Vitamin C (µg/mL)

Replikasi 3
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
4 0,296 65,14%
3,5 0,345 59,36% 0,1131
3 0,396 53,36% Intercept
2,5 0,443 47,82% 2,676
2 0,487 42,64% 0,1974
Correlation (r²)
0,9993

70%
y = 0,1131x + 0,1974
60% R² = 0,9993
50%
% Antioksidan

40%
30%
20%
10%
0%
0 1 2 3 4 5
Kadar Vitamin C (µg/mL)

34
Kontrol Negatif Rekapitulasi
Rep 1 0,849 2,690
Rep 2 0,849 2,684
Rep 3 0,849 2,676
Rata-rata 0,849 rata2 2,683
SD 0,007
CV 0,256%

Perhitungan Stasistik dengan SPSS

35
4.1.6 Preformulasi, Bentuk Sediaan, Formulasi dan Pembuatan Suatu
Sediaan

Parameter Uji Hasil


Bentuk Semi solid (lotion)
Warna Hijau tua
Bau Mint dan rose
Rasa Lembut dan Hangat
Bobot sediaan 100 mg

4.1.7 Evaluasi Sediaan

No Evaluasi Hasil pengamatan


1. Organoleptik
a. Bentuk Semi solid (lotion)
b. Warna Hijau tua
c. Bau Bau khas mint dan rosae
d. Tekstur Lembut dan hangat
2. Uji homogenitas Olesan terlihat rata dan tidak ada partikel
kasar yang terasa.
3. Uji daya sebar Beban 50 gram dengan panjang penyebaran
lotion 5,6 cm dan lebar 2,6 cm.
4. pH 7
5. Viskositas Cp= 960,0

36
6. Aseptabilitas sediaan
Nama Kelembutan Kemudahan
pencucian
Melia 3 3
Widdy 2 2
Nisa 3 3

Keterangan :
1= Kurang lembut, kurang mudah dicuci
2= Lembut dan mudah dicuci
3= Sangat lembut dan sangat mudah dicuci
7. Stabilitas sediaan Warna Bau Tekstur
Hari ke-1 Hijau tua mint dan rosae Lembut dan hangat
Hari ke-2 Hijau tua mint dan rosae Lembut dan hangat
Hari ke-3 Hijau tua mint dan rosae Lembut dan hangat
Hari ke-4 Hijau tua mint dan rosae Lembut dan hangat
Hari ke-5 Hijau tua mint dan rosae Lembut dan hangat
Hari ke-6 Hijau tua mint dan rosae Lembut dan hangat
Hari ke-7 Hijau tua mint dan rosae Lembut dan hangat

4.1.8 Uji Aktivitas Farmakologi Sediaan ( In Vitro)


4.1.8.1 Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Lotion

Replikasi 1
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
250 0,478 59,87%
245 0,545 54,24% 0,0105
240 0,618 48,11% Intercept
235 0,671 43,66% 240,998
230 0,728 38,87% -2,0334
Correlation
(r²)
0,9962

70%
60%
50% y = 0,0105x - 2,0334
% Antioksidan

40% R² = 0,9962
30%
20%
10%
0%
225 230 235 240 245 250 255
Kadar Lotion Daun Babadotan (µg/mL)

37
Replikasi 2
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
250 0,478 59,87%
245 0,545 54,24% 0,0105
240 0,618 48,11% Intercept
235 0,671 43,66% 240,998
230 0,728 38,87% -2,0334
Correlation
(r²)
0,9962

70%
60%
50%
% Antioksidan

40% y = 0,0105x - 2,0334


30% R² = 0,9962
20%
10%
0%
225 230 235 240 245 250 255
Kadar Lotion Daun Babadotan (µg/mL

Replikasi 3
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
250 0,478 59,87%
245 0,545 54,24% 0,0105
240 0,618 48,11% Intercept
235 0,671 43,66% 240,998
230 0,728 38,87% -2,0334
Correlation (r²)
0,9962

70%
60%
50%
y = 0,0105x - 2,0334
% Antioksidan

40%
R² = 0,9962
30%
20%
10%
0%
225 230 235 240 245 250 255
Kadar Lotion Daun Babadotan (µg/mL)

38
Kontrol Negatif Rekapitulasi
Rep 1 1,191 240,998
Rep 2 1,191 240,998
Rep 3 1,191 240,998
Rata-rata 1,191 rata2 240,998
SD 0,000
CV 0,000%

Perhitungan Statistik dengan SPSS

39
4.1.8.2 Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C

Replikasi 1
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
4 0,309 63,60%
3,5 0,345 59,36% 0,1074
3 0,396 53,36% Intercept
2,5 0,443 47,82% 2,690
2 0,488 42,52% 0,2111
Correlation (r²)
0,9976

40
70%
y = 0,1074x + 0,2111
60% R² = 0,9976
50%

% Antioksidan
40%
30%
20%
10%
0%
0 1 2 3 4 5
Kadar Vitamin C (µg/mL)

Replikasi 2
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
4 0,302 64,43%
3,5 0,345 59,36% 0,1107
3 0,396 53,36% Intercept
2,5 0,443 47,82% 2,684
2 0,488 42,52% 0,2028
Correlation (r²)
0,9994

70%
y = 0,1107x + 0,2028
60% R² = 0,9994
50%
% Antioksidan

40%
30%
20%
10%
0%
0 1 2 3 4 5
Kadar Vitamin C (µg/mL)

Replikasi 3
Kadar Abs %Antioksidan Slope ES50 (µg/mL)
4 0,296 65,14%
3,5 0,345 59,36% 0,1131
3 0,396 53,36% Intercept
2,5 0,443 47,82% 2,676
2 0,487 42,64% 0,1974
Correlation (r²)
0,9993

41
70%
y = 0,1131x + 0,1974
60% R² = 0,9993
50%

% Antioksidan
40%
30%
20%
10%
0%
0 1 2 3 4 5
Kadar Vitamin C (µg/mL)

Kontrol Negatif Rekapitulasi


Rep 1 0,849 2,690
Rep 2 0,849 2,684
Rep 3 0,849 2,676
Rata-rata 0,849 rata2 2,683
SD 0,007
CV 0,256%

Perhitungan statistic dengan SPSS

42
4.2 Pembahasan
4.1.2 Pengumpulan Bahan Tanaman dan Preparasi simplisia
Praktikum kali ini yaitu melakukan pengumpulan bahan
tanaman dan preparasi simplisia Tanaman yang digunakan ialah
tanaman babadotan. Menurut keterangan jurnal Ageratum
Conyzoides A teopical source of Medicinal and Agricultutar

43
Products, dimana tumbuhan ini berasal dari wilayah sekitar Amerika
Serikat Tenggara sampai Amerika Tengah, tetapi pusat asalnya
adalah di Amerika Tengah dan Kepulauan karibia. Menurut catatan
buku weeds of Rice in Indonesia tanaman babadotan di datangkan ke
pulau jawa sebelum tahun 1860 dan sekarang sudah menyebar luas
di berbagai wilayah Indonesia. Babadotan sering tumbuh
dipekarangan pinggir jalan, ladabg, sawah yang telah mengering,
dipinggir sungai atau dipinggir kali, dan daerah yang banyak semak
belukar. Berdasarkan keterangan jurnal Ageratum Conyzoides A
Tropical Source Of Medical and Agricultural Products tanaman ini
mengandung flavonoid, alkaloid, kumarin, minyak esensial dan tanin
Dalam pembuatan simplisia dilakukan beberapa tahapan yang
pertama yaitu pengumpulan bahan baku tanaman babadotan di
dapatkan disekitaran kampus. Selanjutnya babadotan di ukur dan
diamati, ukuran daun babadotan hasilnya lebar 4cm dan panjangnya
3,5cm. Selanjutnya yaitu sortasi basah, sortasi basah ini dilakukan
untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya setelah
dilakukan pencucian dan perajangan pada daun babadotan. Setelah
itu dilakukan pencucian yang dilakukan untuk menghilangkan tanah
dam zat pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia.
Pencucian ini menggunakan air bersih yang mengalir. Selanjutnya
yaitu perajangna yang tujuannya untuk memudahkan dalam proses
pengeringan, penggilingan maupun pengepakan. Tahapan
selanjutnya pengeringan, tahapan ini dilakukan agar mengurangi
kadar air dan untuk menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
menurunan mutu atau perusakan simplisia. Setelah proses
pengeringan maka dilakukan lagi sortasi kering yang tujuannya
untuk memisahkan benda-nemda asing yang tidak diinginkan
ataupun pengotor lainnya. Selanjutnya untuk mendapatkan serbuk
simplisia daun babadotan maka simplisia tadi dihaluskan
menggunakan alat blender, setelah hancur lalu ayak simplisia sampai

44
mendapatkan simplisia yang baik. Lalu simpan serbuk simplisia
dalam wadah tertutup rapat.

4.1.3 Karakterisasi Fisika Simplisia dan Ekstraksi


Pada praktikum kali ini yaitu tentang karakterisasi fisika
simplisia dan ekstraksi daun babadotan (Ageratum conyzoides L).
Pada praktikum kali ini terdapat beberapa pengujian yaitu
makroskopik, mikroskopik, dan perhitungan rendemen ekstrak
kental etanol daun babadotan (Ageratum conyzoides L).
Pada pengujian pertamma yaitu makroskopik daun babadotan
(Ageratum conyzoides L) yaitu tinggi tanaman 53 cm, bentuk daun
bulat telur, warna daun hijau tua, panjang daun 3,5 cm, lebar daun 4
cm, panjang tangkai 0,5-3 cm, tulang daun berambut, menyirip,
permukaan daun kasar, berambut, pangkal daun tumpul, pinggir
daun beringgit. Pengujian organoleptik serbuk daun babadotan
(Ageratum conyzoides L) yaitu warna hijau tua, rasa pedas, bau khas
aromatic.
Pengujian kedua yaitu mikroskopik serbuk daun babadotan
(Ageratum conyzoides L). Data hasil pengamatan yang didapatkan
terdapat tiga fragmen pengenal yaitu Rambut penutup berfungsi
untuk melindungi daun dari kerusakan, Fragmen berkas pembuluh
berfungsi untuk mengangkut air dari akar kedaun dan umumnya
tersusun atas sel yang mati, Sisik kelenjar asteraceae.
Pengujian ketiga yaitu ekstraksi daun babadotan (Ageratum
conyzoides L) dengan menggunakan metode maserasi dan pelarut
yang digunakan etanol 95% hal ini dikarenakan etanol bersifat polar,
universal dan mudah diperoleh. Pada proses maserasi terdapat proses
pengadukan dan penggantian pelarut. Proses pengadukan bertujuan
untuk mempercepat kontak antara daun babadotan (Ageratum
conyzoides L) dengan pelarut sehingga mempermudah untuk
mengeluarkan atau melarutkan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada daun babadotan. Penggantian pelarut bertujuan untuk

45
untuk menghindari jenuhnya pelarut sehingga apabila terjadi
kejenuhan pelarut, pelarut tidak bias melarutkan senyawa metabolit
sekunder yang terdapat dalam daun babadotan (Ageratum conyzoides
L). setelah didapatkan ekstrak cair kemudian dilakukan pemekatan
dengan rotary evaporator untuk emndapatkan ekstrak kental daun
babadotan (Ageratum conyzoides L) dan % rendemen ektrak kental
daun babadotan (Ageratum conyzoides L) didapatkan sebesai 7,2%.

4.1.4 Penafisan Fitokimia dan KLT Ekstrak


Pada praktikum ini melakukan penafisan fitokimia dan KLT dari
simplisia dan juga ekstrak kental dari tanaman babadotan yang
bertujuan untuk melakukan penetapan kandungan golongan senyawa
metabolisme sekunder ekstrak dan melakukan penetapan senyawa
senyawa metabolit sekunder ekstrak secara kualitatif menggunakan
KLT.
Pengujian pertama ialah penafisan fitokimia, dari pengujian ini
kita bisa membandingkan antara metabolik sekunder yang
terkandung dalam simplisia dan ekstrak kentalnya. Pengujian
penafisan fitokomia terdiri dari beberapa uji senyawa diantaranya
ialah flavonoid, saponin, alkaloid, kuinon, steroid, tanin dan
polifenol.
Pada pengujian pertama adalah flavonoid, flavonoid merupakan
senyawa yang umumnya terdapat pada tumbuhan pembuluh terikat
pada glukosida dan aglikon flavonoid. Pada percobaan ini filtrat dari
simplisia ditambah Mg/Zn dan HCl 2N, lalu dipanaskan dan juga
disaring setelah itu ditambahkan amyl alkohol, terbentuknya warna
kuning menunjukan simplisia daun babadotan positif flavonoid.
Sedangkan pada perlakuan ekstrak kental juga masih sama dan
menunjukan hasil yang positif.
Kedua ialah pengujian saponin, merupakan suatu glukosa yang
larut dalam air dan mempunyai karakteristik dapat membentuk busa
apabila dikocok, serta mempunyai kemampuan menghemolisis sel

46
darah merah. Pada pengujian ini sampel simplisia dimasukan pada
tabung lalu kocok kuat dan lihat busa yang terbentuk menunjukan
positif saponin pada ekstrak kental juga perlakuannya sama hanya
saja hasilnya tidak terbentuk busa.
Ketiga golongan alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang
sering terdapat pada tumbuhan. Uji ini dilakukan dengan cara
ditambahkan pereaksi dragendorf dan mayer. Pada simplisia
didapatlkan hasil positif karena terbentuk endapan putih saat
ditambahkan reaksi mayer dan pada penambahan pereaksi
dragendorf tidak terbentuk merah bata. Sedangkan pada ekstrak
kental hasilnya negatif.
Keempat ialah kuinon, pada percobaan kuinon pereaksi yang
diberikan ialah ketika filtrat simplisia ditambahkan KOH 5%
terbentuk warna kuninggn (+) sedangkan ekstrak kental berwarna
hijau (-).
Kelima senyawa tanin, tsnin dilakukan dengan cara sampel
ditambah FeCl3, gelatin dan steassy. Pada sampel simplisia
didapatkan hasil yang negatif karena tidak terbentuk warna biru
ataupun hitam. Begitupun dengan ekstrak kental.
Keenam ialah stroid, steroid pada sampel simplisia dan ekstrak
kental babadotan tidak menganddung senyawa steroid.
Ketujuh polifenol, pada pengujian ini sampel simplisia
menunjukan positif.
Pengujian kedua ialah penetapan senyawa metabolit skunder
ekstrak babadotan dengan metode KLT.Kromatografi adalah prinsip
pemisahan campuran senyawa atas komponen-komponen
berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen
di antara dua fase yaitu fase diam dan fasa gerak. Perbedaan
kecepatan perpindahan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan
kemampuan masing-masing komponen untuk diserap (adsorpsi) atau
perbedaan distribusi di antara dua fasa yang tidak bercampur
(partisi).

47
Fase diam (stationary phase) merupakan salah satu komponen
yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena
adanya interaksi dengan fase diamlah terjadi perbedaan waktu
retensi (tR) dan terpisahnya komponen senyawa analit. Fase diam
dapat berupa bahan atau porous (berpori) berbentuk molekul kecil
atau cairan yang umumnya dilapisi pada padatan pendukung.
Fase gerak (mobile phase) merupakan pembawa analit dapat
bersifat inert maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak
ini tidak hanya dalam bentuk cairan tapi juga dapat berupa gas inert
yang umumnya dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa mudah
menguap.
Dari hasil KLT ini didapat hasil nilai rf dari masing masing
penyemprot diantaranya ialah H2SO4 : 0.17 , 0.28 , 0.36 , 0.5 , 0.93 ,
Sitroborat : 0.1 , 0.18 , 0.24 , 0.3 , 0.4 , 0.71 , 0.81 , 0.86 , 0.95 , 0.97
, DPPH : 0.07 , 0.14 , 0.28 , 0.36 , 0.971 , keseluruhan 0.14 , 0.2 ,
0.43 , 0.51 , 0.67 , 0.78 , 0.96 .

4.1.5 Bobot Jenis, Kadar Sari Larut Etanol, Kadar Sari Larut Air, Kadar
Air, dan Susut Pengeringan
Pada praktikum ini melakukan penetapan nilai-nilai parameter
dari ekstrak kental maupun simplisia dari daun babadotan (Ageratum
Conyzaides L.) yang meliputi pengujian bobot jneis, susut
pengeringan, kadar air, kadar sari larut dalam air dan kadar sari larut
dalam etanol yang harus memenuhi persyaratan dari nilai
standarnya.
Pada pengujian pertama yaitu kadar air. Kadar air merupakan
banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam
satuan persen. Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan
beberapa cara, hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada
umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110°C selama 3 jam atau sampai
didapat berat yang konstan. Pengujian kadar air dalam praktikum ini

48
dilakukan dua kali pengulangan dengan menggunakan sampel dari
ekstrak kental daun babadotan sebanyak 2,5 gram. Pada pertama
didapat hasil kadar air sebanyak 24% dan pada percobaan kedua
sebanyak 20% sehingga didapatkan rata-rata sebesar 22%.
Berdasarkan syarat FHI kadar air <10%, namun kadar air yang
melebihi 10% dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
mikroba.
Pada pengujian kedua yaitu kadar sari larut etanol. Pengujian ini
dilakukan pengujian duplo dengan menggunakan sampel dari ekstrak
kental daun babadotan sebanyak 2,5 gram. Pada cawan 1 didapat
hasil %kadar sari larut etanol sebanyak 58,42% dan pada cawan ke-2
didapat hasil % kadar sari larut etanol sebesar 62,87%. Menurut FHI
parameter kadar sari yang larut dalam etanol harus >17,5%. Maka
hal ini kadar sari larut etanol ekstrak kental daun babadotan hasilnya
baik karena melebihi dari 17,5% dan memenuhi syarat.
Pada pengujian ketiga yaitu kadar sari larut dalam air. Pengujian
ini hamper sama dengan pengujian kedua hanya saja percobaan ini
menggunakan pelarut air. Pengujian dilakukan duplo dengan
menggunakan sampel ekstrak kental daun babadotan sebanyak 2,5
gram. Pada cawan 1 didapat hasil % kadar sari larut dalm air
sebanyak 44,92% dan pada cawan ke-2 didapat hasil sebanyak
31,88% sehingga didapatkan hasil rata-rata sebesar 38,4%. Hal ini
kadar sari larut dalam air hasilnya baik karena memenuhi
persyaratan FHI yaitu >11,4%.
Pada pengujian keempat yaitu pengujian parameter bobot jenis
dari ekstrak daun babadotan. Adapun hasil dari pengujian bobot
jenis ini didapat hasil yaitu 80,9108%. Bobot jenis dipengaruhi oleh
besar atau kecilnya nilai kerapatan, semakin besar kerapatan maka
berat jenisnya juga semakin besar.
Pada pengujian terakhir yaitu pengujian parameter susut
pengeringan. Pengujian ini dilakukan duplo dengan menggunakan
sampel simplisia sebanyak 1 gram dari simplisia daun babadotan.

49
Pada percobaan pertama didapat hasil % susut pengeringan sebanyak
0,09744% dan pada percobaan kedua didapat % susut pengeringan
sebanyak 0,12221% sehingga didapatkan rata-rata sebesar
0,109825%. Berdasarkan hasil, hasil susut pengeringan yang didapat
sesuai dengan literature.

4.1.6 Uji Aktivitas Farmakologi Ekstark ( In Vitro)


Pada praktikum kali ini, mengenai tentang nilai IC50 dari sampel
ektrask etanol daun babadotan dengan pembanding asam askorbat
(vitamin c). Hasil yang diperoleh kemudian dimasukan kedalam
aplikasi dan didapat hasil Test Of Normality, dari data tersebut
didapat nilai signifikan, nilai sign yang diambil yaitu dari shapiro-
wilk, karena data yang diuji kurang dari 50 data sedangkan jika data
diatas 50 data mengambil hasil sign kolmogorov-smlinov. Dari data
hasilnya telah salah yaitu 0,843 untuk vitamin c dan untuk ekstrak
yaitu 0,694.
Bila nilai sign lebih dari 0,05 maka nilai terdistribusi normal,
untuk nilai viatmin c dan ekstrak lebih dari 0,05. Sehingga dikatakan
terdistribusi normal dan bisa dilanjut pada tahap pengecekan analisis
uji T-test.
Pada uji T-test dilihat pada bagian levene’s Test For Equality Of
Variances dan T-test For Equality Of Means, pertama yang dilihat
yaitu Levene’s test of equality, dilihat nilai sign nya kurang dari 0,05
maka ada perbedaan yang signifikan antar varian yaitu hasil ekstrak
babadotan dan nilai vitamin C nilai sign yang diperoleh yaitu 0,06
menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan antar varian.
Setelah itu dilihat sign (2tittled) hasil menunjukan dibawah 0,05
adanya perbedaan yang signifikan diantara kedua variant, dan untuk
melihat perbedaannya menuju kedaerah positif atau negatif dan
dilihat nilai means diferentnya, dimana nilai diferent tersebut
menunjukan nilai -163,76. Hal tersebut menunjukan perbedaan yang
sangat buruk dibandingkan dengan vitamin C sehingga ekstrak tidak

50
layak digunakan sebagai bahan pembuatan lotion karena nilai
antrioksidannya sangat jauh dibandingkan dengan vitamin C.
Nilai IC50 dari vitamin C yaitu 2,6833 menunjukan bahwa nilai
tersebut adalah nilai antioksidan vitamin C yang sangat kuat
dibandingkan nilai IC50 ekstrak daun babadotan yaitu 166,45 yang
menunjukan nilai antioksidan ekstrak babadotan lemah.

4.1.7 Preformulasi, Bentuk Sediaan, Formulasi dan Pembuatan Suatu


Sediaan
Pada praktikum kali ini yaitu tentang preformulasi, bentuk
sediaan, formulasi dan pembuatan sediaan dari ekstrak daun
babadotan yaitu lotion. Lotion merupakan sediaan cairan berupa
organik atau anorganik yang digunakan pada bagian luar tubuh.
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap zat aktif
dan eksipien yang digunakan dalam sediaan formulasi agar
mendapatkan komposisi sediaan yang baik dan tepat. Pertama untuk
melakukan praktikum yaitu dibuat preformulasi sediaan untuk
patokan dalam pembuatan lotion ekstrak daun babadotan agar
sediaan sesuai dan baik untuk digunakan setelah itu alat dan bahan
yang telah diperhitungkan.
Selanjutnya bahan yang digunakan dalam praktikum ini
diantaranya adalah asam stearat, trietanolamin (TEA), paraffin cair,
setil alkohol gliserin, metil paraben, vanili essence dan ekstrak daun
babadotan. Bahan-bahan tersebut memiliki fungsi serta khasiat yang
berbeda yaitu asam stearat berfungsi sebagai zat tambahan, lalu
trietanolamin (TEA) sebagai zat tambahan dan pengawet untuk
lotion, etil alkohol sebagai sebagai pengemulsi, paraffin cair sebagai
laksativum, gliserin sebagai pemanis, metil paraben sebagai
pengawet, serta ditambahkan zat pewangi mint dan rose agar sediaan
lotion memiliki bau yang khas.
Kemudian setelah itu dibuat sediaan lotion ari bahan-bahan yang
telah disiapkan, pertama asam stearat, setil alkohol, dan paraffin cair

51
dimasukan dalam beker glass atau cawan uap (fase minyak),
selanjutnya gliserin dan aquadest dimasukan juga dalam beker glass
(fase air). Setelah itu campurkan antara kedua fase tersebut lalu
panaskan pada suhu 10⁰-20⁰ C kemudian aduk homogen sambil
ditambahkan parfume, pengawet dan yang terakhir ekstrak daun
babadotan dan aduk hingga rata serta homogen agar mendapatkan
sediaan lotion yang baik dan bisa digunakan. Setelah itu masukan
kedalam kemasan agar lotion tetap bagus dan baik.

4.1.8 Evaluasi Sediaan


Evaluasi sediaan ini dilakukan untuk mengetahui dan menjamin
kualitas dari sediaan lotion ekstrak daun babadotan yang telah
dibuat. Sediaan ini merupakan sistem 2 fase yaitu terdapat fase
minyak dan fase air yang terdispersi. Evaluasi yang dilakukan untuk
sediaan semi solid ini diantaranya adalah organoleptic, viskositas,
homogenitas, daya sebar, pH dan aseptabilitas sediaan.
Evaluasi organoleptic dilakukan dengan mengamati baik dari
bentuk, warna, baud an tekstur sediaan lotion. Hasil yang diperoleh
berupa sediaan semi solid yang lembut dan hangat warna hijau tua
yang berasal dari ekstrak daun babadotan dengan bau khas mint dan
rose.
Pada evaluasi pH dilakukan dengan cara menambahkan air pada
sediaan lalu dihomogenkan dan didiamkan sampai terjadi
pengendapan kemudian pengukuran pH dilakukan dengan
mencelupkan pH indicator pada air yang telah memisah dengan
sediaan. Hasil yang diperoleh adalah sediaan memiliki pH 7, dimana
hasil ini telah sesuai dengan rentang pH kulit yang berada pada
rentang diatur oleh SNI nomor 16-4399-1996 yaitu 4,5-8,0 untuk
sediaan topikal. Jika pH sediaan terlalu asam maka akan
menyebabkan iritasi pada kulit tetapi jika terlalu basa pula akan
menyebabkan kulit bersisik.

52
Pada uji daya sebar dilakukan dengan cara meletakkan sejumlah
sediaan lotion pada kaca objek dan ditutup bagian atasnya dengan
kaca objek lain dan diberi beban sebesar 50 gram dan setelah 2 menit
dilakukan pengukuran diameter penyebaran lotion. Hasil yang
diperoleh adalah 5,6 cm dan 2,6 cm.
Pada uji viskositas dilakukan dengan menggunakan alat
viscometer dengan spindle no. 7 dan kecepatannya 100 rpm
sehingga diperoleh nilai viskositas sebesar 960,0.
Selanjutnya uji homogenitas dilakukan dengan dengan cara
pengamatan hasil daya sebar yaitu pada kaca objek yang terdapat
sediaan lotion. Hasilnya lotion terlihat rata atau homogeny dan tidak
ada partikel kasar yang terasa.
Pengujian aseptabilitas sediaan dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kriteria sediaan lotion yang sudah dibuat. Hasil yang
diperoleh baik yaitu sediaan lembut, mudah dicuci dan memberikan
sensasi hangat yang dapat menenangkan.
Pengujian stabilitas sediaan lotion daun babadotan dilakukan
selama 7 hari. Menurut penelitian yang kami lakukan bahwa tidak
terdapat perubahan yng signifikan terhadap warna, bau, dan tekstur
sediaan lotion daun babadotan jadi dapat dikatakan lotion daun
babadotan stabil selama 7 hari.

4.1.9 Uji Aktivitas Farmakologi Sediaan ( In Vitro)


Pada praktikum kali ini kami telah melakukan pengujian
aktivitas sediaan lotion yang memiliki zat aktif utama yaitu ekstrak
etanol daun babadotan yang diharapkan memiliki khasiat anti
oksidan yang dapat menghalau radikal bebas yang menyerang pada
bagian kulit sehingga diharapkan dapat dihalau dengan lotion yang
telah kami buat.
Uji aktivitas antioksidan dilakukan kembali setelah formula
dibuat dan dihasilkan sediaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya aktivitas IC 50 antioksidan pada sediaan. Namun pada

53
dasarnya semakin besar konsentrasi ekstrak yang ditambahkan,
maka semakin baik aktivitas antioksidan sediaannya.
Pada uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH.
Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) adalah metode yang
sederhana, cepat, mudah untuk skrining aktivitas penangkapan
radikal bebas beberapa senyawa dan hanya memerlukan sedikit
sampel dibandingkan dengan metode lain. Metode ini dapat
mengukur efektivitas total antioksidan baik dalam pelarut polar
ataupun nonpolar. Metode ini mengukur semua komponen
antioksidan, baik yang larut dalam lemak ataupun dalam air (Hassan
et al., 2013; Rajan and Bhat, 2016). Konsentrasi larutan DPPH yang
digunakan sebesar 50 ppm dengan nilai absorbansi 1,191.
Data hasil uji aktivitas antioksidan sediaan lotion ekstrak etanol
daun babandotan, menunjukkan konsentrasi ekstrak yang dapat
menghambat 50% absorbansi DPPH adalah pada konsentrasi 175
ppm dengan nilai IC50 sebesar 166,367 µg/mL, sedangkan
konsentrasi sediaan yang dapat menghambat 50% absorbansi DPPH
adalah pada konsentrasi 240-245 ppm dengan nilai IC50 sebesar
240,998 µg/mL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa persen
peredaman ekstrak lebih besar sediaan lotion. Nilai persen
peredaman sediaan lotion ekstrak etanol daun babandotan tidak
berbeda signifikan dengan ekstrak etanol daun bababdotan. Hal ini
berarti bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi sediaan lotion
tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak
etanol daun babandotan.

54
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa sediaan lotion daun babadotan tidak layak
untuk digunakan hal ini dikarenakan IC50 antioksidan daun babadotan
sangat lemah.

55
DAFTAR PUSTAKA

Agoes. Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB: Bandung.

Anonim. 2014. Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia I. Universitas


Muslim Indonesia : Makassar

Dalimartha, S. 2002. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Kanker. PT Penebar


Swadaya. Jakarta. 98 hlm.

Darmayanti, E. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides


L.) sebagai Insektisida Botani terhadap Mortalitas dan Perkembangan Ulat
Kubis (Plutella xylostella).(Skripsi). Universitas Jember. Jember. 84 hlm

Ditjen POM, 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.

Ditjen POM, 1990, Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia: Jakarta.

Ditjen POM, 1992, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Gembong T., 1998, Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta, UGM UI Press :,


Yogyakarta.

Hassan, S.H.A., Fry, J.R. and Bakar, M.F.A., 2013. Antioxidant and
phytochemical study on pengolaban (Litsea garciae), an edible
underutilized fruit endemic to Borneo. Food Science and Biotechnology.

Harborne. J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB Press. Bandung.

http://obatherbal2014.blogspot.com/2018/02/manfaat-daun-babadotan-untuk-
kesehatan.html?m=1

Kinasih, I. 2013. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides


Linn) Terhadap Ikan Mas ( Cyprinus carpio Linn.) Sebagai Organisme
Non-Target. Jurnal Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Sunan Gunung Djati Bandung. 7(2) : 121-132.

56
Makhmud, AI. 2001. Metode Pemisahan. Departemen Farmasi Fakultas Sains
Dan tekhnologi, Universitas Hasanuddin : Makassar.

Nurhudiman, 2017. Uji Potensi Daun Babadotan (Ageratum conyzoides L,.)


sebagai Insektisida Botani terhadap Hama ( Plutella xylostella L,.)
dilaboratorium. Fakultas Pertanian Universitas Lampuang. Bandar
Lampung.

Redha, A., 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidan, dan Peranannya dalam
Sistem Biologis, Jurnal Belian, 9 (2):196202

Sari, A, N., 2015. Antioksidan Alternative Untuk Menangkal Bahaya Radikal


Bebas Pada Kulit. Skripsi, Universitas Islam Negri ArRaniry.

Shevla. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Cetakan


Pertama. Penerbit PT Kalman Media Pustaka : Jakarta

Sitorus, E., Momuat, L.I. and Katja, D.G., 2013. Aktivitas Antioksidan Tumbuhan
Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth). Jurnal Ilmiah Sains, 13(1),
pp.80-85

Tobo, F. 2001. Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia I. Universitas


Hasanuddin: Makassar.

Zulkarnain, A. K., Susanti, M. & Lathifa, A. N., 2013. Stabilitas Fisik Sediaan
Lotion O/W dan W/O Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebagai Tabir Surya
Dan Uji Iritasi Primer pada Kelinci. Traditional Medicine Journal, 18(3).
pp. 141–150.

57
LAMPIRAN

Tanpa Penampak DPPH Sitroborat H2SO4


bercak

Alkaloid Flavonoid Kuinon Polifenol

Saponin Steroid

58

Anda mungkin juga menyukai