Anda di halaman 1dari 19

SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK

INDONESIA
&
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Disusun oleh :
Aprilia asokawati (18.01.7126)
Riska andarwati (18.01.7125)
Saiful bahri (18.01
Selfi amalia (18.01.7161)

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “SISTEM

KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DAN PANCASILA SEBAGAI ETIKA DAN POLITIK” ini.

Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia adalah suatu susunan pemerintahan yang

disusun berdasarkan persetujuan bersama atas nama rakyat Indonesia. Sistem ini mengalami

beberapa perubahan berkaitan dengan adanya amandemen UUD 1945. Kami berharap

semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu kita untuk lebih mengetahui tentang

Sistem Ketatanegaraan Repiblik Indonesia.

Kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya

kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terima kasih.

Makalah Sistem Ketatanegaraan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Salah satu tuntutan reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 adalah dibangunnya

suatu sistem ketatanegaraan Indonesia yang berbasis secara murni dan konsekuen pada

paham kedaulatan rakyat yang mampu membawa rakyat Indonesia mencapai tujuan

bernegara yang dicita-citakan, maka perubahan atau amandemen UUD 1945 merupakan

langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh Bangsa Indonesia.Dapat kita

ketahui bahwa Pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI beberapa tahun ini mengalami

perubahan yang sangat mendasar mengenai system ketatanegaraan. Perubahan mendasar

setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula

terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas

Pembukaan dan pasal-pasal. Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya

mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945,

dihapuskan. Materi yang dikandungnya sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang

dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945

setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat, dan

penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara.

BAB II

PEMBAHASAN

SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA


A. NEGARA

Sebelum kita membahas tentang sistem ketatanegaraan, terlebih dahulu kita harus

tahu apa itu negara. Menurut Max Weber, negara merupakan masyarakat yang terintegrasi

dan memiliki wewenang memaksa pada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari

masyarakat. Sedangkan menurut Logemann, negara merupakan organisasi kemasyarakatan

yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur/mengurus satu masyarakat tertentu. Dan

menurut International Encyclopaedia, negara merupakan sekumpulan rakyat (bangsa) yang

mendiami suatu wilayah tertentu dan diorganisir dibawah satu pemerintahan yang biasanya

berdaulat kedalam dan keluar.

1. Sifat / karakteristik negara

1. Sifat Memaksa

 Negara menetapkan peraturan yang bersifat memaksa mengenai tingkah laku orang yang
berada dalam wilayah kekuasaannya dan harus dipatuhi.
 Negara mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan agar orang tunduk pada peraturan
negara, apabila perlu dengan paksaan fisik.
 Hak negara ini bersifat legal. agar tercipta tata tertib dan menghindari tindakan anarki.
 Paksaan fisik dapat pula berlaku terhadap hak milik (penyitaan, pemusnahan).

2. Sifat Monopoli

 Negara menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.


 Dalam batas tertentu dan berdasarkan aturan tertentu, negara dapat menyatakan suatu
aliran kepercayaan / aliran politik dilarang karena bertentangan dengan pandangan hidup
bangsa.
 Negara mengatasi paham perseorangan dan paham golongan.
 Negara menetapkan mata uang, penetapan pajak, kewarganegaraan, dan sebagainya.

3. Sifat mencakup semua

 Kekuasaan mengatur yang dimiliki negara berlaku untuk semua orang / warga negara,
sehingga tidak ada yang mendapatkan perlakuan khusus atau istimewa.
2. Unsur Dari Sebuah Negara

a) Penduduk

Penduduk adalah semua orang yang pada suatu waktu bertempat tinggal mendiami (menetap
dalam) wilayah negara tertentu.

b) Wilayah

Wilayah adalah daerah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan suatu negara, dalam mana
kekuasaan negara berlaku atas seluruh penduduk yang bertempat tinggal menetap didalam daerah
teritorial tersebut.

c) Pemerintah

Pemerintah adalah organisasi yang mengatur, menyelenggarakan dan melaksanakan kekuasaan


negara. Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan dilihat dari segi susunannya yaitu negara
yang bersusun tunggal, baik dilihat dari segi penduduknya, wilayahnya, maupun pemerintahan dan
kekuasaannya. Sedangkan berdasarkan penunjukkan/pengangkatan kepala negaranya, Indonesia
merupakan Negara Republik yaitu negara yang kepala Negaranya ditunjuk dan atau diangkat
berdasarkan pemilihan.

3. Tujuan Negara:

 Melaksanakan ketertiban (law and order)


 Menegakkan keadilan
 Menyelenggarakan pertahanan
 Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

4. Tujuan Negara Indonesia:

 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.


 Memajukan kesejahteraan umum.
 Mencerdaskan kehidupan bangsa.
 Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
 Atau terciptanya masyarakat yang adil, makmur, merata materiil spritual.

5. Fungsi Negara:

 Konsitutif yaitu menyelenggarakan kedaulatan rakyat, menetapkan UUD dan GBHN


(dilaksanakan MPR).
 Eksekutif yaitu menyelenggarkan kekuasaan negara (dilaksanakan Presiden)
 Legislatif yaitu membentuk undang-undang (dilaksanakan Presiden dengan persetujuan DPR
 Kontrol yaitu mengawasi tindakan Presiden (dilaksanakan DPR)
 Yudikatif yaitu menyelenggarakan kekuasaan Kehakiman (dilaksanakan MA)
 Auditif / inspektif yaitu menyelenggarakan pemeriksaan atas tanggungjawab keuangan
negara (dilaksanakan BPR)
 Konsultatif yaitu memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan mengajukan saran
/pertimbangan kepada pemerintah (dilaksanakan DPA).
B. Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

1. BerdasarkanPancasila

Kata pancasila berasal dari bahasa India, yakni bahasa sansakerta Pancasila mempunyai 2 arti: Panca
yang berartu lima, dan Sila yang berarati sandi, alas, atau dasar atau bisa juga berarti peraturan,
tingkah laku yang penting,baik, dan senonoh. Dengan kata lain, Pancasila adalah lima nilai luhur yang
ada dan berkembang bersama bangsa Indonesia sekaligus penggerak perjuangan bangsa pada masa
kolonialisme. Hal ini sekaligus menjadi warna dan sikap pandangan hidup bangsa Indonesia hingga
secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan menjadi Dasar Negara Republik Indonesia.
Pancasila merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, dasar Negara dan
sebagai sistem filsafat. Disamping itu, pancasila merupakan tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila
juga merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak
yang berberurat akar didalam kebudayaan bangsa Indonesia. Pancasila sudah merupakan
pandangan hidup dan sebagai dasar Negara yang berakar dalam kepribadian bangsa maka dia
diterima sebagai dasar Negara yang mengatur ketatanegaraan. Hal ini tampak pada sejarah
meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalm tiga buah UUD yang pernah
kita miliki Pancasila selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional. Pancasila selalu menjadi
pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman eksistensi bangsa kita yang
merupakan sejarah bahwa pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia.

2. Berdasarkan Undang-Undang Dasar

A. Pengertian, Kedudukan. Sifat Dan Fungsi UUD 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau UUD 45 adalah konstitusi
negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku konstitusi
RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22
Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002. UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan
(amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia. Sebelum dilakukan perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang tubuh (16 bab,
37 pasal, 65 ayat(16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari
21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan),
serta penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat,
3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasalAturanTambahan. Dalam risalah sidang tahunan MPR tahun
2002, ditebitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Satu Naskah
sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini. Badan Penyidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun
rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei-1 Juni 1945,
Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang “Dasar Negara” yang diberi nama Pancasila. Kemudian
BPUPK membentuk panitia kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar
Negara. Pada tanggal 22 Juni1945, 38 anggota BPUPK membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari
9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah
dihilangkannya anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-
pemeluknya’’ maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan
pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan
UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29
Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata “Indonesia” karena
hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang
Kedua tanggal 10-17 Juli1945. Tanggal 18 Agustus1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan
kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober1945 memutuskan
bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14
November1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel (Semi-Parlementer) yang pertama, sehingga
peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis. Pada
masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila
secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD
1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban
rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk
menghancurkan hutan dan sumber alam kita. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi
konstitusi yang sangat “sakral” diantara melalui sejumlah peraturan:

 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
 Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan
bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat
rakyat melalui referendum.
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan
TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD
1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru,
kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan
yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat
menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara
negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu
adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian
kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan
perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan
diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan
(staat structur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), serta mempertegas system pemerintahan presidensil. Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD
1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus2002 → Perubahan Keempat UUD 1945.

B. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

1) Makna pembukaan UUD 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia apabila UUD merupakan sumber
hukum tertinggi yang berlaku di Indonesia, maka pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari
motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan sumber dari cita
hukum dan cita moral yang ingin ditegakan baik dalam lingkungan nasional, maupun dalam
hubungan bangsa-bangsa di Dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara khidmat dalam (4)
alenia itu, setiap alenia dan kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam,
mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Universal karena mengandung nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa yang berada dimuka bumi. Lestari, karena mengandung
dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan Negara selama
bangsa Indonesia tetap setia terhadap Negara proklamasi 17 Agustus 1945.

2) Makna alenia-alenia pembukaan UUD 1945 Alenia pertama dari pembukaan UUD 1945,
menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah . dengan pernyataan itu
bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka , tetapi akan terus berdiri di barisan paling
depan untuk menentang dan menghapuskan penjajahan diatas dunia. Alenia kedua menunjukan
kebanggaan dan peghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini. ini juga berarti
adanya kesadaran bahwa, keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin dan
langkah yang kita ambil sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang. Dalam alenia itu
jelas apa yang dikehendaki dan diharapkan oleh para pengantar kemerdekaan, ialah Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu menjiwai
segenap jiwa bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk mewujudkannya. Alenia ini menunjukan
adanya ketepatan dan ketajaman penilaian: Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah pada
tingkat yang menentukan.Bahwa momentum yang telah berhasil dicapai tersebut harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan
tujuan akhir tetapi masih harus terus diisi dengan mewujudkan bangsa Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alenia yang ketiga menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi
riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan,
motivasi spiritual, bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkahi oleh
Allah Yang Maha Kuasa. Dengan ini digambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan
yang berkeseimbangan antara kehidupan material dan sprituil, keseimbangan kehidupan baik di
dunia maupun di akhirat. Alenia keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-
prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka. Tujuan
perjuangan bangsa Indonesia dirumuskan dengan: “Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia serta seluruh tumph darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Sedangkan prinsip besar yang tetap dipegang
teguh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan menyusun kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan pada Pancasila. Dengan rumusan
yang panjang dan padat ini, alenia keempat pembukaan Unang-undang Dasar sekaligus menegaskan:
“Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Negara Indonesia berbentuk Republik dan
berkedaulatan rakyat. Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila.

C. Batang Tubuh UUD 1945

UUD 1945 yang terdiri dari 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan, yang
mengandung semangat dan merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945, juga merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasal yang bulat dan
terpadu. Didalamnya berisi materi yang dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Pasal-pasal yang berisi materi sistem pmerintahan Negara, didalamnya termasuk


pengaturan kedudukan, tugas, wewenang dan berkesinambungan dengan kelembagaan
Negara.
 Pasal-pasal yang berisi materi hubungan Negara dengan warga Negara dan penduduknya
serta dengan dipertegas dalam pembukaan UUD 1945, yang berisi konsepsi Negara
diberbagai bidang: PolEkSosHanKam dan lain-lain.

Sistem pemerintahan Negara Indonesia di jelaskan dengan terang dan sisematis dalam
penjelasan UUD 1945, didalam penjelasan itu dikenal 7 buah kunci pokok:

1. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaan).Negara Indonesia


berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuatan belaka (Machtsstaan).

2. Sistem konstitusional.Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi,tidak bersifat absolutism.

3. Kekuasaan Negara yang tertinggi,ditangan MPR (Die gezamte staat gewalt lieght elleim beir
dermajelis). Kedaulatan rakyat di pegang oleh suatu badan yang bernama MPR, sebagai penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia. Tugas dan wewenang MPR yang menentukan jalanya bangsa dan negara
yaitu berupa :

 Menetapkan UUD
 Menetapkan GBHN
 Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.

4. Presiden adalah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR, penjelasan UUD
1945 menyatakan dibawah MPR, Presiden ialah penyelenggara kekuasaan tertinggi.

5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, juga dijelaskan dalam UUD 1945.

6. Menteri Negara adalah pembantu presiden. Mentri Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR.
Penjelasan UUD 1945 menyatakan :’’Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
Negara.”

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas. Penjelasan UUD 1945 menyatakan: meskipun kepala
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator artinya kekuasaannya tidak terbatas.
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejak dari
perubahan pertama pada tahun 1999 sampai perubahan keempat pada tahun 2002. Perubahan-
perubahan itu juga meliputi materi yang sangat banyak, sehingga mencakup lebih dari 3 kali lipat
jumlah materi muatan asli UUD 1945. Jika naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka
setelah empat kali mengalami perubahan, kini jumlah materi muatan UUD 1945 seluruhnya
mencakup 199 butir ketentuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun namanya tetap
merupakan UUD 1945, tetapi dari sudut isinya UUD 1945 pasca Perubahan Keempat tahun 2002
sekarang ini sudah dapat dikatakan merupakan Konstitusi baru sama sekali dengan nama resmi
“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.”

Sehubungan dengan itu penting disadari bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia setelah
Perubahan Keempat UUD 1945 itu telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat mendasar.
Perubahan-perubahan itu juga mempengaruhi struktur dan mekanisme struktural organ-organ
negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan menurut cara berpikir lama. Banyak
pokok-pokok pikiran baru yang diadopsikan ke dalam kerangka UUD 1945 itu. Empat diantaranya
adalah:

I. Penegasan dianutnya citademokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling


melengkapi secara komplamenter;
II. Pemisahan kekuasaan dan prinsip “checks and balances’
III. Pemurnian system Pemerintah Presidensial; dan
IV. Penguatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

I. CITA DEMOKRASI DAN NOMOKRASI

Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat atau democratie(democracy). Pemilik


kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan yang sesungguhnya adalah berasal dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan diselenggarakan bersama-sama
dengan rakyat. Dalam sistem konstitusional Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat
itu disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum
dan konstitusi(constitutional democracy). Karena itu, prinsip kedaulatan rakyat (democratie)dan
kedaulatan hukum (nomocratie) hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari
mata uang yang sama. Untuk itu, Undang-Undang Dasar Negara kita menganut pengertian bahwa
Negara Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokrasi (democratische rechtstaat)dan
sekaligus adalah Negara Demokrasi yang berdasarkan atau hukum(constitutional democracy) yang
tidak terpisahkan satu sama lain.

Kedaulatan rakyat (democratie) Indonesia itu diselenggarakan secara langsung dan melalui
sistem perwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat itu diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan
yang tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Daerah; Presiden dan Wakil Presiden ; dan kekuasaan Kehakiman yang terdiri
atas Mahkamah Konstitusidan Mahkamah Agung. Dalam menetukan kebijakan pokok pemerintahan
dan mengatur ketentuan-ketentuan hukum berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang
(fungsi Legislatif), serta dalam menjalankan fungsi pengawasan (fungsi kontrol) terhadap jalannya
pemerintahan, pelembagaan kedaulatan rakyat itu disalurkan melalui sistem perwakilan. Yaitu
melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
Di daerah-daerah, Propinsi dan Kabupaten/Kota, pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan
melalui sistem perwakilan, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Penyaluran kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy) dilakukan melalui


pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan dan memilih Presiden dan Wakil
Presiden. Disamping itu, kedaulatan rakyat dapat pula disalurkan setiap waktu melalui pelaksanaan
hak dan kebebasan berpendapat, hak atas kebebasan pers, hak atas kebebasan informasi,
kebebasan pers, hak atas kebebasan berorganisasi dan berserikat serta hak-hak asasi lainnya yang
dijamin dalam Undang-Undang Dasar. Namun, prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat langsung itu
hendaklah dilakukan melalui saluran-saluran yang sah sesuai dengan prosedur demokrasi
(procedural democracy). Sudah seharusnya lembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan
daerah diberdayakan fungsinya dan pelembagaannya, sehingga dapat memperkuat sistem
demokrasi yang berdasar atas hukum (Demokrasi Konstitusional) dan prinsip negara hukum yang
demokratis tersebut di atas.

Bersamaan dengan itu, negara Indonesia juga disebut sebagai Negara Hukum (Rechtstaat),
bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat). Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan
terhadap prinsip supremasi hokum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan
kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya
jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam Undang-Undang dasar, adanya prinsip peradilan yang
bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta
menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak
yang berkuasa. Dalam paham negara hukum yang sedemikian itu, pada hakikatnya hukum itu
sendirilah yang menjadi penentu segalanya sesuai dengan prinsip nomokrasi (nomcrasy) dan doktrin
‘the Rule of Law, and not of Man’. Dalam kerangka ‘the rule of Law’ itu, diyakini adanya pengakuan
bahwa hukum itu mempunyai kedudukan tertinggi (supremacy of law), adanya persamaan dalam
hukum dan pemerintah (equality before the law), dan berlakunya asas legalitas dalam segala
bentuknya dalam kenyataan praktek (due process of law). Namun demikian, harus pula ada jaminan
bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena
prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan
rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut
prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat(democratische rechtsstaat). Hukum tidak boleh
dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan
belaka(Machtstaat). Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-
prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar.

Puncak kekuasaan hukum itu diletakkan pada konstitusi yang pada hakikatnya merupakan
dokumen kesepakatan tentang sistem kenegaraan tertinggi. Bahkan, dalam sistem Presidensil yang
dikembangkan, konstitusi itulah yang pada hakikatnya merupakan Kepala Negara Republik Indonesia
yang bersifat simbolik (symbolic head of state), dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai
penyangga atau ‘the guardian of the Indonesian constitution’. Ketentuan mengenai cita-cita negara
hukum ini secara tegas dirumuskan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan: “Negara
Indonesia adalah Negara Hukum”. Sebelum ini, rumusan naskah asli UUD 1945 tidak mencantumkan
ketentuan mengenai negara hukum ini, kecuali hanya dalam penjelasan UUD 1945 yang
menggunakan istilah ‘rechtsstaat’. Rumusan eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum baru
terdapat dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949 dan Undang-Undang Dasar
SementaraTahun 1950. Untuk mengatasi kekuarangan itulah maka dalam perubahan ketiga UUD
1945, ide negara hukum (rechtstaat atau the rule of law) itu diadopsikan secara tegas ke dalam
rumusan pasal UUD, yaitu pasal 1 ayat(3) tersebut diatas. Sementara itu, ketentuan mengenai
prinsip kedaulatan rakyat terdapat dalam pembukaan dan juga pada pasal 1 ayat (2). Cita-cita
kedaulatan tergambar dalam pembukaan UUD 1945, terutama dalam rumusan alinea IV tentang
dasar negara yang kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila. Dalam alinea ini, cita-cita kerakyatan
dirumuskan secara jelas sebagai “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan”.Sedangkan dalam rumusan pasal 1 ayat (2), semangat kerakyatan itu
ditegaskan dalam ketentuan yang menegaskan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

II. PEMISAHAN KEKUASAAN DAN PRINSIP “CHECKS AND BALANCES”

Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya diwujudkan
dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat, pelaku
sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan
yang tidak terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam
lembaga-lembaga tinggi negara yang berada dibawahnya. Karena itu, prinsip yang dianut disebut
sebagai prinsip pembagian kekuasaan (distribution of power). Akan tetapi, dalam Undan-Undang
dasar hasil perubahan, prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara horizontal
dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan
sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain
berdasarkan prinsip ‘checks and balaces’. Cabang kekuasaan legislatif tetap berada di Majelis
Permusyawaratan Rakyat, tetapi majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat
dengan lembaga negara lainnya. Untuk melengkapi pelaksanaan tugas-tugas pengawasan, disamping
lembaga legislatif dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif berada
ditangan Presiden dan Wakil Presiden. Untuk memberikan nasehat dan saran kepada Presiden dan
Wakil Presiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung. Sedangkan cabang kekuasaan
kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Majelis Permusyawaratan
Rakyat tetap merupakan rumah penjelmaan seluruh rakyat yang strukturnya dikembangkan dalam
dua kamar, yaitu DewanPerwakilan Rakyat dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu,
prinsip perwakilan daerah dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus dibedakan hakikatnya dari
prinsip perwakilan rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Maksudnya ialah agar seluruh aspirasi
rakyat benar-benar dapat dijelmakan ke dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari
dua pintu.

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua lembaga perwakilan itu
adalah sederajat dengan Presiden dan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ketiga cabang
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu
sama lain sesuai dengan prinsip “Check and balances.” Dengan adanya prinsip “Check and balances”
ini, maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya,
sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi
yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan
dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Pasal-pasal yang dapat dianggap
mencerminkan perubahan tersebut antara lainadalah perubahan ketentuan pasal 5, terutama ayat
(1) juncto pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat (5) yang secara jelas menentukan bahwa fungsi
legislatif ada pada Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan Presiden adalah kepala eksekutif.
Disamping itu, ada pula ketentuan mengenai kewenangan MPR yang tidak lagi dijadikan tempat
kemana presiden harus bertanggungjawab atau menyampaikan pertanggung-jawaban jabatannya.
Selain itu, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan untuk melakukan
pengujian atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar seperti ditentukan dalam pasal 24
ayat (1) juga mencerminkan dianutnya asas pemisahan kekuasaan dan prinsip “check and balances’
antara cabangkekuasaan legislatif dan yudikatif. Ketiga ketentuan itu memastikan tafsirberkenaan
dengan terjadinya pergeseran MPR dari kedudukannya sebagailembaga tertinggi menjadi lembaga
yang sederajat dengan Presidenberdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’.

III. SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIL

Dalam sistem ini terdapat lima prinsip penting, yaitu:

1. Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif
negara yang tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar. Dalam sistem ini tidak dikenal dan
tidak perlu dibedakan adanya kepala negara dan kepala pemerintahan. Keduanya adalah
Presiden dan Wakil Presiden. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan
tanggungjawab politik berada ditangan Presiden (concentration of powerand responsibility
upon the President).
2. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan karena itu secara politik
tidak bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen,
melainkan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.
3. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum
apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum konstitusi. Dalam
hal demikian, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dituntut pertanggungjawaban oleh
Dewan Perwakilan Rakyat untuk disidangkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, yaitu
sidang gabungan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Namun,
sebelum diberhentikan, tuntutan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang
didasarkan atas tuduhan pelanggaran atau kesalahan, terlebih dulu harus dibuktikan secara
hukum melalui proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Jika tuduhan bersalah itu dapat
dibuktikan secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi, barulah atas dasar itu MPR bersidang
dan secara resmi mengambil putusan pemberhentian.
4. Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dan karena bertanggungjawab kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggungjawab kepada
parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. Disamping itu, para Menteri
itulah yang pada hakikatnya merupakan para pemimpin pemerintahan dalam bidang
masing- masing. Karena itu, kedudukannya sangat penting dalam menjalankan roda
pemerintahan.
5. Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam system Presidensial
sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan
pula bahwa masa jabatan Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama
lebih dari dua masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau lembaga negara dalam
lingkungan cabang kekuasaan eksekutif ditentukan pula independensinya dalam
menjalankan tugas utamanya. Lembaga-lembaga eksekutif yang dimaksud adalah Bank
Indonesia sebagai bank sentral, Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai aparatur
penegakan hukum, dan Tentara Nasional Indonesia sebagai aparatur pertahanan negara.
Meskipun keempat lembaga tersebut berada dalam ranah eksekutif, tetapi dalam
menjalankan tugas utamanya tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik pribadi
Presiden. Untuk menjamin hal itu, maka pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan
Wakil Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara, Jaksa Agung, dan Panglima
Tentara Nasional ndonesia hanya dapat dilakukan oleh Presiden setelah mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberhentian para pejabat tinggi
pemerintahan tersebut tanpa didahului dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
hanya dapat dilakukan oleh Presiden apabila yang bersangkutan terbukti bersalah dan
karena itu dihukum berdasarkan vonis pengadilan yang bersifat tetap karena melakukan
tindak pidana menurut tata cara yang diatur dengan Undang-Undang.

IV. CITA PERSATUAN DAN KERAGAMAN DALAM NKRI

Prinsip persatuan dibutuhkan karena kenyataan bahwa bangsa Indonesia sangat majemuk.
Keragaman suku bangsa, agama, dan budaya yang diwarisi oleh bangsa Indonesia dalam sejarah
mengharuskan bangsa Indonesia bersatu dengan seerat-eratnya dalam keragaman. Keragaman
merupakan kekayaan yang harus dipersatukan (united), tetapi tidak boleh disatukan atau
diseragamkan (uniformed). Karena itu, maka prinsip persatuan Indonesia tidak boleh diindentikkan
dengan atau dikacaukan atau dikaitkan dengan istilah kesatuan yang berkenaan dengan persoalan
bentuk bangsa. Prinsip persatuan juga tidak boleh dipersempit maknanya ataupun diindentikkan
dengan pengertian pelembagaan bentuk Negara Kesatuan yang merupakan bangunan Negara yang
dibangun atas motto ‘Bhineka Tunggal Ika’ (Unity in Diversity). Bentuk negara kita adalah Negara
Kesatuan (Unitary State), sedangkan persatuan Indonesia adalah prinsip dasar bernegara yang harus
dibangun atas dasar persatuan (unity), bukan kesatuan (uniformity).

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan “Negara Persatuan” dalam arti
sebagai negara yang warga negaranya erat bersatu, yang mengatasi segala paham perseorangan
ataupun golongan yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan
hukum dan pemerintahan dengan tanpa kecuali. Negara persatuan mengakui keberadaan
masyarakat warga negara karena kewargaanya (civility). Dengan demikian, Negara Persatuan itu
mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena
prinsip kewargaan yang bersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.

C. Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan


seluruhnya diberikan kepada MPR sebagai Lembaga Tertinggi. MPR mendistribusikan kekuasaannya
(distribution of power) kepada 5 lembaga tertinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu: Mahkamah
Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai
asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita-citanya. Demokrasi di Indonesia sebagaimana tertuang dalm UUD 1945
mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak juga mengakui perbedaan serta keanekaragaman
mengingat Indonesia memiliki semboyan “BHINEKA TUNGGAL IKA”. Secara filosofi bahwa Demokrasi
Indonesia mendasarkan pada rakyat. Oleh karena itu, di dalam kehidupan yang menganut sistem
demokrasi, selalu menemukan adanya supra struktur politik dan infra struktur politik sebagai
pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue maka supra struktur
politik meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Di Indonesia di bawah sistem UUD 1945
lembaga-lembaga negara atau alat-alat perlengkapan negara (supra struktur politik) adalah:

a) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

c) Presiden

d) Mahkamah Agung (MA)

e) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Sedangkan infra struktur politik suatu negara terdiri dari lima komponen antara lain:

a) Partai Politik

b) Golongan Kepentingan (Interest Group)

c) Golongan Penekan (Preassure Group)

d) Alat Komunikasi Politik (Mass Media)

e) Tokoh-Tokoh Politik

D. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945 hasil Amandemen

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada ditangan


rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada 6 lembaga yang memiliki kedudukan yang sama dan sejajar,yaitu:
Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 mengalami perubahan, yaitu:

a) Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat). Negara Indonesia tidak
berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat),
mengandung arti bahwa negara termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga-lembaga
negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun.
b) Sistem Konstitusi. Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolut (kekuasaan yang terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara
pengendalian Pemerintah di batasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan juga oleh
ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan Produk konstitusional.
c) Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping MPR dan DPR
karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu, presiden tidak bertanggungjawab
pada DPR.
d) Menteri Negara adalah pembantu Presiden. Presiden dalam melaksanakan tugasnya dibantu
oleh Menteri-Menteri Negara (Pasal 17 ayat 1 hasil amandemen). Selain itu, Menteri Negara
tidak bertanggungjawab pada DPR.
e) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, meskipun Kepala Negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR, ia bukan diktator yang artinya kekuasaan tidak terbatas. Namun dalam
hal ini Presiden tidak memiliki kekuasaan membubarkan DPR atau MPR.
f) Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila bukan
berasarkan kekuasaan.
g) Kekuasaan Pemerintahan Negara. Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD
45 hasil amandemen 2002, Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden
kedudukannya kuat dan tidak lagi berada di bawah MPR selaku mandataris. Namun jika
Presiden melakukan kesalahan maka MPR akan melakukan Impeachment.
h) Pemerintah Daerah, diatur oleh Pasal 18 UUD 1945. Pada pasal 18 ayat 1 menjelaskan
bahwa Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota
itu mempunyai daerah yang diatur dengan Undang-Undang, pasal 18 ayat 2 mengatur
otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa pemerintah daaerah
propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau pengertian otonomi sama artinya
mengatur rumah tangga sendiri.
i) Pemilihan Umum. Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur
tentang Pemilihan Umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap 5 tahun sekali, diatur pasal 22E ayat 2.
j) Wilayah Negara. Pada pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-
undang.
k) Hak asasi manusia menurut UUD 1945. Hak asasi manusia tidak lahir mendadak
sebagaimana kita lihat dalam “Universal declaration of Human Right” pada tanggal 10
Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB. HAM sebenarnya tidak dapat dipisahkan
dengan filosofi manusia yang melatarbelakanginya.

E. Pembagian kekuasaan

Kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut:

a) Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)


b) Kekuasaan Legislatif didelegasikan kepada Presiden dan DPR juga kepada DPD (pasal 5 ayat
1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945)
c) Kekuasaan Yudikatif didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d) Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada BPK dan DPR, hal ini dimuat
pada pasal 20 ayat 1
e) Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsulatif, sebelum UUD
diamandemem kekuasaan tsb dipegang oleh DPA.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Negara pada hakikatnya adalah suatu sistem, yang terdiri dari berbagai sub sistem yang
merupakan prasyarat bagi keberfungsian dan keberlangsungan negara. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa konsep negara adalah sistem yang statis (dalam pengertian tidak berubah-ubah
atau tidak akan dirubah) ; sementara sub sistem dalam negara tersebut konsep yang dinamis,
berkembang dan berubah-ubah. Mengingat hal tersebut, maka keberadaan pemerintah (organisasi
maupun produk hukum yang dihasilkan), harus selalu disempurnakan sesuai dengan perkembangan
masyarakat (dalam dan luar negeri). Sebab, sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang statis
akan membawa dampak kepada kesejahteraan masyarakat dan sistem lainnya. Sehubungan dengan
hal tersebut, maka uraian mengenai Sistem Ketatanegaraa RI seharusnya dapat dianalisa dengan
baik sehingga dapat diterima dan sekaligus mencerminkan kepentingan masyarakat seluruhnya.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan agar pengetahuan kita tentang sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia dapat bertambah. Dan apabila terjadi perubahan pada
manajemen reformasi, penegakkan hukum serta yang menyakut masyarakat luas sebaiknya
dipikirkan dan dipersiapkan secara matang agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan oleh
rakyat.

DAFTAR PUSTAKA
Kusnardi, Moh, SH dan Hamaily Ibrahim. SH. Hukum Tata Negara Indonesia,Cet. ke-7: CV Sinar

Bakti, Jakarta. 1988.

http://Cwebasket’s Blog.htm

Utomo, Tri Widodo W, SH. Sistem Ketatanegaraan RI, Jawa Barat. 1998.

http://panmohamadfaiz.com/2007/03/18/sistem-ketatanegaraan- indonesia-pasca-amandemen/

http://panmohamadfaiz.blogspot.com

http://wisnu wardhana ac.id/th

Anda mungkin juga menyukai