Salah satu aspek penting dalam pembangunan masyarakat sehat adalah sistem informasi
kesehatan (SIK) yang baik. SIK diperlukan untuk menjalankan upaya kesehatan dan
memonitoring agar upaya tersebut efektif dan efisien. Oleh karena itu, data informasi yang
akurat, pendataan cermat dan keputusan tepat kini menjadi suatu kebutuhan (Soepardi, 2011).
Penyajian data pada sistem informasi kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan kemajuan
teknologi yang ada. Oleh keran itu dibutuhkan suatu teknologi informasi kesehatan yang
memiliki jejaringan yang komprehensif untuk dapat digunakan oleh seluruh elemen yang
terkait dengan pemberi jasa pelayanan kesehatan. Beberapa peneliti menyarankan bahwa
adopsi teknologi sistem informasi kesehatan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan jasa
yang diberikan kepada penerima kesehatan (Bates, Leape, & Cullen, 1998; Chaudhry et al,
2006;. Kucher et al, 2005 dalam Brown 2012).
Dalam industri kesehatan, keselamatan pasien atau kualitas pelayanan tetap menjadi prioritas
pelayanan yang masih menjadi kekhawatiran terbesar (American College of Healthcare
Eksekutif, 2007; Chassin & Galvin, 1998 dalam Brown 2012). Dalam area kesehatan
teknologi informasi, relatif menjadi topik baru di dunia, terlebih di Indonesia yang masih
mengalami keterbatasan pada sisi perangkat sistem informasi kesehatan secara nasional.
Dalam industri lainnya, teknologi informasi telah memungkinkan untuk menurunkan biaya,
menghemat waktu, dan meningkatkan kualitas melalui investasi berat teknologi komputer
dan struktur informasi (Davenport & Pendek, 2003 dalam Liu 2009).
Terlepas dari segala manfaat yang dapat diambil dengan penerapan teknologi informasi
kesehatan, tekhnologi informasi tetap memiliki dampak negatif yang harus disadari dan
diantisipasi. Dampak negatifyang mungkin timbulantara lain peralatan yang membahayakan,
pelanggaran privacy, pencurian data dan kurangnya sentuhan pada pasien. Artikel ini akan
membahas lebih lanjut bagaimana teknologi informasi dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan, apa dampak negatifnya, dan bagaimana solusi mengatasi dampak
negatif tersebut.
Definisi
Menurut Department of Health and Human Services, 2007 dalam Liu (2009), maanfaat
penggunaan HIT adalah sebagai berikut:
1.Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
2.Mencegah kesalahan medis
3.Mengurangi biaya perawatan kesehatan
4.Meningkatkan efisiensi administrasi
5.Menurunkan dokumen
6.Memperluas akses jangkauan perawatan
Lingkup HIT
Menurut Chaudhry, 2006 dalam Liu (2009), sistem HIT mencakup catatan kesehatan
elektronik (EHR), penyedia order entry terkomputerisasi (CPOE), sistem pendukung
keputusan klinik (CDSS), hasil pelaporan elektronik, resep elektronik, informatika kesehatan
konsumen / mendukung keputusan pasien, komputasi mobile, telemedicine, komunikasi
administrasi kesehatan elektronik, pertukaran data jaringan, pengetahuan pengambilan.
Sedangkan menurut Hamilton, 2006 dalam Liu (2009) mengidentifikasi delapan jenis aplikasi
HIT untuk digunakan dalam post perawatan akut: (a) dokumentasi yang mendukung, (b)
manajemen sensus, (c) titik perawatan, (d) komputerisasi entry order dokter, (e) catatan
kesehatan elektronik, (f) telehealth atau telemedicine, (g) penilaian dan perencanaan
perawatan, dan (h) resep elektronik.
EHR dengan adopsi HIT akan memiliki kelebihan diantaranya komputer akan menyimpan
data informasi kesehatan tentang satu orang dan dapat dihubungkan oleh sebuah identifier
orang (Waegemann, 2002). Sedangkan dokumentasi EHR berbasis kertas tidak hanya gagal
untuk memenuhi kebutuhan untuk data instan tetapi juga mengambil kelemahan disajikan
dalam informasi kesehatan rekaman pasien, misalnya: tidak ada struktur standar dan sulit
untuk membaca tulisan tangan (Walsh, 2004 dalam Liu 2009). Wang dkk, 2003 dalam
Liu(2009), memberikan kerangka untuk memperkirakan dampak keuangan dalam
perbandingan antara EHR dan catatan pasien berbasis kertas. Dilaporkan bahwa penyedia
diperkirakan bertambah 86.400 USD untuk menggunakan EHR dalam 5 - periode tahun
dengan berbasis kertas (Wang, et al., 2003). Millier et al. (2007) Informasi Kesehatan dan
Manajemen Sistem Masyarakat (HIMSS) mendefinisikan EHR pada situs web mereka
sebagai: "suatu catatan elektronik longitudinal informasi kesehatan pasien yang dihasilkan
oleh satu atau lebih pertemuan dalam pengaturan pemberian perawatan. Termasuk dalam
informasi ini adalah demografi pasien, catatan perkembangan, masalah, obat-obatan, tanda-
tanda vital, riwayat medis masa lalu, imunisasi, data laboratorium dan laporan radiologi
(HIMSS, 2006).
Definisi dan penjelasan di atas menunjukkan bahwa EHR adalah alat yang memungkinkan
informasi kesehatan untuk disimpan dalam format elektronik dan memungkinkan hanya
pengguna yang berwenang yang dapat mengakses di beberapa lokasi, dan real-time. Hal ini
juga penting untuk dicatat bahwa beberapa istilah EHR lainnya adalah seperti: Rekam Pasien
Elektronik (EPR), Electronic Medical Record (EMR), atau Komputer Berbasis Rekam Pasien
(CPR).Meskipun terdapat berbagai sinonim untuk EHR, secara harfiah EHR adalah istilah
yang secara luas dipakai oleh sebagian besar literature pada saat ini.
Singkatnya, EHR mendukung tidak hanya catatan klinis, tetapi juga pengumpulan data untuk
penggunaan seperti: penagihan, manajemen mutu, pelaporan hasil, perencanaan sumber daya,
dan survailen kesehatan publik penyakit dan pelaporan. Namun, survei menunjukkan bahwa
sebagian besar EHR belum meluas untuk rawat inap dan rawat jalan (Ash & Bates, 2005
dalam Liu 2009).
Beberapa konsep teknologi sistem informasi kesehatan telah ditawarkan olah para ahli untuk
menjadi pilihan dalam mewujudkan teknologi sistem informasi kesehatan di Indonesia.
Sistem informasi kesehatan dapat diaplikasikan pada puskesmas, rumah sakit, klinik, farmasi,
asuransi, laboratorium, PMI, apotik tenaga kesehatan dan lain-lain (Jalil, 2005)
Menurut Sabarguna (2012), beberapa hal yang menjadi lingkup penerapan teknologi sistem
informasi kesehatan meliputi beberapa hal, diantaranya master plan (data, proses, sistem
pelaporan informasi, sistem manajemen informasi, sistem pendukung keputusan,sistem yang
mahir dan sistem pengetahuan); network system (pusat, provinsi, daerah); sistem informasi
pusat pelayanan kesehatan; sistem informasi billing di sebuah rumah sakit; sistem monitoring
dan sistem pendukung keputusan.
Name
Functionality
Category
Terminology
LOINC
“Logical Observation: Identifiers, Names, and Codes” is a code set that assigns universal
identifiers to laboratory and other clinical observations, so that results can be pooled and
exchanged.
Lab
SNOMEDCT
Clinical
ICD-9-CM
ICD-10
Billing
NCPDP
“National Council for Prescription Drug Programs” is astandard that allows electronic
transfer of prescriptions between pharmacies, and for physicians to submit prescriptions
electronically
Drugs
Messaging
HL7
“Health Level 7” is a computer language that allows the transmission of a patient’s basic
demographic information, medical history, diagnoses, and financial information between
different clinical applications. HL7’s Version 2.0 is the most widely implemented healthcare
standard worldwide.
Clinical
RxNorm
nomenclature that provides standard names for clinical drugs (active ingredient + strength +
dose form) and for dose forms as administered.
Drugs
CPT-4
“Current Procedural Terminology” is a coding system for the billing of medical procedures.
Billing
ASC/X12N
Accredited Standards Committee governs the transmission of electronic claims data, such as
external financial transactions, financial coverage verification and insurance transactions and
claims.
Financial
ELINCS
Lab
Sumber: The National Library of Medicine (NLM) has been recommended as theppropriate
body to coordinate and disseminate the mappings with the Unified Medical Language System
(UMLS) Metathesaurus. Detail information are available online
at http://www.nlm.nih.gov/research/umls/ (Retrieved January 30, 2008 dalam Liu 2009)
Beberapa hal yang menjadi penghambat adopsi HIT adalah: (a) biaya sistem start-up dan
pemeliharaan, (b) kurangnya standar lokal, regional, dan nasional, dan (c) kurangnya waktu
untuk mempertimbangkan memperoleh, menerapkan, dan menggunakan sistem baru (The
Commonwealth Fund, 2003, dalam Liu 2009).Sistem HIT sering menimbulkan gangguan
besar dalam alur kerja serta mengurangi perawatan terfragmentasi dalam sistem kesehatan
(DePhillips, 2007 dalam Brown 2010).
Kuperman, G. J., Bobb, A., Payne, T. H., Avery, A. J., Gandhi, T. K., Burns, G., et al.
(2007). Medication-related clinical decision support in computerized provider order
entry systems: a review. Journal of the American Medical Informatics Association,
14(1), 29-40.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2995705/
Mead, C. N. (2006). Data interchange standards in healthcare IT--computable
semantic interoperability: now possible but still difficult, do we really need a better
mousetrap? Journal of Healthcare Information Management, 20(1), 71-
78. jhi.sagepub.com/content/18/2/147.refs
Sabarguna. (2012). Hospital Development Health System. Materi kuliah SIM. Jakarta:
FIK UI
Wang, S. J., Middleton, B., Prosser, L. A., Bardon, C. G., Spurr, C. D., Carchidi, P. J.,
et al. (2003). A cost-benefit analysis of electronic medical records in primary
care. American Journal of Medicine, 114(5), 397-403.
dl.acm.org/citation.cfm?id=1146475.1146493