Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN SELA FARMAKOGNOSI

PERAN NUTRASETIKA DAN PRODUK NUTRASETIKA


SEBAGAI IMUNOMODULATOR DI MASA PANDEMI COVID19

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Sela Farmakognosi

KELAS: A

Dinda Ayu Syahidatul Arsya)


(201710410311163)

DOSEN PEMBIMBING:
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dunia digemparkandengan menyebarnya virus baru yaitu coronavirus jenis baru


(SARS-Cov-2) dan penyakitnya yang disebut Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
diawal tahun 2020. Asal mula penyakit ini berasal dari Wuhan, Tiongkok diakhir tahun
2019 lalu. kejadian luar biasa yang disebabkan oleh Corona virus bukanlah merupakan
kejadian pertama kali. Pada tahun 2002 Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
disebabkan oleh SARS-Coronavirus (SARS-CoV) dan penyakit Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) ditahun 2012 disebabkan oleh MERS-Coronavirus (MERS-CoV)
dengan total akumulatif kasus sekitar 10.000. mortalitas akibat SARS sekitar 10%
sedangkan MERS lebih tinggi yaitu sekitar 40% (PDPI, 2020).
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan hinga berat. Gejala klinis
utama yang muncul yaitu demam, batu, dan kesulitan bernafas. Pada beberapa pasien
gejala muncul ringan bhakan tidak disertai demam.
Saat ini belum ada penelitian spesifik pada covid-19. Belum ada tatalaksana antiviral
untuk infeksi yang terbukti efektif.
Karena belum ada obat yang pasti untuk mengobati dan mencegah virus corona,
banyak pakar-pakar diseluruh dunia masih melakukan penelitian terkait dengan virus ini.
Oleh sebab itu dalam situasi seperti ini, pemerintah menegaskan bahwa satu-satunya cara
yang dapat dilakukan adalah menekan penyebaran virus covid-19. Pemerintah
menghimbau masyarakat untuk membiasakan pola hidup sehat sesuai dengan protokol
sehingga penyebaran covid-19 dapat terputus sampai obat dan vaksin yang sedang diteliti
dapat diciptakan.
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan mikroorganisme dalam lingkungan kehidupan. Pertahanan tersebut terdiri
atas sistem imun non spesifik (natural/innate) dan spesifik (adaptive/acquired). Sistem
imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan
berbagai mikroorganisme dan dapat memberikan respons langsung terhadap antigen.
Sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih
dahulu sebelum dapat memberikan responnya (Baratawidjaja, 2006).
Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem
imun yang fungsinya terganggu atau yang fungsinya berlebihan. Imunomodulator
membantu tubuh untuk mengoptimalkan fungsi sistem imun yang merupakan sistem
utama yang berperan dalam pertahanan tubuh dimana kebanyakan orang mudah
mengalami gangguan sistem imun (Suhirman, 2013).
Beberapa jenis nutrasetika dapat digunakan sebagai imunomodular untuk
meningkatkan atau mempertahankan system imun terutama saat masa pandemic ini.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Nutrasetika
Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas terbesar ke dua di dunia setelah Brasil,
dimana Indonesia memiliki sekitar 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya
adalah tumbuhan berkhasiat obat. Nutrasetikal (Nutraceutic) adalah istilah yang berasal
dari kata “nutrisi” dan “farmasi”. Produk nutrasetikal didefinisikan sebagai zat yang
memiliki manfaat fisiologis atau memberikan perlindungan terhadap penyakit kronis,
menunda proses penuaan dan meningkatkan harapan hidup. Saat ini nutrasetikal
mendapat banyak perhatian karena memiliki potensi nutrisi, keamanan dan efek terapi.
Nutraseutikal adalah beberapa bahan yang dapat dipertimbangkan sebagai
makanan atau bagian dari makanan dan memiliki manfaat bagi kesehatan dan
pengobatan, dan biasanya dikemas dalam bentuk suatu sediaan. Meningkatnya kesadaran
kesehatan telah menjadi salah satu faktor penting bagi pertumbuhan global yang cepat
dari nutraceutical (Kalra, 2003).
Potensi pasar di bidang nutraceutical cukuplah besar. Dilihat dari sisi
pertumbuhan pasarpun sangat baik, obat- obat nutraceutical cukup pesat, yaitu lebih dari
20 % per tahun. Nutraceutical dibuat dari bahan organik tanpa tambahan zat kimia yang
berbahaya yang diambil untuk memenuhi kebutuhan gizi harian (Kalra, 2003).
Beberapa nutraceuticals yang populer seperti ginseng, Echinacea, teh hijau,
glukosamin, omega-3, lutein, asam folat dan minyak ikan telah terbukti melalui riset
ilmiah memiliki sifat terapeutik.

2. Omega-3 PUFA

Wabah pandemik infeksi novel coronavirus (COVID-19) telah menimbulkan


ancaman yang signifikan terhadap kesehatan dan ekonomi. Tidak ada pengobatan untuk
virus ini menyebabkan dibutuhkan metode alternatif untuk mengontrol penyebaran
penyakit ini. Penanganan umum untuk infeksi virus salah satunya adalah intervensi
nutrisi, di antaranya dengan pemberian Omega-3 PUFA.
Timbulnya berbagai macam penyakit dipengaruhi oleh kekuatan daya tahan tubuh
dan terbukti ada hubungan antara imunitas dengan diet lemak. Pada individu yang sehat
dengan gizi yang baik, tubuh mampu bertahan dari agen-agen infektif (yang menginfeksi)
dengan memobilisasi sumber-sumber dari sistem imun (Gurr, 1992).
Minyak ikan dari dulu hingga sekarang telah menjadi salah satu nutrasetikal yang
banyak digunakan oleh masyarakat baik di Indonesia mauoun di dunia. Minyak ikan yang
berkualitas adalah minyak ikan yang kaya kaan asam lemak yang baik untuk kesehatan.
Kandungan aktif fish oil adalah asam lemak rantai panjang PUFA omega-3: EPA
(eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid), serta asam lemak rantai
panjang PUFA omega-6: arachidonic acid (AA) (Klek S, 2016). Arachidonic acid
mempunyai efek pro-inflamasi, sedangkan EPA dan DHA mampu menurunkan inflamasi
melalui mekanisme anti-inflamasi dan imunomodulator (Whelan J dan Rust C, 2006)
Asam linoleat dan asam linolenat merupakan PUFA utama dalam kebanyakan
diet. Asam linoleat adalah bentuk PUFA utama dalam tubuh, biasanya mencapai 12-15%
dari asam lemak pada jaringan lemak. Pada jaringan tubuh bebas lemak terdapat tiga
PUFA dari profil asam lemak (asam linolenat, asam arakidonat, asam docosaheksanoat)
yang jumlahnya kurang dari 5%. Selain itu pada lemak tubuh, ada dua PUFA yang aktif
secara biologis yaitu asam dihomo-γ-linolenat (C20:3n-6) dan asam eicosapentanoat
(C20:5n-3), meskipun jumlahnya hanya 1-3% dari total asam lemak. Ikan laut merupakan
sumber yang kaya PUFA dengan jumlah karbon 20-22 (Cunnane dan Griffin, 2002)
Telah banyak penelitian yang melaporkan bahwa asam lemak mempunyai
pengaruh imunologik. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa PUFA ω-3 dan
kandungannya dalam phospolipid sel imun sangat potensial dan mempunyai aktifitas
imunomodulator, terutama melalui pengaruh eicosanoid (prostaglandin, leukotrin, dan
thromboxan). PGE2 dan prostaglandin lain merupakan regulator utama dari respons imun
dan dimodulasi oleh diet asam lemak. Sebagai contoh, meningkatnya konsumsi asam α-
linolenat dapat menurunkan produksi IL-1β dan TNF-α oleh monosit darah, dan
menurunkan proliferasi limfosit darah. Suplementasi diet minyak ikan pada individu
dewasa yang meningkatkan asupan PUFA ω-3, menurunkan proliferasi limfosit, produksi
IL-2, IFN-γ, IL-1, IL-6 oleh lipopolisakarida, TNF, serta menurunkan superoksida oleh
neutrofil dan monosit (Kew et al., 2003b; Rundles, 2003).
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Karena sampai saat ini belum ditemukannya antivirus yang spesifik untuk
pengobatan COVID-19, pemerintah menghimbau masyarakat untuk mematuhi
protocol agar rantai penyebaran Corona virus dapat terputus dengan beberapa cara
melakukan sel distancing, menggunakan masker saat bepergian, bepergian
seperlunya, menjaga kebersihan, menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan
bergizi seimbang dan meningkatkan system imun agar tidak mudah terserang virus
salah satunya mengkonsumsi Omega-3 PUFA.
Perbaikan nutrisi sebagai terapi telah mulai berjalan. Awalnya, makanan buatan
disarankan sebagai cara untuk menyediakan energi, protein, mikronutrisi esensial
untuk mengimbangi kelemahan otot dan menghindari menurunnya sistem imun akibat
kelaparan. Kemudian pada perkembangannya, berbagai komponen diet telah
digunakan untuk mengatur fungsi imun, salah satunya adalah PUFA
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K.G., 2006, Imunologi Dasar Edisi ke-7, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta

Cunnane, S. C., and B. A. Griffin. 2002. Nutrition and metabolism of lipid. In


Introduction to Human Nutrition. M. J. Gibney, H. H. Vorster, and F. J. Kok
(Eds). Blackwell Sci. Ltd.

Kalra E, K. , 2003, Nutraceutical – Definition and Introduction, AAPS PharmSci


2003; 5 (3) Article 25, Nagpur College of Pharmacy, Wanadongri, Jalan Hingna,
Nagpur 411110, Maharashtra, India.

Kew, S., T. Banerjee, A. M. Minihane, Y. E. Finnegan, C. M. Williams, and P. C.


Calder. 2003b. Relation between the fatty acid composition of peripheral blood
mononuclear cells and measures of immune cell function in healthy, free-living
subjects aged 25-72 y. Am. J. Clin Nutr.

Klek S. Omega-3 fatty acids in modern parenteral nutrition: A review of the current
evidence. J Clin Med. 2016.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Praktik Klinis: Pneumonia


2019-nCoV.PDPI: Jakarta.

Suhirman, S., Winart C., 2013, Prospek dan Fungsi Tanaman Obat sebagai
Imunomodulator, Jurnal Penelitian Sains Dan Teknologi.4(2),1-8.

Whelan J, Rust C. Innovative dietary sources of n-3 fatty acids. Annu Rev Nutr.
2006.

Anda mungkin juga menyukai