WONOSOBO
Konflik yang terus terjadi jika hanya mengandalkan hukum saja tidak bisa
menjamin kebebasan berekspresi; supaya setiap orang bisa menyatakan
pikirannya tanpa ada sanksi, maka harus ada semangat toleransi di seluruh
masyarakat. Agar berbagai konflik yang terjadi dapat dimusyawarahkan dan tidak
adanya provokasi negatif.
Jika dilihat tingkat pendidikan dan ekonomi warga Wonosobo jauh rendah
dari tingginya toleransi mereka. Generasi muda umumnya hanya mengenyam
pendidikan rata-rata 6 tahun saja. Tahun 2015, Wonosobo diberi predikat sebagai
daerah paling miskin di Jawa Tengah karena angka kemiskinan mencapai 22,08
persen. Kemisikinan ini tidaklah melunturkan rasa toleransi generasi muda, malah
menjadi pecutan untuk mereka mencari solusi baik kedepannya. Ini menjadi
tamparan keras bagi generasi muda Indonesia yang lain memiliki kemapanan
pendidikan dan ekonomi, namun rendah dalam rasa moderisasi beragama.
Kemiskinan hanyalah masalah peringkat, kuantitas dan pengukuran semata yang
tidak menggambarkan identitas diri. Kualitas dan kekayaan daerah ini tercermin
dari cara hidup, tingkat toleransi masyarakat terhadap keberagaman, dan
penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Kekayaan keanekaragaman disempurnakan oleh remah ripah elok
jinawinya, akan membawa perdamaian dan kesejahteraan bagi warga negara, jika
generasi muda mampu menjadi garda terdepan untuk menjaga nilai-nilai toleransi
umat dan hak asasi manusia. Apalagi Indoensia kini tengah dirundu wabah,
keikutsertaan generasi muda tanpa membandingkan aliran dan golongan agama
sangat membantu untuk membawa perbaikan ekonomi dan kesehatan masyarakat
lebih cepat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pernah berkata “Tugas Maha
Besar generasi kita adalah mewariskan toleransi bukan kekerasan.” Impact dari
tingginya rasa aware toleransi ini bukanlah angan-angan atau impian semata,
namun sudah diwujudkan oleh generasi muda di Kabupaten Wonsobo.