TEORI KEPENDUDUKAN
Oleh :
2020
DAFTAR ISI
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................5
C. TUJUAN PENULISAN...........................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. TEORI KEPENDUDUKAN....................................................................................................6
B. PIRAMIDA PENDUDUK.....................................................................................................18
1. Konsep................................................................................................................................18
2. Kegunaan............................................................................................................................18
E. BONUS DEMOGRAFI..............................................................................................................27
2
2. Kelebihan dan Kelemahan Bonus Demografi.......................................................................33
BAB III................................................................................................................................................41
PENUTUP...........................................................................................................................................41
A. KESIMPULAN......................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................43
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap wilayah pasti memiliki penduduk. Di dunia banyak terdapat negara
yang konsentrasi penduduknya cukup tinggi seperti di AS dan Jepang, hal ini
merupakan suatu hal yang biasa karena bisa dilihat dari lokasi daerahnya yang sangat
strategis dari segi pengembangan ekonomi dan kesehatan. Indonesia merupakan
negara berkembang yang penduduknya cukup banyak. Namun, persebaran penduduk
di Indonesia masih belum baik karena ada di suatu daerah yang terdapat banyak
penduduk samapai bisa melebihi kapasitas normal misalnya Jawa dan Bali dan juga di
salah satu daerah terdapat sedikit penduduk misalnya di daerah Kalimantan dan Irian
Jaya.
Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduk yang banyak. Dapat
dilihat dari sensus penduduk yang semakin tahun semakin meningkat. Dalam ilmu
kependudukan dikenal sebagai istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh
penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk.
Dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, Indonesia
menempati urutan ketiga dalam jumlah penduduk setelah Cina dan India. Indonesia
merupakan negara yang sedang membangun dengan masalah kependudukan yang
sangat serius disertai dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan persebaran
penduduk yang tidak merata.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat berkaitan dengan kemiskinan dan
kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen
demografi seperti fertilitas, mortalitas, migrasi, dan sebagainya akan membantu para
penentu kebijakan dan perencanaan program untuk dapat mengfembangkan program
pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat
pada sasarannya.
Ini merupakan suatu permasalahan penduduk di Indonesia yang perlu diatasi
karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara kuantitas dan kualitas. Perlunya
kita semua mengetahui bagaimana konsep dari kependudukan supaya kita lebih bijak
dalam memberikan solusi untuk kemajuan kependudukan di Negara Indonesia.
4
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI KEPENDUDUKAN
6
Checks. Preventive Checks adalah pengurangan penduduk melalui kelahiran.
Positive Checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian.
Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan
pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya
kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus
berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan
pangan.
a. Preventive checks
Yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang
lazimnya dinamakan moral restraint. Termasuk didalamnya antara
lain :
1) Penundaan masa perkawinan
2) Mengendalikan hawa nafsu
3) Pantangan kawin
7
b. Positive checks
1) Bencana Alam
2) Wabah penyakit
3) Kejahatan
4) Peperangan
8
berpendapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi tidak menurunkan martabat
keluarga, tetapi manjur untuk kesehatan. Kemiskinan dan penyakit dapat
dicegah.
2. Richard Callihie (1790 – 1843)
Ia menulis buku yang berjudul “What Is Love”
3. Pengikut yang lain antara lain Any C. Besant (1847-1933)
Ia menulis buku yang berjudul “Hukum Penduduk, akibatnya dan artinya
terhadap tingkah laku dan moral manusia”
Pengikut yang tidak dapat dilupakan lagi ialah dr. George Drysdale yang
hidup tahun 1825 – 1904. Ia berpendapat bahwa keluarga berencana dapat
dilakukan tanpa merugikan kesehatan dan moral. Menurut anggapannya
kontrasepsi adalah untuk menegakkan moral masyarakat.
Aliran ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala
Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia
belasan tahun. Kedua – duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri –
sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di
Inggris maupun di Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan Malthus
yang menyatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap
pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan pangan.
Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu negara bukanlah
tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap
kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan
penduduk yang terlalu cepat, tetapi kesalahan masyarakat itu sendiri seperti
yang terdapat pada negara – negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil
sebagaian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh
tersebut.
Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin – mesin
untuk menggantikan pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi
penduduk yang melarat bukan disebabkan oleh kekurangan bahan pangan, tetapi
karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi
menurut Marx dan Engels sistem kapitalisasi yang menyebabkan kemelaratan
9
tersebut. Untuk mengatasi hal – hal tersebut maka struktur masyarakat harus
diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosialis.
Aliran ini tidak sependapat dengan Malthus (bila tidak dibatasi
penduduk akan kekurangan makanan). Karl Marx dan Friedrich Engels (1834)
adalah generasi sesudah Maltus. Paham Marxist umumnya tidak setuju dengan
pandangan Maltus, karena menurutnya paham Maltus bertentangan dengan
nurani manusia.
10
menganjurkan untuk mengurangi jumlah penduduk dengan menggunakan cara-
cara “Preventif Check” yaitu menggunakan alat kontrasepsi. Kelompok yang
menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-
Malthusianism. Menurut kelompok ini (yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan
Paul Ehrlich), pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada
jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. dunia
baru sudah tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu
bertambah.
Paul Ehrlich dalam bukunya “The Population Bomb” pada tahun 1971,
menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini
sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua,
keadaan bahan makanan sangat terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia
di dunia ini lingkungan sudah banyak yang tercemar dan rusak.
Tahun 1960an dan 1970an foto-foto telah diambil dari ruang angkasa
dengan menunjukkan bumi terlihat seperti sebuah kapal yang berlayar dengan
persediaan bahan bakar dan bahan makanan yang terbatas. Pada suatu saat kapal
ini akan kehabisan bahan bakar dan bahan makanan tersebut sehingga akhirnya
malapetaka menimpa kapal tersebut.
Tahun 1871 Ehrlich menulis buku “The Population Bomb” dan
kemudian direvisi menjadi “The Population Explotion” yg berisi :
a. Sudah terlalu banyak manusia di bumi ini.
ini dilengkapi oleh Meadow (1972), melalui buku “The Limit to Growth” ia
menarik hubungan antara variabel lingkungan (penduduk, produksi pertanian,
produksi industri, sumber daya alam) dan polusi. Tapi walaupun begitu,
melapetaka tidak dapat dihindari, hanya manusia cuma menunggunya, dan
membatasi pertumbuhannya sambil mengelola alam dengan baik.
11
4. Teori Kependudukan Kontemporer
12
2) Arsene Dumont
3) Emili Durkheim
13
meningkatkan pendidikan dan keterampilan, dan mengambil
spesialisasi tertentu, keadaan seperti ini jelas terlihat pada kehidupan
masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.
14
berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi
kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi
manusia. Jika suatu jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan
mempertahankan diri dengan segala daya yang mereka miliki. Mereka
akan mengimbanginya dengan daya reproduksi yang lebih besar
(Iskandar, 1980).
5) Herman Khan
15
Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka
memperkirakan bahwa dunia ini mampu menampung 15 milliun orang
dengan pendapatan melebihi Amerika Serikat dewasa ini. Dunia tidak
akan kehabisan sumber daya alam, karena seluruh bumi ini terdiri dari
mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan
era ini disebut dengan era substitusi. Mereka mengkritik bahwa The
Limit to Growth bukan memecahkan masalah tetapi memperbesar
permasalahan tersebut.
b. Teori Teknologi
16
b. Angka kematian menurun,tingkat kelahiran masih tinggi—pertumbuhan
penduduk meningkat. Adanya Urbanisasi, usia kawin meningkat, Pelayanan
KB > Luas, pendidikan meningkat.
a. Komposisi penduduk
17
Tahap 2: Tahap pembangunan awal, di mana kemajuan dan pelayanan
kesehatan yang lebih baik menghasilkan penurunan angka kelahiran tak
terpengaruh karena jumlah penduduk naik.
B. PIRAMIDA PENDUDUK
1. Konsep
2. Kegunaan
18
Dengan melihat proporsi penduduk laki-laki dan perempuan dalam tiap
kelompok umur pada piramida tersebut, dapat diperoleh gambaran mengenai sejarah
perkembangan penduduk masa lalu dan mengenai perkembangan penduduk masa
yang akan datang. Struktur umur penduduk saat ini merupakan hasil kelahiran,
kematian dan migrasi masa lalu. Sebaliknya, struktur umur penduduk saat ini akan
menentukan perkembangan penduduk di masa yang akan datang. Indonesia telah
mengalami perubahan bentuk piramida yang disebabkan oleh penurunan kelahiran
dan penurunan kematian bayi beberapa dekade yang lalu.
Piramida penduduk dapat dibedakan pula atas tiga macam, yaitu ekspansif,
konstruktif,dan stasioner. Piramida ekspansif adalah piramida yang terjadi apabila
sebagian besar penduduk berada pada kelompok usia muda. Adapun piramida
konstruktif adalah piramida yang terjadi apabila kelompok usia muda jumlahnya
sedikit, sedangkan piramida stasioner adalah piramida yang terjadi apabila banyaknya
penduduk dalam setiap kelompok usia relatif sama.
Adapun yang dimaksud dengan komposisi penduduk adalah susunan atau tata
susun penduduk suatu negara atau suatu wilayah berdasarkan kriteria tertentu.
Komposisi penduduk dapat dikaji dengan tujuan sebagai berikut.
19
a. Setiap penduduk memiliki usia dan jenis kelamin yang berbeda sehingga
memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda pula.
20
a. Penduduk pada tiap kelompok umur hampir sama
21
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode
tertentu. Dalam definisi yang lain dijelaskan pertumbuhan ekonomi merupakan
terjadinya perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang
dan jasa diproduksi dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2004).
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi. Pengertian lain dipernah dijelaskan pertumbuhan ekonomi
ialah naiknya output perkapita dalam rentang waktu jangka panjang. (Boediono,
1985) definisi yang dikemukakan oleh Boediono paling tidak terdapat setidaknya tiga
poin yakni, (i) proses, (ii) output perkapita, (iii) jangka panjang. Pertumbuhan
ekonomi menggambarkan aspek dinamis yang memiliki makna yaitu melihat dan
mencermati perkembangan dari waktu ke waktu.
22
The law of diminishing return terungkap setelah penduduk semakin
bertambah begitu juga dengan produksi nasional, namun setelah jaman keemasan
tersebut mulai dirasakan bahwa semakin lama penduduk semakin bertambah,
sementara jumlah lahan tidak bertambah yang menyebabkan lahan terasa semakin
sempit. Setiap pekerja baru akan mendapatkan lahan yang semakin kecil untuk
digarap. Menurunnya rasio antara lahan yang digarap dengan jumlah pekerja yang
banyak akan menimbulkan penurunan marginal product sehingga akan
menurunkan upah riil. Adam Smith (dalam Arsyad, 2010) mengungkapkan unsur
pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga yaitu : pertama, sumberdaya
alam yang tersedia, kedua, sumberdaya manusia dan ketiga, akumulasi modal
yang harus dimiliki. Namun Smith lebih menekankan pada stok modal yang
merupakan unsur yang secara aktif menentukan tingkat output.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Ada
dua sisi hal yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya dan sisi jumlah
penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah
penduduk. Jadi proses kenaikan output per kapita, tidak bisa tidak, harus dianalisa
dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak, dan
jumlah penduduk dilain pihak (Boediono, 1992)
23
sehingga dapat mempertinggi produktifitas tenaga kerja. Dalam perkembangan
selanjutnya dengan adanya kenaikan tingkat produktifitas maka para pekerja akan
menuntut upah tinggi“
Teori tersebut memunculkan beberapa asumsi yaitu :
1. Seluruh tanah digunakan untuk produksi gandum dan angkatan kerja
dalam pertanian membantu menentukan distribusi industri
2. Berlakunya hukum : “ law of deminishing return “ bagi tanah
3. Persediaan tanah adalah tetap
4. Permintaan gandum benar – benar inelastik
5. Buruh dan Modal adalah masukan yang bersifat variabel
6. Keaadaan pengetahuan teknis adalah tertentu
7. Seluruh buruh dibayar dengan upah yang cukup untuk hidup secara
minimal
8. Harga penawaran buruh adalah tertentu
9. Permintaan akan buruh tergantung pada pemupukan modal
10. Terdapat persaingan sempurna
11. Pemupukan modal dihasilkan dari keuntungan.
24
3. Tuan tanah atau bangsawan, adalah golongan yang memikirkan sewa
saja dari golongan kapital atas areal tanah yang disewakan
David Ricardo mengemukakan beberapa teori, antara lain teori sewa tanah
(land rent); teori nilai kerja (labor theory of value) dan upah alami (natural
wages); dan satu lagi yang terkenal adalah teori keuntungan komparatif
(comparative advantage) dari perdagangan internasioanal.
25
mentah relatif konstan, maka Ricardo menyimpulkan bahwa yang
paling menentukan tingkat harga adalah tingkat upah alami, yang
besarnya hanya cukup agar para buruh dapat bertahan hidup saja
(secara subsiten).Selain itu, Ricardo mempertimbangkan kondisi
pekerja.yang mana jika standar kehidupan minimum meningkat, maka
upah minimum juga meningkat. Menurut Ricardo, ketika standar
umum kehidupan meningkat, upah minimum yang dapat dibayarkan
kepada pekerja juga meningkat. Dengan demikian, tingkat upah pada
abad ke-19 tidak akan sama dengan tingkat upah pada abad ke-20. Hal
ini mengisyaratkan bahwa Ricardo mengantisipasi adanya perubahan
perekonomian secara menyeluruh.
c. Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage)
Teori keunggulan komparatif (theory of comparative
advantage) merupakan salah satu teori yang paling terkenal dari
beberapa teori yang dikemukakan oleh David Ricardo.Menurutnya,
perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan
komparatif antarnegara.Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif
akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa
lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya.
Yang dimaksud dengan teori ini oleh Ricardo dijelaskan bahwa setiap
kelompok masyarakat atau Negara sebaiknya menghasilkan produk-
produk yang dihasilkan lebih efisien, selanjutnya kelebihan produksi
atas kebutuhan dapat diperdagangkan.Sebagai contoh, Indonesia dan
Malaysia sama-sama memproduksi kopi dan timah.Indonesia mampu
memproduksi kopi secara efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi
tidak mampu memproduksi timah secara efisien dan
murah.Sebaliknya, Malaysia mampu dalam memproduksi timah secara
efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi tidak mampu
memproduksi kopi secara efisien dan murah.Dengan demikian,
Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi kopi
dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi
timah. Perdagangan akan saling menguntungkan jika kedua negara
bersedia bertukar kopi dan timah.
26
Dalam teori keunggulan komparatif, suatu bangsa dapat meningkatkan
standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi
produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi.
E. BONUS DEMOGRAFI
27
64 tahun). Angka Rasio Ketergantungan ini menunjukkan beban tanggungan
penduduk usia produktif terhadap penduduk usia non produktif.
Pada saat angka rasio ketergantungan rendah, kondisi ini
memperlihatkan bahwa penduduk usia produktif hanya menanggung sedikit
penduduk usia nonproduktif. Angka rasio ketergantungan yang rendah akan
berimplikasi pada perekonomian negara yang dapat dijadikan sebagai sebuah
kesempatan untuk meningkatkan produktifitas sebuah negara. Kondisi ini
dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan sumber
daya manusia yang produktif yang akan mampu menghasilkan
pendapatanuntuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan tabungan
mereka yang pada akhirnya dapat dimobilisasi menjadi investasi (Maryati,
2015).
Jadi teori Bonus Demografi pada dasarnya merupakan sebuah teori
yang menghubungkan antara dinamika kependudukan dengan ekonomi.
Semakin sedikit jumlah usia nonproduktif yang harus ditanggung oleh
penduduk usia produktif akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang
lebih baik. Idealnya pertumbuhan ekonomi secara maksimalakan terjadi pada
saat Rasio Ketergantungan berada di bawah angka 50.Kondisi ini juga disebut
sebagai the window of opportunity (jendela kesempatan) ((KOMINFO,
2015)).
Adioetomo (2005) menyatakan bahwa perubahan dinamika demografi
dimana tingginya pertumbuhan penduduk usia kerja akan mempengaruhi
Gross Domestic Product per kapita sebuah negara yang juga akan berdampak
terhadap: 1. Jumlah penduduk usia kerja yang yang tinggi dan dapat diserap
oleh pasar kerja akan meningkatkan total output 2. Akan meningkatkan
tabungan masyarakat 3. Tersedianya sumber daya manusia dalam proses
pembangunan ekonomi Kondisi ini hanya akan terjadi sehingga bonus
demografi betul-betul dapat dimanfaatkan jika sebuah negara memenuhi
beberapa prasyarat, yaitu: 1. Pertambahan penduduk usia kerja dibarengi oleh
peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dari segi kesehatan maupun
pendidikan dan keterampilan serta serta peningkatan soft skill sehingga
mereka memiliki daya saing secara global. 2. Penduduk usia kerja dapat
diserap oleh pasar kerja yang Analisis Bonus Demografi Sebagai Kesempatan
Dalam Mengoptimal . 3. Tersedianya cukup lapangan kerja yang dapat
28
menyerap tenaga kerja yang tersedia Jika prasyarat di atas tidak dapat
terpenuhi yang akan terjadi adalah kebalikan dari bonus demografi
(Demographic Dividend) yaitu beban demografi (Demographic Burden).
Dimana banyaknya jumlah penduduk produktif yang tidak dapat terserapoleh
pasar kerja akan menjadi beban ekonomi sebuah Negara. Pada kondisi ini
tingkat pengangguran akan tinggi, sehingga penduduk usia kerja yang tidak
memiliki pekerjaan akan menjadi beban bagi penduduk yang bekerja.
Setiap negara hanya akan merasakan satu kali bonus demografi yang
hanya akan terjadi selama satu atau dua dekade saja. Hal ini disebabkan
karena seiring dengan berjalannya waktu, penduduk usia produktif akan
bertransformasi menjadi penduduk usia nonproduktif dan jumlahnya akan
terus bertambah. Hal ini akan berimplikasi pada rasio beban ketergantungan
yang akan meningkat dengan cepat. Beberapa Negara di dunia telah mampu
memaksimalkan bonus demografi yang mereka miliki sehingga saat ini
mereka muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia seperti Korea
Selatan, Taiwan dan Singapura. Semenjak tahun 2012,
Indonesia juga telah memasuki masa bonus demografi.Transisi
demografi ini terindikasi dari hasil sensus penduduk tahun 2000 yang
menunjukkan fakta signifikan tentang keberhasilan program KB (Keluarga
Berencana) yang dilaksanakan dimasa lalu. Fakta yang Nampak dari Sensus
Penduduk 2010 memperlihatkan bahwa penduduk berusia dibawah 15 tahun
hampir tidak bertambah; dimana pada periode tahun 1970-1980an
jumlahnyasekitar 60 juta dan hingga akhir tahun 2000 penduduk dalam
kelompok usia ini hanyameningkat menjadi 63-65 juta jiwa. Sebaliknya,
penduduk usia 15 – 64 tahun pada tahun 1970 jumlahnya mencapai 63- 65 juta
dan telah berkembang menjadi lebih dari 133 – 135 juta, atau mengalami
kenaikan dua kali lipat selama 30 tahun (Maryati, 2015). Selanjutnya maryati
(2015) memaparkan, jika dilihat dari ratio dependency, tampak bahwa tingkat
ketergantungan penduduk Indonesia memperlihatkan trend yang menurun,
dimana pada tahun 1970an nilai dependency ratio Indonesia berkisar antara
85-90 per 100 danpada tahun 2000 menurun hingga ke level 54- 55 per 100.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 juga memperlihatkan proporsi penduduk
usia produktif yang besar dimana mencapai 66 persendari total penduduk
Indonesia. Sedangkan jumlahpenduduk usia muda (15-24 tahun) hanya 26,8
29
persen atau 64 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk usia produktif tersebut
menyebabkan semakin kecilnyanilai angka ketergantungan menjadi 51.Hal ini
berarti 100 penduduk usia produktif menanggung 51 orang penduduk
takproduktif. Menurut United Nations transisidemografi yang terjadi pada
beberapadekade terakhir di Indonesia akanmembuka peluang bagi Indonesia.
Kualitas sumber daya manusia menjadi topik yang sering
diperbincangkan saat sebuah negara merayakan ulang tahun kemerdekaannya,
termasuk Indonesia. Setelah 75 tahun Indonesia merdeka, sebuah riset dari
Kementerian Kesehatan menemukan bahwa penyakit tidak menular (PTM),
seperti stroke, penyakit jantung iskemik (penyempitan pembuluh darah),
diabetes dan sirosis hati, yang biasa dialami oleh penduduk lanjut usia (lansia)
juga ditemukan di kelompok usia produktif dan bahkan usia 10-14 tahun.
Saat ini Indonesia telah memasuki periode “beban ganda penyakit”
karena terjadi peningkatan kejadian penyakit tidak menular yang disebabkan
oleh gaya hidup berisiko seperti pola makan yang kaya lemak dan gula, serta
kebiasaan merokok, di tengah masih tingginya penyakit menular. Hasil
analisis Kajian Sektor Kesehatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
yang kami tulis dan terbit tahun lalu, menunjukkan bahwa beban ganda
penyakit akan berpengaruh pada hilangnya produktivitas penduduk usia kerja.
Ini dapat mengancam pencapaian bonus demografi, yaitu pertumbuhan
ekonomi yang didorong jumlah penduduk usia produktif (15-64) yang lebih
banyak dibanding anak-anak dan lansia. Jika penduduk usia produktif
Indonesia menderita berbagai penyakit, mereka tidak bisa bekerja secara
maksimal sesuai dengan potensi terbaiknya. Bisa jadi mereka harus menjalani
perawatan atau mengalami keterbatasan tenaga, dan juga mengeluarkan
banyak biaya untuk berobat. Jika kondisi ini berlanjut, produktivitas penduduk
suatu negara akan terganggu.
30
muda. Jika gaya hidup lebih sehat dan keselamatan lalu lintas ditingkatkan,
kehilangan masa produktif itu bisa dicegah.
Bonus demografi pertama dan kedua
Teori Transisi Demografi mengatakan bahwa setiap negara mengalami
perubahan pola kematian dan kelahiran yang kemudian memengaruhi
pertumbuhan penduduk. Penurunan angka kelahiran, karena semakin
sedikitnya jumlah anak dalam satu keluarga, dan peningkatan usia harapan
hidup (UHH), karena penurunan kematian akibat penyakit menular serta
semakin baiknya kondisi kesehatan ibu dan anak, menyebabkan perubahan
struktur umur penduduk di Indonesia. Ini pada gilirannya berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dampak perubahan struktur umur penduduk terhadap ekonomi tersebut
dikenal dengan bonus demografi. ‘Bonus’ atau keuntungan ekonomi tersebut
diperoleh melalui peningkatan pendapatan per kapita, yaitu rata-rata
pendapatan penduduk suatu negara, atau akumulasi aset. Dalam demografi,
potensi bonus demografi tersebut tercermin dari perubahan angka Rasio
Ketergantungan (RK), yang menunjukkan banyaknya penduduk usia anak dan
lansia dibandingkan jumlah penduduk usia kerja. RK memberikan gambaran
berapa orang yang menjadi tanggungan ekonomi bagi masyarakat produktif.
Sebuah negara akan mendapatkan keuntungan ekonomi ketika RK mengalami
penurunan.
RK Indonesia menurun sejak akhir 1970-an dan diperkirakan terus
menurun hingga mencapai titik terendah pada 2020-2035. Pada awal 1970-an,
5 orang penduduk usia produktif menanggung 4 orang penduduk usia anak.
Kini, 5 orang penduduk usia produktif menanggung 2 orang anak tapi
ditambah dengan 1 orang lansia. Penurunan Rasio Ketergantungan
memunculkan dua “jendela kesempatan” meraih bonus demografi.
Bonus demografi pertama diraih saat terjadi peningkatan pendapatan
per kapita sebagai hasil dari peningkatan penduduk usia produktif relatif
terhadap usia non-produktif. Namun demikian, bonus ini bersifat sementara
atau transisi. Sementara bonus demografi kedua dapat diraih setelah penduduk
usia kerja mengakumulasi aset melalui investasi dan tabungan hari tua untuk
membiayai konsumsi masa tua. Kedua bonus dapat optimal jika sumber daya
manusia berkualitas, sehat, dan produktif.
31
Indonesia saat ini merupakan negara dengan jumlah penduduk
terbanyak keempat di dunia. Jumlah penduduk di Indonesia berjumlah
237.641.236 juta jiwa menurut Sensus Penduduk tahun 2010. Pada tahun 2015
melalui SUPAS 2015, jumlah penduduk Indonesia sudah berjumlah
255.182.144 juta jiwa. Sebanyak 171.030.112 atau sekitar 67% merupakan
penduduk yang termasuk usia kerja dengan rentang usia antara 15-64 tahun.
Berdasarkan data tersebut, Indonesia mempunyai potensi yang tidak dimiliki
oleh bangsa lain yaitu bonus demografi.
Banyaknya penduduk usia produktif di Indonesia merupakan suatu
keuntungan bagi bangsa Indonesia. Saat ini banyak perusahaan asing, bahkan
perusahaan dunia, yang membuka pabrik produksinya di Indonesia. Mengapa
perusahaan tersebut tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia?
Terkait dengan jumlah penduduk usia produktif yang banyak, sesuai hukum
ekonomi yang menyebutkan jika demand (permintaan) rendah sedangkan
supply (penawaran) tinggi maka harga pasar menjadi rendah, hal ini menjadi
daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia
karena sumber daya manusia yang tersedia melimpah sedangkan upah yang
diberikan rendah. Selain itu, sifat masyarakat Indonesia yang konsumtif juga
turut memberikan andil dalam menarik investor untuk menanamkan modal di
Indonesia.
Adanya penanaman modal oleh asing yang berakibat pada terciptanya
lapangan kerja serta jumlah penduduk usia produktif yang banyak bisa
berimbas pada pertumbuhan ekonomi. Jika mereka produktif akan mendorong
penciptaan output yang lebih besar yang tentunya akan membuat pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi lagi. Struktur penduduk Indonesia yang didominasi oleh
penduduk usia produktif menuntut pemerintah untuk bisa memanfaatkan
sumber daya alam yang tersedia dengan sebaik-baiknya.
Terbatasnya sumber daya alam bukan berarti bencana, dengan bonus
demografi diharapkan Indonesia menjadi negara yang tidak selalu mengekspor
barang mentah namun bisa mengolahnya menjadi barang setengah jadi bahkan
menjadi barang jadi sebelum kemudian diekspor ke luar negeri.
Namun, bonus demografi juga bisa menjadi bumerang yang justru
memberikan efek domino bagi bangsa Indonesia. Banyaknya penduduk usia
kerja tidak selalu mendatangkan keuntungan tapi juga bisa mendatangkan
32
masalah. Pengangguran merupakan masalah awal yang ditimbulkan dari bonus
demografi tersebut. Ketika jumlah pencari kerja yang banyak tidak diimbangi
dengan penyediaan lapangan kerja yang bisa menampung seluruh tenaga kerja,
yang terjadi selanjutnya adalah tidak terserapnya tenaga kerja tersebut yang
mengakibatkan terjadinya pengangguran.
Banyak faktor yang menyebabkan tenaga kerja tersebut tidak terserap
dengan baik, diantaranya disebabkan karena terbatasnya lapangan kerja dan
tingkat keterampilan atau kemampuan pekerja yang kurang. Lapangan kerja
yang terbatas berkaitan erat dengan karakteristik orang Indonesia yang lebih
senang untuk menggantungkan diri terhadap pekerjaan dan cenderung mencari
pekerjaan untuk menjadi pekerja atau karyawan daripada menjadi seorang
pengusaha untuk membuka lapangan kerja.
Keterampilan dan kemampuan pekerja yang kurang cukup membuat
mereka kalah bersaing di pasar dan tidak memiliki daya saing sehingga
menjadi pengangguran. Setelah pengangguran terjadi, masalah yang terjadi
selanjutnya adalah pemukiman kumuh. Semakin banyak orang tentu ruang
gerak dan kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat sedangkan lahan yang
ada terbatas. Pemukiman kumuh kemudian menimbulkan masalah baru, yaitu
masalah sosial dan kebersihan. Penduduk usia kerja yang kalah saing tersebut
kemudian berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibat kalah
bersaing, yang bisa mereka lakukan adalah dengan melakukan kejahatan yang
meresahkan masyarakat, sehingga tidak heran di kota besar banyak ditemui
preman dan kasus kejahatan lainnya.
Pemukiman kumuh yang ada juga memberikan masalah pada
kebersihan kota. Pemukiman kumuh umumnya berada pada pinggiran kota
dengan kondisi yang kurang layak serta sampah yang berserakan di segala
tempat. Akibat dari masalah kebersihan adalah masalah kesehatan. Kondisi
lingkungan yang tidak layak huni dan kotor membuat masyarakat yang tinggal
di daerah tersebut mengalami masalah kesehatan.
33
pekerjaan. Penyebabnya tentu karena kualitas dan daya saing yang dirasa
belum siap, yang disebabkan karena masih rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia. Kemudian permasalahan berikutnya pada masa yang sama yakni
pada tahun 2046 mendatang, menurut masyarakat Indonesia juga akan
mengalami aging population yang tumbuh secara pesat. Sehingga pemerintah
juga harus mempersiapkan untuk mengatasi masalah ini dan sekaligus juga
berusaha agar Indonesia sudah bisa keluar dari middle income trap menjadi
negara maju yang berdaulat.
Keuntungan dari banyaknya jumlah penduduk di usia yang produktif
ini dinamakan dengan bonus demografi. Kedepannya pemerintah Republik
Indonesia akan membuat sebuah kebijakan dari keuntungan dari bonus
demografi yang dimiliki, salah satunya dengan cara meningkatkan mutu
pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Sehingga diharapkan
kedepannya masyarakat Indonesia bisa menjadi masyrakat yang maju, dan
dengan pendapatan perkapita yang tinggi.
Hal ini tentu juga harus mendapatkan dukungan infrastruktur yang
merata agar dapat mempermudah akses distribusi. Sehingga masyarakat yang
berada di pelosok atau di pedalaman dapat berkontribusi juga dalam
berpartisipasi memajukan perekonomian Indonesia. Saat ini kita memang
sudah membagi sebutan generasi menjadi generasi X, Y, dan Z, yang
digunakan untuk mengelompokkan usia penduduk. Pola kerja generasi
milenial yang tidak bisa menetap di satu tempat dan suka berpindah-pindah,
menjadi sebuah tantangan baru bagi pemerintah agar dapat memperoleh
keuntungan bonus demografi masyarakat generasi muda.
Namun yang perlu kita ingat adalah sesuatu hal yang positif pastinya memiliki
dampak negative juga. Bonus demografi yang dimiliki oleh Indonesia pada
suatu saat dapat menjadi sebuah permasalahan juga. Salah satunya ada pada
sistem pemerintahan yang tidak dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan
memberikan akses serta sarana berupa lapangan pekerjaan yang cukup, untuk
dapat memperkerjakan para generasi yang akan datang.
34
dalam struktur sosial, sikapsikap masyarakat, dan lembaga-lembaga nasional
termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan dan kemiskinan absolut. Keyfit dan Nitisastro (1997) menjelaskan
bahwa tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara adalah memperoleh susunan
ekonomi sedemikian rupa sehingga dapat terjamin suatu tingkat hidup yang setinggi-
tingginya bagi seluruh warganegara.
Tingkat hidup dalam suatu negara biasanya diukur dengan pendapatan rata-
rata tiap orang berdasarkan pembangunan nasional. Meskipun demikian,
bertambahnya hasil produksi belum berarti naiknya tingkat penghidupan, apabila
pertambahan penduduk melebihi tingkat pertambahan produksi. Sasaran
Pembangunan adalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti yang diamanatkan oleh
Pancasila.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan terciptanya stablitas nasional yang
sehat dan dinamis. Pemertaan pembangunan akan cepat dirasakan penduduk apabila
kesempatan kerja tersedia dengan baik dan sesuai dengan kondisi masyarakat.
Kesempatan kerja yang tercipta untuk penduduk dapat menghasilkan pendapatan yang
akan digunakan untuk menikmati hidup yang layak dan meningkat dari masa ke masa
1. Teori Pre Malthusian
Pada masa sebelum Malthus hanya adalah satu pandangan mengenai
penduduk, yaitu bahwa reproduksi dipandang sebagai suatu usaha untuk mengganti
penduduk yang meninggal karena tingkat kematian yang tinggi. Meskipun demikian,
aplikasi dari pandangan tersebut mengandung berbagai perberbedaan antar tempat dan
waktu.
Diantara perbedaan tersebut diberikan sebagai berikut:
500 SM (pada zaman Cina Kuno) dipelopori oleh Confusius (Seorang
pemikir Cina), berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk dapat
menurunkan nilai output pertenaga kerja, menurunkan tingkat
kehidupan masyarakat dan menimbulkan perselisihan. Mereka juga
mengemukakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk
mempertahankan hubungan yang ideal rasio antara manusia dengan
luas lahan (man-land ratio). Alternatif untuk melakukan hal tersebut
adalah dengan memindahkan penduduk dari daerah yang kelebihan
35
penduduk (overpopulated) ke daerah yang kurang penduduk
(underpopulated areas).
300 SM Plato dalam “The Laws” menekankan bahwa kestabilan
penduduk (dalam konteks rasio manusia dan lahan) merupakan faktor
yang penting untuk mencapai kesempurnaan manusia. Jadi, Plato
merupakan pemikir yang paling awal yang mengemukakan doktrin
bahwa kualitas manusia lebih penting daripada kuantitasnya.
Optimalisasi ratio manusia dan lahan ini juga dikemukakan oleh
Aristoteles pada periode yang sama.
50 SM Kekaisaran Romawi pada masa Kaisar Julius dan Agustus,
menganut paham pronatalis. Kaisar berpandangan bahwa pertumbuhan
penduduk merupakan hal perlu untuk mengganti korban perang dan
juga untuk menjamin jumlah penduduk yang cukup untuk menjajah
daerah jajahan.
354 – 430 M Setelah kekaisaran Romawi jatuh, pandangan yang dianut
adalah antinatali. Augustine percaya bahwa keperawanan merupakan
keberadaan manusia yang paling tinggi. Kepercayaan semacam ini
mengakibatkan orang menunda atau bahkan tidak melakukan sama
sekali hubungan kelamin. Akibatnya adalah fertilitas turun.
Abad 17 Ditandai dengan munculnya Mercantilisme. Pertumbuhan penduduk
dipandang sebagai hal yang penting untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Sebagaimana yang dikemukakan penulis seperti Süssmilch di Jerman, kemakmuran
negara sama dengan produksi total dikurang dengan upah yang diterima pekerja.
Karena tingkat upah cenderung turun sebagai akibat meningkatnya angkatan kerja,
maka negara-negara dengan pertumbuhan penduduk tinggi akan mendapatkan
keuntungan.
Abad 18 Doktrin pronatalis dari Mercantilis ternyata tidak sesuai dengan
kenyataan, pertumbuhan penduduk yang tinggi ternyata tidak berhubungan dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetapi malah meningkatkan kemiskinan. Kritik
terhadap pandangan Mercantilis ini muncul dari aliran physiocratic, yang berpendapat
bahwa bukan penduduk, tetapi tanahlah yang menjadi bagian terpenting dari kekayaan
suatu negara. Salah satu tokoh terkenal yang menganut paham ini adalah Adam
Smith. Dia berpendapat bahwa sesungguhnya ada hubungan yang harmonis dan alami
36
antara pertumbuhan dan pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan penduduk
tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa jumlah
penduduk dipengaruhi oleh permintaan terhadap tenaga kerja (demand for labor) dan
permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh produktivitas lahan.
37
Jumlah penduduk yang besar kalau kualitasnya rendah tidak akan dapat
memberi dukungan positif pada pembangunan, yang terjadi justru akan menjadi beban
pembangunan. Bahkan, bukan tidak mungkin hasil-hasil pembangunan yang telah
dicapai akan sirna begitu saja apabila jumlah penduduk yang besar pertumbuhannya
juga tinggi.
Oleh karena itu, akan sangat ideal apabila jumlah penduduk yang ada harus
sesuai dengan daya dukung dan daya tampung dengan laju pertumbuhan penduduk
(LPP) yang terkendali dikuti dengan kualitas sumber daya manusia yang handal (baca
kompeten). Guna mengatasi masalah kependudukan di Indonesia yang demikian
kompleks, serta sebagai tindak lanjut dari keberadaan undang-undang nomor 52
Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga,
pemerintah baik di level pusat maupun daerah perlu menyusun GDPK yang dapat
memberikan arah kebijakan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di
bidang kependudukan.
Sistimatika dan struktur penyusunan GDPK ini terdiri dari lima aspek
pembangunan kependudukan, meliputi : (1) Pengendalian Kuantitas Penduduk, (2)
Peningkatan Kualitas Penduduk, (3) Pengarahan Mobilitas Penduduk, (4)
Pembangunan Keluarga, (5) Pengembangan Data Base Kependudukan. Khusus
Pemerintah Pusat sejak tahun 2012, telah menyusun GDPK yang diterbitkan oleh
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sedangkan Pemerintah
Daerah (PEMDA), sejak diterbitkannya Perpres 153 tahun 2014, sebagian PEMDA
sudah mulai ada yang menyusun GDPK, namun saat direview dokumennya yang
disajikan baru sebatas satu aspek yakni pengendalian kuantitas penduduk dan/atau
proyeksi kependudukan.
GDPK disusun memiliki 8 (delapam) tujuan, yakni:
(1) Mewujudkan kualitas penduduk dalam aspek kesehatan, pendidikan,
sosial, budaya berlandaskan iman dan taqwa, sehingga mampu berdaya saing
dalam menghadapi tantangan kemajuan,
(2) Mewujudkan kuantitas penduduk yang ideal, serasi dan seimbang sesuai
dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan,
(3) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada wawasan
kependudukan dan lingkungan,
(4) Mewujudkan kesejahteraan penduduk melalui penanggulangan kemiskinan
dan perluasan kesempatan kerja dan penyediaan lapangan kerja,
38
(5) Mewujudkan pengarahan mobilitas penduduk secara merata antar wilayah
kecamatan,
(6) Mewujudkan keluarga yang berketahanan, sejahtera, sehat, maju, mandiri
dan harmonis yang berkeadilan dan berkesetaraan gender serta mampu
merencanakan sumber daya keluarga,
(7) Mewujudkan tercapainya bonus demografi melalui pengendalian kuantitas
dan peningkatan kualitas penduduk,
(8) Mewujudkan data dan informasi kependudkan yang akurat (valid) dan
dapat dipercaya serta terintegrasi melalui pengembangan sistem informasi data
kependudukan.
Untuk menyusun GDPK, dapat melibatkan pihak eksternal yang memiliki
kompetensi dalam penyusunan dokumen dan/atau dikerjakan secara swakelola oleh
OPD, seperti Bappeda bersama OPD KB dan OPD lainnya. Kemudian ada beberapa
tahapan yang perlu dilakukan, mulai dari membentuk kelompok kerja (Pokja)
penyusunan GDPK, yang terdiri dari 5 bidang pokja yang melibatkan sektor terkait,
dan menguatkan keberadaan Pokja dengan surat keputusan kepala daerah (Bupati,
Walikota) agar memperoleh dukungan yang kuat atau komitmen politis yang tinggi
dari pemerintah daerah, dalam hal ini lintas sektor, yakni Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) yang memiliki tugas pokok dan fungsi beririsan langsung dengan
dokumen GDPK, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan
OPD lainnya.
Seluruh pilihan akan pelibatan pihak ekternal maupun internal, dan proses
tahapan tersebut, tentunya sangat dipengaruhi akan ketersediaan anggaran untuk
penyusunan dokumen startegis GDPK tersebut. Selain itu mengadakan pertemuan,
koordinasi intern dan rapat-rapat untuk menyusun draf awal GDPK,
menyelenggarakan Workshop guna menyempurnakan Draf GDPK, koordinasi
ekstern untuk memperoleh masukan dari sektor terkait, seminar eksekutif yang
melibatkan pimpinan daerah untuk memperoleh masukan dan legal aspek hingga
kegiatan sosialisasi GDPK kepada para pengelola Program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), jajaran legislative (DPRD),
eksekutif (lintas sektor, baca OPD) dan Lembaga yudikatif serta keberbagai media
massa baik cetak maupun elektronik, termasuk Organisasi Masyarakat Sipil (OMS).
39
Bentuk -- bentuk sosialisasi ini bisa berupa Talkshow, orientasi, lokakarya,
fokus group diskusi, sarasehan dan model pertemuan dan dialog lainnya.
wallahu'alam bisshowab.
40
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ada banyak teori penduduk yang dikemukakan oleh para ahli salah satunya
adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824. Beliau
memfokuskan pada pertumbuhan penduduk yang pesat dan tersedianya bahan
makanan.
3. Ada 3 macam bentuk piramida penduduk yaitu bentuk limas (expansive) usia
muda lebih banyak, sehingga pertumbuhan penduduk sangat tinggi. Cth negara
Indonesia, bentuk granat (stasioner) usia muda relatif sama dengan usia
dewasa, sehingga pertumbuhan penduduk kecil. Cth negara AS dan Belanda,
dan bentuk nisan (constructive) usia tua lebih banyak dari usia muda, sehingga
jumlah penduduk mengalami penurunan.
41
sehingga dapat terjamin suatu tingkat hidup yang setinggi-tingginya bagi
seluruh warganegara.
42
DAFTAR PUSTAKA
43