Anda di halaman 1dari 11

LOGBOOK 2

KONSEP DASAR KEPERAWATAN II DIABETES MELITUS


(KDK II DM)

LOGBOOK :
2.1 MANAJEMEN DIABETES:
MODIFIKASI GAYA HIDUP 
2.1.1 Pengendalian BB
2.1.2 Olahraga
2.1.3 Diet

Nama Mahasiswa: Nindie Tresia

Logbook S.Tr. Keperawatan 1


LOGBOOK 2.1
Manajemen:
Modifikasi Gaya Hidup

Tujuan
Setelah pembelajaran manajemen modifikasi gaya hidup, peserta didik diharapkan mampu :
1. Mengidentifikasi tujuan manajemen modifikasi gaya hidup
2. Menyebutkan kriteria pengendalian DM

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aktivitas 2.1.1 (Pengendalian BB)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Soal 1
Berikan tanda  pada kolom B (Benar) atau S (Salah) sesuai dengan pernyataan tentang tujuan
manajemen DM pada tabel di bawah ini.
No. Pernyataan B S
1 Manajemen diabetes terutama dilakukan melalui modifikasi gaya 
hidup berupa pengendalian berat badan yang dapat dicapai dengan
olahraga dan pengaturan diet.
2 Lemak yang berlebih pada obesitas akan menyebabkan resistensi 
insulin.
3 Upaya menurunkan berat badan dan meningkatkan massa otot akan 
mengurangi jumlah lemak sehingga tubuh dapat memanfaatkan insulin
dengan lebih baik.

Berikan masing-masing alasan dari jawaban Saudara di atas.


1. Benar, karena dengan memodifikasi gaya hidup berupa pengendalian berat badan yang
dapat dicapai dengan berolahraga betujuan untuk membakar cadangan lemak yang
berlebihan dalam tubuh, karena lemak dan gula berbahaya bagi mereka yang beresiko
kena diabetes, dengan berolahraga teratur 30 menit setiap hari dapat membantu
menurunkan kadar gula darah.
2. Benar, karena kelebihan berat badan juga dapat meningkatkan risiko diabetes dan
obesitas mengakibatkan gangguan kerja insulin
3. Benar,ketika mulai melatih otot-otot,otot membutuhkan lebih banyak bahan bakar dan
mulai menggunakan glukosa.Semakin otot dilatih semakin banyak glukosa yang mereka
butuhkan. Tempat pertama otot mendapatkan ini adalah glikogen yang disimpan dalam
otot itu sendiri tetapi ini segera habis dan kemudian mulai menggunakan glukosa dari
aliran darah.Jika itu habis, ada hati untuk diandalkan.

Soal 2
Logbook S.Tr. Keperawatan 2
Tabel 2.1.1 berikut ini memuat kriteria pengendalian DM. Isi kotak yang masih kosong
dengan informasi yang benar.

Tabel 2.1.1 Kriteria Pengendalian DM

Kriterian Pengendalian DM
No. Pemeriksaan
Baik Sedang Buruk
1 Glukosa darah puasa (mg/dL) 80-100 100-125 ≥ 126
2 Glukosa darah 2 jam PP (mg/dL) 110-144 145-179 ≥180
3 A1C <6,5 6,5-8 >8
4 Kolesterol total (mg/dL) <200 200-239 ≥240
5 Kolesterol LDL (mg/dL) <100 100-129 ≥130
6 Kolesterol HDL (mg/dL) >45
7 Trigliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200
8 IMT (kg/m2) 18,5-22,9 23-25 >25
9 Tekanan darah <130/80 130-140/80- >140/90
90

Jelaskan masing-masing jenis pemeriksaan di atas dan mengapa dilakukan ?


1. Gula Darah Puasa (GDP)

Tes GDP biasa dilakukan pertama kali untuk memeriksa apakah Anda mengalami
pradiabetes atau diabetes. Seperti namanya, pemeriksaan GDP mewajibkan Anda untuk
puasa selama 8 jam sebelum tes. Karena cek gula darah puasa dilakukan pagi hari, maka
pasien diminta tidak makan dan minum pada malam hari. Hasil pemeriksaan
menunjukkan kurang dari 100 mg/dL, artinya gula darah normal. Jika hasil menunjukkan
angka di atas 126 mg/dL maka masuk kategori diabetes. Hasil dengan angka 100 sampai
126 mg/dL, digolongkan dalam pradiabetes. Pasien yang menunjukkan hasil pradiabetes
harus melakukan perubahan pola makan dan gaya hidup agar tidak meningkat menjadi
diabetes.
2. Gula Darah 2 Jam Setelah Makan
Tes gula darah 2 jam setelah makan merupakan lanjutan dari gula darah puasa. Pasien
diambil sampel darahnya setelah puasa 8 jam penuh, dan akan  diminta untuk makan
dengan jumlah kalori yang ditentukan. Selang 2 jam setelah makan, kadar gula darah
akan diperiksa kembali. Selain mendiagnosis diabetes, pemeriksaan ini digunakan untuk
mengecek apakah insulin atau obat-obatan yang diberikan dokter sudah dalam dosis yang

Logbook S.Tr. Keperawatan 3


sesuai. Disebut normal jika kurang dari 140 mg/dL, pradiabetes jika 140-200 mg/dL, dan
kategori diabetes jika atas 200 mg/dL.

3. Hemoglobin glikosilat (HbA1c)

Molekul glukosa berikatan dengan HbA1, yang merupakan bagian dari hemoglobin A.
Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hempglobin
A1. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Pembentukan HbA1
terjadi dengan lambat, yaitu selama 120 hari, yangmerupaka entang hidup sel darah
merah. Uji ini dihunakan terutama sebagai alat ukur keefektifan terapi diabetik. Kadar
gula darah puasa mencerminkan kadar glukosa darah, saat pertama kali puasa; sedangkan
Hgb atau HbA1c merupakan indikator yang lebih baik untuk pengendalian diabetes
melitus (Kee, 2008).

Nilai Rujukan Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) :

Hemoglobin Glikosilat total: 5,5–9% dari total Hb.

Dewasa:HbA1c:Nondiabetik:2–5 %;Diabetik terkontrol:2,5-6%; Rata-rata tinggi: 6,1-


7,5%; Diabetik tidak terkontrol: >8%.

Anak-anak : HbA1c: Nondiabetik: 1,5-4% (Kee, 2008)

4. Kolestrol Total

Kolesterol merupakan salah satu jenis lipid yang ditemukan pada membran sel, dan
disirkulasikan dalam plasma darah. Sekitar 80% dari tubuh kolesterol diproduksi oleh
hati, sisanya berasal dari diet makananan yang dimakan (Yoviana. Y, 2012). Tubuh
memerlukan kolesterol untuk membuat hormon dan pertumbuhan sel, sehingga kadar
kolesterol dalam darah pada tingkat yang dianggap normal yang sesuai dengan NCEP
(National Cholesterol Education Program) sekitar 200 mg/dL atau kurang. Kadar
kolesterol 200 - 239 mg/dL dianggap berisiko sedang dan jika melebihi 240 mg/dL ke
atas berisiko tinggi yang menyebabkan terjadinya stroke (Soeharto. I, 2004).

5. Kolestrol LDL

LDL kolesterol memiliki kecenderungan melekat di dinding pembuluh darah sehingga


dapat menyempitkan pembuluh darah, terutama pembuluh darah kecil yang menyuplai
makanan ke jantung dan otak. Kadar LDL kolesterol berlebihan akan mengendap pada
dinding pembuluh darah arteri dan membentuk plak serta menimbulkan dan
menyebabkan penumpukan lemak yang memicu aterosklerosis (pengerasan dan

Logbook S.Tr. Keperawatan 4


penyumbatan timbunan lemak semakin lama semakin tebal dan keras). Plak terlepas
dapat menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan stroke (Durstine. L, 2012).

6. Kolestrol HDL

HDL (high density lipoprotein) berfungsi mengangkut kolesterol dari pembuluh darah
membersihkan dan mengangkut timbunan lemak dari dinding pembuluh darah ke hati
atau jaringan lain yang menuju hati untuk dikeluarkan sebagai asam empedu. Protein
utama yang membentuk HDL adalah Apo-A (apoliprotein), HDL mempunyai
kandungan lemak lebih sedikit. HDL kolestreol menurut pedoman NCEP ATP III
(National Chloesterol Education Program, Adult Panel Traeatmaent III) harus lebih
tinggi dari 40 mg/dL untuk laki laki dan di atas 50 mg/dL untuk perempuan ( Prakoso.A,
2012).

Kadar HDL kolesterol rendah dapat meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah.
Pembentukan bekuan darah dalam arteri karotis bisa menyebabkan resiko stroke. Kadar
HDL kolesterol terlalu rendah sama bahayanya dengan memiliki kadar LDL kolesterol
terlalu tinggi. Kadar HDL kolesterol yang terlalu rendah yang diiringi kadar LDL
kolesterol yang tinggi dapat memicu pembentukan plak dalam pembuluh arteri, dan
berpotensi menghambat aliran darah ke semua organ, dan otak. HDL kolesterol rendah
disebabkan antara lain merokok, obesitas dan kurang berolah raga (Yoviana.S, 2012).

7. Trigliserida
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang dibawa dalam aliran darah dan juga
merupakan zat yang disimpan di dalam jaringan sebagai hasil dari konversi sebagian
besar jenis lemak di dalam tubuh, yang berbentuk partikel lipoprotein (Soeharto.I, 2004).
Kadar trigliserida akan dipengaruhi makanan yang masuk sebelum test darah, banyak
kondisi medis yang bisa memicu tingginya kadar trigliserida termasuk diabetes yang tidak
terkontrol, diuretik kortikostreoid atau kebanyakan alkohol. Kadar trigliserida menurut
panduan NCEP (National Cholesterol Education Program) yang normal adalah kurang
dari 150 mg/dL, 150-199 mg /dl dianggap beresiko sedang, sedangkan 200 mg / dl ke atas
beresiko tinggi. Kadar trigliserida yang tinggi, dan disimpan di bawah kulit sebagai bahan
dasar pembentukan VLDL (very low densty lipoprotein) di hati yang akan masuk ke
dalam cairan darah (Soeharto.I, 2004).
8. IMT (Indeks Masa Tubuh)

Bertujuan untuk mengendalikan berat badan agar menvegah terjadinya besitas


yang beresiko menimbulkan berbagai macam penyakit. Formula perhitungan BMI

Logbook S.Tr. Keperawatan 5


berdasarkan WHO adalah berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi
badan dalam meter (kg/m2). BMI digunakan untuk mengukur prevalensi populasi
overweight dan obesitas, karena merupakan ukuran klinis kelebihan lemak tubuh, tanpa
memandang jenis kelamin. BMI dapat memberikan penilaian yang lebih baik tentang
jumlah lemak tubuh dibandingkan berat badan saja dan merupakan prediktor
independen terkait risiko perkembangan diabetes melitus tipe 2, hipertensi dan
dislipidemia. Penurunan berat badan sekurangnya 5% dari total berat badan dapat
secara signifikan memperbaiki tekanan darah, kadar lipid, dan toleransi glukosa pada
pasien overweight dan obesitas (DiPiro dkk., 2008).

9. Tekana Darah

Bertujuan untuk mengukur tekanan pada pembuluh darah arteri ketika jatung
berdenyut. Setiap waktu jantung berdetak (± 60–70 kali/menit ketika tubuh beristirahat),
memompa darah keluar jantung menuju ke arteri. Tekanan darah (TD) arteri adalah
tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam satuan milimeter air raksa (mmHg). Siklus
jantung terdiri dari 1 periode relaksasi yang disebut diastolik, yaitu periode pengisian
jantung oleh darah, kemudian diikuti oleh 1 periode kontraksi yang disebut sistolik, yaitu
periode pemompaan darah keluar jantung menuju ke arteri. Dua nilai TD arteri yang
umum diukur adalah tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD).
TDS mewakili nilai puncak tekanan darah. TDD mewakili nilai terendah tekanan darah.
Perbedaan antara TDS dan TDD disebut tekanan denyut nadi dan menunjukkan seberapa
besar ketegangan dinding arteri. Rata-rata tekanan arteri (mean arterial presure— MAP)
adalah tekanan rata-rata sepanjang siklus kontraksi dan relaksasi jantung. MAP
digunakan secara inis untuk mewakili tekanan darah arteri keseluruhan Selama siklus
jantung, waktu pemompaan dihabiskan dalam diastol dan dalam sistol.

Soal 3
.
Identifikasi dan uraikan pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan oleh klien
DM (selain pemeriksaan laboratorium di atas).

1. Tes Benedict

Pada tes ini digunakan reagen Benedict, dan urin sebagai spesimen. Tes ini lebih
bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan DM, kadar glukosa
darah sangat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomelurus ginjal, sehingga pada
akhirnya, ginjal mengalami “kebocoran” dan dapat berakibat terjadinya Renal Failure

Logbook S.Tr. Keperawatan 6


atau gagal ginjal. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya penanganan yang benar untuk
mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi, maka akan terjadi berbagai komplikasi
sistemik yang pada akhirnya menyebabkan kematian karena gagal ginjal kronik.
Interpretasi

0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa. Bukan DM

+1 = Berwarna Hijau. Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM stadium dini/awal

+2 = Berwarna Orange. Ada Glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah


mendukung/sinergis, maka termasuk DM

+3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM

+4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik

2. Rothera test

Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai, Rothera agents
dan amonium hidroxida pekat. Tes ini berguna untuk mendekteksi danya aceton dan asam
asetat dalam urin, yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat
DM kronik yang tidak ditangani. Zat-zat tersebut terbentuk dari hasil pemechan lipid
secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi
dalam keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme glukonegenesis untuk
menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric
Acid/TGA, yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.

3. Tes Fungsi Hati (SGOT dan SGPT)

Tes fungsi hati, seperti SGOT dan SGPT, adalah tes darah yang cukup sering
dilakukan dalam proses pemeriksaan kesehatan. Tes ini memiliki tujuan untuk
mengetahui kondisi organ hati - apakah mengalami kerusakan atau berfungsi
normal. Mulai dari pemeriksaan enzim hati, protein, hingga zat lainnya yang
diproduksi oleh organ hati.

Pemeriksaan yang termasuk ke dalam tes fungsi hati meliputi:

 Kadar albumin , yakni protein yang diproduksi oleh hati

Logbook S.Tr. Keperawatan 7


 Kadar protein total dalam darah

 Kadar bilirubin , yaitu zat buangan yang dihasilkan oleh hati.

 Enzim yang dihasilkan oleh hati, seperti alkaline phosphatase  (ALP), alanine


transaminase  (ALT) atau serum glutamat piruvat transaminase
(SGPT), aspartate aminotransferase  (AST) atau serum glutamat oksaloasetat
transaminase (SGOT), dan gamma-glutamyl transpeptidase  (GGT)

 Laktate dehydrogenase (LD), yakni enzim yang dikeluarkan oleh sel organ


ketika mengalami kerusakan atau cedera

 Prothrombin time (PT), yaitu protein yang berfungsi untuk pembekuan darah

Dalam kondisi normal, hasil tes SGOT dan SGPT Anda akan menunjukkan angka-
angka sebagai berikut:

 SGOT: 5 sampai 40 unit per liter serum (IU/L).


 SGPT: 7 sampai 56 unit per liter serum (IU/L).

4. Tes Fungsi Ginjal

Tes fungsi ginjal adalah pemeriksaan laboratorium yang bertujuan menilai  fungsi
ginjal. Tes ini biasanya dilakukan bila dokter mencurigai seseorang mengalami
gangguan fungsi ginjal. Evaluasi fungsi ginjal bisa dilakukan melalui pengambilan
dan pemeriksaan sampel darah maupun urine pasien.

Pemeriksan rutin tes fungsi ginjal umumnya dianjurkan pada orang-orang yang
berisiko tinggi untuk mengalami kerusakan ginjal. Berikut contohnya:

 Penderita tekanan darah tinggi


 Penderita diabetes mellitus
 Penderita penyakit jantung
 Memiliki riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal pada keluarga

Logbook S.Tr. Keperawatan 8


5. Pemeriksaaan Neurologis

Bawah Pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal bertujuan untuk mengetahui adanya


neuropati otonom, sensorik, dan motorik. Pada neuropati otonom terjadi perubahan
regulasi suhu yaitu ditandai dengan suhu yang lebih dingin, kulit yang kering, dan hilang
atau berkurangnya rambut pada ekstremitas bawah. Pada neuropati sensorik terjadi
kehilangan sensasi sensoris yang diperiksa dengan benang mikrofilamen (semmes-
weinstein monofilament). Pada neuropati motorik terjadi kerusakan saraf otot pada kaki.
Pemeriksaan neuropati motorik meliputi pemeriksaan kekuatan otot dan range of motion
tumit, kaki, dan jari-jari kaki.

a. Pemeriksaan dengan Garpu Tala

Metode pemeriksaan konvensional ini sangat mudah, noninvasif, dan murah


dilakukan. Tujuan pemeriksaan dengan garputala ini adalah untuk mengetahui
sensibilitas kaki melalui getaran. Deteksi dengan garpu tala dapat dilakukan pada
plantar hallux. Garpu tala standar dengan frekuensi 128 Hz bisa digunakan sebagai
pemeriksaan tunggal.

b. Semmes Weinstein Monofilament (SWM)

Alat monofilamen yang sederhana ini awalnya diperkenalkan di Amerika. Bahan


dasarnya adalah 10 gram plastik nilon. Penderita duduk di atas kursi, lalu kaki

Logbook S.Tr. Keperawatan 9


diluruskan ke depan, telapak kaki tegak lurus dengan lantai. Penderita dipersilakan
menutup mata dengan tangannya.

Monofilamen disentuhkan pada permukaan kulit sampai tekanan monofilamen sedikit


melengkung. Titik-titik yang dites dianjurkan 10 titik, yaitu sisi plantar jari 1, 3, 5, sisi
plantar dari metatarsal 1, 3, 5, sisi plantar dari pertengahan medial dan lateral, sisi
plantar tumit dan sisi dorsal sela jari 1 dan jari 2. Apabila penderita tidak mampu
menjawab semua titik yang dites, maka hal ini berarti 90% sudah terjadi gangguan
sensibilitas. Sensitifitas SWM untuk mendeteksi neuropati diabetik adalah 66-91%,
spesifisitas 34-86%, positive predictive value 18-39%, dan negative predictive value
94-95%. Penggunaan SWM yang berulangulang akan menyebabkan monofilamen
tidak sensitif, sehingga hasil pemeriksaan tidak akurat. Oleh karena itu dianjurkan satu
SWM maksimal untuk 10 kali pemeriksaan.

c. Vibration perception threshold (VPT) meter

Vibration perception threshold (VPT) meter juga disebut dengan biothesiometer.


Ujung alat yang bergetar 100 Hz ini berbahan baku karet, yang akan disentuhkan ke
permukaan jari kaki. Ujung alat ini dihubungkan dengan kabel ke mesin penggetar
utama. Skala pada mesin penggetar diberikan skala 0 sampai 100 volt, dan
dikonversikan ke dalam mikron. Saat melakukan tes, skala amplitudo terus
ditingkatkan sampai penderita merasakan getaran. Selanjutnya, diambil nilai rata-rata
dari 3 kali pemeriksaan berturut-turut dari setiap jari yang sudah dites. Angka VPT
yang mencapai skala amplitudo > 25 volt dapat mendeteksi risiko ulkus kaki dengan
sensitivitas 83% dan spesifisitas 63%. Pada pemeriksaan tungkai juga perlu dilakukan
pemeriksaan permukaan kaki untuk mengetahui apakah ada deformitas. Ciri
deformitas lokal, dapat dilihat dengan seksama oleh pemeriksaan berupa: adanya
Logbook S.Tr. Keperawatan 10
kontraktur dan keterbatasan gerak sendi. Hal ini dapat kita lihat dengan menyuruh
pasien berjalan. Kedua keadaan tersebut menyebabkan mobilitas sendi terbatas dan
kelainan anatomi khaki .

Sumber : Buku Diabetes Melitus Tipe 2,2019. Hal 16-17

6. Pemeriksaan Funduskopi

(sumber : Jakarta Eye center, 2016) (sumber : dr. Rakhma Indria Hapsari, SpM, Mkes - Omni Hospital Cikarang)

Funduscopy merupakan satu pemeriksaan mata untuk melihat bahagian fundus mata
dengan menggunakan Opthamoloscope/Fundus photography. Pemeriksaan yang
dilakukan pada struktur belakang mata, termasuk retina, untuk memeriksa
kemungkinan penyakit mata. Fundus photography memanfaatkan pantulan sinar
cahaya pada gelombang tertentu yang dipancarkan ke pupil mata. Citra yang didapat
dari fundus photography memberikan informasi tentang keadaan retina seperti
microaneursym, exudates, pendarahan, dan pembuluh darah. Contoh alat pemeriksaan
Opthamoloscope (Funduskopi) dapat dilakukan untuk mendiagnosis Diabetik
Retinopati (Buku Pengelolaan Citra Fundus Diabetik retinopati edisi 1,2017. Hal 34)

Logbook S.Tr. Keperawatan 11

Anda mungkin juga menyukai