Kelas : 2 Reguler C
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat meneylesaikan makalah yang berjudul “DM ” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini bertujuan menyelesaikan tugas mata kuliah KMB 1. Dalam
penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari dosen
pembimbing, buku referensi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada
Dosen Penanggung Jawab dan Dosen Pengajar mata kuliah Keperawatan Jiwa, dan Teman –
teman mahasiswa kelas 2 Reguler C Prodi D III Keperawatan yang telah membantu dalam
penyusuan makalah ini.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan Penulisan .................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Simpulan...............................................................................................55
B. Saran ....................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................56
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sindroma metabolik akibat defisiensi atau
penurunan efektifitas insulin yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak. Diabetes Mellitus (DM) menurut American Diabetes Association (ADA)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan
defisiensi atau resistensi insulin baik relatif maupun absolut yang ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Kelainan metabolik ini dapat
menimbulkan hiperglikemia, hipoglikemia dan secara klinis ditandai dengan poliuria,
polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan. Diabetes Mellitus (DM) adalah
penyakit yang menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah dalam tubuh dan
tergolong kedalam penyakit kronis yang bersifat melemahkan sehingga dapat
menyebabkan dampak komplikasi serius bagi penderitanya. Perkiraan angka kematian
yang disebabkan oleh dampak komplikasi dari penyakit ini di klaim adalah 1
kematian setiap 6 sampai 10 detik di seluruh dunia (Kaul et al, 2013; International
Diabetes Federation, 2014; Varma et al, 2014).
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dapat di klasifikasikan kedalam tiga kategori
yaitu Diabetes Mellitus tipe 1, Diabetes Mellitus tipe 2 dan Diabetes Mellitus
Gestational. Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit dimana sistem kekebalan tubuh
menyerang β-cell yang berfungsi untuk memproduksi hormon insulin. Diabetes
Mellitus tipe 2 adalah penyakit dimana jumlah produksi hormon insulin dalam tubuh
tidak cukup untuk mengontrol kadar glukosa darah dalam tubuh dan Diabetes
Mellitus Gestational adalah penyakit yang menyerang wanita dimana tingkat kadar
glukosa darah menjadi tinggi pada masa kehamilan (Beloufa & Chikh, 2013; de Faria
Maraschin, 2013; International Diabetes Federation, 2014; Varma et al, 2014).
1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini untuk lebih memahami penyakit diabetes mellitus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari penyakit diabetes mellitus.
b. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi fisiologi.
c. Mahasiswa dapat memahami etiologi dari diabetes mellitus.
d. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi diabetes mellitus.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala diabetes mellitus.
f. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diabetes mellitus.
g. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan diabetes mellitus.
h. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan.
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan salah satu organ di dalam sistem pencernaan manusia.
Secara umum, fungsi pankreas dalam tubuh adalah memproduksi hormon dan
enzim untuk menghancurkan makanan di dalam perut. Fungsi pancreas ada 2,
yaitu fungsi eksokrin dan endokrin. Fungsi eksokrin adalah kelenjar eksokrin
adalah kelenjar yang mengeluarkan produknya melalui suatu saluran, menuju
ke permukaan tubuh atau jaringan lain di dalam tubuh. Contohnya adalah
kelenjar air liur, kelenjar keringat, dan kelenjar saluran cerna. Sebagai kelenjar
eksokrin, pankreas menghasilkan enzim pencernaan yang dialirkan ke saluran
cerna. Sedangkan kelenjar endokrin adalah kelenjar yang menyalurkan
produknya ke dalam peredaran darah. Fungsi kelenjar endokrin pada pankreas
adalah mengeluarkan hormon, yaitu hormon insulin dan hormon glukagon.
3
Kedua hormon ini berperan dalam mengatur kadar glukosa atau gula dalam
darah. Hormon insulin akan mengikat glukosa dari darah untuk dibawa ke
berbagai jaringan di dalam tubuh, agar bisa digunakan sebagai energi.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1–2 juta pulau langerhans,
setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun
mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga
jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup
kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau
danmensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu
dengan yang lain. Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan
inimungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari
insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang
diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran
darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira25 % dari seluruh
sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh
selmensekresikan somatostatin (Pearce, 2000).
Pankreas dibagi menurut bentuknya :
1) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga abdomen, masuk
lekukan sebelah kiriduodenum yang praktis melingkarinya.
2) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan di
depan vertebralumbalis pertama.
3) Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai menyentuh pada
limpa (lien).
4
b. Fisiologis Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
kelenjar eksokrindan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret
yang mengandung enzim yangdapat menghidrolisis protein, lemak, dan
karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan hormoninsulin dan glukagon
yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidratKelenjar pankreas
dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormonyang
disekresikan oleh sel–sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikansebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu
insulin dan hormon yang dapatmeningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
5
dan lemak. Pada pankreas paling sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas
hormonal yang disekresikan oleh pulau-pulau (islets) Langerhans. Dua dari
hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam
pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga,
somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat
polipeptida pankreas berperan pada fungsi saluran cerna. Pulau Langerhans
mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik &Stozer, 2015) :
a. Glukosa: apabila kadar glukosa darah melewati ambang batas normal, yaitu
80-100 mg/d, maka insulin akan dikeluarkan dan akan mencapai kerja
maksimal pada kadar glukosa 300-500mg/dL.
b. Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar
glukosa darah, insulinmeningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini
disebabkan oleh pengeluaran insulin yangsudah terbentuk lebih dahulu oleh sel
beta pulau langerhans pancreas. Akan tetapi, kecepatansekresi awal yang
tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya, dalam waktu 5 sampai
10menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira
setengah dari kadarnormal.
c. Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya,
sehingga dalamwaktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran
yang baru, biasanya pada saat inikecepatan sekresinya bahkan lebih besar
daripada kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi inidisebabkan oleh
adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan
olehadanya aktivasi system enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin
baru dari sel.
6
d. Naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan meningkatnya
kecepatan dansekresi secara dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi insulin
hampir sama cepatnya, terjadidalam waktu 3 sampai 5 menit setelah
pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar puasa.
e. Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin
selanjutnya meningkatkantransport glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain,
sehingga mengurangi konsentrasi glukosadarah kembali ke nilai normal.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulaulangerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan
kadar.
3. Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut ini
merupakan beberapa penyebabdari penyakit diabetes mellitus:
a. Diabetes Melitus tipe 1 ( IDDM )
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormaldimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olahsebagai jaringan asing.
Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulauLangerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta. (Price,2005).
b. Diabetes Melitus tipe 2 ( NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dangangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensiinsulin.Faktor resiko:
7
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
Sekitar 90% dari kasus diabetes yangdidapati adalah diabetes tipe2. Pada
awlanya, tipe 2 muncul seiring dengan bertambahnya usiadimana keadaan
fisik mulai menurun.
2) ObesitasObesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi
glukosayang menyebabkan diabetes tipe 2. Hala ini jelas dikarenakan
persediaan cadangan glukosa dalam tubuh mencapai level yang tinggi.
Selain itu kadar kolesterol dalam darah serta kerja jantungyang harus
ekstra keras memompa darah keseluruh tubuh menjadi pemicu obesitas.
Pengurangan berat badan sering kali dikaitkandengan perbaikan dalam
sensivitas insulin dan pemulihan toleransiglukosa.
3) Riwayat keluargaIndeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot
hamper 100%.Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara
kandubgmendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang
tuamenderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak
adalah 1:1 dan sekitar 90% pasti membawa carer diabetes tipe 2
(Martinus,2005).
c. Diabetes gestasional (GDM )
Ada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:
1) Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil.
2) ibu mengalami/menderita DM saat hamilKlasifikasi DM dengan Kehamilan
menurut Pyke:
a) Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul padawaktu
hamil dan menghilang setelah melahirkan.
b) Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejaksebelum
hamil dan berlanjut setelah hamil.
c) Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi
penyakit.
8
terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadargula darah (glukosa). Kondisi
ini menyebabkan kondisi yang kebal terhadap insulin yang disebut sebagai
insulin resistance. Saat fungsi insulin dalam mengendalikan kadar gula
dalam darah terganggu, jumlah gula dalam darah pasti akan naik. Hal inilah
yang kemudian menyebabkan seorang wanita hamil menderita diabetes
gestasional.
9
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi
insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan
post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk
mempertahankan kadar glukosadarah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk
menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di
jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun.
Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga
kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam
darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang
ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan
yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang
melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat
(polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa
mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi
tersebut (Hanum, 2013).
10
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak.Ini berarti
bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhanyang ditandai dengan kurangnya sel betaatau defisiensi insulin
resistensi insulin perifer(ADA, 2014).Resistensi insulin periferberarti terjadi
kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi
kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA,
2013).Dalam kebanyakan kasusdiabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk
merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui
suntikan dapat menjadi alternatif.
c. Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang
berlebihan saat kehamilan.Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan
glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin
yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).
11
Adalah kondisi dimana terjadi kelainan pada produksi urin didalam tubuh
yang abnormal yang menyebabkan sering berkemih. Biasanya berkemih
normalnya 4-8 kali sehari, karena kelebihan produksi urin dalam tubuh maka
berkemih lebih dari normal sehari. Poliuri merupakan gejala awal diabetes yang
terjadi apabila kadar gula darah sampai di atas 160-180 mg/dl. Kadar glukosa
darah yang tinggi akan dikeluarkan melalui air kemih, jika semakin tinggi kadar
glukosa darahmaka ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang banyak.
Akibatnya penderita diabetes sering berkemih dalam jumlah banyak.
b. Polidipsi (banyak minum)
Polidipsi terjadi karena urin yang dikeluarkan banyak, maka penderita akan
merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum.
c. Polifagia (banyak makan)
Adalah kondisi dimana sering merasa lapar. Polifagi terjadi karena
berkurangnya kemampuan insulin mengelola kadar gula dalam darah sehingga
penderita merasakan lapar yang berlebihan.
d. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan terjadi karena tubuh memecah cadangan energi lain
dalam tubuh seperti lemak.
e. Mudah lelah
Adalah kondisi yang terjadi akibat poliuria dan polidipsi (Sugianto,2016).
f. Luka infeksi yang sukar sembuh
Adalah kondisi yang disebabkan efek dari hiperglikemia, sehingga terjadi
komplikasi akut dan komplikasi kronik yang merusak jaringan tubuh
(Sugianto,2016).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Barbara C. Long (1995 : 9 ) pemeriksaan diagnostik untuk penyakit
diabetes millitus adalah:
12
klasik hiperglikemia atau
CGT : 115 : 140 mg/dL.
Gula darah 2 jam Gula darah diukur 2jam Digunakan untuk skrining
postprandial < 140 mg/dL setelah makan berat atau 2 atau evaluasi pengobatan,
jam setelah mendapat 100 gr bukan diagnostik.
gula.
Gula darah sewaktu : 140 Digunakan untuk skrining
mg/Dl bukan diagnostik.
Tes intoleransi glukosa oral Puasa mulai tengah malam, Kriteria diagnotik untuk
(TTGO). GD < 115mg/dL GDP diambil diberi 75 mg diabetes millitus , GDP : 140
glukosa, sampel darah (dan mg/dL. Tapi gula darah 2
urine) ditampung pada ½ 1, jam dan pemeriksaan lainya
dan 2 jam kadang-kadang > 200 mg/dL dalam 2x
pada 2, 4, dan 5 jam berikut. pemeriksaan untuk 165 GDP
< 140 mg/dL 2 jam antara
140-200 mg/dL dan
pemeriksaan untuk IGT :
GDP < 140 mg/dL . TTGO
dilakukan hanya pada pasien
yang bebas diet dan
beraktivitas fisik 3 hari
sebelum tes, tidak
dianjurkan pada :
(1) hiperglekimia yang
sedang puasa;
(2) orang yang mendapat
thiazide, dilantin propanolol,
lasix, tiroid, estrogen, pil
KB, steroid;
(3) pasien yang dirawat.
Tes toleransi glukosa Sama untuk TTGO. Dilakukan jika TTGO
intravena (TTGI) merupakan kontra indikasi
kelainan gaastrointestinal
yang mempengaruhi
glukosa.
13
Jenis tes darah untuk diagnosis diabetes melitus
Tes gula darah untuk diagnosis diabetes melitus sebenarnya terdiri dari banyak
jenis. Setiap tes memiliki metode dan standar rentang kadar gula darah normal yang
berbeda. Berikut sejumlah pemeriksaan diagnostik gula darah yang umum dilakukan
untuk diagnosis diabetes melitus.
a. Tes gula darah
Tes gula darah atau tes glukosa darah merupakan tes yang dilakukan untuk
mengukur jumlah gula dalam darah. Gula darah atau glukosa adalah sumber
energi utama tubuh. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC), jika hasil tes diagnosis diabetes melitus ini menunjukkan 200 mg/dL
(11.1 mmol/L) atau lebih, artinya gula darah tinggi.
b. Tes gula darah puasa
Sampel darah dalam tes diagnosis diabetes melitus ini akan diambil setelah
pasien berpuasa semalaman (kurang lebih 8 jam). Sejauh ini, tes gula darah puasa
dianggap sebagai metode diagnosis diabetes melitus yang cukup efektif. Berikut
kategori kadar gula darah menurut tes gula darah puasa untuk pemeriksaan
diagnostik diabetes melitus:
1) Normal: kurang dari 100 mg/dL (5.6 mmol/L).
2) Pradiabetes: antara 100 sampai 125 mg/dL (5.6 sampai 6.9 mmol/L).
3) Diabetes: 126 mg/dL (7 mmol/L) atau lebih.
Pradiabetes adalah kondisi ketika gula darah melebihi batas normal, tapi
belum bisa sepenuhnya dikategorikan sebagai diabetes.
14
3) Diabetes: 200 mg/dl atau lebih.
d. Tes HbA1C
Tes glikohemoglobin atau tes HbA1C adalah pengukuran gula darah
jangka panjang. Pemeriksaan diabetes melitus ini mengukur persentase gula
darah yang terikat dengan hemoglobin. Hemoglobin adalah oksigen pembawa
protein dalam sel darah merah. Semakin tinggi hemoglobin A1C, semakin
tinggi pula tingkat gula darah.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
15
b) Obesitas (terutama obesitas sentral);
c) Pola makan yang salah, seperti: diet tinggi lemak dan diet rendah
karbohidrat;
d) Kurang melakukan latihan jasmani;
e) Minum obat-obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah;
f) Stress;
g) Hipertensi;
h) Riwayat DM pada garis keturunan;
i) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi
lebih dari 4 kg;
j) Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl.
2) Diagnosis DM
Proses diagnosis DM terbagi dalam 2 kategori. Pertama, apabila seseorang
mengalami gejala-gejala DM, maka diagnosis DM dapat dilakukan dengan
memeriksa kadar glukosa darah. Kedua, apabila tidak ditemukan gejala-gejala
DM, maka akan dilakukan pemeriksaan penyaring (Soegondo, 2005)
(PERKENI, 2006). Adapun gejala-gejala khas DM adalah sebagai berikut
(PERKENI, 2006).
a) Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b) Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Pemeriksaan penyaring dilakukan kepada orang yang memiliki salah satu
faktor resiko DM.
3) Penentuan menu harian bagi penyandang DM.
Setiap penyandang DM diharapkan mendapatkan Terapi Gizi Medis
(TGM) sesuai dengan kebutuhannya. Perlu adanya kebutuhan yang nutrisi
seimbang dengan komposisi: karbohidrat 60% - 70%, protein 10% - 15%, dan
lemak 20% - 25% (Waspadji, 2005a). Tujuan utama dari terapi gizi ini adalah
untuk membantu penyandang DM dalam memperbaiki kebiasaan gizi dalam
rangka mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik (Sukardji, 2005).
4) Penentuan jenis latihan jasmani bagi penyandang DM
Penyandang DM harus memiliki pola latihan jasmani yang terstruktur
agar proses terapi dapat berjalan secara efektif. Pada prinsipnya, dalam
16
melakukan latihan jasmani, perlu dipertimbangkan frekuensi, intensitas, durasi
dan jenis terapi (Ilyas, 2005).
5) Diagnosis komplikasi DM
Komplikasi akut seperti hipoglikemika dan ketoasidosis merupakan
keadaan gawat darurat yang sering kali terjadi pada perjalanan penyakit
penyandang DM (Boedisantoso et al, 2005). Kadar glukosa yang tetap tinggi,
juga akan menjadi penyulit pada berbagai organ tubuh pada penyandang DM,
seperti: pembuluh darah otak, mata, jantung, ginjal, kaki, stroke, jantung
koroner, kebutaan, ginjal kronik, dan luka yang sulit untuk disembuhkan
(Waspadji, 2005b).
6) Manajemen farmakologis untuk terapi.
Terapi bagi penyandang DM juga dapat dilakukan melalui terapi obat
(farmakoterapi). Manajemen farmakologis DM dapat meliputi obat
hipoglikemik oral yang dapat berupa pemicu sekresi insulin atau penambah
sensitivitas terhadap insulin, dan terapi insulin (Waspadji, 2005a).
17
3) Penalaran berbasis kasus
Model sistem yang akan dibangun menggunakan pendekatan penalaran
berbasis kasus untuk menentukan jenis obat yang akan dikonsumsi beserta
dosisnya. Case-Based Reasoning (CBR) merupakan model penalaran untuk
menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep analogi. Kapabilitas
CBR di bidang medis mencakup diagnosis, prognosis, terapi, dan tindak lanjut
pada pasien (Colloc et al., 2001).
18
tingkat resiko DM. Beberapa informasi terkait dengan manajemen DM juga
dapat disertakan pada aplikasi ini, seperti: penentuan kalori harian bagi
penyandang DM, jenis latihan jasmani, beberapa menu harian yang dapat
dikonsumsi, dll.
4) Aplikasi berbasis Short Message Service (SMS)
Ada dua jenis layanan berbasis SMS (SMS gateway) yang akan
digunakan, yaitu SMS request dan SMS reminder. Pada SMS request,
pengguna akan memberikan data input yang dikirim melalui SMS, kemudian
sistem akan memberikan balasan berupa informasi yang diperoleh berdasarkan
data yang diberikan. Sedangkan pada SMS reminder, pengguna akan
mendapatkan kiriman SMS pada saat-saat tertentu yang akan
menginformasikan aktivitas tertentu pula. Sistem berbasis SMS digunakan
untuk aplikasi yang tidak terlalu banyak membutuhkan data input dan juga
tidak memberikan informasi dalam kalimat yang terlalu panjang. Aplikasi
yang menggunakan basis SMS seperti aplikasi penentuan tingkat resiko DM
(SMS request), SMS reminder untuk terapi farmakologis, dan SMS reminder
sebagai pengingat jadual makan. Aplikasi tambahan lain yang juga berbasis
SMS seperti informasi hasil uji darah di laboratorium klinik (SMS request).
3) Ahli gizi
Ahli gizi merupakan orang ahli yang dibutuhkan dalam membangun
basis pengetahuan khususnya dalam penentuan menu harian dengan gizi
19
seimbang. Ada beberapa masukan yang dibutuhkan berasal dari ahli gizi,
antara lain: beberapa kasus yang pernah dialami dalam menentukan menu
harian dengan gizi seimbang yang dibutuhkan bagi penyandang DM.
4) Laboran
Laboran adalah petugas yang bekerja di laboratorium klinik dan
bertugas mengambil sampel darah sekaligus menganalisis sampel darah
pengguna. Ada beberapa masukan yang dibutuhkan berasal dari laboran,
antara lain: gila darah sewaktu, gula darah puasa, dan gula darah 2 jam pasca
puasa.
5) Dokter spesialis terkait dengan penyakit yang menjadi komplikasi
Dokter spesialis terkait dengan penyakit komplikasi merupakan dokter
ahli yang dibutuhkan dalam membangun basis pengetahuan yang berhubungan
dengan penyulit DM. Ada beberapa masukan yang dibutuhkan berasal dari
dokter spesialis ini, antara lain: faktor-faktor yang mempengaruhi resiko
komplikasi, dan beberapa kasus yang pernah dialami dalam mendiagnosis
adanya komplikasi bagi penyandang DM.
6) Perawat
Perawat adalah orang yang bertugas merawat pasien di rumah sakit.
Perawat memberikan data masukan berupa kondisi terkini dari pasien yang
dirawatnya.
7) Masyarakat umum
Masyarakat umum adalah siapa saja yang ingin memanfaatkan sistem
ini tanpa melalui proses login. Masyarakat umum hanya dapat mengakses
aplikasi berbasis web. Masyarakat umum dapat melakukan penghitungan
resiko DM dengan memberikan faktor-faktor resiko DM.
8) Administrator
Administrator adalah seseorang yang bertugas melakukan manajemen sistem.
1) Riwayat Penyakit
a) Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
20
b) Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat
badan.
c) Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
d) Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri.
e) Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
f) Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
g) Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.
h) Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata,
jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.
i) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
j) Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
k) Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
l) Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Pengukuran tinggi dan berat badan.
b) Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
c) Pemeriksaan funduskopi.
d) Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
e) Pemeriksaan jantung.
f) Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
g) Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas).
h) Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin).
i) Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
21
3) Evaluasi Laboratorium
a) Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO.
b) Pemeriksaan kadar HbA1c 4. Penapisan Komplikasi Penapisan komplikasi
harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2
melalui pemeriksaan: Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High
Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan
trigliserida.
c) Tes fungsi hati.
d) Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR .
e) Tes urin rutin .
f) Albumin urin kuantitatif.
g) Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
h) Elektrokardiogram.
i) Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).
j) Pemeriksaan kaki secara komprehensif.
22
a) Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Primer yang meliputi:
Materi tentang perjalanan penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
Penyulit DM dan risikonya.
Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan kaki.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan (B).
b) Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.
Pemeliharaan/perawatan kaki.
23
Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara
aman dan teratur.
Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
Melakukan perawatan kaki secara berkala.
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit
akut dengan tepat.
Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
d) Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:
Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan.
Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang
sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan
simulasi.
Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan
keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap
tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan
hasil pemeriksaan laboratorium.
Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat
diterima.
Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.
Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya.
Gunakan alat bantu audio visual.
24
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya
diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM (A). Penyandang
DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu
sendiri.
Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:
a) Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
b) Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Komposisi yang dianjurkan:
lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
fullcream.
Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
c) Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.
25
Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan
65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM
yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg
BB perhari.
d) Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang
sehat yaitu <2300 mg perhari (B).
Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual (B).
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
e) Serat
Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacangkacangan,
buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
3) Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan
latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (A). Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70%
denyut jantung maksimal)(A) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging,
dan berenang.
26
4) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan.
a) Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat
antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan
Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)
Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
b) Obat Antihiperglikemia Suntik Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu
insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan, HbA1c > 9% dengan kondisi
dekompensasi metabolik, Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia
berat yang disertai ketosis, Krisis Hiperglikemia, Gagal dengan kombinasi
OHO dosis optimal.
Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan
baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta
sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek
menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan
menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga
digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan
obesitas.
27
oleh otot, serta menurunkan pengeluaran glukosa dari hati. Pengaturaan dosis
insulin :
1) Pengaturanya ditentukan ada tidaknya glukosuria, disamping kadar glukosa
plasma.
2) Bila tidak ada komplikasi, terapi diawali dengan dosis 10-20 u lente insulin
atau NPH sebelum makan pagi secara SC.
3) Intruksikan pasien untuk memeriksakan reduksi urine sebelu, makan dan
sebelum tidur selama pengaturan dosis insulin berlangsung.
4) Pasien harus mempunyai catatan pembrian insulin.
b. Diabetes tipe II
1) Modifikasi diet
Diet direncanakan sesuai dengan berat badan, aktivitas, dan semua
jenis nutrisi, bertujuan untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Standar
yang diajurkan adalah makanan yang mengandug komposisi : karbohidrat
(60-70%), proteiin (10-15%), lemak (20-25%).
2) Latihan
Latihan fisik atau bekerja juga mempengaruhi pengaturan kadar
glukosa darah penderita diabetes dan mempermudah traspor glukosa kedalam
sel. Untuk dapat memperoleh pengaturan glukosa yang lebih 7 baik, maka
diperlukan pengaturan yang tepat untuk melakukan latihan fisik.
3) Agen hipoglikemia
Agen hipoglekimia bekerja dengan merangsang sel beta dan
meningkatkan skresi insulin, serta dapat memperbaiki kerja dari insulin.
28
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Tn. S dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene yang
dirawat di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta yang dimulai pada tanggal 22 Juli sampai 24 Juli 2008, melalui pendekatan
proses keperawatan yang meliputi tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
Pengkajian
29
b. Riwayat Keperawatan
Klien mengeluh nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya karena klien sering olahraga
dengan kaki telanjang di jalan yang pernah terkena banjir, karena merasa
gatal-gatal pada telapak kakinya, kemudian digaruk dan menjadi luka yang
tidak sembuh-sembuh, satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit,
Jakarta.
Klien menderita diabetes melitus sejak lima tahun yang lalu pada tahun
43
30
Keterangan :
perempuan, satu orang adik perempuan dan dua orang adik laki-laki. Kakak
laki-laki ketiga mengalami penyakit yang sama, tetapi klien dan keluarga
mengatakan orang tua mereka tidak ada yang mengalami penyakit yang sama
dengan klien.
Klien dekat dengan istri dan kakak ketiganya. Pola komunikasi dalam
Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah kesembuhannya, klien berharap
bisa cepat pulang dan bekerja kembali seperti semula setelah menjalani
31
aktivitas. Tidak ada nilai kepercayaan klien yang bertentangan dengan
kesehatan. Aktivitas agama yang biasa dilakukan klien adalah sholat lima
waktu.
a) Pola Nutrisi
Sebelum sakit klien biasa makan 3 kali sehari dalam sehari,
nafsu makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu porsi.
Tidak ada makanan yang tidak disukai dan makanan yang membuat
alergi adalah ikan laut dan makanan pantangan klien adalah makanan
yang manis-manis. Klien tidak pernah diet terhadap makanan, klien
mengkonsumsi obat glibenklamid 2 kali sehari sebelum makan, klien
tidak menggunakan alat bantu pada saat makan.
Saat dirawat di rumah sakit frekuensi makan 3 kali dalam
sehari, nafsu makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu
porsi. Tidak ada makanan yang tidak disukai dan makanan yang
membuat alergi. Makanan pantangan adalah yang manis-manis.
Makanan diet yang diberikan pada klien adalah diet diabetes melitus
2100 kalori, klien diberikan terapi insulin (50 unit + NaCl 0,9% 50 cc)
dalam syringe pump dan 5 unit 3 kali sehari sebelum makan. Klien
tidak menggunakan NGT.
b) Pola Eliminasi
Sebelum sakit klien buang air kecil 8-10 kali dalam sehari,
warna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan alat
bantu seperti kateter pada saat buang air kecil. Frekuensi klien buang
air besar adalah 1 kali dalam sehari, pada pagi hari berwarna coklat,
bau khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat buang air besar
dan tidak pernah menggunakan laxative.
32
Di rumah sakit klien buang air kecil 5-6 kali dalam sehari
berwarna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan alat
kateter. Klien buang air besar 1 kali sehari, waktu tidak tentu, warna
coklat, bau khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat buang air
besar dan tidak menggunakan laxative.
c) Pola Personal Hygiene
Pada saat sebelum sakit klien mandi dua kali dalam sehari ,
pagi dan sore hari, dengan menggunakan sabun mandi serta
menggosok gigi dua kali dalam sehari. Klien mencuci rambut sebanyak
tiga kali dalam seminggu dengan menggunakan shampoo.
d) Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit lama tidur siang klien kurang lebih 1 jam, lama
tidur malam klien 7-8 jam perharinya, sebelum tidur klien biasanya
berdoa. Saat dirawat di rumah sakit klien tidur siang 2-3 jam, lama
tidur malam 7-8 jam perharinya. Dan sebelum tidur klien selalu
berdoa.
e) Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit klien bekerja, waktu bekerja tergantung jadwal
shift. Klien berolahraga jogging dua kali dalam seminggu, tidak ada
keluhan dalam beraktifitas. Saat di rumah sakit aktivitas sehari-hari
(BAK, BAB, personal hygiene) dibantu istri dan keluarga, dan klien
tidak pernah melakukan olahraga.
f) Kebiasaan yang mempengaruhi klien
Sebelum dan sesudah sakit klien tidak pernah merokok dan
meminum minuman keras.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum klien sakit sedang. Berat badan sekarang tidak dapat
dikaji, berat badan sebelum sakit 76 kg dengan tinggi badan 160 cm.
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88x/mnt, frekuensi napas 24x/mnt,
suhu 370C, tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Sistem Penglihatan
33
Posisi mata klien simetri, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sklera ikterik, pupil isokor,
otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-
tanda radang, klien tidak memakai kaca mata ataupun lensa kontak dan
reaksi terhadap cahaya baik.
Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, tidak ada cairan dari telinga, kondisi telinga
normal, tidak ada perasaan penuh di telinga, tinitus tidak ada, fungsi
pendengaran baik dan tidak menggunakan alat bantu dengar.
Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan dalam berbicara atau berkomunikasi,
cara berbicara klien jelas dan mudah dipahami.
Sistem Pernapasan
Jalan napas klien bersih, pernapasan tidak sesak, dalam bernapas klien
tidak menggunakan alat bantu pernapasan. Frekuensi 24x/menit dan irama
teratur, jenis pernapasan spontan, kedalaman napas dangkal, tidak ada
batuk, tidak ada sputum, pada palpasi dada tampak simetris, perkusi dada
klien resonan, suara napas vesikuler, tidak ada nyeri saat bernapas dan
tidak menggunakan alat bantu napas.
Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi peripher nadi 88 kali/menit , irama teratur, tekanan darah
110/80 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat,
warna kulit pucat, pengisian kapiler lebih dari 3 detik dan tidak ada edema.
Sirkulasi jantung klien, kecepatan denyut apikal 88x/menit, irama teratur,
tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada sakit dada.
Sistem Hematologi
34
TIK (muntah, nyeri kepala, papil edema). Tidak ada gangguan sistem
persyarafan.
Sistem Pencernaaan
Keadaan mulut klien, gigi tidak karies, klien tidak menggunakan gigi
palsu, stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, salifa normal, muntah tidak
ada, nyeri daerah perut tidak ada, bising usus 6x/menit, tidak ada diare,
Sistem Endokrin
poliuri dan polidipsi tidak ada, poliphagi ada pada klien. Terdapat luka
gangrene pada pedis sinistra yaitu telapak kaki dengan diameter luka 0,5
cm, keadaan luka : tampak adanya pus berwarna putih susu dan coklat
Sistem Urogenital
Tidak ada perubahan pola berkemih pada klien, tidak ada distensi
kandung kemih dan sakit pinggang, intake ; minum 600 ml/24 jam,
parenteral : 1500 ml/24 jam. Output : BAK : 900 ml/24 jam, IWL : 900
ml/24 jam sehingga balance cairan 2100 ml – 1800 ml = +300 ml/24 jam.
Sistem integument
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat, keadaan
kulit baik, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah penusukan syringe
pump bengkak dan klien merasa nyeri, syringe pump dipasang pada
tanggal 20 juli 2008. Keadaan rambut tekstur baik dan kebersihan baik.
35
Sistem Muskuloskeletal
pada tulang, sendi, kulit, tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk
tulang, sendi dan kelainan struktur tulang belakang, keadaan tonus otot
baik. 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 2
harus dihindari.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
95-108 mmol/l).
kejernihan = jernih).
Pemeriksaan Radiologi
36
Foto pedis AP, hasil = pelvis : kontur dan struktur tulang normal tak
tampak lesi titik dan sklerotik, sela sendi normal soft tissue swelling, kesan
- Pemeriksaan laboratorium
Fungsi hati : protein total = 6,69 (N= 6,00 – 8,00), albumin = 2,50 g/dl
- Pemeriksaan laboratorium
e. Penatalaksanaan
500 mg. Terapi cairan IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/menit. Diet diabetes melitus
2100 kalori. Terapi insulin, drip insulin 50 unit (Actrapid) +NaCl 0,9 % 50 cc
(pagi, siang, sore). Terapi perawatan luka : kompres NaCl 0,9 % 2 x dalam
sehari. Pemeriksaan sleeding scale per 6 jam dalam sehari dan pemeriksaan
f. Data Fokus
Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. S (43 tahun) pada tanggal 22 Juli
- Data subjektif :
37
klien mengatakan nyeri pada luka apabila luka dibersihkan, skala nyeri
2008 dan syringe pump dipasang sejak tanggal 20 Juli 2008, merasa
sakit (1 bulan yang lalu) 76 kg, keluarga klien mengatakan berat badan
klien menurun sejak sakit (1 bulan yang lalu). Klien mengatakan terasa
lemas.
- Data objektif :
luka 0,5 cm, keadaan luka : tampak adanya pus berwarna putih susu
Pengisian kapiler lebih dari 3 detik, intake ; minum = 600 ml/24 jam,
parenteral = 1500 ml/24 jam. Output ; BAK = 900 ml/24 jam, IWL =
900 ml/24 jam. Balance cairan : 2100 ml – 1800 ml = +300 ml/24 jam.
konjungtiva klien anemis, warna kulit klien pucat, LILA klien 28 cm,
38
bising usus klien 6x/menit, berat badan sekarang belum dapat dikaji,
g. Analisis Data
- Skala
nyeri 6
Data objektif :
- Tampak
- Terdapat
- Diameter
darah
39
No Data Masalah Etiologi
- Hasil
hari
Data objektif :
40
No Data Masalah Etiologi
Data objektif:
- LILA klien 28 cm
dikaji
perfusi jaringan
Klien mengatakan merasa lemas
tidak adekuat,
Data objektif :
kelemahan fisik,
41
No Data Masalah Etiologi
Kesadaran kompos mentis, GCS = E :
4, M : 6, V : 5
18,4 ribu/ul,
- TTV Klien
TD = 110/80 mmHg
N = 88x/menit
P = 24x/menit
S = 370 C
5. Data subjektif : Resiko terhadap Tempat masuknya
infeksi mikroorganisme
- Klien mengatakan :
sekunder terhadap
Infus NaCl 0,9 % dipasang sejak
pemasangan
tanggal 19 Juli 2008 dan syringe
infus/syringe pump
pump dipasang sejak tanggal 20
Juli 2008
42
No Data Masalah Etiologi
Data objektif :
bersih
TTV :
TD = 110/80 mmHg
N = 88x/menit
P = 24x/menit
S = 370 C
Diagnosis Keperawatan
43
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport
glukosa ke dalam sel.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan tidak adekuat (Hb menurun), proses
inflamasi.
5. Resiko terhadap infeksi berhubungan
dengan tempat masuknya mikroorganisme-mikroorganisme sekunder terhadap
pemasangan infus / syringe pump.
Intervensi Keperawatan
44
Resiko Tujuan: a. Ukur intake dan output tiap hari a. menunjukkan
kelebihan Setelah b. Observasi derajat perifer/edema status volume
volume cairan dilakukan dependen sirkulasi,
berhubungan tindakan c. Anjurkan untuk tirah baring (bila terjadinya
dengan keperawatan ada asites) perbaikan
Penurunan selama 3 x 24 d. Kolaborasi : pantau albumin serum perpindahan
tekanan osmotic jam diharapkan dan elektrolit (khususnya kalium cairan, dan respon
koloid kelebihan dan nutrisi) terhadap terapi.
volume cairan e. Berikan albumin sesuai indikasi b. perpindahan
tidak terjadi. cairan pada
jaringan sebagai
Kriteria Hasil: akibat retensi
Intake dan natrium dan air,
output penurunan albumin
seimbang, dan penurunan
tanda-tanda ADH
vital dalam c. dapat
batas normal meningkatkan
(TD = 120/80 posisi rekumben
mmHg, Nadi = untuk diuresis
60-100x/menit, d. penurunan
pernapasan = albumin serum
16-20x/menit, mempengaruhi
suhu = 36-37.50 tekanan osmotik
C), tidak ada koloid plasma,
edema, hasil mengakibatkan
laboratorium : pembentukan
hematokrit edema
dalam batas e. albumin
normal (33- mungkin
45%). Albumin diperlukan untuk
dalam batas meningkatkan
normal (3,40 – tekanan osmotik
4,80 gr/dl). koloid dalam
kompartemen
vaskuler
45
e. menurunkan
insiden
hipoglikemia
f. untuk
memperhitungkan
dan penyesuaian
diet
Implementasi Keperawatan
46
pemeriksaan kultur pus belum ada.
16.00 – - memberikan terapi insulin (actrapid),
16.30 klien mendapatkan actrapid 5 iu sebelum
makan
17.30 –
18.00 - melakukan perawatan luka dengan teknik
septik dan aseptik (oleh perawat ruangan),
luka terdapat pus berwarna putih susu dan
coklat serta terdapat darah.
21.00 – - memberikan terapi insulin (oleh perawat
21.15 ruangan), klien mendapatkan actrapid 5 iu.
- memberikan obat antibiotik
22.00 – (metronidazole 500 mg/100 ml) (oleh
22.15 perawat ruangan), obat masuk melalui IV
dengan lancar.
02.00 – - memberikan terapi insulaktad (oleh
02.15 perawat ruangan), mendapatkan insulaktad
5 iu
06.30 – - memberikan antibiotik ceftriaxone 2 gram
06.45 (oleh perawat ruangan), obat masuk
melalui intravena.
- memberikan obat antibiotik
Metronidazole 500 mg/100 ml, (oleh
perawat ruangan), obat masuk melalui
intravena.
22/07/2008 2
S.d
24/08/2008 - mengukur intake dan output klien,
11.00 – intake ; minum : ± 200 ml/8 jam.,
11.15 parenteral : 500 ml/8 jam. Output ; urine :
300 ml/8 jam, IWL = 300/8 jam.
- mengobservasi derajat edema,
47
- mengukur intake dan output klien (oleh
19.30 – perawat ruangan), intake ; minum = ± 200
19.50 ml/8 jam. Parenteral 500ml/8 jam, output;
urine = 300 ml/8 jam, IWL = 300 ml/8
07.30 – jam.
08.00
- mengukur intake dan output klien (oleh
perawat ruangan), intake ; minum ± 200
ml/8 jam, parenteral : 500 ml/8 jam, output
; urine : 300 ml/8 jam, IWL : 300 /8 jam
22/07/2008 3
S.d
24/07/2008 - mengobservasi status nutrisi klien, klien
09.00 – menghabiskan 1 porsi makanannya.
09.20 - mengauskultasi bising usus, mencatat
10.30 – adanya nyeri abdomen / perut kembung,
11.00 mual, muntah, bising usus klien 6x/menit,
nyeri abdomen tidak ada, mual dan muntah
tidak ada, memantau pemeriksaan
laboratorium seperti glukosa darah aseton,
pH dan HCO3, glukosa darah sewaktu
tanggal 22 Juli 2008 = 217 mg/dl (70 –
12.00 – 140mg/dl), tgl 21 Juli 2008 HCO3 = 23,3
12.30 mmol/l (N : 21,0 – 28,0 mmol/l).
- memberikan insulin actrapid 5 iu sebelum
17.30 – makan. Kolaborasi dengan ahli diet, klien
17.50 mendapatkan diet diabetes melitus 2100
21.00 – kalori
21.20 - memberikan terapi insulin, klien
mendapatkan actrapid 5 iu.
- memberikan terapi insulin insulaktad
(oleh perawat ruangan), mendapatkan
insulaktad 5 iu.
22/07/2008 4
S.d
24/07/2008 - mengobservasi kemampuan klien
12.30 – melakukan aktivitas sehari-hari, hasil :
13.00 klien mengkonsumsi snack (bubur kacang
hijau dari rumah sakit) dengan dibantu
48
keluarga (karena kedua tangannya
dipasang infus NaCl 0,9 & dan syringe
pump).
- mengubah posisi klien sesuai
16.30 – 16. kemampuan, hasil : klien mampu miring
50 kiri-miring kanan secara mandiri.
Evaluasi
49
A: Resiko tinggi perluasan
infeksi berhubungan
dengan meningkatnya
kadar glukosa dalam darah
masih ada
P: Klien rencana operasi
debridement pukul 01.00
WIB, Intervensi post
debridement : dilanjutkan
dan didelegasikan kepada
perawat ruangan.
1. Observasi tanda-tanda
infeksi dan peradangan
2. Tingkatkan upaya
pencegahan dengan
melakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
melakukan tindakan
3. Observasi tanda-tanda
vital (terutama suhu)
4. Berikan obat antibiotic
5. Berikan terapi insulin
50
terjadi perubahan
P:Intervensi
1. Ukur intake dan output
tiap hari
2. Observasi derajat
perifer / edema dependen
3. Pantau albumin serum
dan elektrolit
4. Berikan albumin bebas
garam/ plasma, proten 3 x
48 gram/hari extra telur 3
butir / hari
51
2.
sesuai indikasi.
3.
laboratorium seperti
glukosa darah, aseton,
pH, HCO3, Hb,
albumin.
4.
insulin secara teratur.
5.
scele / 6 jam diganti
dengan KGDH setiap
pukul 06.00, 11.00,
18.00. Berikan
albumin, proten 3x48
gram/hari, extra telur 3
butir/hari
4. 24/07/200 a. Observasi kemampuan klien S: Klien mengatakan hari
8 melakukan aktivitas sehari-hari ini puasa, tetapi klien
b. Batasi aktivitas klien, misal tidak merasa lemas.
mandi/lap di tempat tidur / mandi O: Keadaan umum klien
dengan duduk. sedang, klien tampak
c. Bantu/dorong perawatan dan mampu miring kiri dan
kebersihan diri miring kanan secara
d. Ubah posisi klien sesuai kemampuan mandiri. hasil
pemeriksaan laboratorium
Hb : 9,0 g/dl (13,2 –
13,7g/dl), leukosit = 4,8
ribu/ul (5000 – 10000/ul),
TTV klien, TD : 120/80
mmHg (N : 120/80 m(N :
60 – 100x/mnt), mmHg),
N : 80x/menit (N : 60 –
100x/mnt), pernapasan :
20x/menit (N : 60 –
100x/mnt), suhu : 36.90 C
(N : 36 – 37,50C).
52
A: Masalah intoleransi
aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik :
perfusi jaringan tidak
adekuat (Hb menurun),
proses inflamasi teratasi.
P: Intervensi dihentikan.
53
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan
defisiensi atau resistensi insulin baik relatif maupun absolut yang ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Kelainan metabolik ini dapat
menimbulkan hiperglikemia, hipoglikemia dan secara klinis ditandai dengan poliuria,
polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan. DM adalah penyakit gangguan
metabolik yang terjad’i secara kronis atau menahun karena tubuh tidak mempunyai
hormon insulin yang cukup akibat gangguan padasekresi insulin, hormon insulin yang
tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014).
B. Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan mengetahui
apa itu penyakit diabetes melitus. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu
dan menguasai semua tentang penyakit diabtes melitus.
54
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/35718161/MAKALAH_DM
https://www.academia.edu/7625364/ANFIS_DM
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:785OgAqFBXoJ:repository.unimus.ac.id/1113/3/BAB
%2520II.pdf+&cd=12&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:5zY3uN_q_jwJ:eprints.umm.ac.id/41188/3/jiptummpp-gdl-inaskhoiru-47045-3-
bab2.pdf+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id
https://www.academia.edu/7234554/PATOFISIOLOGI_DIABETES_MELITUS
https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-
Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.pdf
http://eprints.ums.ac.id/16542/2/Bab_I.pdf
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/diabetes-kencing-manis/cara-diagnosis-diabetes-
melitus/#gref
https://journal.uii.ac.id/Snati/article/viewFile/1175/1003
http://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/jitek/article/view/153/110
55
56