Anda di halaman 1dari 59

Visi :

Pada tahun 2028, menghasilkan perawat yang unggul dalam


penerapan keterampilan keperawatan lansia berbasis Iptek keperawatan

DIABETES MELITUS (DM)

Program Studi : Program D III Keperawatan

Mata Kuliah : KMB 1

Kelas : 2 Reguler C

Dosen Pengajar : Nelly Yardes, SKp, M.Kes.

Nama Anggota Kelompok : 1. Muhammad Dwiki (P3.73.20.1.19.108)


2. Nadiyah Putri Aurilya (P3.73.20.1.19.109)
3. Putri Imelda (P3.73.20.1.19.110)

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

PRODI DIII KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat meneylesaikan makalah yang berjudul “DM ” tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah ini bertujuan menyelesaikan tugas mata kuliah KMB 1. Dalam
penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari dosen
pembimbing, buku referensi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada
Dosen Penanggung Jawab dan Dosen Pengajar mata kuliah Keperawatan Jiwa, dan Teman –
teman mahasiswa kelas 2 Reguler C Prodi D III Keperawatan yang telah membantu dalam
penyusuan makalah ini.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami menyadari bahawa


masih ada kekurangan baik dari segi susunan maupun tata bahasannya. Oleh karena itu kami
berharap pembaca bisa memberikan pendapat dan keritik, agar dapat membangun
kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 4 September 2020

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan Penulisan .................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

A. Konsep Dasar Penyakit ........................................................................3


1. Pengertian ......................................................................................3
2. Anatomi Fisiologi ..........................................................................3
3. Etiologi ..........................................................................................7
4. Patofisiologi ...................................................................................9
5. Tanda dan Gejala ...........................................................................11
6. Pemeriksaan ...................................................................................12
7. Penatalaksanaan .............................................................................15
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ...................................................29
1. Pengkajian ......................................................................................29
2. Diagnosis Keperawatan .................................................................43
3. Intervensi Keperawatan .................................................................44
4. Implementasi Keperawatan ...........................................................47
5. Evaluasi ..........................................................................................50

BAB III PENUTUP.........................................................................................55

A. Simpulan...............................................................................................55
B. Saran ....................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................56

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sindroma metabolik akibat defisiensi atau
penurunan efektifitas insulin yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak. Diabetes Mellitus (DM) menurut American Diabetes Association (ADA)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan
defisiensi atau resistensi insulin baik relatif maupun absolut yang ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Kelainan metabolik ini dapat
menimbulkan hiperglikemia, hipoglikemia dan secara klinis ditandai dengan poliuria,
polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan. Diabetes Mellitus (DM) adalah
penyakit yang menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah dalam tubuh dan
tergolong kedalam penyakit kronis yang bersifat melemahkan sehingga dapat
menyebabkan dampak komplikasi serius bagi penderitanya. Perkiraan angka kematian
yang disebabkan oleh dampak komplikasi dari penyakit ini di klaim adalah 1
kematian setiap 6 sampai 10 detik di seluruh dunia (Kaul et al, 2013; International
Diabetes Federation, 2014; Varma et al, 2014).
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dapat di klasifikasikan kedalam tiga kategori
yaitu Diabetes Mellitus tipe 1, Diabetes Mellitus tipe 2 dan Diabetes Mellitus
Gestational. Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit dimana sistem kekebalan tubuh
menyerang β-cell yang berfungsi untuk memproduksi hormon insulin. Diabetes
Mellitus tipe 2 adalah penyakit dimana jumlah produksi hormon insulin dalam tubuh
tidak cukup untuk mengontrol kadar glukosa darah dalam tubuh dan Diabetes
Mellitus Gestational adalah penyakit yang menyerang wanita dimana tingkat kadar
glukosa darah menjadi tinggi pada masa kehamilan (Beloufa & Chikh, 2013; de Faria
Maraschin, 2013; International Diabetes Federation, 2014; Varma et al, 2014).

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini untuk lebih memahami penyakit diabetes mellitus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari penyakit diabetes mellitus.
b. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi fisiologi.
c. Mahasiswa dapat memahami etiologi dari diabetes mellitus.
d. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi diabetes mellitus.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala diabetes mellitus.
f. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diabetes mellitus.
g. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan diabetes mellitus.
h. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan.

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang
dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM
adalah penyakit gangguan metabolik yang terjad’i secara kronis atau menahun
karena tubuh tidak mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan
padasekresi insulin, hormon insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya
atau keduanya (Kemenkes RI, 2014). Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan
bahwa DM adalah penyakit gangguan metabolik dengan ciri ditemukan
konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam darah (hiperglikemia).
World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa penyakit
ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan
poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM merupakan
penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan mata,
ginjal pembuluh darah, saraf dan jantung.

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan salah satu organ di dalam sistem pencernaan manusia.
Secara umum, fungsi pankreas dalam tubuh adalah memproduksi hormon dan
enzim untuk menghancurkan makanan di dalam perut. Fungsi pancreas ada 2,
yaitu fungsi eksokrin dan endokrin. Fungsi eksokrin adalah kelenjar eksokrin
adalah kelenjar yang mengeluarkan produknya melalui suatu saluran, menuju
ke permukaan tubuh atau jaringan lain di dalam tubuh. Contohnya adalah
kelenjar air liur, kelenjar keringat, dan kelenjar saluran cerna. Sebagai kelenjar
eksokrin, pankreas menghasilkan enzim pencernaan yang dialirkan ke saluran
cerna. Sedangkan kelenjar endokrin adalah kelenjar yang menyalurkan
produknya ke dalam peredaran darah. Fungsi kelenjar endokrin pada pankreas
adalah mengeluarkan hormon, yaitu hormon insulin dan hormon glukagon.

3
Kedua hormon ini berperan dalam mengatur kadar glukosa atau gula dalam
darah. Hormon insulin akan mengikat glukosa dari darah untuk dibawa ke
berbagai jaringan di dalam tubuh, agar bisa digunakan sebagai energi.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1–2 juta pulau langerhans,
setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun
mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga
jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup
kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau
danmensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu
dengan yang lain. Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan
inimungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari
insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang
diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran
darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira25 % dari seluruh
sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh
selmensekresikan somatostatin (Pearce, 2000).
Pankreas dibagi menurut bentuknya :
1) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga abdomen, masuk
lekukan sebelah kiriduodenum yang praktis melingkarinya.
2) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan di
depan vertebralumbalis pertama.
3) Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai menyentuh pada
limpa (lien).

4
b. Fisiologis Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
kelenjar eksokrindan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret
yang mengandung enzim yangdapat menghidrolisis protein, lemak, dan
karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan hormoninsulin dan glukagon
yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidratKelenjar pankreas
dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormonyang
disekresikan oleh sel–sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikansebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu
insulin dan hormon yang dapatmeningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.

Fisiologi Insulin :

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans


menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulinmenghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin. Pankreas menghasilkan :

a. Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.


b. Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltosa.
c. Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
d. Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
e. Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
f. lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol.
g. enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah pepton → asam
amino.

Kepulauan Langerhans membentuk organ endokrin yang menyekresikan


insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan
diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-
enzim pencerna protein dan karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan
dengan suntikan subkutan. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila
digunakan sebagia pengobatan dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia
memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi danmenggunakan glukosa

5
dan lemak. Pada pankreas paling sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas
hormonal yang disekresikan oleh pulau-pulau (islets) Langerhans. Dua dari
hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam
pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga,
somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat
polipeptida pankreas berperan pada fungsi saluran cerna. Pulau Langerhans
mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik &Stozer, 2015) :

a. Sel Alfa → sekresi glucagon


b. Sel Beta → sekresi insulin
c. Sel Delta → sekresi somatostatin
d. Sel Pankreatik

Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan


sistemmikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau Lengerhans. Sejumlah
kondisi intermedietturut membantu pelepasan insulin :

a. Glukosa: apabila kadar glukosa darah melewati ambang batas normal, yaitu
80-100 mg/d, maka insulin akan dikeluarkan dan akan mencapai kerja
maksimal pada kadar glukosa 300-500mg/dL.
b. Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar
glukosa darah, insulinmeningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini
disebabkan oleh pengeluaran insulin yangsudah terbentuk lebih dahulu oleh sel
beta pulau langerhans pancreas. Akan tetapi, kecepatansekresi awal yang
tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya, dalam waktu 5 sampai
10menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira
setengah dari kadarnormal.
c. Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya,
sehingga dalamwaktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran
yang baru, biasanya pada saat inikecepatan sekresinya bahkan lebih besar
daripada kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi inidisebabkan oleh
adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan
olehadanya aktivasi system enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin
baru dari sel.

6
d. Naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan meningkatnya
kecepatan dansekresi secara dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi insulin
hampir sama cepatnya, terjadidalam waktu 3 sampai 5 menit setelah
pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar puasa.
e. Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin
selanjutnya meningkatkantransport glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain,
sehingga mengurangi konsentrasi glukosadarah kembali ke nilai normal.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulaulangerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan
kadar.

3. Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut ini
merupakan beberapa penyebabdari penyakit diabetes mellitus:
a. Diabetes Melitus tipe 1 ( IDDM )
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormaldimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olahsebagai jaringan asing.
Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulauLangerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta. (Price,2005).
b. Diabetes Melitus tipe 2 ( NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dangangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensiinsulin.Faktor resiko:

7
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
Sekitar 90% dari kasus diabetes yangdidapati adalah diabetes tipe2. Pada
awlanya, tipe 2 muncul seiring dengan bertambahnya usiadimana keadaan
fisik mulai menurun.
2) ObesitasObesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi
glukosayang menyebabkan diabetes tipe 2. Hala ini jelas dikarenakan
persediaan cadangan glukosa dalam tubuh mencapai level yang tinggi.
Selain itu kadar kolesterol dalam darah serta kerja jantungyang harus
ekstra keras memompa darah keseluruh tubuh menjadi pemicu obesitas.
Pengurangan berat badan sering kali dikaitkandengan perbaikan dalam
sensivitas insulin dan pemulihan toleransiglukosa.
3) Riwayat keluargaIndeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot
hamper 100%.Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara
kandubgmendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang
tuamenderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak
adalah 1:1 dan sekitar 90% pasti membawa carer diabetes tipe 2
(Martinus,2005).
c. Diabetes gestasional (GDM )
Ada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:
1) Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil.
2) ibu mengalami/menderita DM saat hamilKlasifikasi DM dengan Kehamilan
menurut Pyke:
a) Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul padawaktu
hamil dan menghilang setelah melahirkan.
b) Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejaksebelum
hamil dan berlanjut setelah hamil.
c) Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi
penyakit.

Pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah


panggul dan pembuluh darah perifer. Pada saat seorang wanita hamil, ada
beberapa hormon yang mengalami peningkatan jumlah. Misalnya,hormon
kortisol, estrogen, dan human placental lactogen (HPL).Ternyata, saat
hamil, peningkatan jumlah hormon-hormon tersebutmempunyai pengaruh

8
terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadargula darah (glukosa). Kondisi
ini menyebabkan kondisi yang kebal terhadap insulin yang disebut sebagai
insulin resistance. Saat fungsi insulin dalam mengendalikan kadar gula
dalam darah terganggu, jumlah gula dalam darah pasti akan naik. Hal inilah
yang kemudian menyebabkan seorang wanita hamil menderita diabetes
gestasional.

d. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom


lainnya.
1) Kelainan genetic dalam sel beta. Pada tipe ini memiliki prevalensi familial
yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun.Pasien seringkali
obesitas dan resisten terhadap insulin.
2) Kelainan genetik pada kerja insulin sindrom resistensi insulin beratdan
akantosis negrikansc.
3) Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegalid.
4) Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel betae. Infeksi.

4. Patofisiologi Diabetes Melitus (DM)


Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja
secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya.
Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena
kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia,
virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan
perifer (Fatimah, 2015).
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi
sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas
yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi
insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan
sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik
(NIDDK, 2014).

9
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi
insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan
post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk
mempertahankan kadar glukosadarah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk
menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di
jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun.
Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga
kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012).

Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam
darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang
ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan
yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang
melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat
(polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa
mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi
tersebut (Hanum, 2013).

a. Patofisiologi diabetes tipe 1


Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014).Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi
sel anti-islet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa
autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.
Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi
selama beberapa hari sampai minggu.Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh
tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi
memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi
insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.

b. Patofisiologi diabetes tipe 2

10
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak.Ini berarti
bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhanyang ditandai dengan kurangnya sel betaatau defisiensi insulin
resistensi insulin perifer(ADA, 2014).Resistensi insulin periferberarti terjadi
kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi
kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA,
2013).Dalam kebanyakan kasusdiabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk
merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui
suntikan dapat menjadi alternatif.
c. Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang
berlebihan saat kehamilan.Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan
glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin
yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).

5. Gejala Diabetes Melitus (DM)


Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada penderita.
Gejala-gejala yang muncul pada penderita DM sangat bervariasi antara satu penderita
dengan penderita lainnya bahkan, ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala
yang khas penyakit DM sampai saat tertentu. Gejala-gejala DM tersebut telah
dikategorikan menjadi gejala akut dan gejala kronis (Fitriyani, 2015).
Gejala akut DM pada permulaan perkembangan yang muncul adalah banyak
makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia) dan banyak kencing (poliuria).
Keadaan DM pada permulaan yang tidak segera diobati akan menimbulkan gejala
akut yaitu banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah.
Gejala kronik DM adalah Kulit terasa panas, kebas, seperti tertusuk-tusuk
jarum, rasa tebal pada kulit, kram, keleahan, mudah mengantuk, penglihatan
memburuk (buram) yang ditandai dengan sering berganti lensa kacamata, gigi mudah
goyah dan mudah lepas, keguguran pada ibu hamil dan ibu melahirkan dengan berat
bayi yang lebih dari 4 kilogram.

Berikut Beberapa tanda-tanda dan gejala-gejala klinis Diabetes Melitus (DM)


antara lain (Bustan, 2007) :

a. Poliuria (banyak kencing)

11
Adalah kondisi dimana terjadi kelainan pada produksi urin didalam tubuh
yang abnormal yang menyebabkan sering berkemih. Biasanya berkemih
normalnya 4-8 kali sehari, karena kelebihan produksi urin dalam tubuh maka
berkemih lebih dari normal sehari. Poliuri merupakan gejala awal diabetes yang
terjadi apabila kadar gula darah sampai di atas 160-180 mg/dl. Kadar glukosa
darah yang tinggi akan dikeluarkan melalui air kemih, jika semakin tinggi kadar
glukosa darahmaka ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang banyak.
Akibatnya penderita diabetes sering berkemih dalam jumlah banyak.
b. Polidipsi (banyak minum)
Polidipsi terjadi karena urin yang dikeluarkan banyak, maka penderita akan
merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum.
c. Polifagia (banyak makan)
Adalah kondisi dimana sering merasa lapar. Polifagi terjadi karena
berkurangnya kemampuan insulin mengelola kadar gula dalam darah sehingga
penderita merasakan lapar yang berlebihan.
d. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan terjadi karena tubuh memecah cadangan energi lain
dalam tubuh seperti lemak.
e. Mudah lelah
Adalah kondisi yang terjadi akibat poliuria dan polidipsi (Sugianto,2016).
f. Luka infeksi yang sukar sembuh
Adalah kondisi yang disebabkan efek dari hiperglikemia, sehingga terjadi
komplikasi akut dan komplikasi kronik yang merusak jaringan tubuh
(Sugianto,2016).

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Barbara C. Long (1995 : 9 ) pemeriksaan diagnostik untuk penyakit
diabetes millitus adalah:

Pemeriksaan Prosedur dan Persiapan Interpretasi


Gula darah puasa (GDP) : Puasa mulai tengah malam Kriteria diagnostik untuk
70 – 110 mg/dL diabetes millitue >
plasmavena. 140mg/dL paling sedikit
dalam 2x pemeriksaan atau
> 140 mg/dL disertai gejala

12
klasik hiperglikemia atau
CGT : 115 : 140 mg/dL.
Gula darah 2 jam Gula darah diukur 2jam Digunakan untuk skrining
postprandial < 140 mg/dL setelah makan berat atau 2 atau evaluasi pengobatan,
jam setelah mendapat 100 gr bukan diagnostik.
gula.
Gula darah sewaktu : 140 Digunakan untuk skrining
mg/Dl bukan diagnostik.
Tes intoleransi glukosa oral Puasa mulai tengah malam, Kriteria diagnotik untuk
(TTGO). GD < 115mg/dL GDP diambil diberi 75 mg diabetes millitus , GDP : 140
glukosa, sampel darah (dan mg/dL. Tapi gula darah 2
urine) ditampung pada ½ 1, jam dan pemeriksaan lainya
dan 2 jam kadang-kadang > 200 mg/dL dalam 2x
pada 2, 4, dan 5 jam berikut. pemeriksaan untuk 165 GDP
< 140 mg/dL 2 jam antara
140-200 mg/dL dan
pemeriksaan untuk IGT :
GDP < 140 mg/dL . TTGO
dilakukan hanya pada pasien
yang bebas diet dan
beraktivitas fisik 3 hari
sebelum tes, tidak
dianjurkan pada :
(1) hiperglekimia yang
sedang puasa;
(2) orang yang mendapat
thiazide, dilantin propanolol,
lasix, tiroid, estrogen, pil
KB, steroid;
(3) pasien yang dirawat.
Tes toleransi glukosa Sama untuk TTGO. Dilakukan jika TTGO
intravena (TTGI) merupakan kontra indikasi
kelainan gaastrointestinal
yang mempengaruhi
glukosa.

13
Jenis tes darah untuk diagnosis diabetes melitus
Tes gula darah untuk diagnosis diabetes melitus sebenarnya terdiri dari banyak
jenis. Setiap tes memiliki metode dan standar rentang kadar gula darah normal yang
berbeda. Berikut sejumlah pemeriksaan diagnostik gula darah yang umum dilakukan
untuk diagnosis diabetes melitus.
a. Tes gula darah
Tes gula darah atau tes glukosa darah merupakan tes yang dilakukan untuk
mengukur jumlah gula dalam darah. Gula darah atau glukosa adalah sumber
energi utama tubuh. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC), jika hasil tes diagnosis diabetes melitus ini menunjukkan 200 mg/dL
(11.1 mmol/L) atau lebih, artinya gula darah tinggi.
b. Tes gula darah puasa
Sampel darah dalam tes diagnosis diabetes melitus ini akan diambil setelah
pasien berpuasa semalaman (kurang lebih 8 jam). Sejauh ini, tes gula darah puasa
dianggap sebagai metode diagnosis diabetes melitus yang cukup efektif. Berikut
kategori kadar gula darah menurut tes gula darah puasa untuk pemeriksaan
diagnostik diabetes melitus:
1) Normal: kurang dari 100 mg/dL (5.6 mmol/L).
2) Pradiabetes: antara 100 sampai 125 mg/dL (5.6 sampai 6.9 mmol/L).
3) Diabetes: 126 mg/dL (7 mmol/L) atau lebih.
Pradiabetes adalah kondisi ketika gula darah melebihi batas normal, tapi
belum bisa sepenuhnya dikategorikan sebagai diabetes. 

c. Tes toleransi gula darah oral


Pemeriksaan penunjang diabetes melitus ini membutuhkan puasa
semalam sebelumnya. Puasa dulu selama kurang lebih 8 jam dan setelahnya
akan diminta untuk makan seperti biasa. Pada orang yang sehat, kadar gula
darah mereka biasanya akan kembali normal setelah 2 jam makan. Sementara
jika pasien diabetes, kadar gula darah akan tetap tinggi setelah 2 jam makan.
Berikut kategori kadar gula darah dari pemeriksaan toleransi gula darah oral:
1) Normal: kurang dari 140 mg/dL (7.8 mmol/L).
2) Pradiabetes: 140-199 mg/dl.

14
3) Diabetes: 200 mg/dl atau lebih.

d. Tes HbA1C
Tes glikohemoglobin atau tes HbA1C adalah pengukuran gula darah
jangka panjang. Pemeriksaan diabetes melitus ini mengukur persentase gula
darah yang terikat dengan hemoglobin. Hemoglobin adalah oksigen pembawa
protein dalam sel darah merah. Semakin tinggi hemoglobin A1C, semakin
tinggi pula tingkat gula darah.

7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.

Sistem penatalaksanaan DM terpadu terdiri dari beberapa subsistem yang


dapat dipandang dari berbagai sudut pandang seperti fungsi, aplikasi model
keputusan, pengguna, dan basis pemrograman.

a. Subsistem dipandang dari sisi fungsi (kegunaan)


Jika dipandang dari sisi fungsi (kegunaan), terdapat beberapa subsistem yang
akan dibangun.

1) Penentuan tingkat resiko DM


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat resiko pada DM tipe-2
(Suyono, 2005) (Soegondo, 2005), antara lain.
a) Usia;

15
b) Obesitas (terutama obesitas sentral);
c) Pola makan yang salah, seperti: diet tinggi lemak dan diet rendah
karbohidrat;
d) Kurang melakukan latihan jasmani;
e) Minum obat-obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah;
f) Stress;
g) Hipertensi;
h) Riwayat DM pada garis keturunan;
i) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi
lebih dari 4 kg;
j) Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl.
2) Diagnosis DM
Proses diagnosis DM terbagi dalam 2 kategori. Pertama, apabila seseorang
mengalami gejala-gejala DM, maka diagnosis DM dapat dilakukan dengan
memeriksa kadar glukosa darah. Kedua, apabila tidak ditemukan gejala-gejala
DM, maka akan dilakukan pemeriksaan penyaring (Soegondo, 2005)
(PERKENI, 2006). Adapun gejala-gejala khas DM adalah sebagai berikut
(PERKENI, 2006).
a) Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b) Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Pemeriksaan penyaring dilakukan kepada orang yang memiliki salah satu
faktor resiko DM.
3) Penentuan menu harian bagi penyandang DM.
Setiap penyandang DM diharapkan mendapatkan Terapi Gizi Medis
(TGM) sesuai dengan kebutuhannya. Perlu adanya kebutuhan yang nutrisi
seimbang dengan komposisi: karbohidrat 60% - 70%, protein 10% - 15%, dan
lemak 20% - 25% (Waspadji, 2005a). Tujuan utama dari terapi gizi ini adalah
untuk membantu penyandang DM dalam memperbaiki kebiasaan gizi dalam
rangka mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik (Sukardji, 2005).
4) Penentuan jenis latihan jasmani bagi penyandang DM
Penyandang DM harus memiliki pola latihan jasmani yang terstruktur
agar proses terapi dapat berjalan secara efektif. Pada prinsipnya, dalam

16
melakukan latihan jasmani, perlu dipertimbangkan frekuensi, intensitas, durasi
dan jenis terapi (Ilyas, 2005).
5) Diagnosis komplikasi DM
Komplikasi akut seperti hipoglikemika dan ketoasidosis merupakan
keadaan gawat darurat yang sering kali terjadi pada perjalanan penyakit
penyandang DM (Boedisantoso et al, 2005). Kadar glukosa yang tetap tinggi,
juga akan menjadi penyulit pada berbagai organ tubuh pada penyandang DM,
seperti: pembuluh darah otak, mata, jantung, ginjal, kaki, stroke, jantung
koroner, kebutaan, ginjal kronik, dan luka yang sulit untuk disembuhkan
(Waspadji, 2005b).
6) Manajemen farmakologis untuk terapi.
Terapi bagi penyandang DM juga dapat dilakukan melalui terapi obat
(farmakoterapi). Manajemen farmakologis DM dapat meliputi obat
hipoglikemik oral yang dapat berupa pemicu sekresi insulin atau penambah
sensitivitas terhadap insulin, dan terapi insulin (Waspadji, 2005a).

b. Subsistem dipandang dari sisi model keputusan


Jika dipandang dari sisi model keputusan, terdapat beberapa subsistem yang
akan dibangun.
1) Sistem inferensi fuzzy (fuzzy inference systems atau FIS)
Sistem inferensi fuzzy merupakan suatu sistem yang menggunakan
sekumpulan IF-THEN rule dengan pendekatan himpunan fuzzy dalam
melakukan proses penalaran. Selama ini telah dikenal beberapa metode dalam
FIS, seperti metode Tsukamoto, metode Mamdani, dan metode TSK (Takagi-
Sugeno-Kang).
2) Pohon keputusan
Pohon keputusan merupakan pohon terstruktur yang berisi sekumpulan
atribut yang diuji secara berurutan untuk memprediksi output (Moore, 2008).
Pohon keputusan merupakan representasi dukungan keputusan yang diberikan
secara grafis. Permasalahan yang didekati dengan menggunakan pohon
keputusan umumnya bersifat saling bebas antara satu kejadian dengan
kejadian yang lainnya (Kusumadewi, et al, 2009). Salah satu kegunaan pohon
keputusan adalah untuk merepresentasikan aturan-aturan pengkasifikasian
(classification rules).

17
3) Penalaran berbasis kasus
Model sistem yang akan dibangun menggunakan pendekatan penalaran
berbasis kasus untuk menentukan jenis obat yang akan dikonsumsi beserta
dosisnya. Case-Based Reasoning (CBR) merupakan model penalaran untuk
menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep analogi. Kapabilitas
CBR di bidang medis mencakup diagnosis, prognosis, terapi, dan tindak lanjut
pada pasien (Colloc et al., 2001).

c. Subsistem dipandang dari basis pemrograman


Sistem penatalaksanaan DM terpadu dibangun dalam beberapa basis
pemrograman. Alasan utama penggunaan beberapa basis pemrograman adalah
untuk kemudahan akses data dan informasi serta pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi yang sudah sangat berkembang.
1) Aplikasi berbasis web
Basis web ditujukan untuk aplikasi yang membutuhkan akses via
internet, dan dimungkinkan untuk dilakukan akuisisi data dalam frekuensi
yang relatif tinggi, serta digunakan oleh beberapa pengguna sekaligus.
Aplikasi yang dibangun dengan berbasis web antara lain.
a) Penentuan tingkat resiko DM
b) Penentuan menu harian bagi penyandang DM.
c) Penentuan jenis latihan jasmani bagi penyandang DM.
2) Aplikasi desktop
Aplikasi yang dibangun berbasis desktop digunakan untuk entry data
rekam medis dan aktivitas diagnosis, baik diagnosis DM maupun diagnosis
terhadap penyakit yang dimungkinkan sebagai penyulit. Aplikasi desktop ini
dipilih dikarenakan pada aktivitas rekam medis dibutuhkan akses data yang
relatif cepat dan relatif aman.

3) Aplikasi berbasis pocket PC (PPC)


Aplikasi berbasis pocket PC (PPC) merupakan program yang dibuat
dan diinstalasi di PPC pengguna. Aplikasi yang dibangun berbasis PPC
bertujuan untuk memberikan kemudahan akses terutama bagi pengguna yang
memiliki mobilitas tinggi. Beberapa aplikasi PPC seperti aplikasi penentuan

18
tingkat resiko DM. Beberapa informasi terkait dengan manajemen DM juga
dapat disertakan pada aplikasi ini, seperti: penentuan kalori harian bagi
penyandang DM, jenis latihan jasmani, beberapa menu harian yang dapat
dikonsumsi, dll.
4) Aplikasi berbasis Short Message Service (SMS)
Ada dua jenis layanan berbasis SMS (SMS gateway) yang akan
digunakan, yaitu SMS request dan SMS reminder. Pada SMS request,
pengguna akan memberikan data input yang dikirim melalui SMS, kemudian
sistem akan memberikan balasan berupa informasi yang diperoleh berdasarkan
data yang diberikan. Sedangkan pada SMS reminder, pengguna akan
mendapatkan kiriman SMS pada saat-saat tertentu yang akan
menginformasikan aktivitas tertentu pula. Sistem berbasis SMS digunakan
untuk aplikasi yang tidak terlalu banyak membutuhkan data input dan juga
tidak memberikan informasi dalam kalimat yang terlalu panjang. Aplikasi
yang menggunakan basis SMS seperti aplikasi penentuan tingkat resiko DM
(SMS request), SMS reminder untuk terapi farmakologis, dan SMS reminder
sebagai pengingat jadual makan. Aplikasi tambahan lain yang juga berbasis
SMS seperti informasi hasil uji darah di laboratorium klinik (SMS request).

d. Subsistem dipandang dari sisi penguna


Sistem ini diperuntukkan bagi beberapa jenis pengguna. Masing-masing
memiliki hak akses yang berbeda.
1) Penyandang DM
Penyandang DM adalah orang yang sudah positif terdiagnosis
menderita DM. Ada beberapa masukan yang dibutuhkan berasal dari
penyandang DM, antara lain: nama, usia, jenis kelamin, faktor-faktor resiko
DM, dll.
2) Dokter spesialis penyakit dalam
Dokter spesialis penyakit dalam merupakan orang ahli yang
dibutuhkan dalam membangun basis pengetahuan.

3) Ahli gizi
Ahli gizi merupakan orang ahli yang dibutuhkan dalam membangun
basis pengetahuan khususnya dalam penentuan menu harian dengan gizi

19
seimbang. Ada beberapa masukan yang dibutuhkan berasal dari ahli gizi,
antara lain: beberapa kasus yang pernah dialami dalam menentukan menu
harian dengan gizi seimbang yang dibutuhkan bagi penyandang DM.
4) Laboran
Laboran adalah petugas yang bekerja di laboratorium klinik dan
bertugas mengambil sampel darah sekaligus menganalisis sampel darah
pengguna. Ada beberapa masukan yang dibutuhkan berasal dari laboran,
antara lain: gila darah sewaktu, gula darah puasa, dan gula darah 2 jam pasca
puasa.
5) Dokter spesialis terkait dengan penyakit yang menjadi komplikasi
Dokter spesialis terkait dengan penyakit komplikasi merupakan dokter
ahli yang dibutuhkan dalam membangun basis pengetahuan yang berhubungan
dengan penyulit DM. Ada beberapa masukan yang dibutuhkan berasal dari
dokter spesialis ini, antara lain: faktor-faktor yang mempengaruhi resiko
komplikasi, dan beberapa kasus yang pernah dialami dalam mendiagnosis
adanya komplikasi bagi penyandang DM.
6) Perawat
Perawat adalah orang yang bertugas merawat pasien di rumah sakit.
Perawat memberikan data masukan berupa kondisi terkini dari pasien yang
dirawatnya.
7) Masyarakat umum
Masyarakat umum adalah siapa saja yang ingin memanfaatkan sistem
ini tanpa melalui proses login. Masyarakat umum hanya dapat mengakses
aplikasi berbasis web. Masyarakat umum dapat melakukan penghitungan
resiko DM dengan memberikan faktor-faktor resiko DM.
8) Administrator
Administrator adalah seseorang yang bertugas melakukan manajemen sistem.

a. Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum


Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang
meliputi:

1) Riwayat Penyakit
a) Usia dan karakteristik saat onset diabetes.

20
b) Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat
badan.
c) Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
d) Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri.
e) Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
f) Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
g) Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.
h) Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata,
jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.
i) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
j) Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
k) Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
l) Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Pengukuran tinggi dan berat badan.
b) Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
c) Pemeriksaan funduskopi.
d) Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
e) Pemeriksaan jantung.
f) Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
g) Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas).
h) Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin).
i) Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.

21
3) Evaluasi Laboratorium
a) Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO.
b) Pemeriksaan kadar HbA1c 4. Penapisan Komplikasi Penapisan komplikasi
harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2
melalui pemeriksaan: Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High
Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan
trigliserida.
c) Tes fungsi hati.
d) Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR .
e) Tes urin rutin .
f) Albumin urin kuantitatif.
g) Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
h) Elektrokardiogram.
i) Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).
j) Pemeriksaan kaki secara komprehensif.

b. Langkah-langkah Penatalaksanaan khusus


Khusus Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup
sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi
farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau
kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat,
misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder
atau Tersier. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut dapat dilakukan setelah
mendapat pelatihan khusus.
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik (B). Materi edukasi terdiri dari
materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.

22
a) Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Primer yang meliputi:
 Materi tentang perjalanan penyakit DM.
 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
 Penyulit DM dan risikonya.
 Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
 Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
 Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
 Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
 Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
 Pentingnya perawatan kaki.
 Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan (B).
b) Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
 Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
 Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
 Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
 Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
 Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
 Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.
 Pemeliharaan/perawatan kaki.

c) Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah memenuhi


anjuran:
 Mengikuti pola makan sehat.
 Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur.

23
 Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara
aman dan teratur.
 Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
 Melakukan perawatan kaki secara berkala.
 Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit
akut dengan tepat.
 Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.
 Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
d) Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:
 Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan.
 Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang
sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
 Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan
simulasi.
 Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan
keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap
tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan
hasil pemeriksaan laboratorium.
 Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat
diterima.
 Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.
 Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.
 Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya.
 Gunakan alat bantu audio visual.

2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)


TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara
komprehensif (A). Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara

24
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya
diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM (A). Penyandang
DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu
sendiri.
Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:
a) Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
 Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
b) Lemak
 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
 Komposisi yang dianjurkan:
 lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
 lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
 selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
fullcream.
 Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
c) Protein
 Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
 Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.

25
 Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan
65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM
yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg
BB perhari.
d) Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang
sehat yaitu <2300 mg perhari (B).
 Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual (B).
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
e) Serat
 Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacangkacangan,
buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
 Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.

3) Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan
latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (A). Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70%
denyut jantung maksimal)(A) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging,
dan berenang.

26
4) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan.
a) Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat
antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
 Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
 Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
 Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan
 Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)
 Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
b) Obat Antihiperglikemia Suntik Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu
insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
 Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan, HbA1c > 9% dengan kondisi
dekompensasi metabolik, Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia
berat yang disertai ketosis, Krisis Hiperglikemia, Gagal dengan kombinasi
OHO dosis optimal.
 Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan
baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta
sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek
menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan
menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga
digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan
obesitas.

Penatalaksanaan penyakit diabetes menurut engram (1999 : 535) yaitu:

a. Diabetes tipe I : Insulin


Insulin eksogen diberikan pada pasien yang tidak cukup pemenuhan
kebutuhanya dari insulin endogen. Efek dari insulin adalah menurunkan
glukosa plasma dengan cara meningkatkan ”uptuke” dan penggunaan glukosa

27
oleh otot, serta menurunkan pengeluaran glukosa dari hati. Pengaturaan dosis
insulin :
1) Pengaturanya ditentukan ada tidaknya glukosuria, disamping kadar glukosa
plasma.
2) Bila tidak ada komplikasi, terapi diawali dengan dosis 10-20 u lente insulin
atau NPH sebelum makan pagi secara SC.
3) Intruksikan pasien untuk memeriksakan reduksi urine sebelu, makan dan
sebelum tidur selama pengaturan dosis insulin berlangsung.
4) Pasien harus mempunyai catatan pembrian insulin.
b. Diabetes tipe II
1) Modifikasi diet
Diet direncanakan sesuai dengan berat badan, aktivitas, dan semua
jenis nutrisi, bertujuan untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Standar
yang diajurkan adalah makanan yang mengandug komposisi : karbohidrat
(60-70%), proteiin (10-15%), lemak (20-25%).
2) Latihan
Latihan fisik atau bekerja juga mempengaruhi pengaturan kadar
glukosa darah penderita diabetes dan mempermudah traspor glukosa kedalam
sel. Untuk dapat memperoleh pengaturan glukosa yang lebih 7 baik, maka
diperlukan pengaturan yang tepat untuk melakukan latihan fisik.
3) Agen hipoglikemia
Agen hipoglekimia bekerja dengan merangsang sel beta dan
meningkatkan skresi insulin, serta dapat memperbaiki kerja dari insulin.

28
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Tn. S dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene yang
dirawat di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta yang dimulai pada tanggal 22 Juli sampai 24 Juli 2008, melalui pendekatan
proses keperawatan yang meliputi tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama yang dilakukan dalam proses keperawatan.


Berdasarkan pengkajian ini perawat dapat memberikan intervensi keperawatan yang
tepat sesuai kebutuhan dan masalah klien dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM)
dengan komplikasi gangrene.
Pengkajian pada klien dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi
gangrene adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien
Klien bernama Tn. S berusia 43 tahun, status perkawinan menikah,
beragama Islam, suku Jawa, bangsa Indonesia dan pendidikan terakhir SLTA
serta bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Klien beralamat di Jl.
Syaridin No. 35 Jakarta Pusat, sumber biaya ASKES, sumber informasi
berasal dari klien dan keluarga. Resume: Tn. S masuk ke UGD Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta pada tanggal 19 Juli 2008, dengan keluhan
nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008, Hb = 9,9 g/dl, Ht =
28%, leukosit = 18,6 rb/ul, trombosit = 313 rb/ul, eritrosit = 3,61 juta/ul, GDS
= 449 mg/dl, Na = 132 mmol/l, K = 4,00 mmol/l, Cl = 112 mmol/l. Kemudian
klien dipindahkan ke lantai V selatan pada tanggal 20 Juli 2008 pada buku
status didapatkan data TTV = TD = 110/70 mmHg, N = 80x/mnt, Suhu =
36,80 C, pernapasan = 20x/mnt. Sesak napas positif, BAK sedikit warna
kuning jernih. Masalah keperawatan yang muncul, resiko tinggi nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, resiko kurang volume cairan tubuh, pola napas tidak
efektif, gangguan integritas kulit, intoleransi aktifitas.

29
b. Riwayat Keperawatan

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengeluh nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu yang

lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya karena klien sering olahraga

dengan kaki telanjang di jalan yang pernah terkena banjir, karena merasa

gatal-gatal pada telapak kakinya, kemudian digaruk dan menjadi luka yang

tidak sembuh-sembuh, satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit,

pada akhirnya klien dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta.

 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien menderita diabetes melitus sejak lima tahun yang lalu pada tahun

2003. Sejak menderita diabetes melitus klien menjadi alergi dengan

makanan/ikan laut. Klien mengkonsumsi obat glibenklamid 1x2 tablet

sejak lima tahun yang lalu.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

43

30
Keterangan :

: Laki-laki : Laki-laki yang


: Perempuan menderita penyakit
: Laki-laki meninggal yang sama
: Perempuan meninggal
: Klien
Klien mempunyai tiga orang kakak laki-laki dan satu orang kakak

perempuan, satu orang adik perempuan dan dua orang adik laki-laki. Kakak

laki-laki ketiga mengalami penyakit yang sama, tetapi klien dan keluarga

mengatakan orang tua mereka tidak ada yang mengalami penyakit yang sama

dengan klien.

 Riwayat Psikososial dan Spiritual

Klien dekat dengan istri dan kakak ketiganya. Pola komunikasi dalam

keluarga terbuka, cara pembuatan keputusan yaitu dengan musyawarah.

Kegiatan kemasyarakatan yang diikuti oleh klien adalah gotong royong.

Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga merasa sedih

dan khawatir. Mekanisme koping klien dalam mengatasi stres adalah

dengan pemecahan masalah.

Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah kesembuhannya, klien berharap

bisa cepat pulang dan bekerja kembali seperti semula setelah menjalani

perawatan, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah klien

menjadi bergantung dengan istri dan keluarga jika ingin melakukan

31
aktivitas. Tidak ada nilai kepercayaan klien yang bertentangan dengan

kesehatan. Aktivitas agama yang biasa dilakukan klien adalah sholat lima

waktu.

 Kondisi Lingkungan Rumah

Klien dan keluarga mengatakan rumahnya jauh dari jalan raya.

Ventilasi dan penerangan cukup dan selalu dibersihkan setiap hari,

sehingga tidak mempengaruhi dan tidak beresiko terhadap kesehatan.

 Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum dan Sesudah Sakit

a) Pola Nutrisi
Sebelum sakit klien biasa makan 3 kali sehari dalam sehari,
nafsu makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu porsi.
Tidak ada makanan yang tidak disukai dan makanan yang membuat
alergi adalah ikan laut dan makanan pantangan klien adalah makanan
yang manis-manis. Klien tidak pernah diet terhadap makanan, klien
mengkonsumsi obat glibenklamid 2 kali sehari sebelum makan, klien
tidak menggunakan alat bantu pada saat makan.
Saat dirawat di rumah sakit frekuensi makan 3 kali dalam
sehari, nafsu makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu
porsi. Tidak ada makanan yang tidak disukai dan makanan yang
membuat alergi. Makanan pantangan adalah yang manis-manis.
Makanan diet yang diberikan pada klien adalah diet diabetes melitus
2100 kalori, klien diberikan terapi insulin (50 unit + NaCl 0,9% 50 cc)
dalam syringe pump dan 5 unit 3 kali sehari sebelum makan. Klien
tidak menggunakan NGT.
b) Pola Eliminasi
Sebelum sakit klien buang air kecil 8-10 kali dalam sehari,
warna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan alat
bantu seperti kateter pada saat buang air kecil. Frekuensi klien buang
air besar adalah 1 kali dalam sehari, pada pagi hari berwarna coklat,
bau khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat buang air besar
dan tidak pernah menggunakan laxative.

32
Di rumah sakit klien buang air kecil 5-6 kali dalam sehari
berwarna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan alat
kateter. Klien buang air besar 1 kali sehari, waktu tidak tentu, warna
coklat, bau khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat buang air
besar dan tidak menggunakan laxative.
c) Pola Personal Hygiene
Pada saat sebelum sakit klien mandi dua kali dalam sehari ,
pagi dan sore hari, dengan menggunakan sabun mandi serta
menggosok gigi dua kali dalam sehari. Klien mencuci rambut sebanyak
tiga kali dalam seminggu dengan menggunakan shampoo.
d) Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit lama tidur siang klien kurang lebih 1 jam, lama
tidur malam klien 7-8 jam perharinya, sebelum tidur klien biasanya
berdoa. Saat dirawat di rumah sakit klien tidur siang 2-3 jam, lama
tidur malam 7-8 jam perharinya. Dan sebelum tidur klien selalu
berdoa.
e) Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit klien bekerja, waktu bekerja tergantung jadwal
shift. Klien berolahraga jogging dua kali dalam seminggu, tidak ada
keluhan dalam beraktifitas. Saat di rumah sakit aktivitas sehari-hari
(BAK, BAB, personal hygiene) dibantu istri dan keluarga, dan klien
tidak pernah melakukan olahraga.
f) Kebiasaan yang mempengaruhi klien
Sebelum dan sesudah sakit klien tidak pernah merokok dan
meminum minuman keras.
c. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum klien sakit sedang. Berat badan sekarang tidak dapat
dikaji, berat badan sebelum sakit 76 kg dengan tinggi badan 160 cm.
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88x/mnt, frekuensi napas 24x/mnt,
suhu 370C, tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
 Sistem Penglihatan

33
Posisi mata klien simetri, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sklera ikterik, pupil isokor,
otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-
tanda radang, klien tidak memakai kaca mata ataupun lensa kontak dan
reaksi terhadap cahaya baik.
 Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, tidak ada cairan dari telinga, kondisi telinga
normal, tidak ada perasaan penuh di telinga, tinitus tidak ada, fungsi
pendengaran baik dan tidak menggunakan alat bantu dengar.
 Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan dalam berbicara atau berkomunikasi,
cara berbicara klien jelas dan mudah dipahami.
 Sistem Pernapasan
Jalan napas klien bersih, pernapasan tidak sesak, dalam bernapas klien
tidak menggunakan alat bantu pernapasan. Frekuensi 24x/menit dan irama
teratur, jenis pernapasan spontan, kedalaman napas dangkal, tidak ada
batuk, tidak ada sputum, pada palpasi dada tampak simetris, perkusi dada
klien resonan, suara napas vesikuler, tidak ada nyeri saat bernapas dan
tidak menggunakan alat bantu napas.
 Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi peripher nadi 88 kali/menit , irama teratur, tekanan darah
110/80 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat,
warna kulit pucat, pengisian kapiler lebih dari 3 detik dan tidak ada edema.
Sirkulasi jantung klien, kecepatan denyut apikal 88x/menit, irama teratur,
tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada sakit dada.
 Sistem Hematologi

Klien tampak pucat dan tidak ada perdarahan.

 Sistem syaraf Pusat

Tingkat kesadaran klien kompos mentis, tidak ada keluhan sakit

kepala, GCS = E : 4, M : 6, V : 5, dan tidak ada tanda-tanda peningkatan

34
TIK (muntah, nyeri kepala, papil edema). Tidak ada gangguan sistem

persyarafan.

 Sistem Pencernaaan

Keadaan mulut klien, gigi tidak karies, klien tidak menggunakan gigi

palsu, stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, salifa normal, muntah tidak

ada, nyeri daerah perut tidak ada, bising usus 6x/menit, tidak ada diare,

tidak ada konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen kembung.

 Sistem Endokrin

Tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak berbau keton,

poliuri dan polidipsi tidak ada, poliphagi ada pada klien. Terdapat luka

gangrene pada pedis sinistra yaitu telapak kaki dengan diameter luka 0,5

cm, keadaan luka : tampak adanya pus berwarna putih susu dan coklat

serta mengeluarkan darah.

 Sistem Urogenital

Tidak ada perubahan pola berkemih pada klien, tidak ada distensi

kandung kemih dan sakit pinggang, intake ; minum 600 ml/24 jam,

parenteral : 1500 ml/24 jam. Output : BAK : 900 ml/24 jam, IWL : 900

ml/24 jam sehingga balance cairan 2100 ml – 1800 ml = +300 ml/24 jam.

 Sistem integument

Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat, keadaan

kulit baik, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah penusukan syringe

pump bengkak dan klien merasa nyeri, syringe pump dipasang pada

tanggal 20 juli 2008. Keadaan rambut tekstur baik dan kebersihan baik.

35
 Sistem Muskuloskeletal

Klien tidak mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit

pada tulang, sendi, kulit, tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk

tulang, sendi dan kelainan struktur tulang belakang, keadaan tonus otot

baik. 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 2

 Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)

Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab dan makanan yang

harus dihindari.

d. Pemeriksaan Penunjang

Pada tanggal 19 Juli 2008 dilakukan:

 Pemeriksaan Laboratorium

1) Hematologi/darah lengkap; Hb: 9,9 g/dl(N; P:13,2-17,3), Ht: 28% (N;

33%-45%), Leukosit: 18.000/ul (N: 5000-10000/ul), Trombosit: 313000/ul

(N: 150-440 rb/ul), Eritrosit: 3,61 juta/ul (N: 4,40-5,90 juta/ul).

2) Cairan elektrolit ; natrium = 132 mmol/l (N = 135-147 mmol/l),

Kalium = 4,00 mmol/l (N = 3,10-5,10 mmol/l), klorida = 112 mmol/l (N =

95-108 mmol/l).

3) Fungsi ginjal ; kreatinin darah = 1,2 mg/dl (N = 0,6-1,5 mg/dl).

4) Glukosa darah sewaktu = 449 mg/dl (N = 70 – 140 mg/dl).

5) Urinalisa ; berat jenis = 1,020 (N = 1,003 – 1,030). Warna = kuning,

kejernihan = jernih).

 Pemeriksaan Radiologi

36
Foto pedis AP, hasil = pelvis : kontur dan struktur tulang normal tak

tampak lesi titik dan sklerotik, sela sendi normal soft tissue swelling, kesan

: tak tampak kelainan tulang

Pada tanggal 21 Juli 2008 dilakukan :

- Pemeriksaan laboratorium

Fungsi hati : protein total = 6,69 (N= 6,00 – 8,00), albumin = 2,50 g/dl

(N = 3,40 – 4,80 g/dl), globulin = 4,19 g/dl (N = 2,50 – 3,00 g/dl).

Fungsi ginjal ; kreatinin darah = 1,1 mg/dl (N = 0,6 – 1,5 mg/dl).

Pada tanggal 22 Juli 2008 dilakukan :

- Pemeriksaan laboratorium

Glukosa darah sewaktu = 217 mg/dl (N = 70 – 140 mg/dl)

e. Penatalaksanaan

Tanggal 21 Juli 2008, klien mendapat terapi obat yaitu : ceftriaxone 1

x 2 gram, captopril 2 x 6,25 gram, metronidazole 3 x 500 mg, paracetamol 3 x

500 mg. Terapi cairan IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/menit. Diet diabetes melitus

2100 kalori. Terapi insulin, drip insulin 50 unit (Actrapid) +NaCl 0,9 % 50 cc

dalam syringe pump = 2 unit/jam = 2 cc/jam. Actrapid 3 x 5 iu sebelum makan

(pagi, siang, sore). Terapi perawatan luka : kompres NaCl 0,9 % 2 x dalam

sehari. Pemeriksaan sleeding scale per 6 jam dalam sehari dan pemeriksaan

GDN/2 PP 1 minggu 2 kali.

f. Data Fokus

Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. S (43 tahun) pada tanggal 22 Juli

2008, didapatkan data fokus sebagai berikut :

- Data subjektif :

37
klien mengatakan nyeri pada luka apabila luka dibersihkan, skala nyeri

6. Klien mengatakan infus NaCl 0,9 % dipasang pada tanggal 19 Juli

2008 dan syringe pump dipasang sejak tanggal 20 Juli 2008, merasa

nyeri pada daerah penusukan syringe pump. Klien mengatakan BAK ±

5 – 6 kali sehari. Minum ± 600 ml/hari. Berat badan klien sebelum

sakit (1 bulan yang lalu) 76 kg, keluarga klien mengatakan berat badan

klien menurun sejak sakit (1 bulan yang lalu). Klien mengatakan terasa

lemas.

- Data objektif :

Tampak rembesan pus pada balutan luka, terdapat akses pada

pedis sinistra, klien tampak meringis saat luka dibersihkan, diameter

luka 0,5 cm, keadaan luka : tampak adanya pus berwarna putih susu

dan coklat, serta mengeluarkan darah. Hasil pemeriksaan laboratorium

tanggal 19 Juli 2008 leukosit = 18,4 ribu/ul. Tanggal 22 Juli 2008 =

217 mg/dl, balutan infus NaCl tampak bersih, daerah penusukan

syringe pump tampak bengkak, agak merah. Klien terpasang infus

NaCl 0,9 % 500 ml/8 jam = 20 tts/menit. Insulin drip 50 unit

(Actrapid) + NaCl 50 cc dalam syringe pump. TTV : TD = 110/80

mmHg, N = 88x/menit, pernapasan : 24x/menit, suhu : 370C.

Pengisian kapiler lebih dari 3 detik, intake ; minum = 600 ml/24 jam,

parenteral = 1500 ml/24 jam. Output ; BAK = 900 ml/24 jam, IWL =

900 ml/24 jam. Balance cairan : 2100 ml – 1800 ml = +300 ml/24 jam.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Ht = 28 %,

tanggal 21 Juli 2008, albumin 2,50 gr/dl. Klien tampak lemas,

konjungtiva klien anemis, warna kulit klien pucat, LILA klien 28 cm,

38
bising usus klien 6x/menit, berat badan sekarang belum dapat dikaji,

hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Hb = 9,9 gram/dl,

tanggal 22 Juli 2008 GDN/2 PP belum ada, klien mendapatkan

actrapid 3x5 iu sebelum makan (pagi, siang, sore), keadaan umum

sedang, klien tampak lemas, kesadaran kompos mentis, GCS = E : 4,

M : 6, V : kongjungtiva klien anemis.

g. Analisis Data

No Data Masalah Etiologi

1. Data subjektif : Resiko tinggi Meningkatnya kadar

perluasan infeksi glukosa dalam


- Klien mengatakan nyeri pada luka
darah
apabila luka dibersihkan.

- Skala

nyeri 6

Data objektif :

- Tampak

rembesan pus pada balutan

- Terdapat

abses pada pedis sinistra

- Diameter

luka 0,5 cm, keadaan luka: tampak

adanya pus berwarna putih susu

dan coklat, serta mengeluarkan

darah

39
No Data Masalah Etiologi

- Hasil

pemeriksaan gula darah sewaktu

tanggal 19 Juli 2008

Leukosit : 18,4 ribu/ul, tanggal 22

Juli 2008 GDS : 217 mg/dl,


2. Data subjektif Resiko kelebihan Penurunan tekanan

volume cairan osmotic koloid


- Klien mengatakan BAK ± 5-6 x /

hari

- Minum ± 600 ml/24 jam

Data objektif :

- Intake ; minum 600 ml/24 jam,

parenteral 1500 ml/24 jam,

- Output ; BAK = 900 ml/24 jam,

IWL : 900 ml/24 jam

- Hasil laboratorium tanggal 19 Juli

2008 Ht : 28 %. Tanggal 21 Juli

2008 Albumin 2,50 gr/dl.


3. Data subjektif : Resiko perubahan Ketidakcukupan

nutrisi kurang dari insulin untuk


- Klien mengatakan berat badan
kebutuhan tubuh transport glukosa ke
sebelum sakit (1 bulan yang lalu)
dalam sel
- Keluarga klien mengatakan berat

banda klien menurun sejak sakit (1

bulan yang lalu)

40
No Data Masalah Etiologi
Data objektif:

- Klien tampak lemas

- Konjungtiva klien anemis

- Warna kulit klien pucat

- LILA klien 28 cm

- Bising usus klien 6x/menit

- Berat badan sekarang belum dapat

dikaji

- Hasil pemeriksaan laboratorium tgl

19 Juli 2008 Hb = 9,9 gr/dl, tgl 21

Juli 2008 albumin = 2,50 gr/dl, tgl

22 Juli 2008 GDN/2 PP belum ada,

GDS : 217 mg/dl

- Klien terpasang insulin drip 50 unit

(actrapid) + NaCl 0,9 % 50 cc

dalam syringe pump

- Klien mendapatkan actrapid 3x5 iu

sebelum makan (pagi, siang, sore)


4. Data subjektif : Intoleransi aktivitas Kelemahan fisik:

perfusi jaringan
Klien mengatakan merasa lemas
tidak adekuat,
Data objektif :
kelemahan fisik,

Keadaan umum sedang proses inflamasi

Klien tampak lemas

41
No Data Masalah Etiologi
Kesadaran kompos mentis, GCS = E :

4, M : 6, V : 5

Konjungtiva klien anemis

Wajah klien tampak pucat

Hasil pemeriksaan laboratorium tgl

19 Juli 2008 Hb : 9,9 gr/dl, leukosit :

18,4 ribu/ul,

- TTV Klien

TD = 110/80 mmHg

N = 88x/menit

P = 24x/menit

S = 370 C
5. Data subjektif : Resiko terhadap Tempat masuknya

infeksi mikroorganisme
- Klien mengatakan :
sekunder terhadap
Infus NaCl 0,9 % dipasang sejak
pemasangan
tanggal 19 Juli 2008 dan syringe
infus/syringe pump
pump dipasang sejak tanggal 20

Juli 2008

Merasa nyeri pada daerah

penusukan syringe pump

42
No Data Masalah Etiologi
Data objektif :

- Balutan infus NaCl 0,9 % tampak

bersih

- Daerah penusukan syringe pump

tampak bengkak, agak merah

- Klien terpasang infus NaCl 0,9 %

500 ml/8 jam = 20 tts/mnt, insulin

drip 50 unit (actrapid) + NaCl 0,9

% 50 cc dalam syringe pump

- Hasil pemeriksaan laboratorium tgl

19 Juli 2008 Leukosit = 18,4 ribu/ul

TTV :

TD = 110/80 mmHg

N = 88x/menit

P = 24x/menit

S = 370 C

Diagnosis Keperawatan

Diagnosa yang muncul berdasarkan hasil pengkajian adalah :

1. Resiko tinggi perluasan infeksi


berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah.
2. Resiko kelebihan volume cairan
tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid.

43
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport
glukosa ke dalam sel.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan tidak adekuat (Hb menurun), proses
inflamasi.
5. Resiko terhadap infeksi berhubungan
dengan tempat masuknya mikroorganisme-mikroorganisme sekunder terhadap
pemasangan infus / syringe pump.

Intervensi Keperawatan

Diagnosis Tujuan dan Rencana Tindakan Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
Resiko tinggi Tujuan: a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan a. mengetahui
perluasan Setelah (rubor, kalor, dolor, tumor, pus, bau) tanda-tanda infeksi
infeksi dilakukan b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan dan
berhubungan tindakan melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah mengintervensi
dengan keperawatan melakukan tindakan. segera
meningkatnya selama 3x24 c. Lakukan perawatan luka 2 kali dalam sehari b. sebagai proteksi
kadar glukosa jam diharapkan dengan teknik septik dan aseptik. diri dan mencegah
dalam darah. perluasan d. Observasi nilai laboratorium terutama terjadinya infeksi
infeksi tidak leukosit. silang
terjadi. e. Observasi tanda-tanda vital (terutama suhu). (nasokomia).
f. Kolaborasi : lakukan pemeriksaan kultur dan c. menurunkan
Kriteria Hasil: sehingga dapat memilih/ memberikan terapi resiko infeksi
Tanda-tanda antibiotik yang tepat. d. leukosit
infeksi dan Berikan obat antibiotik sesuai program. meningkat
peradangan g. Berikan terapi insulin sesuai program. mengindikasikan
(rubor, kalor, terjadinya infeksi.
dolor, tumor, e.dugaan adanya
pus, bau) tidak infeksi.
ada tanda-tanda f. penanganan awal
vital dalam dapat membantu
batas normal mencegah
terutama suhu timbulnya sepsis.
(360 C – g. meningkatkan
37.50C), hasil keadekuatan
laboratorium insulin.
terutama
leukosit dalam .
batas normal
(5.000-
10.000/ul).
Hasil gula darah
sewaktu dalam
batas normal
(70-140 mg/dl).

44
Resiko Tujuan: a. Ukur intake dan output tiap hari a. menunjukkan
kelebihan Setelah b. Observasi derajat perifer/edema status volume
volume cairan dilakukan dependen sirkulasi,
berhubungan tindakan c. Anjurkan untuk tirah baring (bila terjadinya
dengan keperawatan ada asites) perbaikan
Penurunan selama 3 x 24 d. Kolaborasi : pantau albumin serum perpindahan
tekanan osmotic jam diharapkan dan elektrolit (khususnya kalium cairan, dan respon
koloid kelebihan dan nutrisi) terhadap terapi.
volume cairan e. Berikan albumin sesuai indikasi b. perpindahan
tidak terjadi. cairan pada
jaringan sebagai
Kriteria Hasil: akibat retensi
Intake dan natrium dan air,
output penurunan albumin
seimbang, dan penurunan
tanda-tanda ADH
vital dalam c. dapat
batas normal meningkatkan
(TD = 120/80 posisi rekumben
mmHg, Nadi = untuk diuresis
60-100x/menit, d. penurunan
pernapasan = albumin serum
16-20x/menit, mempengaruhi
suhu = 36-37.50 tekanan osmotik
C), tidak ada koloid plasma,
edema, hasil mengakibatkan
laboratorium : pembentukan
hematokrit edema
dalam batas e. albumin
normal (33- mungkin
45%). Albumin diperlukan untuk
dalam batas meningkatkan
normal (3,40 – tekanan osmotik
4,80 gr/dl). koloid dalam
kompartemen
vaskuler

Resiko Tujuan: Setelah a. Observasi status nutrisi klien a. mengetahui


perubahan dilakukan b. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri asupan nutrisi
nutrisi kurang tindakan abdomen / perut kembung, mual, muntah. klien
dari kebutuhan keperawatan c. Timbang berat badan sesuai yang adekuat b. hiperglikemia
tubuh selama 3x24 d. Beri makanan porsi kecil tapi sering dan gangguan
berhubungan jam diharapkan e. Kolaborasi : pantau pemeriksaan laboratorium keseimbangan
dengan resiko seperti glukosa darah, aseton, pH dan HCO 3, Hb, cairan dan
Ketidakcukupa perubahan albumin elektrolit dapat
n insulin untuk nutrisi tidak f. Berikan pengobatan insulin secara teratur menurunkan
transport terjadi. g. Kolaborasi = dengan ahli diet motilitas/fungsi
glukosa ke lambung
dalam sel Kriteria Hasil: (distensi /ileus
Berat badan paralitik) yang
klien stabil, akan
menghabiskan mempengaruhi
diet sesuai pilihan intervensi.
porsi, nilai hasil c. mengkaji
laboratorium pemasukan yang
normal (Hb, adekuat
albumin, gula d. mengurangi rasa
darah). mual dan memberi
rasa nyaman

45
e. menurunkan
insiden
hipoglikemia
f. untuk
memperhitungkan
dan penyesuaian
diet

Implementasi Keperawatan

Tgl/Pukul No. Tindakan Keperawatan Paraf


dx
22/07/2008 1.
s.d
24/07/2008 - memberikan obat antibiotik
(metronidazole 500 mg/100 ml), obat
10.00 – masuk melalui IV dengan lancar.
10.15 - mengobservasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan (rubor, kalor, dolor, tumor,
11.00 – pus, bau). Terdapat tanda-tanda infeksi
11.20 pada kaki kiri klien seperti : panas, nyeri,
kemerahan dan bengkak, pus berwarna
putih susu dan coklat serta mengeluarkan
darah.
- meningkatkan upaya pencegahan dengan
melakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan (perawatan
luka), perawat mencuci tangan.
- melakukan perawatan luka dengan teknik
septik dan aseptik, luka klien terdapat pus
berwarna putih susu dan coklat serta
12.00 – terdapat darah, mengambil sampel pus
12.20 untuk pemeriksaan kultur pus, hasil

46
pemeriksaan kultur pus belum ada.
16.00 – - memberikan terapi insulin (actrapid),
16.30 klien mendapatkan actrapid 5 iu sebelum
makan
17.30 –
18.00 - melakukan perawatan luka dengan teknik
septik dan aseptik (oleh perawat ruangan),
luka terdapat pus berwarna putih susu dan
coklat serta terdapat darah.
21.00 – - memberikan terapi insulin (oleh perawat
21.15 ruangan), klien mendapatkan actrapid 5 iu.
- memberikan obat antibiotik
22.00 – (metronidazole 500 mg/100 ml) (oleh
22.15 perawat ruangan), obat masuk melalui IV
dengan lancar.
02.00 – - memberikan terapi insulaktad (oleh
02.15 perawat ruangan), mendapatkan insulaktad
5 iu
06.30 – - memberikan antibiotik ceftriaxone 2 gram
06.45 (oleh perawat ruangan), obat masuk
melalui intravena.
- memberikan obat antibiotik
Metronidazole 500 mg/100 ml, (oleh
perawat ruangan), obat masuk melalui
intravena.

- memberikan terapi insulin actrapid (oleh


perawat ruangan), klien mendapatkan
actrapid 5 iu.

22/07/2008 2
S.d
24/08/2008 - mengukur intake dan output klien,
11.00 – intake ; minum : ± 200 ml/8 jam.,
11.15 parenteral : 500 ml/8 jam. Output ; urine :
300 ml/8 jam, IWL = 300/8 jam.
- mengobservasi derajat edema,

13.00 – - memantau albumin serum dan elektrolit,


13.20

47
- mengukur intake dan output klien (oleh
19.30 – perawat ruangan), intake ; minum = ± 200
19.50 ml/8 jam. Parenteral 500ml/8 jam, output;
urine = 300 ml/8 jam, IWL = 300 ml/8
07.30 – jam.
08.00
- mengukur intake dan output klien (oleh
perawat ruangan), intake ; minum ± 200
ml/8 jam, parenteral : 500 ml/8 jam, output
; urine : 300 ml/8 jam, IWL : 300 /8 jam

22/07/2008 3
S.d
24/07/2008 - mengobservasi status nutrisi klien, klien
09.00 – menghabiskan 1 porsi makanannya.
09.20 - mengauskultasi bising usus, mencatat
10.30 – adanya nyeri abdomen / perut kembung,
11.00 mual, muntah, bising usus klien 6x/menit,
nyeri abdomen tidak ada, mual dan muntah
tidak ada, memantau pemeriksaan
laboratorium seperti glukosa darah aseton,
pH dan HCO3, glukosa darah sewaktu
tanggal 22 Juli 2008 = 217 mg/dl (70 –
12.00 – 140mg/dl), tgl 21 Juli 2008 HCO3 = 23,3
12.30 mmol/l (N : 21,0 – 28,0 mmol/l).
- memberikan insulin actrapid 5 iu sebelum
17.30 – makan. Kolaborasi dengan ahli diet, klien
17.50 mendapatkan diet diabetes melitus 2100
21.00 – kalori
21.20 - memberikan terapi insulin, klien
mendapatkan actrapid 5 iu.
- memberikan terapi insulin insulaktad
(oleh perawat ruangan), mendapatkan
insulaktad 5 iu.

22/07/2008 4
S.d
24/07/2008 - mengobservasi kemampuan klien
12.30 – melakukan aktivitas sehari-hari, hasil :
13.00 klien mengkonsumsi snack (bubur kacang
hijau dari rumah sakit) dengan dibantu

48
keluarga (karena kedua tangannya
dipasang infus NaCl 0,9 & dan syringe
pump).
- mengubah posisi klien sesuai
16.30 – 16. kemampuan, hasil : klien mampu miring
50 kiri-miring kanan secara mandiri.

- membantu perawatan dan kebersihan diri


06.00 – (mandi dan sikat gigi, oleh keluarga klien),
06.20 hasil : klien dibantu oleh keluarga.

- mengukur TTV klien (oleh perawat


ruangan) = TD : 110/70 mmHg, N :
80x/menit, pernapasan : 22x/menit, suhu :
370C.

Evaluasi

no Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf


1. 24/07/200 a. Observasi tanda-tanda infeksi dan S: Klien mengatakan
peradangan (rubor, kalor, dolor, tumor,
8 masih merasa nyeri pada
pus, bau)
b. Tingkatkan upaya pencegahan lukanya saat dibersihkan
dengan melakukan cuci tangan sebelum
kemarin, skala nyeri 6
dan sesudah melakukan tindakan.
c. Lakukan perawatan luka 2 kali dalam O: Tampak membesar pus
sehari dengan teknik septik dan aseptik.
pada balutan, tanda-tanda
d. Observasi nilai laboratorium terutama
leukosit. vital, TD = 120/80 mmHg
e. Observasi tanda-tanda vital (terutama
(N : 120/80 mmHg), Nadi
suhu).
f. Kolaborasi : lakukan pemeriksaan = 76x/menit (N : 60-
kultur dan sehingga dapat memilih/
100x/menit), pernapasan =
memberikan terapi antibiotik yang tepat.
Berikan obat antibiotik sesuai program. 20x/menit (16-20x/menit),
g. Berikan terapi insulin sesuai program
suhu = 36.50 C (N : 36-
37,50 C), hasil
laboratorium tanggal 24
Juli 2008 leukosit = 4.800
ul (N : 5.000-10.000/ul),
GDS = 202 mg/dl (N: 70 –
140 mg/dl)

49
A: Resiko tinggi perluasan
infeksi berhubungan
dengan meningkatnya
kadar glukosa dalam darah
masih ada
P: Klien rencana operasi
debridement pukul 01.00
WIB, Intervensi post
debridement : dilanjutkan
dan didelegasikan kepada
perawat ruangan.
1. Observasi tanda-tanda
infeksi dan peradangan
2. Tingkatkan upaya
pencegahan dengan
melakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
melakukan tindakan
3. Observasi tanda-tanda
vital (terutama suhu)
4. Berikan obat antibiotic
5. Berikan terapi insulin

2, 24/07/200 a. Ukur intake dan output tiap S: Klien mengatakan


hari
8 b. Observasi derajat masih puasa, BAK 2 kali
perifer/edema dependen O: Balance cairan klien,
c. Anjurkan untuk tirah baring
(bila ada asites) intake ; minum : klien
d. Kolaborasi : pantau albumin
serum dan elektrolit (khususnya kalium puasa, parenteral : 300
dan nutrisi) ml/8 jam. Output ; urine :
e. Berikan albumin sesuai
indikasi 300 ml/8 jam, IWL : 300
ml/8 jam. Balance cairan :
300 – 600 = -300 ml/8
jam. Edema sudah
berkurang..
A: Kelebihan volume
cairan tubuh berhubungan
dengan penurunan tekanan

50
terjadi perubahan
P:Intervensi
1. Ukur intake dan output
tiap hari
2. Observasi derajat
perifer / edema dependen
3. Pantau albumin serum
dan elektrolit
4. Berikan albumin bebas
garam/ plasma, proten 3 x
48 gram/hari extra telur 3
butir / hari

3. 24/07/202 a. Observasi status nutrisi klien S: Klien mengatakan


0 b. Auskultasi bising usus, catat adanya puasa sejak pukul 04.00
nyeri abdomen / perut kembung, mual, pagi
muntah. O: Berat badan klien tidak
c. Timbang berat badan sesuai yang dapat dikaji, klien puasa
adekuat karena akan menjalani
d. Beri makanan porsi kecil tapi sering operasi debridement, nilai
e. Kolaborasi : pantau pemeriksaan hasil laboratorium,
laboratorium seperti glukosa darah, glukosa darah = 202 mg/dl
aseton, pH dan HCO3, Hb, albumin (N : 70 – 140 mg/dl), Hb =
f. Berikan pengobatan insulin secara 9,0 g/dl (N : 13,2 – 17,3
teratur g/dl), albumin tidak ada.
g. Kolaborasi = dengan ahli diet A: Resiko perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin
untuk transport glukosa ke
dalam sel masih ada.
P: Intervensi dilanjutkan :
dan didelegasikan kepada
perawat ruangan
1.
klien.

51
2.
sesuai indikasi.
3.
laboratorium seperti
glukosa darah, aseton,
pH, HCO3, Hb,
albumin.
4.
insulin secara teratur.
5.
scele / 6 jam diganti
dengan KGDH setiap
pukul 06.00, 11.00,
18.00. Berikan
albumin, proten 3x48
gram/hari, extra telur 3
butir/hari
4. 24/07/200 a. Observasi kemampuan klien S: Klien mengatakan hari
8 melakukan aktivitas sehari-hari ini puasa, tetapi klien
b. Batasi aktivitas klien, misal tidak merasa lemas.
mandi/lap di tempat tidur / mandi O: Keadaan umum klien
dengan duduk. sedang, klien tampak
c. Bantu/dorong perawatan dan mampu miring kiri dan
kebersihan diri miring kanan secara
d. Ubah posisi klien sesuai kemampuan mandiri. hasil
pemeriksaan laboratorium
Hb : 9,0 g/dl (13,2 –
13,7g/dl), leukosit = 4,8
ribu/ul (5000 – 10000/ul),
TTV klien, TD : 120/80
mmHg (N : 120/80 m(N :
60 – 100x/mnt), mmHg),
N : 80x/menit (N : 60 –
100x/mnt), pernapasan :
20x/menit (N : 60 –
100x/mnt), suhu : 36.90 C
(N : 36 – 37,50C).

52
A: Masalah intoleransi
aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik :
perfusi jaringan tidak
adekuat (Hb menurun),
proses inflamasi teratasi.
P: Intervensi dihentikan.

53
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan
defisiensi atau resistensi insulin baik relatif maupun absolut yang ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Kelainan metabolik ini dapat
menimbulkan hiperglikemia, hipoglikemia dan secara klinis ditandai dengan poliuria,
polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan. DM adalah penyakit gangguan
metabolik yang terjad’i secara kronis atau menahun karena tubuh tidak mempunyai
hormon insulin yang cukup akibat gangguan padasekresi insulin, hormon insulin yang
tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014).

B. Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan mengetahui
apa itu penyakit diabetes melitus. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu
dan menguasai semua tentang penyakit diabtes melitus.

54
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/35718161/MAKALAH_DM

https://www.academia.edu/7625364/ANFIS_DM

http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:785OgAqFBXoJ:repository.unimus.ac.id/1113/3/BAB
%2520II.pdf+&cd=12&hl=id&ct=clnk&gl=id

http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:5zY3uN_q_jwJ:eprints.umm.ac.id/41188/3/jiptummpp-gdl-inaskhoiru-47045-3-
bab2.pdf+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id

https://www.academia.edu/7234554/PATOFISIOLOGI_DIABETES_MELITUS

https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-
Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.pdf

http://eprints.ums.ac.id/16542/2/Bab_I.pdf

https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/diabetes-kencing-manis/cara-diagnosis-diabetes-
melitus/#gref

https://journal.uii.ac.id/Snati/article/viewFile/1175/1003

http://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/jitek/article/view/153/110

55
56

Anda mungkin juga menyukai