Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH FARMAKOTERAPI

DIABETES MELITUS

OLEH KELOMPOK 2 :
Addini Hidayat (2043700139)
Deta Enda Alpiotika (2043700025)
Elana Maisyara (2043700123)
Her Dwi Deviana (2043700038)
Johan Hendri (2043700047)
Lale Fitriani Nurul Islami (2043700162)
Meitia Maharani Marantika (2043700027)
Ni Nyoman Widya Pratiwi (2043700009)
Selly Putri Salikin (2043700024)
Yetty Anggriani (2043700215)

PROGRAM STUDI APOTEKER


ANGKATAN 43
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS JAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Diabetes Melitus ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas akhir
perkuliah sebelum ujian akhir semester pada bidang studi profesi apoteker, mata kuliah
farmakoterapi terapan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Diabetes Melitus bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen Dr,Apt Diana Laila Ramatillah,
M.Farm, S.Farm, PhD, selaku dosen pengajar farkoterapi terapan, bidang studi profesi
apoteker, mata kuliah farmakoterapi terapan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang di tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta 22 januari 2021

Penulis

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
Latar belakang........................................................................................................................4
Rumusan penulisan makalah..................................................................................................5
Tujuan penulisan makalah......................................................................................................5
Manfaat penelitian..................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................8
Definisi...................................................................................................................................8
Klasifikasi dan etiologi...........................................................................................................8
Patofisiologi............................................................................................................................9
Gejala dan tanda...................................................................................................................11
Epidemiologi........................................................................................................................12
Farmakologi..........................................................................................................................13
Tatalaksana...........................................................................................................................26
Terapi non farmakologi........................................................................................................35
BAB III.....................................................................................................................................37
PENUTUP................................................................................................................................37
Kesimpulan...........................................................................................................................37
Saran.....................................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................38

3|Page
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang

Diabetes millitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin, atau kedua-duanya (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015).

Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi system kesehatan

suatu negara. Walaupun belum ada survai nasional, sejalan dengan perubahan gaya

hidup termasuk pola makan masyarakat indonesia diperkirakan penderita. DM ini

semakin meningkat terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status

sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menepati skala

prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negative

yang ditimbulkan cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung

kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.

DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormone

insulin baik absolut maupun relative. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali

sedangkan relative berarti jumlahnya cukup/menang sedikit tinggi atau daya kerjanya

kurang. Hormone insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam type DM:

DM type I atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan

akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta

pancreas. Gejalan yang menonjol adalah terjadinya sering kencing ( terutama malam

hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini

beratbadannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan

insulin seumur hidup.

4|Page
DM type II atau disebut DM yang tak tergantung dengan insulin. DM ini

disebabkan insulin yang ada tidak dapat berkerja dengan baik, kadar insulin dapat

normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolism glukosa

tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi

hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II dengan obesitas atau ada sangat

kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.

DM type 3 atau disebut Diabetes Millitus gestasional (gestational diabetes,

insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has

progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5

diabetes type 3 diabetes, LADA) atau diabetes millitus yang terjadi hanya selama

kehamilan dan pilih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein

reaktif C pada lintasanpatogenesisnya. GDM mungkin data merusak kesehatan janin

atau ibu, dan sekitar 20-50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.

2. Rumusan penulisan makalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apa pengertian Diabetes Millitus?

b. Apa saja Type Diabetes Millitus?

c. Apa saja tanda-tanda dan gejala Diabetes Millitus?

d. Apa saja factor penyebab Diabetes Millitus?

e. Bagaimana cara pengobatan dan penangan Diabetes Millitus?

f. Bagaimana hubungan Diabetes Millitus dengan anggota tubuh?

3. Tujuan penulisan makalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang dicapai dari makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengertian Diabetes Millitus

b. Untuk mengetahui apa saja type Diaberes Millitus

5|Page
c. Untuk mengetahui apa saja tanda-tanda dan gejala Diabetes Millitus

d. Untuk mengetahui apa saja factor penyebab Diabetes Millitus

e. Untuk mengetahui cara pengobatan dan penangan Diabetes Millitus

f. Untuk mengetahui hubungan Diabetes Millitus dengan anggota tubuh

4. Manfaat penelitian

a. Bagi Universitas 17 Agustus 1945

Untuk Universitas Menambah koleksi bahan pustaka yang harapannya dapat

bermanfaat bagi Universitas 17 Agustus 1945 pada umumnya, serta mahasiswa

Fakutas Farmasi dan Ilmu Pengetahuan.

b. Bagi instansi Pendidikan

Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan informasi dan referensi

kepustakaan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang penyakit Diabetes

Millitus.

c. Bagi Peneliti

Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk memperluas pengetahuan dan

wawasan secara langsung, merencanakan, melaksanakan penelitian, dan

menyusun laporan hasil penelitian, serta meningkatkan keterampilan peneliti

dalam menyajikan data secara jelas dan sistematis. Penelitian ini juga diharapkan

mampu menambah dan memperkaya ilmu dalam keperawatan, serta dapat

digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnys.

d. Bagi Institusi Kesehatan

Memberikan infomasi tentang hasil penelitian dari penyebaran penyakit diabetes

mellitus sehingga dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan untuk mengatasi

dan menanggulangi penyebaran penyakit diabetes mellitus.

6|Page
e. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi penyebaran penyakit diabetes mellitus yaitu tanpa ada

faktor genetik atau bawaan sehingga dapat memprediksi endemik diabetes

mellitus dalam kehidupan masyarakat.

7|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan

kadar glukosa darah (gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama

atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126

mg/dl. DM dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh penyandangnya

dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. DM dapat menyerang hampir seluruh sistem

tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung yang menimbulkan komplikasi (Hestiana,

2017).

2. Klasifikasi dan etiologi

Berdasarkan sebab yang mendasari kemunculannya, DM dibagi menjadi beberapa

golongan, yaitu:

a. Diabetes Melitus Tipe 1 DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran sel pulau pankreas.

Biasanya mengenai anak-anak dan remaja sehingga DM ini disebut juvenile diabetes

(diabetes usia muda), namun saat ini DM ini juga dapat terjadi pada orang dewasa.

Faktor penyebab DM tipe 1 adalah infeksi virus dan reaksi auto-imun (rusaknya

system kekebalan tubuh) yang merusak sel-sel penghasil insulin, yaitu sel β pada

pankreas, secara menyeluruh. Oleh karena itu, pada tipe ini pankreas sama sekali

tidak dapat menghasilkan insulin.

b. Diabetes Melitus Tipe 2 DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin dan

disfungsi sekresi insulin sel β. Diabetes tipe 2 biasanya disebut diabetes life style

karena selain faktor keturunan, juga disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat.

c. Diabetes Tipe Khusus DM tipe khusus disebabkan oleh suatu kondisi seperti

endokrinopati, penyakit eksokrin pankreas, sindrom genetic, induksi obat atau zat

8|Page
kimia, infeksi, dan lain-lain.

9|Page
d. Diabetes Gestasional Diabetes gestasional adalah Diabetes yang terjadi pertama kali

saat hamil atau diabetes yang hanya muncul pada saat kehamilan.Biasanya diabetes

ini muncul pada minggu ke-24 (bulan keenam).Diabetes ini biasanya menghilang

sesudah melahirkan

3. Patofisiologi

Faktor risiko genetik dan lingkungan memengaruhi peradangan, autoimunitas, dan

stres metabolik. Keadaan ini mempengaruhi massa dan/atau fungsi sel β sehingga kadar

insulin pada akhirnya tidak dapat merespon permintaan insulin secara memadai,

menyebabkan kadar hiperglikemia yang cukup untuk mendiagnosis diabetes. Dalam

beberapa kasus, faktor risiko genetik dan lingkungan serta interaksi gen-lingkungan dapat

secara langsung memengaruhi massa dan/atau fungsi sel β. Terlepas dari patofisiologi

diabetes, kadar glukosa darah tinggi kronis dikaitkan dengan komplikasi mikrovaskuler

dan makrovaskular yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada penderita diabetes.

Model ini memposisikan kerusakan dan / atau disfungsi sel β sebagai faktor umum yang

diperlukan untuk semua bentuk diabetes.

10 | P a g e
Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, berbagai faktor genetik dan lingkungan dapat

menyebabkan hilangnya Massa dan/atau fungsi sel beta secara progresif yang dapat

bermanifestasi menjadi hiperglikemia. Saat hiperglikemia terjadi, pasien dengan semua

jenis diabetes berisiko mengalami komplikasi kronis yang sama, meskipun tingkat

perkembangannya mungkin berbeda. Identifikasi dari terapi individual untuk diabetes di

masa depan akan membutuhkan karakterisasi yang lebih baik dari banyak nya jalur terapi

untuk kematian atau disfungsi sel beta. Karakterisasi dari patofisiologi yang mendasari

lebih berkembang pada diabetes tipe 1 dibandingkan diabetes tipe 2. Laju perkembangan

penyakit tergantung pada usia saat deteksi pertama autoantibodi, angka dari autoantibodi,

spesifisitas autoantibodi, dan titer autoantibodi.

Kadar glukosa dan A1C naik jauh sebelum onset klinis diabetes, membuat

diagnosis dapat dilakukan dengan baik sebelum adanya onset DKA (Diabetes

Ketoasidosis). Sedang diperdebatkan apakah progresif lambat diabetes autoimun dengan

onset dewasa harus disebut diabetes autoimun laten pada orang dewasa atau apakah itu

Prioritas klinis dan kesadaran bahwa kerusakan sel autoimun yang lambat bisa jadi

11 | P a g e
berarti menjadi durasi lama

12 | P a g e
dari kapasitas sekresi insulin marginal. Untuk tujuan klasifikasi ini, semua bentuk

diabetes dimediasi oleh penghancuran sel beta autoimun. Kematian dan disfungsi sel beta

pada diabetes tipe 2 kurang jelas, tetapi sekresi insulin sel beta yang kurang, frekuensi

pengaturan resistensi insulin, tampaknya menjadi faktor penyebab yang umum.

Karakterisasi dari sub tipe gangguan heterogen ini telah dikembangkan dan divalidasi di

Skandinavia dan Eropa utara tapi belum dikonfirmasi di kelompok etnis dan ras lain.

Diabetes tipe 2 dikaitkan dengan cacat sekresi insulin terkait untuk peradangan dan stres

metabolik di antara kontributor lainnya, termasuk faktor genetik (Skyler, et al, 2017).

4. Gejala dan tanda

Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan

beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak

menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena

gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi:

a. Sering merasa haus.

b. Sering buang air kecil, terutama di malam hari.

c. Sering merasa sangat lapar.

d. Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.

e. Berkurangnya massa otot.

f. Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan lemak

akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi.

g. Lemas.

h. Pandangan kabur.

i. Luka yang sulit sembuh.

j. Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih.

13 | P a g e
Beberapa gejala lain juga bisa menjadi ciri-ciri bahwa seseorang mengalami

diabetes, antara lain:

a. Mulut kering.

b. Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki.

c. Gatal-gatal.

d. Disfungsi ereksi atau impotensi.

e. Mudah tersinggung.

f. Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam setelah

makan akibat produksi insulin yang berlebihan.

g. Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan, (akantosis

nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin.

Beberapa orang dapat mengalami kondisi prediabetes, yaitu kondisi ketika glukosa

dalam darah di atas normal, namun tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes.

Seseorang yang menderita prediabetes dapat menderita diabetes tipe 2 jika tidak ditangani

dengan baik.

5. Epidemiologi

a. WHO memperkirakan bahwa lebih dari 346 juta orang diseluruh dunia mengidap DM.

Jumlah ini kemungkinan akan lebih dari dua kalilipat pada tahun 2030 tanpa

intervensi. Hampir 80% kematian DM terjadi dinegara berpenghasilan rendah dan

menengah (Azis, Muriman, & Burhan, 2020)

b. Pada tahun 2015 Indonesia berdiri pada posisi ketujuh dengan jumlah penderita

sebanyak 10 juta jiwa. Jumlah penderita DM ini diperkirakan akan meningkat pada

tahun 2040, yaitu sebanyak 16,2 juta jiwa penderita, dapat diartikan bahwa akan

terjadi peningkatan penderita sebanyak 56,2% dari tahun 2015 sampai 2040.

Indonesia juga merupakan negara ketiga yang jumlah orang dengan gangguan

toleransi glukosa (20-


14 | P a g e
79 tahun) pada tahun 2015 yaitu sebesar 29 juta jiwa orang (Azis, Muriman, &

Burhan, 2020)

c. Menurut International Diabetes Federation Pada tahun 2017, sekitar 425 juta orang di

seluruh dunia menderita DM. Jumlah terbesar orang dengan DM yaitu berada di

wilayah Pasifik Barat 159 juta dan Asia Tenggara 82 juta. China menjadi negara

dengan penderita DM terbanyak di dunia dengan 114 juta penderita, kemudian diikuti

oleh India 72,9 juta, lalu Amerika serikat 30,1 juta, kemudian Brazil 12,5 juta dan

Mexico

12 juta penderita. Indonesia menduduki peringkat ke tujuh untuk penderita DM

terbanyak di dunia dengan jumlah 10,3 juta penderita (International Diabetes

Federation (IDF, 2017).

6. Farmakologi

OBAT ANTIHIPERGLIKEMIA SUNTIK

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan

agonis GLP-1.

a. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

§ HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik

§ Penurunan berat badan yang cepat

§ Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

§ Krisis Hiperglikemia

§ Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

§ Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

§ Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

15 | P a g e
§ Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

16 | P a g e
§ Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

§ Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Jenis dan Lama Kerja Insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :

§ Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)

§ Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

§ Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)

§ Insulin kerja panjang (Long-acting insulin) § Insulin kerja ultra panjang (Ultra

longacting insulin)

§ Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan

menengah (Premixed insulin)

Jenis insulin Awitan Puncak Lama Kemasan


(onset) efek kerja
Insulin Analog Kerja Cepat (Rapid Acting)
Insulin Lispro
(Humalog®) Insulin Pen /cartridge
5 – 15 1 -2 jam 4 – 6 jam Pen, vial Pen
Aspart (Novorapid®)
menit
Insulin Glulisin
(Apidra®)
Insulin manusia kerja pendek = Insulin Reguler (Short-Acting)
Humulin® R 30 – 60 2 – 4 jam 6- 8 jam Vial, pen /
Actrapid menit cartridge
Insulin manusia kerja menengah = NPH (Intermediate-Acting)
Humulin N® Vial, pen /
Insulatard® 1,5 – 4 jam 4 – 10 jam 8 – 12 jam cartridge
Insuman Basal®
Insulin Analog Kerja Panjang (Long Acting)
Insulin Glargine 1 – 3 jam Hamper 12 – 24 Pen
(Lantus®) tanpa jam
Insulin Detemir puncak
(Levemir®)
Lantus 300
Insulin Analog Kerja Ultra Panjang (Ultra Long Acting)

17 | P a g e
Degludec 30-60 Hampir Sampai 48
(Tresiba®)* menit tanpa jam
puncak
Insulin manusia Campuran (Human Premixed)
70/30 Humulin® 30- 60 Sampai 48
(70% NPH, 30% menit jam
reguler) 70/30
Mixtard® (70% NPH,
30% reguler)
Insulin Analog Campuran (Human Premixed)
75/25 Humalogmix® 12 – 30 1 – 4 jam
(75% protamin lispro, menit
25% lispro) 70/30
Novomix® (70%
protamine aspart,
30% aspart)
50/50
Premix

Berbagai Jenis Insulin Eksogen

Sumber : Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019

18 | P a g e
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi

peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat

pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis

GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan

obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta

pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan

muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide,

dan Lixisenatide. Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di

Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg

perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk mendapatkan efek

glikemik yang diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian

lebih dari

1.8 mg tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan

sekali sehari secara subkutan.

Jenis Obat Agonis GLP-1/Incretin Mimetic

Sumber : Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019

19 | P a g e
OBAT HIPERGLIKEMIK ORAL

Golongan Keterangan

Pemacu sekresi insulin Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan

sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama

adalah hipoglikemi dan peningkatan berat badan. Hati – hati

menggunakan sulfonilure apada pasien dengan resiko tinggi

hipoglikemi (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal)

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan

sulfonylurea, namun berbeda lokasi reseptor dengan hasil

akhir berupa penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase

pertama. Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu

repaglinide (derivate asam benzoate) dan nateglinid (derivate

fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah

pemberian oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat

ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping

yang mungkin terjadi dalah hipoglikemi.

Peningkatan sensitifitas Metformin

terhadap insulin Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi

glukosa hati (glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan

glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan terapi lini

pertama pada DM tipe II. Dosis metformin diturunkan pada

pasien dengan gangguan fungsi hati (LFG 30 – 60

20 | P a g e
mL/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh diberikan pada

beberapa keadaan LFG < 30 mL/menit/1,73m2, adanya

gangguan hati berat serta pasien – pasien dengan

kecenderungan hipoksemia.(misalnya penyakit

serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung NYHA

fungsional class III-IV). Efek samping yang mungkin terjadi

seperti dyspepsia, diare, dan – lain

Tiazolidinedion (TZD)

Tiazolidinedion merupakan agonis dari Peroxisome

Poliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-Gamma) suatu

reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak dan

hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut

glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan

perifer. Tiazolidinedion meningkatkan retensi cairan tubuh

sehingga dikontraindikasikan pada pasien gagal jantung

(NYHA fungsional class III-IV) karena dapat memperberat

edema/retensi cairan. Hati – hati pada gangguan faal hati dan

bila diberikan harus dilakukan pemantauan secara berkala

terhadap faal hati. Obat yang masuk golongan ini adalah

pioglitazone.

Pengahmbat Alfa Obat ini bekerja dengan menghambat enzim alfa glucosidase

Glukosidase disaluran pencernaan sehingga menghambat arbsorpsi glukosa

dalam usus halus. Penghambat alfa glucosidase tidak dapat

digunakan pada LFG ≤ 30 mL/menit/1,73m2, gangguan faal

21 | P a g e
hati yang berat , irritable bowel syndrome. Efek samping yang

mungkin terjadi bloating (penumpukkan gas dalam usus)

sehingga sering menimbulkan flatus. Contoh obat golongan

ini adalah akarbosa.

Penghambat enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) merupakan suatu serin

Dipeptidyl Peptidase- protease yang didistribusikan secara luas dalam tubuh. Enzim

4 (DPP-4 inhibitor) ini memecah dua asam amino dari peptide yang mengandung

alanin atau prolin diposisi kedua peptide N-terminal. Enzim

DPP-4 tereksperesikan diberbagai organ tubuh termasuk di

usus, membrane brush border ginjal , di hepatosit, endotelium

vaskuler dari kapiler villi dan dalam bentuk larut dalam

plasma. Penghambat DPP-4 akan menghambat lokasi

pengikatan DPP-4 sehingga akan mencegah inaktivasi dari

glucagone-like peptide (GLP-1). Proses inhibisi ini akan

mempertahan kan kadar GLP-1 dan glucose-dependent

insulintropic polypeptide (GIP) dalam bentuk aktif di sirkulasi

darah sehingga dapat memperbaiki toleransi glukosa,

meningkatkan respons insulin dan mengurangi sekresi

glucagon. Penghambat DPP-4 merupakan agen oral dan yang

termasuk golongan ini adalah vildagliptin, linagliptin,

sitagliptin, saxagliptin dan alogliptin.

Penghambat enzim Obat ini bekerja dengan menghambat reabsorpsi glukosa di

Sodium Glucose tubulus proksimal dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui

co_Transporter 2 (SGLT- urin. Obat golongan ini mempunyai manfaat untuk

2 inhibitor) menurunkan berat badan dan tekana darah. Efek samping yang

22 | P a g e
dapat terjadi akibat pemberian obat ini adalah infeksi saluran

kencing dan genital. Pada penyandang DM dengan gangguan

fungsi ginjal perlu dilakukan penyesuaian dosis dan tidak

diperkenankan bila LFG < 45 mL/menit. Hati -hati karena

dapat mencetuskan ketoasidosis.

Profil Obat Antihiperglikemik Oral yang Tersedia di Indonesia

23 | P a g e
Daftar Obat Antihiperglikemik Oral

24 | P a g e
Sumber : Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019

25 | P a g e
INTERAKSI ANTIDIABETES DENGAN OBAT LAIN

GOLONGAN INTERAKSI
Alcohol  Meningkatkan efek hipoglikemik,
 meningkatkan resiko laktat asidosis jika metformin
diberikan Bersama alcohol
 flushing pada individu tertentu/rentan jika klorpropamid
diberikan bersama alkohol
Analgesic AINS dapat meningkatkan efek sulfonilurea
Antagonis hormone Lanretoid dan okretoid dapat menurunkan kebutuhan terhadap
insulin, metformin, repaglinide dan sulfonilurea
Antagonis kalsium Kadang mengganggu toleransi glukosa jika diberikan bersama
nifedipin
Antiaritmia Disopramid dapat meningkatkan efek hipoglikemik glikazid,
insulin dan metformin
Antibakteri  Neomisin dapat meningkatkan efek hipoglikemik,
efek keparahan pada saluran cerna juga meningkat
 klaritromisin juga meningkatkan efek repaglinide
 siprofloksasin dan norfloksasin dapat meningkatkan
efek glibenklamid
 rifampisin menurunkan kadar plasma nateglinid
 rifampisin dapat memberikan efek antagonis terhadap
efek hipoglikemik repaglinide
 rifampisin mneurunkan kadar plasma rosiglitazone,
peningkatan dosis rosiglitazone dapat dipertimbangkan
 kloramfenikol meningkatkan efek sulfonilurea
 rifampisin dapat mempercepat
metabolism Sulfonilurea(mengurangi
efek)
 rifampisin mempercepat metabolism klorpropamid dan
tolbutamide (mengurangi efek)
 sulfonamid dan trimethoprim kadang meningkatkan efek
sulfonylurea

26 | P a g e
 trimethoprim dapat meningkatkan efek hipoglikemi
repaglinide, hindari penggunaan secara bersamaan
Antidepresan penghambat MAO dapat meningkatkan efek hipoglikemi
insulin, metformin, sulfonilurea
Antiepilepsi Tolbutamide meningkatkan efek sementara kadar fenitoin
dalam plasma (dapat terjadi toksisitas)
Antihistamin Jumlah trombosit menurun jika metformin diberikan dengan
ketotifen (hindari penggunaan bersamaan)
Antijamur  flukonazol dan miconazole meningkatkan kadar plasma
sulfonylurea
 miconazole meningkatkan efek hipoglikemi daei glikazid
dan glipizide, hindari penggunaan bersamaan
 flukonazol dapat meningkakan efek hipoglikemi nateglinid
 itraconazole dapat meningkatkan efek hipoglikemi
repaglinide
 posakonazol dapat meningkatkan efek hipoglikemi glipizide
 vorikonazol dapat meningkatkan kadar plasma sulfonilurea
Antikoagulan Kumarin dapat meningkatkan efek hipoglikemi sulfonylurea,
juga dapat mempengaruhi efek antokoagulan
Antipsikotik Fenotiazid dapat memberikan efek antagonis terhadap efek
hipoglikemi sulfonilurea
Antitukak  Simetidin menurunkan ekskresi metformin (meningkatkan
kadar plasma)
 Simetidin meningkatkan efek hipoglikemi sulfonylurea
Antivirus Ritonavir dapat meningkatkan kadar plasma tolbutamid
Beta bloker  Gejala yang perlu diperhatikan pada hipoglikemi (seperti
tremor) dapat tertutupi jika diberikan bersama beta
bloker
 Beta bloker dapat meningkatkan efek hipoglikemi insulin
Bosentan Kadar plasma kedua obat menurun jika glibenklamid
diberikan bersamaan dengan bosentan (hindari penggunaan
bersamaan)

27 | P a g e
Diuretic  Diuretic kuat, thiazid, diuretic sejenis memberikan efek
antagonis terhadap efek hipoglikemi
 Klorpropamid meningkatkan resiko hyponatremia jika
diberikan bersama diuretic hemat kalium dan antagonis
aldosterone ditambah thiazid
 Meningkatkan resiko hyponatremia jika klorpropamid
diberikan bersama thiazid dan diuretic sejenis ditambah
diuretic hemat kalium
Estrogen Memberikan efek antagonis terhadap efek antidiabetes
Glikosida jantung Akarbosa dapat menurunkan kadar plasma digoksin
Hipolipidemik  Kolesteramin dapat meningkatkan efek hipoglikemi
akarbosa
 Gemfibrozil dapat meningkatkan efek hipoglikemi
nateglinid
 Meningkatkan resiko hipoglikemi berat jika repaglinide
diberikan bersamaan gemfibrozil, hindari penggunaan
bersamaan
 Gemfibrozil meningkatkan kadar plasma rosiglitazone
(penururnan dosis rosiglitazone dapat dipertimbangkan)
 Dapat memperbaikik toleransi glukosa dan efek aditif jika
insulin atau Sulfonilureadiberikan bersama fibrat
Kortikosteroid Memberikan efek antagonis terhadap efek hipoglikemi
Leflunomide Leflunomide dapat meningkatkan efek hipoglikemi tobutamid
Pancreatin Pancreatin memberikan efek antagonis terhadap efek
hipoglikemi akarbosa
ACE inhibitor ACE inhibitor dapat meningkatkan efek hipoglikemi insulin,
metformin, sulfonilurea
Probenesid Meningkatkan efek hipoglikemi klorpropamid
Progesterone Memberikan efek antagonis terhadap efek hipoglikemi
Siklosporin Siklosporin dapat meningkatkan efek hipoglikemi repaglinid
Steroid anabolik Steroid anabolic dapat meningkatkan efek hipoglikemi
Testoteron Testoteron dapat meningkatkan efek hipoglikemi

28 | P a g e
7. Tatalaksana

a. Diabetes tipe 1

1. Kebanyakan orang dengan diabetes tipe 1 harus diobati dengan MDI insulin

prandial dan basal atau CS2.

2. Kebanyakan individu dengan diabetes tipe 1 harus menggunakan analog insulin

kerja apid untuk mengurangi hipoglikemiarisk.

3. Pasien diabetes tipe 1 harus dilatih untuk menyesuaikan dosis insulin prandial

dengan asupan karbohidrat, glukosa darah premeal, dan aktivitas fisik yang

diantisipasi (ADA,2019)

b. Terapi Farmakologis untuk Diabetes Tipe 2

 Tatalaksana pengobatan DM tipe 2 menurut Perkeni,2019

Algoritma Diabetes Melitus Tipe 2

1. Untuk pasien DM tipe 2 dengn HbA1C saat diperiksa < 7,5% maka pengobatan

dimulai dengan modifikasi gaya hidup sehat dan monoterapi oral.

29 | P a g e
2. Untuk pasien DM tipe 2 dengan HbA1C ≥ 7,5% atau pasien yang sudah

mendapatkan monoterapi dalam waktu 3 bulan namun tidak bias mencapau target

HbA1C < 7% maka dimulai dengan terapi 2 kombinasi obat yang terdiri dari

metformin ditambah dengan obat lain yang memiliki mekanisme kerja berbeda. Bila

terdapat intoleransi pada metformin maka diberikanlan obat lini pertama lain

ditambah obat lain yang memiliki mekanismke kerja berbeda.

3. Kombinasi 3 obat diperlukan jika setelah penggunaan kombinasi 2 obat tidak

mencapai target HbA1c < 7%.

4. Untuk pasien dengan HbA1C > 9% namun tanpa disertai dengan gejala

dekompensasi metabolik atau penurunan berat badan yang cepat maka boleh

diberikan terapi kombinasi 2 atau 3 obat yang terdiri dari metformin (atau obat lain

pada lini pertama bila ada intoleransi metformin) ditambah dengan obat pada lini

kedua.

5. Untuk pasien dengan HbA1C > 9% dengan disertai gejala dekompensasi metabolic

maka diberikan terapi kombinasi insulin dan obat hipogikemik lainnya.

6. Pasien yang mendapat terapi kombinasi 3 obat dengan atau tanpa insulin namun

tidak mencapai target HbA1C < 7% selama minimal 3 bulan pengobatan maka harus

dilanjutkan dengan terapi intensifikasi insulin

7. Jika pemeriksaan HbA1C tidak dapat dilakukan maka keputusan pemberian terapi

dapat menggunakan pemeriksaan kadar gula darah.

8. HbA1C 7% setara dengan rerata glukosa darah sewaktu 154 mg/dL. HbA1C 7 –

7,49% setara dengan rerata glukosa darah puasa atau sebelum makan 152 mg/dL

atau rerata glukosa darah post prandial 176 mg/dL. HbA1C > 9% setara dengan

glukosa darah sewaktu ≥ 212 mg/dL

30 | P a g e
 .Tatalaksana DM tipe 2 menurut ADA,2020 :

1. Metformin adalah terapi lini pertama yang disukai untuk pengobatan diabetes

tipe 2.

2. Setelah dimulai, metformin harus dilanjutkan selama dapat ditoleransi dan

tidak dikontraindikasikan; terapi lain, termasuk insulin, harus ditambahkan

pada penggunaan metformin.

3. Terapi kombinasi dini dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien saat

memulai pengobatan untuk memperpanjang waktu sampai kegagalan

pengobatan.

31 | P a g e
4. Penggunaan awal insulin harus dipertimbangkan jika ada bukti katabolisme

yang sedang berlangsung (penurunan berat badan), jika ada gejala

hiperglikemia, atau ketika kadar A1C (> 10% [86 mmol / mol]) atau kadar

glukosa darah (≥300 mg / dL [16,7 mmol / L]) sangat tinggi.

5. Pendekatan pada pasien harus digunakan untuk memandu pemilihan terapi

farmakologis. Pertimbangan meliputi komorbiditas CV, risiko hipoglikemia,

dampak pada berat badan, biaya, risiko efek samping, dan preferensi pasien

6. Di antara pasien dengan diabetes tipe 2 dengan resiko tinggi ASCVD,

penyakit ginjal, atau gagal jantung, penghambat SGLT-2 atau agonis reseptor

glukagon-like peptida 1 (GLP-1) dengan menunjukkan Manfaat CVD

direkomendasikan sebagai rejimen penurunan glukosa yang tidak tergantung

pada HbA1C dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor khusus pasien

7. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 yang membutuhkan penurunan glukosa

lebih besar daripada yang dapat diperoleh dengan terapi oral, agonis reseptor

GLP-1 dapat digunakan dibandingkan insulin bila memungkinkan.

8. Intensifikasi pengobatan untuk pasien dengan diabetes tipe 2 yang tidak

memenuhi tujuan pengobatan tidak boleh ditunda.

9. Rejimen pengobatan dan perilaku minum obat harus dievaluasi ulang secara

berkala (setiap 3-6 bulan) dan disesuaikan sesuai kebutuhan untuk

memasukkan faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi pilihan pengobatan.

c. Tatalaksana DM tipe 2 dengan komorbid penyakit kardiovaskular aterosklerotik

(penyakit jantung coroner, stroke dan penyakit arteri perifer), gagal jantung dan

penyakit ginjal kronis.

32 | P a g e
1. Pasien dengan komorbid kardivaskular aterosklerotik

Obat yang disarankan untuk kombinasi metformin adalah penghambat SGLT-2,

dan agonis GLP-1 yang terbukti mempunyai manfaat protesi terhadap

kardivaskular. Pada keadaan dimana agonis GLp-1 atau penghambat SGLT-2

tidak dapat diberikan atau tidak tersedia maka dianjurkan pilihan kombinasi

dengan onat lain seperti insulin.

2. Pasien dengan komorbid gagal jantung dan penyakit ginjal kronik

Terapi yang disarankan yaitu kombinasi metformin dengan penghambat SGLT-

2 jika fungsi ginjal baik karena terbukti menurunkan progresivitas gagal jantung

dan peyakit ginjal kronik pada cardiovascular outcome trial (CVOT). Bila

terdapat kontraindikasi terhadap penghambat SGLT-2 (pasien dengan LFG < 60

ml/menit) maka alternative kombinasi yang disarankan yaitu agonis GLP-1 yang

terbukti mempunyai manfaat perlindungan kardiovaskular. Bila diperlukan

intensifikasi karena target HbAc1 < 7% belum tercapai maka untuk penambahan

obat berikutnya diperlukan :

 Pertimbangan menambah obat kelas lain yang terbukti memiliki manfaat

kardiovaskular.

 Sulfonylurea modern dengan resiko hipoglikemia rendah

 Insulin.

 Penghambat DPP-4 namun pada penderita gagal jantung hindari

penggunaan saxagliptin.

 Hindari TZD jika terdapat gagal jantung (Perkeni,2019).

d. Tatalaksana terapi pada Gestational DM (DM pada kehamilan)

Insulin merupakan terapi lini pertama yang direkomendasikan untuk

pengobatan GDM di AS. Sementara RCT’s mendukung efikasi terbatas untuk

33 | P a g e
metformin dan glyburide dalam mengurangi kadar glukosa untuk pengobatan

GDM, terapi ini tidak direkomendasikan digunakan sebagai pengobatan lini

pertama. karena diketahui dapat melewati plasenta dan data tentang keamanannya

masih kurang. Selain itu, dalam dua RCT’s menyatakan bahwa glyburide dan

metformin gagal memberikan kontrol glikemik pada GDM (ADA,2019).

Berikut adaah tabel rekomendasi terapi pada GDM dari guidelines yang berbeda

(Zhangdkk,2019).

Guidelines Recommendation

NICE, 2015  Berikan metformin kepada pasien dengan diabetes gestasional

jika target glukosa darah tidak terpenuhi dengan

menggunakan perubahan pola makan dan olahraga dalam 1-2

minggu;

 Berikan insulin kepada pasien dengan diabetes gestasional

jika metformin kontraindikasi atau tidak dapat diterima oleh

pasien tersebut;

 Pertimbangkan glibenklamid pada pasien dengan diabetes

gestasional, jika target glukosa darahnya tidak tercapai

dengan metformin dan pasien menolak terapi insulin atau

yang tidak dapat mentolerir metformin.

NZGG, Pasien dengan diabetes gestasional yang memiliki kontrol

2014 glikemik yang buruk (di atas target pengobatan) terlepas dari

intervensi diet dan gaya hidup, berikan hipoglikemia oral

(metformin atau glibenklamid) dan / atau terapi insulin.

Dalam memutuskan apakah akan menggunakan terapi oral

atau insulin, pertimbangkan penilaian dan saran klinis, dan

34 | P a g e
Guidelines Recommendation

preferensi pasien serta kemampuannya untuk mematuhi

pengobatan dan pemantauan diri.

SIGN, 2013 Metformin atau glibenklamid dapat dianggap sebagai

pengobatan lini pertama pada diabetes gestational

ADA, 2018 Insulin adalah obat pilihan pertama pada pengobatan diabetes

mellitus gestasional karena insulin tidak melewati plasenta

sampai batas tertentu. Metformin dan glyburide dapat

digunakan, tetapi keduanya melintasi plasenta ke janin,

dengan kemungkinan metformin melintasi lebih banyak

daripada glyburide. Semua terapi oral kurang memiliki data

keamanan jangka panjang.

FIGO, 2015  Insulin, glyburide, dan metformin adalah terapi yang aman

dan efektif untuk GDM selama trimester kedua dan ketiga,

dan dapat dimulai sebagai pengobatan lini pertama setelah

gagal mencapai kendali glukosa dengan modifikasi gaya

hidup. Di antara OAD, metformin mungkin merupakan

pilihan yang lebih baik daripada glyburide;

 Insulin harus dipertimbangkan sebagai pengobatan lini

pertama pada wanita dengan GDM yang berisiko tinggi gagal

dalam terapi OAD, termasuk beberapa faktor berikut:

• Diagnosis diabetes usia kehamilan <20 minggu

• Kebutuhan terapi farmakologis > 30 minggu

• Kadar glukosa plasma puasa > 110 mg / dL

35 | P a g e
Guidelines Recommendation

• Glukosa postprandial 1 jam > 140 mg / dL

• Pertambahan berat badan saat hamil > 12 kg

Endocrine  Menyarankan penggunaan glyburide (glibenclamide) sebagai

Society, alternatif yang cocok untuk kontrol glikemik pada diabetes

2013 gestasional yang gagal mencapai kontrol glikemik setelah

melakukan terapi nutrisi medis dan olahraga selama 1 minggu

kecuali untuk pasien dengan diagnosis diabetes gestational

sebelum usia kehamilan 25 minggu dan untuk wanita dengan

kadar glukosa plasma puasa > 110 mg / dl (6,1 mmol / l), di

mana terapi insulin lebih disukai;

 Menyarankan agar terapi metformin digunakan untuk kontrol

glikemik hanya untuk wanita dengan diabetes gestasional

yang tidak memiliki kontrol glikemik yang memuaskan

meskipun telah menjalani terapi nutrisi medis dan yang

menolak atau tidak dapat menggunakan insulin atau glyburide

dan tidak dalam trimester pertama.

CDA, 2013  Pasien dengan GDM tidak dapat mencapai target glikemik

dalam 2 minggu setelah terapi nutrisi saja, maka terapi insulin

harus dimulai;

 Pasien yang tidak patuh atau yang menolak insulin, glyburide

atau metformin dapat digunakan sebagai terapi alternatif

untuk kontrol glikemik. Penggunaan terapi oral pada

kehamilan tidak dicantumkan dan harus didiskusikan dengan

pasien.

36 | P a g e
37 | P a g e
Guidelines Recommendation

API, 2014 Penggunaan OAD saat ini tidak direkomendasikan untuk

pengelolaan glikemik selama kehamilan.

IDF, 2009 Insulin merupakan pengobatan pilihan tetapi sekarang ada

bukti yang memadai untuk mempertimbangkan penggunaan

metformin dan glibenklamid (glyburide) sebagai pilihan

pengobatan untuk pasien yang telah diberitahu tentang

kemungkinan risikonya. Terapi kombinasi belum dipelajari

secara khusus.

Queensland,  Metformin bila dibandingkan dengan Insulin juga efektif

2015 menurunkan glukosa darah dan aman untuk wanita hamil dan

janinnya;

 Insulin aman digunakan pada kehamilan.

HKCOG,  Berikan metformin jika target glukosa darah tidak terpenuhi

2016 setelah diet dan terapi olahraga dalam 1-2 minggu;

 Berikan tambahan insulin untuk terapi diet, olahraga dan

metformin jika target glukosa darah tidak terpenuhi.

 Pertimbangkan glibenklamid untuk wanita yang target

glukosa darahnya tidak tercapai dengan metformin tetapi yang

menolak terapi insulin atau yang tidak dapat mentolerir

metformin.

CMA, 2014 Insulin harus dipertimbangkan sebagai pengobatan lini

pertama pada wanita dengan GDM, dan OAD

saat ini tidak

38 | P a g e
Guidelines Recommendation

direkomendasikan untuk penanganan glikemik selama

kehamilan.

DDG, 2018  Insulin pertama-tama harus dipertimbangkan dalam 1–2

minggu setelah dimulainya terapi dasar (diet, olahraga);

 Untuk wanita hamil dengan GDM dan dugaan resistensi

insulin parah dan bila d2ndikasikan secara individual,

penggunaan metformin dapat dipertimbangkan

8. Terapi non farmakologi

a. Pengaturan diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet

yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:

1) Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati

kadar normal.

2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

3) Mencegah komplikasi akut dan kronik.

4) Meningkatkan kualitas hidup.

Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang

terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal

dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian

utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai

dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah dibuktikan

dapat

39 | P a g e
40 | P a g e
mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus

glukosa.

b. Olahraga

Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap

normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara

teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.

Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,

bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan

juga meningkatkan penggunaan glukosa (Imelda Sonta, 2018).

41 | P a g e
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Diabetes militus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar

glukosa darah (Hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh

untuk merespon terhdap insulin dan atau penuruan atau tidak terdapatnya pembentukan

insulin oleh pancreas . Kondisi ini mengarah ke Hiperglikemia, yang dapat menyebabkan

terjadinya komplikasi metabolic akutseperti ketoasidosi diabetic. Hiperglikemia jangka

panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskuler kronis (penyakit ginjal

dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan kejadian penyakit

makrovaskuler, termasuk infrak miokard, stroke dan penyakit vaskuler prifer.

2. Saran

Diharapkan kepada setiap pembaca memberikan saran dan kritik yang membangun

demi kesempurnaan makalah ini.

42 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2019. Management of Diabetes in Pregnancy: Standards

of Medical Care in Diabetes-2019. Diabetes Care 2019;42(Suppl. 1):S165–S17.

American Diabetes Association. 2020. Standar of Medical Care in Diabetes-2019 Abridged

for Primary Care Providers. Clinical Diabetes 2020 Jan; 38(1): 10-38.

Azis, W. A., Muriman, L. Y., & Burhan, S. R. (2020). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan

Dengan Gaya Hidup. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 2 Nomor 1.

Hestiana, D. W. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan. Jurnal


of Health Education, JHE 2 (2).
IDF, 2017. International Diabetes Federation Diabetes Atlas 5th edition

Meiyy, dkk. 2017. Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. e-Journal

Keperawatan (e-Kp) Vol.5 No. 1, Feb 2017.

Perkeni.2019. Pedoman Pengelolalaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di

Indonesia. Jakarta : PT. Perkeni.

Simatupang, R. 2017. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Media Leaflet Tentang Diet

DM Terhadap Pengetahuan Pasien DM Di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Kohesi. Vol. 1 No. 2 Juli 2017.

Skyler, et al. 2017. Differentiation of Diabetes by Pathophysiology, Natural History,

and Prognosis. PubMed Central

Zhang M, Zhou Y, Jie Z, Wang K , Ding Y and Li Li. 2019. Current guidelines on the

management of gestational diabetes mellitus: a content analysis and appraisal .

BMC Pregnancy and Childbirth (2019) 19:200.

43 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai