Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH DAN LANDASAN EPISTEMOLOGI ILMU KALAM

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah

Ilmu Kalam

Disusun Oleh
Kelompok 2
Hartoni : 2119239
Deni Irawati : 2119240
Muharvika Aprillia : 2119248

Kelas PAI 3F

Dosen Pembimbing

IMAN TAUFIQ, Lc. M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)BUKITTINGGI
TAHUN AKADEMIK 2020-2021 H/1442 M
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Anugerah-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan tugas makalah
tentang Sejarah dan Landasan Epistemologi Ilmu Kalam, dan sholawat serta salam tidak
lupa kami ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliah kezaman Islamiah seperti saat ini.
Dalam pembuatan makalah ini kami mendapat dukungan dan bimbingan dari dosen
yang mengajar mata kuliah Ilmu Kalam. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan yang
membangun serta saran dari pembaca.

Sekian dari kami dan apabila terdapat kesalahan baik dalam penulisan atau pun
dalam pengunaan bahasa dalam penulisan kami mohon maaf. Akhir kata kami ucapkan
terima kasih.

Jambi, 12 Oktober 2020

Pemakalah
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara garis besar, titik kelemahan ilmu kalam yang menjadi sorotan para
pengkritiknya berputar pada tiga aspek, yaitu aspek epistimologi ilmu kalam, aspek
ontologi ilmu kalam, dan aspek aksiologi ilmu kalam.
Dalam pembahasan ilmu kalam, kita dihadapkan pada berbagai macam gerakan
pemikiran-pemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran
bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran yang
hingga sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga
dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagai mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah
sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam dengan bersumber pada Al-Quran
dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.
Memang, pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam
kenyataannya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah
teologi, melainkan persoalan di bidang politik,  hal ini di dasari dengan fakta sejarah yang
menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini ditandai dengan lahirnya
kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu di
awali dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok
dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat yang berbeda-beda.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan sejarah ilmu kalam: kontak kebudayaan yunani dan arab?


2. Jekaskan faktor-faktor terbentuknya kelompok kalam?
3. Jelaskan Landasan epistemology ilmu kalam, al-qur’an dan hadits tentang ilmu
kalam?
4. Jelaskan Pro dan kontra para ulama muslim terhadap ilmu kalam?

C. Tujuan Penulisan

1. Kita dapat mengetahui sejarah ilmu kalam: kontak kebudayaan yunani dan arab
2. Kita dapat mengetahui faktor-faktor terbentuknya kelompok kalam
3. Kita dapat mengetahui Landasan epistemology ilmu kalam, al-qur’an dan hadits
tentang ilmu kalam
4. Kita dapat mengetahui Pro dan kontra para ulama muslim terhadap ilmu kalam
BAB II
PEMBAHASAN
A.Sejarah Ilmu Kalam (Kontak kebudayaan Yunani dan Arab)

Ilmu Kalam lahir didorong oleh faktor yang mempengaruhinya dari luar.Dalam hal ini
ketika perluasan wilayah Islam telah berkembang,dimulai masa Khalifah ‘Umar bin al-
Khattab (13-23 H =634-644 M), dan berlanjut pada masa al-khulafa al-Rasyidin
berikutnya,dan berkelanjutan pada masa Bani Umayyah (40-132 H =660-750 M), umat Islam
mulai bersentuhan dengan tokoh-tokoh agama lain, yang sebagian dari mereka di kemudian
hari ada yang memeluk agama Islam.Setelah pikiran mereka tenang dan tentram dengan
Islam sebagai agama yang baru baginya, mereka mulai memikirkan ajaran-ajaran yang lama
dan mengkajinya dengan corak baju ke-Islaman.Orang-orang Mu’tazilah telah melakukan
studi Filsafat Yunani, untuk membela Islam dari serangan pihk yang berusaha
menghancurkannya. Karena itu golongan Mu’tazillah dapat dikatakan sebagai pencentus ilmu
Kalam.

Pada tahun 148 Hijriah khalifah Abu Ja’far al-Mansyur dari bani Abbas menderita
sakit, semua dokter pribadinya tidak ada yang mampu menyembukannya. Atas saran
mentrinya didatangkan dokter yang terkenal bernama George Buktishu, dan akhrnya berhasil
mengobati penyakit khalifah. Khalifah kemudian memintanya untuk menjadi dokter pribadi
di istananya. Buktishu adalah ilmuan yang luas pengetahuannya dan banyak menulis tentang
ilmu Kedokteran.Dari Buktishu inilah pihak istana mengenal perguruan Jundishapur dan
Khalifah tertarik mendatangkan ahli Filsafat dari Jundisphur ke Bahgdad dan menerjemahkan
beberapa buku ilmu pengetahuan Yunani.

Usaha penerjemahan buku-buku Yunani (naskah kimia, kedokteran, logika, dan lain-
lain) secara intensif dilakukan dilakukan pada pemerintahan dinasti Abbasyiah. Khalifah
Harun Ar-Rasyid pernah mengirim delegasi ke Bizantium untuk membeli manuskrip ilmu
kedokteran dan ilmu pengetahuan filsafat Yunani. Pada 217 Hijriah,Khalifah Al-ma’mun
mendirikan Baitul Hikmah yang merupakan perpustakaan, pusat penerjemahan, pusat studi
dan pembahasan ilmu filsafat usaha penerjemahan dilakukan oleh para penerjemah, Hunain
bin Ishak,pemimpin Darul Hikmah yang menerjemahkan 20 buku karya Galen ke dalam
bahasa Siria; Ishak bin Hunain menerjemahkan karya Plato dan Aristoteles dan Sabit bin
Qurra menerjemahkan fisika Aristoteles. Setelah era penerjemahan karya-karya Yunani,dunia
Islam dapat bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran Yunani. Sebagian ulama kaum
Muslimin menimba pola pikir rasional yang dikembangkan di Yunani, terutama bagian
logika. Metode rasional tersebut kemudian dipergunakan oleh para ulama Islam untuk
membentengi akidah mereka dari serangan luar. Dari metode rasional Yunani inilah model
pemanduan melalui analisis teks kitab suci, yang kemudian disebut dengan Ilmu Kalam.1

B. Faktor-faktor pendorong terbentuknya kelompok kalam

Ilmu kalam,seperti lazimnya seluruh bidang ilmu, tidak lahir dri ruang yang kosong.
Lahirnya ilmu ini dengan berbagai faktor,baik faktor intern maupun ekstern.

1.Faktor intern

Faktor intern (al-‘awamil al-dakhiliyah) adalah faktor yang ada di dalam dan dari
Islam itu sendiri, baik dari ajaran maupun kondisi sosial masyarakatnya.

a.Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam;darinya kaum Muslimin menimba dan
kepadanya pula mereka menyandarkan berbagai ilmu, baik yang berhubungan dengan
masalah akidah, metafisika, moral, maupun hukum.

Kandungan Al-Qur’an sangat banyak menyinggung masalah tauhd dan masalah


lainny yang menjadi materi bahasan pokok di dalam ilmu kalam. Menurut seorang mufasir
dan mutakalim kenamaan,Fahkr al-Din al-Razi, ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang
hukum kurang dari enam ratus ayat, selebihnya adalah berbicara tentang akidah tauhidah,
kenabian (nubuwwat) dan mengemukakan terhadap bantahan terhadap para penyembah
berhala serta terhadap kaum musyrikin.

Dalam menyerukan dakwah tauhidiah, minsalnya,Al-Qur’an lazim mengemukakan


keyakinan agama atau golongan lai, lalu menunjukkan kelemahannya serta melontarkan
sanggahan. Al-Qur’an antara lain, membanth pahan politeisme (QS, 3: 59) Dan menyanggah
orang-orang yng mengingkari hari kebangkitn (QS,21:104; 36: 78-79). Al-Qur’an juga
menganjurkan berdakwah dan memperbolehkan perdebatan (mujadalah) dengan tutur kata
dan cara yang baik (QS, 16: 25). Namun perlu digarisbawahi, cara debat ini sebatas
dipandang perlu dan bersifat eksidentil, sejauh orang yang menjadi sasaran dakwah itu
menggunakan cara debat.

Adalah wajar kalau mutakallim gigih membela Islam di hadapan orang-orang yang

1
Dr.H.Nunu Burhanuddin.Lc.MA, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Jakarta :Prenadamedia Group,
2016 hlm 4-7
menentangnya melalui perdebatan dan berusaha memperbarui argumen mereka dihadapan
setiap lawan yang menampilkan argumen baru. Ilmu kalam lahir atas pengaruh dan berdiri di
atas sumber Al-Qu’an itu sendiri. Oleh sebab itu,tidak layak mencela ilmu kalam atas nam
Al-Qur’an.

b. Kondisi Sosial Dunia Islam

Ketidakpedulian umat terhadap ilumu kalam dimasa-masa awal Islam,seperti telah


dikemukakan, sangt mungkin pula karena perhatian Rasulullah dan para sahabatny terpusat
pada upaya dakwah dan pembangunan kekuatan Islam itu sendiri. Perhatian dan kesibukan
dakwah ini membuat umat tidak mempunyai banyak kesempatan untuk mengkaji dan
menganalisis ajaran agama Islam secara detail dan perinci. Berdsarkan analisis rasional.Lebih
dari itu, kalaupu ada persoalan-persoalan keagamaan, termasuk persoalan kalam yang tidak
atau kurang jelas, bahkan sukar dipahami oleh Muslimin ketika itu, maka mereka segera
mendapat jawaban dan penjelasaan langsung dari Rasulullah SAW sebagai pensyarah atau
penafsir tunggal.

Namun ketika kaum Muslimin berhasil mengislamkan daerah luar yang sangat luas
dan Islam telah memiliki kekuatan serta stabilitas politikyang menjamin suasana tenang,
ditambah tercapainya kemakmuran,sementara Rasulullah SAW sebagai satu-satunya tempat
bertanya sudah kembali keribaan ilahi Rabbi,maka umat Islam mulai memanfaatkan
kesempatan senggang mereka dan berbagai fasilitas untuk mempelajari ajaran agama secara
lebih mendalam berdasarkan analisis rasional.Mereka mulai membahas, menganalisis, dan
membandingkan ayat-ayat yang secara harfiah terlihat kontradiktif, seperti antara ayat yang
mengisyaratkan sikap jabari di satu pihak dan menekankan sikap iktiari di pihak lain.Mereka
mulai memperbincangkan dan menganalisis masalah-masalah keimanan seperti masalah
qada dan qadar yang oleh generasi sebelumnya tidak pernah diperbincangkan.

Dengan demikian , kondisi dan perkembangan sosial dunia Islam ketika itu telah
sampai kepada tahap perkembangan yang kemungkinan Muslimin berkonsentrasi
mempelajari, membahas dan menganalisis ajaran agama, khususnya bidang keimanan secara
lebih mendalam berdasarkan pendekatan ilmiah rasional.

c.Kondisi Politik

Masalh politik intern, demikian para ahli, memainkan peranan yang besar, bahkan
terbesar,dalam melatarbelakangi lahirnya ilmu kalam di dunia Islam. Sepeninggal Rasulullah
SAW , umat Islam segera terlibat dalam perbincangan mengenai masalah politik seputar
khalifah,yaitu tentang pengganti Rasulullah SAW untuk memmimpin negara Islam yang baru
ditinggalkan pendirinya.

Persoalan politik ini dapat diselesaikan dengan terpilihnya Abu Bakar sebagai
khalifah yang pertama. Ketika pemerintahan di pegan oleh pemerintah Usman, suasana
politik dunia Islam mulai bergolak yang mengakibatkan kematian berdarah sang khalifah.
Ketika jabatan khalifah diduki oleh Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat Muslimin telah
terpecah menjadi beberapa kelompok kepentingan polotik. Pembangkangan Muawiyah
terhadap khalifah berakibat bentrok militer di medan perang Siffin. Upaya damai dilakukan
melalui majelis tahkim atau abitrase.

Namun hasil tahkim yang dinodai oleh kelicikan politikmengakibatkan sebagian


pengikut Ali tidak pusa dan menyatakan keluar dari barisan khalifah.

Mereka membentuk kelompok sendiri yang terkenal dengan nama kaum kawarij.
Kelompok ini pertama kali memunculkan persoalan kalam di tengah-tengah perselisihan
politik,dengan menyebut kafir para lawan politiknya yang terlibat dalam tahkim. Saat itulah
muncul kalam dalam perbincangan umat yang pada gilirannya melahirkan ilmu kalam.

2.Faktor intern

a.Paham Agama Lain

Paham atau metode agama lain ini masuk atau terbawa umat agama lain,yang
berkonvensi kepada Islam, seperti dari Yahudi dan Kristen. Ditengah-tengah keberagaman
mereka di dalam Islam, adakalanya metode pemahaman agama sebelumnya,terutama yang
berkaitan dengan akidah, secara tidak sengaja mereka munculkan dalam konteks
keislamaman yang, tidak jarang, memancing muncunya persoalan-persoalan lain.

b.Kontak dengan Umat Agama Lain

Pertemuan umat Islam dengan umat agama lain, terutama Yahudi dan Kristen, tidak
jarang menimbulkan diskusi dan perdebatan agama. Karena umat agama lain tersebut
menggunakan argument Filosofis, maka untuk mengimbanginya, umat Islampun harus
menggunakan argumen serupa. Keharusan Muslimin membela dan menyebarkan agama
Islam di hadapan orang-orang yang terbiasa mengunakan argument yang rasional ini, banyak
sedikitnya, ikut mendorong lahirnya ilmu kalam di dunia Islam. Mungkin terasa kurang tepat
kalau dikatakan ilmu kalam dibawa atau diimpor dari luar. Brangkali ungkapan ungkapan
yang tepat adalah kalam lahir sebagai hasil perenungan Muslimin terhadap akidah Islam itu
sendiri yang mengacu kepada kandungan Al-Qur’an. Hnya saja didalam perubahan
rasionalnya ilmu kalam ini meminjam,tidak seluruhnya, metode mantik dan filsafat.2

C.Landasan Epistemology Ilmu Kalam, Al-Qur’an dan Hadis tentang Ilmu Kalam

1.Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab indu,rujukan utama dari segala rujukan, sumber dari
segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan. Sejauhmana keabsahan
ilmu harus diukur, maka pernyataan Al-Qur’an bisa jadi standarnya. Menurut
Mulyadhi Kartanegara Al-Qur’an adalah buku induk ilmu pengetahuan, dimana tidak
ada satu perkara apapun yang terlewatkan. Semua telah tercover di dalam Al-Qur’an,
baik yang mengatur hubungan manusia dengan Allah habl min Allah), hubungan
manusia dengan sesame manusia (habl min an-Naas), ataupun hubungan manusia
dengan alam dan lingkungan. Dengan demikian, Al-Qur’an dapat menjadi sumber
inspirasi bagi lahirnya beragam ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu Sosial, ilmu-ilmu
budaya dan humaniora, ilmu-ilmu alam, terutama ilmu-ilmu agama, sebagaimana
tertera dalam QS.al-An’am: 38
ْ ‫ َمافَر‬,‫طآئِ ٍر ي َِّط ْي ُربِ َجنا َ َح ْي ِه الالَّاُ َم ٌم اَ ْمثَالُ ُك ْم‬
َ َ‫ض َولال‬ ْ ِ‫َو َما ِم ْن َدآبَّ ٍةف‬
‫ّطنَافِى‬ ِ ْ‫االالَ ر‬
َ َ‫ب ِم ْن َش ْي ٍءثُ َّم اِلال‬
‫اربِّ ِه ْم يُحْ َشر ُْو َن‬ ِ ‫ْال ِكتا‬
Artinya :Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat
(juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatupun yang kami luputkan didalam kitab,
kemudian kepada tuhan mereka dikumpulkan (QS.AL-An’am ayat 38)

Lebih lanjut Achmad Baiquni menegaskan bahwa “sebenarnya segala ilmu yang
diperlukan manusia itu tersedia di dalam Al-Qur’an”. Ayat rujukan yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan tidak dimiliki oleh agamaataupun kebudayaan lain.Hal ini
mengindikasikan betapa penting ilmu pengetahuanbagi kehidupan manusia. Sekaligus juga
membuktikan betapa tingginya kedudukan Sains dan ilmu pengetahuan didalam Al-
Qur’an.Dalam konteks ini, Al-Qr’an telah memerintahkan kepada manusia untuk selalu
mendayagunakan potensi akal, pengamatan, pendengaran dengan semaksimal
mungkin,sehingga melahirkan beragam ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan
manusia itu sendiri.3
2
Dr. Suryan A Jamrah, M.A , Studi Ilmu Kalam, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015 hlm 28-33
3
Dr . Hasanuddin, M. Us &Dr. Shabri Shaleh Anwar, M.Pd. I Ilmu Kalam(khazanah Intelektual Pemikiran
dalam Islam) , Tembilahan :Indragiri Dot Com, 2020 hlm 5-6
2.Al-Hadis

D.Pro dan Kontra Para Ulama Muslimin Terhadap Ilmu Kalam

Secara historis dapat diketahiu bahwa kaum Hanbaliah merupakan kelompok yang
paling keras menolak kehadiran ilmu kalam dalam sistem ajaran Islam.Pada umumnya kaum
Hanbaliah melihat problematika Ilmu Kalam pada metde argumentasinya yang tidak sesuai
dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah karena menggunakan metode dialektis dan rasional,
yang pada dasarnya pinjaman dari luar, kushussnya filsafat Yunani. Pandangan ini disanggah
oleh kaum Mutakallimin,terutama oleh Al-Asy’ari.Menurut Al-Ays’ari, nabi Muhammad
memang tidak merumuskam Ilmu Kalam, tetapi dasar-dasar pemikiran dalam Ilmu Kalam
yang dikembang kaum Mutakallimin secara jelas terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah.

Kaum Mutakallimin mempunyai pandangan bahwa metode dan teori rasional dapat
menghasilkan pengetahuan yang benar, dan karena itu mempelajarinya merupakan suatu
keharusan (wajib).Pandangan ini memunculkan klaim bahwa metode Kalam yang mereka
sodorkan adalah satu-satunya metode yang absah, tepat untuk menjelaskan Usul aldin,
sehingga menempati posisi penting dalam sistem ajaran islam.

Di sisi lain, Ibnu Taimiah menuduh kaum Muslimintelah mengabaikan Metodologi


yang ditawarkan Al-Qur’an dalam menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan Ushul
Aldin.Tuduhan ini erat kaitannya dengan kepercayaan bahwa Al-Qur’an meskipun tidak
pantas disebut selain sebagai “kalam”, mengandung ajaran yang sesungguhnya pantas di
sebut Ushul\Aldin itu. Al-Qur’an dan Sunnah, menurutnya mengajukan bukti-bukti , dalam
berbagai bentuk dan cara, sesuai dengan kebutuhan manusia. Al-Quran mengajukan bukti
dalam bentuk berita (ikhbar) sederhan, peringatan (tanbih), bimbingan (irsyad), dan dalam
bentuk argumen rasional yang bersifat badihi.Sehubungan dengan itu Ibnu Taimiyah
mengatakan bahwa tidak seorangpun mendapat petunjuk kecuali orang-orang yang ditunjuki
oleh tuhan dengan wahyunya.
Ibnu Taimiyah setuju dengan Imam Syfii terhadap Klam dan Mutakallim.Imam Syafi’i
pernah mengatakan bahwa Al-Kalam haruslah disingkirkan dan dijadikan momok karena
mereka telah terbukti membawa hasil kerja nalar mereka,dan berbahaya bagi umat. Ulama
lain yang mempunyai sikap anti kalam yang cukup ekstri adalah Fakhr al-Din al-Razi, ilmu
kalam, menurutnya lebih banyak memberikan keraguan daripada kepastian. Al-Razi ini
pernah mengatakan bahwa ia telah lama melakukan perenungan yang mendalam tentang
metodologi kalam dan prosedur-prosedur yang dilalui filsafat, dan ia menemukan bahwa
keduanya tidak pernah dapat menyembuhkan penyakit sebagaimana keduanya tidak pernah
dapat melepaskan lapar dan dahaga iman. Metodologi yang terbaik menurutnya adalah apa
yang disodorkan oleh Al-Qur’an.

Tetapi demikian kritik para ulama itu segera mendapat sanggahan balik dari pihak
pembela Ilmu Kalam. Diantara para ulama yang paling bersemangat menanggapi kritik-kritik
terhadap Ilmu Kalam tersebut adalah Abu Al-Hasan Al-Asy’ari. Pembelaan Al-Asy’ari
terhadap kaum kalam adalah selain karena ia terlibat dalam merumuskannya,juga karena
teologi yang dikembangkannya tidak terlepas dari sasaran kritik keras,terutama yang dating
dari kaum Hanbaliah, walaupun ia sendiri sebenarnya telah berusaha mendekatkan paham
keraguannya kepada Hambalisme. Dlam penjelasannya,Al-Asy’ari menganggap orang-orang
yang tidak menerima kehadiran Ilmu Kalam sebagai orang-orang yang menjadikan kejahilan
sebagai modal, dan karena itulah mereka merasa berat untuk melakukan pembahasan
mengenai Ushul Al-din dengan menggunakan metode rasional (al-nazar),AL-Asy’ari melihat
argument-argumen yang dikemukakan oleh pengkritik Kalam adalah argument yang tidak
mempunyai dasar sama sekali. Upayanya menolak tuduhan dan argument mereka itu dapat
dirumuskansebagai berikut:

Pertama, Jika pengkritik Kalam menganggap ilmu kalam yang diciptakan oleh kaum
mutakallimin sebagai hasil perbuatan Bid’ah dan menyesatkan, lantaran nabi menurut mereka
tidak pernah menganjurkan untuk membahas ilmu seperti itu, maka Al-Asy’ari menolak dan
membantah argument ini dengan mengemukakan alasan: Nabi pun tidak pernah
berkata :”Barang siapa yang membahas Ilmu Kalam, jadikanlah ia sebagai pembawa bid’ah
dan kesesatan.

Kedua, Anggapan pengkritik Ilmu Kalam bahwa persoalan-persoalan yang dibahas dalam
Ilmu Kalam bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, menurut Al-Asy’ari adalah
anggapan yang keliru sebab nyata bahwa hal-hal yang dibahas di dalam Ilmu Kalam itu,
demikian Al-Asy’ari beragumen, berakar dari al-Qur’an dan Sunnah.
Ketiga, Seluruh persoalan Teologis yang dibahas oleh ulam-ulama Kalam itu sebenarnya
bukanlah persoalan yang tidak diketahui oleh nabi hanya saja di masa Nabi sampai masa-
masa sahabat persoalan-persoalan tersebut ada dasarnya pada Al-Qur’an dan Sunnah,
kebetulan tidak menjadi bahasan yang sistematis di kalangan sahabat.

Demikian pembelaan Al-Asy’ari terhadap Ilmu Kalam yang pada prinsipnya merupakan
sanggahan balik terhadap keberatan kaum Hanbaliah terhadap disiplin ilmu tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai