Dosen Pengajar :
Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Sindy Aprilia (201701175)
2. Yovani Hariyogik (201701180)
3. Ariq Pratama Putra E (201701189)
4. Dian Eka Kartikasari (201701193)
5. Shinta Yunia (201701198)
6. Siti Kholifah (201701208)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelessaikan
makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “RESIKO
PERILAKU KEKERASAN”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, Semog.a
Allah SWT.senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin
Mojokerto, 23 februari
2019
Penulis
2
BAB 1
PENDHULUAN
Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan untuk menggali lebih dalam
mengenai asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan., .
3
d. Fungsi marah
e. Pathway
f. Tanda dan gejala
3. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
b. Pohon masalah
c. Diagnosa keperawatan
d. Rencana keperawatan (NCP)
e. Strategi Pelaksanaan
4. Tinjauan Kasus
a. Model keperawatan
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Laporan Pendahuluan
2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan
1. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman.
2. Patricia D. Barry (1990: 140), menyatakan: Agression: an emotion
compounded of frustration and hate or rage. It is an emotion
deeplyrooted in every one of us, a vital part of our emotional being
that must be either projected outward on the environment or
inward, destructively, on the self. Suatu keadaan emosi yang
merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal
ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang
sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat
diproyeksikan ke lingkungan ke dalam diri atau secara destruksif.
3. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari
marah atau ketakutan (panik). Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang,
dimana agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan
(violence) di sisi lain. (Yosep, Iyus. 2007)
4. Suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku
yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau
orang lain (towsend,1998).
5. Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan klien sendiri,lingkungan termasuk orang lain dan
barang- barang. (marmis,2004).
6. Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stresor yang
dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual
melakukan kekerasan,baik pada diri sendiri maupun orang
5
lain,secara verbal maupun non verbal,bertujuan untuk melukai
orang secara fisik maupun psikologis.(berkowitz,2000)
Jadi berdasarkan definisi di atas kelompok dapat menarik
kesimpulan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu perilaku yang
membahayakan baik kepada diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan.
6
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan.
Menurut Rathus (1982) bahwa orang yang asertif
adalah orang yang memiliki keberanian untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaannya,
mempertahankan hak-hak pribadinya, serta menolak
permintaan-permintaan yang tidak beralasan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak dapat menemukan alternative.
Frustrasi berasal dari bahasa Latin frustratio, adalah
sebuah rasa kecewa atau jengkel karena tidak
tercapai dalam pencapaian tujuan. Frustasi dapat
diartikan juga sebagai sebuah kondisi terhambat
dalam mencapai suatu tujuan (Manham, 2003)
3. Pasif
Perilaku dimana seseorang tidak mampu
mengungkapkan perasaan sebagai suatu usaha
dalam mempertahankan haknya.
respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran,
dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara
jelas oleh orang lain. (Notoadmodjo; 2003)
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut,
mendekati orang lain dengan ancaman memberi
kata-kata ancaman tanpa niat melukai orang lain.
7
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku
untuk tidak melukai orang lain.
Myers (dalam Sarwono, 2002) menjelaskan perilaku
agresif sebagai perilaku fisik atau lisan yang
disengaja dengan maksud untuk menyakiti dan
merugikan orang lain. Selaras dengan pernyataan
tersebut, Davidoff (dalam Wiwik, 2007)
menyatakan bahwa perilaku agresif adalah setiap
tindakan makhluk hidup yang ditujukan untuk
menyerang dan menyakiti makhluk lainnya baik itu
secara verbal maupun non verbal. Selanjutnya,
Berkowitz (dalam Taganing dan Fortuna, 2008)
menjelaskan perilaku agresif sebagai bentuk
perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang
lain baik secara fisik maupun secara mental.
5. Amuk
Perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri
sendiri orang lain dan lingkungan.
menyerang dengan membabi buta (karena marah,
mata gelap, dan sebagainya) (KBBI)
c) Proses Kemarahan
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-
hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat
menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan.
Respon terhadap marah dapat di ungkapkan melalui 3 cara
yaitu:
1. Mengungkapkan secara verbal
2. Menekan
3. Menantang
8
Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif
sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau
menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan jika cara ini
dipakai terus-menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada
diri sendiri, atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi
psikomatik atau agresif dan ngamuk.
d) Fungsi Marah
1.) Energizing function/ anger energizer behavior
Menambah atau meningkatkan tenaga seseorang, misalnya
orang yang mengamuk pada umumnya tenaganya sangat kuat.
2.) Expressive function
Ekspresi kemarahan yang terbuka menandakan hubungan
yang sehat. Misalnya: ekpresi perasaan kecewa/tidak puas akan
diperlihatkan dengan kemarahan.
3.) Self promotion function
Kemarahan dapat dipakai untuk memproyeksikan konsep
diri yang positif/ untuk meningkatkan harga diri. Misalnya : orang
yang marah karena merasa di hina.
4.) Defensive function
Kemarahan merupakan pertahanan ego dalam menanggapi
kecemasan yang meninggi, karena konflik eksternal, misalnya :
seseorang melampiaskan kemarahannya kemudian setelah
terlampiaskan orang tersebut akan merasa lega.
5.) Potetiating function
Kemarahan dapat meningkatkan kemampuan, misalnya :
orang yang merasa dihina kemudian berusaha meningkatkan
kemampuannya daalm berbagai segi, misalnya : orang yang
bersaing tidak sehat.
6.) Discriminative function
Membedakan seseorang dalam berbagai keadaan alam
perasaan, misalnya : gembira, sedih, jengkel, dan sebagainya.
e) Faktor-Faktor Terjadinya Perilaku Kekerasan
9
1. Faktor Predisposisi
Faktor Biologis
- Neurologic faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf
seperti synap, neurotransmitter, dendrite, axon
terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan pesan yang
mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbic sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
- Faktor genetik
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui
orang tua, menjadi potensi perilaku agresif.
- Faktor biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti
neurotransmitter di otak (epinephrin, neropinephrin,
dopamin, asetilkolin, dan serotonin). Peningkatan
hormone androgen dan norepinephrin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan
cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor
prediposisi terjadinya perilaku agresif.
10
dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermushan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidakpercayaan pada lingungan.
- Imitation, modelling, and information processing
theory
Menurut terori ini perilaku kekerasan biasa
berkembang dalam lingkungan yang monolelir
kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang
ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
- Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar
individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia
mengamati bagaimana respon ayah saat menerima
kekecewaan dan mengamati bagaiman respon ibu
saat marah atau sebaliknya. Ia juga belajar bahwa
agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa
dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.
- Existensi theory
bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan
dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat di penuhi melalui perilaku konstruksi maka
individu akan memenuhi kebutuhan melalui
perilaku destruktif.
Fator social cultural
- social environment theory ( theory lingkungan )
Lingkungan sosial akan memepengaruhi sikap
individu dalam mengekspresikan marah. Budaya
tertutup dan membalas secara diam ( pasif agresif )
11
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah olah perilaku
kekerasan dapat di terima.
- Socia learning theory ( theory belajar sosial )
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan :
- Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau
symbol solidaritas seperti dalam sebuah konser,
penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
massal dan sebagainya.
- Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
dan kondisi sosial ekonomi.
- Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam
keluarga serta tidak kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
- Ketidaksiapan membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah cenderung melakukan
seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai
orang dewasa.
- Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi
penyalah guanaan obat, alkoholisme, dan tidak
mampu mengontrol emosinyapada saat menghadapi
rasa frustasi.
- Kematian anggota keluarga yang terpenting,
kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan keluarga.
3. Penilaian Terhadap Stresor
12
Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman
dampak dari situasi stress bagi individu. Itu mencakup kognitif,
afektiv, fisiologis, perilaku dan respon sosial. Penilaian adalah
evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitannya
dengan kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan makna,
intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi dari intepretasi
yang unik dan makna yang diberikan kepada orang beresiko
( Stuart & Laraia, 2005 )
Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan
fisiologis, serta analisis kognitif sseorang tentang situasi stress.
Caplan ( 1981, dalan Stuart & Laraia, 2005 ) menggambarkan
empat fase dari respon perilaku individu untuk menghadapi stress,
yaitu :
a). Perilaku yang mengubah lingkungan stress atau memungkinkan
individu untuk melarikan diri dari itu.
b).Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah
keadaan eksternal dan setelah mereka.
c).Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan
rangsangan emosional yang tidak meyenangkan.
d).Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan
masalah dan gejala sisa dengan penyesuaian internal.
4. Sumber koping
Menurut Stuart dan Laraia (2005), sumber koping dapat
berupa asset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik
defensive, dukungan social, dan motivasi. Hubungan antara
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat sangat berperan
penting pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan
dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif, keterampilan
menyelesaikan masalah dan social, sumber daya social dan
material, dan kesejahteraan fisik.
13
Keyakinan spiritual dan melihat dari positif dapat berfungsi
sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang
mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan pemecahan
masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternative, dan
melaksanakan rencana tindakan. Keterampilan social memfasilitasi
penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain, meningkatkan
kemungkinan untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan dari
orang lain, dan memberikan control social individu yang lebih
besar. Akhirnya, asset materi berupa barang dan jasa bias dibeli
dengan uang.
5. Mekanisme koping
Menurut Menurut Stuart dan Laraia (2005), mekanisme koping
yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
a). Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulai
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara moral. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah
b). Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai
kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya
seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan kerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu mencumbunya.
c). Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk kea lam sadar. Misalnya seseorang anak
yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
14
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d). Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, denganmelebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunkannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
e). Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan
biasanya bermusuhan, pada objek yang tidak begitu berbahaya
seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya anak usia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat
hukuman dari ibunya karena mengambar di dinding kamarnya. Dia
mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
15
f) Pathway
16
g) Tanda dan gejala
Perawat dapat mengidentifikasikan dan mengobservasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan:
Fisik
17
Muka merah dan tegang
Mata melotot/ pandangan tajam
Tangan mengepal
Wajah memerah dan tegang
Postur tubuh kaku
Mengatupkan rahang dengan kuat
Jalan mondar-mandir
Verbal
Bicara kasar
Suara tinggi, membentak atau berteriak
Mengancam secara verbal atau fisik
Mengumpat dengan kata-kata kotor
Suara keras
Ketus
Perilaku
Melempar atau memukul benda/ orang lain
Menyerang orang lain
Melukai diri sendiri/ orang lain
Merusak lingkungan
Amuk/ agresif.
Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
Fisiologi
Tekanan darah meningkat, RR meningkat, napas dangkal,
tonus otot meningkat, muka memerah, perubahan kadar
HCl lambung, peningkatan frekuensi berkemih, dilatasi
pupil.
Emosi
18
Labil, tidak sadar, ekspresi wajah tegang, pandangan tajam,
merasa tidak aman, bermusuhan, marah, bersikeras,
dendam, menyerang, takut, cemas, merusak benda.
Intelektual
Bicara mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan,
konsentrasi menurun, persuasive
Social
Menarik diri, sinis, curiga, agresif, mengejek, menolak
kasar.
Spiritual
Ragu-ragu, moral kurang.
19
kepada klien tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan.
4) Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan
tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
5) Psikososial
Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat
dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola
asuh.
Konsep diri
- Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
tubuh yang disukai, reaksi klien terhadap bagian
tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.
- Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum klien dirawat,
kepuasan klien terhadap status dan posisinya,
kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan,
keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis
kelaminnya dan posisinya.
- Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan /
kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam
melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan
yang terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana
perasaan klien akibat perubahan tersebut.
- Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal,
posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau
sekolah, harapan klien terhadap lingkungan,
20
harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika
kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
- Harga diri
Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan
kondisi, dampak pada klien dalam berhubungan
dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak
sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan,
ideal diri tidak sesuai harapan, penilaian klien
terhadap pandangan / penghargaan orang lain.
- Hubungan social
Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup
klien, tanyakan upaya yang biasa dilakukan bila ada
masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti
dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta
dalam kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam
berinteraksi dengan orang lain.
- Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan
keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
6) Status mental
Data Fokus
- Pembicaraan : cepat, keras.
- Penampilan: loyo, tidak dapat tenang
Aktivitas motoric
- Tegang
- Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak
terkontrol
- Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah
yang tidak terkontrol klien
Afek dan Emosi
- Labil : emosi klien cepat berubah-ubah
21
- Tidak sesuai : emosi bertentangan atau
berlawanan dengan stimulus
Interaksi selama wawancara
- Mudah tersinggung
- Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang
tidak bersahabat atau tidak ramah
- Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak
percaya kepada pewawancara atau orang lain.
Persepsi – Sensori
Tidak ada gangguan, baik dalam halusinasi
maupun ilusi.
Proses Pikir
- Bentuk
Otistik (autisme) : bentuk pemikiran yang
berupa fantasi atau lamunan untuk memuaskan
keinginan untuk memuaskan keinginan yang
tidak dapat dicapainya. Hidup dalam pikirannya
sendiri, hanya memuaskan keinginannya tanpa
peduli sekitarnya, menandakan ada distorsi arus
asosiasi dalam diri klien yang dimanifestasikan
dengan lamunan, fantasi, waham dan
halusinasinya yang cenderung menyenangkan
dirinya.
- Isi Pikir
Perasaan Curiga : pikiran yang berupa tidak
percaya/ curiga pada orang lain.
7) Kebutuhan Perencanaan Pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
2. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai
perilaku yang ditampilkan klien. Hal ini dapat dianalisa dari
perbandingan berikut:
22
Aspek Pasif Asertif Agresif
Isi Negatif, Positif Menyombongk
pembicara merendahkan menawarkan an diri,
an diri, Misalnya diri, misalnya : merendahkan
: “saya mampu, orang lain,
“ Bisakah saya bisa, anda misalnya :
saya boleh, anda “kamu pasti
melakukan dapat” tidak bisa,
hal itu? kamu selalu
Bisakah anda melaggar,
melakukanny kamu tidak
a? pernah
menurut, kamu
tidak akan
bisa”.
Tekanan Lambat, Sedang Keras ngotot
suara mengeluh
Posisi Menundukkan Tanggap dan Kaku, condong
badan kepala santai kedepan
Jarak Menjaga jarak Mempertahank Siakp dengan
dengan sikap an jarak yang jarak akan
mengabaikan nyaman menyerang
orang lain
Penampila Loyo, tidak Sikap tenang Mengancam,
n dapat tenang posisi
menyerang
Kontak Sedikit/sama Mempertahank Mata melotot
mata sekali tidak an kontak mata dan
sesuai dengan dipertahankan.
hubungan.
23
Masalah Data yang perlu di kaji
keperawata
n
1. Perilaku Subjektif:
kekerasa 1. Klien mengancam
n 2. Klien mengumpat dengan kata-
kata kotor.
3. Klien mengatakan dendam dan
jengkel
4. Klien mengatakan ingin berkelahi.
5. Klien menyalahkan dam menuntut.
6. Klien meremekan.
Objektif :
1. Mata melotot/ pandangn tajam.
2. Tangan mengepal
3. Rahang mengatup.
4. Wajah memerah dan tegang.
5. Postur tubuh kaku.
6. Suara keras.
b. Pohon Masalah
Stuart dan sundeen (1997) mengidentifikasi pohon masalah
kekerasan sebagai berikut:
(Effect) Resiko
Mencederai
diriTinggi
(Core Problem)
Perilaku Kekerasan
(Causal)
Harga Diri
Rendah
c. Diagnosa Keperawatan
24
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko perilaku : mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
3. Harga diri rendah
25
perasaan jengkel/ jengkel/kesal
kesal (dari diri
sendiri,
lingkungan, atau
orang lain)
3 Klien 3.1 Klien dapat 3.1.1. Anjurkan klien
dapat mengungkapkan mengungkapkan
mengide perasaan saat apa yang dialami
ntifikasi marah/jengkel dan dirasakan saat
tanda marah/jengkel
dan
3.1.2. observasi tanda dan
gejala
gejala perilaku
perilaku
kekerasan pada
kekerasa
klien
n
26
4.2 klien dapat peran sesuai
bermain peran perilaku kekerasan
sesuai perilaku yang biasa
kekerasan yang dilakukan
biasa dilakukan
4.3.1 Bicarakan dengan
4.3 Klien dapat
klien apakah
mengetahui cara
dengan cara klien
yang biasa
lakukan masalahnya
dilakukan untuk
selesai
menyelesaikan
masalah
5 Klien 5.1 Klien dapat 5.1.1 Bicarakan akibat
dapat menjelaskan atau kerugian dari
mengide akibat dari cara cara yang dilakukan
ntifikasi yang digunakan klien
akibat klien:
5.1.2 bersama klien
perilaku akibat pada
menyimpulkan
kekerasa klien sendiri
akibat dari cara
n akibat pada
yang dilakukan oleh
orang lain
klien
akibat pada
lingkungan 5.1.3 Tanyakan pada
klien” apakah dia
ingin mempelajari
cara baru yang
sehat”
27
mencegah fisik: klien
perilaku tarik napas
6.1.3 diskusikan dua cara
kekerasan dalam
fisik yang paling
pukul kasur,
mudah untuk
dan bantal
mencegah perilaku
dll: kegiatan
kekerasan, yaitu :
fisik
tarik napas dalam
dan pukul kasur
serta bantal
28
menggunakan cara
yang telah
dipelajari saat
marah/jengkel
29
klien dalam
melaksanakan
latihan
30
Meminta dengan
baik : “Saya minta
uang untuk beli
makanan”
Menolak dengan
baik : “ Maaf,
saya tidak dapat
melakukannya
karena ada
kegiatan lain.
Mengungkapkan
perasaan dengan
baik : “Saya kesal
karena permintaan
saya tidak
dikabulkan”
disertai nada suara
yang rendah.
7.2.2. Minta klien
mengulang sendiri
31
tidur tidak pada
waktunya;
menceritakan
kekesalan pada
perawat
7.4.2.Validasi
kemampuan klien
dalam
melaksanakan
latihan
32
8 Klien 8.1 Klien dapat 8.1.1. Diskusikan dengan
dapat menyebutkan klien kegiatan
mende kegiatan ibadah ibadah yang pernah
monstra yang biasa dilakukan
sikan dilakukan
8.1.2. Bantu klien menilai
cara
kegiatan ibadah
spiritua
yang dapat
l untuk
dilakukan di ruang
menceg
rawat
ah
perilak 8.1.3. Bantu klien
u memilih kegiatan
kekeras ibadah yang akan
an dilakukan
33
ibadah
8.3.2. Validasi
kemampuan klien
dalam
melaksanakan
latihan
34
obat orang, obat, 19.00); cara minum
untuk dosis, waktu dan obat.
menceg cara pemberian)
9.1.2 Diskusikan dengan
ah
klien tentang
perilak
manfaat minum
u
obat secara teratur :
kekeras
an Beda perasaan
sebelum minum
obat dan sesudah
minum obat
Jelaskan bahwa
dosis hanya boleh
diubah oleh dokter
Jelaskan
mengenai akibat
minum obat yang
tidak teratur,
misalnya,
penyakit kambuh
9.2 Klien 9.2.1 Diskusikan tentang
mendemonstrasik proses minum
an kepatuhan obat :
minum obat
Klien meminat
sesuai jadwal
obat kepada
yang ditetapkan
perawat ( jika di
rumah sakit),
kepada keluarga
(jika di rumah)
Klien memeriksa
obat susuai dosis
Klien meminum
35
obat pada waktu
yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal
minum obat
bersama klien
9.3.2 Validasi
pelaksanaan minum
obat klien
36
si 10.1.2 Klien mengikuti
perseps TAK : stimulasi
i persepsi
penceg pencegahan
ahan perilaku kekerasan
perilak (kegiatan mandirii)
u
10.1.3 Diskusikan dengan
kekeras
klien tentang
an
kegiatan selama
TAK
37
setelah ikut TAK?”
38
cara merawat klien
39
e. Strategi Pelaksanaan
Diagnosa
Pasien Keluarga
Keperawatan
Perilaku SP 1 SP1
Kekerasan a. Identifikasi:penyebab, tanda a. Identifikasi masalah yang
dan gejala PK, akibat dirasakan keluarga dalam
b. Latihan cara fisik 1,2 (F1,2) merawat pasien
c. Masuk jadwal kegiatan pasien. b. Penjelasan PK (penyebab,
tanda dan gejala, jenis PK,
akibat PK).
c. Cara merawat PK.
d. Latih (stimulasi) 2 cara
merawat
e. RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat.
SP2 SP 2
a. Evaluasi kegiatan lalu(F1,2) a. Evaluasi (SP 1)
b. Latihan verbal (3 macam) b. Latih (stimulasi) 2 cara lain
c. Masuk jadwal kegiatan pasien untuk merawat.
c. Melatih (langsung ke
pasien)
d. RTL keluarga atau jadwal
keluarga untuk merawat
SP3 SP 3
a. Evaluasi kegiatan lalu (F1,2) a. Evaluasi (SP 1 dan 2)
dan verbal (SP 1,2) b. Latih (langsung ke pasien)
b. Latian spiritual c. RTL keluarga atau jadwal
c. Masuk Jadwal Kegiatan pasien keluarga untuk merawat
SP4 SP 4
a. Evaluasi kegiatan lalu yi (F1,2) a. Evaluasi (SP 123)
dan verbal (SP1,2) b. Latih (langsung ke pasien)
b. Latihan patuh obat c. Rencana tindak lanjut
c. Masuk Jadwal Kegiatan pasien keluarga :
40
- Follow Up
- Rujukan
f. Terapi Modalitas
Terapi Kognitif
Karena dengan terapi kognitif kita bisa merubah pola pikir orang
dengan perilaku kekerasan.Supaya pola pikirnya rasional
Terapi individual cocok untuk kasus perilaku kekerasan karena terapi
tersebut menjalin hubungan terstruktur antara perawat dengan klien
untuk mengubah prilaku klien. Tujuan terapi ini untuk
mengembangkan kemampuan klien dalam menyelesaikan konflik yang
sedang atau pernah dialami atau pada saat stressor tersebut datang.
Pasien dapat mengontrol perilaku yang dimunculkan klien agar tidak
sampai terjadi perilaku kekerasan kembali. Terapi ini meliputi 3 fase
orientasi, kerja, dan terminasi.
Terapi perilaku juga mampu diterapkan beberapa kasus di atas dengan
beberapa teknik dasar yang terdapat dalam terapi tersebut yaitu :
1. Role Model : memberi contoh perilaku adaptif ketika munculnya
stressor yang di anggap klien sebagai ancaman dan mempraktikkan
dan meniru beberapa perilaku adaptif
2. Kondisioning Operan : perawat memberi penghargaan kepada klien
atas perubahan perilaku yang positif (diharapkan perilaku dapat
dipertahankan dan ditigkatkan).
3. Pengendalian diri : dilatih belajar mengubah kata-kata negative agar
dapat mengendalikan diri. Klien bisa menurunkan tingkat stress
4. Terapi aversi : perilaku abnormal dirusak dengan memberikan
pengalaman ketidaknyamanan agar klien belajar tidak mengulangi
perilaku demi menghindar konsekuensi negative perilaku yang telah
ditimbulkan.
41
Terapi aktivitas kelompok yang cocok untuk kasus diatas adalah
“Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Persepsi” berupa Assertive
Training karena orang dengan PK itu beranggapan bahwa apa yang dia
lakukan itu tidak berbahaya, tetapi sebenarnya berbahaya oleh karena itu, kita
harus memberikan stimulus supaya klien dapat berlatih berfikir tentang diri
dan lingkungan sehingga dapat berubah perilakunya.
Sesi-sesi TAK Stimulus Persepsi :
-Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
-Sesi 2 : Mencegah perilaku kekerasan fisik.
-Sesi 3 : Mencegah perilaku kekerasan sosial.
-Sesi 4 : Mencegah perilaku kekerasan spiritual.
-Sesi 5 : Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat.
h. Daftar pustaka
BAB III
42
TINJAUAN KASUS
A. Triger Case
Saudara R.A umur 34 tahun tinggal bersama keluarga di Gg. Madutoro
RT.02/RW.01 Pekuncen, Sempor Kebumen. Klien masuk RS Jiwa dengan keluhan
sering marah-marah dengan muka merah dan tegang, mudah tersinggung, sulit tidur,
mengamuk, merusak alat rumah tangga, jika berbicara klien selalu mengulang-ulang
kalimatnya, klien selalu teringat penolakan dari lingkungan di masa lalu, malas
bekerja, berbicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, merusak lingkungan,
tidak peduli dan kasar.
Klien mengalami trauma dalam lingkungan yaitu klien mendapat penolakan
dari lingkungan. Dalam keluarga, klien jarang berkomunikasi dengan anggota
keluarga yang lain karna malas, senang menyendiri, menarik diri, pengasingan, jarang
sholat, klien jarang mandi, dan tampilannya tidak rapi,saat ingin mandi klien harus
selalu diingatkan oleh keluarganya.klien dapat BAK & BAB secara mandiri, klien
mampu berpakaian secara mandiri, klien susah tidur dan sering terbangun pada malam
hari, sehingga terlihat kantung mata yang menghitam, sering menguap, dan mata
berair. klien mengatakan bahwa dia terbiasa tidur siang,
Klien tidak peernah menyaksikan penganiayaan fisik, seksual,kekerasan dalam
keluarga, dan tindak keriminal.± 10 tahun yang laluklien sempat opname di RSJ
Bogor, lalu sembuh dan bekerja di Tanggerang. ± 4 tahun terakhir klien tidak mau
minum obat karena bosan dan kumat lagi.
Klien tidak pernah melakukan ,mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindak kriminal.
Dalam keluarga, klien jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain
karena malas dan senang menyendiri.
TD: 140/90 mmHg Nadi: 75x/menit Suhu: 37,5℃ RR: 22x/menit
43
- Faktor Precipitasi
Klien kumat karena berhenti minum obat.
- Penilaian primer
Klien menganggap bosan meminum obat yang mempengaruhi keadaan klien saat ini
sangat berarti untuk klien.Karena bosan tersebut membuat keadaan klien terganggu.
- Penilaian sekunder
Dorongan atau suport keluarga, teman dan masyarakat,Daya pendorong atau
motivasi ( mendorong keluarga klien untuk lebih memberi dorongan dan motivasi
untuk klien.
- Mekanisme Koping
Klien menghadapi permasalahannya dengan cara yang maladaptif yaitu dengan self
control
1. Pencegahan Primer
menggali penyebab emosi klien.
2. Pencegahan Sekunder
Perawat melatih klien mengontrol emosinya dan menenangkan perasaan klien.
3. Pencegahan Tersier
Menjelaskan cara merawat klien saat sudah pulang kerumah dan perawatan mandiri
cara meminum obat yang teratur dan memberitahukan kepada keluarga apa yang
harus dilakukan jika klien mengalami kekambuhan.
D. Analisa Kasus
- Proses Terapeutik
Perawat Membina hubungan saling percayakepada klien
44
Perawat Mendiskusikan bersama klien penyebab marah,tandan dan
gejala PK, PK yang dilakukan saat marah, akibat PK, cara control
PK.
Perawat Mengajarkan cara kontrol PK dengan fisik I (tarik nafas
dalam).
Perawat Membina pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
E. Pengkajian
I. Identitas
Nama : Saudara R.A
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Gg. Madutoro Rt. 02/ Rw. 01 Pekuncen, Sempor
Kebumen
Agama : Islam
Diagnosa : Perilaku Kekerasan
Pendidikan : SMK Sederajat
Pekerjaan : Tidak Bekerja
45
Tidak ada
Trauma karena terdapat penolakan dari lingkungan
46
c. Afek Dan Emosi
1. Labil: emosi klien cepat berubah-ubah
2. Berusaha membakar rumah
d. Interaksi Selama Wawancara
1. Mulut komat-kamit seperti sedang memarahi orang lain dengan
berbicara tidak jelas
2. Wajah tegang
3. Curiga: sikap klien tidak percaya kepada pewawancara atau orang
lain
e. Proses Pikir
1. Proses pikir: perseferasi, klien selalu mengulang kalimat dalam
pembicaraannya
2. Isi Pikir: obsesi, karena klien selalu teringat tentang penolakan dari
lingkungannya walaupun klien sudah berupaya melupakan.
47
kumat.
Do: Muka merah, pandangan
mata tajam,wajah tampak
tegang, nada bicara keras
2. Ds: klien tidak mau merawat Defisit perawatan diri
tubuhnya
Do: Tubuh klien terlihat tidak
terawatt (Kusut), tidak mau
mandi,tidak rapi
3. Ds: Klien tidak mau berbicara Harga Diri rendah
dengan orang lain selain
ibunya.
Do: Klien menyendiri
4. Ds: Klien sering membanting Resiko Tinggi mencederai diri
barang di sekitar dan sering sendiri dan orang lain
marah-marah ketika sedang
kumat.
Do: Muka merah dan tegang
IX. Diagnosa
a,Pohon masalah:
(Effect) Resiko
Mencederai
diriTinggi
(Core Problem)
Perilaku Kekerasan
(Causal)
Harga Diri
Rendah
b. Prioritas
Single Diagnosa: Resiko Perilaku Kekerasan
axis:
-Masalah: Resiko perilaku kekerasan
48
-Penjelasan masalah: Tidak ada
-lebel: Tidak ada
-Resiko/actual: Resiko
X. Perencanaan
49
(dari diri jengkel/kesal
sendiri)
3. Klien dapat 3.1. Klien dapat 3.1.1.Anjurkan
mengidentifi mengungkapkan klien
kasi tanda perasaan mengungkapkan
dan gejala jengkel/kesal apa yang
perilaku dialami dan
kekerasan dirasakan saat
marah/jengkel
3.1.2. Observasi
tanda dan gejala
perilaku
kekerasan pada
klien
3.2. Klien dapat 3.2.1. Simpulkan
menyimpulkan bersama klien
tanda dan gejala tanda dan gejala
jengkel/kesal jengkel/kesal yang
yang dialaminya akan dialami
4. Klien 4.1. Klien dapat 4.1.1. Anjurkan
dapat mengungkapkan klien untuk
mengidenti perilaku mengungkapkan
fikasi kekerasan yang perilaku
perilaku biasa dilakukan kekerasan yang
kekerasan biasa dilakukan
yang biasa klien (verbal,
dilakukan pada orang lain,
pada lingkungan
dan pada diri
sendiri)
4.2. Klien dapat 4.2.1.Bantu klien
bermain peran bermain peran
sesuai perilaku sesuai dengan
kekerasan yang perilaku
50
biasa dilakukan kekerasan yang
biasa dilakukan
51
cara fisik pencegahan dilakukan klien
untuk perilaku 6.1.2.Beri pujian
mencegah kekerasan secara atas kegiatan
perilaku fisik : fisik klien yang
kkekerasan Tarik nafas biasa dilakukan
dalam 6.1.3.Diskusikan
Pukul kasur dua cara fisik
atau bantal yang palingt
Dll : mudah dilakukan
kegiatan untuk mencegah
fisik perilaku
kekerasan, yaitu :
tarik nafas dalam
dan pukul kasur
serta bantal.
6.2. Klien dapat 6.2.1.Diskusikan
mengidentifika cara melakukan
sikan cara fisik nafas dalam
untuk bersama klien
mencegah 6.2.2.Beri contoh
perilaku klien tentang cara
kekerasan menarik nafas
dalam
6.2.3. Minta klien
mengikuiti
contoh yang
diberikan
sebanyak 5 kali
6.2.4. Beri pujian
positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasik
an cara menarik
nafas dalam
52
6.2.5.Tanyakan
perasaan klien
setelah selesai
6.2.6.Anjurkan
klien
menggunakan
cara yang telah
dipelajari saat
marah/jengkel
6.2.7.Lakukan hal
yang sama
dengan 6.2.1.
sampai 6.2.6.
untuk fisik lain
dipertemuan
yang lain.
6.3.1.Diskusikan
6.3. Klien dengan klien
mempunyai mengenai
jadwal untuk frekuensi latihan
melatih cara yang akan
pencegahan fisik dilakukan sendiri
yang telah oleh klien
dipelajari 6.3.2. susun jadwal
sebelumnya. kegiatan untuk
melatih cara yang
telah dipelajari.
6.4.1.Klien
mengevaluasi
6.4. Klien pelaksanaan
mengevaluasi latihan, cara
kemampuan pencegahan
dalam perilaku
melakukan kekerasan yang
53
cara fisik telah dilakukan
sesuai jadwal dengan mengisi
yang telah jadwakl kegiatan
disusun harian (self-
evaluation)
6.4.2.Validasi
kemampuan klien
dalam
melaksanakan
latihan
6.4.3.Berikan
pujian atas
keberhasilan
klien
6.4.4. Tanyakan
kepada klien
“apakah kegiatan
cara pencegahan
perilaku kekerasan
dapat mengurangi
perasaan marah”.
7. Klien dapat 7.1. Klien dapat 7.1.1. Diskusikan
mendemon menyebutkan cara bicara yang
strasikan cara bicara baik dengan klien
cara sosial (verbal) yang 7.1.2. Beri contoh
untu baik dalam cara bicara yang
mencegah mencegah baik :
perilaku perilaku Meminta
kekerasan kekerasan. dengan baik
Meminta Menolak
dengan baik dengan baik
Menolak Mengungka
dengan baik pkan
Mengungka perasaan
54
pkan dengan baik
perasaan
dengan
baik.
7.2.1. Meminta
7.2. klien dapat klien mengikuti
mendemonstrasi contoh cara
kan cara verbal bicara yang
yang baik baik.
Meminta
dengan baik
“Saya minta
uang untuk
beli makan”
Menolak
dengan baik
“ Maaf, saya
tidak bisa
melakukan
karena ada
kegiatan
lain”.
Mengungkap
kan perasaan
dengan baik
“ Saya kesal
karena
permintaan
saya tidak
dikabulkan”
disertai
dengan suara
nada rendah.
55
7.2.2. Minta klien
mengulang
sendiri
7.2.3. Beri pujian
atas keberhasilan
klien.
7.3. Klien 7.3.1. Diskusikan
mempunyai dengan klien
jadwal untuk tentang waktu
melatih cara dan kondisi cara
bicara yang bicara yang dapat
baik dilatih di
ruangan,
misalnya:
meminta obat,
baju, dll;
menolak ajakan
merokok, tidur
tidak tepat pada
waktunya,
menceritakan
kekesalan pada
perawat.
7.3.2. Susun jadwal
kegiatan untuk
melatih cara ynag
. telah dipelajari.
7.4. Klien 7.4.1. Klien
melakukan mengevaluasi
evaluasi pelaksanaan
terhadap latihan cara bicra
kemampuan yang baik dengan
cara bicara yang mengisi jadwal
sessuai dengan kegiatan (self-
56
jadwal yang evaluation).
telah disusun 7.4.2. Validasi
kemampuan klien
dalam
melaksankan
latihan.
7.4.3. Berikan
pujian atas
keberhasilan klie
7.4.4. Tanyakan
kepeda klien “
bagaimana
perasaan imam
setelah latihan
bicara yang baik?
Apakah keinginan
merah
berkurang?”..
8. Klien dapat 8.1 Klien dapat 8.1.1 . Diskusikan
mendemon menyebutkan dengan klien
strasikan cara bicara kegiatan ibadah
cara sosial (verbal) yang yang pernah
untu baik dalam dilakukan.
mencegah mencegah 8.1.2. Bantu klien
perilaku perilaku menilai kegiatan
kekerasan kekerasan. ibadah yang
Meminta dapat dilakukan
dengan baik di ruang
Menolak perawat.
dengan baik 8.1.3. Bantu klien
Mengungka memilih
pkan kegiatan ibadah
perasaan yang akan
dengan dilakukan
57
baik.
8.2 klien dapat 8.2.1. Minta klien
mendemonstrasi mendemonstrasi
kan cara verbal kan kegiatan
yang baik ibadah yang
dipilih.
8.2.2 Beri pujian
atas keberhasilan
klien.
8.2.3. Klien
mengevaluasi
pelksanaan
kegiatan ibadah
dengan mengisi
jadwal kegiatan
8.3. Klien 8.3.1. Susun jadwal
mempunyai kegiatan untuk
jadwal untuk melatihb
melatih cara kegiatan ibadah.
bicara yang
baik 8.4.1. Klien
8.4. Klien mengevaluasi
melakukan pelaksanaan
evaluasi kegiatan ibadah
terhadap dengan mengisi
kemampuan jadwal kegiatan
cara bicara yang harian
sessuai dengan 8.4.2. Validasi
jadwal yang kemampuan
telah disusun klien dalam
melakukan
validasi
8.4.3. Berikan
pujian atas
58
keberhasilan
klien
8.4.4 . Tanyakan
kepeda klien “
bagaimana
perasaan imam
setelah teratur
melaksanakan
ibadah? Apakah
keinginan merah
berkurang?”.
9. Klien 9.1. Klien dapat 9.1.1. Diskusikan
mendemon menyebutkan dengan klien
strasiakn jenis, dosis, tentang jenis
kepatuhan dan waktu obat yang
minum minum obat diminumnya
obat untuk serta manfaat (nama, warna,
mencegah dari obat itu besarnya); waktu
perilaku (prinsip 5 minum obat
kekerasan benar : benar (jika 3 kali: pkl
orang, dosis, 07.00), 13.00,
waktu dan cara 19.00; cara
pemberian) minum obat)
9.1.2. Diskusikan
dengan klien
manfaat minum
obat secara
teratur :
Beda
perasaan
sebelum
minum obat
dan sesudah
minum
59
obat.
Jelaskan
bahwa jenis
obat hanya
boleh
diubah oleh
dokter.
Jelaskan
mengenai
akibat
minum obat
yang tidak
teratur,
misalnya
penyakitnya
kambuh.
9.2.Klien 9.2.1. Diskusikan
mendemonstra tentang proses
sikan minum obat :
kepatuhan Klien
minum obat meninta
sesuai jadwal kepada
yang perawat
ditetapkan. (jika di RS)
kepada
keluarga
(jika di
Rumah).
Klien
memeriksa
obat sesuai
dosisnya.
Klien
meminum
60
obat pada
waktu yang
tepat.
9.2.2. susun jadwal
minum obat
bersama klien.
9.3.Klien 9.3.1. Klien
mengevaluasi mengevaluasi
kemampuannya pelaksanaan
dalam minum obta
mematuhi dengan mengisi
minum obat. jadwal kegiatan
harian
9.3.2. Validasi
pelaksanaan
minum obat
klien
9.3.3. Beri pujian
atas keberhasilan
klien
9.3.4. Tanyakan
kepada klien “
bagaimana
perasaan Imam
dengan minum
obat secara
teratur ? apakah
keinginan untuk
marah berkurang
?”.
10. Klien dapat 10.1. Klien yang 10.1.1. Anjurkan
mengikuti mengikuti klien untuk ikut
TAK : TAK : stimulasi TAK : stimulasi
stimulasi persepsi persepsi
61
persepsi pencegahan pencegahan
pencegaha perilaku perilaku
n perilaku kekerasan kekerasan.
kekerasan 10.1.2. Klien
mengikuti
TAK : stimulasi
persepsi
pencegahan
perilaku
kekerasan
(kegiatan
mandiri)
10.1.3. Diskusikan
dengan klien
tentang kegiatan
selama TAK
10.1.4. Fasilitasi
klien untuk
mepraktikkan
hasil kegiatan
TAK dan beri
pujian atas
keberhasilannya.
10.2. Klien 10.2.1. Diskusiakn
mempunyai dengan klien
jadwal, klien tentang jadwal
melakukan TAK
evaluasi 10.2.2. Masukkan
terhadap jadwal TAK
pelaksanaan dalam jadwal
TAK. kegiatan harian.
10.2.3. Beri pujian
atas kemampuan
mengikuti TAK.
62
10.2.4. Tanyakan
kepada klien : “
bagaimana
perasan imam
setelah ikut
TAK?”,
11. Klien 11.1. Keluarga 11.1.1. Identifikasi
mendapat dapat kemampuan
dukungan mendemonstrasi keluarga dalam
keluarga kan cara merawat klien
dalam merawat klien sesuai dengan
melakukan yang telah
cara dilakukan
pencegaha keluarga
n perilaku terhadap klien
kekerasan selama ini
11.1.2. Jelaskan
keuntungan
peran serta
keluarga dalam
merawat klien.
11.1.3. Jelaskan
cara-cara
merawat klien.
Terkait
dengan cara
mengontrol
perilaku
marah secra
konstruktif.
Sikap dan
cara bicara.
Membantu
klien
63
mengenal
penyebab
marah dan
pelaksanaan
cara
pencegahan
perilaku
kekerasan.
XI. Implementasi
64
mengontrol fisik I.
g. Masuk jadwal kegiatan
pasien
SP2 SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu a. Mempraktikkan cara
(SP 1) merawat pasien perilaku
b. Mempraktikkan latihan cara kekerasan.
mengontrol fisik II laatih
verbal (3 macam)
c. Masuk jadwal kegiatan
pasien
SP3 SP 3
a. Mempraktikkan latihan cara d. Membuat jadwal
verbal dan memasukkan akitivitas dan minum
kedalam jadwal. obat untuk klien.
b. Mempraktikkan latihan cara
spiritual dam memasukkan
kedalam jadwal.
c. Mempraktikkan latihan cara
minum obat dan
memasukkan kedalam
jadwal.
F. SPTK
PERTEMUAN PERTAMA
PROSES KEPERAWATAN
A. Pra Interaksi
1). Kondisi klien
65
Pandangan mata klien tampak tajam dan wajah tampak tegang. Klien
tampak gelisah dan selalu mondar mandir diruang rawat. Saat marah klien
selalu membanting barang-barang yang ada disekitarnya.
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, pak ? perkenalkan nama saya . . . , bapak bisa panggil saya
suster . . . . Saya mahasiswa dari STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto. Kalau
boleh tahu. Bapak namanya siapa? Dan senang dipanggil siapa??”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimanakah perasaan bapak pagi ini?? Apakah saya boleh duduk di
samping bapak ? masih ada perasaan kesal atau marah? Apa yang terjadi di
rumah?
c. Kontrak
Topik : “ bagaimana kalau kita ngobrol-ngobrol tentang perasaan yang
dialami bapak selama ini?”
Waktu : “ bapak mau ngobrol dengan saya berapa lama ? bagaimana kalau 15
menit ?”
66
Tempat: “ bapak mau ngobrol-ngobrol dengan saya dimana? Bagaimana
didepan saja sambil duduk-duduk?”
2. Fase Kerja
“ Apa yang menyebabkan bapak R.A marah? Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O...iya, jadi
ada 2 penyebab marah pada bapak R.A. Kira-kira ada penyebab lain? Misalnya
punya masalah dengan teman bapak!”
“ Pada saat penyebab marah itu muncul, seperti saat teringat dengan istri bapak,
apa yang bapak rasakan?” Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak
berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal,
mudah marah? Setelah itu apa yang dilakukan bapak?”
“ Begini pak, kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan, bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan
melalui mulut seperti mengelurkan kemarahan.Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut.Nah, lakukan 5 kali.Bagus sekali, bapak
R.A sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasannya?”
“selainnya napas dalam bapak juga dapat memukul kasur dan bantal.”
“ Sekarang, mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak ?
Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
67
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba
lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya! “
“Nah, cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Kemudian jangan lupa rapikan tempat tidurnya.”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak B sudah terbiasa melakukannya.”
3. Terminasi
Evaluasi
Evaluasi Subjektif :
“Bagaimana perasaan bapak sekarang, setelah menceritakan masalah
bapak kepada saya, dan berbincang-bincang dengan saya ? “
Evaluasi Obyektif :
“setelah kita ngobrol-ngobrol apakah bapak masih ingat apa saja yang
membuat bapak sering marah dan kesal ?iya, jadi ada dua penyebab
bapak marah….(sebutkan) dan yang bapak rasakan …..(sebutkan).”
Kontrak
Topik :
”pak nanti kita akan ngobrol-ngobrol lagi mengenai mengenai latihan
cara mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik.”
Waktu :
nanti kita ketemu lagi jam 16.00 WIB , bagaimana?
68
Tempat :
“Pak nanti ingin ngobrol-ngobrol dengan saya dimana ? gimana kalau
disini lagi saja?”
“Baiklah kalau begitu perbincangan kita sekarang, kita sudahi dulu ya?,
terima kasih dan sampai jumpa lagi ya pak..wassalamu’alaikum”
69
PERTEMUAN KEDUA
70
b. Evaluasi/ Validasi
Bagaimana perasaan bapak sore ini? ’Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan
tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal?Apa yang dirasakan setelah melakukan
kegiatan latihan secara teratur?’’
‘’Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.’’
‘’Bagus. Nah kalau tarik napas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa dilakukan.’’
c. Kontrak
Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah
marah??”
Waktu : “ mau berapa lama pak ?? apakah 20 menit cukup ?”
Tempat :“Dimana kita mau berbincang-bincang?? bagaimana kalau di teras
depan kamar bapak saja ?
2. Fase kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Jika marah
sudah disalurkan melalui tarik napas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga
caranya pak:
(1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Misalnya bapak ingin meminta sesuatu pada
orang lain, harus dilakukan dengan perkataan yang baik tanpa nada suara
tinggi. Coba bapak minta makanan dengan cara baik:
‘’Bu, bolehkah saya minta makanan?karna saya lapar.” nanti bisa dicoba disini
untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain.coba bapak praktekkan. Bagus
pak.
(2) Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: “Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan’.coba bapak praktikkan.bagus.”
(3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan: ‘saya jadi ingin marah karena perkataanmu
itu’. Coba praktikkan. Bagus.’’
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
71
Evaluasi Subjektif
‘’Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?’’
Evaluasi Objektif
‘’Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari!
Bagus sekali, sekarang kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari
bapak mau latihan bicara yang baik? Bisa kita buat jadwal?’’
‘’Coba masukkan dalam jadwal laihan sehari-hari, misalnya meminta obat,
uang, dan lain lain.
Bagus besok dicoba ya pak!’’? Mau dimana pak ? Di sini lagi? Baik sampai
ketemu besok?.’’
b. Rencana Tindak lanjut klien
‘’Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?’’
‘’Besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak
yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju.”
c. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau besok kita membahas mengenai cara lain untuk
mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah”
Waktu : “ besok kita ketemu lagi jam 09.00 WIB.”
Tempat : “bapak ingin bercakap-cakap dengan saya dimana ? apakah tetap
disini atau bagaimana ?Baiklah kalau begitu kita sudahi perbincangan kita
saat ini, terima kasih sampai jumpa dengan saya besok ya pak…..
wassalamu’alaikum”
72
PERTEMUAN KETIGA
73
b. Validasi data
“Bagaimana pak,,latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,,bagaimana rasa marahnya?”
c. Kontrak
Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?”
Waktu : “Berapa lama mau bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau
30 menit?”
Tempat :“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
tempat tidur?
2. Fase kerja
“sekarang kita akan melakukan kegiatan untuk latihan mencegah rasa marah
dengan melakukan ibadah.”
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang bisa bapak lakukan !! Bagus. Baik,yang
mana mau dicoba? ”
“Nah,,kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik nafas
dalam. Jika marahnya belum reda juga rebahkan badan agar rileks. Jika masih
belum reda juga ambil air wudlu kemudian shalat”
“Bapak bisa melakukan shalat secara teratur untuk meredakan kemarahan”
“Coba bapak sebutkan shalat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana? Coba
sebutkan (untuk yang muslim)?”
“Selain sholat bapak juga bias melakukan dzikir bila rasa marah bapak muncul.
Dengan berdzikir insyaallah rasa marah bapak akan redah bahkan hilang, serta
jangan lupa untuk selalu berdo’a. Sekarang coba bapak sebutkan salah satu baca’an
dzikir yang bapak ketahui. Bagus...! Lakukan hal-hal tadi ya bapak bila rasa marah
bapak muncul atau bahkan setiap saat bapak.Gimana bapak mau?”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
Evaluasi Subjektif
‘’Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
kita pelajari tadi?’’
Evaluasi Objektif
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus.”
74
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan bapak. Mau
berapa kali bapak shalat? Baik kita masukkan shalat..dan..(sesuai
kesepakatan pasien)”
‘’Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak
merasa marah !sebutkan,?Bagus sekali, sekarang kita masukkan dalam
jadwal. Berapa kali sehari bapak mau lakukan jadwal shalat? Baik mari kita
masukkan shalat dan... (sesuai kesepakatan pasien).”
b. Rencana Tindak lanjut klien
“Setelah ini coba bapak lakukan jadwal shalat sesuai jadwal yang telah kita
buat”
c. Kontrak
Topik : “baiklah kapan kita bisa bertemu lagi pak?baiklah besok kita akan
latihan minum obat secara teratur, bapak setuju?
Waktu : “ nanti kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
Tempat : Bagaimana kalau nanti kita ketemu di ruangan ini saja?”
Baiklah kalau begitu kita sudahi perbincangan kita saat ini, terima kasih sampai
jumpa besok ya bapak ,wassalamu’alaikum” (sambil berjabat tangan)
75
PERTEMUAN KEEMPAT
76
b. Validasi data
“Bagaimana bapak,,sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta shalat? Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Coba kita lihat cek kegiatannya”
c. Kontrak
Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang jenis obat,
dosis, waktu minum obat serta kepatuhan minum obat untuk mengontrol
kemarahan bapak.”
Waktu : “Berapa lama mau bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit cukup?”
Tempat :“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
sini saja?
2. Fase kerja
77
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?’’
Evaluasi Objektif
“coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
“nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan
lupa laksanakan semua dengan teratur ya?
b. Rencana Tindak lanjut klien
“baik, besok kita bertemu kembali untuk melihat sejauh mana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah.”
c. Kontrak
Topik : “baiklah kapan kita bisa bertemu lagi bapak ?baiklah besok kita
akan bertemu untuk melihat sejauh mana bapak melaksanakan kegiatan
minum obat?”
Waktu : “ besok kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
Tempat : Bagaimana kalau besok kita ketemu di ruangan ini saja?”
Baiklah kalau begitu kita sudahi perbincangan kita saat ini, terima kasih sampai
jumpa besok ya bapak !! wassalamu’alaikum....!!!(sambil berjabat tangan
78
PERTEMUAN KELIMA
Perilaku Kekerasan
3) Tujuan keperawatan
B. Strategi komunikasi
1. Fase orientasi
79
a. Salam terapeutik
“assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya . . . , saya mahasiswa dari
STIKES BINA SEHAT PPNI yang sedang praktik di ruang ini, saya yang
merawat Tuan.R.A. Nama ibu dan bapak siapa, senangnya di panggil siapa?
Boleh saya tahu ibu dan bapak siapanya Tuan.R.A?”
b. Validasi data
“Bagaimana perasaan ibu dan bapak hari ini? Bagaimana kondisi Tuan.R.A hari
ini?”
c. Kontrak
Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah
yang ibu dan bapak hadapi selama ini dalam merawat pasien?.”
Waktu : “Berapa lama bapak dan ibu mau berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 20 menit cukup?”
Tempat :“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
sini saja?
2. Fase kerja
“bu dan bapak, apa masalah yang dihadapi dalam merawat Tuan.R.A? Apa yang
ibu atau bapak lakukan?”
“baik bu, pak, saya akan coba jelaskan tentang marah Tuan.R.A dan hal-hal yang
perlu diperhatikan”.
“Pak, marah adalah suatu perasaan yang wajar tetapi bila tidak disalurkan dengan
benar akan membahayakan dirinya sendiri.orang lain dan lingkungan”.
“yang menyebabkan anak bapak marah dan ngamuk adalah kalau melihat mantan
istrinya berjalan dengan laki-laki lain atau bila ia ingat perceraiannya dengan
istrinya. “
“kalau nanti wajah anak ibu / bapak tampak tegang dan merah, lalu kelihatan
gelisah, itu artinya ia sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan
melampiaskannya dengan membanting-banting perabot rumah tangga atau
memukul atau bicara kasar?”
“kalau ada perubahan terjadi? Lalu apa yang biasa dia lakukan?”
“bila hal tersebut terjadi sebaiknya ibu atau bapak tetap tenang, bicara lembut tapi
tegas, jangan lupa jaga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari sekitar pasien
seperti gelas, pisau. Jauhkan juga anak-anak kecil dari pasien”.
80
“bila Bapak.B masih marah dan ngamuk, segera bawa ke puskesmas atau RSJ dan
laporkan kepada perawat jaga setelah sebelumnya diikat dulu (ajarkan caranya
pada keluarga). Jangan lupa minta bantuan orang lain saat mengikat Bapak.R.A ya
bu/pak, lakukan dengan tidak menyakiti Bapak.B dan dijelaskan alasan mengikat
yaitu agar pasien tidak mencederai diri sendiri,orangt lain, dan lingkungan”
“nah bu/pak, sudah lihat kenapa yang saya ajarkan kepada Bapak.R.A bila tanda-
tanda kemarahan itu muncul. Ibu atau bapak bisa bantu Bapak.R.A dengan cara
mengingatkan jadwal latihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat, yaitu
secara fisik,verbal,spiritual,dan minum obat teratur”. “kalau Bapak.R.A bisa
melakukan latihannya dengan baik jangan lupa dipuji ya bu”.
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
Evaluasi Subjektif
“bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat
Tuan.R.A ?
Evaluasi Objektif
“coba ibu atau bapak sebutkan lagi cara merawat Bapak.B!”
b. Rencana Tindak lanjut klien
“baik, besok kita bertemu kembali untuk latihan cara-cara yang telah kita
bicarakan tadi langsung Kepada Bapak.R.A”
c. Kontrak
Topik : “baiklah kapan kita bisa bertemu lagi bu/pak ?baiklah 2 hari lagi kita
akan bertemu untuk latihan cara-cara yang kita bicarakan tadi langsung kepada
Bapak.R.A?”
Waktu : “ 2 hari lagi kita ketemu jam 10.00 WIB.”
Tempat :” Bagaimana kalau kita ketemu di ruangan ini saja? Baiklah kalau
begitu kita sudahi perbincangan kita saat ini, terima kasih sampai jumpa besok
ya bu/pak …. wassalamu’alaikum....”(sambil berjabat tangan)
81
PERTEMUAN KEENAM
b. Validasi data
“bagaimana bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu?ada yang mau ibu
tanyakan?”
82
c. Kontrak
Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita latihan tentang cara mengontrol
marah Tuan.R.A serta nanti kita bisa peragakan langsung kepada pasien”
Tempat :“Dimana enaknya kita melakukan latihan? Bagaimana kalau di sini
saja? Sebentar saya panggilkan Tuan.R.A dulu supaya bisa berlatih
bersama.”
Waktu : “Berapa lama ibu atau bapak mau untuk latihan? kalau 20 menit
cukup?”
2. Fase kerja
“ nah Tuan.R.A, coba ceritakan kepada ayah dan ibu bapak, latihan yang sudah
bapak.R.A lakukan. Bagus sekali, coba perlihatkan kepada ayah dan ibu jadwal
harian Bapak. ! bagus “
“ nanti dirumah, bu/pak bisa membantu Tuan.R.A latihan mengontrol kemarahan.
“ sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya bu/pak ?”
“Masih ingat Bapak, buk, kalau tanda-tanda marah?” sudah Bapak rasakan maka
yang harus dilakukan Bapak adalah…?”
“ya betul, Bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan.
Atau tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan.”
“Ayo coba lagi, tarik dari hidung, ya bagus….bagus…., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu dan bapak temani dan Bapak.R.A menghitung
latihan ini sampai 5 kali.”
“ bagus sekali, tuan.R.A dan ibu/bapak sudah melakukannya dengan baik.”
“ cara yang kedua masih ingat Bapak .R.A, ibu serta bapak ?”
“ ya. Benar, kalau ada yang menyebabkan Bapak .R.A marah dan muncul perasaan
kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain nafas dalam, Tuan.R.A bisa pukul
kasur dan bantal.”
“ sekarang kita coba latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar Tuan.R.A?
Jadi nanti kalau Tuan.R.A kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan langsung
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.”
“ nah, coba Bapak .R.A lakukan dengan didampingi ayah dan ibu, berikan
Tuan.R.A semangat ya buk/pak. Ya, bagus sekali Tuan.R.A melakukannya.”
“ cara yang ketiga adalah bicara yang baik, bila sedang marah. Ada tiga cara Bapak
.R.A, coba praktikkan langsung kepada neneknya cara bicara ini :
83
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya : “ Bu, saya perlu uang untuk beli
jajan ! coba Bapak .R.A praktikkan. Bagus Bapak .R.A.”
2) Menolak dengan baik, jika ada yang meyuruh dan mbak tidak ingin
melakukannya, katakan “ maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada pekerjaan.” Coba Bapak .R.A praktikkan. Bagus Bapak .R.A.”
3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lainyang membuat
kesal Bapak .R.A dapat mengatakan : “ saya jadi ingin marah karena
perkatannmu itu. Coba praktikkan. Bagus. Sekali Bapak .R.A. “
“ibu dan bapak selain 2 cara yang tadi sekarang saya mau kasih tahu cara lain
untuk mengontrol kemarahan dari Bapak .R.A, yaitu dengan cara melakukan
kegiatan spiritual (seperti sholat) dan yang terakhir adalah dengan cara
memberikan obat secara teratur kepada Bapak .R.A.”
“ ibu dan bapak harus selalu mengingatkan Bapak .R.A untuk melakukan kegiatan
ibadah untuk mengurangi rasa marah dan menambah ketenangan Bapak R.A,
selain itu harus juga selalu mengingatkan untuk selalu minum obat secara tepat
waktu. Ibu dan bapak juga harus mengetahui berapa jenis obat yang harus diminum
oleh pasien dan jam berapa saja”
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang Tuan.R.A
dapatkan, ibu dan bapak tolong selama dirumah ingatkan Tuan.B untuk
meminumnya secara teratur dan jangan di hentikan tanpa sepengetahuan dokter”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
Evaluasi Subjektif
“Baiklah bu/pak, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu dan
bapak setelah kita latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada
Bapak . ?’’
Evaluasi Objektif
“bisa ibu/bapak sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah yang tadi
sudah kita latih pada pasien?.”
b. Rencana Tindak lanjut klien
“baik, besok kita bertemu kembali untuk latihan cara-cara yang lain yang telah
kita bicarakan tadi langsung. Kepada Tuan.R.A”
c. Kontrak
84
Topik : “baiklah kapan kita bisa bertemu lagi bu/pak ?baiklah besok kita akan
bertemu untuk latihan cara lain merawat Bapak .”
Waktu : “ besok kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
Tempat : Bagaimana kalau besok kita ketemu di ruangan ini saja?”
Baiklah kalau begitu kita sudahi perbincangan kita saat ini, terima kasih sampai
jumpa besok ya bu/pak !! wassalamu’alaikum....!!!(sambil berjabat tangan)
85
PERTEMUAN KETUJUH
86
Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita latihan tentang cara lain
mengontrol marah Tuan.R.A secara langsung kepada pasien”
Waktu : “Berapa lama mau ibu dan bapak mau latihan? Bagaimana kalau
30 menit cukup?”
Tempat :“Dimana enaknya kita latihan? Bagaimana kalau di kamar pasien
saja?
2. Fase kerja
“ nah Tuan.R.A, coba ceritakan lagi kepada ayah dan ibu tuan, latihan yang
sudah Tuan lakukan. Bagus sekali, coba perlihatkan lagi kepada ayah dan ibu
jadwal harian Tuan ! bagus “
“ nanti dirumah, bu/pak bisa membantu Tuan.R.A latihan mengontrol
kemarahan seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Ibu dan bapak masih
ingat?”
“selain 2 cara itu kan kemarin kita pelajari cara lain yaitu cara spiritual dan
minum obat”
“ sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya bu/pak ?”
“Masih ingat Tuan.R.A, buk dan bapak, kalau tanda-tanda marah?” sudah
Tuan.R.A rasakan maka yang harus dilakukan Tuan.R.A adalah…?”
“ya betul, dengan napas dalam dan komunikasi verbal yang baik, selain itu
Tuan.R.A masih ingat cara yang lain?”
“Bagus Tuan.R.A masih ingat, sekarang tunjukkan caranya dengan didampingi
oleh ayah dan ibu tuan ya?”
“Tuan coba jelaskan berapa macam obatnya ! bagus. Jam berapa minum obat?
Bagus. Apa guna obat? Bagus, apakah boleh mengurangi atau menghentikan
obat? Wah bagus sekali “
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang Tuan.R.A
dapatkan, ibu dan bapak tolong selama dirumah ingatkan Tuan.R.A untuk
meminumnya secara teratur dan jangan di hentikan tanpa sepengetahuan dokter”
“ bagus sekali, mbak dan ibu/bapak sudah melakukannya dengan baik.”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
Evaluasi Subjektif
87
“Baiklah bu/pak, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu dan
bapak setelah kita latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada
Tuan.R.A?’’
Evaluasi Objektif
“bisa ibu/bapak sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah yang tadi
sudah kita latih pada pasien? selanjutnya tolong pantau dan motivasi
Tuan.R.A melaksanakan jadwal latihan yang telah dibuat selama di rumah
nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk dia bila dapat melakukan dengan
benar ya bu/pak.”
b. Rencana Tindak lanjut klien
“Karena Tuan.R.A sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi
ibu dan bapak bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Tuan.R.A
selama di rumah nanti.””
c. Kontrak
Topik : “baiklah kapan kita bisa bertemu lagi bu/pak ?baiklah lusa kita akan
bertemu untuk membicarakan jadwal aktivitas Tuan.R.A selama di rumah
nanti
Waktu : “ lusa kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
Tempat : Bagaimana kalau besok kita ketemu di ruangan ini saja? Baiklah
kalau begitu kita sudahi perbincangan kita saat ini, terima kasih sampai
jumpa besok ya bu/pak wassalamu’alaikum....”(sambil berjabat tangan).
88
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim
dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri
dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3. Memberontak (acting out)
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan
Saran
Dalam penulisan tugas ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan
tugas kami atas kritik dan sarannya kami sampaikan terima kas
89