Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FARMAKOTERAPI 3

“PENGGOLONGAN ANTIVIRUS DAN ANTI JAMUR BESERTA MEKANISME


KERJANYA”

DISUSUN OLEH :

HESTIKA

MAULIDIANTI

61608100817011

TINGKAT 3

Dosen : Apt. Aprilya Sri Rachmayanti, M. Farm

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


INSTITUT KESEHATAN MITRA
BUNDA BATAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana memberikan
sehat jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tepat waktu untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi 3 tentang Penggolongan
Antivirus dan Anti Jamur Beserta Mekanisme Kerjanya, dan tak lupa pula sholawat serta
salam senantiasa penulis curahkan pada beliau Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis dengan penuh kesadaran diri masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi, tata tulis, sistematika dan lain
sebagainya. Hal ini karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan maupun kemampuan
yang dimiliki. Maka dalam kesempatan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
guna memperbaiki makalah ini dan dalam penyusunan dan atau pembuatan makalah
berikutnya.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga makalah
yang sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih penulis
ucapkan kepada seluruh pihak yang ikut serta dalam penyusunan makalah ini, semoga segala
bantuan dari seluruh pihak mendapatkan pahala dari Allah SWT. Aamiin

Tanjungpinang, 27 Juni 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................2


2.1 Definisi Antivirus dan Antijamur.....................................................................................2
2.1.1 Defininsi Antivirus...................................................................................................2
2.1.2 Definisi Anti jamur..................................................................................................2
2.2 Penggolongan Obat Antivirus dan Obat Anti Jamur....................................................2
2.2.1 Penggolongan Obat Antivirus.................................................................................2
2.2.2 Penggolongan Obat Antijamur...............................................................................5
2.3 Mekanisme Kerja Obat Antivirus dan Obat Antijamur................................................7
2.3.1 Mekanisme Kerja Obat Antivirus..........................................................................7
2.3.2 Mekanisme Kerja Obat Anti Jamur................................................................10

BAB III. PENUTUP...............................................................................................................12


3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................12
3.2 Saran..................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Selama bertahun-tahun terdapat anggapan
bahwa sangatlah sulit untuk mendapatkan
kemoterapi antivirus dengan selektifitas yang tinggi.
Siklus replikasi virus yang dianggap sangat mirip
dengan metabolisme normal manusia menyebabkan
setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga
dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersaam
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap
spesifikdalam replikasi virus sebagai target
kemoterapi antivirus, semakin jelas bahwa
kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dan
reproduksi virus dapat ditekan dengan efek yang
minimal pada sel horpes.
Jamur merupakan organisme uniseluler
maupun multiseluler (umumnya berbentuk benang
disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk
bangunan seperti anyaman disebut miselium,
dinding sel mengandung kitin, eukariotik, tidak
berklorofil (Anonim, 2007).
Infeksi karena jamur disebut mikosis,
umumnya bersifat kronis. Mikosis ringan
menyerang permukaan kulit (mikosis kutan), tetapi
dapat juga menembus kulit sehingga menimbulkan
mikosis subkutan. Secara klinik, infeksi jamur dapat
digolongkan menurut lokasi infeksinya, yaitu :
1. Mikosis sistemik.
2. Dermatofit.
3. Mikosis mukokutan (Munaf, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan antivirus dan anti
jamur?

1
2. Apa saja
penggolonga
n dari obat
antivirus dan
obat anti
jamur?
3. Bagaimana
mekanisme
kerja obat
antivirus dan
obat anti
jamur?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui
mksud dari
antivirus dan
anti jamur.
2. Untuk
mengetahui
pengolongan
dari obat
antivirus dan
obat anti
jamur.
3. Untuk
mengetahui
mekanisme
kerja dari
obatt
antivirus dan
anti jamur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Antivirus dan Anti Jamur
2.1.1 Definisi Antivirus
Antivirus merupakan salah satu penggolongan obat yang secara spesifik
digunakan untuk mengobati infeksi virus. Obat-obat antivirus digunakan untuk
mencegah replikasi virus dengan menghambat salah satu dari tahap-tahap replikasi
sehingga dapat menghambat virus untuk bereproduksi (Joyce L, 1996).
2.1.2 Definisi Anti Jamur
Obat anti jamur merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkanorganisme
mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan dan ragi,atau obat yang
digunakan untuk menghilangkan jamur (Batubara, 2010).

2.2 Penggolongan Obat Antivirus dan Obat Anti Jamur


2.2.1 Penggolongan Obat Antivirus
1. Antinonretrovirus
a. Antivirus untuk herpes
Ada dua jenis ada infeksi yang disebab oleh herpes simpleks virus yaitu
tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2). Keduanya erat terkait tetapi berbeda
dalam epidemiologinya. HSV-1 erat keitannya dengan penyakit orofacial,
sedangkan HSV-2 berkaitan dengan penyakit kelamin dan lokasi lesi diantara
keduanya tidak selalu menunjukkan jenis virus (Salvaggio dan Lutwick,
2009). Contoh obat antivirus untuk mengobati HSV adalah asiklovir,
valasiklovir, gansiklovir.
b. Antivirus untuk influenza
Galur-galur virus influenza diklasifikasikan berdasarkan protein inti
virus (yaitu, A, B, atau C), spesies asal (misalnya, burung, babi), dan tempat
isolasi geografis. Influenza A, satu-satunya galur yang menyebabkan
pandemi, diklasifikasikan menjadi 16 subtipe H (hemaglutinin) dan 9 subtipe
N (neuraminidase) berdasarkan protein permukaan. Meskipun virus influenza
B biasanya hanya menginfeksi manusia, virus influenza A dapat menginfeksi
berbagai host hewan. Subtipe influenza A yang saat ini beredar di dunia yaitu
H1N1, H1N2, dan H3N2. Lima belas subtipe diketahui menginfeksi burung,
membentuk reservoar yang besar.
Contoh obat anti-influenza yaitu (Katzung, 2007) :
- Amantadin dan Rimantadin
Memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya hanya terbatas
pada influenza A saja.
- Inhibitor neuraminidase (Oseltamivir, Zanamivir)
Merupakan obat antivirus dengan mekanisme kerja yang sama terhadap
virus influenza A dan B serupa.
- Ribavirin
Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus
RNA dan DNA.
c. Antivirus untuk HBV dan HCV
Beberapa agen efektif melawan virus hepatitis B (HBV) dan virus
hepatitis C (HCV). Meskipun pengobatannya bersifat supresif, prevalensi
infeksi ini sangat tinggi di seluruh dunia, seiring dengan morbiditas dan
mortalitas, mencerminkan pentingnya kebutuhan antihepatitis untuk
peningkatan pengobatan. Obat terapi infeksi hepatitis B adalah lamivudin,
adefovir, adevovir dipivoxil, entecavir, tenofovir, telbivudin, interferon alfa-
2b, clevudin, dan timovin alfa-1. Sedangkan obat terapi infeksi hepatitis C
adalah interferon alfa-2b pegylated, soforbuvir, pegylated, telaprevir,
boseprevir, valopicitabin, isatoribin, dan viramidin (Katzung, 2007).
2. Antiretrovirus (Antivirus untuk
HIV) Ada tiga golongan utama ARV
:
1) Penghambat masuknya virus
Contoh obat enfuvirtide. Obat enfuvirtid diindikasikan untuk infeksi
HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral yang lain. Hati-hati untuk pasien
dengan kronik hepatitis B atau C, gangguan hati, gangguan ginjal,
kehamilan. Obat ini kontraindikasi terhadap ibu menyusui. Untuk efek
sampingnya meliputi reaksi pada tempat suntikan, diare, mual, muntah, sakit
kepala, reaksi hipersensitifitas, neuropati perifer. Untuk dosis subkutan 90
mg dua kali sehari (Depkes, 2006).
2) Penghambat reverse transcriptase enzyme
a. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Contoh obat : Zidovudin, Stavudin (d4T), Lamivudin (3TC),
Zalcitabin (ddC), Didanosine (ddI), Abacavir (ABC).
b. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)
Contoh obat tenofovir. Jika obat ini diberikan bersama didanosine
maka maka akan meningkatkan konsentrasi didanosine dan resiko
toksisitas. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek sampingnya
mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan fungsi ginjal. Dosisnya 245
mg peroral sekali sehari dengan atau tanpa makanan (Depkes, 2006).
c. Non- Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Contoh obat :
- Nevirapin (NVP), Jika nevirapin diberikan bersama dengan
amprenavir, aripiprazole, atazanavir, lopinavir, dan metadine maka
akan menurunkan konsentrasi dari obat tersebut (Depkes, 2006).
- Efavirenz (EFV), Jika obat ini diberikan bersama amprenavir,
aripiprazole, atazanavir, atorvastatin, diltiazem, dan darunavir maka
akan mengurangi konsentrasi dari obat tersebut (Depkes, 2006).
3) Protease Inhibitor (PI)
Contoh obat :
- Saquinavir (SQR), Konsentrasi saquinavir akan meningkat jika diberikan
bersama dengan imidazole dan triazole. Sedangkan konsentrasi
saquinavir akan menurun jika diberikan bersama efavirenz. Obat ini
kontraindikasi pada ibu menyusui (Depkes, 2006).
- Nelfinavir (NFV), jika diberikan bersama dengan barbiturat dan
carbamazepin. Kombinasi nelfinavir dan saqunavir meningkatkan
konsentrasi kedua obat tersebut. Obat ini kontraindikasi pada ibu
menyusui (Depkes, 2006)
2.2.2 Pengolongan Obat Anti Jamur
A) Secara klinis, infeksi jamur dapat digolongkan menurut lokasi infeksinya. Yaitu :
1. Mikosis Sistemik (infeksi jamur sistemik) terdiri dari deep mycosis
(misalnya aspergilosis, blastomikosis, koksidioidomikosis, kriptokokosis,
histoplasmosis, mukormikosis, parakoksidio- idomikosis, dan sub-cutan
mycosis (misalnya, kromomikosis, misetoma, dan sporottrikosis).
2. Dermatofit, yaitu infeksi jamur yang menyerang kulit, rambut, dan kuku,
biasanya disebebkan oleh epidermofiton dan mikrosporum.
3. Mikosis mukokutan, yaitu infeksi jamur pada mukosa dan lipatan kulit yang
lembab, biasanya disebabkan oleh kandida (Staf Pengajar Departemen
Farmakologi, 2004).
B) Menurut indikasi klinis obat-obat antijamur dapat dibagi atas 2 golongan,
yaitu :
1. Antijamur untuk infeksi sistemik, termasuk : Amfoterisin B, flusitosin,
imidazol (ketokonazol, flukonazol, mikonazol), dan hidroksistilbamidin.
2. Antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan, termasuk
griseofulfin, golongan imidazol (mikonazol, klotrimazol, ekonazol,
isokonazol, tiokonazol, dan bifonazol), nistatin, tolnaftat, dan antijamur
topikal lainnya (kandisidin, asam undesilenat, dan natamisin) (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi, 2004).
C) Penggolongan obat
Antijamur
 Obat Antijamur Sistemik
a) Golongan Azol, kelompok Azol dapat dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan jumlah nitrogen pada cincin azol. Kelompok imidazol
(ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri dari dua nitrogen dan
kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan
posakonazol) mengandung tiga nitrogen (Onyewu, 2007). Kedua
kelompok ini memiliki spektrum dan mekanisme aksi yang sama.
Triazol dimetabolisme lebih lambat dan efek samping yang sedikit
dibandingkan imidazol, kerena keuntungan itulah para peneliti berusaha
mengembangkan golongan triazol daripada imidazol (Gupta, 2002).
b) Golongan polien, yaitu Amfoterisin B, merupakan obat antijamur yang
dihasilkan oleh Streptomyces nodosus. Untuk infeksi jamur sistemik,
amfoterisin B diberikan melalui infuse secara perlahan-lahan.
Amfoterisin B berikatan dengan Beta-lipoprotein plasma dan disimpan
dalam jaringan depot, serta sukar beradaptasi ke dalam SSP. Untuk
meningitis jamur diberikan pemberian secara intratekal. Pengembalian
obat dari depit ke sirkulasi berlangsung lambat. Sebagin kecil diekskresi
melalui urine atau empedu dalam waktu kurang >1 minggu. Obat ini
umumnya didegradasikan secara lokal dijaringan depot (Munaf, 2004).
Nistatin, merupakan antibiotik yang diisolasi dari Streptomyces
nourse pada tahun 1951. Untuk pengobatan kandidiasis oral (Bennett,
2006).
c) Golongan Ekinokandin, contoh obat yaitu kaspofungin, mikafungin,
Anindulafungin.
d) Golongan lain
Flusitosin (5-Fluorositosin), merupakan antijamur sistemik yang dapat
diberikan per oral. Flusitosin menghambat pertumbuhan galur, seperti
kandida, kriptokokus, torulopsis, dan beberapa galur aspergilosis, serta
jamur lain (Munaf, 2004).
 Antijamur untuk infeksi Dermatofit dan Mukokutan (Topikal)
a) Griseofulvin, adalah antibiotika yang bersifat fungistatik. Secara in-
vitro dapat menghambat pertumbuhan berbagai spesies dari
Mikrosporum, Epidermophyton dan Trichophyton. Pada penggunaan per
oral, griseofulvin diabsorpsi secara lambat, dengan memperkecil ukuran
partikel, absorpsi dapat ditingkatkan (Santoso, 2009).
b) Nistatin (Mikostatin), adalah antifungal yang berasal dari Streptomyces
noursei (Anonim, 2012). Nistatin merupakan obat yang termasuk
kelompok obat yang disebut antujamut (antifungal). Bubuk kering, tablet
hisap, dan bentuk cair dari obat ini digunakan untuk mengobati infeksi
jamur pada mulut (Ratnadita, 2011).
c) Haloprogin, berkhasiat fungisid terhadap berbagai jenisEpidermofiton,
Pityrosporum, Trichophyton dan Candida.Kadang-kadangterjadi
sensitasi dengan timbulnya gatal-gatal, perasaan terbakar, daniritasi
kulit. Zat ini digunakan sebagai krem atau larutan 1% terhadap panudan
kutu air (Tinea pedis) dengan persentase penyembuhan lebih
kurang80%, sama dengan tolnafat (Tjan dan Rahardja, 2007).
d) Kandisidin, merupakan suatu antibiotik polien yang diperoleh
darigolongan aktinomisetes. Kandisidin hanya digunakan untuk
pemakaintopical pada kandidiasis vaginalis 0,06% yang dilengkapi
denganaplikatornya. Dosisnya adalah 2x sehari 1 tablet atau 2x sehari
dioleskandi vagina.Efek sampingnya dapat berupa iritasi vulva atau
vagina, dan jarang timbul efek samping yang serius (Munaf, 2004)
e) Salep Whitfield, adalah campuran asam salisilat dengan asam benzoate
dengan perbandingan 1:2 (biasanya 6% dan 12%).
Asam salisilat bersifat keratolitik dan asam benzoate bersifat fungistatik.
Karena asam benzoate hanya bersifat fungistatik, penyembuhan dapat ter
capai setelahlapisan kulit terkelupas seluruhnya sehingga penggunaan
obat ini memerlukan waktu beberapa minggu sampai bulanan (Munaf,
2004).
f) Natamisin, Natasimin merupakan antijamur antibiotic polien yang aktif
terhadap banyak jamur. Pemakaian pada mata jarang menimbulkan
iritasi maka digunakan untuk keratitis jamur. Natasimin merupakan obat
terpilih untuk infeksi Fusarium solani, tetapi daya penetrasinya ke
kornea kurang memadai. Natasimin juga efektif untuk kandidiasis oral
dan vagina. Sediaan tersedia dalam suspensei 5% dan salep 1% untuk
pemakaian pada mata (Munaf, 2004).

2.3 Mekanisme Kerja Obat Antivirus dan Obat Anti Jamur


2.3.1 Mekanisme Kerja Obat Antivirus
1. Antinonretrovirus
b. Antivirus untuk herpes
Obat ini bekerja pada DNA polimerase virus herpes. Sebelum dapat
menghambat DNA virus, obat ini harus mengalami fosforilasi intraseluler,
dalam tiga tahap untuk membentuk trifosfat. Fosforilasi pertama dikatalisis
oleh timidin kinase virus, proses selanjutnya berlangsung dalam sel yang
terinfeksi virus.
c. Antivirus untuk influenza
- Amantadin dan rimantadin
Mekanisme : merupakan antivirus yang bekerja pada M2
virus, suatu kanal ion transmembrane yang diaktivasi oleh pH.
- Inhibitor neuraminidase (Oseltamivir, Zanamivir)
Mekanisme kerja : Asan N-asetil neuraminat merupakan komponen
mukoprotein pada sekresi respirasi; virus berikatan pada mukus, namun
yang menyebabkan penetrasi virus kepermukaan sel adalah aktivitas
enzim neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah
terjadinya infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang
optimaldari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan
intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan
berkembangnya influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika
penyakitnya berkembang.
- Ribavirin
Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang
cincin purinnya tidak lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel ,
ribavirin trifosfat mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses
capping dan elongasi mRNA serta menghambat sintesis
ribonukleoprotein.
c. Antivirus untuk HBV dan HCV
- Lamivudin
Mekanisme Kerja: Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin.
Lamivudin dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk triposfat yang
aktif. Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara
kompetitif menghambat polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif
terhadap HBV wild-type saja, namun juga terhadap varian precorel core
promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada
pasien yang terinfeksi kronik.
- Interveron
Mekanisme Kerja: Virus dapat dihambat oleh interferon pada
beberapa tahap, dan tahapan hambatannya berbeda pada tiap virus.
Namun, bebrapa virus dapat juga melawan efek interveron dengan cara
menghambat kerja protein tertentu yang diinduksi oleh interferon. Salah
satunya adalah resistensi hepatitis C virus terhadap interferon yang
disebabkan oleh hambatan aktifitas protein kinase oleh HCV.
2. Antiretrovirus (Antivirus untuk HIV)
1) Penghambat masuknya virus
Contoh obat enfuvirtid. Mekanisme kerja dengan cara berikatan dengan
subunit GP41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel
dihambat (Depkes, 2004).
2) Penghambat reverse transcriptase enzyme
a. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Mekanisme : NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahap
penambahan 3 gugus fosfat dan selanjutnya berkompetisi dengan natural
nukleotida menghambat RT sehingga perubahan RNA menjadi DNA
terhambat. Selain itu NRTI juga menghentikan pemanjangan DNA.
b. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)
Contoh obat tenofovir. Mekanisme kerja NtRTI pada penghambatan
replikasi HIV sama dengan NRTI tetapi hanya memerlukan 2 tahapan
proses fosforilasi (Depkes, 2006).
c. Non- Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Mekanisme kerjanya tidak melalui tahapan fosforilasi intraseluler
tetapi berikatan langsung dengan reseptor pada RT dan tidak berkompetisi
dengan nukleotida natural.
3) Protease Inhibitor (PI)
Mekanisme Protease Inhibitor berikatan secara reversible dengan
enzim protease yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan
untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak
masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV yang potensial
(Depkes, 2006).
2.3.2 Mekanisme kerja Obat Anti Jamur
 Obat Antijamur Sistemik
a) Golongan Azol
Mekanisme kerja : menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan
sterol untama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja
dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P450, C-14-α-demethylase yang
bertanggungjawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini
mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permeabel dan terjadi penghancuran
jamur (Ashley et al, 2006).
b) Golongan Polien, contoh obat Amfoterisin B
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan
membran sel jamur atau ragi yang sensitive. Integritas dengan sterol-sterol
membran sel jamur lebih permeabel terhdapa molekul-molekul yang kecil.
Amfoterisin B mempunyai aktivitas fungisid dan fungistatik terhadap sel-sel
jamur yang sedang tumbuh dan yang tidak (Munaf, 2004).
c) Golongan Ekinokandin, contoh obat Kaspofungin
Mekanisme kerja : menghambat sintesis beta (1,3)- Dglukan, suatu
komponen esensial yang membentuk dinding sel jamur Kaspofungin
mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas. Kaspofungin efektif terhadap
Aspergillus fumigates, Aspergillus flavus dan Aspergillus terreus.
d) Golongan lain, contoh obat Flusitosin (5-Fluorositosin)
Mekanisme kerja : karena adanya sel-sel jamur yang sensitif sehingga
mengubah flusitosin menjadi fluorourasil yang dapat menghambat timidilat
dan sintesis DNA. Mutan-mutan yang resisten akan berkembang secara teratur
dengan cepat dan obat-obat antijamur akan menyeleksi strain-strain yang
resistensi ini. Oleh karena itu, pemberian flusitosin dikombinasikan dengan
amfoterisin B untuk menghasilkan efek terapi yang lebih baik (Munaf, 2004).
 Antijamur untuk infeksi Dermatofit dan Mukokutan (Topikal)
a) Griseofulvin
Mekanisme kerja : Griseofulvin ditimbun disel-sel terbawah dari
epidermis, sehingga keratin yang baru terbentuk akan tetap dilindungi terhadap
infeksi jamur (Santoso, 2009). Kulit yang sakit mempunyai afinitas lebih besar
terhadap obat ini, ditimbun dalam sel pembentuk keratin, terikat kuat dengan
keratin dan akan muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi sehingga sel
yang baru ini akan resisten terhadap serangan jamur. Keratin yang
mengandung jamur akan terkelupas dan digantikan oleh sel baru yang normal
(Munaf, 2004).
b) Nistatin (Mikostatin)
Mekanisme kerja : aktifitas antifungal diperoleh dengan cara
mengikatkan diri pada sterol membrane sel jamur, sehingga permeabilitas
membran sel tersebut akan terganggu dan kompeten intraseluler dapat hilang
(Anonim, 2012).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Antivirus merupakan salah satu penggolongan obat yang secara spesifik digunakan
untuk mengobati infeksi virus.
2. Obat anti jamur merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkanorganisme
mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan dan ragi,atau obat yang
digunakan untuk menghilangkan jamur .
3. Penggolongan obat antivirus terdiri dari : Antinonretrovirus (antivirus untuk herpes,
antivirus untuk influenza, Antivirus untuk HBV dan HCV) dan Antiretrovirus
(Antivirus untuk HIV).
4. ARV terdapat 3 golongan utama yaitu : penghambat masuknya virus, Penghambat
reverse transcriptase enzyme, Protease Inhibitor (PI).
5. Penggolongan obat Antijamur terdiri dari : obat antijamur sistemik (golongan Azol,
golongan Polien, golongan Ekinokandin, dan golongan lainnya) dan Antijamur
untuk infeksi Dermatofit dan Mukokutan (Griseofulvin, Nistatin, Haloprogin,
Kandisidin, salep Whitfield, dan Natamisin).
3.2 Saran
Diharapkan makalah yang telah ditulis oleh penulis dapat dimanfaatkan
dengan baik oleh pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Anonim. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Laboratorium Biologi UMS : Surakarta.
Ashley, D.K. et al. (2006). Intelligent Tutoring Systems : 8th International Conference, ITS:
Springer.
Batubara JRL. 2010. Sari Pediatri. Volume 12 No 1 bulan Juni 2010. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM : Jakarta
Bennett J.E. 2006. Antimikrobial Agents :antifungal Agents. Goodman & Gilman's The
Pharmacological Basis Of Therapeutics.11th Edition.
Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004, tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
Jakarta.
Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Joyce L, K. E., 1996. Farmakologi: pendekatan proses keperawatan (Vol. 1). (S. Yasmin
Asih, Ed., & d. P. Anugerah, Trans.) Jakarta: EGC.
Katzung, B., 2007. Basic & Clinical Pharmacolog, Tenth Edition. United States: Lange
Medical Publications.
Munaf, Sjamsuir., 2004, Pengantar Farmakologi. In: Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi
2, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, pp. 3-12.
Onyewu C, Heitman J. Unique applications of novel antifungal drug combination. Anti-
Infective Agents in Medicinal Chemistry. 2007;6(1):3-15.
Ratnadita, A., 2011, Nystatin, Obat Antijamur atasi canididasis, redaksi@detikhealth.com
Salvaggio, M. R., Lutwick, L. I., 2009. Herpes Simplex. eMedicine Infectious Diseases, 1-15.
Santoso S. 2009. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta; Jakarta.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi, 2004, Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi kedua,
Universitas Sriwijaya, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai