Anda di halaman 1dari 38

Nama dosen: DR.dr Nurnaeni M.

Kes
Mata kuliah: Ilmu dasar keperawatan

MAKALAH
PROSES INFEKSI BERBAGAI AGEN INFEKSIUS BERDASARKAN
STRUKTUR, SIKLUS HIDUP, DAN MEKANISME MENYEBABKAN
KERUSAKAN SEL PEJAMU

OLEH :
KELOMPOK 1

ST JULFIANI NUS
ESTEFANI LEWIER
ZIATUL FAUZIAH
PUPUT S
AINI YATURROFIDAH
RESKI PRATIWI
MUH RUSLAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI MAKASSAR


T.A 2022/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kepada allah swt, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah ilmu dasar keperawatan tentang patologi dan patofisiologi
shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi muhammad saw,
penulisan ini bertujuan untuk memahami politik di indonesia.
merupakan suatu harapan pula, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca, khususnya untuk penulis, kritik dan saran dari pembaca akan
sangat perlu untuk memperbaiki dalam penulisan makalah dan akan diterima
dengan senang hati. serta semoga makalah ini tercatat menjadi motivator bagi
penulis untuk penulisan makalah yang lebih baik dan bermanfaat. aamiin.

Makassar 21 maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL.....................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
A. Latar belakang..................................................................................
B. Rumusan masalah............................................................................
C. Tujuan penulisan..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................
A. Infeksi berbagai agen infeksius .......................................................
B. Kondisi yang melemahkan pertahanan penjamu melawan
Mikroorganisme...............................................................................
C. Infeksi oportunistik..........................................................................
D. Mengontrolan pertumbuhan mikrooganisme...................................
E. Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan dan mencegah
transmisi...........................................................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................................
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan kehidupan manusia dipenuhi dengan mikroorganisme di
sekelilingnya, sedangkan di dalam tubuh manusia, mikroorganisme terdapat
pada permukaan tubuh, di dalam mulut, hidung dan rongga-rongga tubuh
lainnya. Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak penyakit yang telah
melanda peradaban manusia selama berabad-abad. Patogen yang merupakan
agen penginfeksi masuk kedalam tubuh melalui luka kemudian berpoliverasi
kedalam tubuh sehingga menyebabkan infeksi (Pelczar dan Chan, 1986).
Pejamu memiliki benteng terhadap infeksi yang tersebar di seluruh
jaringan dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Benteng
pertama diperankan oleh kulit yang utuh, membran mukosa permukaan dan
sekret yang diproduksi. Contohnya lisozym air mata merusak peptidoglikan
dinding bakteri. Agen penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri, jamur,
parasit, riketsia, dan clamidia. Infeksi virus yang menyebabkan penyakit
umumnya digolongkan ke dalam sistem organ yang terkena, seperti infeksi
virus pernapasan, bentuk kelainan klinik yang di timbulkan seperti virus yang
menyebabkan eksastema, dan sifat infeksi infeksi laten virus.
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang
mengandung mikroba patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada
bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh manusia
terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya
gambaran biologik spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang
berperan untuk proteksi Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil
kesempatan (‘opportunity’) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh ini adalah salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi
cukup berat sehingga IO timbul rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi
HIV. Tiap-tiap makhluk hidup itu keselamatannnya tergantung kepada
sekitarnya, terlebih mikroorganisme.Makhluk-makhluk halus tersebut tidak
dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya tergantung
kepada faktor keliling.Adapun faktor-faktor lingkungan dapat dibedakan
menjadi faktor biotik dan faktor abiotik.Faktor biotik terdiri atas makhluk
hidup sedangkan faktor abiotik terdiri atas faktor alam (fisik) dan faktor kimia
(Supardi dan Sukamto, 1996).
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas
perawat. Perawat harus memahami masalah kesehatan klien saat ini dan
sebelumnya untuk menentukan apakah obat tertentu aman dikonsumsi klien.
Obat adalah alat utama terapi yang digunakan oleh dokter untuk mengubati
klien yang memiliki maslah kesehatan. Walaupun obat dapat menguntungkan
klien dalam masalah kesehatannya, namun obat memiliki efek samping yang
harus diketahui perawat. Dokter, perawat dan ahli farmasi menggunakan
standar kualitas dan permurnian obat yang digunakan oleh pemerintahan
Amerika Serikat, yaitu Pure Food and Drug Act (Undang-undang makanan
dan obat mur

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana mekanisme terjadinya infeksi ?
B. Bagaimana proses terjadinya infeksi pada agen infeksius ?
C. Bagaiman Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen Infeksius?
D. Bagaiman Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri
E. Bagaimana Pengertian Infeksi Oportunistik ( IO )
F. Bagai mana PENGONTROLAN MIKROORGANISME
G. Bagaiman Cara Menurunkan Jumlah Mikroorganisme Kontaminan dan
Mencegah Transmisi

C. Tujuan Masalah
1. Agar dapat mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya infeksi
2. Agar dapat mengetahui proses terjadinya infeksi pada agen infeksius
3. Agar dapat mengetahui Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen
Infeksius?
4. Agar dapat mengetahui Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri
5. Agar dapat mengetahui Pengertian Infeksi Oportunistik ( IO )
6. Agar dapat mengetahui PENGONTROLAN MIKROORGANISME
7. Agar dapat mengetahui Cara Menurunkan Jumlah Mikroorganisme
Kontaminan dan Mencegah Transmisi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Infeksi pada Agen-agen Infeksius
1. Virus
Virus merupakan suatu partikel yang mengandung bahan
genetik berupa DNA atau RNA yang diselubungi oleh protein yang
disebut kapsid dan pada beberapa virus ada juga komponen lain,
misalnya lemak. Satuan dasar virus disebut virion. Virus hanya dapat

memperbanyak diri jika berada di dalam suatu sel inang yang sesuai.
Jika berada di luar sistem selular, virus tidak mampu memperbanyak
diri karena tidak mempunyai sistem enzim yang dapat digunakan
untuk sintesis partikel virus yang baru. Oleh karena itu, virus disebut
sebagai parasit obligat dan seringkali juga dianggap sebagai batas
antara jasad hidup dan jasad mati. Virus dapat bertindak sebagai agen
penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen penyakit, virus
memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahan yang
membahayakan bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau bahkan
menyebabkan kematian pada sel yang diinfeksinya. Sebagai agen
pewaris sifat, virus memasuki sel dan tinggal di dalam sel tersebut
secara permanen (Darmono, 2014).
Cara virus menginfeksi manusia melalui proses yang agak
panjang karena tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan
terhadap benda asing dan patogen yang disebut sebagai sistem imun.
Respon imun timbul karena adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel,
molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya. Sistem imun
terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/ innate/
native) dan didapat atau spesifik (adaptive/ acquired). Baik sistem
imun non spesifik maupun spesifik memiliki peran masing-masing,
keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan namun sebenarnya
kedua sistem tersebut memiliki kerja sama yang erat (Hermiyanti,
2011).Virus menginfeksi manusia mempunyai mekanisme yang
berbeda-beda, namun secara umum virus menginvasi tubuh dengan
cara mengambil alih nucleus sel dan menjadikannya inang untuk
menciptakan lebih banyak virus seperi pada Gambar 1.1. Virus yang
dapat menyebabkan penyakit tersebut sangat bergantung pada
spesies/ jenis virus. Mekanisme patogenesitas pada tingkat seluler
dimulai dengan lisisnya sel, sel pecah dan mengakibatkan kematian
sel. Pada hewan dan manusia, bila terjadi kematian banyak sel dalam
tubuh karena infeksi virus, maka efek penyakit virus akan terjadi.
Walaupun virus menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan, pada
kondisi tertentu kehadiran virus dalam tubuh tidak menyebabkan
gejala apapun (periode laten). Beberapa jenis virus dapat hidup lama
dalam tubuh penderita atau disebut infeksi kronis. Pada kondisi
tersebut virus terus bereplikasi sehingga menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh dalam tubuh penderita, hal ini terjadi pada beberapa
virus seperti: HIV,virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Orang yang
menderita penyakit tersebut dinamakan karier, dia menyimpan virus
dalam tubuhnya dan dapat ditularkan pada orang lain yang peka
(Hermiyanti, 2011)
2. Bakteri
Cara bakteri menginfeksi organisme adalah dengan
melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi membran sel
dengan menggunakan enzim, setelah itu bakteri akan memulai
mereplikasi materi genetik dan selubung protein, kemudian bakteri
akan memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami
lisis. Proses-proses pada siklus lisogenik: reduksi dari siklus litik ke
profage (dimana materi genetiak bakteri dan sel inang bergabung),
bakteri mengalami pembelan binner, dan profage keluar dari
kromosom bakteri.
Cara Kerja Bakteri Menyerang Tubuh Manusia Bakteri tidak
mampu untuk menyerang sistem imun dalam tubuh manusia jika
hanya satu bakteri saja, karena bakteri hidup berkelompok sehingga
mudah untuk menyerang atau menginfeksi organisme.
Mikroorganisme ini bisa berada di kulit atau dalam organ tubuh
lainnya. Bakteri berkomunikasi dengan menggunakan bahan kimia,
yaitu melepaskan molekul kecil ke dalam media di sekitarnya yang
dapat dideteksi melalui reseptor pada permukaan sel bakteri lainnya.
Ketika sejumlah sinyal molekul ini tercapai, maka masing-masing
individu dari bakteri ini sudah mengetahui bahwa teman-teman
didekatnya sudah memulai suatu tindakan. Proses ini dikenal sebagai
penginderaan quorum. Penginderaan quorum ini digunakan oleh
bakteri virulen (bakteri jahat) untuk menginfeksi inangnya, misalnya
bakteri vibrio cholerae yang menyebabkan penyakit kolera,
mengandalkan penginderaan quorum untuk mengkoordinasikan
penyerangan ke tubuh inangnya. Selain itu komunikasi ini juga
dilakukan mikroba lainnya untuk tindakan terkoordinasi yang lebih
ramah. Jenis penginderaan quorum yang dilakukan tiap bakteri
kadang berbeda-beda, misalnya bakteri vibrio fischeri menggunakan
alat komunikasi berupa cahaya yang bisa dihasilkan oleh tubuhnya
sendiri. Jika jumlahnya sudah memadai, maka bakteri ini akan
berkumpul untuk membuat cahaya yang lebih terang. “Dengan
mengetahui bagaimana bakteri ini berkomunikasi, maka bisa
membantu para ilmuwan untuk merancang jenis antibiotik baru.
Obat-obatan ini diharapkan bisa menghalangi pelepasan sinyal
molekul sehingga menghambat kemampuan bakteri untuk berbicara
atau mendengar,” ungkap Bassler. Dengan cara ini bakteri tidak akan
pernah tahu apakah jumlahnya sudah cukup atau belum untuk
melepaskan racun, sehingga infeksi bisa dihindari (Fielare dan
Hadea, 2011).
3. Jamur
Pada keadaan normal kulit memiliki daya tangkis yang baik
terhadap kuman dan jamur karena adanya lapisan lemak pelindung
dan terdapatnya flora bakteri yang memelihara suatu keseimbangan
biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung tersebut rusak atau
keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan
fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi. Terutama pada
kulit yang lembab, misalnya tidak dikeringkan dengan baik setelah
mandi, karena keringat, dan menggunakan sepatu tertutup. Penularan
terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosis bersamaan
dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di
tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan
lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki,
infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang,
spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar madi. Setelah
terjadi infeksi, spora tumbuh menjadi mycellium dengan
menggunakan serpihan kulit sebagai makanan. Benang-benangnya
menyebar ke seluruh arah sehingga lokasi infeksi meluas. Infeksi
fungi yang menembus ke bagian dalam kulit dan mengakibatkan
suatu reaksi  peradangan. Peradangan tersebut terlihat seperti bercak-
bercak merah bundar dengan batas-batas tajam yang melepaskan
serpihan kulit dan menimbulkan rasa gatal-gatal (Darmono, 2014)
4. Parasit
Penularan Parasit tergantung pada sumber atau reservoir
infeksi, dan cara penularannya.

a. Sumber infeksi
1) Manusia
Manusia merupakan sumber atau perantara terbesar infeksi
parasitik (contohnya taeniasis, amoebiasis, dan lain-lain).Suatu
kondisi dimana infeksi ditularkan dari satu orang ke orang lain
disebut antroponisis.
2) Hewan
Dalam banyak penyakit parasit, hewan berperan sebagai
sumber infeksi. Suatu keadaan dimana infeksi ditularkan dari
hewan ke manusia disebut zoonosis (misalnya, hidatidiasis).
b. Cara Penularan
Penularan parasit dari satu host ke host yang lain,
disebabkan oleh bentuk parasit tertentu dikenal sebagai stadium
infeksi. Stadium infeksi pada berbagai parasit ditularkan dari satu
host ke host yang lain dalam beberapa cara berikut:
1) Rute oral Konsumsi makanan, air, sayuran atau tempat yang
terkontaminasi oleh stadium infeksi parasit. Cara penularan
ini pada beberapa parasit dikenal sebagai rute fecal oral
(misalnya kista Giardia intestinalis dan Entamoeba
histolytica, telur Ascaris lumbricoides, dan Trichuris trichura.
Mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang.
Infeksi dapat ditularkan secara oral bila konsumsi daging
mentah atau setengah matang yang mengandung parasit
infektif (misalnya: daging babi mengandung selulosa
cysticercus, tahap larva Taenia solium) (Suharjono, 2002).
Mengkonsumsi ikan dan kepiting yang kurang matang
atau mentah. Infeksi juga dapat ditularkan dengan konsumsi
ikan dan kepiting mentah atau setengah matang yang
mengandung stadium infektif parasit (misalnya: kepiting
mengandung mikrobiologi dan parasitologi stadium parasit
infektif, kepiting atau udang air tawar mengandung
metasercaria paragonimus westermani, ikan mengandung
metaserkaria clonorchis sinensis, dan lain lain) (Soewarlan
dan Lady Cindy, 2016).
Mengkonsumsi air mentah atau belum matang. Infeksi
dapat ditularkan lewat makanan mentah atau air belum masak
yang menyembunyikan bentuk parasit infektif (misalnya: air
kacang dada, dll mengandung metaserkaria pada Fasciolopsis
buski dan Fasciola hepatica).
2) Penetrasi kulit dan membran mukosa Infeksi ditransmisikan
dengan Penetrasi kulit oleh larva filaria (filariformy larva)
pada cacing tambang, Strongyloides stercoralis yang kontak
dengan tanah tercemar feces.Tusukan kulit oleh serkaria pada
Schistosoma japonicum, S. Mansoni, dan S. haematobium
yang kontak dengan air yang terinfeksi. Bagian kulit yang
dipenetrasi adalah bagian kulit yang tipis, misalnya: di daerah
jari jemari, kulit perianal, dan kulit perineum.Infeksi
Inokulasivektor arthropoda juga dapat ditularkan dengan
inokulasi kedalam darah melalui nyamuk, seperti pada
penyakit malaria dan filariasis.
Kontak seksual Trichomoniais dapat ditularkan
melalui kontak seksual. Entamoebiasis dapat ditularkan
melalui kontak seksual anal oral, seperti pada kalangan
homoseksual (Jawetz, dkk. 2001)
5. Riketsit
Penyakit riketsia berkembang setelah menginfeksi melalui
kulit atau sistem pernafasan. Caplak dan tungau menularkan agen
penyebab spott fever dan scrub typhus melalui gigitan secara
langsung kedalam kulit. Kutu dan pinjal menularkan epidemic dan
murine typhus melalui feses yang terinfeksi kemudian masuk ke
kulit. Ricketsiae dari Q-fever masuk melalui sistem pernafasan ketika
debu yang terinfeksi terhirup. Rickettsiae memperbanyak diri dalam
sel endotel pembuluh darah kecil dan menghasilkan vaskulitis. Sel
menjadi bengkak dan nekrosis. Luka vascular menonjol dikulit tetapi
vaskulitis terjadi pada banyak organ seperti otot, jantung, paru, dan
otak. Kematian dapat terjadi karena kerusakan sel endotel,
menghasilkan kebocoran plasma, menurunnya volume darah dan
shock (Jawetz, dkk, 2001).
6. Clamidia
Chlamydophila mempunyai siklus hidup cukup unik dengan
tidak memiliki sistem enzim, sehingga kuman ini merupakan parasit
intraseluler yang obligat. Bentuk infeksius mikroorganisme ini
disebut badan elemen, berukuran kecil, tebal dan bundar berdiameter
250–300 nm. Beberapa jam setelah fagositosis oleh sel inang,
chlamydophila membesar menghasilkan suatu badan retikuler
berdiameter kira-kira 400–600 nm. Badan retikuler memperbanyak
diri di dalam sel inang melalui pembelahan, menghasilkan unit lebih
kecil yang merupakan cikal bakal dari badan elemen yang infeksius.
Pada umumnya chlamydophila unggas membutuhkan waktu ± 30 jam
untuk melangsungkan seluruh fase daur hidupnya, namun ada
beberapa galur yang mempunyai kecepatan reproduksi yang beragam.
Berdasarkan virulensinya, serotipe/galur yang berasal dari
isolat burung merpati tergolong bervirulensi rendah, dan galur yang
berasal dari kelompok burung Psittacideae bervirulensi tinggi.
Sedangkan yang berasal dari kalkun ada yang bervirulensi rendah dan
ada yang bervirulensi tinggi. Semua galur chlamydophila memiliki
antigen bersama yang spesifik karena zat kebal terhadap suatu galur
akan mampu mengadakan reaksi netralisasi dengan semua galur
lainnya. Dengan metode pewarnaan Machiavello atau Gimenez,
chlamydophila akan terlihat sebagai bentuk-bentuk berwarna merah
dalam sel (Darmono, 2014).
7. Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen Infeksius
Pejamu memiliki benteng terhadap infeksi yang tersebar di
seluruh jaringan dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam
tubuh. Benteng pertama diperankan oleh kulit yang utuh, membran
mukosa permukaan dan sekret yang diproduksi. Contohnya lisozym
air mata merusak peptidoglikan dinding bakteri. Agen penyebab
infeksi terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan
clamidia. Infeksi virus yang menyebabkan penyakit umumnya
digolongkan ke dalam sistem organ yang terkena, seperti infeksi virus
pernapasan, bentuk kelainan klinik yang di timbulkan seperti virus
yang menyebabkan eksastema, dan sifat infeksi infeksi laten virus.
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri sering terjadi bersamaan
dengan adanya rasa sakit, nyeri, atau borok pada bagian tubuh. Ada
waktu saat sistem kekebalan tubuh tidak dapat menyingkirkan suatu
infeksi bakteri. Masing-masing faktor penyebab memiliki
karakteristik tersendiri. Jamur menimbulkan infeksi umumnya terjadi
di kulit. Infeksi jamur lebih cenderung mengenai daerah-daerah yang
sering berkeringat dan lembab, seperti muka, badan, kaki, lipatan
paha, dan lengan. Parasit yang terdiri dari vermes dan protozoa
menimbulkan infeksi melalui kontak langsung maupun tidak
langsung. Riketsia menginfeksi dengan masuk ke kulit manusia
melalui gigitannya atau kontak dengan kotoran yang terdapat hewan
atau serangga terinfeksi bakteri tersebut kemudian menyebar
mengikuti peredaran darah lalu menginfeksi sel-sel tubuh dan
membelah diri di sana. Sedangkan, Clamidia menginfeksi dengan
mencari inang untuk membantu reproduksi parasit karena dia tidak
dapat hidup jika tidak menempel pada inangnya, karena clamidia
bersifat parasit intraseluler obligat (Jawetz, dkk, 2004).
B. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang
mengandung mikroba patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada
bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh
manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda.
Umumnya gambaran biologik spesifik mikroba menentukan mekanisme
imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun
terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular atau bakteri intraselular
mempunyai karakteristik tertentu pula
Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus,
parasit, radiasi matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari
kejadian ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang
sehat. Biasanya kita dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem
kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi
untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun,
dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan
mengakibatkan berbagai penyakit fatal.
Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati
penyakit saja. Infeksi bakteri dilawan dengan antibiotik, infeksi virus
dengan antivirus dan infeksi parasit dengan antiparasit terbatas obat-
obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh,
depresi disebabkan oleh stres emosional diobati dengan antidepresan atau
obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan oleh kekurangan gizi jarang
diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian oleh saran untuk
mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme
yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan
mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini
mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme
akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit,
serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel
organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru
agar dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah
berevolusi yang menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti
bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi
virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan
tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga.
Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin,
fagositosis, dan sistem komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman
berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusi vertebrata.
Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ
tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan
dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem
vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih
efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat
perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan
patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari
vaksinasi.
Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba
yang masuk. Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang
berbahaya meliputi
Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan
asam laktat melalui kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia,
sekresi air mata, air liur, urin, asam lambung serta lisosom dalam air mata
Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat
yang dapat mencegah invasi mikroorganisme Innate immunity (mekanisme
non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear (PMN) dan makrofag, aktivasi
komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel NK (natural killer)
dan mediator eosinofil
Imunitas spesifik, yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler.
Secara umum pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus,
protozoa, jamur dan beberapa bakteri intraselular fakultatif terutama
membutuhkan imunitas yang diperani oleh sel yang dinamakan imunitas
selular, sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin membutuhkan imunitas
yang diperani oleh antibodi yang dinamakan imunitas humoral. Secara
keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik (nonspesifik)
bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit
infeksi.
 Invasi Patogen
Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk
menghindar dari respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa
metode yang menyebabkan mereka dapat menginfeksi sementara patogen
menghindari kehancuran akibat sistem imun.Bakteri sering menembus
perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang mendalami isi perisai,
contohnya dengan menggunakan sistem tipe II sekresi. Sebagai
kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe III sekresi. Mereka
dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung
untuk protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein
yang dikirim melalui tuba sering digunakan untuk mematikan pertahanan.
Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk
mengelakan sistem imun bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut
patogenesis intraselular). Disini, patogen mengeluarkan mayoritas
lingkaran hidupnya kedalam sel yang dilindungi dari kontak langsung
dengan sel imun, antibodi dan komplemen. Beberapa contoh patogen
intraselular termasuk virus, racun makanan, bakteri Salmonella dan parasit
eukariot yang menyebabkan malaria (Plasmodium falciparum) dan
leismaniasis (Leishmania spp.). Bakteri lain,seperti Mycobacterium
tuberculosis, hidup didalam kapsul protektif yang mencegah lisis oleh
komplemen. Banyak patogen mengeluarkan senyawa yang mengurangi
respon imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang salah.
Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari
sel dan protein sistem imun. Biofilm ada pada banyak infeksi yang
berhasil, seperti Pseudomonas aeruginosa kronik dan
Burkholderia cenocepacia karakteristik infeksi sistik fibrosis. Bakteri lain
menghasilkan protein permukaan yang melilit pada antibodi, mengubah
mereka menjadi tidak efektif; contoh termasuk Streptococcus (protein G),
Staphylococcus aureus (protein A), dan Peptostreptococcus magnus
(protein L).
Bakteri, dari kata Latin bacterium(jamak, bacteria), adalah
kelompok terbanyak dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil
(mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur
sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel
lain seperti mitokondria dan kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan
lebih lanjut dalam artikel mengenai prokariota, karena bakteri merupakan
prokariota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang memiliki
sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah “bakteri” telah diterapkan
untuk semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka, tergantung
pada gagasan mengenai hubungan mereka.
Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme.
Mereka tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai
simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan bakteri.
Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski
ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita).
Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur,
tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang
bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari
flagela kelompok lain.

SPECIFIC ATTACHMENTS OF BACTERIA TO HOST CELL OR


TISSUE SURFACES

Adhesin Receptor Attachment site Disease

Streptococcus Amino terminus Pharyngeal


pyogenes Protein F of epithelium Sore throat
fibronectin
Streptococcus Glycosyl Salivary Pellicle Dental caries
mutans transferase glycoprotein of tooth

Streptococcus Buccal
salivarius Lipoteichoic acid Unknown epithelium None
of
tongue
N-
Streptococcus Cell-bound protein acetylhexosami Mucosal
pneumoniae ne-galactose epithelium Pneumonia
disaccharide

Staphylococcus Cell-bound protein Amino terminus Mucosal


aureus of epithelium Various
fibronectin

Neisseria Type IV pili (N- Glucosamine- Urethral/cervi


gonorrhoeae methylphenyl- galactose cal epithelium Gonorrhea
alanine pili) carbohydrate

Enterotoxigeni Species-specific Intestinal


c E. coli Type-I fimbriae carbohydrate(s epithelium Diarrhea
)

Uropathogenic Type I fimbriae Complex Urethral Urethritis


E. coli carbohydrate epithelium

Uropathogenic Globobiose Upper urinary Pyelonephri


E. coli P-pili (pap) linked to tract tis
ceramide lipid

Bordetella Fimbriae Galactose Respiratory Whooping


pertussis (“filamentous on epithelium cough
hemagglutinin”) sulfated
glycolipids
N- Fucose and Intestinal
Vibrio cholerae methylphenylalan mannose epithelium Cholera
ine pili carbohydrate

Treponema Peptide in outer Surface protein Mucosal Syphilis


pallidum membrane (fibronectin) epithelium

Mycoplasma Membrane protein Sialic acid Respiratory Pneumonia


epithelium

Conjunctival or
Chlamydia Unknown Sialic acid urethral
epithelium

INFEKSI BAKTERI EKSTRASELULER


Strategi pertahanan bakteri
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar
sel, di dalam sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai
jaringan. Berbagai jenis bakteri yang termasuk golongan bakteri
ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya. Bakteri ekstraseluler
biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu
bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena
adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang
mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri,
seperti pada infeksi bakteri berkapsul Streptococcus pneumoniae atau
Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul
karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh
reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b
pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain
mengeluarkan eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah
dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga
memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang
melindungi dari kerusakan oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF,
yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak
mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif
komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel
bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan
stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen
melalui aksi produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja
regulator aktivasi komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat
menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi komplemen
melalui sekresi protein umpan (decoy protein)atau posisi permukaan
bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa organisme Gram positif
mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek
serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas
makrofag termasuk menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1,
mencegah fusi fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin.
Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh beberapa bakteri,
seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam
sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun
yang dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah
gangguan pada mekanisme fagositik karena
defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang
kurang (penyakit granulomatosa kronik).

Mekanisme pertahanan bakteri ekstraseluler.


EXTRACELLULAR BACTERIAL PROTEINS THAT ARE
CONSIDERED INVASINS

Invasin Bacteria Involved Activity

Streptococci, Degrades hyaluronic


Hyaluronidase staphylococci and of connective tissue
clostridia

Collagenase Clostridiumspecies Dissolves collagen framework


of muscles

Neuraminidase Dysenteriae
Vibrio Degrades neuraminic acid of
choleraeand Shigella intestinal mucosa
Coagulase Staphylococcus aureus Converts fibrinogen to fibrin
which causes clotting

Kinases Staphylococci and Converts plasminogen


streptococci to plasmin which
digests fibrin
Disrupts neutrophil
membranes and causes
Leukocidin Staphylococcus aureus discharge of lysosomal
granules

Repels phagocytes and


disrupts phagocyte membrane
Streptolysin Streptococcus pyogenes and causes discharge of
lysosomal granules

Streptococci, Phospholipases or lecithinases


Hemolysins staphylococci and that destroy red blood cells
clostridia (and other cells) by lysis

Lecithinases Clostridium perfringens Destroy lecithin


in cell membranes

Phospholipases Clostridium perfringens Destroy phospholipids in cell


membrane

One component (EF) is an


adenylate cyclase which
Anthrax EF Bacillus anthracis causes increased levels of
intracellular cyclic AMP

One toxin component is an


adenylate cyclase that acts
Pertussis AC Bordetella pertussis locally producing an increase
in intracellular cyclic AMP
 Pengertian Infeksi Oportunistik ( IO )
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan
(‘opportunity’) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan
tubuh untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan
tubuh ini adalah salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi cukup
berat sehingga IO timbul rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi
HIV. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita dapat dihindari
dengan penggunaan terapi antiretroviral (ART) sebelum kita
mengalami IO. Namun, karena kebanyakan orang yang terinfeksi HIV
di Indonesia tidak tahu dirinya terinfeksi, timbulnya IO sering kali
adalah tanda pertama bahwa ada HIV di tubuh kita. Jadi, walaupun
ART tersedia gratis di Indonesia, masalah IO tetap ada, sehingga
adalah penting kita mengerti apa itu IO dan bagaimana IO dapat
diobati dan dicegah
Dalam tubuh anda terdapat banyak kuman – bakteri, protozoa,
jamur dan virus. Saat sistim kekebalan anda bekerja dengan baik,
sistim tersebut mampu mengendalikan kuman-kuman ini. Tetapi bila
sistim kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau oleh beberapa
jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai lagi dan dapat
menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaat
dari lemahnya pertahanan kekebalan tubuh disebut "oportunistik".
Kata "infeksi oportunistik" sering kali disingkat menjadi "IO".
Dasar IO Anda dapat terinfeksi IO, dan "dites positif" untuk IO
tersebut, walaupun anda tidak mengalami penyakit tersebut. Misalnya,
hampir setiap orang dengan HIV akan menerima hasil tes positif untuk
sitomegalia (Cytomegalovirus atau CMV). Tetapi penyakit CMV itu
sendiri jarang dapat berkembang kecuali bila jumlah CD4 turun di
bawah 50, yang menandakan kerusakan parah terhadap sistem
kekebalan.
Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengalami IO jika sistem
kekebalannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk
mengobati kanker dapat menekan sistem kekebalan. Beberapa orang
yang menjalani pengobatan kanker dapat mengalami IO. HIV
memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat berkembang. Jika
anda terinfeksi HIV dan mengalami IO, anda mungkin AIDS. Di
Indonesia, Departemen Kesehatan bertanggung jawab untuk
memutuskan siapa yang AIDS. Depkes mengembangkan pedoman
untuk menentukan IO yang apa mendefinisikan AIDS. Jika anda HIV,
dan mengalami satu atau lebih IO "resmi" ini, maka anda AIDS.
Menurut data Ditjen PP&PL hingga September 2005, kandidosis
merupakan infeksi oportunistik terbanyak pada Odha, yakni 31,29
persen. Kemudian secara berurutan, yaitu: tuberkulosis (6,14%),
koksidioidomikosis (4,09%), pneumonia (4.04%), herpes zoster (1,27
%), herpes simpleks (0,65 %), toksoplasmosis (0,43%), dan CMV
(0,17%). Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi oportunistik
dapat berbeda di tiap daerah dikarenakan adanya perbedaan pola
mikroba patogen.
Lebih lanjut, dokter yang kerap menduduki jabatan bendahara di
organisasi profesi ini mengatakan, spektrum infeksi oportunistik sangat
terkait dengan jumlah sel CD4. Infeksi CMV, misalnya, biasa akan
timbul pada CD4 lebih kecil dari 100/μL, dan prevalensinya akan
semakin meningkat pada jumlah CD4 lebih kecil dari 50/μL.
sedangkan toksoplasma muncul pada CD4 kurang dari 200/μL dan
hampir semuanyaakibat reaktivasi laten.

C. PENGONTROLAN MIKROORGANISME
Tiap-tiap makhluk hidup itu keselamatannnya tergantung kepada
sekitarnya, terlebih mikroorganisme.Makhluk-makhluk halus tersebut
tidak dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya
tergantung kepada faktor keliling.Adapun faktor-faktor lingkungan dapat
dibedakan menjadi faktor biotik dan faktor abiotik.Faktor biotik terdiri
atas makhluk hidup sedangkan faktor abiotik terdiri atas faktor alam (fisik)
dan faktor kimia (Supardi dan Sukamto, 1996).
Mikrobiostatis menyatakan suatu keadaan mikroorganisme yang
meskipun masih hidup (viable) tetapi tidak mengadakan multiplikasi.
Terjadinya keadaan mikrobiostatis dapat disebabkan oleh pengaruh fisik
seperti: pengeringan, immobilisasi air sel menjadi es, menarik sebagian
besar air keluar sel dengan larutan yang tekanan osmosisnya tinggi, atau
dengan gabungan dari cara tersebut. Mikrobiostatis kimia dan desinfektan
adalah dua ungkapan yang perbedaannya terletak pada apa yang diartikan
dengan mematikan secara lambat (yaitu mikrobiostatis). Zat-zat kimia
yang merupakan tipe umum dari mikrobiostatis kimia terdiri dari tiga
macam yaitu : zat warna anilin, sulfonamida, dan antibiotik (Irianto,
2006).
Beberapa bahan antiseptik yang dahulu digunakan, saat ini sudah
bergeser menjadi desinfektan karena toksisitas, sifat korosif dan efektifi
VG225VBGDtasnya kurang.Selain itu munculnya, banyak antiseptik baru
dan antibiotik yang lebih efektif membuat lebih banyak pilihan.Dalam
bidang perawatan diperlukan kemampuan memilih obat antiseptik dan
desinfektan yang tepat untuk perawatan luka dan penyeterilan alat
(Sutedjo, 1993).
Kelompok bahan berkhasiat sebagai antiseptik dan desinfektan :
Kelompok fenol : Krsol, Heksaklorofen,
Heksilresorsinol, Remsinol, Timol,
Triklosan.
Kelompok alkohol : Etanol, Esopropanol, Bensil,
Alkohol.
Kelompok aldehid : Formaldehid, Glutaraldehid.
Golongan asam : Asam Asetat, Asam
Salisilat, Asam
Pikrat, Asam Bensoat, Asam Borat,
Asam Laktat.
Golongan halogen : Yodium dan turunannya, Iodoform,
Klorin, Hipoklorit, Klorheksidin.
Golongan oksidator : Hidrogen Peroksida
(Pehidrol/H2O2),Permanganat
Kalikus ( PK/KMnO4 ), Natrium
Perborat ( NaBO3), Amzoil
Peroksida.
Logam berat dan garam-garamnya : Senyawa Hidragirum
(HgCl2/Merkuribiklorida,
HgCr2/Merkurokrom), Senyawa
Nitrat(Nitras Argenti/AgNO3 ),
SenyawaSeng, Senyawa
Amonium, Kuartener,Nitrofurason.
Zat warna : Gentian Violet, Methilen
Blue,
Akridinatau Akriflavin.
Kelompok lain : Iktamol/Sulfur/Belerang.
(Pelczar dan Chan, 1988)
Dalam menggunakan desinfektan haruslah diperhatikan hal-hal
tersebut dibawah ini. Apakah suatu desinfektan tidak meracuni suatu
jaringan, apakah ia tidak menyebabkan rasa sakit, apakah ia tidak
memakan logam, apakah ia bagaimana warnanya, apakah ia mudah
hilangkan dari pakaian apabila desinfektan itu sampai terkena pakaian, dan
apakah ia murah harganya. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan orang
sulit untuk menilai suatu desinfektan (Pratiwi, 2008)
Bagaimana cara memulai khasiat desinfektan, untuk mengetahui
kekuatan masing-masing desinfektan, orang perlu mempunyai suatu
ukuran pokok. Adapun zat yang dipakai ialah fenol.Mikroorganisme yang
dipakai sebagai penguji khasiat desinfektan ialah Salmonella typhosa,
kadang-kadang digunakan juga Mirococcus aureus. Desinfektan yang
akan diuji itu diencerkan menurut perbandingan tertentu. Missal kita
membuat 2 larutan fenol (Pelczar dan Chan, 1988).
Faktor-faktor kimia, didalam alam yang sewajarnya, jarang-jarang
bakteri menemui zat-zat kimia yang menyebabkan ia sampai mati
karenanya hanya manusia didalam usahanya untuk membebaskan diri dari
kegiatan bakteri meramu zat-zat yang dapat meracuni bakteri, akan tetapi
tidak meracuni diri sendiri dan tidak meracuni zat makanan yang
diperlakukannya.Zat-zat yang hanya menghambat pembiakan bakteri
dengan tidak membunuhnya disebut zat antiseptik atau zat bakteriostatik
(Sutedjo,1993).
Di alam jarang mikroorganisme yang mati akibat terkena zat-zat
kimia, zat-zat yang hanya menghambat pembiakan mikroorganisme
dengan tiada membunuhnya dinamakan zat antiseptik.Isitilah lainnya yaitu
desinfektan. Antiseptik dan desinfektan dapat merupakan zat yang sama
tetapi berbeda dalam cara penggunannya; antiseptik dipakai terhadap
jaringan hidup, sedangkan desinfektan dipakai untuk bahan-bahan tidak
bernyawa (Waluyo, 2008).
Pada umumnya bakteri yang muda kurang daya tahannya terhadap
desinfektan dari pada bakteri yang tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi
daya desinfektan antara lain: pekat encernya konsentrasi, lamanya berada
dibawah pengaruh desinfektan, kenaikan temperatur menambah daya
desinfektan, medium dapat juga menawar daya desinfektan. Susu, plasma
darah, dan zat-zat lain yang serupa protein sering melindungi bakteri
terhadap pengaruh desinfektan tertentu (Dwidjoseputro, 2005).
Beberapa desinfektan dan antiseptik, zat-zat yang dapat membunuh
atau menghambat pertumbuhan bakteri dapat dibagi atas garam-garam,
fenol, dan senyawa-senyawa lain yang sejenis.Formaldehida, alkohol,
yodium, klor, persenyawaan klor, zat warna, ditergen, sulfonamida, dan
antibiotik (Dwidjoseputro, 2005).
Menurut Waksman, antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah yang sedikitpun mempunyai
daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain. Antibiotik yang
pertama dikenal ialah penisilin, ditemukan oleh Fleming tahun 1929,
namun baru sejak tahun 1943 antibiotik ini digunakan sebagai pembunuh
bakteri.Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri dikatakan
mempunyai spektrum yang sempit.Sebelum suatu antibiotik digunakan
untuk keperluan pengobatan, maka perlulah terlebih dahulu antibiotik itu
diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu sesuai dengan keperluan,
maka suatu antibiotik dapat diberikan kepada seorang pasien dengan jalan
penelanan atau penyuntikan.Penyuntikan dapat dilakukan di intravena atau
intramuscular (Dwidjoseputro, 2005).
Kekuatan antibiotik yang diproduksi harus disesuaikan dengan
“Internasional Standard Sample” dan satuan internasional.Pada umumnya
suatu contoh baku internasional dari suatu antibiotik mengandung
sejumlah antibiotik yang telah dimurnikan secara teliti, baik terhadap
kekuatannya maupun keaktifannya. Ada beberapa cara untuk menentukan
preparat antibiotik. Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut: menghitung daerah dengan penghambatan dalam agar
dapat menentukan konsentrasi terkecil yang masih dapat menghambat
pertumbuhan, penentuan kesensitifan dari suatu antibiotik terhadap
organisme yang belum diketahui dan untuk mengetahui konsentrasi
antibiotik yang dapat tercapai dalam cairan tubuh atau jaringan (Iriranto,
2006).

D. Cara Menurunkan Jumlah Mikroorganisme Kontaminan dan Mencegah


Transmisi
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas
perawat. Perawat harus memahami masalah kesehatan klien saat ini dan
sebelumnya untuk menentukan apakah obat tertentu aman dikonsumsi
klien. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan oleh dokter untuk
mengubati klien yang memiliki maslah kesehatan. Walaupun obat dapat
menguntungkan klien dalam masalah kesehatannya, namun obat memiliki
efek samping yang harus diketahui perawat. Dokter, perawat dan ahli
farmasi menggunakan standar kualitas dan permurnian obat yang
digunakan oleh pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Pure Food and Drug
Act (Undang-undang makanan dan obat murni). Standar ini digunakan
untuk memastikan klien menerima obat yang alami dalam dosis yang
aman dan efektif. Standar yang diterima masyarakat harus memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Kemurnian. Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan
konsentrasi zat lain yang diperbolehkan dalam produksi obat.
2. Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi
kekuatan atau potensi obat.
3. Bioavailability. Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya
dan melarut, diabsorpsi, dan diangkut tubuh ketempat kerjanya
disebut bioavailability.
4. Kemanjuran. Pemeriksaan laboratorium yang terinci dapat membantu
menentukan efektivitas obat.
5. Keamanan. Semua obat harus terus dievaluasi untuk menentukan efek
samping obat tersebut.
Penggunaan obat secara tidak bijaksana menimbulkan masalah
kesehatan yang serius bagi pengguna, keluarga, dan komunitas. Perawat
memiliki kewajiban untuk memahami masalah individu yang
menyalahgunakan obat. Ketika perawat merawat seorang klien yang
diduga menyalahgunakan obat atau mengalami ketergantungan obat,
perawat harus menyadari nilai dan sikap klien terhadap penyalahgunaan
obat seperti alasan klien menggunakan obat tersebut agar perawat dapat
mengidentifikasi dan memahami masalah klien.
Perawat harus mengetahui karakteristik umum obat dalam setiap
golongan. Setiap golongan obat memiliki implikasi keperawatan untuk
pemberian dan pemantauan yang tepat. Misalnya, Implikasi keperawatan
yang berhubungan dengan pemberian diuretik yaitu memantau masukan
dan haluaran cairan,menimbang barat badan klien setiap hari, mengkaji
adanya edema pada jaringan tubuh, dan memantau kadar elektrolit serum.
Obat tersedia dalam berbagai bentuk diantaranya sebagai berikut:

No Bentuk Obat Deskripsi


1. Kaplet Bentuk dosis padat untuk pemberian oral; bentuk
seperti kapsul bersalut, sehingga mudah ditelan
2. Kapsul Bentuk dosis padat untuk pemberian oral; Obat
dalam bentuk bubuk, cairan atau minyak dan
dibungkus oleh selongsong gelatin; kapsul
diwarnai untuk membantu identifikasi produk.
3. Eliksir Cairan jernih berisi air dan/atau alkohol;
dirancang untuk penggunaan oral; biasanya
4. Tablet enterik ditambah pemanis.
bersalut Tabelt untuk pemberian oral, yang dilapisi bahan
yang tidak larut dalam lambung; lapisan larut di
5. Gliserit dalam usus; tempat obat diabsorpsi.
Larutan obat yang dikombinasi dengan gliserin
6. Cakram intraokular untuk penggunaan luar; berisi sekurang-
kurangnya gliserin
Bentuk oval, fleksibel berukuran kecil terdiri dari
dua lapisan luar yang lunak dan sebuah lapisan
7. Obat gosok tengah berisi obat. Saat dilembabkan oleh cairan
okuler (mata), cakran melepas obat selama satu
8. Losion minggu.
9. Saleb Biasanya mengandung alkohol, minyak, atau
10. Pasta pelembut sabun yang diles pada kulit.
Obat dalam cairan, dioles pada kulit untuk
11. Larutan melindunginya.
Semisolid (agak padat), penggunaanya dioleskan
pada kulit.
12. Supositoria Semisolid, lebih kental atau lebih kaku daripada
salep dan lebih lembab dari pada saleb.
Berbentuk cairan yang dapt digunakan melalui
oral, parenteral dapat juga dimasukan kedalam
13. Sirup organ (mis. Irigasi kandung kemih). Harus steril
dalam penggunaannya.
Mengontrol pertumbuhan organisme patogen dapat dilakukan dengan tiga
cara seperti:
1) membunuh patogen;
2) menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan;
3) mencegah transmisi.
Patogen adalah mikroorginesme atau substansi seperti bakteri, virus atau
parasit yang mampu menimbulkan penyakit. Patogenesis adalah
perkembangan, produksi atau proses pembentukan suatu penyakit. Bakteri
patogen harus dihindari dan dibasmi karena akan mengancam kesehatan.
Toksisitas yang dimiliki antibiotik dapat digunakan untuk melawan patogen.
Toksin dapat membunuh bakteri dan virus dengan cara meracuninya.
Contohnnya arsenik yang merupakan toksin yang pernah digunakan untuk
mengobati sifilis.
Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan dan mencegah transmisi
dapat dilakukan dengan mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan metode
terbaik mencegah transmisi mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan
mencuci tangan secara signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi
saluran pencernaan. Faktor penting untuk mempertahankan higiene yang baik
dan mempertahankan integritas kulit seperti:
1) lama mencuci tangan;
2) paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang
digunakan;
3) menggosok dengan keras hingga terjadi friksi
4) pembilasan menyeluruh;
5) memastikan tangan telah dikeringkan.
Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air,
tetapi bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya
Hibicrub Povidone-iodine. Yang perlu perhatian khusus saat mencuci tangan
adalah area tempat berkumpulnya mikroorganisme, seperti di sela-sela jari.
Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan bakterisida, namun tidak
semua bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril maka dari itu kita
memerlukan sarung tangan steril dalam melakukan tindakan-tindakan steril.
Selain itu pakaian pelindung yang digunakan ketika memasuki ruangan steril
juga dapat mencegah transmisi mikroorganisme. Dalam menurunkan jumlah
organisme kontaminan hal yang perlu diperhatikan adalah kebersihan, baik itu
kebersihan diri maupun kebersihan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lingkungan kehidupan manusia dipenuhi dengan mikroorganisme di
sekelilingnya, sedangkan di dalam tubuh manusia, mikroorganisme terdapat
pada permukaan tubuh, di dalam mulut, hidung dan rongga-rongga tubuh
lainnya. Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak penyakit yang telah
melanda peradaban manusia selama berabad-abad. Patogen yang merupakan
agen penginfeksi masuk kedalam tubuh melalui luka kemudian berpoliverasi
kedalam tubuh sehingga menyebabkan infeksi (Pelczar dan Chan, 1986).
Pejamu memiliki benteng terhadap infeksi yang tersebar di seluruh jaringan
dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Benteng pertama
diperankan oleh kulit yang utuh, membran mukosa permukaan dan sekret
yang diproduksi. Contohnya lisozym air mata merusak peptidoglikan dinding
bakteri. Agen penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit,
riketsia, dan clamidia. Infeksi virus yang menyebabkan penyakit umumnya
digolongkan ke dalam sistem organ yang terkena, seperti infeksi virus
pernapasan, bentuk kelainan klinik yang di timbulkan seperti virus yang
menyebabkan eksastema, dan sifat infeksi infeksi laten virus. Tubuh manusia
tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba patogen
di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada
manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh
karena itu respons imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba
patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik spesifik mikroba
menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi Infeksi
oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan (‘opportunity’) yang
disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan
penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini adalah salah satu akibat
dari infeksi HIV, dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul rata-rata 7-10
tahun setelah kita terinfeksi HIV. Tiap-tiap makhluk hidup itu
keselamatannnya tergantung kepada sekitarnya, terlebih
mikroorganisme.Makhluk-makhluk halus tersebut tidak dapat menguasai
faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya tergantung kepada faktor
keliling.Adapun faktor-faktor lingkungan dapat dibedakan menjadi faktor
biotik dan faktor abiotik.Faktor biotik terdiri atas makhluk hidup sedangkan
faktor abiotik terdiri atas faktor alam (fisik) dan faktor kimia (Supardi dan
Sukamto, 1996).
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas
perawat. Perawat harus memahami masalah kesehatan klien saat ini dan
sebelumnya untuk menentukan apakah obat tertentu aman dikonsumsi klien.
Obat adalah alat utama terapi yang digunakan oleh dokter untuk mengubati
klien yang memiliki maslah kesehatan. Walaupun obat dapat menguntungkan
klien dalam masalah kesehatannya, namun obat memiliki efek samping yang
harus diketahui perawat. Dokter, perawat dan ahli farmasi menggunakan
standar kualitas dan permurnian obat yang digunakan oleh pemerintahan
Amerika Serikat, yaitu Pure Food and Drug Act (Undang-undang makanan
dan obat mur

B. Saran
Setelah mempelajari tentang proses infeksi pada agen-agen infeksius ini
kita dapat memanfaatkan semaksimal mungkin dan dapat mengerti serta
memahami tentang patologi dan patofisiologi . Penulis sadar dan mengakuinya
masih banyak kesalahan dan kekurangan yang harus ditutupi. Oleh karena itu
penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari para pembaca guna
dan tujuan untuk memperbaiki dan melengkapi apa yang kurang dalam
makalah kami ini

DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 2014. Infeksi Virus Pada Manusia. Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila, UI Press
Fielare, Hadea. 2011. Cara Kerja Bakteri Menyerang Tubuh Manusia. Makalah.
Hermiyanti, E. 2011. Biologimolekul Virus. Program Pasca Sarjana Universitas
Padjadjaran, Bandung
Jawetz, E, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran, edisi XXII. Jakarta : Salemba
Medika
Jawetz, E. dkk. 2004. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteeran EGC
Kurnia, Vera Irawati. 2004. Pola Kepekaan Kuman Penyebab Infeksi Saluran
Kemih Terhadap Beberapa Antibiotika di RSUD Dr. Moewadi Surakarta.Skripsi.
Fakultas Kedokteran University Sebelas Maret. Surakarta
Kusnadi. 2010. Virus. Fpmipa, Jurusan Pendidikan Biologi. Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
Nurhayati. 2012. Virus Penyebab Penyakit Tanaman. Sumatera Selatan: Unsri
Press. 294 Hal.
Pelczar, M. J. & E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta:
Universitas Indonesia Press
Schaffer, et al. 2000. Pencegahan Infeksi & Praktik yang Aman. Jakarta: EGC
Sitompul, Martha, C.T.M. 2002. Uji Resistensi Bakteri Limbah RSUD Sardjito
Kota Yogyakarta Terhadap Antibiotik Golongan Florokuinolon. Skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Suharjono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular Dari Hewan ke Manusia: Kanisiw
Soewarlan, Lady Cindy. 2016. Potensi Alergi Akibat Infeksi Anisakis Typica Pada
Daging Ikan Cakalang. Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa
Cendana. Kupang
Zubaidi, J. 1996. Penyakit Infeksi dan Antibiotik. Majalah Kedokteran Indonesia,
4

Anda mungkin juga menyukai