Anda di halaman 1dari 37

Biosekuriti dan Biosafety Studi Infeksi Parasit Myxobolus

sp.Terhadap Infeksi Bakteri pada Ikan Mas Punten

COVER
PROGRAM STUDI S-2 ILMU PERIKANAN

WIWIN SUMIATI

141925353003

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku
makalah yang berjudul“Biosekuriti dan Biosafety Studi Infeksi Parasit Myxobolus
terhadap Infeksi Bakteri pada Ikan Mas Punten”.
Buku ini berisi tentang bagaimana biosekuriti dan biosafety studi infeksi parasit
myxobolusdi sistem infeksi bakteri pada ikan mas punten.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun buku makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
berguna dalam penyempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Akhirnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Semoga
apa yang telah dilakukan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.

Surabaya, 15 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Cover..............................................................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................................................ii
Daftar Isi.......................................................................................................................iii
Daftar Gambar..............................................................................................................iv
Daftar Tabel...................................................................................................................v

I. Introduction..........................................................................................................1

II. Tinjauan Pustaka.................................................................................................2


2.1Ikan Mas Punten.......................................................................................................2
2.2Myxobolus sp............................................................................................................2
2.3Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla...................................................................3
2.4Biosafety And Biosecurity.........................................................................................3

III. Metodologi.............................................................................................................5
3.1Histopatologi............................................................................................................5
3.2Differensial Leukosit................................................................................................5
3.3Bakteri......................................................................................................................6

IV. Hasil Dan Pembahasan........................................................................................8


4.1Biosekuriti dan Biosafety..........................................................................................8
4.2Biosecuriti dan Biosafeti Studi Histopatologi........................................................10
4.2.1Akses ...............................................................................................................16
4.2.2Perlindungan pribadi............................................................................................17
4.2.3Prosedur...............................................................................................................18
4.2.4Area kerja laboratorium.......................................................................................19
4.2.5Manajemen keamanan hayati..............................................................................19
4.2.6Desain dan fasilitas laboratorium........................................................................20
4.2.7Fitur desain..........................................................................................................20

V. Kesimpulan.........................................................................................................27
Daftar Pustaka...........................................................................................................28

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ilustrasi BLS..............................................................................................12


Gambar 2 Fasilitas biosafety cabinet (BSC)..............................................................12
Gambar 3 Typical biosafety level 2 laboratory..........................................................14
Gambar 4 Simbol tanda peringatan............................................................................16
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan biosafety dna biosekuriti................................................................8


Tabel 2Relation of risk group to boisafety levels, practice and equipment..................9
Tabel 3Animal facility containment levels..................................................................10
Tabel 4 Summary of biosafety level requirements......................................................12
Tabel 5 Tingkatan BSL dan Tatalaksana Kerja..........................................................13
Tabel 6 Klasifikasi xylene menurut GHS....................................................................24
I. PENDAHU LUAN

Perkembangan produksi ikan mas mengalami peningkatan produksi rata-rata

dari tahun 2010-2014 sebesar 14,44%, begitu pula dengan angka nilai produksi

selama kurun waktu yang sama menunjukkan kenaikan rata-rata per tahun sebesar

18,67% (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2014). Dalam usaha budidaya

banyak faktor yang berpengaruh terhadap hasil produksi , salah satunya yang paling

sering dihadapai adalah penyakit. Agen penyakit infeksius dapat disebabkan oleh

organisme pathogen dari golongan parasit, bakteri, jamur, dan virus (Parker 2012).

Salah satu penyakit yang banyak ditemukan pada ikan mas adalah Myxobolusis yang

disebabkan oleh parasit Myxobolus sp. Penyakit ini merupakan penyakit yang

berbahaya, dapat menyebabkan kematian ikan sampai 50% dan sampai saat ini belum

ada obat yang efektif untuk ikan yang terinfeksi parasit ini. Dengan gejala klinis

adanya benjolan (bisul yang berisi kumpulan dari ribuan spora) pada bagian insang

dan mengeluarkan cairan keruh berwarna kemerahan seperti nanah ( Bachtiar 2002).

Pecahnya kista Myxobolus sp. pada kulit dan insang menyebabkan pendarahan intens

dan infeksi sekunder bakteri oportunistik yaitu Aeromonas hydrophila (Paperna and

Overstreet, 1981). Diagnosis suatu penyakit, analisis sel pada manusia maupun

hewan, kajian epidemiologi, penelitian ilmiah, pengembangan produk farmasi: semua

aktivitas tersebut idealnya memerlukan laboratorium dengan manajemen dan desain

khusus (Biorisk Management WHO, 2006). Hal ini terkait dengan keamanan bagi
subjek (personil laboratorium) dan objek (bahan penelitian) atau yang lebih dikenal

dengan biosafety dan biosecurity. Beberapa ancaman (hazard) dapat ditimbulkan

melalui agen-agen biologi berbahaya seperti: penularan agen biologis dari hewan ke

manusia; penyebaran strain, spesies, tumbuhan, hewan, atau agen lain yang merusak

tumbuhan; pengendalian organisme yang dimodifikasi dengan materi genetik yang

berpotensi mengganggu manusia dan lingkungan; serta spesies yang keberadaannya

mengancam biodiversitas (Biosecurity WHO, 2010). Studi ini bertujuan untuk

memahami biosekurity dan biosafety pemeriksaan histopatologi, bakteri Aeromonas

hydrophilla, dan differensial leukosit pada ikan mas punten yang terinfeksi

Myxobolus sp.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Ikan Mas Punten

Ikan mas Punten mempunyai ciri morfologi sisik berwarna hijau gelap; potongan

badan paling pendek; bagian punggung tinggi melebar; mata agak menonjol;

gerakannya gesit; perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan antara 2,3:1

(Bappenas, 2000). Ikan mas Punten merupakan salah satu varietas ikan mas

yang pertama kali dikembangkan di desa Punten, Batu, Jawa Timur, oleh karena

itu dinamakan ikan mas punten. Berdasarkan laporan kerja Balai Benih Ikan (BBI)

Punten Batu Malang tahun 1994 sifat-sifat yang dimiliki oleh ikan mas Punten antara

lain: (1) pertumbuhan cepat, sehingga masa pemeliharaan ikan mas Punten ini dapat

dipercepat, (2) daging tebal dan disukai oleh konsumen, (3) adaptasi terhadap

lingkungan tinggi, sehingga dapat dipelihara baik di dataran rendah maupun dataran

tinggi, (4) tahan terhadap hama penyakit.

II.2 Myxobolus sp.


Parasit ini memiliki spora berbentuk elipsoidal, ovoid atau membulat yang terlihat

di dalam valvula (Lom & Dykova, 1992). Selanjutnya dikatakan bahwa Genus :

Myxobolus sp.merupakan parasite yang menjadi agen penyebab penyakit whirling

disease dan juga kerusakan beberapa organ pada ikan golongan cyprinidae.

Myxobolus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1986 di Timur Laut Pasifik (Lorz

et al., 1989). Masuk di Indonesia sejak tahun 1952 di Jawa Tengah dan membunuh
benih ikan mas. Organ yang terinfeksi adalah insang, dimana parasite ini membentuk kista

(cyste) pads lembar-lembar insang ikan, sehingga akan mengganggu proses penyerapan zat

asam akan mengakibatkan ikan akan mengalami kekurangan zat asam karena sulit bernafas.

Nodul yang terdapat pada insang akan menggangu suplai oksigen ke dalam darah. Kematian

yang diakibatkan oleh infeksi dari parasit ini cukup tinggi yaitu bisa mencapai 90% (Lorz et

al., 1989).

II.3 Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla


Myxobolus sp menginfeksi insang ikan dan dalam lembar insang Myxobolussp.

membentuk kista (Supriyadi, 2004). Pecahnya kista pada kulit dan insang

menyebabkan pendarahan intens dan menyebabkan infeksi sekunder bakteri

oportunistik (Paperna and Overstreet, 1981). Salah satu mikroorganisme yang

digolongkan dalam bakteri oportunistik adalah bakteri Aeromonas hydrophila karena

mampu menyebabkan penyakit pada kondisi tertentu diantaranya perubahan kondisi

lingkungan, stress dan kondisi inang yang telah terinfeksi oleh parasit (Swann and

White, 1989). Bakteri A. hydrophila dapat menginfeksi melalui permukaan tubuh

yang luka atau insang kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan organ dalam

lainnya (Kabata, 1985).

II.4 Biosafety And Biosecurity (Syahputra, 2017)


Biosafety adalah penerapan pengetahuan, teknik, dan peralatan untuk melindungi

personil laboratorium, laboratorium, dan lingkungan dari paparan agen yang

berpotensi menyebarkan penyakit. Selain aspek biosafety, diperlukan juga aspek

lainnya yaitu biosecurity yang memiliki prisnisp sebagai suatu perlindungan agen
biologis dan kimia dari suatu penyalahgunaan (bioterrorism). Tujuan biosecurity

adalah mencegah, mengendalikan, dan mengelola risiko terhadap kehidupan dan

kesehatan dari suatu ancaman tertentu.


III. METODOLOGI

Bahan yang diperlukan yaitu Ikan mas (Cyprinus carpio) Punten yang terinfeksi

Myxobollus dan mikroskop. Selain itu alat dan bahan yang diperlukan setiap uji yaitu:

III.1 Histopatologi
Alat dan Bahan: Etanol 70%, etanol 80%, etanol 85%, etanol 100%, Xylene,

parafin cair, Formalin 10%, alkohol 95%, alkohol 100%, Acid alkohol, asam formiat,

Hematoxylin, Eosin, Paraffin, aquadest, giemsa, pot sampel, gelas ukur, microtom,

dan VIP.

Metodologi :

Sampel histopatologi setelah difiksasi dengan NBF 10%, dilakukan dehidrasi

menggunakan larutan ethanol-xylene secara bertingkat dan diembeding menggunakan

parafin. Selanjutnya sampel dipotong dengan ketebalan 5 µm dan diwarnai

menggunakan haematoxylin dan eosin (H&E). Pengamatan yang dilakukan dibawah

mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 x dan 400x.(Novia and Alfiyah, 2017).

III.2 Differensial Leukosit


Alat dan bahan: anti koagulan (EDTA), Metanol, Giemsa 20%, staining jar,

nampan, spuit dan minyak emersi.


Metodologi :

Jenis dan jumlah leukosit dihitung dengan metode Daisley (1973). Darah

diambil dari vena caudal dengan menggunakan spuit 1 ml sebanyak ± 1ml. Pada saat

pengambilan darah, ikan diletakkan dengan kepala di sebelah kiri. Jarum suntik

(syringe) yang sebelumnya sudah diberi dengan EDTA (sebagai antikoagulan). Darah

dibuat preparat ulas dengan cara menempatkan setetes darah segar pada gelas objek
o
pertama, gelas objek kedua diletakan dengan suhu 45 C terhadap gelas objek

pertama, kemudian ditarik sampai menyentuh darah, darah dibiarkan menyebar

sepanjang tepi gelas objek kedua, lalu gelas objek kedua didorong sepanjang

permukaan gelas objek pertama sehingga membentuk lapisan darah tipis dan merata

(Maswan, 2009). Preparat dikeringkan di suhu ruang kemudian difiksasi dengan

metanol absolute selama 3 menit dan dikeringkan di suhu ruang kembali sebelum

diwarnai dengan pewarna Giemsa 10% selama 15 menit, lalu preparat dicuci kembali

dengan akuades untuk mengurangi kelebihan warna dan dikeringkan di suhu ruang.

Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x dan dihitung setiap

jenis leukosit hingga jumlah 100 sel (Tambur et al., 2006).

III.3 Bakteri Aeromonas hydrophilla


Alat dan Bahan:

TSA, bunsen, tabung reaksi, rak tabung reaksi, petridisk, mikroskop, heater,

Erlenmeyer, gelas ukur, hot plate, trigalski.


Metodologi :

Isolasi Bakteri Isolasi bakteri menggunakan media Triptic Soy Agar (TSA).

Sumber isolasi pada ikan adalah nodul dan luka pada insnagnya. Koloni bakteri yang

memiliki ciri morfologi koloni A. hydrophila diinokulasi (dimurnikan) dengan media

TSA. Identifikasi bakteri Identifikasi bakteri meliputi pemeriksaan morfologi,

pewarnaan gram, dan uji biokimia antara lain : uji O/F, uji oksidase, uji katalase, uji

motilitas, produksi indol, uji TSIA, LIA dan uji Cimmon’s citrate (Ulfiana,dkk.

2012).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Biosekuriti dan Biosafety


Perbedaan biosafety dan biosekuriti menurut Biosafety in Microbiological

and Biomedical (2007) pada tabel 1.


Tabel 1 Perbedaan biosecurity dan biosafety

Fasilitas laboratorium ditetapkan sebagai dasar - Biosafety Level 1, dasar -

Biosafety Level 2, penahanan - Biosafety Level 3, dan penahanan maksimum -

Biosafety Level 4. Penunjukan tingkat keamanan hayati didasarkan pada gabungan

dari fitur desain, konstruksi, fasilitas penahanan, peralatan, praktik dan prosedur

operasional diperlukan untuk bekerja dengan agen dari berbagai kelompok risiko.

Tabel 2. berhubungan tetapi tidak "menyamakan" kelompok risiko dengan tingkat


keamanan laboratorium yang dirancang untuk bekerja dengan organisme di setiap

kelompok risiko.

Tabel 2Relation of risk group toTabel 3Animal


boisafety facility
levels, containment
practice levels
and equipment

IV.2 Biosecurity dan Biosafety Studi Histopatologi, differensial leukosit dan


Bakteri Aeromonoas hydrophilla pada ikan mas Punten (WHO, 2004)

Pada studi ini sampel yang digunakan yaitu ikan mas punten untuk diuji organ

histopatologi insang akibat Myxobolus sp, differensial leukosit agar diketahui

pengaruh infestasi Myxobolussp. terhadap leukosit sebagai respon pertahanan tubuh,

dan infeksi sekunder dengan uji bakteri Aeromonas hydrophilla. Differensial leukosit
termasuk kategori BSL 1 karena sampel dari ikan, metode dan bahannya tidak

berpotensi menular kepada manusia (zoonosis). Menurut permen KP No. 57 tahun

2018, uji histopatologi dan Mikrobiologi (Aeromonas hydrophilla) termasuk BSL 2,

karena penyediaan pelayanan diagnosa penyakit secara klinis dan laboratoris serta

terdapat bahan kimia berbahaya.

Penentuan BSL 1 dan 2 tersebut berdasarkan :

1. Patogenisitas organisme.

2. Cara penularan dan jangkauan inang organisme. Ini mungkin terpengaruh

dengan tingkat kekebalan yang ada dalam populasi lokal, kepadatan dan

pergerakan populasi inang, keberadaan vektor yang sesuai, dan standar

kebersihan lingkungan.

3. Ketersediaan tindakan pencegahan yang efektif di daerah. Ini mungkin

termasuk: profilaksis dengan imunisasi atau pemberian antisera (imunisasi

pasif); sanitasi ukuran, misalnya kebersihan makanan dan air; pengendalian

hewan reservoir atau arthropoda vektor.

4. Ketersediaan lokal pengobatan yang efektif. Ini termasuk imunisasi

pasif,vaksinasi pasca pajanan dan penggunaan antimikroba, antivirus dan agen

Tabel 4 Summary of biosafety level requirements


kemoterapi, dan harus mempertimbangkan kemungkinan munculnya strain

yang resistan terhadap obat.

BSL-1 yaitu laboratorium yang digunakan untuk menguji agen penyebab

penyakit yang kurang membahayakan kesehatan manusia dan mampu meminimalisir

segala potensi bahaya terhadap personel laboratorium serta lingkungannya. Contoh

agen atau mikroorganisme tersebut diantaranya escherichia coli, bacillus subtilis,

virus gumboro dan virus infectiouscanine hepatitis.Persyaratan rancang bangun

BSL-1 harus memiliki: 1. Pintu masuk dan keluar; 2. Bak cuci tangan stainless steel;

3. Rak pakaian kerja/jas laboratorium; 4. Ruang kerja mudah dibersihkan; 5. Ruangan

kedap air; 6. Perabotan yang kokoh; dan 7. Jendela dilengkapi dengan saringan

serangga & debu. (Manuaba, 2016)


Tabel 5 Tingkatan BSL dan Tatalaksana Kerja

Pedoman surveilans pekerja laboratorium yang menangani mikroorganisme di

Tingkat Keamanan Hayati 2 (WHO, 2004)

1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja atau pra-penempatan diperlukan. Orang itu

rekap medis harus dicatat dan penilaian kesehatan kerja yang ditargetkan

dilakukan.

2. Rekaman penyakit dan ketidakhadiran harus disimpan oleh manajemen

laboratorium.
3. Wanita usia subur harus diberi tahu tentang risiko terhadap bayi yang belum

lahir paparan pekerjaan terhadap mikroorganisme tertentu, misalnya virus

rubella. Tepatnya langkah yang dilakukan untuk melindungi janin akan

berbeda-beda, tergantung dari mikroorganisme yang adayang mungkin

diekspos oleh wanita.

Gambar 3 Typical biosafety level 2 laboratory

Peralatan biosafety penting (WHO, 2004)

1) Alat bantu pipet - untuk menghindari penggunaan pipet melalui mulut.

Tersedia banyak desain berbeda.

2) Lemari pengaman biologis, untuk digunakan setiap kali:

- Bahan penular ditangani; bahan semacam itu dapat disentrifugasi di tempat

terbuka
- laboratorium jika digunakan gelas pengaman centrifuge bersegel dan jika

dimuat dandibongkar dalam lemari pengaman biologis

- ada peningkatan risiko infeksi yang ditularkan melalui udara

- prosedur dengan potensi tinggi untuk menghasilkan aerosol digunakan; ini

mungkin termasuk sentrifugasi, penggilingan, pencampuran, pengocokan atau

pencampuran yang kuat, gangguan sonic, pembukaan wadah bahan infeksius

yang tekanan internalnya mungkin berbeda dari tekanan ambien, inokulasi

intranasal hewan,dan pengambilan jaringan infeksius dari hewan dan telur.

3) Loop transfer plastik sekali pakai. Sebagai alternatif, insinerator loop transfer

listrikdapat digunakan di dalam lemari pengaman biologis untuk mengurangi

produksi aerosol.

4) Tabung dan botol yang ditutup sekrup.

5) Autoclave atau cara lain yang sesuai untuk mendekontaminasi bahan

infeksius.

6) Pipet Pasteur plastik sekali pakai, jika tersedia, untuk menghindari kaca.

7) Peralatan seperti autoklaf dan lemari pengaman biologis harus

divalidasimetode yang tepat sebelum digunakan. Sertifikasi ulang harus

dilakukan secara berkala, sesuai dengan instruksi pabrik


IV.2.1 Akses (WHO, 2004)

Gambar 4 Simbol tanda peringatan

1. Simbol dan tanda peringatan bahaya biohazard internasional (Gambar 4)

harus ditampilkan di pintu ruangan tempat mikroorganisme dari

Kelompok Risiko 2 atau lebih berisiko kelompok ditangani.

2. Hanya orang yang berwenang yang diizinkan memasuki area kerja

laboratorium.

3. Pintu laboratorium harus tetap tertutup.

4. Anak-anak tidak boleh diizinkan atau diizinkan memasuki area kerja

laboratorium.

5. Akses ke rumah hewan harus diberi izin khusus.

6. Tidak ada hewan yang diperbolehkan masuk selain yang terlibat dalam

pekerjaan laboratorium.
IV.2.2 Perlindungan pribadi (WHO, 2004)

1. Baju laboratorium, gaun atau seragam harus dipakai setiap saat untuk bekerja

dilaboratorium.

2. Sarung tangan yang sesuai harus dipakai untuk semua prosedur yang mungkin

melibatkan langsung atau kontak tidak disengaja dengan darah, cairan tubuh

dan bahan-bahan yang berpotensi menular lainnya atau hewan yang terinfeksi.

Setelah digunakan, sarung tangan harus dilepas secara aseptik dan tangan

kemudian harus dicuci.

3. Personil harus mencuci tangan setelah memegang bahan dan hewan menular,

dan sebelum mereka meninggalkan area kerja laboratorium.

4. Kacamata pengaman, pelindung wajah (visor) atau perangkat pelindung

lainnya harus dipakai saat perlu untuk melindungi mata dan wajah dari

cipratan, dan benda yang terkena dampak sumber radiasi ultraviolet buatan.

5. Dilarang mengenakan pakaian laboratorium pelindung di luar laboratorium,

mis. di kantin, ruang kopi, kantor, perpustakaan, ruang staf, dan toilet.

6. Alas kaki berujung terbuka tidak boleh dikenakan di laboratorium.

7. Makan, minum, merokok, menggunakan kosmetik dan menangani lensa

kontak dilarang di wilayah kerja laboratorium.

8. Menyimpan makanan atau minuman manusia di mana saja di area kerja

laboratorium terlarang.

9. Pakaian laboratorium pelindung yang telah digunakan di laboratorium tidak

boleh disimpan di loker atau lemari yang sama seperti pakaian jalan.
IV.2.3 Prosedur (WHO, 2004)

1. Perpipaan melalui mulut harus dilarang keras.

2. Bahan tidak harus ditempatkan di mulut. Label tidak boleh dijilat.

3. Semua prosedur teknis harus dilakukan dengan cara yang meminimalkan

formasiaerosol dan tetesan.

4. Penggunaan jarum suntik dan jarum suntik harus dibatasi. Mereka tidak

bolehdigunakan sebagai pengganti perangkat pemipaan atau untuk tujuan apa

pun selain parenteral injeksi atau aspirasi cairan dari hewan laboratorium.

5. Semua tumpahan, kecelakaan, dan paparan terbuka atau potensial terhadap

bahan infeksi harus dilaporkan ke supervisor laboratorium. Catatan tertulis

dari kecelakaan semacam itu dan insiden harus dipertahankan.

6. Prosedur tertulis untuk pembersihan semua tumpahan harus dikembangkan

dan diikuti.

7. Cairan yang terkontaminasi harus didekontaminasi (secara kimia atau fisik)

sebelumnya dibuang ke saluran pembuangan sanitasi. Sistem pengolahan

limbah mungkin diperlukan, tergantung pada penilaian risiko untuk agen yang

ditangani.

8. Dokumen tertulis yang diharapkan dihapus dari laboratorium perlu dilindungi

dari kontaminasi saat berada di laboratorium.


IV.2.4 Area kerja laboratorium (WHO, 2004)

1. Laboratorium harus dijaga tetap rapi, bersih dan bebas dari bahan yang tidak

berhubungan untuk pekerjaan.

2. Permukaan kerja harus didekontaminasi setelah tumpahan yang berpotensi

berbahaya materi dan pada akhir hari kerja.

3. Semua bahan, spesimen, dan kultur yang terkontaminasi harus

didekontaminasi sebelumnya pembuangan atau pembersihan untuk digunakan

kembali.

4. Pengepakan dan transportasi harus mengikuti nasional dan /atau internasional

yang berlaku peraturan.

5. Ketika windows dapat dibuka, mereka harus dilengkapi dengan layar anti-

arthropoda.

IV.2.5 Manajemen keamanan hayati (WHO, 2004)


1. Tanggung jawab direktur laboratorium (orang yang memiliki tugas langsung

tanggung jawab laboratorium) untuk memastikan pengembangan dan adopsi

rencana manajemen biosafety dan manual keselamatan atau operasi.

2. Supervisor laboratorium (pelaporan kepada direktur laboratorium) harus

memastikan bahwa pelatihan rutin dalam keselamatan laboratorium

disediakan.

3. Personil harus diberi tahu tentang bahaya khusus, dan diminta untuk membaca

keselamatan atau manual operasi dan ikuti praktik dan prosedur standar.
Laboratorium supervisor harus memastikan bahwa semua personel memahami

ini. Salinan manual keselamatan atau operasi harus tersedia di laboratorium.

4. Harus ada program pengendalian arthropoda dan hewan pengerat.

5. Evaluasi medis yang tepat, pengawasan dan pengobatan harus disediakan

untuk semua personel jika diperlukan, dan catatan medis yang memadai harus

tersedia terawat.

IV.2.6 Desain dan fasilitas laboratorium (WHO, 2004)


Dalam mendesain laboratorium dan menentukan jenis pekerjaan untuk kondisi yang

diketahui menimbulkan masalah keamanan. Ini termasuk:

1. Pembentukan aerosol

2. Bekerja dengan mikroorganisme volume besar dan / atau konsentrasi tinggi

3. Terlalu padat dan terlalu banyak peralatan

4. Infestasi hewan pengerat dan artropoda

5. Pintu masuk tidak sah

6. Alur kerja: penggunaan sampel dan reagen tertentu.

IV.2.7 Fitur desain (WHO, 2004)


1. Ruang yang cukup harus disediakan untuk pelaksanaan pekerjaan

laboratorium yang aman dan untuk pembersihan dan pemeliharaan.

2. Dinding, langit-langit dan lantai harus licin, mudah dibersihkan, tidak tembus

cairan dan tahan terhadap bahan kimia dan desinfektan yang biasa digunakan

di laboratorium. Lantai harus tahan slip.


3. Bagian atas bangku harus tahan air dan tahan terhadap disinfektan, asam,

alkali, pelarut organik dan panas sedang.

4. Pencahayaan harus memadai untuk semua aktivitas. Refleksi dan silau yang

tidak diinginkan harus dihindari.

5. Furnitur laboratorium harus kokoh. Ruang terbuka antara dan di bawah

bangku, lemari dan peralatan harus dapat diakses untuk dibersihkan.

6. Ruang penyimpanan harus cukup untuk menampung persediaan untuk segera

digunakan dan dengan demikian mencegah kekacauan di atas bangku dan di

gang. Ruang penyimpanan tambahan jangka panjang, nyaman terletak di luar

wilayah kerja laboratorium, juga harus disediakan.

7. Ruang dan fasilitas harus disediakan untuk penanganan dan penyimpanan

yang aman dari pelarut, bahan radioaktif, dan gas terkompresi dan cair.

8. Fasilitas untuk menyimpan pakaian luar dan barang-barang pribadi harus

disediakan di luar wilayah kerja laboratorium.

9. Sarana makan, minum dan istirahat harus disediakan diluar wilayah kerja

laboratorium.

10. Wastafel cuci tangan, dengan air mengalir jika memungkinkan, harus

disediakan di masing-masing ruang laboratorium, sebaiknya di dekat pintu

keluar.

11. Pintu harus memiliki panel penglihatan, peringkat api yang sesuai, dan

sebaiknya dapat menutup sendiri.


12. Pada Biosafety Level 2, harus menggunakan autoclave atau cara

dekontaminasi lainnyatersedia di dekat laboratorium.

13. Sistem keselamatan harus mencakup kebakaran, darurat listrik, pancuran

darurat dan fasilitas pencuci mata.

14. Area pertolongan pertama atau ruangan dengan perlengkapan yang sesuai dan

mudah diakses harus tersedia

15. Dalam perencanaan fasilitas baru, harus dipertimbangkan penyediaan fasilitas

sistem ventilasi mekanis yang memberikan aliran udara ke dalam tanpa

resirkulasi. Jika tidak ada ventilasi mekanis, jendela harus bisa terbuka dan

harus dilengkapi dengan kasa tahan arthropoda.

16. Pasokan air berkualitas baik yang dapat diandalkan adalah penting. Tidak

boleh ada hubungan silang antara sumber laboratorium dan pasokan air

minum. Alat anti aliran balik harus dipasang untuk melindungi sistem air

publik.

17. Harus ada pasokan listrik yang andal dan memadai serta penerangan darurat

untuk mengizinkan keluar dengan aman. Generator stand-by diinginkan untuk

dukungan penting peralatan, seperti inkubator, lemari pengaman biologis,

freezer, dll., dan untuk ventilasi kandang hewan.

18. Harus ada pasokan gas yang andal dan memadai. Perawatan yang baik dari

instalasi adalah wajib.

19. Laboratorium dan rumah hewan terkadang menjadi sasaran pengacau. Fisik

dan keamanan kebakaran harus dipertimbangkan. Pintu yang kuat, jendela


yang disekat dan dibatasi masalah kunci adalah wajib. Tindakan lain harus

dipertimbangkan dan diterapkan, sebagaimana mestinya, untuk meningkatkan

keamanan.

IV.2.8 Biosecurity dan Biosafety Bahan Kimia


1. Etanol: Kata sinyal Berbahaya (Eric & Dewi, 2017)

Pemilihan yang sering dilakukan untuk larutan dehidrasi adalah etanol. Hal ini

dikarenakan etanol bisa memastikan dehidrasi terjadi secara total.Etanol

bersifat bening, tidak berwarna, mudah terbakar. Etanol bersifat hidrofilik,

tercampur dengan air dan pelarut organik lainnya, bekerja cepat dan stabil.

Sifat cairan mudah dan uap mudah terbakar,menyebabkan iritasi mata yang

serius.

Penyimpanan jauhkan dari panas/percikan api, dan dilarang merokok.

Disimpan ditempat berventilasi dan jaga tetap dingin.

Penanganan limbah buang isi/wadah ke pabrik pembakaran industri.

Tindakan pertolongan bila terjadi kecelakaan kerja :

- Lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan cuci sebelum dipakai kembali

- Beri udara segarbila terhirup bila berlanjut bawa ke dokter

- Bila terkena kulit cuci kulit dengan air mengalir bila berlanjut bawa ke

dokter

- Bila terkena mata alirkan air mengalir selama 10 menit sembari membuka

kelopak mata
- Bila tertelan basuh mulut

- Dapat menyebabkan efek iritasi, vertigo, sakit perut , muntah-muntah, mual,

kesulitan bernafas

- Tindakan perlindungan melindungi wajah/mata

- Tindakan pemusnahan limbah buang isi/wadah sesuai dengan regulasi

lokal/regional/nasional/internasional, tidak boleh dibuang di saluran air,

limbah harus dipisahkan dalam katagori yang dapat ditangani secara terpisah

oleh fasilitas pengelola limbah lokal /nasional.

2. Asam Formiat: Kata sinyal Berbahaya(Eric & Dewi, 2017)

Asam lemah yang sering digunakan sebagai larutan dekalsifikasi adalah

asamformat. Asam format dapat digunakan secara sederhana dengan

konsentrasi sebesar 10% atau dikombinasikan dengan formalin atau dengan

larutan penyangga.

3. Alkohol 90-95%(Eric & Dewi, 2017)

Larutan ini merupakan larutan fiksatif yang ideal yang dianjurkan di sebagian

besar laboratorium sitologi. Hasil dari fiksasi ini menghasilkan karakteristik

inti yang ideal. pemberian alkohol 95- 96% ini akan membuat sel menjadi

lebih kuat merekat dengan kaca sediaan dibandingkan ketika sediaan basah

dimasukkan ke dalam konsentrasi yang lebih rendah.

4. Formalin: Kata sinyal Berbahaya (Eric & Dewi, 2017)

Formalin merupakan nama dagang dari suatu larutan yang mengandung 40%

b/v (= 40% b/b) formaldehida (yang merupakan gas) di dalam air. Sebagian
besar formaldehida hadir sebagai polimer larut, yang dipolimerisasi pada

suatu larutan. Cara penanganan: Sistem pembuangan yang dilengkapi dengan

pengaturan keran yang disesuaikan sehingga butuh waktu tertentu untuk

menjadi kosong. Tidak akan ada resiko ketika buangan formalin dialirkan

dengan laju aliran 2 ml / detik. Jangan membuang sejumlah besar sampah

sekaligus karena tidak baik. Hal ini dikarenakan sampah tersebut cenderung

melakukan perjalanan dengan lambat dan mungkin gagal untuk diencerkan di

pengolahan limbah.

5. Hematoxylin Eosin (H&E)(Eric & Dewi, 2017)

Pewarnaan rutin yang biasanya digunakan untuk histopatologi adalah

pewarnaan Hematoxylin Eosin (H&E). Hematoxylin akan mengikat inti sel

secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan lainnya seperti

alumunium, besi, krom dan tembaga. Eosin adalah pewarna sintetis yang

termasuk golonganxanthene. Eosin bersifat asam dan akan mengikat molekul

protein yang bermuatan positif disitoplasma dan jaringan ikat

Pengaruh Hematoxylin : korosif pada logam, menyebabkan iritasi pada kulit,

iritasi pada mata, toksisitas pada organ melalui paparan yang lama atau

berulang

Pencegahan : tidak boleh menghirup debu/asap, memakai sarung tangan

pelindung, pelindung mata dan wajah

Penangan bila terkena mata cuci dengan air mengalir


Penyimpanan harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dengan suhu 15-

250C, pegang dan buka wadah dengan hati-hati, jauhkan dari makanan,

minuman dan pakan hewan cuci tangan sebelum istirahat dan setelah bekerja.

Jaga wadah tertutup rapat.

Tindakan pertolongan bila terjadi kecelakaan :

Lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan cuci sebelum dipakai kembali

- Beri udara segarbila terhirup bila berlanjut bawa ke dokter

- Bila terkena kulit cuci kulit dengan air mengalir bila berlanjut bawa ke

dokter

- Bila terkena mata alirkan air mengalir selama 10 menit sembari membuka

kelopak mata

- Bila tertelan basuh mulut

Tindakan perlindungan : gunakan kacamata goggle pengaman dengan

perlindingan samping, gunakan satung tangan untuk tangan

Penanganan pembuangan limbah :

- Bahan dan wadah dibuang dengan regulasi lokal/nasional/internasional/

- Tidak boleh dibuang ke saluran air

- Limbah harus dipisahkan dalm pengelolaan limbah


6. Xylene: Kata sinyal Berbahaya (Roth, 2019)

Tabel 6 Klasifikasi xylene menurut GHS

Keselamatan Penggunaan Bahan KimiaBerbahaya (WHO, 2004)

Tindakan perlindungan individual (peralatan perlindung diri)

Pencegahan :

 Jauhkan dari panas/percikan api/permukaan yang panas, tidak boleh

merikok pada saat bekerja, jangan menghirup debu/asap/gas

 Perlindungan mata/wajah Gunakan katamata goggle pengaman dengan

perlindungan samping.

 Perlindungan kulit • perlindungan tangan Kenakan sarung tangan yang

sesuai (teruji menurut EN 374, jenis material FKM (karet fluoro) •

ketebalan material 0,4 mm. • waktu tembus air material sarung

tangan >480 menit (permeasi: tingkat 6)

 Tindakan perlindungan lainnya Sediakan waktu untuk masa pemulihan

bagi regenerasi kulit. Perlindungan pencegahan untuk kulit (krim/salep

penghalang) disarankan.

 Perlindungan pernapasan Pelindung pernafasan diperlukan pada:

Aerosol atau formasi kabut. Jenis: A (terhadap gas dan uap air organik
dengan titik didih > 65 °C , kode warna: Cokelat).Kontrol paparan

lingkungan Jauhkan dari saluran air, air permukaan dan air tanah.

Penanganan bila terjadi kecelakaan kerja :

 Lepas pakain yang terkontaminasi dan cuci sebelum dipakai kembali

 JIKA TERTELAN: Segera hubungi SENTRA INFORMASI

KERACUNAN atau dokter/tenaga medis.

 JIKA TERKENA KULIT: Cuci dengan banyak sabun dan air.

JIKA DI MATA: Bilas dengan seksama dengan air untuk beberapa menit.

Lepaskan lensa kontak jika memakainya dan mudah

melakukannya.Lanjutkanmembilas.

 Jangan merangsang muntah.

 Pada kasus kebakaran: Gunakan pasir, karbon dioksida, atau pemadam

kebakaran bubuk untuk memunahkan.

 Simpan di tempat berventilasi baik. Jaga wadah tertutup kedap/rapat dan

dingin

Penyimpanan : sediakan ventilasi yang memadai dan penyaringan pada titik-

ttitik kritis, bila tidak digunakan tutup wadah dengan rapat, jauhkan dari

sumber pembakaran, dilarang merokok

Penanganan/ pembuangan limbah :

- Buang wadah /isi sesuai dengan regulasi lokal/nasional/internasional

- Tidak membuang di saluran air


- Limbah harus dipisahkan

7. Tryptic Soy Acid

Merupakan media untuk pembiakan baakteri. Media selectif yang

menyediakan nutrisi yang cukup untuk memungkinkan berbagai macam

organisme dipergunakan untuk penyimpanan kultur, penghitungan sel, isolasi

kultur murni.
V. KESIMPULAN

Studi pemeriksaan ikan mas punten yang terinfeksi Myxobolus sp. melalui

metode histopatologi dan bakteri Aeromonas hydrophilla termasuk BSL 2 karena

menggunakan bahan kimia berbahaya dan patogenitas sampel. Diferensial leukosit

termasuk BSL 1 karena patogenitas rendah dan tidak menggunakan bahan kimia

berbahaya. BSL 1 dan BSL 2 tetap menjalankan biosafety danbiosecurity untuk

perlindungan personil, kemanan alat dan bahan serta lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2000. Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio).Proyek Pengembangan


Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Sunda Kelapa, Jakarta. Hal. 2.
Biosafety in Microbiological and Biomedical Laboratories, 5th edition, Centers for
Disease Control and Prevention and National Institutes of Health, February
2007. http://www.cdc.gov/biosafety/.
Biorisk Management WHO. 2006. Biosecurity principles and components. Bulletin of
the World Health Organization, 84 (12).
Blaxhall, P.C. & Daisley, K.W. 1973. Routine Haemotological Methods For Use
With Fish Blood. J. Fish Biol., 5: 577-581
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2014. Laporan Kinerja Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured in The Tropics. Philadelphia:
International Development Research Council.
Khristian, E. dan D. Inderiati. 2017. Sitohistoteknologi. Bahan Ajar Teknologi
Laboratorium Medis (TLM) : 85-209
Lom, J and I. Dykova. 1992. Protozoan Parasites of Fishes. Developments in
Aquaculture and Fisheries Science. 26: 315 p.
Lorz HV, Amandi A, Banner CR, Rohovec JS (1989) Detection
of Myxobolus (Myxosoma) cerebralis insalmonidfishesinOregon. J Aquat Anim
Health 1:217–221
Maswan, N. A. Pengujian Efektivitas Dosis Vaksin DNA dan Korelasinya Terhadap
Parameter Hematologi Secara Kuantitatif. 2009. Skripsi. Teknologi dan
Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Institut
Pertanian. Bogor. Hal 33.
Manuaba, A. 2016. PROSEDUR PENGGUNAAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI
DAN BIOSAFETY LEVEL 1 DAN 2. Directory of open access journals. 6(1):
117-123.
Novia, C dan Alfiyah. 2017. Myxosporeasis. Pada Ikan Koi (Cyprinus carpio). Jurnal
Ilmu Perikanna. 8(1): 6-10
Paperna, I. & Overstreet, R.M., 1981. Parasites and diseases of Mullets (Mugilidae).
In: Oren, O.H. (ed.) Aquaculture of Grey Mullets. IBP 26, Cambridge
University Press, U.K.
Paperna, I. & Overstreet, R.M., 1981. Parasites and diseases of Mullets (Mugilidae).
In: Oren, O.H. (ed.) Aquaculture of Grey Mullets. IBP 26, Cambridge
University Press, U.K.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 57/PERMEN-
KP/2018 tentang Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan
Roth. 2019. Lembar Data Kesehatan. Peraturan Nomor 04/BIM/PER/1/2014 : 2
Supriyadi, H. 2004. Membuat Ikan Hias Tampil Sehat Dan Prima. Agro Media
Pustaka. Jakarta.
Syahputra, G. 2017. Biosafety dan biosecurity : Upaya untuk aman bekerja di
laboratorium. Bio Trends Jurnal. 8(1): 34-38.
Swann, L, and M. R. White., 1989. Diagnosis and Treatment of “Aeromonas
hydrophila” Infection of Fish. http:// www.extension.purdue.edu/extmedia/A
S/AS-461.pdf/8/4/2011.2hal.
Tambur Z. 2006. White blood cell differential count in rabbits artificially infected
with intestinal coccidia. J. Protozool. Res 16 :42-50.
Ulfiana, R.,G. Mahasri., dan H. Suprapto. TINGKAT KEJADIAN AEROMONASIS
PADA IKAN KOI (Cyprinus carpio carpio) YANG TERINFEKSI Myxobolus
koi PADA DERAJAT INFEKSI YANG BERBEDA. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan. 4(2): 169-174.
World Health Organization.2004. Laboratory biosafety manual. 3 edition. Geneva.

Anda mungkin juga menyukai