Anda di halaman 1dari 36

CRITICAL BOOK

REVIEW
MK. PERKEMBANGAN
FILSAFAT PENDIDIKAN
CRITICAL BOOK REPORT PRODI S1 PENDIDIKAN
BAHASA INDONESIA
-FBS
FILSAFAT PENDIDIKAN

YUSNADI, dkk, 2019 Skor Nilai:

DISUSUN OLEH

NAMA MAHASISWA : Alvira Widari

NIM : 2192111004

KELAS : Reguler E

DOSEN PENGAMPU : Masta Marcelina, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

Nopember 2019

i
KATA PENGANTAR

 Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat dan
KaruniaNya penulis dapat menyelesaikan Crtitical Book Review Filsafat Pendidikan dengan
baik dan tepat waktu.

Di dalam makalah ini penulis membahas tentang latar belakang pentingnya filsafat
pendidikan, harapan dengan adanya filsafat pendidikan dan membandingkannya dengan
kenyataan yang sebenarnya terjadi serta ruang lingkup dari filsafat pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Filsafat Pendidikan, Ibu Masta Marcelina Sembiring, S.Pd., M.Pd yang telah mengajari dan
membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Serta penulis ucapkan
kepada orang yang sudah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini penulis ucapkan
terima kasih.

Penulis tahu bahwa Critical Book Review ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan tugas
ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Nopember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

I. PENDAHULUAN................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................. 1

II. DESKRIPSI ISI BAB BUKU.............................................................................. 4

A. Ringkasan Buku Utama.................................................................................... 4

B. Ringkasan Buku Pembanding........................................................................... 17

III. KOMENTAR....................................................................................................... 31

IV. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 32

ii
i
IDENTITAS BUKU

A. BUKU UTAMA

1. Judul Buku : Filsafat Penddikan


2. Penulis : Yusnadi,dkk
3. Kota Tempat Terbit : Jakarta
4. Tahun Terbit : 2019
5. Edisi : Pertama
6. Jumlah Halaman : 145 halaman
7. ISBN : 978-602-269-343-7

B. BUKU PEMBANDING
1. Judul Buku : Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan
2. : Prof. Dr. H. Jalaluddin dan Prof. Dr. H. Abdullah Idi,
M.Ed.
3. Kota Tempat Terbit : Jakarta
4. Tahun Terbit : 2018
5. Edisi : Keempat
6. Jumlah Halaman : 244 halaman
7. ISBN : 978-979-769-372-5

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai


masalah-masalah pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-
masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi
pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih
kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak
memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Dalam tulisan ini akan
membahas hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan agar lebih
memudahkan pembaca dalam memahami keterkaitan antara keduanya. Jadi, filsafat
pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam mengatasi masalah- masalah
pendidikan. Filasafat pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi tenaga
pendidik seperti kita yang kelak akan mengemban profesi tersebut. Pendidikan itu
dapat dimengerti sepenuhnya apabila kita sebagai calon tenaga pendidik mengetahui
tujuan akhir dari pendidikan, yaitu dapat membentuk anak didik menjadi dewasa
jasmani dan rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial dan agama. Oleh karena
itu, sebagai calon pendidik kita harus memahami nilai-nilai yang ada dalam filsafat
pendidikan untuk bekal nanti dalam memecahkan persoalan yang ada di dalam ilmu
kependidikan kita nantinya.

2
BAB II
DESKRIPSI ISI BAB BUKU

A. Ringkasan Buku Utama

Bab I Hakikat Manusia Dalam Kajian Filsafat

Manusia adalah Tuhan yang paling sempurna, eksistensinya ditentukan secara


mutlak oleh sang pencipta, tersusun atas kesatuan jiwa, dan raga, serta eksis sebagai
individu yang memasyarakat. Secara sederhana manusia dapat dikatakan sebagai
makhluk Tuhan yang unik yang bermukim di bumi yang memiliki karakterisktik
tersendiri yang membedakan dirinya dengan makhluk lain yang berada di dunia
( Muhmidayeli, 2011:44). Dapat disebutkan bahwa manusia memiliki kelebihan dari
makhluk lain, kelebihan itu ada pada potensi-potensi daya psikisnya yaitu akal fikir,
rasa, dan karsa. Melalui akal fikirannya, manusia mengatasi persoalan kehidupannya
secara matematis menurut asas-asas penalaran deduktif dan induktif. Potensi rasa,
manusia mengatasi persoalan kehidupannya dengan pendekatan estetik menurut asas
pertimbangan. Melalui potensi rasa, manusia mengatasi persoalan kehidupannya baik
persoalan yang berkaitan dengan diri sendiri , orang lain secara individual dan sosial,
denagn alam sekitar, maupun dengan Sang Pencipta melalui pendekatan perilaku
menurut asas-asas etika (Suhartono, 2008:31). Melalui tiga potensi akal fikir, rasa,
dan karsa manusia dapat menemukan nilai-nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan
serta pedoman pada ketiga potensi itu pula, manusia dapat mewujudkan kehidupan
secara saleh dan bijaksana.

Keunikan yang ada pada manusia dapat dikatakan bahwa, sebagai makhluk
yang berfikir, memiliki jiwa, raga, rasa dan karsa manusia senantiasa dihadapkan
dengan dunia nyata yang mempunyai ciri-ciri:
1. Manusia memiliki pengetahuan yang dapat mencakup berbagai macam
informasi dan memiliki pandangan luas sedangkan hewan hanya dibekali
pengetahuan yang dangkal.

3
2. Pengetahuan manusia dari sisi eksternal menuju sisi realitas internal dan tidak
terbatas, sementara hewan pengetahuannya bersifat parsial/khusus, tidak
universal dan tidak umum serta regional
3. Manusia dapat mengetahui sejarah asal mulanya dan manusia dapat menyusun
apa yang akan menjadi masa depannya, namun hewan pengetahuannya hanya
terbatas pada saat ini saja karena itu hewan tidak bisa berfikir tentang masa
depannya.
4. Manusia memiliki sifat idealis dengan cita-cita dan pemikirannya, sementara
hewan tingkat keinginannya dan hasrat yang dimiliki terbatas.

Para ahli filsafat memberikan substansi kepada manusia sesuai dengan


kemampuan yang dapat dilakukan manusia dibumi ini yaitu manusia adalah homo
sapiens ( makhluk yang mempunyai budi ), animal rational ( binatang yang berfikir ),
homo laquen ( makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran
manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun ), homo faber ( makhluk yang
terampil ), zoon politicon ( makhluk yang pandai bekerja sama, bergaul dengan orang
lain dan mengordinasikan diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ), homo
economicus ( makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat
ekonomis ), homo religious ( makhluk yang beragama ).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Manusia sebagai makhluk individu,
2. Makhluk sebagai makhluk sosial,
3. Makhluk sebagai makhluk berbudaya,
4. Makhluk sebagai makhluk ekonomi, memiliki ciri-ciri: tindakannya rasional,
tindakan pemenuhan kebutuhan tersebut berfokus pada pemenuhan kebutuhan
diri sendiri, keputusan yang diambil seseorang sesuai dengan tujuan, sulitnya
mencapai rasa puas yang paling tinggi, aktivitas yang dipilih cenderung dekat
dengan prefensi pribadi.
5. Manusia sebagai makhluk terdidik, dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu:

4
anak manusia yang baru dilahirkan dalam keadaan serba lemah, manusia
dengan sifat kemanusiaannya yang masih belum dewasa, manusia sebagai
makhluk yang memiliki potensi berarti.
6. Manusia sebagai makhluk berfikir, maksudnya manusia yang hanya sekedar
ingin tau dan setelah mendapatkannya lalu puas adalah tergolong orang-orang
pada umumnya dan manusia yang secara radikal ingin tau tentang segala hal
atau segala sesuatu sampai ke taraf hakikat adalah tergolong para pemikir.
Beberapa ahli berpendapat bahwa terdapat macam-macam berfikir yaitu:
berfikir alamiah ( pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari
pengaruh alam sekelilingnya ), berfikir ilmiah ( pola penalaran berdasarkan
sarana tertentu secara teratur dan cermat ), berfikir autistik ( contohnya
mengkhayal, fantasi atau wishful thingking ), berfikir realistik ( berfikir
dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.
7. Manusia sebagai makhluk religius.

Bab 2 Hakikat Filsafat Pendidikan


Beberapa pengertian filsafat menurut beberapa ahli yaitu:
a. Plato, menurutnya filsafat adalah suatu ilmu yang mencoba untuk mencapai
pengetahuan tentang kebenaran yang sebenarnya
b. Aristoteles, filsafat adalah ilmu
c. Immanuel Kant, suatu ilmu yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang di dalamnya tercakup 4 persoalan yaitu metafisika, etika,
agama dan antropologi
d. Johann Gotlich Fickte, dasar dari segala ilmu yang membicarakan seluruh
bidang dan seluruh jenis ilmu untuk mencari kebenaran dari seluruh
kenyataan
e. N. Driyaraka, permenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab 'ada' dan
'berbuat' permenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai ke
'mengapa' yang penghabisan

5
f. Al Kindi ( 801 - 873 ), pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam
batas-batas kemampuan manusia.
g. Phytagoras ( 572 - 497 SM ), filsafat sebagai the love of wisdom
h. Ali Mudhofir, filsafat sebagai suatu sikap, metode, kelompok persoalan, teori
atau sistem pemikiran, sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan
makna istilah, dan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh.
1. Filsafat sebagai suatu sikap
2. Filsafat sebagai suatu metode
3. Filsafat sebagai kelompok persoalan
4. Filsafat sebagai sekelompok teori atau sistem pemikiran
5. Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna
istilah

Pengertian Filsafat Pendidikan


1. Barnadib ( 1982 ), ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan
2. Arbi ( 1988 ), filsafat pendidikan terkait dengan menginspirasi, menganalisis,
memperspektifkan
3. Mudyahardjo ( 2004 ), pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan
pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan
hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap
struktur dan kegunaannya.
4. Jalaluddin dan Abdullah Idi ( 2002 ), aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan,
memadukan proses pendidikan.
5. Jalaluddin dan Idi ( 1997 ), membatasi filsafat pendidikan sebagai ilmu
pengetahuan normtif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah,
norma-norma, atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya
dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.

6
6. Al-Syaibany ( 1979 ), pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah
dalam bidang pendidikan.

Filsafat Pendidikan Sebagai Sistem


Secara umum terdapat 4 sistem filsafat umum yang menggunakan kerangka
tiga bentuk pernyataan tentang filsafat dasar, yaitu apa itu realitas dan apa itu nilai.
Sedangkan 4 sistem filsafat umum adalah realisme, idealisme, experimentalisme,
eksistensialisme.
Realisme dan idelisme dikenal sebagai filsafat tradisional sedangkan
experimentalisme dan eksistensialisme dikenal sebagai filsafat modern.

Bab 3 Kajian Filsafat Ontologi, Epistemologi & Aksiologi


A. Pengertian Ontologi
Istilah ontologi berasal dari 2 suku kata, yakni ontos & logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu atau pengetahuan. Maka dapat
disimpulakan, pengertian ontologi adalah pengetahuan tentang wujud dan hakikat
keberadaan sesuatuatau disebut studi yang membahas keberadaan, realitas sesuatu
yang bersifat konkrit atau bisa juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
hakikat sesuatu yang berwujud dengan berdasarkan pada logika.
Beberapa Paham dan Aliran Tentang Ontologi
1. Monoisme, adalah aliran yang meyakini bahwa hakikat dari segala sesuatu
yang ada adalah satu saja dan bukan dua.
2. Dualisme, penganut paham ini meyakini segala sumber asal sesuatu terdiri
dari dua hakikat yaitu materi dan rohani.
3. Materialisme, paham yang mengatakan bahwa permulaan yang ada adalah
materi, pola organis materi ada lebih dulu daripada organisme yang hidup.
4. Idealisme, aliran ini berpandangan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka
ragam itu semuanya dari roh & menganggap bahwa materi dan zat hanyalah

7
jenis daripada penjelmaan rohani.
5. Agnostisisme, paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk
mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat rohani.
B. Pengertian Epistomologi
Istilah Epistomologi berasal dari bahasa Yunani yaitu epitesme (pengetahuan)
& logos (ilmu, teori). Epistomologi juga sering disebut sebagai teori pengetahuan
atau kajian tentang pembuktian kebenaran dari sebuah pengetahuan atau kepercayaan.
Menurut Suriasumantri (1995: 33) pertanyaan filsafat yang ingin dijawab dalam
konteks epistemologi adalah bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu.

C. Pengertian Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari axios (nilai) & logos (pengetahuan & teori).
Aksiologi berarti pengetahuan, teori yang mempelajari teori tentang nilai dari segala
sesuatu yang ada.
Oleh karena itu, ontologi, epistemologi & aksiologi mempunyai hubungan
erat bahkan menjadi satu kesatuan dalam setiap proyek penelitian.

D. Landasan Filsafat Pendidikan


Dalam perspektif filsafat pendidikan, ontologi, epistemologi, dan aksiologi
bisa dijadikan objek sekaligus landasan dalam mengkaji segala permasalahan
pendidikan. Filsafat memberikan asumsi dasar bagi setiap cabang pengetahuan.
Ketika filsafat mempertanyakan konsep dasar dari hukum maka terciptalah filsafat
hukum, dan ketika filsafat mengkaji masalah dasar pendidikan maka terciptalah
cabang filsafat yang disebut filsafat pendidikan.
Dapat disimpulkan bahwa setiap pengembangan teori maupun praktek
pendidikan harus dilandasi 3 landasan filsafat yaitu, ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Menurut landasan ontologis, landasan ontologis berupa memberikan arah
bagi kita dalam menentukan dasar-dasar ontologis yang krusial dalam pendidikan.

8
Adapun pandangan epistemologis memberikan arah dan dasar secara filsafat bagi
teori dan praktek pendidikan terutama dalam hal strategi. Sedangkan landasan
aksiologis memberikan arah dan dasar filsafat dalam menentukan nilai-nilai yang
merujuk pada falsafah dan nilai budaya bangsa termasuk melandasi teori dan praktek
pendidikan.

Bab 4 Aliran - Aliran Filsafat Pendidikan


1. Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme
Purba & Yusnadi (2016) berpendapat bahwa idealisme adalah sebuah
kenyataan tersusun atas gagasan atau spirit.
2. Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme
Perenialisme memandang situasi dunia saat ini dipenuhi kekacauan,
ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural.
3. Aliran Filsafat Pendidikan Essensialisme
Aliran ini merupakan aliran yang menginginkan agar manusia kembali kepada
kebudayaan lama. Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-
nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia yang muncul pada
zaman renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresifisme..
4. Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu.
Eksistensialisme adalah cara manusia ada di dunia (Sadulloh, 2003). Sikun Pribadi,
1971 mengemukakan bahwa eksistensialisme dengan pendidikan sangat berhubungan
erat karena keduanya sama-sama membahas masalah yang sama yakni manusia,
hubungan antar manusia, hidup, hakikat kepribadian dan kebebasan.
5. Aliran Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Filsafat ini berasal dari kata ''pragma'' yang berarti praktik atau aku berbuat.
Hal ini mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari
hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan.

9
Menurut Jon Dewey pendidikan perlu didasarkan pada 3 pokok pemikiran,
yaitu:
a. pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup
b. pendidikan sebagai pertumbuhan
c. pendidikan sebagai fungsi sosial
6. Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme
Aliran ini mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan
kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan yang wajar dan dapat
menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri.
Aliran ini mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua
realitas terutama dalam kehidupan adalah tetap bertahan terhadap semua tantangan
hidup manusia.
7. Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berfikirr
progresifisme dalam pendidikan. Dalam filsafat pendidikan aliran ini adalah suatu
aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kesadaran peserta didik akan
masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia.

Bab 5 Perbandingan Pendidikan Barat Versus Indonesia dari Perspektif Filsafat


Pendidikan
A. Pendidikan Barat
a. Pada umumnya, paham filsafat pendidikan Barat meliputi:
2. mengkaji secara filsafati tentang hakikat manusia yang ideal sesuai dengan
filsafat dan budaya yang dianut suatu bangsa
3. menentukan bentuk dan menetapkan nilai yang dianut sebagai landasan
berfikir dalam pelaksanaan pendidikan
4. merumuskan tujuan pendidikan berbasis pada falsafah dan nilai pancasila

10
5. merumuskan bagaimana idealnya hubungan antara guru dan peserta didik
dalam pergaulan pendidikan dan situasi belajar
6. bagaimana mengembangkan dan membina kurikulum serta bagaimana
menerapkan kurikulum tersebut
7. menentukan metode, strategi, teknik dan model pembelajaran yang
disesuaikan dengan perkembangan psikologi anak
8. bagaimana hubungan yang ideal antara lembaga pendidikan dengan
masyarakat luas serta pranata sosial lainnya
9. menganalisis dan menentukan takaran wujud nilai dan pengetahuan yang
mana yang diutamakan dalam aspek pembelajaran

B. Aliran Pokok Pendidikan Manusia


Ada 2 aliran pokok pendidikan Indonesia yaitu Perguruan Kebangsaan Taman
Siswa Dan Ruang Pendidikan INS Kayu Taman. Kedua aliran ini dipandang sebagai
suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia. Namun, upaya di bidang
pendidikan tidak hanya terbatas oleh Taman Siswa atau INS saja karena sebelum
Belanda menjajah Indonesia telah dikenal lembaga pendidikan yaitu, padepokan,
pesantren, dsb. Setelah Belanda memperkenalkan sistem persekolahan di Indonesia,
timbul pula berbagai upaya untuk mendirikan sekolah RA Kartini.. Begitu juga tokoh
di bidang keagamaan seperti Islam, Kristen, Katolik, dsb telah merintis sekolah yang
bercorak keagamaan sesuai agamanya masing-masing. Kini, salah satu sekolah yang
tersebar di seluruh pelosok negeri yaitu Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H.
Ahmad Dachlan. Sedangkan yang bercorak kebangsaan adalah Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa yang didirikan oleh K.H. Dewamara pad 3 Juli 1922,
ruang pendidik INS Kayu Taman didirikan oleh Muh. Sjafei pada 31 Oktober 1926,
Kesatrian Institut yang berada di Bandung dan Perguruan Rakyat yang terletak di
Jakarta.
Adapun upaya pendidikan yang dilakukan Taman Siswa:
a. menyelenggarakan tugas pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat

11
dasar hingga tingkat tinggi baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
kejuruan.
b. mengikuti, mempelajari perkembangan dunia diluar lingkungan sekolah
terkait yang ada hubungannya dengan bidang-bidang kegiatan Taman Siswa
yang mana bertujuan untuk mengambil faedah sebik-baiknya.
c. menumbuhkan lingkungan hidup keluarga Taman Siswa sehingga dapat
tampak benar wujud masyarakat Taman Siswa yang dicita-citakan
Adapun usaha ruang didik pendiidik INS Kayu Tanam:
a. menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan seperti ruang rendah (7 tahun,
setara sekolah dasar), ruang dewasa (4 tahun setelah ruang rendah, setara
sekolah menengah), dsb.
b. menyelenggarakan usaha lain sebagai bagian mencerdaskan kehidupan
bangsa, sebagai contoh penerbitan Sendi (majalah anak-anak), buku bacaan
dalam rangka pemberantasan buta huruf/aksara dan angka, serta mencetak
buku-buku pelajaran.

Bab 6 Falsafah Pancasila Sebagai Referensi Filsafat Pendidikan


A. Falsafah Pancasila
1) Pengertian Pancasila
Pancasila sebagai filsafat mendalami hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
Dari segi epistemologi bertumpu pada upaya mencari hakikat Pancasila sebagai
suatu sistem pengetahuan sekaligus mewarnai metodologi berfikir manusia
Indonesia.
B. Toleransi Dari Perspektif Pancasila Dan Berbagai Agama
a. Pengertian Toleransi
Toleransi berasal dari kata tolerate yang berarti mentolerir, membiarkan dan
sabar menghadapi. Sedangkan pengertian toleransi secara bahasa bermakna sifat atau
sikap menenggang dan menghargai pendapat, pendirian, pandangan, kepercayaan,

12
kebiasaan, kebiasaan ataupun kelakuan seseorang ata kelompok yang berbeda dengan
pendirian sendiri.

b. Toleransi Dalam Pandangan Pancasila


Dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa: ''Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya sendiri dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
c. Toleransi Dalam Pandangan Pancasila
1. Dalam Pandangan Islam
Di dalam Islam tidak ada paksaan dalam bergama sebagaimana tercantum
dalam Surah Al-Baqarah 256. Selain itu, dalam ayat lain juga dijelaskan
bahwa apapun agama masing-masing adalah kehendak Allah dan keragaman
agama pu kehendaknya. Oleh karena itu, seorang muslim harus berbuat adil
kepada yang lain dan tidak boleh memaksakan agama untuk dipeluknya.
2. Dalam Pandangan Kristen Protestan
Dalam ajaran agama ini, juga mengharuskan penganutnya mengamalkan sikap
toleransi. UI 10:18-19 :(19) Sebab itu haruslah kamu menunjukkan kasih
kepada orang asing di tanah Mesir.
Agama ini juga menganjurkan agar antar umat selalu hidup rukun dan
harmonis. Agama ini juga beranggapan bahwa aspek kerukunan hidup
beragama dapat diwujudkan melalui Hukum Kasih.
3. Dalam Pandangan Katolik
Dalam ajaran agama ini juga terdapat konsep tentang kerukunan yang
tercantum dalam Deklarasi Konsili Vatikan II. Deklarasi ini berpegang teguh
pada hukum yang paling utama. Yang mana isi deklarasi ini menggambarkan
bahwa pada dasarnya manusia itu memilikihak yang sama, tidak boleh
membeda-bedakan meski berbeda agama.

13
C. Pancasila dan Filsafat Pendidikan
1. Hubungan Pancasila Dengan Teori Dan Filsafat Pendidikan
Antara filsafat dengan teori pendidikan juga berhubungan erat karena teori
pendidikan bersumber dari pemikiran bersumber dari pemikiran filsafat sementara
pemikiran tentang pendidikan bersumber dari filsafat.
2. Hubungan Filsafat Dengan Pendidikan
Menurut Barnadib (1996: 5) hubungan filsafat dan pendidikan dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai hubungan keharusan dan sebagai dasar keharusan.

Bab 7 Permasalahan Pendidikan Dari Perspektif Filsafat Pendidikan


Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan. Masalah
dapat disebabkan karena manajemen yang kurang baik, implementasi yang
dilaksankan tidak sesuai dengan kondisi lingkungan ataupun masalah yang terjadi
pada personil yang kurang berkompeten serta biaya pendidikan dan pengalokasian
keuangan.

A. Masalah Manajemen Pendidikan


Manajemen Pendidikan adalah sistem pengelolaan pendidikan yang dianut
dan dilaksanakan berdasrkan paham yang diyakini dapat mewujudkan tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien. Tentunya pemilihan sistem yang dilaksanakan
sudah melalui berbagai berbagai kajain pakar - pakar pendidik dan pakar - pakar
manajemen yang dituangkan dalam bentuk Undang - Undang, ataupun peraturan yang
diberlakukan terhadap praktisi pendidikan. Undang - Undang yang disusun terkadang
sulit dilaksanakan di berbagai wilayah Indonesia karena permasalahan di wilayah
seperti letak geografis wilayah yang sulit dijangkau, perbedaan budaya masyarakat
serta pengelolaan keuangan. Maka dari itu terdapat beberapa persoalan yang menjadi
hambatan dalam tercapainya tujuan pendidikan yaitu:
1. Masalah pendidikan manajemen meliputi; filosofi tujuan pendidikan,
rekrutmen calon guru, pendidik dan tenaga kependidikan yang belum

14
profesional penuh, paradigma peserta didik yang sertificate oriented dan
manajemen sekolah.

B. Masalah Implementassi Dalam Dunia Pendidikan


Masalah implementasi dalam dunia pendidikan meliputi; mahalnya biaya
pendidikan, rendahnya pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan, etilisme, komite
sekolah,kurangnya fasilitas pendidikan, meningkatnya angka putus sekolah dan
kesejahteraan guru

C. Pemecahan Permasalahan Pendidikan dari Perspektif Filsafat Pendidikan


Permasalahan ada yang harus diselesaikan pada tingkat Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Jika menyangkut secara Nasional, hal ini memerlukan adanya UU
ataupun aturan Pemerintah yang mengatur. Sebagaimanan yang telah dilakukan
Pemerintah untuk menjadikan Guru itu Profesional telah dilakukan berbagai cara
seperti adanya PLPG atau sekarang yang sudah berakhir dan berlanjut menjadi
Pendidikan Pofesi Guru (PPG) yang diselenggarakan dengan berbagai cara seperti
PPG dalam Jabatan, PPG dalam Jaringan, PPG Guru Daerah Khusus dan PPG
Prajabatan
Terkait dengan kesejahteraan guru, pemerintah telah berusaha meningkatkan
kesejahteraan guru melalui Tunjangan Profesi yang nilainya sebesar Gaji Pokok
diberikan setiap bulan. Harapannya adalah meningkatkan pendapatan guru dapat
berdampak pada kinerja guru sehingga guru tidak perlu lagi bekerja sampingan untuk
menambah penghasilan.
Terkait dengan pemerataan pendidikan, pemerintah telah meluncurkan
Program SM3T (Sarjana Mendidik di Derah Tertinggal, Terluar, Terdepan). Program
ini adalah upaya untuk memberi kesempatan kepada guru yang baru tamat S1 untuk
mengajar di daerah 3T yang masyarakatnya tertinggal dibandingkan dengan
masyarakat yang sudah maju. Harapannya adalah untuk memenuhi tuntutan
pendidikan bagi anak-anak di daerah tertinggal, terluar, terdepan tersebut.

15
Pemerintah juga telah memisahkan urusan penyelenggaraan Pendidikan Dasar
di Tingkat Kabupaten/Kota, sedangkan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah
Menengah Kejuruan diserahkan ke Pihak Dinas Provinsi, dengan tujuan agar lebih
efektif dan efisien dalam penyelenggaran pendidikan. Di samping itu, pemerintah
telah memberikan beasiswa kepada siswa - siswi yang berpotensial tetapi secara
ekonomi tertinggal. Pemberian beasiswa in bermula dari Tingkat Sekolah Dasar
hingga ke Perguruan Tinggi. Untuk Penyelenggaran Sekolah, Pemerintah juga
memberikan dana bos yang besarnya cukup signifikan yang dibayarkan menurut
jumlah siswa.

B. Ringkasan Buku Pembanding

Bab I Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

A. Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Kata ini berasal dari kata
philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta,
senang, dan suka, serta kata sophia berarti penegtahuan, hikmah dan kebijaksanaan
(Ali, 1986:7). Dapat disimpulakn bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan
atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Dengan demikian,
kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif, artinya kebenaran itu sendiri selalu
mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia.
Penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap benar itu masih tergantung pada
ruang dan waktu.

Dapat diambil suatu pengertian bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan


komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam
keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Diharapkan agar manusia dapat
mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam
semesta dan tempat manusia di dalamnya. Filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya

16
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan
manusia. Jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral,
menyeluruh dan mendasar. Jawaban seperti itu juga digunakan untuk mengatasi
masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk
bidang pendidikan.

Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis dan special,
akan tetapi suatu cara hidup yang konkret, suatu pandangan hidup yang total tentang
manusia dan alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang. Selanjutnya, dengan
kehidupan atau perkembangan peradaban manusia dan problema kehidupan yang
dihadapinya, pengertian yang bersifat teoritis seperti yang dilahirkan filsafat Yunani
itu kehilangan kemampuannya untuk memberi jawaban yang layak tentang
kebenaran. Peradaban itu telah menyebabkan manusia melakukan loncatan besar
dalam bidang sains, teknologi, kedokteran, dan pendidikan (Titus, 1984:7-9).

Perubahan itu mendorong manusia melahirkan kembali pengertiannya tentang


kebenaran atau nilai-nilai kebenaran. Sebab setiap terjadi perubahan dalam peradaban
akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang berlaku, karena antara perubahan
peradaban dengan cara berpikir manusia terdapat hubungan timbal balik. Oleh karena
itu, pemikiran filosofis itu berbeda dengan pemikiran yang lain. Pemikiran yang
bersifat filosofis setidaknya memiliki ciri-ciri yang jelas, antara lain tertuju pada
upaya untuk mengadakan pemeriksaan dan penemuan. Di samping itu, berpikir
filosofis adalah berpikir radikal dengan menggunakan kemampuan yang optimal dari
akal budi manusia.

B. Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang


pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan
menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi

17
dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan masalah persoalan-persoalan
pendidikan secara praktis.

Untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidikan yang lebih sempurna, ada


baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan itu sendiri.
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidikan terhadap perkembangan
jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya manusia yang memiliki
kepribadian yang utama dan ideal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa filsafat
pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normative dalam bidang pendidikan
merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma dan ukuruan tingkah laku perbuatan yang
sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya. Apabila
dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa
filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya
pelaksanaan dan tujuan pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada
hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan
yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.

Dalam hubungan antara filsafat (umum) dan filsafat pendidikan, filsafat


pendidikan memiliki beberapa batasan. Pertama, filsafat pendidikan merupakan
pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang pengalaman
kemanusiaan yang disebut pendidikan. Kedua, mempelajari filsafat pendidikan
karena adanya kepercayaan bahwa kajian itu sangat penting dalam mengembangkan
pandangan terhadap proses pendidikan dalam upaya memperbaiki keadaan
pendidikan. Ketiga, filsafat pendidikan memiliki prinsip-prinsip, kepercayaan,
konsep, andaian yang terpadu satu sama lainnya. Oleh karena itu, dapat dipahami
bahwa filsafat pendidikan dapat dilakukan pada gejala macam bentuk dan pendidikan.

C. Bahasan Filsafat dan Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan, sesuai dengan peranannya, merupakan landasan filosofis


yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan. Sedangkan filsafat,

18
dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal dan radikal, yang mengupas
dan menganalisis sesuatu secara mendalam (Jujun, 1982:4), ternyata sangat relevan
dengan problematika hidup dan kehidupan manusia dan mampu menjadi perekat
kembali antara berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang saat ini. Sehingga
filsafat pendidikan akan menemukan relevansinya dengan hidup dan kehidupan
masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan
hidup manusia.

Oleh karena itu, hubungan filsafat dan filsafat pendidikan menjadi begitu
penting. Karena masalah pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan
manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan
hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini, filsafat pendidikan mempunyai
ruang lingkup yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia.

D. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan

Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting


sekali, sebab menjadi dasar arah pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat
pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai
medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan,
dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan
yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia.

E. Hubungan Filsafat Pendidikan dengan Fakultas Tarbiyah

Hubungan filsafat pendidikan dengan program Fakultas Tarbiyah merupakan


hubungan yang sangat erat dan mempunyai nilai relevansi yang tinggi. Hali ini
disebabkan keberadaan filsafat pendidikan akan membantu memecahkan persoalan-
persoalan pendidikan Islam dan dapat membentuk kepribadian pendidik, anak didik
atau calon pendidik dan semua yang terlibat dalam dunia pendidikan.

19
Fakultas Tarbiyah merupakan bagian dari lembaga pendidikan yang
menggunakan ajaran Islam sebagai landasan pendidikannya. Oleh karena itu, filsafat
pendidikan Islam merupakan landasan pokok dari program Fakultas Tarbiyah, karena
lembaga pendidikan ini dinapasi oleh ajaran Islam. Filsafat pendidikan, dalam hal ini
filsafat pendidikan Islam, mempunyai hubungan yang erat sekali dalam peranannya
sebagai sumber idealism program pendidikan Fakultas Tarbiyah dalam menyiapkan
dan menghasilkan sarjana-sarjana Muslim yang sesuai dengan tujuan pendidikan
Islam.

Bab 2 Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan

A. Perkembangan Pemikiran Filsafat Spritualisme Kuno

Dapat diketahui bahwa filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari
sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat kembalai
berbagai macam ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan terpisah satu dengan
lainnya. Jadi, jelaslah bahwa filsafat berkembang sesuai dengan perputaran dan
perubahan zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk
mengetahui salah satu cerita dalam kategori filsafat spritualisme kuno. Kira-kira
1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra, dari keluarga
Sapitama, yang lahir di tepi sebuah sungai, yang ditolong oleh Ahura Mazda dalam
masa pemerintahan raja-raja Akhmania (550-530 SM).

B. Reaksi terhadap Spiritualisme di Yunani

Ternyata ada beberapa filsuf yang merasa kurang puas dengan aliran
spiritualisme . Mereka merasa kurang puas dengan alirang ini yang dianggap tidak
sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Maka, lahirlah aliran materialism. Di antara
tokohnya adalah Leukipos dan Demokritus (460-370 SM), yang menyatakan bahwa
semua kejadian alam adalah atom, dan semuanya adalah materi. Kemudian, lahir pula
aliran rasionalisme Rene Descartes, yang menyatakan bahwa pusat segala sesuatu

20
terletak pada dunia rasio, sementara yang lain adalah objeknya. Demikianlah
rangkaian reaksi filsuf terhadap aliran spiritualisme. Sebenarnya reaksi ini tidak saja
bergulir di Yunani, tetapi juga di dunia Barat dan Eropa.

C. Pemikiran Filsafat Yunani Kuno Hingga Abad Pertengahan

Sebuah pandangan teoritis itu mempunyai hubungan erat dengan lingkungan,


di mana pemikiran itu dijalankan, begitu juga lahirlah filsafat Yunani pada Abad ke-6
SM. Bagi orang Yunani, filsafat merupakan ilmu yang meliputi semua pengetahuan
ilmiah. Di Yunanilah pemikiran ilmiah muali tumbuh, terutama di bidang filsafat
pendidikan.

Menurut Poedjawijatna (1983: 23-25), filsuf-filsuf alam yang terkenal pada


masa ini adalah:

1. Thales (624-548 SM), yang berpendapat bahwa intisari alam ini adalah air.
2. Anaximandros, yang menyatakan bahwa intisari alam adalah udara.
3. Pitagoras, yang menyatakan bahwa dasar segala sesuatu ialah bilangan.
4. Heraklitos, yang menyatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini berubah.
5. Parmenides, mengakui adanya pengetahuan yang bersifat tidak tetap dan
berubah-ubah, serta pengetahuan mengenai yang tetap, pengetahuan budi dan
pengetahuan indra.

D. Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Socrates (470-399 SM)


Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates adalah metode dialektis. Metode
ini digunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang direncanakan untuk
mendorong seseorang belajar berpikir secara cermat, untuk menguji coba diri sendiri
dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Metode ini tidak lain digunakan untuk
meneruskan intelektualitas, mengembangkan kebiasaan-kebiasaan dan kekuatan
mental seseorang. Dengan menggunakan metode ini, Socrates menunjukkan bahwa
jawaban-jawaban terbaik atas pertanyaan moral adalah cita-cita yang diajarkan oleh

21
para pendiri agama, cita-cita yang melekat pada ketuhanan, cinta kepada umat
manusia, keadilan, kebenaran, pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan, hormat
terhadap kebenaran, sikap yang tak berlebih-lebihan, kebaikan hati, kerendahan hati,
toleransi, kejujuran dan segala kebijakn-kebijakan lama. Dikatakan dialektis, karena
dalam pengajaran itu dialog memgang peranan penting (Hadiwijono, 1980:36).

E. Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Plato (427-347 SM)


Menurut Plato, pendidikan direncanakan dan diprogram menjadi tiga tahap
sesuai tingkat usia. Pertama, pendidikan yang diberikan kepada taruna hingga sampai
dua puluh tahun. Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun. Ketiga,
dari tiga puluh tahun sampai usia empat puluh.
Menurut Plato, tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-
kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga menjadi seorang warga
negara yang baik, masyarakat yang harmonis, yang melaksanakan tugas-tugasnya
secara efisien sebagai seorang anggota masyarakat. Plato juga menekankan perlunya
pendidikan direncanakan dan diprogramkan sebaik-baiknya agar mampu mencapai
sasaran yang diidamkan.

F. Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Aristoteles (367-345 SM)


Menurut Aristoteles, agar orang dapat hidup baik maka harus mendapatkan
pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi
bimbingan pada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, yaitu akal, guna mengatur
nafsu-nafsu. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan baik itu yang mempunyai
tujuan untuk kebahagiaan. Kebahagiaan tertinggi adalah hidup spekulatif (Imam
Barnadib,1994:72).
Aristoteles juga menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat
pendidikan dasar. Menurut Aristoteles, untuk memperoleh pengetahuan, manusia
harus melebihi dari binatang-binatang lain dalam berpikir, harus mengamati dan

22
secara hati-hati menganalisis struktur-struktur, fungsi-fungsi organisme itu, dan
segala yang ada dalam alam.
Bab 3 Aliran Filsafat Pendidikan Modern Ditinjau dari Ontologi, Epistemologi,
dan Aksiologi
A. Pengertian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Ontologi berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana
keadaan yang sebenarnya, apakah hakikat di balik alam nyata ini. Ontologi
menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas bagi
pancaindra kita.
Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap
pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan.
Aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik
atau bagus itu. Dalam definisi lain, aksiologi merupakan suatu pendidikan yang
menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia.

B. Aliran- aliran Filsafat Pendidikan Modern


1. Aliran Progresivisme
Aliran ini mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam
semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan
hidup. Aliran ini bermaksud untuk menjadikan anak didik memiliki kualitas dan terus
maju sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
2. Aliran Esensialisme
Aliran ini merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
3. Aliran Perenialisme
Aliran ini merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi
seseorang untuk bersikap tegas dan lurus.
4. Aliran Rekostruksionisme

23
Aliran ini merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama
dengan membangun tata susunan hidup yang kebudayaan yang bercorak modern.
Bab 4 Hubungan antara Filsafat, Manusia, dan Pendidikan
A. Teori Kebenaran Menurut Pandangan Filsafat dalam Bidang Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologi
1. Ontologi
Ontologi sering diidentikan dengan metafisika, yang juga disebut sebagai
proto-filsafat atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya
adalah hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau
Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi atau segala sesuatu yang ada di bumi
dengan tenaga-tenaga yang di langit, wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala, dan surge.
Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang filsafat,
baik filsafat kuno maupun filsafat modern. Ontologi adalah cabang filsafat yang
membahas realita.
2. Epistemologi
Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan, bagaimana kita mengetahui
benda-benda. Maksudnya epistemology memberikan kepercayaan dan jaminan bagi
guru bahwa kita harus memberikan kebenaran kepada murid-murid.
3. Aksiologi
Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan menguji
dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan
membinanya di dalam kepribadian anak.

B. Pandangan Filsafat tentang Hakikat Manusia


Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan
roh. Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan roh adalah substansi alam,
sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah. Dalam hal ini,
dijelaskan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hokum
alam adalah materiil. Menurut Islam, manusia terdiri dari substansi materi dari bumi

24
dan roh yang berasal dari Tuhan. Oleh karena itu hakikat manusia adalah roh
sedangkan jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh roh semata.
C. Sistem Nilai dalam Kehidupan Manusia
Nilai akan selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial atau
bermasyarakat dengan manusia lain. Manusia di dalam hubungannya dengan sesama
dan dengan alam semesta ini tidak mungkin melakukan sikap yang netral. Karena
pada dasarnya manusia itu sudah mempunyai watak manusiawi seperti,
cinta,bensi,simpati dan lain-lain.

D. Pandangan Filsafat tentang Pendidikan


Filsafat pendidikan yang lahir dan mejadi bagian dari rumpun konsep ilmu
pendidikan, sebagai ilmu pengetahuan yang normative, merupakan disiplin ilmu yang
merumuskan kaidah-kaidah nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah laku manusia
yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Sementara ilmu pendidikan merupakan
ilmu pengetahuan praktis yang mempunyai maksud bahwa tugas pendidikan, sebagai
aspek kebudayaan yang mempunyai tugas, menyalurkan nilai-nilai hidup dan
melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai norma tingkah laku kepada subjek didik
yang bersumber dari filsafat, kebudayaan, dan agama yang berlaku dalam masyarakat
atau negara.
Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa filsafat pendidikan merupakan tata
pola pikir terhadap permasalahan di bidang pendidikan dan pengajaran yang
senantiasa mempunyai hubungan dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain
yang diperlukan oleh pendidik atau guru sebagai pengajar dalam bidang studi
tertentu. Dapat dipahami pula bahwa betapa eratnya hubungan antara filsafat
pendidikan dan sistem pendidikan itu.

Bab 5 Filsafat Pancasila Pendidikan


A. Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa

25
Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa
Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Di samping itu, pancasila
juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai
puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik
dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar
hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan
lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.

B. Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Nasional


Untuk memerhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara
dan bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang
pada akhirnya menentukan eksistensi dan martabat negara dan bangsa, maka sistem
pendidikan nasional dan filsafat pancasila seyogianya terbina mantap demi tegaknya
martabat dan kepribadian bangsa sekaligus pelestarian sistem negara pancasila
berdasarkan UUD 1945. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan
pancasila merupakan aspek rohaniah dan spiritual sistem pendidikan nasional.
Tegasnya, tiada sistem pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan.
Oleh sebab itu, jelaslah tidak mungkin sistem pendidika nasional dijiwai dan
didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang lain selain pancasila. Hal ini tercemin
dalam tujuan Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yakni : pendidikan nasional bertujuan memcerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki
pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta bertanggung jawab kemasyarakatan.

C. Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan


Filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk
mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikirang yang

26
mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi
pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita
jabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya
dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menrapkan sila-sila pancsila, diperlukan
pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat
dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama. Sebagai
contoh, dalam Pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam
pelaksanaan pendidikan, tentunya sila pertama ini akan diberikan kepada siswa
sebagai pelajaran pokok yang mesti diamalkan.

D. Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, dan


Aksiologi
1. Ontologi
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang
ada. Jadi, ontologi adalah cabang dari filsafat yang persoalan pokoknya apakah
kenyataan atau realita itu. Demikian pula halnya dengan Pancasila sebagai filsafat
yang mempunyai isi yang abstrak umum dan universal.Dimaksudkan disini isi yang
abstrak di sini bukannya Pancasila sebagai filsafat yang secara operasional telah
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai pengertian pokok yang
dipergunakan untuk merumuskan masing-masing sila.
2. Epistemologi
Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan (adanya) benda-benda.
Epistemologi dapat juga berarti bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat,
proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas validitas dan hakikat ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, dengan filsafat kita dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan
dicapai demi peningkatan ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan
berwarga negara. Untuk itu bangsa Indonesia, telah menemukan filsafat Pancasila.
3. Aksiologi

27
Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nila-nilai. Nilai tidak akan
timbul dengan sendirinya, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa yang
digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Jadi, masyarakat menjadi wadah timbulnya
nilai. Dikatakan mempunyai nilai apabila berguna, benar (logis), bermoral, etis da
nada nilai religius. Oleh sebab itu, dapat pula dibedakan nilai materiil dan nilai
spiritual. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memiliki nilai-nilai:
Ketuhanan, Kemanusia, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai ideal, materiil,
spiritual, dan nilai positif dan juga nilai logis, estetika, etis, sosial, dan religius. Jadi,
Pancasila memiliki nilai-nilai tersendiri.

Bab 6 Filsafat Pendidikan Peningkatan Sumber Daya Manusia


A. Filsafat Pendidikan dan Kepribadian
Di masyarakat tradisional, peningkatan kualitas sumber daya manusia masih
terbatas pada aspek-aspek tertentu, yang erat kaitannya dengan tradisi setempat.
Namun yang jelas, peningkatan itu tak leopas hubungannya dengan filsafat hidup dan
kepribadian masing-masing. Dalam pengertian sederhana, filsafat diartikan sebagai
kepribadian jati diri dan pandangan hidup seseorang, masyarakat atau bangsa.
Kondisi ini dibentuk oleh tradisi kehidupan masyarakat ataupun uleh usaha yang
terprogram. Namun demikian, sedrhana apa pun, pembentukan itu tak lepas dari
peran pendidikan.

B. Filsafat Pendidikan dan Sumber Daya Manusia


Tingkatan perkembangan kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa sangant
ditentukan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia menjadi pendukung nilai-nilai
budaya tersebut. Pada masyarakat yang masih memiliki kebudayaan asli (primitif),
berbeda dengan masyarakat yang memiliki kebudayaan campuran (modern). Di
lingkungan masyarakat pertama, tingkat kualitas sumber daya manusianya boleh
dikatakan sangat rendah. Potensi sumber daya manusia hanya dikembangakan untuk

28
memenuhi kehidupan sehari-hari yang sangat terbatas. Untuk mengatasi kebutuhan
tersebut, diperlukan tenaga profesional yang berkualitas.
Kemajuan peradaban manusia sebagian besar ditentukan oleh daya ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek). Makin tinggi tingkat penguasaan Iptek, makin
maju pula peradaban suatu bangsa. Juga tingkat kualitas sumber daya manusianya.
Salah satu sarana yang paling efektif dalam pengembangan dan peningkatan kualitas
sumber saya manusia adalah pendidikan. Kemudian agar sistem pendidikan tersebut
tetap terjaga, diperlukan adanya suatu landasan filsafat pendidikan yang dinilai
mengakar pada kepribadian bangsa itu masing-masing. Dalam kaitan ini, terlihat
bagaimana kaitan hubungan antara filsafat pendidikan dengan peningkatan kualitas
sumber daya manusia.

Bab 7 Pendidikan dan Pembinaan Karakter


A. Urgensi Pendidikan Karakter
Karakter merupakan kualitas moral dan mental yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor bawahan (fitrah atau nature) dan lingkungan (sosialisasi atau
lingkungan, narture). Potensi karakter yang baik dimiliki seorang sebelum dilahirkan
harus terus- menerus dikembangkan melalui sosialisasi dan pendidikan.

B. Proses Pembentukan Karakter


Dalam proses pembentukan dan menanamkan nilai-nilai kebajikan (moral,
karakter, akhlak) pada anak didik agaknya sangat tergantung pada jenis pola asuh
yang diterapkan keluarga atau orangtua pada anaknya. Baumrind mengkategorikan
pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu pola asuh: democratic; authoritative; dan
permissive. Pola asuh permissive cenderung memberikan kebebasan terhadap anak
untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karkater anak. Pola
asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan Baumrind yang menunjukkan
bahwa orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama

29
dalam kemandirian dan tanggung jawab. Di sisi lain, anak yang dididik secara
otoriter atau ditolak memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresivitasnya
dalam bentuk tindakan merugikan.

30
BAB III

KOMENTAR

Adapun saran penulis dalam keduan buku tersebut yaitu pada buku utama
sebaiknya memberikan penjelasan terlebih dahulu seperti pengertian terelebih dahulu
dari apa yang akan dijelaskan pada setiap babnya, kemudian isi buku yang terlalu luas
runag lingkupnya membuat pembaca merasa bosan. Pada buku pembanding,
pembahasan di dalamnya sudah cukup jelas dan banyak sekali pembahasan
khususnya pada filsafat pendidikan tetapi seharusnya jangan terlalu banyak juga
karena pembaca bosan untuk membaca kata yang sama.

Saya menyarankan kepada para pelajar agar memiliki buku ini khususnya
program studi kependidikan karena buku ini mengajarkan para pembaca tentang
filsafat pendidikan lebih dalam sehingga pembaca lebih mengetahui apa itu filsafat
pendidikan. Untuk buku utama, saya menyarankan agar isi buku tersebut dapat
dijelaskan lebih lengkap dan detail sehingga pembaca lebih memahami materi yang
ada dalam buku tersebut. Saya juga menyarankan kepada penulis agar lebih
memperhatikan tentang penulisan pada buku pembanding yang digunakan tersebut
sehingga tidak akan ada lagi kekurangan huruf dalam buku tersebut.

31
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin & Abdullah, Idi . 2018. Filsafat Pendidikan.


Jakarta. PT RajaGrafindo Persada

Yusnadi, dkk . 2019. Filsafat Pendidikan. Medan. Unimed Press

32

Anda mungkin juga menyukai