Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM UJI INDERAWI/SENSORI

LAPORAN PRAKTIKUM I
UJI HEDONIK NAGGET AYAM

by. 
 
RIANS ADITYA LANDIMURU
D1C1 10 021

LABORATORIUM ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO (UHO)
KENDARI
2014
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan.

Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan
alat indera akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang

berasal dari benda tersebut. Penginderaan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika

alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena

adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak

menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap

rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai atau

tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif.

Penilaian subyektif merupakan hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku

atau yang melakukan pengukuran.

Pengukuran atau penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda

rangsang pada alat atau organ tubuh (indera), maka pengukuran ini disebut juga pengukuran

atau penilaian subyektif atau penilaian organoleptik atau penilaian inderawi. Objek yang

diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental) berupa kesadaran

seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian sensorik. Rangsangan yang

dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan), bersifat fisis (dingin, panas, sinar,

warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa). Pada waktu alat indra menerima rangsangan, sebelum

terjadi kesadaran prosesnya adalah fisiologis, yaitu dimulai di reseptor dan diteruskan pada

susunan syaraf sensori atau syaraf penerimaan. Mekanisme pengindraan secara seperti

penerimaan rangsangan (stimulus) oleh sel-sel peka khusus pada indera, terjadinya reaksi

dalam sel-sel peka membentuk energi kimia, perubahan energi kimia menjadi energi listrik

(impulse) pada sel syaraf, penghantaran energi listrik (impulse) melalui urat syaraf menuju ke

syaraf pusat otak atau sumsum belakang, terjadinya interpretasi psikologis dalam syaraf pusat

dan menghasilkan kesadaran atau kesan psikologis.

1.2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan uji organoleptik (rasa, tekstur, aroma

dan warna) dengan produk yang diujikan yaitu nagget ayam.

  

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Uji Sensori
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan.

Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah mata, telinga, indera pencicip,

indera pembau dan indera perabaan atau sentuhan. Kemampuan alat indera memberikan

kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah

kesan adalah gambaran dari sebaran atau cakupan alat indera yang menerima rangsangan.

Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indra

memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi

kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan (discrimination),

membandingkan (scalling) dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka (hedonik).

Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada panelis. Sangat sulit untuk dinyatakan

bahwa satu kemampuan sensori lebih penting dan lebih sulit untuk dipelajari. Karena untuk

setiap jenis sensori memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah

hingga sulit atau dari yang paling sederhana sampai yang komplek (rumit).

Pengujian organoleptik atau sensory test didefinisikan sebagai metode untuk

mengukur, menganalisa dan menginterprestasikan reaksi dari karakteristik bahan pangan

yang diterima melalui penglihatan, bau, rasa, sentuhan dan pendengaran atau suara. Penilaian

atau uji organoleptik dikenal juga dengan penilaian sensori atau penilaian inderawi dimana

secara tradisional sudah berkembang sejak zaman dahulu, yakni di saat manusia sudah mulai

memperhatikan kualitas lingkungan disekitarnya. Uji sensori merupakan suatu cara penilaian
subjektif tertua yang sangat umum digunakan untuk memilih hampir semua komoditi

terutama hasil pertanian dalam arti luas, seperti buah – buahan, ikan, rempah – rempah,

minyak dan lain – lain.

2.2. Aplikasi dan Manfaat Organoleptik


Penilaian organoleptik dimanfaatkan oleh industri terutama industri pangan dan juga

penelitian unutuk pengukuran atribut – atribut mutu dengan menggunakan manusia sebagai

alat pengukuran. Berdasarkan kemampuan penginderaannya (mata, hidung, telinga, lidah dan

kulit). Tujuan organoleptik adalah untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan – pertanyaan

menyangkut mutu produk yang berkaitan dengan pembedaan (untuk membedakan mutu

organoleptik baik satu atau beberapa atribut organoleptik maupun secara keseluruhan),

afektifitas (untuk mengukur preferensi dan penerimaan) dan deskriptif (untuk

mendeskripsikan atribut – atribut organoleptik). Adapun kegunaan uji organoleptik adalah :

a.       Pengkajian masa simpan (shelf life)

b.      Mencocokkkan produk (product matching)

c.       Pemetaan produk (product mapping)

d.      Spesifikasi produk dan pengendalian mutu

e.       Reformulasi produk

f.       Pengujian potensi penyimpangan bau dan munculnya bau – bau asing (taint dan off flavor),

dan

g.      Menentukan keterimaan produk (acceptability).

Proses atau mekanisme penginderaan dapat dituangkan sebagai berikut :

a.       Penerimaan rangsangan (fisiologis)

b.      Terjadi reaksi biokimia dalam reseptor

c.       Energi kimia diubah menjadi energi listrik


d.      Energi listrik dikirim ke otak

e.       Terjadi interpretasi psikologis kesadaran

f.       Memunculkan sikap atau kesan psikologis

Pengenalan Sifat Inderawi Suatu produk (produk pangan atau lainnya) mempunyai

berbagai atribut mutu yang dapat digolongkan sebagai : 1) Sifat objektif, yaitu sifat yang

dinilai berdasarkan respon objektif dari instrument fisik. 2) Sifat subjektif, yaitu sifat yang

dinilai atau diukur berdasarkan respon subjektif atau respon pribadi manusia.

2.3. Penyajian Sampel


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat penyajian sample yaitu :

a.       Sampel harus disajikan pada suhu yang seragam satu dengan lainnya dan disajikan pada suhu

dimana sample tersebut biasa dikonsumsi .

b.      Sampel harus disajikan dengan ukuran yang seragam diberikan sample berukuran 5 – 15 mL

tergantung jenis contohnya Energi kimia diubah menjadi energi listrik

c.       Volume sample yang disajikan tergantung dari jenis uji yang diberikan. Untuk uji

pembedaan biasanya disajikan contoh yang lebih sedikit dibandingkan dengan uji

penerimaan.Terjadi interpretasi psikologis kesadaran

d.      Penamaan sample harus dilakukan sedemikian rupa sehingga panelis tidak dapat menebak

lagi isi dari sample tersebut berdasarkan penamaannya. Untuk pemberian nama biasanya

diberikan tiga angka arab atau tiga huruf secara acak.

e.       Waktu yang disediakan untuk panelis sesuai dengan sanpel dan jenis uji yang diberikan.

f.       Ketersediaan produk

2. 4 . Panelis
Untuk melaksanakan penelitian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian mutu

atau analisis siat – sifat sensori suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau alat.
Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu Komoditi

berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Dalam

penilaian organoleptik ada 7 macam panelis, yaitu :

1. Panelis perorangan yaitu orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat

tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan - latihan yang sangat intensif.

2. Panelis terbatas panel terbatas terdiri dari 3 – 5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bisa lebih dapat dihindari.

3. Panelis terlatih panel terlatih terdiri dari 5 – 15 orang yang mempunyai kepekaan yang

cukup baik.

4. Panelis agak terlatih panel agak terlatih terdiri dari 15 – 25 orang yang sebelumnya dilatih

untuk mengetahui sifat sensori tertentu.

5. Panelis tidak terlatih panel tidak terlatih terdiri lebih dari 25 orang yang dapat terdiri dari

orang awam yang dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat social dan

pendidikan.

6. Panelis konsumen panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang tergantung dari target

pemasaran suatu komoditi.

7. Panel anak-anak panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3

sampai 10 tahun.

2. 5 . Laborium Pengujian
Pengujian sensori dibutuhkan beberapa ruang yang terdiri dari bagian persiapan

(dapur), ruang pencicip dan ruang tunggu atau ruang diskusi. Bagian dapur harus selalu

bersih dan mempunyai sarana yang lengkap untuk uji sensori serta dilengkapi dengan

ventilasi yang cukup. Ruang pencicip mempunyai persyaratan yang lebih banyak, yaitu

ruangan yang terisolasi dan kedap suara sehingga dapat dihindarkan komunikasi antar

panelis, suhu ruang yang cukup sejuk (20-25oC) dengan kelembaban 65-70% dan mempunyai

sumber cahaya yang baik dan netral, karena cahaya dapat mempengaruhi warna komoditi
yang diuji. Ruang isolasi dapat dibuat dengan penyekat permanen atau penyekat sementara.

Fasilitas pengujian ini sebaiknya dilengkapi dengan washtafel, sedangkan ruang tunggu harus

cukup nyaman agar anggota panel cukup sabar untuk menunggu gilirannya. Apabila akan

dilakukan uji organoleptik maka panelis harus mendapat penjelasan umum atau khusus yang

dilakukan secara lisan atau tertulis dan memperoleh format pernyataan yang berisi instruksi

dan respon yang harus diisinya. Selanjutnya panelis dipersilakan menempati ruang pencicip

untuk kemudian disajikan contoh yang akan diuji.

2. 6 . Metode Uji Sensori


Uji pembedaan pasangan yang juga disebut dengan paired comperation, paired test

atau perbandingan merupakan uji yang sederhana dan berfungsi untuk menilai ada tidaknya

perbedaan antara dua macam produk. Biasanya produk yang diuji adalah jenis produk baru

kemudian dibandingkan dengan produk terdahulu yang sudah diterima oleh masyarakat.

Dalam penggunaannya uji pembedaan pasangan dapat memakai produk baku sebagai acuan

atau hanya membandingkan dua contoh produk yang diuji. Sifat atau kriteria contoh disajikan

tersebut harus jelas dan mudah untuk dipahami oleh panelis.

1.) Uji Pembeda (Discrimination Test)

1.a.) Uji pembedaan segitiga

Uji pembedaan segitiga atau disebut juga triangle test merupakan uji untuk mendeteksi

perbedaan yang kecil, karenanya uji ini lebih peka dibandingkan dengan Uji Pasangan.

Dalam Uji Segitiga disajikan 3 contoh sekaligus dan tidak dikenal adanya contoh

pembanding atau contoh baku. Penyajian contoh dalam uji segitiga sedapat mungkin harus

dibuat seragam agar tidak terdapat kesalahan atau bias karena pengaruh penyajian contoh.

1.b.) Uji pembedaan duo-trio

Seperti halnya Uji Segitiga, Uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perbedaan

yang kecil antara dua contoh. Uji ini relatif lebih mudah karena adanya contoh baku dalam
pengujian. Biasanya Uji Duo-trio digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu

produk ataupun menilai keseragaman mutu bahan.

2.) Uji Afektif (Affective Test)

2. a.) Uji Hedonik

  Uji Kesukaan (Uji Hedonik)

Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang

kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan tanggapan

senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat –

tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka“ dapat mempunyai

skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya jika

tanggapan itu “tidak suka“ dapat mempunyai skala hedonik seperti suka dan agak suka,

terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak

suka (neither like nor dislike). Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut

rentangan skala yang dikehendaki. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik

dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan

analisis secara statistik. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk

mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara

organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan. Uji hedonik banyak

digunakan untuk menilai produk akhir.

  Uji Mutu Hedonik

Berbeda dengan uji kesukaan, pada uji mutu hedonic ini tidak menyatakan suka atau tidak

suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik – buruk ini disebut

kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik kedalam uji
hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar kesan suka atau tidak suka.

Mutu hedonik dapat bersifat umum, yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik seperti empuk

atau keras untuk daging, pulen – keras untuk nasi, renyah, liat untuk mentimun. Rentangan

skala hedonik berkisar dari extrim baik sampai ke extrim jelek. Skala hedonik pada uji mutu

hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung

dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar skala. Skala hedonik untuk uji

mutu hedonik dapat berarah satu dan berarah dua. Seperti halnya pada uji kesukaan pada uji

mutu hedonik, data penilaiaan dapat ditransformasi dalam skala numerik dan selanjutnya

dapat dianalisis statistik untuk interprestasinya.

2. 7 . Nagget
Nagget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk

yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan

(Afrisanti, 2010). Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1

menit pada suhu 150º C. Tekstur nagget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2007).

Nagget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling

yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu

(battered dan braded) (Maghfiroh, 2000). Nagget dikonsumsi setelah proses penggorengan

rendam (deep fat frying) (Saleh et al, 2002). Nagget dibuat dari daging giling yang diberi

bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong

dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nagget digoreng

setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan

(Astawan, 2007).

Produk nagget dimasak dalam dua tahap, yaitu penggorengan dan pengovenan.

Penggorengan dilakukan dengan merendam produk pada minyak goreng panas selama

beberapa saat. Hasilnya berupa nagget yang belum mengalami pematangan penuh. Oleh


karena itu, nagget harus dilewatkan ke dalam oven melalui konveyor berjalan. Pada tahap

ini, nagget diberi uap jenuh panas sehingga mengalami pematangan penuh. Selain untuk

mematangkan produk, proses ini juga berguna untuk membantu memperbaiki tekstur pada

produk akhir (Sugitha, 1995).

Perubahan pH pada nagget yang disimpan beku terjadi karena menggunakan daging

yang merupakan protein sarkoplasma yang mempunyai pH isoelektrik yang tinggi,

mengandung enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi seperti glikolisis. Kisaran

nilai pH pada nagget selama pembekuan memenuhi kisaran yang dianjurkan oleh Kisaran pH

optimum untuk pembentukan gel yaitu 6,5 -7,5. Pembekuan dapat mengurangi atau

memperlambat kegiatan enzim dalam metabolisme.(Rahmawati, 2004).

Rasa nagget sangat bervariasi, tergantung dari komposisi bahan dan jenis bumbu yang

digunakan. Pada dasarnya nagget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi,

yaitu emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nagget dibuat dari

daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk

tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti perekat tepung (batter) dan dilumuri tepung roti

(breading). Selanjutnya digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan

mutunya selama penyimpanan (Anonimous, 2009).

Nagget ayam sangat kaya akan asam amino lisin, yaitu suatu asam amino esensial

yang kadarnya sangat rendah pada bahan pangan pokok, seperti beras, jagung, ubi, sagu dan

lain-lain. Mengkonsumsi nasi dengan menggunakan nagget ayam sebagai lauknya,

merupakan hal yang sangat tepat ditinjau dari segi gizi. Nagget ayam sesekali juga baik untuk

dijadikan sumber protein untuk mendukung proses tumbuh kembang anak-anak balita.Nagget

ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin B3), vitamin B6, asam

pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), dengan sumbangan masing-masing terhadap


kebutuhan per hari mencapai 68%, 34%, 16% dan 16% . Selain itu nagget ayam juga sumber

mineral selenium, fosfor, dan zinc (Amertaningtyas, 2003).

BAB III

UJI ORGANOLEPTIK
Tabel hasil uji sensori nagget ayam :

No Sampel Warna Aroma Textur Rasa Total

1 N1A1 4 5 3 3 15
2 N2A2 5 6 5 5 21
3 N3A3 5 6 4 4 19
Jumlah 14 17 12 12 55
Rata Rata 7 8,5 6 6
Keterangan :
7 = Sangat suka
6 = Suka
5 = Agak suka
4 = Netral
3 = Agak tidak suka
2 = Tidak suka
1 = Sangat tidak suka

Uji organoleptik adalah cara menilai mutu suatu bahan makanan atau minuman

menggunakan panca indera. Panca indera yang digunakan pada praktikum kali ini adalah

mata untuk melihat warna dari nagget ayam, lidah sebagai indera pencicip untuk merasakan

atau menilai tekstur dan rasa dari nagget ayam, serta hidung sebagai indera pembau untuk

mencium aroma dari produk nagget ayam tersebut.

Pada produk dengan kode sampel N1A1, kenampakan warna dari nagget ayam ini

berwarna kuning, rasanya kurang disukai , bertekstur agak kenyal, beraroma kurang sedap
dan panelis kurang menyukai sampel yang berlabel N1A1. Pada produk N2A2, kenampakan

warna nagget ayam ini berwarna kuning mendekati orange, rasa yang agak enak, bertekstur

sedikit lembek, beraroma sedap sehingga membuat panelis memiliki tingkat kesukaan yang

lebih baik dibandingkan dengan produk N1A1. Produk N3A2, kenampakan nagget ayam ini

memiliki warna yaitu kecoklatan, rasa yang netral, bertekstur sedang, aromanya agak disukai

oleh para panelis. Dari hasil yang didapat di atas ditemukan bahwa setiap sampel dari nagget

ayam itu memiliki tingkat kesukaan yang berbeda dari warna, aroma, tekstur maupun rasa.

Perbedaan warna ini tidak lepas dari perbedaan bahan tambahan yang ditambahkan dalam

bahan untuk membuat nagget ayam yang ditambahkan, akan mempengaruhi kenampakan

warna, aroma, tekstur dan rasa produk akhir.

Hasil pengamatan menunjukkan, produk nagget ayam yang dihasilkan berwarna

kuning orange dengan tekstur yang lembut, kompak, padat dan sedikit elastis.  Aroma dan

rasa dari nagget tersebut tidak banyak masih bertaraf netral. Tekstur mengalami sedikit

perbedaan yang kemungkinan disebabkan proses pengolahan pada tahap penggorengan.

Tekstur nagget tergantung dari bahan asalnya. Nagget dikonsumsi setelah proses

penggorengan rendam (deep fat frying).

Tekstur merupakan parameter yang sangat penting dalam menjaga mutu daging dan

produk turunannya.  Keempukan daging adalah karakter yang krusial bagi daya terima

konsumen. Menurut Hendronoto (2009), kesan kekenyalan pada nagget secara keseluruhan

meliputi tekstur dan melibatkan beberapa aspek diantaranya mudah atau tidaknya gigi

berpenetrasi awal ke dalam nugget, mudah atau tidaknya dikunyah menjadi potongan-

potongan yang lebih kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah dikunyah.

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum uji hedonik pada nugget berbahan baku daging ayam

adalah kualitas bahan utama produk seperti daging ayam tanpa tulang dan bumbu-bumbu

merupakan hal harus diperhatikan untuk menghasilkan produk yang diminati. Komposisi

adonan juga merupakan hal penting agar dapat memberikan interpretasi yang sesuai dengan

harapan panelis.

4.2. Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum uji hedonic produk nagget ayam ini ialah

perlunya perlakuan uji yang lebih baik seperti jumlah sampel produk, penamaan sampel,

sarana uji dan lab. Hal ini penting agar hasil akhir lebih memiliki tingkat ketelitian yang lebih

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Amertaningtyas, 2003. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan Kualitas
Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner , Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya

Beck, Mary E. 1993. Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Buckle, K.A., dkk. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ganong, W.F., 1995. Fisiologi kedokteran. Alih bahasa oleh Petrus Adrianto. Jakarta:
Gramedia.

Hidajati, Nove. 2005. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan Kualitas
Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner , Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya.

Kartika B., P.Hastuti dan W.Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Soekarto, Soewarno T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Soekarto, T.S dan M. Hubeis. 1992. Petunjuk Laboratorium Metode Penilaian Indrawi.
Bogor: IPB Press.

Sugitha, 1995 Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama
Penyimpanan Temperatur Ruang. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang

Sutaryo dkk. 2006. Kadar Kolesterol, Keempukan dan Tingkat Kesukaan Chicken Nugget
Dari Berbagai Bagian Karkas Broiler.Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Baru UNDIP Tembalang Semarang

file:///D:dyansemesterujisensori/tugasujiindrawi/DeskriptiftestandHedonik/testSensoryAnalys
isFINZAABIYOGA.htm
http://ftpunisri.blogspot.com/2008/07/uji-sensoris.html. Diakses Minggu, 31 Juni 2011
http://mahfudkonsel.blogspot.com/2012/11/lapaoran-nugget.html
http://mahfudkonsel.blogspot.com/2012/11/lapaoran-nugget.html
Marsudi,Artikel Pembuatan Chicken Nugget.

Anda mungkin juga menyukai