Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

GURU TELADAN DAN PENDIDIKAN


KARAKTER SISWA

Oleh :
DWI JUNISYAFITRI, S.Pd.SD
NIP. 19860617 200902 2 006

DINAS PENDIDIKAN KOTA PEKANBARU


SD NEGERI 27 PEKANBARU
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Bidang Kajian : Makalah Tinjauan Ilmiah


Judul Makalah : Guru Teladan dan Pendidikan Karakter

Identitas Penulis :
a. Nama Lengkap : DWI JUNISYAFITRI, S.Pd.SD
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Pangkat/ Golongan : Penata Muda Tk. I, III/b
d. NIP : 19860617 200902 2 006
e. Asal Sekolah : SD Negeri 27 Pekanbaru
f. Alamat Sekolah : Jl. Cempaka No. 130 Pekanbaru

Pekanbaru, 07 Oktober 2019


Mengetahui,
Kepala SD Negeri 27 Pekanbaru Penulis,

Hj. NILAWATI, S.Pd. MM DWI JUNISYAFITRI, S.Pd.SD


NIP. 19601117 198410 2 001 NIP. 19860617 200902 2 006
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat
dan karunianya sehingga makalah ini sanggup tersusun hingga selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan begitu banyak terimakasih atas uluran tangan dan bantuan
berasal dari pihak yang telah bersedia berkontribusi bersama dengan
mengimbuhkan sumbangan baik anggapan maupun materi yang telah mereka
kontribusikan.

Dan kita semua berharap semoga makalah ini mampu


menambah pengalaman serta ilmu bagi para pembaca. Sehingga untuk
kedepannya sanggup memperbaiki bentuk maupun tingkatkan isikan makalah
sehingga menjadi makalah yang miliki wawasan yang luas dan lebih baik lagi.

Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman kami, Kami percaya tetap


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat berharap
saran dan kritik yang membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 07 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan Makalah ......................................................................... 2
D. Batasan Makalah ........................................................................ 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 3


A. Pengertian Pendidikan Karakter Siswa ...................................... 3
B. Tujuan Pendidikan Karakter ....................................................... 4

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................ 5


A. Pembelajaran Modeling .............................................................. 5
B. Hubungan Keteladanan Guru dan Pendidikan Karakter ............. 6
C. Cara menjadi Guru Teladan dalam Pendidikan Berkarakter ...... 8

BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 10


A. Kesimpulan ................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Pendidikan Karakter Siswa anak didik dimana setiap manusia yang terlahir
ke dunia merupakan anugrah dan setiap manusia menyandang potensinya masing-
masing. Ia akan menjadi manfaat atau tidak untuk dirinya sendiri dan
lingkungannya tergantung perlakuan yang diterima dirinya. Kualitas kemanusiaan
sangat bergantung dari pendidikan yang diberikan. Semakin berkualitas
pendidikan yang diberikan, akan semakin berkualitas pula kualitas sumber daya
manusia yang dihasilkan.
Disini peran guru bukan sekadar mentransfer pelajaran kepada peserta
didik. Tapi lebih dari itu guru bertanggung jawab membentuk karakter peserta
didik sehingga menjadi generasi yang cerdas, saleh, dan terampil dalam menjalani
kehidupannya. Inilah tugas guru yang amat strategis dan mulia.
Apalagi dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik semakin nyata
menggantikan sebagian besar peran orang tua yang notabene adalah pengemban
utama amanah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan berbagai sebab dan alasan, orang
tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan tanggungjawabnya kepada guru di
sekolah dengan berbagai keterbatasannya.
Menyadari hal itu, dalam makalah ini penulis mengambil judul
“Keteladanan Guru dan Pendidikan Berkarakter“. Karenanya, di pundak guru
terletak salah satu beban untuk merestorasi karakter dan kepribadian mulia bangsa
Indonesia yang telah berada pada titik nadir. Guru diharapkan bisa
mengembalikan peradaban bangsa yang tinggi, yang selama ini telah tergantikan
dengan julukan bangsa yang korup, tidak memiliki kepribadian, bangsa yang
kacau, bodoh, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang kini melekat pada
bangsa tercinta ini.
B.    Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter siswa?
2. Apakah tujuan dari pendidikan berkarakter?
3. Bagaimana hubungan keteladanan guru dan pendidikan berkarakter?
4. Mengapa pembelajaran modeling dibutuhkan pada pembelajaran berkarakter?
5. Bagaimana menjadi guru yang teladan dalam pendidikan berkarakter?

C.     Tujuan Makalah


1. Menjelaskan  pengertian karakter siswa.
2. Memaparkan tujuan dari pendidikan karakter.
3. Menjelaskan tentang keteladanan guru dalam pendidikan berkarakter.
4. Menjelaskan tentang pembelajaran modeling pada pembelajaran karakter.
5. Memaparkan menjadi guru teladan dalam pendidikan berkarakter.

D.    Batasan Makalah


Dalam makalah ini akan mengurai upaya Keteladanan Guru dalam
pendidikan berkarakter. Kupasan selengkapnya mencakup pengertian pendidikan
karakter siswa, tujuan pendidikan berkarakter, hubungan keteladanan guru dan
pendidikan berkarakter, pembelajaran modeling dan cara menjadi guru teladan
dalam pendidikan berkarakter.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Pendidikan Karakter Siswa


Menurut Ratna Megawangi (2007), pendidikan karakter siswa adalah
untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, dan
acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the
mind, heart, and hands. Dengan demikian, kurang tepat jika menganggap
pendidikan karakter hanya urusan mata pelajaran agama atau PKN. Pendidikan
karakter melekat pada mata pelajaran apapun. Bahkan, rasanya tidak adil jika
pendidikan karakter hanya dibebankan dan menjadi tanggung jawab institusi
sekolah.
Pendidikan karakter siswa harus bermula dan ditanamkan dari lingkungan
keluarga, sebab keluarga adalah fondasi utama pendidikan. Betapa pun baiknya
pendidikan formal di sekolah, betapa pun sudah didukung oleh perangkat
teknologi canggih, jika tidak didukung oleh lingkungan keluarga yang baik,
hasilnya tidak akan memuaskan. Keluarga adalah basis terkecil dari kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan dalam keluarga harus ditopang juga oleh lingkungan
dan masyarakat yang sehat, serta didukung oleh pemerintahan yang bersih. Meski
terkadang pemerintahan yang bersih masih menjadi utopia. Jika tidak begitu,
pendidikan karakter akan sulit untuk direalisasikan dan hanya akan menjadi
wacana saja, maka dari itu mari kita mulai sedini mungkin tentang pendidikan
karakter siswa.
Pendidikan Karakter Siswa  yang baik, menurut John Luther, lebih
patut dipuji daripada bakat yang luar biasa. Hampir semua bakat adalah anugerah.
Karakter yang baik tidak dianugerahkan kepada kita. Kita harus membangunnya
sedikit demi sedikit dengan pikiran, pilihan, keberanian, dan usaha keras. Karakter
memang laksana “otot” yang memerlukan latihan demi latihan untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas kesehatan dan kekuatannya. Oleh karena itu, pendidikan
karakter memerlukan proses pemahaman, penanaman nilai, dan pembiasaan,
sehingga seorang anak didik dapat mencintai perbuatan baik berdasarkan
kesadaran yang timbul dari dirinya. Dalam kaitan inilah kita melihat banyaknya
kekeliruan dan kegagalan dalam konsep dan kebijakan pendidikan nasional yang
terlalu mengarahkan anak didik untuk semata-mata terampil menjawab soal. Anak
dihargai tinggi jika mampu menjawab soal-soal ujian. Mata pelajaran diarahkan
untuk latihan kognitif semata dengan menjejalkan informasi sebanyak mungkin
kepada para siswa.
Pendidikan karakter siswa bukanlah sebuah proses menghafal materi soal
ujian dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan
pembiasaan dan harus berangkat dari kesadaran masing-masing individu. Sebab,
segala sesuatu yang berangkat dari kesadaran akan lebih bertahan lama
dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar dirinya.

B.     Tujuan Pendidikan Karakter


Tujuan pendidikan karakter siswa itu sendiri pada hakikatnya tidak
hanya menambah pengetahuan, tapi juga secara seimbang harus menanamkan
karakter positif terhadap sikap, perilaku, dan tindakan seseorang. Tujuan
pendidikan adalah untuk menghasilkan orang yang baik. Siapakah manusia yang
baik itu? Yaitu manusia yang mengenal dirinya, lalu ia mengenal Tuhannya. Ia
mengenal potensi yang ada pada dirinya dan mampu mengembangkannya.
Pendidikan akan menghasilkan manusia paripurna yang dapat memaknai hakikat
dirinya sebagai hamba Tuhan dan makhluk sosial. Hal ini dimaksudkan agar
manusia yang berpendidikan itu cerdas otaknya sekaligus waras perilakunya.
Pendidikan harus kembali kepada fungsi asalnya, yaitu menanamkan
karakter positif warga negara sesuai dengan fungsi pendidikan yang tersurat
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3,
yang menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Intinya, karakter warga negara
harus ditopang oleh nilai-nilai moral, sehingga akan tercipta kesalehan sosial.

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pembelajaran Modeling


Menurut Rani Pardini yang dikutip oleh Adhi, R (2010), ada tiga model
guru berdasarkan tingkatan kualitasnya, yaitu guru okupasional, guru profesional,
dan guru vokasional.
Guru okupasional adalah sosok guru yang menjalani profesi guru
sekadarnya, tanpa kepedulian lebih memerhatikan anak didiknya. Guru
professional adalah guru yang memiliki tanggung jawab lebih memenuhi
kualifikasi undang-undang dan syarat kompetensi guru sesuai dengan regulasi
yang berlaku. Sementara Guru vokasional adalah guru yang menjalani
profesinya sebagai sebuah panggilan sehingga menjalani tugasnya dengan penuh
antusias, sabar, komitmen, dan terus mengembangkan diri serta profesinya.
Dalam mendidik karakter sangat dibutuhkan sosok yang menjadi model.
Model yang dapat ditemukan oleh peserta didik di lingkungan sekitarnya.
Semakin dekat model pada peserta didik akan semakin mudah dan efektiflah
pendidikan karakter tersebut. Peserta didik butuh contoh nyata, bukan hanya
contoh yang tertulis dalam buku apalagi contoh khayalan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Berk yang dikutip oleh Sit, M (2010), prilaku moral diperoleh dengan
cara yang sama dengan respon-respon lainnya, yaitu melalui modeling dan
penguatan.
Lewat pembelajaran modeling akan terjadi internalisasi berbagai prilaku
moral, pro sosial dan aturan-aturan lainnya untuk tindakan yang baik. Demikian
pula menurut Social Learning Theory dalam Bandura yang dikutip oleh
Hadiwinarto, perilaku manusia diperoleh melalui cara pengamatan model, dari
mengamati orang lain, membentuk ide dan perilaku-perilaku baru, dan akhirnya
digunakan sebagai arahan untuk beraksi. Sebab seseorang dapat belajar dari
contoh apa yang dikerjakan orang lain, sekurang-kurangnya mendekati bentuk
perilaku orang lain, dan terhindar dari kesalahan yang dilakukan orang lain.

B.    Hubungan Keteladanan Guru dan Pendidikan Berkarakter


Guru sejatinya bukan sembarang pekerjaan, melainkan profesi yang
pelakunya memerlukan berbagai kelebihan, baik terkait dengan kepribadian,
akhlak, spiritual, pengetahuan dan keterampilan. Peran guru bukan sekadar
mentransfer pelajaran kepada peserta didik. Tapi lebih dari itu guru
bertanggungjawab membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi generasi
yang cerdas, saleh, dan terampil dalam menjalani kehidupannya. Inilah tugas guru
yang amat strategis dan mulia.
Apalagi dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik semakin nyata
menggantikan sebagian besar peran orang tua yang notabene adalah pengemban
utama amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dikaruniakan kepadanya. Dengan
berbagai sebab dan alasan, orang tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan
tanggung jawabnya kepada guru di sekolah dengan berbagai keterbatasannya.
Demikian pula masyarakat yang kontrol sosialnya semakin melemah dan
pemerintah yang selama ini lebih menitikberatkan pembangunan di sektor fisik,
semuanya ikut mengambil andil terhadap kegagalan pembentukan karakter
bangsa.
Menyadari hal ini, pemerintah mulai tahun ajaran 2011/2012 menjadikan
pendidikan berbasis karakter sebagai gerakan nasional mulai dari Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan Tinggi termasuk pendidikan
nonformal dan informal. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh
menyatakan, ”Pembentukan karakter siswa tidak bisa lepas dari peran guru.
Bagaimana manusia Indonesia pada tahun 2045 mendatang (100 tahun Indonesia
merdeka), ditentukan bagaimana guru membentuk siswa saat ini”. Karenanya, di
pundak guru terletak salah satu beban untuk merestorasi karakter dan kepribadian
mulia bangsa Indonesia yang telah berada pada titik nadir. Guru diharapkan bisa
mengembalikan peradaban bangsa yang tinggi, yang selama ini telah tergantikan
dengan julukan bangsa yang korup, tidak memiliki kepribadian, bangsa yang
kacau, jorok, bodoh, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang kini melekat
pada bangsa tercinta ini.
Kegagalan membentuk karakter bangsa merupakan kesalahan kolektif
yang harus dibenahi bersama. Oleh karena itu solusi yang paling tepat untuk
mengatasi masalah ini adalah dengan berkomitmen untuk melakukan perbaikan
secara kolektif pula. Masing-masing kita harus instrospeksi diri dan berusaha
keras untuk mencari solusi guna memperbaiki dan mengembalikan serta
meningkatkan karakter positif bangsa. Lakukan yang terbaik yang kita bisa,
jangan sibuk mencari kesalahan orang lain. Tapi mari kita mulai dari diri kita,
orang terdekat kita dan tugas di bawah tanggung jawab kita. Dan guru adalah
salah satu pilar penentu keberhasilan pendidikan karakter.
Dari berbagai asal dan dengan berbagai alasan banyak orang memilih
profesi guru. Apapun latar belakangnya, apapun motivasinya, dan apapun
alasannya, profesi guru menuntut kompetensi sebagai guru. Guru berkompeten
yang diharapkan tentu saja guru yang tidak hanya mengetahui tugas dan tanggung
jawabnya, tapi juga harus mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
dengan sebaik mungkin.
Merujuk pada UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, seorang
guru harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pedagogis,
personal, dan sosial. Dari keempat kompetensi tersebut, aspek yang paling
mendasar untuk menjadi seorang guru yang berkarakter dan layak diteladani
adalah aspek kepribadian (personalitas). Karena aspek kepribadian inilah yang
menjadi cikal bakal lahirnya komitmen diri, dedikasi, kepedulian, dan kemauan
kuat untuk terus berbuat yang terbaik dalam kiprahnya di dunia pendidikan.
Seorang guru harus memiliki kematangan, baik intelektual maupun emosional.
Kematangan ini terlihat dari kemampuan bernalar dan bertutur, memberi contoh
dan sikap yang baik, mengerti perkembangan anak dengan segala persoalannya,
kreatif, inovatif, menguasai materi dan banyak metode pembelajaran yang sesuai
dengan perkembangan, situasi dan intelegensi peserta didik.
C.   Cara menjadi Guru Teladan dalam Pendidikan Berkarakter
Guru sebagai uswah atau teladan harus memiliki modal dan sifat-sifat
tertentu, diantaranya:
Pertama, Guru harus meneladani Rasulullah Saw sebagai teladan seluruh
alam. Kedua, guru harus benar-benar memahami prinsip-prinsip keteladanan.
Mulailah dari diri sendiri. Dengan demikian guru tidak hanya pandai bicara dan
mengkritik tanpa pernah menilai dirinya sendiri. Bercermin pada filosofi ”gayung
mandi”, dalam mendidik karakter guru jangan seperti gayung mandi. Gayung
digunakan untuk mandi bertujuan membersihkan, tapi ia sendiri tidak pernah
mandi atau membersihkan dirinya sendiri. Artinya guru harus mempraktikkannya
terlebih dahulu sebelum mengajarkan karakter kepada peserta didiknya. Ketiga,
guru harus mengetahui tahapan mendidik karakter. Sekurang-kurangnya melalui
tiga tahapan pembelajaran yang penulis istilahkan dengan 3P yaitu: pemikiran,
perasaan dan perbuatan.
1.      Tahapan pertama pemikiran; merupakan tahap memberikan pengetahuan tentang
karakter. Pada tahapan ini guru berusaha mengisi akal, rasio dan logika siswa
sehingga siswa mampu membedakan karakter positif (baik) dengan karakter
negatif (tidak baik). Siswa mampu memahami secara logis dan rasional
pentingnya karakter positif dan bahaya yang ditimbulkan karakter negatif.
2.      Tahap kedua dalam mendidik karakter ini diistilahkan dengan perasaan;
merupakan tahap mencintai dan membutuhkan karakter positif. Pada tahapan ini
guru berusaha menyentuh hati dan jiwa siswa bukan lagi akal, rasio dan logika.
Diharapkan pada tahapan ini akan muncul kesadaran dari hati yang paling dalam
akan pentingnya karakter positif, yang pada akhirnya akan melahirkan
dorongan/keinginan yang kuat dari dalam diri untuk mempraktikkan karakter
tersebut dalam kesehariannya.
3.      Tahap ketiga perbuatan berperan; pada tahapan ini dorongan/keinginan yang kuat
pada diri siswa untuk mempraktikkan karakter positif diwujudkan dalam
kehidupannya sehari-hari. Siswa menjadi lebih santun, ramah, penyayang, rajin,
jujur, dan semakin menyenangkan, menyejukkan pandangan serta hati siapapun
yang melihat dan berinteraksi dengannya.

Keempat, Guru harus mengetahui bagaimana mengimplementasikan


pendidikan karakter kepada siswa. Tanamkan pengertian betapa pentingnya
"cinta" dalam melakukan sesuatu, tidak semata-mata karena prinsip timbal balik.
Ciptakan hubungan yang mesra, agar siswa peduli terhadap keinginan dan
harapan-harapan kita serta tumbuhkan rasa sayang terhadap sesama.
Kelima, guru harus menyadari arti kehadirannya di tengah siswa,
mengajar dengan ikhlas, memiliki kesadaran dan tanggungjawab sebagai pendidik
untuk menanamkan nilai-nilai kebenaran. Mengajar bukan untuk sekadar
melepaskan tugas, mengajar karena panggilan jiwa, mengajar dengan cinta,
merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan siswa dunia akhirat, dan mampu
mengarahkan siswa tentang arti hidup.
Dibutuhkan kerja keras untuk mewujudkan cita-cita mulia ini. Guru harus
mampu menjadi modelnya. Kita tidak akan mampu membuat siswa rajin, tepat
waktu, bertanggung jawab dan lain sebagainya, jika kita tidak duluan
mempraktikkannya.
Negeri ini tidak hanya membutuhkan pendidikan karakter, tapi negeri ini
sangat membutuhkan teladan dari pendidik karakter dan teladan dari semua
komponen bangsa. Dengan demikian keinginan untuk membentuk generasi
Indonesia yang santun, sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan memiliki
kepenasaranan intelektual sebagai modal dalam membangun kreatifitas dan daya
inovasi dapat terwujud sesuai harapan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan yang terurai ditas maka dapat 
disimpulkan sebagai berikut : 
1.      Pendidikan karakter siswa bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian
dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan
dan harus berangkat dari kesadaran masing-masing individu. Sebab, segala
sesuatu yang berangkat dari kesadaran akan lebih bertahan lama dibandingkan
dengan motivasi yang berasal dari luar dirinya.
2.  Tujuan pendidikan karakter siswa itu sendiri pada hakikatnya tidak hanya
menambah pengetahuan, tapi juga secara seimbang harus menanamkan karakter
positif terhadap sikap, perilaku, dan tindakan seseorang.
3.    Negeri ini tidak hanya membutuhkan pendidikan karakter, tapi negeri ini sangat
membutuhkan teladan dari pendidik karakter dan teladan dari semua komponen
bangsa. Dengan demikian keinginan untuk membentuk generasi Indonesia yang
santun, sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan memiliki kepenasaranan
intelektual sebagai modal dalam membangun kreatifitas dan daya inovasi dapat
terwujud sesuai harapan.

B.      Saran
1.         Pendidikan karakter diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan
penampilan berbagai kegiatan sekolah, untuk itu guru diharapkan lebih aktif
dalam pembelajarannya.
2.         Lingkungan sekolah yang positif membantu membangun karakter. Untuk itu
benahi lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif.
3.         Guru diharapkan, disiplin terlebih dulu,pasti siswa akan mengikuti disiplin juga.

DAFTAR PUSTAKA

Degeng, S Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta, Depdikbud.


Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek
PPGSD.
Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Genad Senduk, 2004, Pendekatan Kontekstual dan
Penerapannya dalam KBK, Malang,Universitas negeri Malang.
Trianto, 2009, Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta,
Prestasi Pustaka Publisher.
http://eka93.student.umm.ac.id/2011/07/30/keteladanan-guru-dan-pendidikan-
berkarakter/

Anda mungkin juga menyukai