METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pendekatan fenomenologi adalah suatu ilmu yang
perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
peristilahannya.
2. Partisipan
Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 8 orang (Polit, Beck &
28
Universitas Sumatera Utara
29
dan kecukupan informasi sampai mencapai saturasi data, yaitu peneliti tidak lagi
merupakan rumah sakit terdekat dari rumah peneliti dan yang kedua adalah
Penelitian ini dilakukan dari September 2014 sampai Juli 2015, yaitu
4. Pertimbangan Etik
Peneliti tidak memaksa jika partisipan tidak setuju karena dalam penelitian ini
penelitian.
hak partisipan terkait dengan kebebasan memilih waktu dan tempat, bebas untuk
5. Instrumen Penelitian
data umum partisipan (inisial, usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan
terakhir dan pekerjaan) dan hubungan partisipan dengan pasien (lihat lampiran 3).
butir pertanyaan, yaitu cara berkomunikasi dengan pasien, kendala dan hambatan
dalam berkomunikasi, cara mengatasi kendala dan hambatan, dan usaha yang
dilakukan untuk membantu klien dapat berbicara (lihat lampiran 4). Panduan
ini.
6. Pengumpulan Data
Universitas Sumatera Utara dan memperoleh ethical clearance dari Komisi Etik
selanjutnya peneliti meminta izin kepada direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan
Selanjutnya peneliti melakukan pilot study. Pilot study adalah suatu cara
untuk melakukan studi awal dalam skala kecil atau suatu tes yang digunakan
sebagai persiapan untuk penelitian kualitatif (Polit, Beck, & Hungler, 2001). Pilot
study dilakukan untuk menguji apakah peneliti sebagai instrumen sudah cukup
saling percaya antara peneliti dan partisipan dengan cara peneliti memperkenalkan
diri, menjelaskan maksud, tujuan dan pengumpulan data yang dilakukan terhadap
partisipan. Jika partisipan bersedia untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini,
demografi.
yaitu salah satu cara pengumpulan data melalui percakapan dan proses tanya
selama satu kali pertemuan. Peneliti menggunakan panduan wawancara yang telah
menggunakan alat perekam suara (tape recorder) untuk merekam wawancara dan
catatan lapangan (field note) untuk mencatat bahasa non verbal partisipan selama
wawancara.
dilakukannya wawancara dengan partisipan dan jika ada hal-hal yang kurang jelas
dalam arti bahwa dengan dilakukan wawancara dengan partisipan lain tidak akan
7. Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
secara terus menerus dari awal sampai akhir penelitian (Saryono & Anggraeni,
2013).
Colaizzi. Proses analisa data menurut Colaizzi (1978 dalam Polit & Beck, 2012)
yaitu: (1) membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan dari
partisipan, (2) meninjau setiap transkrip dan menarik kesimpulan dari setiap
pernyataan yang signifikan, (3) menguraikan arti dari pernyataan yang signifikan,
mungkin, (7) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai
Lincoln dan Guba (1985 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan bahwa
Dengan demikian peneliti dan partisipan semakin akrab, terbuka, dan saling
penelitian ini antara lain: 1) mencatat hal-hal penting serinci mungkin mencakup
catatan pengamatan obyektif terhadap setting, partisipan maupun hal lain yang
dapat memberikan kritik dan saran yang memberi pertanyaan kritis terhadap
(Sugiyono, 2010).
1. Hasil Penelitian
Bagian ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama menceritakan secara singkat
gambaran kerakteristik partisipan yang ikut dalam penelitian ini. Bagian kedua
adalah analisis dari masing-masing tema yang muncul dari pengalaman keluarga
Partisipan dalam penelitian ini adalah anggota keluarga dari pasien stroke
mencakup usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan
hubungan dengan pasien. Dari data yang diperoleh (tabel 4.1.1) menunjukkan
24-35 tahun 3 orang (37,5%) dan 48-59 tahun 3 orang (37,5%), agama Islam 6
orang (75%), suku mandailing 3 orang (37,5%), pendidikan terakhir SMA 3 orang
(37,5%) dan Sarjana 3 orang (37,5%), pekerjaan wiraswasta 5 orang (62,5%), dan
35
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 1.1
Karakteristik Partisipan
berkomunikasi dengan klien, (2) Hambatan saat berkomunikasi dengan klien, (3)
dengan klien, (4) Perasaan keluarga saat berkomunikasi dengan klien. Tema-tema
ada dua jenis cara komunikasi yang dilakukan, yaitu berkomunikasi secara lisan
berkomunikasi yang dilakukan adalah secara lisan. Hal ini tergambar dari kategori
yaitu tidak menuliskan kata yang diucapkan kepada klien. Hal ini dapat dilihat
(Partisipan 2)
“Kalau saya ngomong biasa aja paling bapaklah yang menjawabnya pake
isyarat. Kalau nulis kan dia juga sulit, kasian juga..”
(Partisipan 8)
tubuh verbal yang digunakan terdiri atas dua kategori yaitu memberikan sentuhan
dilakukan yaitu dengan cara memberikan sentuhan. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan berikut :
(Partisipan 2)
dilakukan yaitu mendekat saat berkomunikasi dengan klien. Hal ini dapat dilihat
(Partisipan 4)
“Saya pun gak pernah jauh dari dia. Jadi dia pun bisa dengarkan saya..”
(Partisipan 5)
2. Hambatan saat berkomunikasi dengan klien
keluarga tetapi juga faktor dari klien. Hambatan tersebut yaitu kurangnya
ucapan klien, salah mengartikan maksud klien, dan mengalami kesulitan saat
Empat partisipan mengatakan tidak mengerti dengan ucapan klien. Hal ini
“Tapi yah ada juga yang saya gak ngerti maksudnya, sewaktu dia cuma
bisa ngasih kode. Ntah apa lah. Terakhir “eeehh” “eeeehh” jadi bingung
juga kita..”
(Partisipan 3)
“Kalau bapak ini ngomongnya kadang saya nggak ngerti. Anak-anak pun
gak ngerti juga.”
(Partisipan 6)
“Adalah. Itu tadi “eh..” katanya, ntah apa maksudnya. Ntah mau berak
dia, gak tahu lah.”
(Partisipan 7)
salah mengartikan maksud klien. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut :
“Kalau kesulitan yah pasti ada dek, soalnya kan gak bisa berbicara,
setelah pindah ke ruang inap bicaranya baru satu-satu bisa diucapkan..”
(Partisipan 1)
empat kategori yaitu klien sulit mengucapkan kata-kata, klien tidak bisa menulis,
klien tidak bisa membaca, dan klien merasa sakit saat berkomunikasi.
mengatakan bahwa yang menjadi hambatan saat berkomunikasi yaitu klien sulit
mengucapkan kata-kata. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pernyataan partisipan
sebagai berikut :
“Mamak ini kalau mau bilang nabil susah kali. Awaknya mikir-mikir terus
apalah yang mau dibilang mamak ini. Terus saya bilang nabil mak?”
(Partisipan 1)
“Cuma bisa bilang “eehh..ehh..” gak ada kata yang keluar cuma suara
aja lah yang keluar..”
(Partisipan 3)
“Dia macam mau bilang apa tapi ntah apa. Makanya saya suruh tulis,
mau apa. Soalnya kita kan gak ngerti maksudnya..”
(Partisipan 5)
“Kalau kita ajarin ngomong, dia bisa cuma gak jelas. Cuma bisa bilang
“iya”, “aa” itu lah jelas. Kebanyakan cuma bisa bilang “eee”..”
(Partisipan 8)
menjadi hambatan bagi keluarga untuk dapat mengerti ucapan klien. Hal ini dapat
“Gak mau nulis dia. Udah saya kasih pulpen sama buku..”
(Partisipan 5)
“Tapi mau nulis gak bisa lemas, sekarang pun masih lemas juga
tangannya. Itulah saya bilang, bang kalau warga minta tanda tangan
abang gimana. Dia minta lah pulpen mau nulis, tapi tetap nggak bisa.”
(Partisipan 6)
“Nggak. Sewaktu sakit itu nggak bisa lah. Apalagi mau nulis nggak bisa.
Cuma hanya bahasa isyarat-isyarat ajalah..”
(Partisipan 3)
gambaran gangguan psikis yang dialami klien yaitu klien mudah marah dan klien
mudah menangis. Gangguan psikis yang dialami klien menjadi hambatan saat
keluarga berkomunikasi dengan klien. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
“Tapi dia tuh bawaannya emosi aja “ehh..ehh..” keg gitu lah cemana lah
mau dibilang macam mau marah gitu. Cuma karena sejak sakit ini lah
gampang marah dia padahal waktu sehat dulu dia jarang kali marah..”
(Partisipan 3)
“Tapi pernah juga gitu kan, tanpa sebab keluar air matanya. Gak tahu
juga lah kenapa.”
(Partisipan 3)
klien yaitu meminta klien untuk menunjuk, meminta klien menggunakan bahasa
partisipan mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi hambatan yaitu
meminta klien untuk menunjuk yang tergambar dari kategori yaitu meminta klien
untuk memberitahu dengan mengarahkan kepada yang ingin diucapkan. Hal ini
“Coba tunjuk, mamak mau apa? Apa yang sakit mak? Seperti itu saya
tanya.”
(Partisipan 1)
“Kalau saya nggak ngerti, saya tanya terus saya suruh dia tunjuk…Cuma
saya tanya lah, abang mau apa? Dia liatin itu disekitar dia terus kalau dia
minta sesuatu ditunjuknya lah itu. “ehh..” katanya sambil ditunjuk nya
kan, jadi tahu lah apa mau nya.”
(Partisipan 6)
“Nggak ada. Sulit pun nggak. Gimana ya, kalau misalnya abang gak
ngerti gitu abang ajak jalan bapak, abang tuntun dia nunjukin apa yang
dia mau. Bapak ini main nunjuk aja. Kalau mau nonton gitu, ditunjuknya
tv. Yah itu ajalah gak ada yang sulit juga, karena juga udah terbiasa.”
(Partisipan 8)
meminta mengulangi ucapan yang disampaikan klien dan meminta klien untuk
berbicara pelan-pelan.
ucapan klien yaitu meminta mengulangi ucapan yang disampaikan klien. Hal ini
(Partisipan 2)
“Kadang pun saya gak ngerti maksudnya. Saya bilang apa? “uang”
katanya, terus saya bilang mau uang?”
(Partisipan 4)
“Jadi kalau dia mau cakap saya suruh pelan-pelan saya dengarkan.
Misalnya mau bilangkan jangan lupa kunci rumah, “angan eeh..ehh.. mah
unci” lama-lama saya ngerti juga apa maksudnya. Anaknya lah yang
sama sekali gak ngerti apa cakapnya. Kalau saya karena saya suruh
pelan-pelan cakapnya bang, jadi akhirnya saya tahu juga jadinya.”
(Partisipan 6)
sering berkomunikasi dengan klien yang tergambar dari dua kategori yang
didapatkan dari hasil wawancara yaitu sering bertemu dengan klien dan sudah
klien sehingga partisipan dapat mengerti bahasa yang digunakan klien. Hal ini
“Karena sudah setiap hari jumpa jadi ngertilah apa saja kegiatan ayah
ini. Belajar dari pengalaman aja. Karena sering jumpa itu sering
berkomunikasi juga jadi ngerti lah mau ayah ini. Misalnya kalau orang
gak pernah jumpa sama dia, mana tahu lah dia apa seleranya. Ini ayah
awak, jadi gak adalah yang sulit.”
(Partisipan 3)
klien karena sudah terbiasa berkomunikasi dengan klien. Pernyataan ini sesuai
dengan ungkapan:
“Awalnya kita gak ngerti maksud bapak ini, tapi yah lama-lama ngerti
juga… Yah itu ajalah gak ada yang sulit juga, karena juga udah
terbiasa.”
(Partisipan 8)
ada tiga perasaan yang dirasakan oleh keluarga saat berkomunikasi dengan klien
yaitu merasa kelelahan, merasa khawatir kepada klien dan merasa kasihan kepada
klien.
a. Merasa kelelahan
dari dua kategori yaitu putus asa saat klien hanya diam ketika diajak
berkomunikasi dan kesal saat klien memberi respon tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
Satu dari delapan partisipan mengatakan putus asa saat klien hanya diam
ketika diajak berkomunikasi. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan
berikut :
“Sudah saya ancam-ancam juga dia supaya mau ngomong tapi tetap aja
diam dia, udah capek lah. Paling cuma diliatin aja kita. Ujungnya nangis
lah dia. Keluar air mata dia.”
(Partisipan 7)
“Cemanalah ya, terkadang ayah itu mau lah pula marah. Kesal juga ada
lah menjaganya. Sudah kita capek begadang, dimarahi lagi. Dia macam
mau merepet tapi nggak bisa “ehh..ehh..” macam gitulah.”
(Partisipan 3)
“Awalnya emosi juga kita dibuatnya, karena diam aja terus dia sampe
pernah itu saya pukul mulutnya supaya mau ngomong.”
(Partisipan 7)
berikut :
“Bingungnya yah, tadi suara jelaskan tapi kok tiba-tiba lidahnya mereng
mulutnya juga gitu. “aahh..aahh” katanya gak bisa ngomong gitu jadi
cemas jugalah saya. Saya suruh juga coba ngomong tapi gak bisa.”
(Partisipan 6)
Partisipan merasa kasihan kepada klien tergambar dari dua kategori yaitu
sedih saat klien tidak bisa mengucapkan kata-kata dan tetap sabar saat berbicara
dengan klien.
yang merasa sedih saat klien tidak bisa mengucapkan kata-kata. Hal ini dapat
“Sedihlah kita ya kek manalah orangtua ya kan. Apalagi kita hidup sama
orangtua. Tiap hari di rumah biasa tiba-tiba gini dia gak bisa komunikasi.
Sakit dia gak bisa dibilangnya. Diam aja dia. Sedih aja lah paling.”
(Partisipan 4)
“Kalau sedih pun pasti ada. Tapi yah kita jangan nampakkan dengan dia.
Makin sedih dia nanti.”
(Partisipan 5)
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap delapan partisipan, ada tiga
partisipan yang tetap sabar saat berbicara dengan klien. Hal tersebut dapat dilihat
“Pokoknya kalau dah kayak gitu dia saya gak mau marah. Nanti kan
kalau saya bentak, makin lemah pula dia. Pokoknya kalau menghadapi
pasien sabar aja lah.”
(Partisipan 5)
“…Sabar aja lah. Paling awal waktu dia sakit lah dek, agak jelas lah
ngomongnya, sekarang gak jelas sama sekali.”
(Partisipan 7)
Tabel 1.2
Matriks Tema
4.2 Pembahasan
dengan pasien stroke yang meliputi cara keluarga berkomunikasi dengan klien,
hambatan saat berkomunikasi dengan klien, usaha yang dilakukan keluarga untuk
mengatasi hambatan saat berkomunikasi dengan klien, dan perasaan keluarga saat
berkomunikasi secara lisan atau yang sering disebut dengan bahasa verbal. Hal ini
oleh partisipan. Teknik yang dilakukan oleh partisipan sesuai dengan literatur cara
berbicara dengan kalimat pendek dan lambat agar pasien mempunyai waktu untuk
mengerti, mengakui jika partisipan tidak mengerti, tidak berbicara dengan suara
dan nada keras, memandang klien saat berbicara, dan berbicara seperti klien
tubuh yang partisipan lakukan yaitu memberikan sentuhan dan mendekat saat
komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang tidak melihatkan bicara dan
empati dan kasih sayang melalui sentuhan kepada klien (Mundakir, 2006).
Partisipan juga mendekat dengan klien saat berbicara, hal ini dilakukan agar klien
dialami klien dan gangguan psikis yang dialami klien. Gangguan fisik dan psikis
yang dialami klien menjadi hambatan bagi keluarga untuk dapat berkomunikasi
dengan klien. Dengan kata lain bahwa klien yang sebagai komunikan, menjadi
penghambat dalam proses komunikasi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan
oleh Kariyoso (1994 dalam Nurhasanah, 2010) bahwa faktor yang mempengaruhi
dengan klien yaitu tidak mengerti dengan ucapan klien, salah mengartikan maksud
klien, dan mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan klien. Salah satu jenis
bahasa (Mundakir, 2006). Hal ini dialami oleh parisipan yaitu tidak mengerti
dengan ucapan klien dengan kata lain bahwa partisipan tidak memahami
saat berkomunikasi.
untuk berkomunikasi dengan klien. Hambatan fisik yang didapatkan dari beberapa
partisipan, tergambar dari empat kategori yaitu klien sulit mengucapkan kata-kata,
klien tidak bisa menulis, klien tidak bisa membaca, dan klien merasa sakit saat
berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mundakir (2006) bahwa salah
satu penghambat proses komunikasi yaitu kondisi fisik yang tidak baik atau
adanya indara yang rusak. Empat kategori yang didapatkan juga sesuai dengan
literatur gangguan komunikasi yang dialami pasien stroke yaitu sering pasien
sukar atau tidak mampu mengeluarkan kata-kata yang hendak dituturkan dan juga
Sidiarto, 2009).
Kondisi psikis yang kurang baik dari klien menjadi penghambat bagi
partisipan untuk berkomunikasi dengan klien. Hal ini tergambar dari dua kategori
yang didapatkan dari hasil wawancara yaitu klien mudah marah dan klien mudah
Emosi seperti marah, sedih, dan senang akan dapat mempengaruhi seseorang
yaitu kondisi mental yang kurang baik yang dialami oleh komunikator ataupun
komunikan, hal ini sesuai dengan yang dirasakan oleh partisipan saat
berkomunikasi yaitu pasien sulit mengontrol emosi, pasien dapat pula cepat
yaitu meminta klien untuk menunjuk, meminta klien menggunakan bahasa verbal,
Menurut Mulyatsih & Ahmad (2010), salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mengetahui apa yang pasien inginkan adalah menyediakan papan
komunikasi yang berisi gambar atau simbol aktifitas kegiatan harian pasien yang
dapat menjadi media komunikasi sehingga pasien dapat menunjuk apa yang
pasien inginkan. Hal ini sejalan dengan upaya yang dilakukan partisipan untuk
mengatasi hambatan saat berkomunikasi yaitu meminta klien untuk menunjuk apa
yang klien inginkan. Contohnya seperti pada saat klien ingin minta minum,
akhirnya partisipan tahu karena klien menunjuk botol minuman. Hal ini juga
menggunakan bahasa verbal yang tergambar dari dua kategori yaitu meminta
klien untuk mengulangi ucapan yang disampaikan klien dan meminta klien
maksud klien, tetapi akhirnya partisipan dapat mengerti ucapan klien. Usaha yang
pemulihan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Mulyatsih & Ahmad (2010)
karena sering berkomunikasi dengan klien yang tergambar dari dua kategori yaitu
sering bertemu dengan klien dan sudah terbiasa berkomunikasi dengan klien.
mengatasi hambatan dalam berkomunikasi dengan klien. Hal ini sesuai dengan
digunakan.
macam perasaan yang muncul ketika keluarga berkomunikasi dengan klien dan
perasaan itu dipengaruhi oleh bagaimana klien memberi respon kepada keluarga.
terdapat tiga perasaan saat berkomunikasi dengan klien yaitu merasa kelelahan,
kategori yaitu putus asa saat klien hanya diam ketika diajak berkomunikasi dan
kesal saat klien memberi respon tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kelelahan
Kelelahan adalah kondisi akut yang dimulai dari rasa letih yang kemudian
mengarah pada kelelahan mental maupun fisik. Perasaan lelah ini lebih dari
sekedar perasaan letih dan mengantuk, perasaan lelah ini terjadi ketika seseorang
telah sampai kepada batas kondisi fisik atau mental yang dimilikinya (Australian
yang seorang partisipan yang merasa khawatir yang tergambar dari kategori yaitu
takut saat klien tidak bisa berbicara. Pada dasarnya, khawatir atau kecemasan
merupakan hal yang pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah
kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Sutardjo
Wiramihardja, 2005).
mereka yang menyatakan bahwa sedih saat klien tidak bisa mengungkapkan kata-
kata dan tetap sabar saat berbicarai dengan klien walaupun klien memberikan
respon yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Partisipan juga menyadari
tidak marah jika klien tidak bisa memberikan umpan balik kepada partisipan.
lain.
1. Kesimpulan
dari pasien stroke yang mengalami gangguan komunikasi di RSUD Dr. Pirngadi
dengan klien, hambatan saat berkomunikasi dengan klien, usaha yang dilakukan
2. Saran
komunikasi.
pasien stroke.
57
Universitas Sumatera Utara
58
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti lainnya atau penelitian
komunikasi.